Gambaran Karakteristik Mioma Uteri di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan Tahun 2009-2012

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi Mioma Uteri
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari sel otot polos

myometrium. (Nelson, 2010) Neoplasma jinak ini juga berasal dari jaringan ikat
yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah
fibromioma, leiomioma, atau pun fibroid. (Prawirohardjo, 2009) Mioma uteri
merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan di uterus. Meskipun
leiomioma memiliki potensi untuk tumbuh menjadi ukuran yang besar, tetapi
potensi mioma uteri untuk menjadi ganas sangat kecil. Perubahan menjadi bentuk
sarkoma muncul dalam kasus kecil dari 1 per 1000 kasus mioma uteri. (Nelson,
2010)
2.2.

Anatomi Uterus
Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah alpukat atau buah pir

yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7 – 7,5 cm, lebar di tempat

yang paling lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri atas korpus uteri (2/3
bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah).
Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri), yang membuka ke
luar melalui saluran (kanalis servikalis) yang terletak di serviks. Bagian bawah
serviks yang terletak di vagina dinamakan porsio uteri (pars vaginalis servisis
uteri), sedangkan yang berada di atas vagina disebut pars supravaginalis servisis
uteri. Antara korpus dan serviks masih ada bagian yang disebut isthmus uteri.
Bagian atas uterus disebut fundus uteri, di situ Tuba Fallopii kanan dan
kiri masuk ke uterus. Dinding uterus terdiri terutama atas miometrium, yang
merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah
dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman. Miometrium dalam
keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi.
Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar,
disebut endometrium. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar,
dan stroma dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Di
korpus uteri endometrium licin, akan tetapi di serviks berkelok-kelok; kelenjar-

Universitas Sumatera Utara

kelenjar itu bermuara di kanalis servikalis (arbor vitae). Pertumbuhan dan fungsi

endometrium sangat dipengaruhi oleh hormon steroid ovarium.
Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang panggul
dalam anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut dengan
vagina, sedangkan korpus uteri mengarah ke depan dan membentuk sudut 120o130o dengan serviks uteri. Di Indonesia uterus sering ditemukan dalam
retrofleksio (korpus uteri mengarah ke belakang) yang pada umumnya tidak
memerlukan pengobatan.
Perbandingan antara panjang korpus uteri dan serviks berbeda-beda dalam
pertumbuhan. Pada bayi perbandingan itu adalah 1:2, sedangkan pada wanita
dewasa 2:1.
Di luar, uterus dilapisi oleh serosa (peritoneum viserale). Jadi, dari luar ke
dalam ditemukan pada dinding korpus uteri serosa atau perimetrium, miometrium,
dan endometrium. Uterus mendapat darah dari arteri uterina, cabang dari arteri
iliaka interna, dan dari arteri ovarika. (Prawirohardjo, 2009)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Anatomi Uterus Normal

2.3.


Klasifikasi Mioma Uteri
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus hanya 1-3%,

sisanya adalah dari korpus uterus. Menurut letaknya, mioma dapat kita dapati
sebagai:

Universitas Sumatera Utara

1. Mioma submukosum: berada di bawah endometrium dan menonjol ke
dalam rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai
menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks disebut
myomgeburt.
2. Mioma intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut
miometrium.
3. Mioma subserosum: apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga
menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum
dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma
intra ligamenter. Mioma subserosum dapat juga tumbuh menempel pada
jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian
membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut wandering/parasitic

fibroid. (Prawirohardjo, 2009)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Jenis Mioma Uteri Berdasarkan Lokasinya
(Sumber: Martin L.Pernoll, 2001)
2.4.

Epidemiologi
Berdasarkan Schwartz, insiden mioma uteri di Amerika Serikat, berkisar

dari 2,0 – 12,8 per 1000 orang per tahun. Sesungguhnya, jumlah insiden mioma
uteri lebih besar dari yang diperkirakan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya
perempuan yang mengalami mioma uteri yang bersifat asimptomatis, sehingga
hasil deteksi penyakit ini menjadi rendah.
Faktor usia mempunyai peranan yang signifikan untuk mendeteksi mioma
uteri, dengan peningkatan tingkat insiden saat perempuan mendekati masa peri
menopause dan diikuti oleh penyusutan mioma uteri memasuki masa post
menopause. Studi pada cadaver juga menunjukkan fakta bahwa banyak mioma
uteri yang menyusut pertumbuhannya seiring dengan pertambahan usia. Marshal

et al mendemonstrasikan bahwa dari 95 pasien yang diperiksa di Nurse Health
Study, insidennya berkisar antara 4,3 per 1000 perempuan per tahun dengan
perempuan usia antara 25 dan 29 tahun, 9,0 antara usia 30 dan 34 tahun, 14,7
antara usia 35-39 tahun, dan 22,5 antara usia 40 dan 44 tahun, menunjukkan
bahwa ada peningkatan linier insiden seiring bertambahnya usia. Jadi, pada grup
perempuan usia 40-44 tahun, ada peningkatan sebesar 5,2 kali insiden mioma uteri
dibandingkan dengan grup perempuan usia 20-29 tahun.
Perbedaan ras juga memainkan peranan yang signifikan di dalam
epidemiologi mioma uteri. Beberapa penelitian telah menunjukkan perbedaan
signifikan antara penderita dengan ras Afrika Amerika dan penderita kulit putih.
Schwartz menyatakan bahwa ketika ia menilai faktor usia pada penderita mioma
uteri, tingkat insiden meningkat 2-3 kali lebih tinggi pada perempuan kulit hitam
dibandingkan kulit putih. Faerstein et al menyatakan bahwa ketika menilai faktor
resiko seperti: usia menarche, penggunaan kontrasepsi oral, ukuran tubuh,
merokok, hipertensi, diabetes dan riwayat penyakit radang panggul, penderita
kulit hitam memiliki rasio odds 9,4 dibandingkan kulit putih pada kasus kontrol.
Pada perempuan yang tidak memiliki riwayat mioma uteri, sekitar 59%
perempuan kulit hitam didiagnosa dengan ultrasound terdapat mioma uteri

Universitas Sumatera Utara


dibandingkan perempuan kulit putih sekitar 43%. Perempuan kulit hitam juga
didapati memiliki insiden yang lebih tinggi untuk mengalami mioma uteri yang
multipel (74% : 31%). Meskipun tidak ada hubungan ukuran mioma uteri
terhadap perbedaan ras antara perepuan kulit hitam dan putih yang mempunyai
riwayat mioma tetapi perempuan kulit hitam memiliki kecenderungan mengalami
mioma uteri yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan kulit putih.
(Victory, 2006; Zimmermann, 2012)
2.5.

Etiologi dan Patogenesis
Mioma uteri telah lama dipercayai sebagai tumor jinak yang bergantung

pada esterogen. Banyak bukti dewasa ini menganggap bahwa ada juga
keterlibatan progesteron sebagai penyebabnya. Di luar semua temuan dan
pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui penyebab mioma uteri,
kontroversi tetap ada dan masih banyak pertanyaan belum dapat dijawab.
(D’Aloisio, 2010). Berikut adalah beberapa faktor yang berperan menimbulkan
mioma uteri antara lain :
-


Esterogen
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mempelajari reseptor esterogen dan

mioma uteri. Meskipun menuai kontroversi, tetapi sebagian besar studi
membuktikan bahwa ada peningkatan reseptor esterogen pada mioma uteri
dibandingkan dengan miometrium normal. Penelitian lain menyatakan bahwa
reseptor esterogen alfa dan beta terdapat pada mioma uteri dan mengalami
peningkatan (up-regulasi) dibandingkan miometrium normal. Yamamoto et al
menunjukkan bahwa adanya penurunan pertukaran estradiol menjadi estron pada
kasus mioma uteri dibandingkan miometrium normal. Hal ini terjadi akibat
penurunan kerja enzim 17-beta hydroxysteroid dehydrogenase atau dengan
peningkatan enzim aromatase. Tujuannya adalah menghasilkan senyawa
esterogenik yang berpotensi merangsang sel miometrium dan meningkatkan sel
yang bersifat leiomioma. Aktivitas esterogenik juga dapat ditingkatkan melalui
modifikasi molekul estradiol. Leihr et al mendemonstrasikan bahwa tingginya
konsentrasi metabolit C4 hydroxylated estradiol pada mioma uteri, merupakan

Universitas Sumatera Utara


hasil dari peningkatan aktivitas enzim estradiol 4-hydroxylase. Metabolit yang
terbentuk itu mempunyai daya ikat reseptor yang lebih besar dibandingkan
estradiol, yang merupakan sumber lokal pertumbuhan mioma uteri. (Victory,
2006)
-

Progesteron
Reseptor progesteron juga ditemukan mengalami peningkatan konsentrasi

pada mioma uteri. Meskipun bersifat kontroversi, reseptor progesteron pada
mioma uteri ditemukan meningkat konsentrasinya di semua siklus menstruasi.
Kedua reseptor progesteron didapati pada mioma uteri yaitu reseptor progesteron
A dan B. Jumlah reseptor progesteron A lebih banyak dari B pada mioma uteri
dan jaringan miometrium normal. Sifat yang berlawanan dengan esterogen
menyebabkan kadar progesteron tidak meningkat pada mioma uteri jika
dibandingkan

dengan

endometrium


yang

mengelilinginya.

Akan

tetapi,

peningkatan kadar progesteron telah menunjukkan peningkatan aktivitas mitosis
pada mioma uteri, yang berpotensi menumbuhkan mioma uteri baik selama siklus
menstruasi dan jika mendapat pemasukan eksogen. Kawaguchi menganalisa efek
progesteron dan esterogen pada sel otot mioma yang dikultur. Ternyata
didapatkan hasil bahwa sel yang dikultur dengan media progesteron dan esterogen
lebih aktif pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan hanya dengan media
esterogen saja. Kadar serum progesteron tidak meningkat pada perempuan mioma
uteri. Kecuali jika mendapat pemasukan dari luar tubuh, dimana pengaruh
progesteron terbatas pada mekanisme autokrin dan parakrin di tingkat molekular
mempunyai nilai yang bermakna atau signifikan dalam pertumbuhan dan
perkembangan mioma uteri. (Victory, 2006)

-

Faktor hormon pertumbuhan (Growth factors)
Baik esterogen maupun progesteron tampak berhubungan dengan berbagai

faktor pertumbuhan lainnya pada mioma uteri untuk memulai dan merangsang
pertumbuhannya. Epidermal growth factor (EGF) dan epidermal growth factor
receptor (EGF-R) dapat ditemukan pada miometrium normal dan mioma uteri.
Maruo et al menunjukkan bahwa esterogen meningkatkan produksi lokal EGF,

Universitas Sumatera Utara

sementara progesteron meningkatkan EGF-R secara sinergis pada sel mioma uteri.
Beberapa penulis juga mengungkapkan bahwa pentingnya faktor-faktor
pertumbuhan ini dalam perkembangan mioma uteri. Jumlah Transforming growth
factor β3 (TGFβ3) mRNA mencapai 5 kali lebih tinggi pada mioma uteri
dibandingkan miomterium normal. Faktor ini mempunyai kontribusi dalam
peningkatan potensi mitogenik sel mioma uteri dan juga meningkatkan deposisi
matriks ekstraseluler. Faktor lain yang berpotensi seperti platelet-derived growth
factor, vascular endothelial growth factor, insulin like growth factor-I, basic

fibroblast growth factor, dan prolaktin belum dapat dijelaskan mekanismenya
terkait pertumbuhan mioma uteri. (Victory, 2006)
Bagi Meyer dan De Snoo, mereka mengajukan teori Cell nest atau teori
genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci
percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan
maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah
dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron. Puukka dan kawankawan juga menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak
didapati daripada miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel
imatur, bukan dari selaput otot yang matur. (Prawirohardjo, 2009)
Beberapa faktor yang mengawali terjadinya mioma uteri tidak diketahui
dengan pasti, tetapi hormon steroid yang berasal dari ovarium berperan penting
dalam pertumbuhan mioma uteri. Mioma uteri sangat jarang terjadi sebelum
menarche dan setelah menopause kecuali jika dirangsang pertumbuhannya dengan
hormon eksogen (luar tubuh). Mioma uteri juga dapat tumbuh besar secara drastis
selama kehamilan. Mioma uteri telah meningkatkan jumlah reseptor esterogen dan
progesteron dibandingkan dengan sel otot polos lainnya. Esterogen merangsang
proliferasi dari sel-sel otot polos, sementara progesteron meningkatkan produksi
protein yang menghambat program kematian sel atau disebut dengan apoptosis.
Mioma uteri juga mempunyai kadar hormon pertumbuhan tinggi yang
merangsang produksi fibronektin dan kolagen sebagai komponen utama matriks
ekstraseluler yang memberikan karakteristik dari lesi ini. (Nelson, 2010)

Universitas Sumatera Utara

2.6.

Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko seorang perempuan dapat mengalami mioma uteri

antara lain: usia, hormon endogen, riwayat keluarga, etnik, indeks massa tubuh,
pola menstruasi, kehamilan dan jumlah melahirkan, kebiasaan merokok,
pemakaian kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon.
-

Usia penderita
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun

mempunyai sarang mioma.Mioma belum pernah dilaporkan terjadi sebelum
menarche dan setelah menopause hanya 10% mioma yang masih bertumbuh
(Prawirohardjo, 2009)
-

Hormon endogen
Pertumbuhan mioma uteri bergantung pada produksi hormon esterogen.

Tumor ini berkembang pesat selama masa aktivitas ovarium yang paling hebat.
Sekresi esterogen secara terus-menerus, khususnya di luar masa kehamilan dan
menyusui merupakan faktor risiko yang paling utama dalam perkembangan
mioma uteri. Setelah menopause, penurunan kadar hormon esterogen terjadi yang
akan menyebabkan pertumbuhan mioma uteri berhenti. Seiring dengan
pertumbuhan yang berhenti, maka akan tampak pengecilan ukuran mioma uteri.
(Breech, 2003)
-

Riwayat keluarga
Faktor ini pertama sekali dilaporkan oleh Winkler and Hoffman pada

tahun 1983. Mereka menyatakan bahwa ada peningkatan sebesar 4,2 kali lipat
pada penderita mioma uteri yang mempunyai riwayat keluarga yang juga
mengalami mioma uteri. Schwartz et al melakukan penilaian pada 638 perempuan
yang memiliki riwayat keluarga penderita mioma uteri. Semua pasien berumur
antara 18 – 59 tahun dan memiliki riwayat operasi dan bukti ultrasound terkait
mioma uteri. Hasilnya didapati bahwa pasien yang memiliki riwayat keluarga
yang mengalami mioma uteri risikonya terkena mioma uteri sebesar 2,5 kali
dibandingkan yang tidak dan meningkat angkanya menjadi 5,7 kali bila penderita

Universitas Sumatera Utara

mempunyai riwayat keluarga yang telah didiagnosis mioma uteri pada umur 45
tahun. (Victory, 2006)
-

Etnik
Etnik memegang peranan penting sebagai predileksi terjadinya mioma

uteri. Perempuan Afrika Amerika mempunyai risiko 2 sampai 10 kali lipat
mengalami mioma uteri dibandingkan perempuan kulit putih. Hal ini mendukung
bahwa faktor predisposisi genetik terhadap mioma uteri adalah perbedaan profil
DNA etnik. Schwartz menyatakan bahwa ketika ia menilai faktor usia pada
penderita mioma uteri, tingkat insiden meningkat 2-3 kali lebih tinggi pada
perempuan kulit hitam dibandingkan kulit putih. Pada perempuan yang tidak
memiliki riwayat mioma uteri, sekitar 59% perempuan kulit hitam didiagnosa
dengan ultrasound terdapat mioma uteri dibandingkan perempuan kulit putih
sekitar 43%. Perempuan kulit hitam juga didapati memiliki insiden yang lebih
tinggi untuk mengalami mioma uteri yang multipel (74% : 31%). Meskipun tidak
ada hubungan ukuran mioma uteri terhadap perbedaan ras antara perempuan kulit
hitam dan putih yang mempunyai riwayat mioma tetapi perempuan kulit hitam
memiliki kecenderungan mengalami mioma uteri yang lebih besar dibandingkan
dengan perempuan kulit putih. Marshall et al mendemonstrasikan bahwa tingkat
standarisasi (per 1000 perempuan per tahun) untuk insiden mioma uteri adalah
sangat rendah pada perempuan Asia, berikutnya perempuan kulit putih, lalu
perempuan Hispanic dan meningkat pada perempuan kulit hitam (10,4, 12,5, 14,5,
37,9 per 1000 wanita per tahun). (Victory, 2006; Fox, 2013; Goodier, 2013)
-

Indeks massa tubuh
Indeks massa tubuh (IMT) itu sendiri telah diinvestigasi sebagai faktor

risiko independen untuk pertumbuhan mioma uteri. Peningkatan IMT secara
umum meningkatkan risiko pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri.
Faerstein mengungkapkan bahwa ada peningkatan risiko sebesar 2,3 kali pada
perempuan yang memiliki IMT lebih besar dari 25,4 kg/m2. Wise menyatakan
bahwa IMT mempunyai pengaruh terhadap hubungan kehamilan dan risiko
mioma uteri. Perempuan hamil yang IMT-nya kecil dari 27 kg/m2 memiliki

Universitas Sumatera Utara

penurunan risiko sebesar 40% dibandingkan dengan perempuan tidak hamil,
sedangkan penurunan risiko hanya sebesar 20% terdapat pada perempuan hamil
dengan IMT lebih besar dari 27 kg/m2. (Victory, 2006)
-

Pola Menstruasi
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan

mioma uteri adalah sebagai respon dari rangsangan esterogen, dengan kata lain
pemberian analog gonadotropin-releasing hormone (GnRH) akan menurunkan
pertumbuhan mioma uteri karena menimbulkan suasana yang hipoesterogen. Jadi,
paparan esterogen yang lama akan meningkatkan insiden leiomioma. Teori ini
didukung oleh data yang menyatakan bahwa adanya peningkatan risiko terhadap
insiden mioma uteri pada pasien yang mengalami menarche awal. Marshall dan
Faerstein mendemonstrasikan peningkatan insiden mioma uteri yang signifikan
pada perempuan dengan terjadinya menarche dibawah usia 11 tahun.
Pola menstruasi juga mempunyai efek pada risiko mioma uteri. Perempuan
kulit putih yang megalami menstruasi berat dan durasi siklus lebih panjang dari 6
hari memiliki peningkatan risiko mioma uteri yang signifikan sebesar 1,4 menurut
rasio odds. (Victory, 2006)
-

Kehamilan dan jumlah melahirkan (Gravidity and Parity)
Perempuan dengan riwayat hamil dan melahirkan mempunyai penurunan

risiko terjadinya mioma uteri. Risiko menurun saat melahirkan seorang anak
sebesar 20% sampai 50%. Sebagian besar penelitian telah menyatakan bahwa
peningkatan paritas berdampak terhadap penurunan insiden mioma uteri sebesar
70% sampai 80% bagi perempuan yang telah melahirkan lebih dari empat kali.
Chen et al menemukan penurunan risiko sampai 70% pada perempuan kulit putih
dengan dua orang anak atau lebih, bagaimanapun pada perempuan Afrika
Amerika, tidak ada hubungan antara paritas dan insiden mioma uteri. Meskipun di
satu pihak, paritas menjadi faktor protektif dari insiden mioma uteri, ada beberapa
tanggapan yang menyatakan bahwa faktor lain seperti ras atau etnik memiliki
pengaruh yang lebih besar dibandingkan faktor lain dalam insiden mioma uteri.
(Victory, 2006)

Universitas Sumatera Utara

-

Kebiasaan merokok
Merokok secara konsisten menunjukkan penurunan risiko mioma uteri.

Sebagian besar pembelajaran menunjukkan bahwa ada penurunan risiko mioma
uteri sebesar 20% sampai 50% ketika dikontrol dengan faktor yang bersamaan
yaitu IMT (indeks massa tubuh). Beberapa penelitian yang dilakukan Wise
menunjukkan bahwa tidak ada perubahan risiko pada perempuan Afrika Amerika
yang merokok. Meskipun secara teori, merokok dapat menurunkan kadar
esterogen dalam tubuh yang berdampak pada pertumbuhan mioma uteri, nyatanya
hubungan ini tidak dapat dibuktikan. Sebagai tambahan, hubungan antara
perununan insiden mioma uteri dan merokok mungkin dikarenakan adanya
korelasi yang kuat antara merokok dan penurunan IMT. (Victory, 2006)
-

Pemakaian kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon
Penelitian yang dilakukan pada hewan menunjukkan bahwa ada respon

hormonal mioma uteri terhadap esterogen dan progestin. Berdasarkan penelitian
ini, hal tersebut sangat beralasan yang menyatakan bahwa paparan esterogen dan
progestin secara eksogen akan mempengaruhi risiko mioma uteri. Penelitian yang
menilai hubungan antara pemakaian kombinasi oral kontrasepsi dan mioma uteri
telah menghasilkan kontroversi, beberapa mengatakan terdapat hubungan dan
sebagian menyatakan tidak ada hubungan. Di Afrika Amerika, bukti muncul yang
menyatakan bahwa pemakai oral kontrasepsi telah meningkatkan risiko
pertumbuhan mioma uteri, terutama ketika oral kontrasepsi mulai dipakai sejak
remaja.
Reed et al mempelajari efek dari penggunaan terapi pengganti hormon saat
mendapati diagnosis pertama mioma uteri. Penggunaan terapi pengganti hormon
lebih dari 5 tahun berdampak pada peningkatan risiko sebesar 4 kali lipat dalam
insiden diagnosis pertama mioma uteri pada perempuan peri dan post menopause
dengan indeks massa tubuh kurang dari 24 kg/m2. (Victory, 2006)
2.7.

Patologi Anatomi
Secara makroskopik, mioma uteri merupakan suatu tumor berbatas jelas,

bersimpai, pada penampang menunjukkan massa putih dengan susunan lingkaran-

Universitas Sumatera Utara

lingkaran konsentrik di dalamnya. Tumor ini bisa terjadi secara tunggal tetapi
kebiasaannya terjadi secara multipel dan bertaburan pada uterus dengan ukuran
yang berbeda-beda.
Secara mikroskopik, hal yang sama juga terlihat seperti adanya gambaran
susunan lingkaran-lingkaran konsentrik pada gambaran makroskopik.
Perubahan-perubahan sekunder yang terjadi pada mioma uteri adalah
atrofi, degenerasi hialin, degenerasi kistik, degenerasi membatu, degenerasi
merah, degenerasi lemak.
Atrofi adalah suatu penyusutan mioma uteri yang terjadi sesudah
kehamilan atau sesudah melewati masa menopause.
Degenerasi hialin adalah perubahan yang sering terjadi terutama pada
penderita usia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat
meliputi sebagian besar atau sebagian kecil daripadanya seolah-olah memisahkan
satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
Degenerasi kistik meliputi daerah kecil maupun luas, di mana sebagian
dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan yang tidak teratur berisi
agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe
sehingga menyerupai limfongioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor
sukar dibedakan dengan kista ovarium atau suatu kehamilan.
Degenerasi membatu (Calcireous Degeneration) terutama terjadi pada
wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan
adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras
dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
Degenerasi merah (Carneous Degeneration) biasanya terjadi pada
kehamilan dan nifas. Patogenesis terjadinya diperkirakan karena suatu nekrosis
subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang
mioma seperti daging mentah bewarna merah disebabkan oleh pigmen
hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila pada
kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada
uterus membesar dan nyeri pada perabaan.

Universitas Sumatera Utara

Degenerasi lemak jarang terjadi dan merupakan lanjutan degenerasi hialin.
(Prawirohardjo, 2009)

2.8.

Komplikasi Mioma Uteri
Berikut adalah komplikasi yang dapat terjadi pada mioma uteri, yaitu

degenerasi ganas dan torsi.
Degenerasi ganas adalah perubahan mioma uteri yang menjadi
leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan
50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada
pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan
uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang
mioma dalam menopause.
Torsi (Putaran Tangkai) adalah sarang mioma yang bertangkai dapat
mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis.
Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahanlahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaklah dibedakan dengan suatu
keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma di dalam rongga peritoneum.
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan
karena gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang
dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore
dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri. (Prawirohardjo,
2009)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Komplikasi Mioma Uteri
(Sumber: Hart D.M, Norman J, 2000)
2.9.Hubungan

Mioma

Uteri

dengan

Hiperplasia

Endometrium dan

Adenomiosis
Ada kelainan lain yang terdapat di uterus akibat peninggian hormon
esterogen yaitu hiperplasia endometrium dan kelainan yang sering dijumpai
terjadi bersamaan dengan mioma uteri yaitu adenomiosis.
Mioma uteri secara umum merupakan tumor yang berasal dari sel-sel otot
polos di miometrium. Sel-sel ini berkembang pesat akibat pengaruh hormon
esterogen yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan progesteron. Hal yang
sama juga bisa terjadi pada endometrium. Seperti yang telah kita ketahui,
endometrium juga pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon esterogen. Paparan
esterogen yang berlama-lama tanpa diimbangi oleh progesteron akan merangsang
proliferasi endometrium yang berlebihan (hiperplasia) dari biasanya, dimana dapat
merupakan suatu preneoplastik yang disebut dengan hiperplasia endometrium.
Dalam waktu yang lama, proliferasi tersebut dapat berlangsung secara otonomi
tanpa pengaruh dari esterogen lagi. Hal inilah yang akan menjadikan pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara

hiperplasia endometrium ke arah keganasan yaitu karsinoma endometrium.
(Kumar et al, 2007)
Gejala dari hiperplasia endometrium yang terutama yaitu perdarahan
abnormal dari uterus. Beberapa penulis menyatakan bahwa ada hubungan antara
tingkat keparahan perdarahan dengan luasnya permukaan endometrium. Sebagai
tambahan, adanya peningkatan area permukaan endometrium, dimana merupakan
tempat perdarahan, endometrium menunjukkan keadaan hiperesterogen lokal di
tempat yang berdekatan dengan tumor submukosa, dan hiperplasia endometrium
serta polip endometrium sering dijumpai. Deligdish dan Lowenthal mencatat
sebuah abnormalitas jaringan pada spektrum yang luas di endometrium berkaitan
dengan mioma uteri, berkisar dari atrofi ke hiperplasia. (Breech, 2003)
Oleh karena etiologi mioma uteri dan hiperplasia endometrium adalah
sama, maka terdapat hubungan antara mioma uteri dengan adanya kejadian
hiperplasia endometrium di uterus.
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium dan merupakan indikasi
utama untuk dilakukan histerektomi di Amerika Serikat. Adenomiosis adalah
sebuah lesi di miometrium yang ditandai dengan adanya endometrium ektopik
baik dengan atau tanpa hiperplasia dari miometrium di sekitarnya. Selanjutnya,
baik adenomiosis dan mioma uteri biasanya terjadi bersama-sama, terdapatnya
adenomiosis dari spesimen histerektomi pada perempuan yang mengalami mioma
uteri berkisar antara 15% sampai 57%. Faktor risiko adenomiosis meliputi usia,
multiparitas, lesi pembedahan di batas endometrium-miometrium, peningkatan
kadar FSH dan prolaktin, kebiasaan merokok dan riwayat depresi. (Taran, 2010;
Johnson, 2003)
Mioma uteri dilaporkan dapat menyebabkan berbagai gejala termasuk
menoragia, dismenorrhea, tekanan pada panggul dan abdomen, serta gangguan
pada sistem kemih. Mirip dengan mioma uteri, adenomiosis juga sering
dilaporkan mempunyai gejala perdarahan uterus abnormal, nyeri panggul kronik
dan dismenorrhea. Akan tetapi, karena kedua kondisi ini sering terdapat
bersamaan di daialm uterus, gejala yang menyertai masing-masing kondisi dapat

Universitas Sumatera Utara

membingungkan kita. Sebagai tambahan, adenomiosis umumnya didiagnosa
hanya dengan histerektomi. (Taran, 2010)
2.10.

Diagnosa Mioma Uteri

2.10.1. Gejala Klinis
-

Perdarahan Abnormal
Perdarahan abnormal merupakan gejala yang muncul pada sepertiga

pasien yang memilki mioma uteri simptomatis dan biasanya membutuhkan
pengobatan. Gejala dapat berupa menstruasi yang berat (menoragia), tetapi dapat
juga ringan dan menstruasinya lama (metroragia) atau keduanya disebut
menometroragia. Perdarahan abnormal dapat dikaitkan dengan adanya tumor yang
terletak di intramural, submukosa, dan subserosa tetapi biasanya tumor
submukosa lebih sering mengalami perdarahan yang hebat dibandingkan
subserosa dan intramural. Perdarahan akibat mioma submukosa dapat terjadi
secara bebas saat menstruasi atau pun diantara periode menstruasi akibat
gumpalan darah pasif, nekrosis, dan ulserasi di permukaan kontralateral uterus.
Jika mioma submukosa memiliki tangkai atau pedunculated, biasanya ada
pengeluaran cairan yang tetap, encer, dan berwarna seperti darah pada menoragia.
Tumor intramural yang mulai mencapai permukaan kavum uteri juga dapat
menyebabkan menoragia. Mioma intramural yang dekat dengan permukaan serosa
dan tumor submukosa bertangkai juga dapat dikaitkan dengan terjadinya
perdarahan abnormal. Ketika perdarahan disebabkan tumor tersebut terjadi, maka
kita harus perlu mencari lesi lain yang dapat terjadi bersamaan dengan tumor itu.
Adanya mioma uteri pada perempuan yang mengalami perdarahan abnormal
bukan merupakan bukti bahwa mioma uteri yang menyebabkan perdarahan itu.
Fakta ini penting, khususnya ketika penderita mioma uteri mengalami perdarahan
intermenstruasi.

Ketika

pasien

mioma

uteri

mengalami

perdarahan

intermenstruasi, maka menjadi sebuah aturan bagi kita untuk melihat dan menilai
mulut rahim secara hati-hati dengan prosedur pemeriksaan khusus dan mengambil
sampel serta menilai kavum uteri sebelum melakukan tatalaksana mioma uteri.

Universitas Sumatera Utara

Jika kanker endometrium atau mulut rahim terdeteksi, maka pengobatan mioma
uteri perlu diubah. (Breech, 2003)
Ada beberapa mekanisme tentang bagaimana mioma uteri dapat
menyebabkan perdarahan uterus abnormal, meskipun beberapa mekanisme belum
dipahami sepenuhnya pada pasien-pasien tertentu. Menurut Sehgal dan Haskin,
area permukaan endometrium sebuah kavum uterus normal adalah 15 cm2. Area
permukaan endometrium pada mioma uteri mungkin melewati 200 cm2. Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat keparahan perdarahan dengan
luasnya permukaan endometrium. Sebagai tambahan atas adanya peningkatan area
permukaan endometrium dimana merupakan tempat perdarahan, endometrium
mungkin menunjukkan keadaan hiperesterogen lokal di tempat yang langsung
memiliki

tumor

submukosa,

dan

hiperplasia

endometrium

serta

polip

endometrium sering dijumpai. Deligdish dan Lowenthal mencatat sebuah
abnormalitas jaringan pada spektrum yang luas di endometrium berkaitan dengan
mioma uteri, berkisar dari atrofi ke hiperplasia. Penipisan dan ulserasi di
permukaan endometrium terdapat pada tumor submukosa yang luas dan besar,
tumor yang lebih kecil, hanya menunjukkan penipisan tanpa ulserasi. (Breech,
2003)
Makarainen dan Yilikorkala telah menampilkan bukti yang mendukung
lebih lanjut tentang konsep bahwa prostanoid memainkan peranan penting pada
menoragia. Mereka menemukan bahwa produksi 6-keto-prostaglandin F1 alpha
(6-keto-PGF1α), metabolit prostasiklin (PGI2), dan tromboksan B2 (TXB2),
metabolit tromboksan A2 (TXA2) biasanya ditemukan pada menoragia
endometrium. Bagaimanapun, keseimbangan antara TXA2 dan PGI2 bergeser
secara relatif ke defisiensi TXA2 dan secara negatif berhubungan dengan
hilangnya darah pada menoragia. Meskipun ibuprofen menurunkan jumlah darah
yang hilang pada pasien menoragia primer, obat itu gagal untuk menurunkan
kehilangan darah akibat mioma uteri. Penulis menganggap bahwa faktor uterus di
luar daripada prostanoid lebih berpengaruh dalam menyebabkan menoragia yang
berhubungan dengan mioma uteri. (Breech, 2003)

Universitas Sumatera Utara

Dalam kebanyakan kasus, ketika perdarahan terjadi pada post menopause
dan mioma uteri ditemukan pada pemeriksaan bimanual, perdarahan terjadi
karena beberapa faktor lain, seperti kelainan pada endometrium dan mulut rahim,
atrofi vaginitis, atau esterogen eksogen, dan murni kejadian mioma uteri.
Bagaimanapun juga, post menopause mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan
uterus. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mioma uteri yang tidak berdarah
sewaktu masa menstruasi pasien telah ditemukan berpindah ke bagian submukosa
beberapa tahun berikutnya. Ini terjadi karena setelah menopause, miometrium
mengalami atrofi dan dinding uterus akan menipis. Mioma juga mengecil tetapi
tidak sebanyak miometrium di sekitarnya. Jadi, sebuah mioma uteri yang
sebelumnya terletak di intramural pada masa sebelum menopause dapat berubah
tempat di submukosa setelah menopause kemudian mengalami ulserasi dan
berdarah. Pertumbuhan mioma uteri di masa post menopause mungkin
mengindikasikan perubahan ke arah keganasan, terutama jika dihubungkan
dengan perdarahan post menopause. Beberapa peneliti telah mengobservasi
pertumbuhan mioma uteri post menopause dan tidak menemukan perubahan
menjadi ganas. Meskipun demikian, jika terdapat pembesaran mioma setelah
menopause, kita seharusnya secara serius menganggap adanya kemungkinan
perubahan menjadi bentuk sarkoma dan segera mereseksi mioma uteri. (Breech,
2003)
-

Tekanan di panggul
Mioma uteri yang disertai dengan adanya tekanan di panggul merupakan

indikasi pengobatan. Kandung kemih merupakan organ yang sering mengalami
penekanan. Hal tersebut akan meningkatkan urgensi dan frekuensi berkemih dan
kadang-kadang terdapat urine incontinence. Meskipun gejala ini sering pada
mioma uteri yang besar, seseorang sering menemukan mioma uteri memenuhi
rongga panggul saat kandung kemih dalam keadaan kosong. Mioma uteri tidak
selalu menyebabkan retensi urin akut dan urine incontinence sehingga tidak selalu
diperlukan pembedahan. Gejala ini dapat timbul sebagai hasil pertumbuhan
interior mioma uteri yang cepat dan menekan uretra dan leher kandung kemih

Universitas Sumatera Utara

terhadap tulang kemaluan. Sering ditemukan, tumor yang memiliki ukuran sebesar
kandungan usia 3 bulan mengalami inkarserata pada cul-de-sac, menyebabkan
mulut rahim terdorong ke depan menjepit uretra dan menyumbat aliran urin
melalui uretra. Sebuah tumor submukosa bertangkai yang besar dapat memenuhi
dan melebarkan vagina dan menekan uretra ke arah simfisis, menyebabkan retensi
urin. (Breech, 2003)
-

Nyeri panggul
Nyeri perut dan panggul, perasaan penuh pada panggul, dan dispareunia

ditemukan pada sepertiga pasien dengan simptomatis mioma uteri yang
merupakan indikasi pengobatan. Ada beberapa penyebab nyeri pada mioma uteri,
yaitu perputaran tangkai mioma submukosa dan bila terjadi degenerasi merah.
Dismenorrhea biasanya dijumpai saat dekade empat atau lima mungkin
merupakan gejala yang khas dari pertumbuhan mioma uteri. Nyeri akibat mioma
uteri biasanya dihubungkan dengan lamanya menstruasi pasien. Adenomiosis
yang bersifat difus juga dapat menimbulkan gejala ini, dan untuk membedakan
kondisi ini dengan perbesaran simetris mioma uteri di intramural, membutuhkan
magnetic resonance imaging. (Breech, 2003)
Pasien yang mengalami nyeri akibat mioma, bisa mempunyai penyakit
panggul penyerta seperti kelainan ovarium, penyakit radang panggul, kehamilan
ektopik terganggu, endometriosis, atau kelainan patologis dari saluran kemih dan
saluran cerna, termasuk apendisitis. Kita harus berhati-hati untuk menyingkirkan
kemungkinan-kemungkinan patologis lain yang mungkin dapat mengaburkan
mioma uteri. (Breech, 2003)
-

Abortus spontan dan masalah kehamilan lainnya
Mioma uteri dapat dihubungkan dengan peningkatan kejadian abortus

spontan. Pada sejumlah pasien yang dilakukan miomektomi, Buttram dan Reiter
melaporkan bahwa 41% pasien mengalami abortus spontan. Angka ini menurun
sebesar 19% setelah dimiomektomi. Beberapa mekanisme telah diajukan untuk
menjelaskan bagaimana abortus spontan dapat terjadi pada mioma uteri. Hal ini
meliputi gangguan aliran darah ke uterus, perubahan pasokan darah ke

Universitas Sumatera Utara

endometrium, iritabilitas uterus, pertumbuhan yang cepat atau degenerasi mioma
uteri selama kehamilan, uterus yang susah membesar untuk mendukung
pertumbuhan janin dan plasenta, dan gangguan perkembangan plasenta akibat
jeleknya kondisi endometrium oleh mioma uteri. Implantasi pada endometrium
yang tipis dan kondisi vaskularisasi yang jelek melebihi submukosa adalah fatal,
karena hal ini akan menghambat pertumbuhan embrio dan plasenta di uterus.
Mioma uteri bisa juga dikaitkan dengan kelahiran prematur, kematian janin dalam
kandungan (stillbirth), kehamilan interstisial, seperti kasus yang dilaporkan oleh
Starks, meskipun kita kurang mengetahui seberapa besar angka itu. Muram dan
kawan-kawan telah mengikuti perempuan yang mengalami mioma uteri selama
kehamilan dengan ultrasonografi. Ketika mioma uteri tumbuh di dekat tempat
plasenta, peningkatan insiden terhadap masalah kehamilan terlihat. (Breech, 2003;
Larson, 2010)
Sebagian besar pasien dengan mioma uteri memiliki kesulitan dalam
mengandung dan memelihara kehamilan mereka hingga dapat melahirkan tanpa
komplikasi. Masalah yang sering dialami yaitu kesulitan dalam memperkirakan
usia kehamilan berdasarkan ukuran uterus karena adanya mioma uteri di sana.
(Breech, 2003)
-

Infertilitas
Beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan infertilitas pada pasien

mioma uteri, antara lain : siklus anovulatoar, gangguan perpindahan sperma akibat
distorsi, lokasi mioma uteri di atas saluran endoserviks, serta gangguan pada
prostaglandin yang memicu kontraksi uterus. Perubahan endometrium (atrofi,
ulserasi, hiperplasia, dan polip), perubahan vaskular (kongesti vena, gangguan
aliran darah), dan pembesaran mioma uteri bisa ditemukan. Karena mioma uteri
biasanya muncul pada usia reproduksi lanjut, kesulitan yang relatif besar terhadap
konsepsi dapat dialami oleh pasangan yang lebih tua. (Breech, 2003)
Perempuan yang subur dengan mioma uteri yang berukuran kecil, bukan
merupakan indikasi miomektomi. Perempuan infertilitas dengan mioma uteri
ditemukan

mempunyai

beberapa

sebab

lain

yang

menjadi

penyebab

Universitas Sumatera Utara

infertilitasnya. Penyakit inflamasi tuba yang menyebabkan perlengketan panggul
sering terjadi pada pasien mioma uteri. Kedua pasangan suami istri seharusnya
sudah menjalani pemeriksaan fertilitas lengkap dan menyingkirkan mioma uteri
untuk sementara. Hal utama yang membuat mioma uteri dapat disingkirkan
sebagai penyebab infertilitas yaitu ukuran dan lokasi mereka. Biasanya, tumor
subserosa yang kecil tidak dianggap sebagai penyebab infertilitas. Bahkan ketika
perempuan itu gagal untuk hamil, pengangkatan tumor subserosa yang kecil
bukan jaminan untuk dapat hamil. Ketika mioma uteri berada di intramural atau
submukosa dengan ukuran yang besar, mereka mungkin dapat menjadi penyebab
infertilitas, dan miomektomi dapat membantu terjadinya kehamilan. (Breech,
2003)
-

Gejala tambahan lainnya
Beberapa masalah kesehatan lainnya yang bisa dihubungkan dengan

mioma uteri, membutuhkan pengobatan. Ascites dan inversi uterus dapat dicurigai
adanya mioma uteri. Perdarahan intraperitoneal yang tiba-tiba dapat terjadi akibat
dari rupturnya vena yang berdilatasi di bawah permukaan serosa tumor subserosa.
Meskipun mioma uteri sering dihubungkan dengan anemia defisiensi besi akibat
kehilangan darah kronik, pasien juga bisa mengalami polisitemia. Celah
arteriovena yang berada pada tumor telah ditemukan dan mungkin menjadi
penyebab polisitemia. Jika tumor menyumbat ureter dan menyebabkan tekanan
balik pada parenkim ginjal, maka hal ini dapat merangsang eritropoiesis. Weiss
dan asistennya serta para peneliti lainnya telah menemukan adanya aktivitas
eritopoietin pada mioma uteri. Polisitemia pada kasus ini dapat disembuhkan
dengan tindakan histerektomi. (Breech, 2003)
2.10.2. Pemeriksaan Fisik
Mioma uteri dengan ukuran yang sangat besar dapat langsung dipalpasi di
abdomen. Tumor-tumor yang lebih kecil dari ukuran usia kehamilan 12-14
minggu biasanya terletak di panggul. Kandung kemih harus dikosongkan sebelum
pemeriksaan untuk menghindari kesalahan karena adanya retensi urin. Meskipun
mioma uteri submukosa tidak dapat diraba atau dipalpasi, pada pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara

bimanual panggul, dapat dirasakan pembesaran uterus yang kuat dan tidak
beraturan dengan penonjolan yang halus jika tumor terletak di intramural atau
subserosa. Tumor-tumor ini biasanya tidak memiliki nyeri tekan. Konsistensinya
bervariasi mulai dari sekeras batu, terutama pada mioma yang mengalami
kalsifikasi pada post menopause, sampai selembut kista, seperti pada kasus tumor
yang mengalami degenerasi kistik. Secara umum, massa mioma berada di garis
tengah uterus, tetapi terkadang sejumlah besar bagian tumor berada di lateral
panggul dan sulit dibedakan dengan massa adneksa. Jika massa berpindah ke
mulut rahim, itu dapat dianggap mioma uteri. Pemeriksaan adneksa sering
diabaikan karena adanya mioma uteri. Ultrasonografi dapat membantu kita dalam
membedakan massa adneksa atau massa mioma uteri yang terletak di lateral
uterus. (Nelson, 2010)
2.10.3. Pemeriksaan Penunjang
-

Histerosalfingografi
Histerosalfingografi (HSG) merupakan alat yang biasa digunakan untuk

melihat penyempitan pada tuba. Alat ini juga sering digunakan untuk
mengevaluasi kesuburan pada pasien yang memiliki peningkatan risiko
mengalami mioma uteri. Mioma uteri dapat dideteksi oleh histerosalfingografi
jika ia terletak di dalam kavum uteri. Alat ini juga memiliki tingkat false positif
yang tinggi, misalnya suatu mioma didiagnosa mioma submukosa padahal mioma
itu adalah intramural yang tumbuh sampai ke endometrium. Hal ini terjadi karena
alat hanya mampu membedakan perubahan pada kavum uteri dibandingkan
dengan letak mioma yang sesungguhnya. Pada satu penelitian, hampir 25%
diagnosa

histerosalfingografi

tidak

benar

ketika

dilanjutkan

dengan

sonohisterogram. Ada sebuah tingkat false positif yang tinggi dalam mendeteksi
polip dan mioma dengan HSG yang tidak ditemukan jika diperiksa dengan
histeroskopi. Pemeriksaan ini sederhana dalam pengoperasiannya, tetapi
pemeriksaan ini bersifat invasif dan menimbulkan ketidaknyamanan. Meskipun
HSG dapat dipakai untuk melihat penyempitan tuba akibat mioma uteri, HSG
bukan pemeriksaan optimal untuk evaluasi uterus yang memiliki mioma karena

Universitas Sumatera Utara

alat ini tidak dapat memberikan informasi mengenai mioma yang letaknya di luar
kavum uteri. (Victory, 2006)
-

Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan pencitraan yang biasanya digunakan dalam mendeteksi

mioma uteri adalah ultrasonografi. Baik secara transabdominal dan transvaginal
sering dilakukan. Gambaran transabdominal memberikan lapangan pandang yang
lebih luas dan pemeriksaan ini juga kurang invasif , tetapi alat ini tidak dapat
memberikan gambaran mioma yang ukurannya kurang dari 1 cm. Pemeriksaan
secara transvaginal memberikan gambaran yang memiliki resolusi tinggi,
informasi lokasi mioma yang tepat dan deteksi untuk mioma bahkan dengan
ukuran 4 – 5 mm. Bagaimanapun juga, pemeriksaan ini bisa mengalami
penurunan sensitivitas dalam mendeteksi mioma subserosa yang bertangkai atau
yang terletak sebelah atas abdomen karena mioma tersebut di luar lapangan
pandang dari pemeriksaan ini. Pemeriksaan ultrasonografi terhadap mioma uteri
dapat bervariasi berdasarkan lokasi, ukuran, rasio jaringan ikat terhadap jaringan
otot polos, dan derajat kalsifikasi. Mioma uteri yang mengalami perubahan
degenerasi bisa mempunyai gambaran kistik, hipoekoik, atau daerah yang
dipenuhi cairan bersama dengan daerah yang mengalami nekrosis. Secara umum
mioma ditandai dengan adanya massa yang besar, berbatas tegas, ekogenik, dan
melingkar di dalam uterus. (Victory, 2006)
-

Magnetic Resonance Imaging
Magnetic resonance imaging merupakan teknik pencitraan yang paling

tepat dalam menegakkan diagnosis mioma uteri karena akurasinya dalam
mendeteksi dan melokalisasi mioma uteri. Dia juga bisa memberikan keuntungan
kepada pasien yang menjalani terapi kesuburan, seperti miomektomi atau
embolisasi ateri uterus atau ketika USG transvaginal tidak dapat memberikan
gambaran yang jelas untuk diagnosa. Mioma uteri secara umum tampak sebagai
massa homogen, gelap (intensitas rendah), dan berbatas tegas. Polip endometrium
sering dapat dibedakan dari mioma uteri berdasarkan asalnya yaitu miometrium
yang terlihat di pemeriksaan ini. Mioma uteri yang ukurannya 0,5 cm juga bisa

Universitas Sumatera Utara

dideteksi dengan pemeriksaan ini. Ketika mioma tumbuh lebih dari 3 cm, mioma
sering memiliki tampilan tidak homogen lagi karena berbagai tingkatan
degenerasi, perdarahan dan perubahan nekrosis pada tumor. Beberapa teknik
tambahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan ketajaman gambaran,
meliputi

pemberian glukagon untuk membatasi aktivitas usus besar, dan

pemberian zat kontras melalui oral. Sebagai tambahan, magnetic resonance
angiogram dapat membantu dalam mendeteksi suplai darah kolateral ovarium
pada mioma uteri. Hal ini adalah informasi khusus yang berguna bagi pasien yang
akan menjalankan embolisasi arteri uterus. (Victory, 2006)
-

Histeroskopi
Pemeriksaan histeroskopi untuk mioma uteri merupakan pemeriksaan gold

standard. Pemeriksaan ini khususnya sangat berguna pada perempuan dengan
mioma uteri submukosa dan polip yang tidak dapat ditemukan saat pembedahan.
Histeroskopi memberitahukan lokasi akurat mioma submukosa dan batas yang
jelas dari mioma bertangkai dan polip. Pemeriksaan ini juga dapat melihat distorsi
endometrium akibat mioma intramural. Manfaat pemeriksaan ini secara umum
meliputi visualisasi langsung, tindakan terapi yang terus-menerus, dan komplikasi
yang minimal. Kerugian dari pemeriksaan ini meliputi ketidakmampuan dalam
mendeteksi pertumbuhan intramiometrial, dan kebutuhan akan obat analgesik atau
anastetik. (Victory, 2006)
2.11.

Penatalaksanaan Mioma Uteri

2.11.1. Farmakologi
-

Kontrasepsi oral dan injeksi
Kontrasepsi oral sudah lama digunakan untuk mengontrol perdarahan

uterus abnormal dengan menurunkan pertumbuhan endometrium. Akan tetapi,
obat ini tidak dapat mengurangi nyeri yang ditimbulkan mioma uteri. Meskipun
tidak ada bukti langsung yang menyatakan hubungan pertumbuhan mioma dengan
progestin, medroxyprogesterone acetat bisa merangsang pertumbuhan mioma
uteri. Faktanya, data dari penggunaan kontrasepsi oral menyatakan adanya
peningkatan insiden mioma uteri jika digunakan sejak usia 16 tahun. Karena

Universitas Sumatera Utara

tingkat keamanan kontrasepsi oral cukup tinggi dan manfaatnya dalam
kontrasepsi, obat ini sering dipakai pada perempuan usia di atas 16 tahun.
(Victory, 2006)
-

Sistem levonorgestrel intrauteri
Tidak seperti penggunaan kontrasepsi oral, menoragia akibat mioma dan

volume mioma bisa diturunkan pada pasien yang mengggunakan sistem
kontrasepsi levonogestrel intrauteri. Sebuah penelitian dilakukan pada sejumlah
kecil populasi perempuan yang menyatakan bahwa adanya penurunan volume
mioma uteri dalam 6 sampai 18 bulan setelah penggunaan alat tersebut. Meskipun
alat ini dapat mengendalikan menoragia akibat mioma uteri melalui supresi
endometrium oleh progestin, hal itu juga dipercaya dapat menurunkan volume
mioma dengan meningkatkan konsentrasi insulin-like growth factor binding
protein-1, sehingga menurunkan potensi pertumbuhan mioma uteri. (Victory,
2006; Mann, 2010)
-

Obat anti-inflamasi non steroid
Obat anti-inflamasi non steroid dapat menurunkan perdarahan uterus

abnormal, tetapi tidak dapat menghentikan menorrhagia akibat mioma uteri.
Dalam dua penelitian, tidak ada manfaat yang ditunjukkan pada pasien yang
menjalani pengobatan baik dengan naproxen atau ibuprofen jika terdapat mioma.
Sebagai tambahan, tidak terdapat penurunan volume dan pertumbuhan mioma
uteri. (Victory, 2006)
-

Agonis gonadotropin-releasing hormon (GnRH)
Agonis GnRH merupakan bentuk terapi obat-obatan yang biasa digunakan

untuk menurunkan gejala-gejala akibat mioma uteri. Obat ini diduga memberikan
pengaruh dengan menciptakan keadaan hipoesterogen yang menghambat
pertumbuhan mioma uteri. Penggunaan obat ini juga dapat menurunkan gejala
perdarahan dan gejala lainnya. Rute pemberian obat juga mempengaruhi efikasi
obat secara signifikan. Friedman et al menyatakan bahwa pemberian secara
intranasal dari asetat leuprolide berdampak tidak ada penurunan volume uterus

Universitas Sumatera Utara

jika dibandingkan dengan pemberian secara subkutan yang menurunkan volume
uterus sebesar 53%. (Victory, 2006; Kovacs, 2010)
-

Antiprogesteron
Antiprogesteron dapat digunakan dalam mengobati mioma uteri.

Mekanisme kerjanya yaitu mengubah aliran darah ke uterus. Dua penelitian
menunjukkan bahwa bahkan dalam dosis rendah, mampu menurunkan volume
mioma uteri sebanyak 25% sampai 50%. Meskipun demikian, mengenai
keamanan serta efikasi dalam penggunaan jangka lama perlu analisis lebih lanjut.
(Victory, 2006; Kovacs, 2010)
2.11.2. Non-Farmakologi
-

Emboloterapi
Emboloterapi merupakan teknik pengobatan mioma uteri dengan cara

melakukan embolisasi atau penyumbatan pembuluh darah yang mendarahi mioma
uteri secara selektif. Menurut teori, tindakan ini dapat menurunkan volume
bahkan menjadikan mioma uteri nekrosis ireversibel. Sebelum menjalani
pengobatan ini, pasien diharapkan melakukan tes diagnosis atas jumlah, ukuran,
dan lokasi mioma uteri yang diindikasikan. (Victory, 2006; Kovacs, 2011)
-

Miomektomi vaginal
Miomektomi vaginal biasanya dilakukan pada mioma uteri multipel dan

memiliki gejala yang berat. Ada beberapa kriteria preoperative yang harus
dipenuhi, yaitu ukuran uterus kurang dari atau sama dengan ukuran usia
kandungan 16 minggu, mobilitas uterus yang bagus, akses vagina yang adekuat,
adanya mioma uteri intramural atau subserosa, dan tidak ada patologi adneksa.
(Breech, 2003)

-

Reseksi histeroskopi
Reseksi histeroskopi

pada mioma submukosa dapat mengurangi

menoragia pada lebih dari 90% pasien. Akan tetapi, pada kasus mioma submukosa
yang bertumbuh ke dalam miometrium, tidak dapat dilakukan reseksi lengkap.

Universitas Sumatera Utara

Meskipun demikian, tindakan reseksi histeroskopi mampu mengembalikan kontur
uterus kembali normal akibat pengangkatan sebagian besar abnormalitas di dalam
kavum uteri. Keberhasilan dan keselamatan prosedur ini juga sangat bergantung
pada kemahiran dan pengalaman ahli bedahnya. (Breech, 2003)
-

Miomektomi Abdominal
Miomektomi abdominal merupakan salah satu teknik miomektomi yang

dilakukan melalui akses abdomen. Teknik ini memiliki banyak komplikasi, antara
lain: perdarahan, infeksi, dan obstruksi saluran cerna akibat perlengketan. Akan
tetapi, seiring dengan perkembangan teknik pembedahan, maka angka
miomektomi meningkat di Amerika Serikat. Pada beberapa kasus