Karakteristik Ibu yang Melahirkan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2009-2013

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi BBLR

World Health Organization (WHO) pada tahun 1961 menyatakan bahwa semua bayi baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2.500 g disebut low bir th weight infant (bayi berat badan lahir rendah) (Surasmi dkk, 2003). Menurut Syafrudin dan Hamidah (2009) yang mengutip dari Depkes RI, bayi berat lahir rendah ialah bayi yang lahir dengan berat 2.500 g atau kurang tanpa memerhatikan usia kehamilan. Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah dibedakan dalam, bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1.500-2.500 g, bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir kurang dari 1.500 g, dan bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang dari 1.000 g (Rukiyah dan Yulianti, 2010). Ketahanan hidup bayi BBLSR (berat lahir sangat rendah < 1.500 g) di negara maju telah meningkat secara dramatis, namun demikian peningkatan ketahanan hidup ini dicapai dengan akibat tingginya angka neurodisabilitas. Bayi dengan berat lahir sangat rendah memiliki risiko yang sangat meningkat terhadap terjadinya palsi serebral. Saat pemulangan dari rumah sakit, lebih dari 90% bayi BBLSR memiliki berat, panjang, dan lingkar kepala dibawah persentil ke-10 (Lissauer dkk, 2009).


(2)

Pada kongres European Perinatal Medicine II di London (1970) dibuat keseragaman defenisi bayi menurut usia kehamilan, yaitu sebagai berikut:

a. Bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari).

b. Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu sampai 42 minggu (259-293 hari).

c. Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih (294 hari atau lebih).

Dari pengertian tersebut BBLR dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu prematuritas murni dan dismaturitas. Disebut prematuritas murni jika masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasinya, biasa pula disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan. Dismaturitas ialah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasinya. Artinya bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya (Syafrudin dan Hamidah, 2009).

Menurut Manuaba (2005) persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Bentuk persalinan berdasarkan defenisi adalah sebagai berikut:

a. Persalinan spontan, bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.


(3)

b. Persalinan buatan, bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar, contoh ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, dan seksio caesaria.

c. Persalinan anjuran, bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan ransangan.

Menurut Rustam yang dikutip oleh Syafrudin dan Hamidah (2009), diagnosis dan gejala klinik BBLR dibagi dua, yaitu sebagai berikut:

a. Sebelum bayi lahir.

Pada anamnesis sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus, lahir mati, pembesaran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan, pergerakan janin yang pertama terjadi lebih lambat, pertambahan berat badan ibu sangat lambat tidak seperti seharusnya, sering dijumpai kehamilan denga oligohidramnion, hiperemesis gravidarum, dan perdarahan antepartum.

b. Setelah bayi lahir.

Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin, secara klasik tampak seperti bayi yang kelaparan. Tanda-tanda bayi ini ialah tengkorak kepala keras, gerakan bayi terbatas, verniks kaseosa sedikit atau tidak ada, kulit tipis, kering, berlipat-lipat, mudah diangkat. Bayi prematur, memiliki verniks kaseosa, jaringan lemak bawah kulit sedikit, menangis lemah, tonus otot hipotoni, kulit tipis, kulit merah dan transparan.

2.2 Masalah pada BBLR

Masalah yang terjadi pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) terutama yang prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi tersebut. Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem


(4)

pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskuler, hematologi, gastrointestinal, ginjal, dan termoregulasi (Maryunani dan Nurhayati, 2009).

2.2.1 Sistem pernafasan

Bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan untuk bernafas segera setelah lahir oleh karena jumlah alveoli yang berfungsi masih sedikit, kekurangan surfaktan (zat di dalam paru yang diproduksi dalam paru serta melapisi bagian dalam alveoli, sehingga alveoli tidak kolaps pada saat ekspirasi). Lumen sistem pernafasan yang kecil, kolaps atau obstruksi jalan nafas, insufisiensi klasifikasi dari tulang thoraks, lemah atau tidak adanya gag refleks dan pembuluh darah yang imatur. Hal-hal inilah yang mengganggu usaha bayi untuk bernafas dan sering mengakibatkan gawat nafas (distress pernafasan).

2.2.2 Sistem neurologi (susunan saraf pusat)

Bayi dengan BBLR umumnya mudah sekali terjadi trauma susunan saraf pusat. Hal ini disebabkan antara lain, perdarahan intracranial karena pembuluh darah yang rapuh, trauma lahir, perubahan proses koagulasi, hipoksia dan hipoglikemia. Sementara itu asfiksia berat yang terjadi pada BBLR juga sangat berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat (SSP) yang diakibatkan karena kekurangan oksigen dan kekurangan perfusi/iskemia.

2.2.3 Sistem kardiovaskuler

Bayi dengan BBLR paling sering mengalami gangguan/kelainan janin, yaitu Patent Ductus Arteriosus, yang merupakan akibat dari gangguan adaptasi dari kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterine berupa keterlambatan penutupan ductus arteriosus. Terdapat beberapa faktor yang memperlambat


(5)

penutupan ductus arteriosus, antara lain berupa kurangnya otot polos pembuluh darah, dan rendahnya kadar oksigen pada bayi BBLR.

2.2.4 Sistem gastrointestinal

Bayi dengan BBLR terutama yang kurang bulan umumnya saluran pencernaannya belum berfungsi seperti pada bayi cukup bulan. Hal ini diakibatkan antara lain karena tidak adanya koordinasi mengisap dan menelan sampai usia gestasi 33-34 minggu, kurangnya cadangan beberapa nutrisi seperti kurang dapat menyerap lemak dan mencerna protein, jumlah enzim yang belum mencukupi, waktu pengosongan lambung yang lambat dan penurunan/ tidak adanya motilitas, dan meningkatkan resiko NEC (Netrikans Entero Colitis). 2.2.5 Sistem termoregulasi

Bayi dengan BBLR sering mengalami temperatur yang tidak stabil, yang disebabkan antara lain:

a. Kehilangan panas karena perbandingan luas permukaan kulit dengan berat badan lebih besar (permukaan tubuh bayi relatife luas )

b. Kurangnya lemak subkutan (brown fat / lemak cokelat ) c. Jaringan lemak dibawah kulit lebih sedikit

d. Kekurangan oksigen yang dapat berpengaruh pada penggunaan kalori e. Tidak memadainya aktivitas otot

f. Ketidakmatangan pusat pengaturan suhu di otak


(6)

2.2.6 Sistem hematologi

Bayi dengan BBLR lebih cenderung mengalami masalah hematologi bila dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan. Penyebabnya antara lain karena bayi BBLR terutama yang kurang bulan, adalah:

a. Usia sel darah merahnya lebih pendek b. Pembentukan sel darah merah yang lambat c. Pembuluh darah kapilernya mudah rapuh

d. Hemolisis dan berkurangnya darah akibat dari pemeriksaan laboratorium yang sering

e. Deposit vitamin E yang rendah 2.2.7 Sistem imunologi

Bayi dengan BBLR mempunyai sistem kekebalan tubuh yang terbatas, seringkali memungkinkan bayi tersebut lebih rentan terhadap infeksi daripada bayi cukup bulan.

2.2.8 Sistem perkemihan

Bayi dengan BBLR mempunyai masalah pada sistem perkemihannya, dimana ginjal bayi tersebut karena belum matang maka tidak mampu untuk mengelola air, elektrolit dan asam basa, tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme dan obat-obatan dengan memadai serta tidak mampu memekatkan urine.

2.2.9 Sistem integumen

Bayi dengan BBLR mempunyai struktur kulit yang sangat tipis dan transparan sehingga mudah terjadi gangguan integritas kulit.


(7)

2.2.10 Sistem penglihatan

Bayi dengan BBLR dapat mengalami retinopathy of prematurity (RoP) yang disebabkan karena ketidakmatangan retina.

2.3 Epidemiologi BBLR

2.3.1 Distribusi dan frekuensi

Setiap tahun di dunia diperkirakan lahir sekitar 20 juta bayi berat lahir rendah. Dalam laporan WHO yang dikutip dari State of the world’s mother 2007 (data tahun 2000-2003) dikemukakan bahwa 27% kematian neonatus disebabkan oleh bayi berat lahir rendah. Namun demikian, sebenarnya jumlah ini diperkirakan lebih tinggi karena sebenarnya kematian yang disebabkan oleh sepsis, asfiksia dan kelainan kongenital sebagian juga adalah BBLR (Depkes RI, 2008).

Berat lahir merupakan faktor risiko utama untuk mortalitas neonatal. Oleh karena itu, angka mortalitas neonatal sangat ditentukan oleh distribusi berat lahir dan angka mortalitas yang spesifik untuk berat lahir. Pada tahun 2000 di Amerika Serikat terdapat 7,6 % bayi berat badan lahir rendah dengan angka mortalitas neonatal 48 per 1.000 kelahiran hidup pada kelompok khusus (Lissauer dan Fanaroff, 2009).

Kasus BBLR masih terjadi 12,4% kelahiran kulit hitam dan 5,4% kelahiran kulit putih. Ras menjadi faktor penentu kuat, tetapi faktor penentu ini tampat diperantarai oleh masalah status sosioekonomi yang umumnya lebih rendah dan masa pendidikan yang lebih singkat (Picket dan Hanlon, 2009). Menurut Depkes RI (2009) di negara-negara berkembang termasuk Indonesia morbiditas dan mortalitas bayi masih tinggi. Jika dilihat dari umur bayi saat


(8)

meninggal berdasarkan SKRT 2001 sekitar 47% kematian terjadi di masa neonatal dengan penyebab utama kematian adalah prematuritas dan BBLR (29%). Di Indonesia, menurut survey ekonomi nasional (SUSENAS) 2005, kematian neonatus yang disebabkan oleh BBLR saja sebesar 38,85% (Depkes RI, 2008) .

Berdasarkan laporan dari University of California San Francisco

Children’s Hospital (2004), bayi campuran Afrika Amerika dua kali lebih

mungkin untuk memiliki berat badan lahir sangat rendah, sama halnya dengan bayi kaukasia. Ibu usia remaja terutama yang kurang dari 15 tahun, memiliki risiko lebih tinggi memiliki bayi dengan berat badan lahir sangat rendah. Bayi dari kehamilan ganda meningkat risikonya untuk mengalami berat badan lahir sangat rendah karena biasanya mereka dilahirkan prematur. Lebih dari 50% bayi kembar dan kehamilan ganda lainnya memiliki berat badan lahir sangat rendah.

Wanita yang terpapar narkoba, alkohol, dan rokok selama kehamilan lebih mungkin untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Ibu dari status sosial ekonomi rendah juga lebih cenderung untuk mendapat gizi yang buruk selama kehamilan, perawatan prenatal yang tidak memadai, dan komplikasi kehamilan.

2.3.2 Faktor-faktor yang memengaruhi kejadian BBLR

Menurut Ambarwati dan Rismintari (2009) yang mengutip pendapat Manuaba, faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya berat badan lahir rendah adalah:


(9)

a. Faktor ibu

1. Gizi saat hamil yang kurang. Kekurangan zat gizi yang diperlukan selama pertumbuhan dapat menyebabkan makin tingginya kehamilan prematur atau BBLR dan cacat bawaan.

2. Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun

3. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat (kurang dari 1 tahun). Jarak kehamilan sebaiknya lebih dari 2 tahun. Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu punya waktu yang terlalu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya ke kondisi sebelumnya.

4. Paritas

5. Penyakit ibu, yaitu penyakit yang diderita ibu sebelum hamil atau penyakit yang menyertai kehamilan.

b. Faktor kehamilan

1. Hamil dengan hidramnion 2. Perdarahan antepartum

3. Komplikasi hamil meliputi preeklamsi/eklamsi, dan ketuban pecah dini. c. Faktor janin

1. Cacat bawaan 2. Infeksi dalam rahim

Menurut Maryunani dan Nurhayati (2009) penyebab bayi dengan berat badan lahir rendah yang lahir kurang bulan antara lain disebabkan oleh:

a. Berat badan ibu rendah b. Ibu hamil yang masih remaja


(10)

c. Kehamilan kembar

d. Ibu pernah melahirkan bayi prematur/ berat badan lahir rendah sebelumnya e. Ibu dengan inkompeten serviks (mulut rahim yang lemah sehingga tidak

mampu menahan berat bayi dalam rahim) f. Ibu hamil yang sedang sakit

Pada bayi yang lahir cukup bulan tetapi memiliki berat badan kurang antara lain disebabkan oleh:

a. Ibu hamil dengan gizi buruk/kekurangan nutrisi

b. Ibu hamil dengan penyakit hipertensi, preeklampsia, anemia

c. Ibu menderita penyakit kronis (penyakit jantung sianosis), infeksi (infeksi saluran kemih), malaria kronik.

d. Ibu hamil yang merokok dan penyalahgunaan obat.

Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat memengaruhi kejadian BBLR, yaitu:

a. Umur

Kehamilan risiko tinggi tinggi adalah kehamilan yang dapat menyebabkan ibu hamil dan bayi menjadi sakit dan atau meninggal. Banyak faktor risiko ibu hamil dan salah satu faktor yang penting adalah usia. Ibu hamil pada usia lebih dari 35 tahun lebih berisiko tinggi untuk hamil dibandingkan bila hamil pada usia normal yang biasanya terjadi sekitar umur 21-30 tahun. Saat ini, kita melihat banyak perempuan cenderung hamil pada usia tua karena usia pernikahan juga terlambat (Sinsin, 2008). Angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal terendah adalah pada umur kehamilan ibu 20-29 tahun, jadi wanita yang lebih


(11)

muda dan lebih tua mempunyai risiko yang lebih besar. Kehamilan remaja mempunyai frekuensi bayi berat lahir rendah yang lebih tinggi (Benson dan Pernoll, 2009).

b. Umur kehamilan

Berdasarkan usia kehamilan, bayi yang baru lahir mungkin kurang bulan, aterm, atau lebih bulan. Berdasarkan ukuran bayi yang baru lahir mungkin tumbuh normal dan sesuai masa kehamilan, kecil ukurannya yaitu kecil masa kehamilan, atau tumbuh berlebihan yaitu besar masa kehamilan. Secara umum disepakati bahwa bayi-bayi yang lahir sebelum 26 minggu, terutama mereka dengan berat badan lahir 750 g, berada di ambang batas kelansungan hidup dan bahwa bayi-bayi kurang bulan ini memunculkan berbagai pertimbangan medis, sosial, dan etika yang kompleks (Cunningham dkk, 2013)..

Keputusan untuk melahirkan prematur adalah paling sulit pada titik kemungkinan kehidupan, yaitu usia kehamilan 23-26 minggu, dan harus melibatkan ahli kandungan, ahli neonatologi dan orangtua (Lissauer dan Fanaroff, 2013). The neonatal research network meninjau 4.446 bayi yang lahir pada usia gestasi antara 22 dan 25 minggu . Mereka melaporkan bahwa kemungkinan keluaran yang baik dengan perawatan intensif dapat diperkirakan dengan mempertimbangkan usia gestasional, jenis kelamin, paparan terhadap kortikosteroid antenatal, persalinan bayi tunggal versus multifetal, dan berat lahir. berdasarkan ini tersedia sebuah alat bagi klinisi untuk mempergunakan faktor-faktor tersebut (Cunningham dkk, 2013).


(12)

c. Pendidikan

Pendidikan masyarakat memegang peranan penting yang meliputi pentingnya arti pengawasan hamil, mengajarkan tentang makanan yang berpedoman pada empat sehat dan lima sempurna, pentingnya arti tetanus toksoid, pentingnya arti pelaksanaan keluarga berencana, mengarahkan tempat persalinan dilakukan untuk mendapatkan well born baby. Tujuan pendidikan kesehatan masyarakat ini adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, mengarahkan masyarakat memilih tenaga kesehatan terlatih, meningkatkan pengertian masyarakat tentang imunisasi, keluarga berencana, dan gizi sehingga mengurangi ibu hamil dengan anemia (Manuaba dkk, 2009).Kematian ibu sering disebabkan oleh berbagai faktor yang kompleks yang menjadi tanggung jawab lebih dari satu sektor. Terdapat korelasi yang jelas antara pendidikan, penggunaan kontrasepsi dan persalinan yang aman (Efendi dan Makhfudli, 2009).

c. Pekerjaan

Penelitian yang dilakukan di California tahun 2000 menemukan bahwa berat badan bayi secara signifikan berkurang pada ibu yang pengangguran atau bekerja paruh waktu daripada Ibu yang memiliki pekerjaan tetap (p<0,05). Kemungkinan berat badan lahir rendah (<2.500 g) adalah 6,4 kali lebih besar bagi ibu yang bekerja paruh waktu dibandingkan yang memiliki pekerjaan tetap (p <.05) (Dooley dan Prause, 2005).

d. Paritas

BBLR merupakan masalah kesehatan yang erat hubungannya dengan kematian bayi. Faktor - faktor yang mempengaruhi diantaranya usia ibu dan


(13)

paritas, karena menurunnya fungsi hormon reproduksi dan perubahan pembuluh darah. Dari penelitian Bambang Rahardjo, Uswatun Khasanah, Khoirotul Habibahini di RSU Dr.Saiful Anwar Malang didapatkan ada hubungan antara paritas dengan kejadian BBLR dimana angka kejadian BBLR lebih tinggi pada ibu paritas tinggi dibandingkan pada ibu paritas rendah yang berpengaruh sebesar 4% (Rahardjo dkk, 2011).

e. Kadar Hb

Menurut catatan dan perhitungan Depkes RI di Indonesia sekitar 67% bumil mengalami anemia. Berdasarkan ketetapan WHO anemia bumil adalah bila kadar Hb kurang dari 11 gr%. Sebagian besar anemia adalah anemia defisiensi besi yang dapat disebabkan oleh konsumsi besi dari makanan yang kurang atau terjadi perdarahan menahun akibat parasit. Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai nutrisi dari ibunya, dengan adanya anemia kemampuan metabolisme tubuh akan berkurang sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim akan terganggu, dan salah satu akibatnya adalah BBLR (Manuaba dkk, 2007).

f. Pemeriksaan kehamilan

Pemeriksaan fisik pada ibu hamil selain bertujuan untuk mengetahui keadaan ibu dan janin saat ini, juga bertujuan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada pemeriksaan berikutnya. Setiap pemeriksaan kehamilan petugas akan mengetahui apakah ibu sehat, janin tumbuh dengan baik, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur kehamilan atau tidak, serta dimana letak janin (Hidayati, 2009). Asuhan antenatal adalah upaya preventif program pelayanan kesehatan


(14)

obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan. Bila kehamilan termasuk risiko tinggi perhatian dan jadwal kunjungan harus lebih ketat. Namun, bila kehamilan normal jadwal asuhan cukup empat kali. Selama melakukan kunjungan untuk asuhan antenatal, para ibu hamil akan mendapatkan serangkaian pelayanan yang terkait dengan upaya memastikan ada tidaknya kehamilan dan penelusuran berbagai kemungkinan adanya penyulit atau gangguan kesehatan selama kehamilan yang mungkin dapat mengganggu kualitas dan luaran kehamilan (Prawirohardjo dkk, 2008).

Secara khusus, pengawasan antenatal bertujuan untuk:

a. Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat saat kehamilan, saat persalinan, dan kala nifas.

b. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai hamil, persalinan, dan kala nifas.

c. Memberikan nasihat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, kala nifas, laktasi dan aspek keluarga berencana.

d. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal (Manuaba dkk, 2010).

Standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) 10 T meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:


(15)

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan. 2. Ukur tekanan darah.

3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas). 4. Ukur tinggi fundus uteri.

5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).

6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan.

7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan. 8. Test laboratorium (rutin dan khusus).

9. Tatalaksana kasus

10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.

Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok berrisiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia. Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada Ibu hamil adalah dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat (Depkes RI, 2009).

Penelitian Fitrah Ernawati dkk. dari analisis lanjut data Riskesdas 2010 dengan populasi semua rumah tangga sampel Riskesdas 2010 yang mempunyai


(16)

bayi (umur < 12 bulan) di seluruh Indonesia ditemukan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pemeriksaan kehamilan (antenatal care) dengan kejadian BBLR dengan OR 1,8 (CI 95%: 1.3 - 2.5). Artinya ibu yang melakukan kunjungan antenatal care lebih dari 4 kali, mempunyai peluang untuk tidak melahirkan anak BBLR sebesar 1,8 kali dibandingkan dengan ibu yang melakukan antenatal care kurang dari 4 kali (Ernawati dkk, 2010).

g. Riwayat kehamilan

Riwayat kehamilan buruk yaitu pernah keguguran, pernah mengalami persalinan prematur, bayi lahir mati, riwayat persalinan dengan tindakan (ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, seksio sesaria), pre-eklampsia/eklampsia, gravida serotinus, kehamilan dengan perdarahan antepartum (Manuaba dkk, 2009).. Berdasarkan penelitian K.S. Negi dkk di Rural Health Training Centre (RHTC) Department of Community Medicine and the Obstetric and Gynaecology Wards of the Himalayan Institute of Medical Sciences, Dehradun India tahun 2009 ibu dengan riwayat obstetri yang buruk cenderung untuk melahirkan bayi dengan BBLR, terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat obstetri yang buruk dengan BBLR (p<0,1) (Negi dkk, 2006).

2.4 Pencegahan BBLR 2.4.1 Pencegahan primer

Menurut University of Rochester Medical Center (2014) dan Shore (2009) pencegahan ini merupakan upaya untuk mencegah ibu hamil melahirkan bayi dengan BBLR, antara lain sebagai berikut:


(17)

prematur dan bayi berat lahir rendah. Pada kunjungan prenatal, kesehatan ibu dan janin dapat diperiksa.

b. Gizi dan berat badan ibu berhubungan dengan pertambahan berat janin dan berat bayi saat lahir, maka makan makanan yang sehat dan mendapatkan berat badan yang tepat saat kehamilan sangat penting.

c. Ibu harus menghindari alkohol, rokok, dan obat-obatan terlarang, yang dapat berkontribusi untuk pertumbuhan janin yang buruk, diluar dari komplikasi lainnya.

d. Anjurkan lebih banyak istirahat bila kehamilan mendekati aterm atau istirahat baring bila terjadi keadaan yang menyimpang dari normal.

e. Tingkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana. 2.4.2 Pencegahan sekunder

Menurut Maryunani dan Nurhayati (2009) upaya ini dilakukan untuk mencegah komplikasi yang dapat terjadi akibat BBLR, yaitu:

a. Pengaturan suhu badan /thermoregulasi

Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) terutama yang kurang bulan membutuhkan suatu thermoregulasi yaitu suatu pengontrolan suhu badan secara fisiologis dengan mengatur pembentukan atau pendistribusian panas, dan pengaturan terhadap suhu keliling dengan mengontrol kehilangan dan pertambahan panas. Berikut ini adalah beberapa cara pencegahan panas pada bayi berat lahir rendah yang sehat antara lain:

1. Segera setelah lahir, bayi dikeringkan dan dibedong dengan popok hangat 2. Pemeriksaan di kamar bersalin dilakukan di bawah radiant warmer (box bayi


(18)

hangat)

3. Topi dipakaikan untuk mecegah kehilangan panas melalui kulit kepala 4. Bila suhu bayi stabil, bayi dapat dirawat di boks terbuka dan diselimuti.

Sementara itu, pada bayi berat lahir rendah yang sakit, cara untuk mencegah kehilangan panas, antara lain:

1. Bayi harus segera dikeringkan

2. Untuk mentransportasi bayi, digunakan transport inkubator yang sudah hangat 3. Tindakan terhadap bayi dilakukan di bawah radiant warmer

4. Suhu lingkungan netral dipertahankan b. Metode kanguru

Metode kanguru merupakan salah satu metode perawatan bayi berat lahir rendah untuk mencegah hipotermi pada bayi baru lahir, yang diperkenalkan pertama kali oleh Rey dan Martinez dari Columbia pada tahun 1979. Rey dan Martinez melaporkan skin to skin contact dapat meningkatkan kelangsungan hidup bayi terutama yang mengalami BBLR atau prematur. Prinsip dasar dari metode kanguru ini adalah mengganti perawatan bayi BBLR dalam inkubator dengan metode kanguru. Hal ini disebabkan karena kurangnya fasilitas terutama inkubator dan tenaga kesehatan dalam perawatan bayi BBLR, penggunaan inkubator memiliki beberapa keterbatasan antara lain, memerlukan tenaga listrik dan memudahkan infeksi nosokomial, rujukan ke rumah sakit untuk bayi BBLR sangat tinggi sebelum dilakukan metode kanguru.

Berikut ini beberapa kriteria bayi yang dapat dilakukan metode kanguru, antara lain bayi dengan berat badan lahir kurang lebih 1.800 g atau antara


(19)

1.500-2.500 g bayi prematur, bayi yang tidak terdapat kegawatan pernafasan dan sirkulasi, bayi mampu bernafas sendiri, bayi yang tidak terdapat kelainan bawaan berat, dan suhu tubuh bayi stabil (36,5-37,5ᴼC).

2.4.3 Pencegahan tersier a. Pemberian ASI

Mengutamakan pemberian ASI adalah hal yang paling penting karena: 1. ASI mempunyai keuntungan yaitu kadar protein tinggi, laktalalbumin, zat

kekebalan tubuh, lipase dan asam lemak esensial, laktosa dan oligosakarida. 2. ASI mempunyai faktor pertumbuhan usus, oligosakarida untuk memacu

motilitas usu dan perlindungan terhadap penyakit.

3. Dari segi psikologis, pemberian ASI dapat meningkatkan ikatan antara ibu dan bayi.

4. Bayi kecil/ berat rendah rendah rentan terhadap kekurangan nutrisi, fungsi organnya belum matang, kebutuhan nutrisinya besar dan mudah sakit sehingga pemberian ASI atau nutrisi yang tepat penting untuk tumbuh kembang yang optimal bagi bayi.

b. Pemijatan bayi

Ternyata dari kebanyakan penelitian melaporkan bayi prematur yang biasanya lahir dengan berat badan lahir rendah mengalami kenaikan berat badan yang lebih besar dan berkembang lebih baik setelah dilakukan pemijatan secara teratur. Margaret Ribbie, seorang psikiater pada tahun 1940 mengamati bahwa bayi yang lebih banyak dipegang akan terangsang pernafasannya dan peredaran darah menjadi lebih baik.


(20)

Pemijatan pada bayi berat badan lahir rendah bertujuan untuk, antara lain: 1. Memacu pertumbuhan berat badan bayi

2. Membantu bayi melepaskan rasa tegang dan gelisah 3. Menguatkan dan meningkatkan sistem imunologi

4. Merangsang pencernaan makanan dan pengeluaran kotoran 5. Membuat bayi tidur lebih tenang

6. Menjalin komunikasi dan ikatan antara bayi atau orangtuanya.

2.5 Kerangka Konsep

Karakteristik Ibu yang Melahirkan Bayi BBLR 1. Sosiodemografi

Umur Pendidikan Pekerjaan Daerah Asal 2. Mediko Obstetri

Umur Kehamilan Paritas

Kadar Hb

Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan Riwayat Kehamilan

3. Lama Rawatan Rata-Rata Bayi 4. Keadaan Sewaktu Pulang Ibu 5. Keadaan Sewaktu Pulang Bayi 6. Cara Persalinan


(1)

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan. 2. Ukur tekanan darah.

3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas). 4. Ukur tinggi fundus uteri.

5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).

6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan.

7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan. 8. Test laboratorium (rutin dan khusus).

9. Tatalaksana kasus

10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.

Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin, protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi dan atau kelompok berrisiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia. Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada Ibu hamil adalah dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat (Depkes RI, 2009).

Penelitian Fitrah Ernawati dkk. dari analisis lanjut data Riskesdas 2010 dengan populasi semua rumah tangga sampel Riskesdas 2010 yang mempunyai


(2)

bayi (umur < 12 bulan) di seluruh Indonesia ditemukan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pemeriksaan kehamilan (antenatal care) dengan kejadian BBLR dengan OR 1,8 (CI 95%: 1.3 - 2.5). Artinya ibu yang melakukan kunjungan antenatal care lebih dari 4 kali, mempunyai peluang untuk tidak melahirkan anak BBLR sebesar 1,8 kali dibandingkan dengan ibu yang melakukan antenatal care kurang dari 4 kali (Ernawati dkk, 2010).

g. Riwayat kehamilan

Riwayat kehamilan buruk yaitu pernah keguguran, pernah mengalami persalinan prematur, bayi lahir mati, riwayat persalinan dengan tindakan (ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, seksio sesaria), pre-eklampsia/eklampsia, gravida serotinus, kehamilan dengan perdarahan antepartum (Manuaba dkk, 2009).. Berdasarkan penelitian K.S. Negi dkk di Rural Health Training Centre (RHTC) Department of Community Medicine and the Obstetric and Gynaecology Wards of the Himalayan Institute of Medical Sciences, Dehradun India tahun 2009 ibu dengan riwayat obstetri yang buruk cenderung untuk melahirkan bayi dengan BBLR, terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat obstetri yang buruk dengan BBLR (p<0,1) (Negi dkk, 2006).

2.4 Pencegahan BBLR 2.4.1 Pencegahan primer

Menurut University of Rochester Medical Center (2014) dan Shore (2009) pencegahan ini merupakan upaya untuk mencegah ibu hamil melahirkan bayi dengan BBLR, antara lain sebagai berikut:


(3)

prematur dan bayi berat lahir rendah. Pada kunjungan prenatal, kesehatan ibu dan janin dapat diperiksa.

b. Gizi dan berat badan ibu berhubungan dengan pertambahan berat janin dan berat bayi saat lahir, maka makan makanan yang sehat dan mendapatkan berat badan yang tepat saat kehamilan sangat penting.

c. Ibu harus menghindari alkohol, rokok, dan obat-obatan terlarang, yang dapat berkontribusi untuk pertumbuhan janin yang buruk, diluar dari komplikasi lainnya.

d. Anjurkan lebih banyak istirahat bila kehamilan mendekati aterm atau istirahat baring bila terjadi keadaan yang menyimpang dari normal.

e. Tingkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana. 2.4.2 Pencegahan sekunder

Menurut Maryunani dan Nurhayati (2009) upaya ini dilakukan untuk mencegah komplikasi yang dapat terjadi akibat BBLR, yaitu:

a. Pengaturan suhu badan /thermoregulasi

Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) terutama yang kurang bulan membutuhkan suatu thermoregulasi yaitu suatu pengontrolan suhu badan secara fisiologis dengan mengatur pembentukan atau pendistribusian panas, dan pengaturan terhadap suhu keliling dengan mengontrol kehilangan dan pertambahan panas. Berikut ini adalah beberapa cara pencegahan panas pada bayi berat lahir rendah yang sehat antara lain:

1. Segera setelah lahir, bayi dikeringkan dan dibedong dengan popok hangat 2. Pemeriksaan di kamar bersalin dilakukan di bawah radiant warmer (box bayi


(4)

hangat)

3. Topi dipakaikan untuk mecegah kehilangan panas melalui kulit kepala 4. Bila suhu bayi stabil, bayi dapat dirawat di boks terbuka dan diselimuti.

Sementara itu, pada bayi berat lahir rendah yang sakit, cara untuk mencegah kehilangan panas, antara lain:

1. Bayi harus segera dikeringkan

2. Untuk mentransportasi bayi, digunakan transport inkubator yang sudah hangat 3. Tindakan terhadap bayi dilakukan di bawah radiant warmer

4. Suhu lingkungan netral dipertahankan b. Metode kanguru

Metode kanguru merupakan salah satu metode perawatan bayi berat lahir rendah untuk mencegah hipotermi pada bayi baru lahir, yang diperkenalkan pertama kali oleh Rey dan Martinez dari Columbia pada tahun 1979. Rey dan Martinez melaporkan skin to skin contact dapat meningkatkan kelangsungan hidup bayi terutama yang mengalami BBLR atau prematur. Prinsip dasar dari metode kanguru ini adalah mengganti perawatan bayi BBLR dalam inkubator dengan metode kanguru. Hal ini disebabkan karena kurangnya fasilitas terutama inkubator dan tenaga kesehatan dalam perawatan bayi BBLR, penggunaan inkubator memiliki beberapa keterbatasan antara lain, memerlukan tenaga listrik dan memudahkan infeksi nosokomial, rujukan ke rumah sakit untuk bayi BBLR sangat tinggi sebelum dilakukan metode kanguru.

Berikut ini beberapa kriteria bayi yang dapat dilakukan metode kanguru, antara lain bayi dengan berat badan lahir kurang lebih 1.800 g atau antara


(5)

1.500-2.500 g bayi prematur, bayi yang tidak terdapat kegawatan pernafasan dan sirkulasi, bayi mampu bernafas sendiri, bayi yang tidak terdapat kelainan bawaan berat, dan suhu tubuh bayi stabil (36,5-37,5ᴼC).

2.4.3 Pencegahan tersier a. Pemberian ASI

Mengutamakan pemberian ASI adalah hal yang paling penting karena: 1. ASI mempunyai keuntungan yaitu kadar protein tinggi, laktalalbumin, zat

kekebalan tubuh, lipase dan asam lemak esensial, laktosa dan oligosakarida. 2. ASI mempunyai faktor pertumbuhan usus, oligosakarida untuk memacu

motilitas usu dan perlindungan terhadap penyakit.

3. Dari segi psikologis, pemberian ASI dapat meningkatkan ikatan antara ibu dan bayi.

4. Bayi kecil/ berat rendah rendah rentan terhadap kekurangan nutrisi, fungsi organnya belum matang, kebutuhan nutrisinya besar dan mudah sakit sehingga pemberian ASI atau nutrisi yang tepat penting untuk tumbuh kembang yang optimal bagi bayi.

b. Pemijatan bayi

Ternyata dari kebanyakan penelitian melaporkan bayi prematur yang biasanya lahir dengan berat badan lahir rendah mengalami kenaikan berat badan yang lebih besar dan berkembang lebih baik setelah dilakukan pemijatan secara teratur. Margaret Ribbie, seorang psikiater pada tahun 1940 mengamati bahwa bayi yang lebih banyak dipegang akan terangsang pernafasannya dan peredaran darah menjadi lebih baik.


(6)

Pemijatan pada bayi berat badan lahir rendah bertujuan untuk, antara lain: 1. Memacu pertumbuhan berat badan bayi

2. Membantu bayi melepaskan rasa tegang dan gelisah 3. Menguatkan dan meningkatkan sistem imunologi

4. Merangsang pencernaan makanan dan pengeluaran kotoran 5. Membuat bayi tidur lebih tenang

6. Menjalin komunikasi dan ikatan antara bayi atau orangtuanya.

2.5 Kerangka Konsep

Karakteristik Ibu yang Melahirkan Bayi BBLR 1. Sosiodemografi

Umur Pendidikan Pekerjaan Daerah Asal 2. Mediko Obstetri

Umur Kehamilan Paritas

Kadar Hb

Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan Riwayat Kehamilan

3. Lama Rawatan Rata-Rata Bayi 4. Keadaan Sewaktu Pulang Ibu 5. Keadaan Sewaktu Pulang Bayi 6. Cara Persalinan