Pengaruh Pemasaran Dari Mulut ke Mulut, Persepsi Kualitas, dan Kesadaran Merek Terhadap Keputusan Pembelian Produk Pasta Gigi Pepsodent Pada Mahasiswa FE USU

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis
2.1.1 Pemasaran
2.1.1.1 Arti Pemasaran
Pemasaran (Kotler, 2009: 4) adalah seni sekaligus ilmu
─ada ketegangan
yang terus menerus antara sisi terformulasikannya dan sisi kreatifnya.
Inti dari pemasaran (marketing) (Kotler, 2009: 5) adalah mengidentifikasi
dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu defenisi yang baik dan
singkat dari pemasaran adalah “memenuhi kebutuhan dengan cara yang
menguntungkan”.
2.1.1.2 Pemasar dan prospek pemasar (marketer)
Pemasar (marketer) (Kotler, 2009: 8) adalah seseorang yang mencari
respons─perhatian, pembelian, dukungan, sumbangan─dari pihak lain yang
disebut prospek (prospect). Jika dua pihak ingin menjual sesuatu satu sama lain,
kita menyebut kedua pihak tersebut pemasar.
Ada delapan keadaan permintaan yang mungkin terjadi (Kotler, 2009: 8):
1. Permintaan negatif─Konsumen tidak menyukai produk dan mungkin
bahkan berusaha menghindarinya.
2. Permintaan yang tidak ada─Konsumen mungkin tidak sadar akan atau

tidak tertarik pada produk.
3. Permintaan laten─Konsumen mungkin memiliki suatu kebutuhan yang
kuat yang tidak bisa dipenuhi produk yang ada.

Universitas Sumatera Utara

4. Permintaan yang menurun─Konsumen mulai jarang membeli produk
atau tidak membeli sama sekali.
5. Permintaan tidak teratur
─Konsumen membeli secara musiman

,

bulanan, mingguan, harian, atau bahkan dalam hitungan jam.
6. Permintaan penuh─Konsumen membeli semua produk yang dilempar
ke pasar.
7. Permintaan berlimpah─Konsumen mau membeli produk lebih banyak
daripada produk yang ada.
8. Permintaan tak sehat─Konsumen mungki n tertarik pada produk yang
memiliki konsekuensi sosial yang tidak diinginkan.

2.1.2 Komunikasi
Menurut Bovee dan Thill (Purwanto, 2006: 11- 13) proses komunikasi
terdiri dari 6 tahap, yaitu:
1. Pengirim mempunyai suatu ide atau gagasan
2. Pengirim mengubah ide menjadi suatu pesan
3. Pengirim menyampaikan pesan
4. Penerima menerima pesan
5. Penerima menafsirkan pesan
6. Penerima memberi tanggapan dan mengirim umpan balik kepada
pengirim.

Universitas Sumatera Utara

Tahap I

Tahap VI

Pengirim mempunyai
gagasan


Penerima mengirim
ide pesan

Tahap II
Pengirim mengubah
ide menjadi pesan

SALURAN
dan

Tahap V
Penerima
menafsirkan pesan

MEDIA

Tahap III

Tahap IV


Pengirim mengirim
pesan

Penerima menerima
pesan

Gambar 2.1 Proses komunikasi
Sumber: Purwanto, 2006: 12
a. Tahap pertama: Pengirim Mempunyai Suatu Ide Atau Gagasan
Sebelum proses penyampaian pesan dapat dilakukan, pengirim pesan
harus menyiapkan ide atau gagasan apa yang ingin disampaikan kepada
pihak lain atau audiens.
b. Tahap Kedua : Pengirim Mengubah Ide Menjadi Suatu Pesan
Dalam suatu proses komunikasi, tidak semua ide dapat diterima atau
dimengerti dengan sempurna. Agar ide dapat diterima dan dimengerti secara
sempurna, pengirim pesan harus memperhatikan beberapa hal, yaitu subyek
(apa yang ingin disampaikan), maksud (tujuan), audiens, gaya personal, dan
latar belakang budaya.

Universitas Sumatera Utara


c. Tahap Ketiga : Pengirim Menyampaikan Pesan
Tahap berikutnya adalah memindahkan atau menyampaikan pesan
melalui berbagai saluran kepada si penerima pesan.
d. Tahap Keempat : Penerima Menerima Pesan
Komunikator antara seseorang dengan orang lain akan terjadi, bila
pengirim

(komunikator)

mengirimkan

suatu

pesan

dan

penerima


(komunikan) menerima pesan tersebut. Jika seseorang mengirim sepucuk
surat, komunikasi baru bisa terjalin bila penerima surat telah membaca dan
memahami isinya.
e. Tahap Kelima : Penerima Menafsirkan Pesan
Setelah penerima menerima pesan, tahap berikutnya adalah bagaimana
ia dapat menafsirkan pesan. Suatu pesan yang disampaikan pengirim harus
mudah dimengerti dan tersimpan di dalam benak si penerima pesan.
f. Tahap Keenam : Penerima Memberi Tanggapan dan Umpan Balik ke
Pengirim
Umpan balik (feedback) adalah penghubung akhir dalam suatu mata
rantai komunikasi. Umpan balik tersebut merupakan tanggapan penerima
pesan yang memungkinkan pengirim untuk menilai efektivitas suatu pesan.
2.1.3 Pemasaran dari Mulut ke Mulut
Informasi dari mulut ke mulut (Sunyoto, 2013: 159) diartikan sebagai
pelanggan yang akan berbicara kepada pelanggan lain atau masyarakat
lainnya tentang pengalamannya menggunakan produk yang dibelinya. Jadi
iklan ini bersifat referensi dan orang lain, dan referensi ini dilakukan dari

Universitas Sumatera Utara


mulut ke mulut. Jika dilihat secara fisik kegiatan iklan ini sangat sederhana,
namun merupakan jurus jitu untuk menjual produk.
Menurut Kotler (2004: 206) tidak ada sebuah iklan atau seorang penjual
pun yang akan mampu meyakinkan anda secara persuasif tentang kualitas
suatu produk selain teman, kenalan, pelanggan lama, atau ahli yang
independen.
Perusahaan telah semakin beralih pada pemasaran (Kotler, 2004: 207)
berdasarkan penyebaran dari mulut ke mulut ini. Mereka berusaha untuk
dapat mengidentifikasikan orang-orang yang biasanya paling dulu membeli
barang - barang model baru, banyak bicara dan mempunyai rasa ingin tahu
yang tinggi, serta memiliki jaringan kenalan yang luas.
Komunikasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth communication)
(Mowen, 2002: 180) mengacu pada pertukaran komentar, pemikiran, atau
ide - ide di antara dua konsumen atau lebih , yang tak satupun merupakan
sumber pemasaran. Komunikasi dari mulut ke mulut mempunyai pengaruh
yang sangat kuat terhadap perilaku pembelian konsumen.
Salah satu temuan umum (Mowen, 2002: 180) adalah bahwa
komunikasi dari mulut ke mulut mempunyai bias negativitas (negativity
bias). Yaitu, informasi negatif lebih ditekankan daripada informasi positif
oleh konsumen. Satu bagian informasi yang negatif mengenai suatu produk

atau jasa mempengaruhi seorang konsumen lebih dari dua atau tiga item
informasi yang positif.

Universitas Sumatera Utara

Adanya komunikasi dari mulut ke mulut di mana - mana (Mowen,
2002: 180) disebabkan oleh kebutuhan pengirim dan penerima informasi.
Para penerima mungkin menghendaki informasi dari mulut ke mulut karena
mereka tidak percaya kepada iklan dan pesan penjualan. Atau mereka
mungkin mencari informasi tambahan untuk mengurangi kecemasan mereka
mengenai pembelian berisiko.
Ada tiga situasi pembelian lainnya di mana konsumen seringkali
dimotivasi untuk mencari masukan dari orang lain (Mowen, 2002: 181)
yaitu:
(1) bila produk sangat jelas bagi orang lain;
(2) bila produk sangat kompleks; dan
(3) bila produk tidak dapat dengan mudah diuji terhadap suatu kriteria
obyektif. Pada masing - masing kasus konsumen berada dalam situasi
membeli dengan keterlibatan tinggi.
Komunikasi dari mulut ke mulut (Mowen, 2002: 181) juga memenuhi

kebutuhan tertentu dari para pengirim informasi. Kemampuan untuk
memberi informasi dan menggoncang orang lain dalam keputusan mereka
membuat orang merasa berkuasa dan prestise yang tinggi. Mempengaruhi
orang lain juga yang membantu pemberi pengaruh menghapus keraguan
mengenai pembeliannya sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Bahasa lisan tidak hanya sepuluh kali lebih efektif dibanding iklan
cetak atau TV, bahasa lisan juga lebih penting pada saat ini dibanding
kapanpun di masa lalu karena empat alasan (Hughes, 2007: 31), yaitu:
1. Persaingan iklan meningkat ke level tak terbendung.
2. Biaya (operasional) media tradisional semakin meningkat, bercampur
dengan masalah persaingan yang ada.
3. Kita sudah dibohongi berkali-kali oleh iklan, sepertinya satu - satunya
pesan yang kita percaya saat ini berasal dari orang biasa seperti saya dan
anda.
4. Teknologi makin mempercepat (sampainya bahasa lisan)
Faktor- faktor yang Mempromosikan Komunikasi dari Mulut ke Mulut
(Mowen, 2002: 181)

1. Kebutuhan Pengirim Informasi
a. Untuk membangkitkan keberanian dan prestise.
b. Untuk menghapus kesalahan akibat pembelian (pria / wanita).
c. Untuk menciptakan keterlibatan dengan masyarakat atau kelompok
yang diinginkan.
d. Untuk mendapatkan manfaat berwujud.

Universitas Sumatera Utara

2. Kebutuhan Penerima Informasi
a. Untuk mencari informasi dari beberapa sumber yang dapat dipercaya
tentang produk yang ditawarkan.
b. Untuk menurunkan keinginan tentang kemungkinan risiko pembelian.
1. Risiko dapat berasal dari produk karena kompleksitas atau
harganya.
2. Risiko dapat berasal dari perhatian pembeli tentang apa yang akan
dipikirkan oleh orang lain.
3. Risiko dapat berasal dari kekurangan kriteria obyektif di mana
produk telah dievaluasi.
c. Untuk menghabiskan waktu dalam pencarian informasi.

2.1.4. Persepsi Kualitas
Persepsi (Setiadi, 2010: 87) merupakan suatu proses yang timbul akibat
adanya sensasi, di mana pengertian sensasi adalah aktivitas merasakan atau
penyebab keadaan emosi yang menggembirakan.
Persepsi kita dibentuk oleh tiga pasang pengaruh (Setiadi, 2010: 88)
yaitu:
1. Karakteristik dari stimuli
2. Hubungan stimuli dengan sekelilingnya
3. Kondisi – kondisi di dalam diri kita sendiri.
Konsumen secara langsung atau tidak langsung (Tatik Suryani, 2008:
118) akan memberikan penilaian terhadap jasa yang akan dibeli atau yang
pernah

dikonsumsinya.

Evaluasi

dilakukan

berdasarkan

penilaian

Universitas Sumatera Utara

keseluruhan antara apa yang diterima dan dialami dibandingkan dengan
yang diharapkan. Terdapat dua faktor utama yang dijadikan pedoman
konsumen, yaitu : layanan yang diterima dan layanan yang diharapkan.
Peter Drucker (Kotler, 2004: 166) melihat kualitas datangnya dari
pelanggan yaitu: “Kualitas dalam jasa dan produk bukanlah apa yang Anda
masukkan ke dalamnya. Tetapi apa yang diperoleh klien atau pelanggan
Anda.” Raksasa elektronik Siemens memiliki moto kualitas sebagai berikut:
“Kualitas adalah ketika para pelanggan kami kembali, dan produk - produk
kami tidak.”
Jack Welsh dari GE (Kotler, 2004: 166) dengan pintarnya
menyimpulkan betapa pentingnya kualitas itu : “ Kualitas adalah garansi
terbaik yang kita miliki atas dukungan dari para pelanggan, pertahanan kita
yang terkuat dari persaingan asing, dan jalan satu - satunya menuju
pertumbuhan dan pendapatan yang berkesinambungan.”
Menurut Aaker dalam (Simamora, 2003: 281), persepsi kualitas
(perceived quality) adalah kualitas suatu produk menurut pemikiran
subyektif konsumen. Dalam persepsi kualitas terkandung keyakinan
terhadap performa suatu merek.
Menurut Durianto (2001: 96) perceived quality dapat didefenisikan
sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan
suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh
pelanggan. Karena perceived quality merupakan persepsi dari pelanggan
maka perceived quality tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi

Universitas Sumatera Utara

pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap
pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda terhadap suatu produk atau
jasa. Maka dapat dikatakan bahwa perceived quality berarti akan membahas
keterlibatan dan kepentingan pelanggan.
Menurut Aaker (Tjiptono, 2011: 97), perceived quality adalah
merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas
produk secara keseluruhan. Oleh sebab itu, perceived quality didasarkan
pada evaluasi subyektif konsumen (bukan manajer atau pakar) terhadap
kualitas produk.
Menurut Schiffman dan Kanuk (Nitisusastro, 2012: 66), persepsi
digambarkan sebagai proses dimana individu seseorang menyeleksi,
mengorganisasi dan menterjemahkan stimulasi menjadi sebuah arti yang
koheren dengan semua kejadian dunia. Dapat juga digambarkan dengan
bagaimana kita melihat dunia sekitar kita.
2.1.5 Merek
Merek (Herman Kartajaya, 2009: 121) bisa berupa nama, simbol, tanda,
desain, atau kombinasi semuanya yang dapat menggambarkan segala
sesuatu baik berupa barang maupun jasa yang dapat ditawarkan kepada
pelanggan baik berupa barang atau jasa. Merek harus memiliki nilai yang
unik dan berbeda dari pesaing.
Merek (Herman Kartajaya, 2009: 121) adalah aset yang menciptakan
value bagi pelanggan dengan meningkatkan kepuasan dan menghargai
kualitas.

Universitas Sumatera Utara

2.1.5.1 Iklan
Iklan (Brotoharsojo, 2005: 29) merupakan salah satu media promosi
yang efektif dalam memasarkan berbagai produk kepada konsumen karena
daya jangkaunya yang luas dan masif. Tujuannya adalah agar konsumen
membeli produk yang diiklankan.
2.1.5.2 Brand Awareness
David Aaker (Sian Yet, 2011 : 74) mendefinisikan brand awareness
sebagai kemampuan dari pelanggan potensial untuk mengenali dan
mengingat suatu merek termasuk dalam kategori produk tertentu.
Menurut Aaker (Tjiptono, 2011: 97), brand awareness adalah
kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah
merek merupakan anggota dari kategori produk tertentu.
Brand awareness memberikan banyak value (Hermawan Kartajaya,
2009: 122), antara lain: memberikan tempat bagi asosiasi terhadap merek,
memperkenalkan merek, merupakan sinyal bagi keberadaan, komitmen,
dan substansi merek, dan membantu memilih sekelompok merek untuk
dipertimbangkan dengan serius.
Brand awareness memiliki empat tingkatan yang masing - masing
memiliki klasifikasi berbeda. Empat tingkatan itu sendiri (Hermawan
Kartajaya, 2009: 122) yaitu: unaware of brand, brand recognition, brand
recall, dan top of mind.
Pertama, pada tahap unaware of brand pelanggan merasa ragu atau tidak
yakin apakah sudah mengenal merek tersebut atau belum.

Universitas Sumatera Utara

Kedua, brand recognition, pelanggan mampu mengidentifikasi merek
yang disebutkan.
Ketiga, brand recall, pelanggan mampu mengingat merek tanpa diberikan
stimulus.
Keempat, top of mind, pelanggan mengingat merek sebagai yang pertama
kali muncul di pikiran saat berbicara mengenai kategori produk dari merek
tersebut.
Aktivitas yang dapat dilakukan untuk meningkatkan brand awareness
(Hermawan Kartajaya, 2009: 123) adalah membuat pesan yang singkat
agar pelanggan cepat ingat tapi sulit melupakannya. Gunakan tagline yang
pendek untuk mendukung jingle yang menarik. Kembangkan symbol yang
memiliki keterkaitan erat dengan merek.
Brand

awareness

(Brotoharsojo,

2005:

36)

dipahami

sebagai

kemampuan pembeli dalam mengenal suatu merek secara cukup detil
dalam suatu kategori tertentu sehingga memudahkannya membeli. Ini
berarti tidak hanya mengingat merek, tetapi juga kemasan, slogan,
keunggulan produk, dan sebagainya.
Proses brand awareness menurut McGuire (Brotoharsojo, 2005: 36)
selalu dimulai melalui stimulus yang terbagi atas exposure dimana
stimulus ditangkap oleh panca indera dan kemudian terjadi pembagian
kapasitas pengolahan terhadap stimulus, yang disebut sebagai attention.
Stimulus lalu diinterpretasi (comprehension) dan terjadilah proses
penerimaan stimulus (acceptance) dalam ingatan. Tahap terakhir adalah

Universitas Sumatera Utara

retention dimana terjadi perpindahan interpretasi dan persuasi ke dalam
ingatan jangka panjang. Sedangkan Kotler membaginya atas 6 tahap yakni
awareness (kesadaran), knowledge (pengetahuan), liking (rasa suka),
preference (preferensi), conviction (keyakinan), dan purchase (pembelian).
Dalam Tjiptono dan Diana (2000:42) brand awareness (kesadaran
merek) merupakan sejauh mana suatu merek dikenal atau tinggal dalam
benak konsumen. Kesadaran dapat diukur dengan berbagai cara,
tergantung pada cara konsumen mengingat suatu merek, diantaranya:
a. Pengenalan merek (brand recognition)
Pengenalan merek menggambarkan sejauh mana sebuah nama merek
telah akrab dikenal berdasarkan eksposur masa lalu.
b. Ingatan merek (brand recall)
Ingatan merek mencerminkan nama - nama merek yang diingat oleh
konsumen bila kelas / kategori produk tertentu disebutkan.
c. Top of mind brand
Adalah nama merek yang pertama kali diingat oleh konsumen bila
kategori produk tertentu disebutkan. Misalnya untuk produk pasta gigi
bila Pepsodent yang paling awal diingat oleh konsumen, maka merek
Pepsodent disebut merek yang menduduki posisi ‘top of mind’ brand
dalam kategori pasta gigi.
d. Merek dominan (dominant brand)
Merek dominan adalah satu - satunya merek yang diingat dan
merupakan tingkat kesadaran merek yang paling tinggi. Situasi ini

Universitas Sumatera Utara

terjadi apabila sebagian besar pelanggan hanya dapat menyebutkan satu
nama merek bila diminta menyebutkan nama - nama merek yang ia
kenal dalam kelas produk tertentu.
Brand awareness diukur dengan dua cara yang lazim yakni brand
recognition test dan brand recall test. Brand recognition test yakni tes
dimana individu diminta untuk mengenali kembali item - item suatu
produk yang telah dipelajari ketika item - item itu ditampilkan bersama
produk sejenis lainnya yang tidak ditayangkan. Sedangkan brand recall
test yaitu suatu tes dimana individu diminta untuk mereproduksikan
kembali item - item dari suatu produk setelah ditayangkan sejumlah iklan.
2.1.6 Keputusan Pembelian
Proses pengambilan keputusan yang rumit (Setiadi, 2003: 413) sering
melibatkan beberapa keputusan. Suatu keputusan (decision) melibatkan
pilihan di antara dua atau lebih alternatif tindakan (atau perilaku).
Keputusan selalu mensyaratkan pilihan di antara beberapa perilaku yang
berbeda.
Dalam memudahkan pembelian (Johnson, 2004: 121) terdapat 3
langkah sebagai berikut :
Langkah pertama : Mempertimbangkan semua kebijakan.
Langkah kedua : Mengubah kebijakan dan prosedur yang berpengaruh bagi
pembelian pelanggan.
Langkah ketiga : Menguji.

Universitas Sumatera Utara

Beberapa peran yang dilakukan oleh masing-masing orang dalam suatu
keputusan pembelian (Angipora, 1999: 115) , yaitu:
1. Inisiator (Pemrakarsa) adalah orang yang pertama-tama memberikan
pendapat atau pikiran untuk membeli produk atau jasa tertentu.
2. Influencer (Pemberi Pengaruh) adalah orang yang pandangan /
nasihatnya memberi bobot dalam pengambilan keputusan akhir.
3. Decider

(Pengambilan

Keputusan)

adalah

orang

yang

sangat

menentukan sebagian atau keseluruhan pembelian ; apakah membeli,
apa yang dibeli, kapan hendak membeli, dengan cara bagaimana
membeli, atau dimana akan membeli.
4. Buyer (Pembeli) adalah orang yang akan melakukan pembelian nyata.
5. User (Pemakai) adalah orang yang mengkonsumsi atau menggunakan
produk atau jasa.
Dalam tahap evaluasi (Kotler, 2000: 256), konsumen membentuk
preferensi di antara merek - merek dalam kelompok pilihan. Konsumen
mungkin juga membentuk suatu maksud pembelian untuk membeli merek
yang paling disukai. Namun demikian, dua faktor dapat mempengaruhi
maksud pembelian dan keputusan pembelian. Faktor yang pertama adalah
sikap atau pendirian orang lain, yang kedua adalah faktor situasi yang tidak
diantisipasi.
Menurut Kotler (Noor, 2004: 79), dalam hal barang dan jasa yang
mahal, suami dan istri biasanya membuat keputusan bersama.

Universitas Sumatera Utara

2.1.6.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemecahan Masalah
Dalam memperlakukan pengambilan keputusan konsumen sebagai
suatu pemecahan masalah (Setiadi, 2003: 415) kita mengasumsikan
bahwa konsumen memiliki sasaran (konsekuensi yang diinginkan atau
nilai dalam rantai arti - akhir) yang ingin dicapai atau dipuaskan. Seorang
konsumen menganggap sesuatu adalah “masalah” karena konsekuensi
yang diinginkannya belum dapat tercapai.
Pemecahan masalah konsumen sebenarnya (Setiadi, 2003: 416)
adalah suatu aliran tindakan timbal balik yang berkesinambungan di
antara faktor lingkungan, proses kognitif dan afektif, serta tindakan
perilaku.
2.1.6.2 Tahapan–tahapan Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Tahapan- tahapan dalam proses pengambilan keputusan pembelian
adalah: (Setiadi, 2003:16)
1. Pengenalan Masalah
Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah
kebutuhan dimana terdapat perbedaan antara kondisi sesungguhnya
dengan kondisi yang diinginkannya. Kebutuhan ini dapat disebabkan
oleh adanya rangsangan internal maupun eksternal.

Universitas Sumatera Utara

2. Pencarian informasi
Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong
untuk mencari informasi yang lebih banyak. Adapun sumber - sumber
informasi konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok,
yaitu:
1) Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan.
2) Sumber komersil : iklan, tenaga penjualan, penyalur kemasan
dan pameran.
3) Sumber umum : media massa, organisasi konsumen.
4) Sumber pengalaman : pernah menangani, menguji, menggunakan
produk.
3. Evaluasi Alternatif
Ada beberapa proses evaluasi keputusan. Kebanyakan model dari
proses evaluasi konsumen sekarang bersifat kognitif, yaitu mereka
memandang konsumen sebagai pembentuk penilaian terhadap produk
terutama berdasarkan pertimbangan yang sadar dan rasional.
Konsumen mungkin mengembangkan seperangkat kepercayaan
merek tentang dimana setiap merek berada pada ciri masing - masing.
Kepercayaan merek menimbulkan citra merek.
4. Keputusan membeli
Pada tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi merek merek yang terdapat pada perangkat pilihan. Konsumen juga membentuk
tujuan membeli untuk merek yang paling disukai.

Universitas Sumatera Utara

5. Perilaku sesudah pembelian
Setelah

pembelian

terhadap

suatu

produk,

konsumen

akan

mengalami beberapa tingkat kepuasan dan ketidakpuasan. Konsumen
tersebut juga akan terlibat dalam tindakan - tindakan sesudah pembelian
dan penggunaan produk yang akan menarik minat pasar.
6. Kepuasan sesudah pembelian
Apa yang menentukan konsumen akan merasa sangat puas, cukup
puas, atau tidak puas atas suatu pembelian? Kepuasan pembeli
merupakan fungsi dari dekatnya antara harapan dari pembeli tentang
produk dan kemampuan dari produk tersebut.
7. Tindakan - tindakan sesudah pembelian
Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen pada suatu produk akan
mempengaruhi tingkah laku berikutnya. Jika konsumen merasa puas,
maka ia akan memperlihatkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk
membeli produk itu lagi. Konsumen yang tidak puas akan berusaha
mengurangi ketidakpuasannya.
8. Penggunaan dan pembuangan sesudah pembelian
Para

pemasar

juga

harus

mengontrol

bagaimana

pembeli

menggunakan dan membuang suatu produk. Pada akhirnya, pemasar
perlu

mempelajari

pemakaian

dan

pembuangan

produk

untuk

mendapatkan isyarat - isyarat dari masalah - masalah dan peluang peluang yang mungkin ada.

Universitas Sumatera Utara

Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam
keputusan pembelian (Setiadi, 2003: 11) adalah:
1. Kebudayaan
Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari
keinginan dan perilaku seseorang.
2. Sub - Budaya
Sub - budaya dibedakan menjadi empat jenis: Kelompok
nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis.
3. Kelas Sosial
Kelompok sosial merupakan kelompok - kelompok yang relatif
homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat.
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen
(Sunyoto, 2013: 82), yaitu:
1. Konsumen individual
Dimana pilihan untuk membeli suatu produk dengan merek tertentu
dipengaruhi oleh hal-hal yang ada pada diri konsumen seperti
kebutuhan, persepsi terhadap karakteristik merek, sikap, kondisi
demografis, gaya hidup dan karakteristik kepribadian individu akan
mempengaruhi pilihan individu terhadap berbagai alternatif merek
yang tersedia.

Universitas Sumatera Utara

2. Lingkungan yang memengaruhi konsumen
Pilihan konsumen terhadap merek dipengaruhi oleh lingkungan yang
mengitarinya, ketika seorang konsumen melakukan pembelian suatu
merek produk, mungkin didasari oleh banyak pertimbangan.
3. Stimuli pemasaran atau strategi pemasaran
Dalam hal ini pemasar berusaha mempengaruhi konsumen dengan
menggunakan stimuli - stimuli pemasaran seperti iklan dan
sejenisnya agar konsumen bersedia memilih merek produk yang
ditawarkan.
2.2 Peneliti Terdahulu
Tabel 2.1
Tinjauan Peneliti Terdahulu
Nama
Peneliti
Sianipar,
Yosua A.
(2012)

Judul Penelitian
Pengaruh Brand
Awareness dan
Brand
Association
Terhadap
Keputusan
Pembelian Sampo
Clear Men Pada
Mahasiswa
Pendidikan
Jasmani Sekolah
S1 Universitas
Negeri Medan

Variabel
Penelitian

Metode
Penelitian

Brand
Analisis
Awareness, Regresi
Brand
Berganda
Association,
dan
Keputusan
Pembelian

Hasil Penelitian
Brand
Awareness dan
Brand
Association
berpengaruh
signifikan
terhadap
Keputusan
Pembelian pada
Mahasiswa
Pendidikan
Jasmani Sekolah
S1 Universitas
Negeri Medan

Universitas Sumatera Utara

Pangaribuan, Pengaruh
Perceived
Analisis
Perceived
Paska (2011) Perceived
Quality,
Regresi
Quality, Brand
Quality, Brand
Brand
Berganda Association,
Association, dan
Association,
Brand Loyalty
Brand Loyalty
Brand
berpengaruh
Terhadap
Loyalty,
signifikan
Keputusan
dan
terhadap
Pembelian Pasta
Keputusan
Keputusan
Gigi Merek
Pembelian
Pembelian pada
Pepsodent Pada
Mahasiswa
Mahasiswa
Fakultas Hukum
Fakultas Hukum
Universitas
Universitas
Sumatera Utara
Sumatera Utara
Siregar,
Analisis
Bentuk
Analisis
Bentuk Produk,
Ervinna R.
Keunikan Produk Produk,
Regresi
Rasa Produk,
(2011)
Yang
Rasa
Berganda Kemasan
Mempengaruhi
Produk,
Produk
Terciptanya Word Kemasan
berpengaruh
of Mouth Pada
Produk, dan
signifikan
Produk Es Krim
Word of
terhadap Word
Magnum Classic Mouth
of Mouth pada
(Studi Kasus
mahasiswa
Pada Mahasiswa
FISIP USU
FISIP USU)
Sumber: Sianipar (2012), Pangaribuan (2011), dan Siregar (2011)
2.3 Kerangka Konseptual
Menurut Mowen dan Minor (2002: 180) Komunikasi dari mulut ke mulut
(word of mouth communication) mengacu pada pertukaran komentar, pemikiran,
atau ide - ide antara dua konsumen atau lebih, yang tak satupun merupakan
sumber pemasaran. Komunikasi dari mulut ke mulut diharapkan mempunyai
pengaruh yang sangat kuat terhadap perilaku pembelian konsumen.
Para penerima mungkin menghendaki informasi dari mulut ke mulut karena
mereka tidak percaya kepada iklan dan pesan penjualan serta mencari informasi
tambahan untuk mengurangi kecemasan mereka mengenai pembelian salah.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Durianto (2001: 97), perceived quality dapat didefenisikan sebagai
persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk
atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Persepsi
kualitas akan berpengaruh dalam keputusan pembelian.
Persepsi kualitas diharapkan mampu mempengaruhi keputusan pembelian
dalam hal bagaimana produk tersebut memiliki kualitas positif yang dirasakan
oleh konsumen. Jika konsumen mempersepsikan produk tersebut adalah baik
walaupun sebenarnya produk tersebut tidak, maka produk tersebut akan dianggap
baik, hal ini yang mengakibatkan konsumen akan menentukan keputusan
pembeliannya.
Kesadaran merek (brand awareness) (Durianto, 2001: 54) adalah kemampuan
konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek merupakan
bagian dari kategori produk tertentu. Suatu nama merek dapat dikenal dan diingat
oleh konsumen disebabkan oleh beberapa hal seperti program iklan perusahaan
yang ekstensif, jaringan distribusi yang luas, dan eksistensi yang sudah lama
dalam industri.
Kesadaran akan merek juga diharapkan dapat mempengaruhi keputusan
pembelian karena dalam hal ini, seorang konsumen akan menetapkan
pembeliannya jika suatu merek selalu ada di benak konsumen sebagai urutan
pertama.

Universitas Sumatera Utara

Pengambilan keputusan konsumen (Setiadi, 2003: 416) adalah proses
pemecahan masalah yang diarahkan pada sasaran. Dalam hal ini, konsumen
membuat keputusan perilaku mana yang ingin dilakukan untuk dapat mencapai
sasaran mereka, dan dengan dengan demikian dapat memecahkan masalahnya.

Pemasaran dari mulut ke
mulut (X1)

Persepsi Kualitas (X2)

Keputusan Pembelian
(Y)

Kesadaran Merek (X3)
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
Sumber : Mowen dan Minor (2002), Durianto (2001), dan Setiadi (2003) (diolah)
2.4 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan kerangka konseptual yang
telah peneliti kemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah: ”Terdapat
Pengaruh Pemasaran dari mulut ke mulut, Persepsi Kualitas, dan Kesadaran
Merek yang Positif dan Signifikan Terhadap Keputusan Pembelian Pasta
Gigi Merek Pepsodent Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas
Sumatera Utara”.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Iklan Terhadap Keputusan Pembelian Pasta Gigi Pepsodent Pada Mahasiswa Administrasi Bisnis Fisip USU

2 110 81

Peranan Pasta Gigi Herbal Terhadap Kesehatan Jaringan Periodonsium

17 126 49

Analisis Pengaruh Pemasaran dari Mulut ke Mulut (Word of Mouth Marketing) dan Persepsi Kualitas (Perceived Quality) Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada Pasta Gigi Pepsodent (Studi Kasus Mahasiswa Politeknik Negeri Medan)

3 47 109

Pengaruh Pemasaran Dari Mulut ke Mulut, Persepsi Kualitas, dan Kesadaran Merek Terhadap Keputusan Pembelian Produk Pasta Gigi Pepsodent Pada Mahasiswa FE USU

0 9 123

Pengaruh Pemasaran Dari Mulut ke Mulut, Persepsi Kualitas, dan Kesadaran Merek Terhadap Keputusan Pembelian Produk Pasta Gigi Pepsodent Pada Mahasiswa FE USU

0 0 2

Pengaruh Pemasaran Dari Mulut ke Mulut, Persepsi Kualitas, dan Kesadaran Merek Terhadap Keputusan Pembelian Produk Pasta Gigi Pepsodent Pada Mahasiswa FE USU

0 0 7

Pengaruh Pemasaran Dari Mulut ke Mulut, Persepsi Kualitas, dan Kesadaran Merek Terhadap Keputusan Pembelian Produk Pasta Gigi Pepsodent Pada Mahasiswa FE USU

0 0 3

Pengaruh Pemasaran Dari Mulut ke Mulut, Persepsi Kualitas, dan Kesadaran Merek Terhadap Keputusan Pembelian Produk Pasta Gigi Pepsodent Pada Mahasiswa FE USU

0 0 21

Pengaruh persepsi merek dan aktivitas komunikasi dari mulut ke mulut terhadap keputusan pembelian

1 0 127

PENGARUH KESADARAN, LOYALITAS, ASOSIASI MEREK, DAN PERSEPSI KUALITAS TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN KONSUMEN PADA MEREK PASTA GIGI PEPSODENT DI SURABAYA - Perbanas Institutional Repository

0 0 15