Gambaran Karakteristik Mioma Uteri di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan Tahun 2009-2012
LAMPIRAN 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Firman Junus
Tempat / Tanggal Lahir : Sibolga / 17 Juni 1992
Agama : Katolik
Alamat : Jalan Logam No. 30 Medan 20214
Riwayat Pendidikan :
1. Sekolah Dasar Swasta RK No. 1 Sibolga (1998-2004)
2. Sekolah Menengah Pertama Fatima Sibolga (2004-2007)
3. Sekolah Menengah Atas Katolik Sibolga (2007-2010)
Riwayat Organisasi :
1. Anggota Keluarga Mahasiswa Katolik Santo Lukas FK USU
2. Anggota Keluarga Mahasiswa Kristen FK USU
(2)
LAMPIRAN 2 DATA INDUK No Nama Jenis Kelamin Lokasi
Mioma Adenomiosis
Hiperplasia
Endometrium Usia
1 Fatimah perempuan intramural - - 2009 41-45
2 Roswina perempuan intramural - + 2009 46-50
3 Halimah perempuan submukosum - - 2009 41-45
4 Miski perempuan submukosum - - 2009 36-40
5 Bunga perempuan intramural - - 2009 36-40
6 Riomawar perempuan intramural - - 2009 41-45
7 Ningsih perempuan intramural - - 2009 46-50
8 Tiurmauli perempuan submukosum - - 2009 46-50
9 Nurhayati perempuan intramural - - 2009 46-50
10 Sakimah perempuan intramural - - 2009 46-50
11 Esnim perempuan intramural - - 2009 41-45
12 Kamariah perempuan intramural - - 2009 36-40
13 Asiya perempuan intramural - - 2009 46-50
14 Elpina perempuan intramural - - 2009 36-40
15 Nia perempuan submukosum - - 2010 36-40
16 Sahdiana perempuan intramural - - 2009 36-40
17 Siti Fatimah perempuan intramural - - 2009 46-50
18 Emilia perempuan submukosum - - 2009 46-50
19 Bukmin perempuan intramural - - 2010 41-45
20 Doris perempuan submukosum - - 2009 46-50
21 Halimah perempuan intramural - - 2009 41-45
22 Meylinda perempuan intramural - - 2009 25-30
23 Murani perempuan submukosum - - 2009 31-35
24 Epi Tamba perempuan intramural - - 2010 41-45
25 Paniyem perempuan intramural + - 2010 41-45
26 Julita perempuan intramural - - 2010 46-50
27 Sumaini perempuan intramural - - 2010 41-45
28 Miswati perempuan submukosum - - 2010 46-50
29 Nuraidah perempuan intramural + - 2010 46-50
30 Dahlia perempuan intramural + - 2009 41-45
31 Suarni perempuan intramural + - 2010 46-50
32 Jurnia perempuan intramural - - 2009 41-45
33 Marsinem perempuan intramural - - 2010 46-50
34 Renti perempuan intramural - - 2009 41-45
35 Naimah perempuan intramural - - 2009 46-50
(3)
37 Nuraini perempuan intramural - - 2009 46-50
38 Kunia perempuan intramural - - 2009 46-50
39 Isfani perempuan intramural - - 2009 41-45
40 Roslina perempuan intramural - - 2009 46-50
41 Binaria perempuan submukosum - - 2009 46-50
42 Fatimah perempuan intramural - - 2009 46-50
43 Rosanta perempuan intramural + - 2010 36-40
44 Sri Rahmah perempuan intramural - - 2009 36-40
45 Misni perempuan intramural - - 2009 41-45
46 Evi Arianti perempuan intramural - - 2009 25-30
47 Tua Damera perempuan submukosum - - 2009 46-50
48 Jojor perempuan intramural - - 2009 46-50
49 Minah perempuan intramural + - 2009 36-40
50 Irwana perempuan intramural + - 2009 41-45
51 Riana perempuan intramural - - 2009 46-50
52 Tetty perempuan intramural - - 2009 46-50
53 Zubaidah perempuan intramural - + 2009 46-50
54 Jasti perempuan intramural + - 2009 46-50
55 Safari perempuan intramural - - 2009 36-40
56 Hernawati perempuan intramural - - 2009 41-45
57 Rismiati perempuan intramural + - 2009 46-50
58 Kholijah perempuan intramural - - 2009 46-50
59 Yuni perempuan intramural - - 2009 46-50
60 Sariani perempuan intramural - - 2009 46-50
61 Majidah perempuan intramural - - 2009 46-50
62 Serti perempuan intramural - - 2009 46-50
63 Nursita perempuan intramural - - 2009 25-30
64 Roswidah perempuan intramural - - 2009 41-45
65 Juli perempuan intramural - - 2009 31-35
66 Yantina perempuan intramural - - 2009 41-45
67 Hairani perempuan intramural + - 2010 36-40
68 Riana perempuan intramural - - 2009 46-50
69 Sulistia perempuan intramural + - 2009 46-50
70 Hinsyarifah perempuan intramural - - 2010 46-50
71 Bunga Intan perempuan intramural - - 2009 36-40
72 Sorta perempuan submukosum - - 2009 46-50
73 Tapianda perempuan intramural - - 2010 41-45
74 Tialam perempuan intramural - - 2009 46-50
75 Kartini perempuan intramural - - 2010 41-45
76 Ahmaha perempuan intramural - - 2009 46-50
(4)
78 Sulastri perempuan intramural - - 2009 41-45
79 Deslina perempuan intramural - - 2009 41-45
80 Sumiati perempuan intramural - - 2009 46-50
81 Tiurlan perempuan intramural - - 2010 31-35
82 Asah perempuan intramural - - 2009 41-45
83 Khairiah perempuan intramural + - 2009 46-50
84 Dominta perempuan intramural - - 2010 46-50
85 Warinem perempuan intramural - - 2009 46-50
86 Imah perempuan intramural - - 2009 46-50
87 Rosminah perempuan intramural - - 2009 46-50
88 Nurdiana perempuan intramural - - 2010 46-50
89 Nurliah perempuan intramural - - 2009 46-50
90 Sulastri perempuan intramural - - 2009 36-40
91 Supini perempuan submukosum - - 2009 46-50
92 Marsiah perempuan intramural - - 2009 41-45
93 Marisi perempuan intramural - - 2009 41-45
94 Banaiyah perempuan intramural - - 2009 41-45
95 Patimah perempuan intramural - - 2009 46-50
96 Tuty perempuan intramural - - 2009 25-30
97 Sofia perempuan intramural + - 2009 41-45
98 Anawati perempuan intramural - - 2009 46-50
99 Zainur perempuan intramural - - 2009 41-45
100 Nur Akmal perempuan intramural - + 2009 41-45
101 Dempu perempuan intramural - - 2009 41-45
102 Elisabeth perempuan intramural - - 2009 46-50
103 Satini perempuan intramural - - 2009 41-45
104 Sri
Saparwati perempuan intramural - - 2009 46-50
105 Siti perempuan intramural - - 2009 41-45
106 Nurhasanah perempuan intramural - - 2009 36-40
107 Mahani perempuan intramural - + 2009 46-50
108 Sumini perempuan intramural + - 2010 36-40
109 Sarinah perempuan intramural - - 2010 46-50
110 Rasni perempuan intramural + - 2010 41-45
111 Mery perempuan intramural - - 2009 46-50
112 Nurkasyah perempuan intramural + - 2009 46-50
113 Sinur perempuan intramural - - 2009 41-45
114 Epa perempuan intramural - - 2010 25-30
115 Emni perempuan intramural - - 2010 46-50
116 Rasni perempuan intramural - - 2010 46-50
(5)
118 Siti Sumiati perempuan intramural - - 2010 36-40
119 Murnyati perempuan intramural - - 2010 46-50
120 Lisma perempuan intramural - - 2010 36-40
121 Nuraini perempuan intramural - - 2010 31-35
122 Lisnawati perempuan intramural - - 2010 46-50
123 Tioria perempuan intramural - - 2010 46-50
124 Renti perempuan intramural - + 2010 46-50
125 Martiani perempuan intramural + - 2010 41-45
126 Ngatinah perempuan intramural - - 2010 46-50
127 Yusri perempuan intramural - + 2010 41-45
128 Rohana perempuan submukosum - - 2010 46-50
129 Murniati perempuan intramural + - 2010 46-50
130 Ester perempuan intramural - - 2010 31-35
131 Riana perempuan intramural - - 2010 41-45
132 Nita perempuan intramural - - 2010 36-40
133 Sariani perempuan intramural - - 2010 46-50
134 Netty perempuan intramural - - 2010 46-50
135 Syamsiar perempuan intramural - - 2010 36-40
136 Amrina perempuan intramural - - 2010 36-40
137 Mariana perempuan intramural - + 2010 46-50
138 Endrawati perempuan intramural + - 2010 41-45
139 Mutiara perempuan intramural - - 2010 41-45
140 Menni perempuan intramural - - 2010 41-45
141 Rita perempuan intramural - - 2010 36-40
142 Darmina perempuan intramural - - 2010 46-50
143 Supiana perempuan intramural - - 2010 41-45
144 Nurmaini perempuan intramural - - 2010 36-40
145 Dormine perempuan intramural - - 2010 46-50
146 Idayani perempuan intramural - - 2010 46-50
147 Honimah perempuan intramural - - 2010 41-45
148 Roslina perempuan intramural - + 2010 41-45
149 Rosna perempuan intramural - - 2010 46-50
150 Siti Omas perempuan intramural - - 2010 46-50
151 Marwanti perempuan intramural - - 2010 41-45
152 Magdalena perempuan intramural - + 2010 46-50
153 Ati perempuan intramural - - 2010 46-50
154 Lebat perempuan submukosum - - 2010 46-50
155 Nurmawati perempuan submukosum - - 2010 41-45
156 Ledi perempuan intramural - - 2010 36-40
157 Muliasih perempuan intramural - - 2010 41-45
(6)
159 Demak perempuan intramural - - 2010 36-40 160 Renim
Imelda perempuan intramural - - 2010 46-50
161 Deksa perempuan intramural - - 2010 36-40
162 Marhanum perempuan submukosum - - 2010 46-50
163 Sumarni perempuan intramural - - 2010 41-45
164 Erlinda perempuan subserosum - - 2010 41-45
165 Nuraisyah perempuan intramural - - 2010 46-50
166 Siti Asmin perempuan intramural - - 2010 46-50
167 Pristiwati perempuan intramural - - 2010 46-50
168 Jumirah perempuan intramural - - 2010 36-40
169 Nur Iman perempuan submukosum - - 2010 41-45
170 Turisah perempuan intramural - - 2010 36-40
171 Marianna perempuan submukosum - - 2010 46-50
172 Samaria perempuan intramural - + 2010 46-50
173 Sabam perempuan intramural - - 2010 46-50
174 Mariani perempuan intramural - - 2010 25-30
175 Sumiatun perempuan intramural - - 2010 41-45
176 Sri Indah perempuan intramural - - 2010 41-45
177 Maistuti perempuan intramural - - 2010 36-40
178 Hafni perempuan intramural - - 2010 41-45
179 Dwi Suryani perempuan intramural - - 2011 31-35
180 Binti perempuan intramural - - 2011 41-45
181 Asni perempuan intramural - - 2011 46-50
182 Rimbana perempuan intramural - + 2011 46-50
183 Holong perempuan intramural - + 2011 41-45
184 Anik perempuan intramural - - 2011 46-50
185 Tiodora perempuan intramural - - 2011 41-45
186 Humayyah perempuan intramural - + 2011 46-50
187 Sri Rahayu perempuan intramural - + 2011 46-50
188 Lorenta perempuan submukosum - + 2011 46-50
189 Nursyahada perempuan submukosum - + 2011 36-40
190 Erni perempuan intramural - + 2011 25-30
191 Herlina perempuan intramural - - 2011 41-45
192 Sariati perempuan intramural - - 2011 41-45
193 Dampor perempuan submukosum - - 2011 46-50
194 Selvia perempuan intramural - - 2011 36-40
195 Rosmaniar perempuan intramural - - 2011 46-50
196 Moria perempuan submukosum - - 2011 46-50
197 Haidah perempuan intramural - - 2011 46-50
(7)
199 Paini perempuan intramural - - 2011 41-45
200 Umni perempuan submukosum - - 2011 31-35
201 Salmah perempuan intramural - - 2011 25-30
202 Fauziah perempuan intramural - - 2011 46-50
203 Hasanah perempuan intramural - - 2011 46-50
204 Sumarni perempuan intramural - - 2011 46-50
205 Masriani perempuan intramural - - 2011 36-40
206 Rita Purba perempuan intramural - - 2011 46-50
207 Emli perempuan intramural - - 2011 46-50
208 Nilam perempuan intramural - - 2011 36-40
209 Ramlah perempuan intramural - - 2011 41-45
210 Dara perempuan intramural - - 2011 41-45
211 Wagiem perempuan submukosum - - 2011 46-50
212 Lindawati perempuan intramural - - 2011 41-45
213 Sunita perempuan intramural - - 2011 36-40
214 Jamiatun perempuan intramural - - 2011 41-45
215 Masrida perempuan intramural - + 2011 36-40
216 Umi perempuan intramural - - 2011 41-45
217 Taharia perempuan intramural - - 2011 41-45
218 Tiamsah perempuan intramural - + 2011 46-50
219 Eva Farina perempuan intramural - - 2011 46-50
220 Khairita perempuan intramural - - 2011 25-30
221 Ida Sari perempuan submukosum - - 2011 46-50
222 Risdawati perempuan intramural - - 2011 36-40
223 Demak perempuan intramural - - 2011 46-50
224 Mestri perempuan intramural - - 2011 25-30
225 Erlidita perempuan intramural - - 2011 36-40
226 Irawati perempuan intramural - - 2011 41-45
227 Atiannur perempuan intramural - - 2011 41-45
228 Dormina perempuan intramural + + 2011 46-50
229 Juraidah perempuan intramural - - 2011 46-50
230 Marlina perempuan submukosum - - 2011 31-35
231 Lili perempuan intramural - - 2011 25-30
232 Sri Sundari perempuan submukosum - - 2011 46-50
233 Rosnida perempuan intramural - - 2011 46-50
234 Paddalina perempuan intramural - - 2011 46-50
235 Ramini perempuan submukosum - - 2011 36-40
236 Sumiati perempuan intramural - + 2011 46-50
237 Constanta perempuan intramural - - 2011 36-40
238 Rosanna perempuan intramural + - 2011 46-50
(8)
240 Jamalah perempuan intramural - - 2011 36-40
241 Masnauli perempuan intramural - - 2011 41-45
242 Yetty perempuan subserosum - - 2011 46-50
243 Risnawaty perempuan intramural - - 2011 46-50
244 Sulely perempuan intramural - - 2011 46-50
245 Delfi Rosita perempuan intramural - - 2011 36-40
246 Mentiar perempuan intramural - - 2011 31-35
247 Ngatimin perempuan intramural - - 2011 46-50
248 Legiah perempuan intramural - - 2011 41-45
249 Anida perempuan intramural - + 2011 41-45
250 Nelly perempuan intramural + - 2011 36-40
251 Jumilah perempuan intramural - + 2011 46-50
252 Tianur perempuan submukosum - - 2011 36-40
253 Suarti perempuan intramural - - 2011 41-45
254 Afrilina perempuan intramural - - 2011 46-50
255 Masitha perempuan submukosum - + 2011 41-45
256 Fuziah perempuan intramural - - 2011 46-50
257 Muliana perempuan submukosum - + 2011 46-50
258 Rismayani perempuan submukosum - - 2011 41-45
259 Hafni perempuan intramural - - 2011 46-50
260 Sawiyah perempuan intramural - - 2011 41-45
261 Emawatty perempuan subserosum - - 2011 36-40
262 Mujiati perempuan submukosum - - 2011 36-40
263 Nilawaty perempuan submukosum - - 2012 36-40
264 Adlah perempuan intramural - + 2012 46-50
265 Yuristiarti perempuan submukosum - - 2012 41-45
266 Eriyanti perempuan intramural - - 2012 46-50
267 Sri Gusti perempuan submukosum - - 2012 36-40
268 Lely perempuan intramural - - 2012 36-40
269 Dewi perempuan intramural - - 2012 25-30
270 Juli Hartati perempuan intramural - + 2012 46-50
271 Sri Hazriani perempuan submukosum - - 2012 31-35
272 Nurmawan perempuan intramural - - 2012 31-35
273 Merianna perempuan intramural - - 2012 41-45
274 Rio Rita perempuan intramural - - 2012 46-50
275 Sarmina perempuan intramural - - 2012 46-50
276 Lamria perempuan intramural + - 2012 41-45
277 Khairunisyah perempuan intramural - - 2012 25-30
278 Cut Rohanna perempuan intramural - + 2012 46-50
279 Nurhubat perempuan intramural - - 2012 41-45
(9)
281 M.Regar perempuan intramural - - 2012 41-45
282 Herlina perempuan intramural - - 2012 46-50
283 Setianing perempuan intramural + - 2012 46-50
284 Rosdiana perempuan intramural - - 2012 46-50
285 Ramayana perempuan intramural - - 2012 36-40
286 Sri Hazriani perempuan intramural - + 2012 25-30
287 Ida Martauli perempuan submukosum - - 2012 36-40
288 Suviani perempuan intramural - - 2012 41-45
289 Ponijah perempuan intramural - - 2012 46-50
290 Nurhaidah perempuan submukosum - - 2012 46-50
291 Hotma
Purba perempuan intramural - - 2012 46-50
292 Siti Miran perempuan intramural + - 2012 46-50
293 Purnama perempuan intramural - - 2012 46-50
294 Juminar perempuan intramural - - 2012 25-30
295 Sri Wahyuni perempuan intramural - - 2012 41-45
296 Marinem perempuan intramural - - 2012 46-50
297 Marjulina perempuan intramural - + 2012 36-40
298 Wiwik perempuan submukosum - - 2012 46-50
299 Nauli perempuan intramural + - 2012 46-50
300 Ny.Parulian perempuan intramural - - 2012 46-50
301 Usniati perempuan intramural - - 2012 46-50
302 Nema perempuan intramural + - 2012 46-50
303 Marwaty perempuan intramural + - 2012 46-50
304 Hariah perempuan submukosum - - 2012 46-50
305 Riama perempuan intramural - + 2012 46-50
306 Muharni perempuan intramural - - 2012 46-50
307 Siti Roilah perempuan intramural + - 2012 46-50
308 Vitrina perempuan intramural - - 2012 41-45
309 Yustinah perempuan intramural - - 2012 46-50
310 Rosida perempuan intramural + - 2012 46-50
311 Syarifah perempuan intramural - - 2012 41-45
312 Erlina perempuan submukosum - - 2012 25-30
313 Resmarita perempuan submukosum - - 2012 46-50
314 Sri Herni perempuan submukosum - - 2012 36-40
315 Masdah perempuan intramural - + 2012 41-45
316 Paini perempuan intramural - - 2012 46-50
317 Tiara perempuan submukosum - + 2012 46-50
318 Roshida perempuan intramural - - 2012 46-50
319 Iriani perempuan intramural - - 2012 46-50
(10)
321 Saladiah perempuan intramural - - 2012 46-50
322 Nurhaemi perempuan intramural - + 2012 46-50
323 Siyam perempuan submukosum - - 2012 46-50
324 Juliana perempuan intramural + - 2012 41-45
325 Jahdahen perempuan submukosum - - 2012 46-50
326 Herlina perempuan intramural - - 2012 46-50
327 Arpoh perempuan intramural + - 2012 46-50
328 Tiara perempuan intramural - - 2012 41-45
(11)
LAMPIRAN 3
OUTPUT DATA HASIL PENELITIAN a. Frekuensi Data Penelitian
Kelompok Lokasi Mioma Uteri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid submukosum 48 14.6 14.6 14.6
intramural 278 84.5 84.5 99.1 subserosum 3 .9 .9 100.0 Total 329 100.0 100.0
Jumlah Mioma dengan Adenomiosis
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid Adenomiosis 32 9.7 9.7 9.7
Tidak Adenomiosis 297 90.3 90.3 100.0 Total 329 100.0 100.0
Kelompok Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid 25-30 tahun 17 5.2 5.2 5.2
31-35 tahun 11 3.3 3.3 8.5 36-40 tahun 54 16.4 16.4 24.9 41-45 tahun 86 26.1 26.1 51.1 46-50 tahun 161 48.9 48.9 100.0 Total 329 100.0 100.0
(12)
b. Crosstab Data Penelitian
Usia * Lokasi Crosstabulation
Lokasi
Total submukosum intramural subserosum
Usia 25-30 tahun Count 1 16 0 17 % within Usia 5.9% 94.1% .0% 100.0% % within Lokasi 2.1% 5.8% .0% 5.2% % of Total .3% 4.9% .0% 5.2% 31-35 tahun Count 4 7 0 11 % within Usia 36.4% 63.6% .0% 100.0% % within Lokasi 8.3% 2.5% .0% 3.3% % of Total 1.2% 2.1% .0% 3.3% 36-40 tahun Count 11 42 1 54 % within Usia 20.4% 77.8% 1.9% 100.0% % within Lokasi 22.9% 15.1% 33.3% 16.4% % of Total 3.3% 12.8% .3% 16.4% 41-45 tahun Count 6 79 1 86 % within Usia 7.0% 91.9% 1.2% 100.0% % within Lokasi 12.5% 28.4% 33.3% 26.1% % of Total 1.8% 24.0% .3% 26.1% 46-50 tahun Count 26 134 1 161 % within Usia 16.1% 83.2% .6% 100.0% % within Lokasi 54.2% 48.2% 33.3% 48.9%
Jumlah Mioma dengan Hiperplasia Endometrium
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid Hiperplasia Endometrium 36 10.9 10.9 10.9
Tidak Hiperplasia Endometrium
293 89.1 89.1 100.0
(13)
% of Total 7.9% 40.7% .3% 48.9%
Total Count 48 278 3 329
% within Usia 14.6% 84.5% .9% 100.0% % within Lokasi 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 14.6% 84.5% .9% 100.0%
Lokasi * AD Crosstabulation
AD
Total Adenomiosis
Tidak Adenomiosis
Lokasi submukosum Count 0 48 48 % within Lokasi .0% 100.0% 100.0% % within AD .0% 16.2% 14.6% % of Total .0% 14.6% 14.6% intramural Count 32 246 278 % within Lokasi 11.5% 88.5% 100.0% % within AD 100.0% 82.8% 84.5% % of Total 9.7% 74.8% 84.5%
subserosum Count 0 3 3
% within Lokasi .0% 100.0% 100.0% % within AD .0% 1.0% .9% % of Total .0% .9% .9%
Total Count 32 297 329
% within Lokasi 9.7% 90.3% 100.0% % within AD 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 9.7% 90.3% 100.0%
(14)
Lokasi * HE Crosstabulation
HE
Total Hiperplasia
Endometrium
Tidak Hiperplasia Endometrium
Lokasi submukosum Count 5 43 48 % within Lokasi 10.4% 89.6% 100.0% % within HE 13.9% 14.7% 14.6% % of Total 1.5% 13.1% 14.6% intramural Count 31 247 278 % within Lokasi 11.2% 88.8% 100.0% % within HE 86.1% 84.3% 84.5% % of Total 9.4% 75.1% 84.5%
subserosum Count 0 3 3
% within Lokasi .0% 100.0% 100.0% % within HE .0% 1.0% .9% % of Total .0% .9% .9%
Total Count 36 293 329
% within Lokasi 10.9% 89.1% 100.0% % within HE 100.0% 100.0% 100.0% % of Total 10.9% 89.1% 100.0%
(15)
DAFTAR PUSTAKA
Breech, L.L., Rock, J.A., 2003. Leiomyoma Uteri and Myomectomy. Dalam: Rock, J.A., Jones, H.W., ed. The Linde’s Operative Gynecology. USA: Lippincot Williams & Wilkins, 753-793.
Conrad, M. 2013. Uterine Fibroids. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/405676-overview
D’Aloisio, A.A. 2010. Association of Intrauterine and Early-life Exposures with Diagnosis of Uterine Leiomyomata by 35 Years of Age in the Sister Study. Available from:
. [Accessed 5 May 2013].
http://www.medscape.com/viewarticle/717978
Fox, S. 2013. Uterine Fibroids Linked to Childhood Abuse in Black Women. Available from:
. [Accessed 26 April 2013].
http://www.medscape.com/viewarticle/778444
Goodier, R. 2012. Black Women May Have More Severe Fibroid Symptoms. Available from:
. [Accessed 26 April 2013].
http://www.medscape.com/viewarticle/773393
Hart, D.M., Norman, J., 2000. Diseases of The Ovary and Fallopian Tube. 5th ed. Toronto: Churcill Livingstone.
. [Accessed 26 April 2013].
Hendrick, B. 2010. Green Tea Extract May Treat Uterine Fibroids. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/716043
Johnson, K. 2003. Differentiating Adenomyosis and Fibroids. Available from: . [Accessed 26 April 2013].
http://www.medscape.com/viewarticle/459772
Kovacs, P. 2010. Medical Treatment of Uterine Fibroids. Available from: . [Accessed 26 April 2013].
http://www.medscape.com/viewarticle/717881
Kovacs, P. 2011. Management of Uterine Fibroids. Available from: . [Accessed 26 April 2013].
http://www.medscape.com/viewarticle/755405
Kumar, et al. 2007. Robbins Basic Pathology. 8th ed. USA: Elsevier.
. [Accessed 26 April 2013].
Larson, N.F. 2010. Women With Fibroids at Greater Risk for Stillbirth. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/717011
Mann, D. 2010. Emergency Contraception May Reduce Fibroid Size, Bleeding. Available from:
. [Accessed 26 April 2013].
http://www.medscape.com/viewarticle/724521
Nelson, A.L., Gambone, J.C., 2010. Congenital Anomalies and Benign Condition of the Uterine Corpus and Cervix. Dalam: Hacker, N.F., Moore, J.G., Gambone, J.C., ed. Hacker and Moore’s Essentials of Obstetrics and Gynecology. USA: Saunders Elsevier, 240-244.
. [Accessed 26 April 2013].
(16)
Okogbo, F.O., et al. 2011. Uterine Leiomyomata in South Western Nigeria: a clinical study of presentations and management outcome. Available from: Desember 2013].
Prawirohardjo, S., 2009. Ilmu Kandungan. 2nd ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Pernoll, M.L., Benson, R.C., 2001. Benson and Pernoll’s Handbook of Obstetrics and Gynecology. USA: McGraw Hill Professional.
Rizvi, G., et al. 2013. Histopathological Correlation of Adenomyosis and Leiomyoma in Hysterectomy Specimens as the Cause of Abnormal Uterine Bleeding in Women in Different Age Groups in the Kumaon
Region. Available
from: [Accessed 3 Desember 2013].
Sarkodie, D., et al. 2012. Prevalencei and Sonographic Patterns of Uterine
Fibroid Among Ghanaian Women. Available from :
2013].
Siskin, G.P. 2011. Uterine Fibroid Embolization and Imaging. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/421734-overview. [Accessed 5 May 2013].
Taran, F.A. 2010. Characteristics Indicating Adenomyosis Coexisting with Leiomyomas: A Case-Control Study. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/721240. [Accessed 26 April 2013].
Victory, R., et al. 2006. Uterine Leiomyomas. Dalam: Bieber, E.J., Sanfilippo, J.S., Horowitz, I.R., Clinical Gynecology. USA: Churcill Livingstone Elsevier, 179-200.
Zimmermann, A. 2012. Prevalence, Symptoms and Management of Uterine Fibroids. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/763267. [Accessed 26 April 2013].
(17)
BAB 3
KERANGKA KONSEP dan DEFINISI OPERASIONAL 3.1.Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
3.2.Definisi Operasionil
1. Mioma uteri adalah tumor jinak di otot polos uterus sesuai dengan hasil patologi anatomi pada perempuan yang sudah dilakukan histerektomi dan tercatat di rekam medis patologi anatomi RSUP Haji Adam Malik.
Cara ukur : pengambilan data rekam medis Alat ukur : data rekam medis
Skala ukur : nominal
2. Usia adalah status umur perempuan yang tercantum pada rekam medis patologi anatomi RSUP Haji Adam Malik. Adapun kelompok umur yang ingin saya teliti adalah 25-30 tahun, 31-35 tahun, 36-40 tahun, 41-45 tahun, dan 46-50 tahun.
Cara ukur : pengambilan data rekam medis Alat ukur : data rekam medis
Skala ukur : interval
3. Lokasi adalah letak mioma uteri di dalam uterus pada hasil pemeriksaan patologi anatomi. Lokasi tersebut dibagi 3 yaitu mioma submukosum, mioma intramural, dan mioma subserosum.
Cara ukur : pengambilan data rekam medis Alat ukur : data rekam medis
Skala ukur : nominal
4. Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan abnormal endometrium di dalam uterus sesuai hasil patologi anatomi yang bersamaan dengan mioma uteri pada perempuan yang dihisterektomi dan tercatat di rekam medis patologi anatomi RSUP Haji Adam Malik.
Mioma Uteri
Kejadian Adenomiosis Kejadian Hiperplasia
Endometrium Lokasi
Usia
Data Rekam Medis
(18)
Cara ukur : pengambilan data rekam medis Alat ukur : data rekam medis
Skala ukur : nominal
5. Adenomiosis adalah jaringan endometrium yang terdapat di miometrium uterus sesuai hasil patologi anatomi yang bersamaan dengan mioma uteri pada perempuan yang dihisterektomi dan tercatat di rekam medis patologi anatomi RSUP Haji Adam Malik.
Cara ukur : pengambilan data rekam medis Alat ukur : data rekam medis
(19)
BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1.Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan potong lintang atau cross sectional, dimana penelitian ini akan mendeskripsikan bagaimana gambaran karakteristik mioma uteri dan kelainan lain yang bersamaan dengan mioma uteri di RSUP Haji Adam Malik.
4.2.Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dimulai pada bulan Juli – September 2013, karena penelitian ini memiliki batas waktu penyelesaian yang sudah ditentukan.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Saya memilih Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan-rujukan kasus mioma uteri di Sumatera Utara.
4.3.Populasi dan Sampel
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua data rekam medis perempuan penderita mioma uteri hasil histerektomi di RSUP Haji Adam Malik periode Januari 2009 – Desember 2012.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling, dimana semua data rekam medis mengenai mioma uteri periode Januari 2009 – Desember 2012 di RSUP Haji Adam Malik menjadi sampel dalam penelitian.
4.4.Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data tentang karakteristik mioma uteri di RSUP Haji Adam Malik Medan diperoleh dengan cara mengumpulkan data rekam medis. 4.5.Pengolahan dan Analisa Data
Pada penelitian karakteristik mioma uteri ini, data rekam medis yang diperoleh akan dianalisa secara statistik deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisa statistik ini akan dilakukan dengan bantuan software pengolah data di komputer.
(20)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik adalah salah satu rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik juga sebagai Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau.
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik terletak di Jalan Bunga Lau No. 17 Km. 12 Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara.
Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Instalasi Patologi Anatomi ini berada di lantai dua gedung Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan.
Instalasi Patologi Anatomi adalah mitra klinis dalam menegakkan diagnosis penyakit untuk tindakan atau pengobatan yang akurat. Hampir semua dokter klinis membutuhkan hasil pemeriksaan Patologi Anatomi, antara lain Kebidanan, Bedah (Onkologi, Urologi, Thoraks, Saraf, dan lain-lain), THT, Penyakit Dalam, dan lain-lain.
5.1.2. Deskripsi Data Penelitian
Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari rekam medis penderita mioma uteri yang berisi hasil pemeriksaan histopatologi dari uterus di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Data yang diambil berasal dari
(21)
empat kurun waktu, yaitu data rekam medis pada tahun 2009 sampai tahun 2012.
Jumlah data keseluruhan adalah 329 data rekam medis lengkap yang berisi nama pasien, umur, hasil pemeriksaan histopatologi mioma uteri, dan kelainan uterus lainnnya yang ditemukan bersamaan dengan mioma uteri yaitu adenomiosis dan hiperplasia endometrium . Untuk tahun 2009, terdapat 92 data rekam medis, tahun 2010 terdapat 86 data rekam medis, tahun 2011 terdapat 84 data rekam medis, dan tahun 2012 terdapat 67 rekam medis.
5.1.2.1. Distribusi Penderita Mioma Uteri berdasarkan Kelompok Umur
Distribusi data penelitian yang menunjukkan umur penderita mioma uteri pada tahun 2009-2012 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.1. Distribusi Penderita Mioma Uteri berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2009-2012
Kelompok Umur N %
25-30 tahun 17 5.2
31-35 tahun 11 3.3
36-40 tahun 54 16.4
41-45 tahun 86 26.1
46-50 tahun 161 48.9
Total 329 100
Berdasarkan tabel 5.1., didapati bahwa jumlah penderita mioma uteri terbanyak adalah kelompok usia 46-50 tahun (48.9%) sebaliknya yang paling sedikit adalah kelompok usia 31-35 tahun (11%)
(22)
5.1.2.2. Distribusi Penderita Mioma Uteri berdasarkan Lokasi Mioma di Uterus
Distribusi mioma uteri berdasarkan lokasinya pada tahun 2009 -2012 adalah sebagai berikut.
Tabel 5.2. Distribusi Penderita Mioma Uteri berdasarkan Lokasinya di Uterus Tahun 2009-2012
Lokasi N %
Mukosa (submukosum) 48 14.6
Myometrium
(intramural) 278 84.5
Serosa (subserosum) 3 0.9
Total 329 100
Berdasarkan tabel 5.2., dapat dilihat bahwa untuk penderita mioma uteri di tahun 2009-2012, jenis mioma uteri terbanyak adalah intramural (84.5%) dan yang paling sedikit adalah subserosum (0.9%).
5.1.2.3. Distribusi Penderita Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Hiperplasia Endometrium
Distribusi penderita mioma uteri jika ditinjau dari hiperplasia endometrium yang ditemukan bersamaan dengan mioma uteri untuk tahun 2009-2012 dapat dilihat pada tabel 5.3. berikut.
Tabel 5.3. Distribusi Penderita Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Hiperplasia Endometrium
Kejadian Hiperplasia
Endometrium N %
Ditemukan 36 10.9
Tidak ditemukan 293 89.1
(23)
Berdasarkan tabel 5.3., pada tahun 2009-2012, jumlah pasien mioma uteri yang mengalami hiperplasia endometrium secara bersamaan adalah 36 orang (10.9%) dan pasien mioma uteri yang tidak mengalami hiperplasia endometrium berjumlah 293 orang (89.1%).
5.1.2.4. Distribusi Penderita Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Adenomiosis
Jika ditinjau dari distribusi penderita mioma uteri dengan kejadian adenomiosis, maka penyebaran data penelitian penderita tersebut untuk tahun 2009-2012 adalah sebagai berikut.
Tabel 5.4. Distribusi Penderita Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Adenomiosis
Kejadian
Adenomiosis N %
Ditemukan 32 9.7
Tidak ditemukan 297 90.3
Total 329 100
Berdasarkan tabel 5.4., pada tahun 2009-2012, jumlah pasien mioma uteri yang mengalami hiperplasia endometrium secara bersamaan adalah 32 orang (9.7%) dan pasien mioma uteri yang tidak mengalami hiperplasia endometrium berjumlah 297 orang (90.3%).
5.1.2.5.Gambaran Lokasi Mioma Uteri menurut Kelompok Usia
Gambaran lokasi mioma uteri menurut kelompok usia untuk tahun 2009-2012 dapat dilihat pada tabel 5.5. berikut.
(24)
Tabel 5.5. Gambaran Lokasi Mioma Uteri menurut Kelompok Usia Kelompok
Usia (Tahun)
Lokasi Mioma Total
Submukosum Intramural Subserosum
25-30 N 1 16 0 17
% 5.9% 94.1% .0% 100.0%
31-35 N 4 7 0 11
% 36.4% 63.6% .0% 100.0%
36-40 N 11 42 1 54
% 20.4% 77.8% 1.9% 100.0%
41-45 N 6 79 1 86
% 7.0% 91.9% 1.2% 100.0%
46-50 N 26 134 1 161
% 16.1% 83.2% .6% 100.0%
Total N 48 278 3 329
% 14.6% 84.5% .9% 100.0%
Tabel 5.5. di atas memperlihatkan bahwa pada kelompok umur dibawah 25-30 tahun, terdapat frekuensi mioma submukosum sebanyak 1 orang (5.9%), sedangkan mioma intramural sebanyak 16 orang (94.1%).
Untuk kelompok umur 31-35 tahun terdapat frekuensi mioma submukosum sebanyak 4 orang (36.4%) dan mioma intramural sebanyak 7 orang (63.6%).
Untuk kelompok umur 36-40 tahun terdapat frekuensi mioma submukosum sebanyak 11 orang (20.4%), mioma intramural sebanyak 42 orang (77.8%), dan mioma subserosum sebanyak 1 orang (1,9%).
Untuk kelompok umur 41-45 tahun terdapat frekuensi mioma submukosum sebanyak 6 orang (7.0%), mioma intramural sebanyak 79 orang (91.9%), dan mioma subserosum sebanyak 1 orang (1.2%).
Untuk kelompok umur 46-50 tahun terdapat frekuensi mioma submukosum sebanyak 26 orang (16.1%), mioma intramural sebanyak 134 orang (83.2%), dan mioma subserosum sebanyak 1 orang (0.6%).
(25)
5.1.2.6.Gambaran Lokasi Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Hiperplasia Endometrium
Tabel 5.6. di bawah memperlihatkan bahwa pada lokasi mioma uteri yang terletak di submukosum, terdapat frekuensi kejadian hiperplasia endometrium sebanyak 5 kasus (10.4%), dan frekuensi kejadian yang tidak ditemukan sebanyak 43 kasus (89.6%).
Untuk lokasi mioma uteri yang terletak di intramural terdapat frekuensi kejadian hiperplasia endometrium sebanyak 31 kasus (11.2%) dan frekuensi kejadian yang tidak ditemukan sebanyak 247 kasus (88.8%).
Untuk lokasi mioma uteri yang terletak di subserosum tidak terdapat kejadian hiperplasia endometrium dari 3 kasus.
Gambaran lokasi mioma uteri yang terjadi bersamaan dengan hiperplasia endometrium untuk tahun 2009-2012 dapat dilihat pada tabel 5.6. berikut
Tabel 5.6. Gambaran Lokasi Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Hiperplasia Endometrium
Lokasi Mioma Uteri
Kejadian Hiperplasia Endometrium
Total Ditemukan TidakDitemukan
Submukosum N 5 43 48
% 10.4% 89.6% 100.0%
Intramural N 31 247 278
% 11.2% 88.8% 100.0%
Subserosum N 0 3 3
% .0% 100.0% 100.0%
Total N 36 293 329
(26)
5.1.2.7.Gambaran Lokasi Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Adenomiosis
Tabel 5.7. di bawah memperlihatkan bahwa pada lokasi mioma uteri yang terletak di submukosum, tidak terdapat frekuensi kejadian adenomiosis.
Untuk lokasi mioma uteri yang terletak di intramural terdapat frekuensi kejadian adenomiosis sebanyak 32 kasus (11.5%) dan frekuensi kejadian yang tidak ditemukan sebanyak 246 kasus (88.5%).
Untuk lokasi mioma uteri yang terletak di subserosum tidak terdapat kejadian adenomiosis dari 3 kasus.
Gambaran lokasi mioma uteri yang terjadi bersamaan dengan adenomiosis untuk tahun 2009-2012 dapat dilihat pada tabel 5.7. berikut
Tabel 5.7. Gambaran Lokasi Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Adenomiosis
Lokasi Mioma Uteri
Kejadian Adenomiosis
Total Ditemukan TidakDitemukan
Submukosum N 0 48 48
% .0% 100.0% 100.0%
Intramural N 32 246 278
% 11.5% 88.5% 100.0%
Subserosum N 0 3 3
% .0% 100.0% 100.0%
Total N 32 297 329
(27)
5.2. Pembahasan
5.2.1. Analisis Distribusi Data Penelitian
5.2.1.1. Analisis Distribusi Penderita Mioma Uteri berdasarkan Kelompok Usia
Pada penelitian ini, distribusi penderita mioma uteri berdasarkan kelompok usia terbanyak ditemukan pada kelompok usia 46 – 50 tahun yaitu sebesar 161 kasus (48.9%) dari total 329 kasus. Diikuti dengan kelompok usia sebelumnya yaitu 25 – 30 tahun berjumlah 17 kasus (5.2%), 31 -35 tahun berjumlah 11 kasus (3.3%), 36 – 40 tahun berjumlah 54 kasus (16.4%), dan kelompok usia 41 – 45 tahun berjumlah 86 kasus (26.1%).
Analisis data pada kelompok usia 25 – 30 tahun, menunjukkan bahwa memang benar mioma uteri terjadi pada perempuan usia reproduktif dan sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun. Hal ini sesuai dengan buku yang dituliskan oleh Breech yang berjudul Leiomyomata Uteri and Myomectomy mengatakan bahwa pada perempuan kulit hitam mioma uteri sering ditemukan pada usia dibawah 30 tahun, tetapi mioma uteri sangat sulit ditemukan pada usia dibawah 20 tahun pada kedua ras yaitu perempuan kulit hitam dan putih.
Analisis data pada kelompok usia 25 – 30 tahun (5.2%) dan 41 – 45 (26.1%) tahun yaitu terdapat peningkatan insiden mioma uteri sebesar 5 kali lipat dari kedua kelompok usia tersebut. Hal ini didukung oleh penelitian Marshall yang mengungkapkan bahwa terdapat peningkatan sebesar 5.2 kali lipat dari kelompok usia 40 – 44 tahun (22.5%) jika dibandingkan dengan kelompok usia 25 – 29 tahun (4.3%) dari 1000 perempuan per tahunnya.
Analisis data pada kelompok usia 46 – 50 tahun (48.9%) yaitu merupakan kelompok usia dengan jumlah kasus mioma uteri tertinggi. Hal ini mungkin disebabkan oleh karakteristik mioma uteri tersebut. Seperti yang telah kita ketahui, mioma uteri adalah tumor yang terjadi pada wanita usia reproduktif dan sebagian besar bersifat asimptomatis. Mioma uteri
(28)
kemudian bertumbuh dan berkembang ditandai dengan peningkatan massa tumor hingga cukup besar untuk menimbulkan gejala klinis. Mungkin saja pada awalnya, perempuan yang berusia 30 – 35 tahun mengalami mioma uteri tetapi tidak terdeteksi karena masih cukup kecil untuk dapat menimbulkan gejala tetapi seiring bertambahnya usia maka mioma dapat tumbuh membesar sehingga menimbulkan gejala pada usia di atas 40 tahun. Hal ini tentu saja menjadi penyumbang angka bagi kejadian mioma uteri pada kelompok usia di atas 40 tahun.
Penelitian lain yang mendukung hal di atas, berasal dari sebuah jurnal penelitian oleh Zimmerman et al pada tahun 2012. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa prevalensi mioma uteri berdasarkan kelompok usia, yaitu kelompok usia 20 – 29 tahun berjumlah 115 orang (1.8%), 30 – 39 tahun berjumlah 447 orang (7.0%) dan kelompok usia 40 – 49 tahun berjumlah 963 orang (14.1%).
5.2.1.2 Analisis Distribusi Penderita Mioma Uteri berdasarkan Lokasi Mioma Uteri
Pada penelitian ini, lokasi mioma uteri terbanyak ditemukan adalah berada di dalam myometrium (intramural) yaitu berjumlah 278 kasus (84.5%), sedangkan lokasi lainnya yaitu submukosum berjumlah 48 kasus (14.6%), dan subserosum sebanyak 3 kasus (0.9%).
Pada umumnya, mioma uteri yang terjadi pada uterus bersifat campuran yang berarti tumor dapat tumbuh di beberapa lokasi di uterus. Meskipun demikian, Nelson dalam bukunya yang berjudul Congenital Anomalies and Benign Condition of the Uterine Corpus and Cervix, mengatakan bahwa setiap mioma uteri selalu berasal dan tumbuh dari miometrium (intramural), tetapi beberapa berpindah ke permukaan serosa (subserosa) atau menuju ke endometrium (submukosum).
Kumar dalam bukunya Robbins Basic Pathology, juga mengatakan bahwa sebagian besar mioma uteri tertanam di dalam miometrium (intramural), sebagian terletak sedikit di bawah serosa tetapi masih di
(29)
dalam miometrium (subserosa) dan sebagian terletak di bawah endometrium (submukosum).
Breech dalam bukunya yang berjudul Leiomyoma Uteri and Myomectomy, juga menerangkan bahwa sangat sulit untuk menentukan suatu tumor itu adalah mioma subserosa atau tumor jinak yang berasal dari organ adneksa, yang menjadikan jumlah kasusnya sedikit.
Penelitian yang dilakukan di Nigeria pada tahun 2011, menyatakan bahwa terdapat kasus mioma intramural sebanyak 178 kasus (14.8%) dari 1161 kasus mioma uteri.
Penelitian lainnya yang dilakukan di Ghana pada tahun 2012, menyatakan bahwa terdapat mioma intramural sebesar 44% dari seluruh klasifikasi mioma dengan jumlah pasien sebanyak 584 orang.
5.2.1.3 Analisis Distribusi Penderita Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Hiperplasia Endometrium
Pada penelitian ini, jumlah kasus mioma uteri yang terjadi bersamaan dengan hiperplasia endometrium berjumlah 36 kasus (10.9%) dari total 329 kasus.
Jumlah ini memang sedikit tetapi tidak menyatakan bahwa kejadian mioma uteri murni hanya mioma melainkan kita bisa menemukan kelainan lainnya di uterus seperti hiperplasia endometrium. Harus diakui bahwa jumlah yang sedikit itu bukan berarti kejadian ini jarang. Akan tetapi, masalah penulisan rekam medis dan analisa pada bagian lain di uterus tidak dilakukan begitu telah didapati mioma uteri di uterus.
Deligdish dan Lowenthal melaporkan bahwa hiperplasia kelenjar di endometrium sering terjadi pada batas tepi mioma uteri di bawahnya. Selanjutnya, Yamamoto dan asistennya juga melaporkan terdapat peningkatan kadar estrone dan estrone sulfatase di dalam endometrium yang menyebar sampai ke mioma uteri. Mereka beranggapan aktivitas hiperesterogen yang berlebihan di endometrium berperan pada pembentukan dan pertumbuhan mioma uteri di uterus.
(30)
Kumar juga menyatakan dalam bukunya Robbins Basic Pathology, bahwa baik mioma uteri dan hiperplasia endometrium itu disebabkan oleh sebab yang sama yaitu peninggian kadar esterogen di kedua lokasi yaitu endometrium dan miometrium.
Berdasarkan paparan di atas, maka kejadian mioma uteri bisa terjadi bersamaan dengan hiperplasia endometrium di uterus.
5.2.1.4 Analisis Distribusi Penderita Mioma Uteri yang Terjadi Bersamaan dengan Adenomiosis
Pada penelitian ini, jumlah kasus mioma uteri yang terjadi bersamaan dengan adenomiosis berjumlah 32 kasus (9.7%) dari total 329 kasus.
Penelitian yang sama dilakukan oleh Taran et al pada tahun 2010. Mereka menggunakan metode case control study pada perempuan – perempuan yang menjalani histerektomi dengan diagnosis mioma uteri dan adenomiosis serta perempuan yang dengan diagnosis hanya mioma uteri saja. Data diambil dari hasil rekam medis rumah sakit dan pasien rawat jalan. Sampel penelitian berjumlah 255 pasien, dengan 85 perempuan yang mengalami adenomiosis dengan leiomyoma dan 170 perempuan yang hanya mengalami mioma uteri saja.
Penelitian lainnya yang berasal dari Kumaon, India Utara, mendapati bahwa ada 18 (9.7%) kasus mioma dengan adenomiosis dari 184 kasus pasien yang menjalani histerektomi.
Berdasarkan pengalaman yang terjadi pada praktek sehari – hari, dokter obgyn sangat susah dalam menentukan apakah ini kasus adenomiosis dan mioma uteri atau hanya mioma uteri saja. Seringkali pasien datang ke praktek dokter dengan keluhan yang klasik yaitu nyeri panggul dan perdarahan abnormal dari vagina. Perlu kita ketahui bahwa tanda dan gejala di atas bisa berlaku pada kasus adenomiosis dan mioma uteri. Lalu, bagaimana kita membedakannya?
(31)
Banyak dokter yang melanjutkan pemeriksaan dengan radiologi tetapi salah menginterpretasikannya karena kurangnya pengalaman dalam membaca hasil pemeriksaan. Begitu mendapatkan adanya massa di uterus, mereka langsung mendiagnosa dengan mioma uteri, padahal massa berukuran kecil dan difus adalah ciri khas adenomiosis.
Begitu salah mendiagnosis pasien, maka efektivitas pengobatan akan berkurang atau tidak efektif sama sekali. Bahkan, pada beberapa kasus yang dilaporkan oleh Jhonson, nyeri panggul yang dirasakan tetap ada dan tidak hilang.
Oleh sebab itu, kita sebagai dokter perlu melakukan suatu tindakan konfirmasi dengan melakukan pemeriksaan patologi anatomi. Pada kasus adenomiosis, tumor yang terbentuk memiliki jaringan yang sama dengan endometrium, sedangkan mioma uteri adalah tumor yang memiliki gambaran jaringan yang sama dengan miometrium di uterus.
(32)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jumlah penderita mioma uteri di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan pada tahun 2009-2012 adalah sebanyak 329 kasus.
2. Usia tersering dari penderita mioma uteri di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan pada tahun 2009-2012 adalah kelompok 46-50 tahun (48.9%).
3. Lokasi mioma uteri terbanyak yang ditemukan pada penderita mioma uteri di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan pada tahun 2009-2012 adalah kelompok intramural (84.5%).
4. Jumlah penderita mioma uteri yang terjadi bersamaan dengan kejadian hiperplasia endometrium di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan pada tahun 2009-2012 adalah sebanyak 10.9%.
5. Jumlah penderita mioma uteri yang terjadi bersamaan dengan kejadian adenomiosis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan pada tahun 2009-2012 adalah sebanyak 9.7%.
6.2. Saran
1. Lokasi penelitian sebaiknya diperluas, mengingat masih banyak sentra diagnostik yang lain yang terdapat di kota Medan, sehingga data demografi yang diperoleh semakin akurat.
2. Rekam Medis sebagai sumber data penelitian sebaiknya lebih lengkap dalam melampirkan unsur-unsur demografi, pelaporan pemeriksaan, hasil pemeriksaan dan follow up yang dilakukan, serta lebih spesifik dalam pengklasifikasian sehingga memudahkan dalam pengolahan data.
3. Sehubungan dengan tingginya angka kejadian dari mioma uteri, terutama mioma uteri dengan kelainan penyerta seperti hiperplasia endometrium
(33)
dan adenomiosis, maka sebaiknya tindakan-tindakan dalam upaya diagnosis tidak hanya terletak pada bagian tertentu di uterus, melainkan bagian lain seperti endometrium, serta organ adneksa yang terdapat di uterus.
4. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan menjadi salah satu bahan penelitian untuk meneliti faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan mioma uteri.
(34)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Mioma Uteri
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari sel otot polos myometrium. (Nelson, 2010) Neoplasma jinak ini juga berasal dari jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, atau pun fibroid. (Prawirohardjo, 2009) Mioma uteri merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan di uterus. Meskipun leiomioma memiliki potensi untuk tumbuh menjadi ukuran yang besar, tetapi potensi mioma uteri untuk menjadi ganas sangat kecil. Perubahan menjadi bentuk sarkoma muncul dalam kasus kecil dari 1 per 1000 kasus mioma uteri. (Nelson, 2010)
2.2. Anatomi Uterus
Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah alpukat atau buah pir yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7 – 7,5 cm, lebar di tempat yang paling lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri atas korpus uteri (2/3 bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah).
Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri), yang membuka ke luar melalui saluran (kanalis servikalis) yang terletak di serviks. Bagian bawah serviks yang terletak di vagina dinamakan porsio uteri (pars vaginalis servisis uteri), sedangkan yang berada di atas vagina disebut pars supravaginalis servisis uteri. Antara korpus dan serviks masih ada bagian yang disebut isthmus uteri.
Bagian atas uterus disebut fundus uteri, di situ Tuba Fallopii kanan dan kiri masuk ke uterus. Dinding uterus terdiri terutama atas miometrium, yang merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi.
Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar, disebut endometrium. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan stroma dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Di korpus uteri endometrium licin, akan tetapi di serviks berkelok-kelok;
(35)
kelenjar-kelenjar itu bermuara di kanalis servikalis (arbor vitae). Pertumbuhan dan fungsi endometrium sangat dipengaruhi oleh hormon steroid ovarium.
Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang panggul dalam anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri mengarah ke depan dan membentuk sudut 120o -130o dengan serviks uteri. Di Indonesia uterus sering ditemukan dalam retrofleksio (korpus uteri mengarah ke belakang) yang pada umumnya tidak memerlukan pengobatan.
Perbandingan antara panjang korpus uteri dan serviks berbeda-beda dalam pertumbuhan. Pada bayi perbandingan itu adalah 1:2, sedangkan pada wanita dewasa 2:1.
Di luar, uterus dilapisi oleh serosa (peritoneum viserale). Jadi, dari luar ke dalam ditemukan pada dinding korpus uteri serosa atau perimetrium, miometrium, dan endometrium. Uterus mendapat darah dari arteri uterina, cabang dari arteri iliaka interna, dan dari arteri ovarika. (Prawirohardjo, 2009)
(36)
Gambar 2.1 Anatomi Uterus Normal
2.3. Klasifikasi Mioma Uteri
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus hanya 1-3%, sisanya adalah dari korpus uterus. Menurut letaknya, mioma dapat kita dapati sebagai:
(37)
1. Mioma submukosum: berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks disebut myomgeburt.
2. Mioma intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.
3. Mioma subserosum: apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intra ligamenter. Mioma subserosum dapat juga tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut wandering/parasitic fibroid. (Prawirohardjo, 2009)
(38)
Gambar 2.2 Jenis Mioma Uteri Berdasarkan Lokasinya (Sumber: Martin L.Pernoll, 2001)
2.4. Epidemiologi
Berdasarkan Schwartz, insiden mioma uteri di Amerika Serikat, berkisar dari 2,0 – 12,8 per 1000 orang per tahun. Sesungguhnya, jumlah insiden mioma uteri lebih besar dari yang diperkirakan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya perempuan yang mengalami mioma uteri yang bersifat asimptomatis, sehingga hasil deteksi penyakit ini menjadi rendah.
Faktor usia mempunyai peranan yang signifikan untuk mendeteksi mioma uteri, dengan peningkatan tingkat insiden saat perempuan mendekati masa peri menopause dan diikuti oleh penyusutan mioma uteri memasuki masa post menopause. Studi pada cadaver juga menunjukkan fakta bahwa banyak mioma uteri yang menyusut pertumbuhannya seiring dengan pertambahan usia. Marshal et al mendemonstrasikan bahwa dari 95 pasien yang diperiksa di Nurse Health Study, insidennya berkisar antara 4,3 per 1000 perempuan per tahun dengan perempuan usia antara 25 dan 29 tahun, 9,0 antara usia 30 dan 34 tahun, 14,7 antara usia 35-39 tahun, dan 22,5 antara usia 40 dan 44 tahun, menunjukkan bahwa ada peningkatan linier insiden seiring bertambahnya usia. Jadi, pada grup perempuan usia 40-44 tahun, ada peningkatan sebesar 5,2 kali insiden mioma uteri dibandingkan dengan grup perempuan usia 20-29 tahun.
Perbedaan ras juga memainkan peranan yang signifikan di dalam epidemiologi mioma uteri. Beberapa penelitian telah menunjukkan perbedaan signifikan antara penderita dengan ras Afrika Amerika dan penderita kulit putih. Schwartz menyatakan bahwa ketika ia menilai faktor usia pada penderita mioma uteri, tingkat insiden meningkat 2-3 kali lebih tinggi pada perempuan kulit hitam dibandingkan kulit putih. Faerstein et al menyatakan bahwa ketika menilai faktor resiko seperti: usia menarche, penggunaan kontrasepsi oral, ukuran tubuh, merokok, hipertensi, diabetes dan riwayat penyakit radang panggul, penderita kulit hitam memiliki rasio odds 9,4 dibandingkan kulit putih pada kasus kontrol. Pada perempuan yang tidak memiliki riwayat mioma uteri, sekitar 59% perempuan kulit hitam didiagnosa dengan ultrasound terdapat mioma uteri
(39)
dibandingkan perempuan kulit putih sekitar 43%. Perempuan kulit hitam juga didapati memiliki insiden yang lebih tinggi untuk mengalami mioma uteri yang multipel (74% : 31%). Meskipun tidak ada hubungan ukuran mioma uteri terhadap perbedaan ras antara perepuan kulit hitam dan putih yang mempunyai riwayat mioma tetapi perempuan kulit hitam memiliki kecenderungan mengalami mioma uteri yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan kulit putih. (Victory, 2006; Zimmermann, 2012)
2.5. Etiologi dan Patogenesis
Mioma uteri telah lama dipercayai sebagai tumor jinak yang bergantung pada esterogen. Banyak bukti dewasa ini menganggap bahwa ada juga keterlibatan progesteron sebagai penyebabnya. Di luar semua temuan dan pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui penyebab mioma uteri, kontroversi tetap ada dan masih banyak pertanyaan belum dapat dijawab. (D’Aloisio, 2010). Berikut adalah beberapa faktor yang berperan menimbulkan mioma uteri antara lain :
- Esterogen
Berbagai usaha telah dilakukan untuk mempelajari reseptor esterogen dan mioma uteri. Meskipun menuai kontroversi, tetapi sebagian besar studi membuktikan bahwa ada peningkatan reseptor esterogen pada mioma uteri dibandingkan dengan miometrium normal. Penelitian lain menyatakan bahwa reseptor esterogen alfa dan beta terdapat pada mioma uteri dan mengalami peningkatan (up-regulasi) dibandingkan miometrium normal. Yamamoto et al menunjukkan bahwa adanya penurunan pertukaran estradiol menjadi estron pada kasus mioma uteri dibandingkan miometrium normal. Hal ini terjadi akibat penurunan kerja enzim 17-beta hydroxysteroid dehydrogenase atau dengan peningkatan enzim aromatase. Tujuannya adalah menghasilkan senyawa esterogenik yang berpotensi merangsang sel miometrium dan meningkatkan sel yang bersifat leiomioma. Aktivitas esterogenik juga dapat ditingkatkan melalui modifikasi molekul estradiol. Leihr et al mendemonstrasikan bahwa tingginya konsentrasi metabolit C4 hydroxylated estradiol pada mioma uteri, merupakan
(40)
hasil dari peningkatan aktivitas enzim estradiol 4-hydroxylase. Metabolit yang terbentuk itu mempunyai daya ikat reseptor yang lebih besar dibandingkan estradiol, yang merupakan sumber lokal pertumbuhan mioma uteri. (Victory, 2006)
- Progesteron
Reseptor progesteron juga ditemukan mengalami peningkatan konsentrasi pada mioma uteri. Meskipun bersifat kontroversi, reseptor progesteron pada mioma uteri ditemukan meningkat konsentrasinya di semua siklus menstruasi. Kedua reseptor progesteron didapati pada mioma uteri yaitu reseptor progesteron A dan B. Jumlah reseptor progesteron A lebih banyak dari B pada mioma uteri dan jaringan miometrium normal. Sifat yang berlawanan dengan esterogen menyebabkan kadar progesteron tidak meningkat pada mioma uteri jika dibandingkan dengan endometrium yang mengelilinginya. Akan tetapi, peningkatan kadar progesteron telah menunjukkan peningkatan aktivitas mitosis pada mioma uteri, yang berpotensi menumbuhkan mioma uteri baik selama siklus menstruasi dan jika mendapat pemasukan eksogen. Kawaguchi menganalisa efek progesteron dan esterogen pada sel otot mioma yang dikultur. Ternyata didapatkan hasil bahwa sel yang dikultur dengan media progesteron dan esterogen lebih aktif pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan hanya dengan media esterogen saja. Kadar serum progesteron tidak meningkat pada perempuan mioma uteri. Kecuali jika mendapat pemasukan dari luar tubuh, dimana pengaruh progesteron terbatas pada mekanisme autokrin dan parakrin di tingkat molekular mempunyai nilai yang bermakna atau signifikan dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri. (Victory, 2006)
- Faktor hormon pertumbuhan (Growth factors)
Baik esterogen maupun progesteron tampak berhubungan dengan berbagai faktor pertumbuhan lainnya pada mioma uteri untuk memulai dan merangsang pertumbuhannya. Epidermal growth factor (EGF) dan epidermal growth factor receptor (EGF-R) dapat ditemukan pada miometrium normal dan mioma uteri. Maruo et al menunjukkan bahwa esterogen meningkatkan produksi lokal EGF,
(41)
sementara progesteron meningkatkan EGF-R secara sinergis pada sel mioma uteri. Beberapa penulis juga mengungkapkan bahwa pentingnya faktor-faktor pertumbuhan ini dalam perkembangan mioma uteri. Jumlah Transforming growth factor β3 (TGFβ3) mRNA mencapai 5 kali lebih tinggi pada mioma uteri dibandingkan miomterium normal. Faktor ini mempunyai kontribusi dalam peningkatan potensi mitogenik sel mioma uteri dan juga meningkatkan deposisi matriks ekstraseluler. Faktor lain yang berpotensi seperti platelet-derived growth factor, vascular endothelial growth factor, insulin like growth factor-I, basic fibroblast growth factor, dan prolaktin belum dapat dijelaskan mekanismenya terkait pertumbuhan mioma uteri. (Victory, 2006)
Bagi Meyer dan De Snoo, mereka mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron. Puukka dan kawan-kawan juga menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati daripada miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur. (Prawirohardjo, 2009)
Beberapa faktor yang mengawali terjadinya mioma uteri tidak diketahui dengan pasti, tetapi hormon steroid yang berasal dari ovarium berperan penting dalam pertumbuhan mioma uteri. Mioma uteri sangat jarang terjadi sebelum menarche dan setelah menopause kecuali jika dirangsang pertumbuhannya dengan hormon eksogen (luar tubuh). Mioma uteri juga dapat tumbuh besar secara drastis selama kehamilan. Mioma uteri telah meningkatkan jumlah reseptor esterogen dan progesteron dibandingkan dengan sel otot polos lainnya. Esterogen merangsang proliferasi dari sel-sel otot polos, sementara progesteron meningkatkan produksi protein yang menghambat program kematian sel atau disebut dengan apoptosis. Mioma uteri juga mempunyai kadar hormon pertumbuhan tinggi yang merangsang produksi fibronektin dan kolagen sebagai komponen utama matriks ekstraseluler yang memberikan karakteristik dari lesi ini. (Nelson, 2010)
(42)
2.6. Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko seorang perempuan dapat mengalami mioma uteri antara lain: usia, hormon endogen, riwayat keluarga, etnik, indeks massa tubuh, pola menstruasi, kehamilan dan jumlah melahirkan, kebiasaan merokok,
pemakaian kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon. - Usia penderita
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma.Mioma belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche dan setelah menopause hanya 10% mioma yang masih bertumbuh (Prawirohardjo, 2009)
- Hormon endogen
Pertumbuhan mioma uteri bergantung pada produksi hormon esterogen. Tumor ini berkembang pesat selama masa aktivitas ovarium yang paling hebat. Sekresi esterogen secara terus-menerus, khususnya di luar masa kehamilan dan menyusui merupakan faktor risiko yang paling utama dalam perkembangan mioma uteri. Setelah menopause, penurunan kadar hormon esterogen terjadi yang akan menyebabkan pertumbuhan mioma uteri berhenti. Seiring dengan pertumbuhan yang berhenti, maka akan tampak pengecilan ukuran mioma uteri. (Breech, 2003)
- Riwayat keluarga
Faktor ini pertama sekali dilaporkan oleh Winkler and Hoffman pada tahun 1983. Mereka menyatakan bahwa ada peningkatan sebesar 4,2 kali lipat pada penderita mioma uteri yang mempunyai riwayat keluarga yang juga mengalami mioma uteri. Schwartz et al melakukan penilaian pada 638 perempuan yang memiliki riwayat keluarga penderita mioma uteri. Semua pasien berumur antara 18 – 59 tahun dan memiliki riwayat operasi dan bukti ultrasound terkait mioma uteri. Hasilnya didapati bahwa pasien yang memiliki riwayat keluarga yang mengalami mioma uteri risikonya terkena mioma uteri sebesar 2,5 kali dibandingkan yang tidak dan meningkat angkanya menjadi 5,7 kali bila penderita
(43)
mempunyai riwayat keluarga yang telah didiagnosis mioma uteri pada umur 45 tahun. (Victory, 2006)
- Etnik
Etnik memegang peranan penting sebagai predileksi terjadinya mioma uteri. Perempuan Afrika Amerika mempunyai risiko 2 sampai 10 kali lipat mengalami mioma uteri dibandingkan perempuan kulit putih. Hal ini mendukung bahwa faktor predisposisi genetik terhadap mioma uteri adalah perbedaan profil DNA etnik. Schwartz menyatakan bahwa ketika ia menilai faktor usia pada penderita mioma uteri, tingkat insiden meningkat 2-3 kali lebih tinggi pada perempuan kulit hitam dibandingkan kulit putih. Pada perempuan yang tidak memiliki riwayat mioma uteri, sekitar 59% perempuan kulit hitam didiagnosa dengan ultrasound terdapat mioma uteri dibandingkan perempuan kulit putih sekitar 43%. Perempuan kulit hitam juga didapati memiliki insiden yang lebih tinggi untuk mengalami mioma uteri yang multipel (74% : 31%). Meskipun tidak ada hubungan ukuran mioma uteri terhadap perbedaan ras antara perempuan kulit hitam dan putih yang mempunyai riwayat mioma tetapi perempuan kulit hitam memiliki kecenderungan mengalami mioma uteri yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan kulit putih. Marshall et al mendemonstrasikan bahwa tingkat standarisasi (per 1000 perempuan per tahun) untuk insiden mioma uteri adalah sangat rendah pada perempuan Asia, berikutnya perempuan kulit putih, lalu perempuan Hispanic dan meningkat pada perempuan kulit hitam (10,4, 12,5, 14,5, 37,9 per 1000 wanita per tahun). (Victory, 2006; Fox, 2013; Goodier, 2013)
- Indeks massa tubuh
Indeks massa tubuh (IMT) itu sendiri telah diinvestigasi sebagai faktor risiko independen untuk pertumbuhan mioma uteri. Peningkatan IMT secara umum meningkatkan risiko pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri. Faerstein mengungkapkan bahwa ada peningkatan risiko sebesar 2,3 kali pada perempuan yang memiliki IMT lebih besar dari 25,4 kg/m2. Wise menyatakan bahwa IMT mempunyai pengaruh terhadap hubungan kehamilan dan risiko mioma uteri. Perempuan hamil yang IMT-nya kecil dari 27 kg/m2 memiliki
(44)
penurunan risiko sebesar 40% dibandingkan dengan perempuan tidak hamil, sedangkan penurunan risiko hanya sebesar 20% terdapat pada perempuan hamil dengan IMT lebih besar dari 27 kg/m2. (Victory, 2006)
- Pola Menstruasi
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan mioma uteri adalah sebagai respon dari rangsangan esterogen, dengan kata lain pemberian analog gonadotropin-releasing hormone (GnRH) akan menurunkan pertumbuhan mioma uteri karena menimbulkan suasana yang hipoesterogen. Jadi, paparan esterogen yang lama akan meningkatkan insiden leiomioma. Teori ini didukung oleh data yang menyatakan bahwa adanya peningkatan risiko terhadap insiden mioma uteri pada pasien yang mengalami menarche awal. Marshall dan Faerstein mendemonstrasikan peningkatan insiden mioma uteri yang signifikan pada perempuan dengan terjadinya menarche dibawah usia 11 tahun.
Pola menstruasi juga mempunyai efek pada risiko mioma uteri. Perempuan kulit putih yang megalami menstruasi berat dan durasi siklus lebih panjang dari 6 hari memiliki peningkatan risiko mioma uteri yang signifikan sebesar 1,4 menurut rasio odds. (Victory, 2006)
- Kehamilan dan jumlah melahirkan (Gravidity and Parity)
Perempuan dengan riwayat hamil dan melahirkan mempunyai penurunan risiko terjadinya mioma uteri. Risiko menurun saat melahirkan seorang anak sebesar 20% sampai 50%. Sebagian besar penelitian telah menyatakan bahwa peningkatan paritas berdampak terhadap penurunan insiden mioma uteri sebesar 70% sampai 80% bagi perempuan yang telah melahirkan lebih dari empat kali. Chen et al menemukan penurunan risiko sampai 70% pada perempuan kulit putih dengan dua orang anak atau lebih, bagaimanapun pada perempuan Afrika Amerika, tidak ada hubungan antara paritas dan insiden mioma uteri. Meskipun di satu pihak, paritas menjadi faktor protektif dari insiden mioma uteri, ada beberapa tanggapan yang menyatakan bahwa faktor lain seperti ras atau etnik memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan faktor lain dalam insiden mioma uteri. (Victory, 2006)
(45)
- Kebiasaan merokok
Merokok secara konsisten menunjukkan penurunan risiko mioma uteri. Sebagian besar pembelajaran menunjukkan bahwa ada penurunan risiko mioma uteri sebesar 20% sampai 50% ketika dikontrol dengan faktor yang bersamaan yaitu IMT (indeks massa tubuh). Beberapa penelitian yang dilakukan Wise menunjukkan bahwa tidak ada perubahan risiko pada perempuan Afrika Amerika yang merokok. Meskipun secara teori, merokok dapat menurunkan kadar esterogen dalam tubuh yang berdampak pada pertumbuhan mioma uteri, nyatanya hubungan ini tidak dapat dibuktikan. Sebagai tambahan, hubungan antara perununan insiden mioma uteri dan merokok mungkin dikarenakan adanya korelasi yang kuat antara merokok dan penurunan IMT. (Victory, 2006)
- Pemakaian kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon
Penelitian yang dilakukan pada hewan menunjukkan bahwa ada respon hormonal mioma uteri terhadap esterogen dan progestin. Berdasarkan penelitian ini, hal tersebut sangat beralasan yang menyatakan bahwa paparan esterogen dan progestin secara eksogen akan mempengaruhi risiko mioma uteri. Penelitian yang menilai hubungan antara pemakaian kombinasi oral kontrasepsi dan mioma uteri telah menghasilkan kontroversi, beberapa mengatakan terdapat hubungan dan sebagian menyatakan tidak ada hubungan. Di Afrika Amerika, bukti muncul yang menyatakan bahwa pemakai oral kontrasepsi telah meningkatkan risiko pertumbuhan mioma uteri, terutama ketika oral kontrasepsi mulai dipakai sejak remaja.
Reed et al mempelajari efek dari penggunaan terapi pengganti hormon saat mendapati diagnosis pertama mioma uteri. Penggunaan terapi pengganti hormon lebih dari 5 tahun berdampak pada peningkatan risiko sebesar 4 kali lipat dalam insiden diagnosis pertama mioma uteri pada perempuan peri dan post menopause dengan indeks massa tubuh kurang dari 24 kg/m2. (Victory, 2006)
2.7. Patologi Anatomi
Secara makroskopik, mioma uteri merupakan suatu tumor berbatas jelas, bersimpai, pada penampang menunjukkan massa putih dengan susunan
(46)
lingkaran-lingkaran konsentrik di dalamnya. Tumor ini bisa terjadi secara tunggal tetapi kebiasaannya terjadi secara multipel dan bertaburan pada uterus dengan ukuran yang berbeda-beda.
Secara mikroskopik, hal yang sama juga terlihat seperti adanya gambaran susunan lingkaran-lingkaran konsentrik pada gambaran makroskopik.
Perubahan-perubahan sekunder yang terjadi pada mioma uteri adalah atrofi, degenerasi hialin, degenerasi kistik, degenerasi membatu, degenerasi merah, degenerasi lemak.
Atrofi adalah suatu penyusutan mioma uteri yang terjadi sesudah kehamilan atau sesudah melewati masa menopause.
Degenerasi hialin adalah perubahan yang sering terjadi terutama pada penderita usia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau sebagian kecil daripadanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
Degenerasi kistik meliputi daerah kecil maupun luas, di mana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfongioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dengan kista ovarium atau suatu kehamilan.
Degenerasi membatu (Calcireous Degeneration) terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
Degenerasi merah (Carneous Degeneration) biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis terjadinya diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah bewarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan.
(47)
Degenerasi lemak jarang terjadi dan merupakan lanjutan degenerasi hialin. (Prawirohardjo, 2009)
2.8. Komplikasi Mioma Uteri
Berikut adalah komplikasi yang dapat terjadi pada mioma uteri, yaitu degenerasi ganas dan torsi.
Degenerasi ganas adalah perubahan mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
Torsi (Putaran Tangkai) adalah sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaklah dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma di dalam rongga peritoneum.
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri. (Prawirohardjo, 2009)
(48)
Gambar 2.3 Komplikasi Mioma Uteri (Sumber: Hart D.M, Norman J, 2000)
2.9.Hubungan Mioma Uteri dengan Hiperplasia Endometrium dan Adenomiosis
Ada kelainan lain yang terdapat di uterus akibat peninggian hormon esterogen yaitu hiperplasia endometrium dan kelainan yang sering dijumpai terjadi bersamaan dengan mioma uteri yaitu adenomiosis.
Mioma uteri secara umum merupakan tumor yang berasal dari sel-sel otot polos di miometrium. Sel-sel ini berkembang pesat akibat pengaruh hormon esterogen yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan progesteron. Hal yang sama juga bisa terjadi pada endometrium. Seperti yang telah kita ketahui, endometrium juga pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon esterogen. Paparan esterogen yang berlama-lama tanpa diimbangi oleh progesteron akan merangsang proliferasi endometrium yang berlebihan (hiperplasia) dari biasanya, dimana dapat merupakan suatu preneoplastik yang disebut dengan hiperplasia endometrium. Dalam waktu yang lama, proliferasi tersebut dapat berlangsung secara otonomi tanpa pengaruh dari esterogen lagi. Hal inilah yang akan menjadikan pertumbuhan
(49)
hiperplasia endometrium ke arah keganasan yaitu karsinoma endometrium. (Kumar et al, 2007)
Gejala dari hiperplasia endometrium yang terutama yaitu perdarahan abnormal dari uterus. Beberapa penulis menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat keparahan perdarahan dengan luasnya permukaan endometrium. Sebagai tambahan, adanya peningkatan area permukaan endometrium, dimana merupakan tempat perdarahan, endometrium menunjukkan keadaan hiperesterogen lokal di tempat yang berdekatan dengan tumor submukosa, dan hiperplasia endometrium serta polip endometrium sering dijumpai. Deligdish dan Lowenthal mencatat sebuah abnormalitas jaringan pada spektrum yang luas di endometrium berkaitan dengan mioma uteri, berkisar dari atrofi ke hiperplasia. (Breech, 2003)
Oleh karena etiologi mioma uteri dan hiperplasia endometrium adalah sama, maka terdapat hubungan antara mioma uteri dengan adanya kejadian hiperplasia endometrium di uterus.
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium dan merupakan indikasi utama untuk dilakukan histerektomi di Amerika Serikat. Adenomiosis adalah sebuah lesi di miometrium yang ditandai dengan adanya endometrium ektopik baik dengan atau tanpa hiperplasia dari miometrium di sekitarnya. Selanjutnya, baik adenomiosis dan mioma uteri biasanya terjadi bersama-sama, terdapatnya adenomiosis dari spesimen histerektomi pada perempuan yang mengalami mioma uteri berkisar antara 15% sampai 57%. Faktor risiko adenomiosis meliputi usia, multiparitas, lesi pembedahan di batas endometrium-miometrium, peningkatan kadar FSH dan prolaktin, kebiasaan merokok dan riwayat depresi. (Taran, 2010; Johnson, 2003)
Mioma uteri dilaporkan dapat menyebabkan berbagai gejala termasuk menoragia, dismenorrhea, tekanan pada panggul dan abdomen, serta gangguan pada sistem kemih. Mirip dengan mioma uteri, adenomiosis juga sering dilaporkan mempunyai gejala perdarahan uterus abnormal, nyeri panggul kronik dan dismenorrhea. Akan tetapi, karena kedua kondisi ini sering terdapat bersamaan di daialm uterus, gejala yang menyertai masing-masing kondisi dapat
(50)
membingungkan kita. Sebagai tambahan, adenomiosis umumnya didiagnosa hanya dengan histerektomi. (Taran, 2010)
2.10. Diagnosa Mioma Uteri 2.10.1. Gejala Klinis
- Perdarahan Abnormal
Perdarahan abnormal merupakan gejala yang muncul pada sepertiga pasien yang memilki mioma uteri simptomatis dan biasanya membutuhkan pengobatan. Gejala dapat berupa menstruasi yang berat (menoragia), tetapi dapat juga ringan dan menstruasinya lama (metroragia) atau keduanya disebut menometroragia. Perdarahan abnormal dapat dikaitkan dengan adanya tumor yang terletak di intramural, submukosa, dan subserosa tetapi biasanya tumor submukosa lebih sering mengalami perdarahan yang hebat dibandingkan subserosa dan intramural. Perdarahan akibat mioma submukosa dapat terjadi secara bebas saat menstruasi atau pun diantara periode menstruasi akibat gumpalan darah pasif, nekrosis, dan ulserasi di permukaan kontralateral uterus. Jika mioma submukosa memiliki tangkai atau pedunculated, biasanya ada pengeluaran cairan yang tetap, encer, dan berwarna seperti darah pada menoragia. Tumor intramural yang mulai mencapai permukaan kavum uteri juga dapat menyebabkan menoragia. Mioma intramural yang dekat dengan permukaan serosa dan tumor submukosa bertangkai juga dapat dikaitkan dengan terjadinya perdarahan abnormal. Ketika perdarahan disebabkan tumor tersebut terjadi, maka kita harus perlu mencari lesi lain yang dapat terjadi bersamaan dengan tumor itu. Adanya mioma uteri pada perempuan yang mengalami perdarahan abnormal bukan merupakan bukti bahwa mioma uteri yang menyebabkan perdarahan itu. Fakta ini penting, khususnya ketika penderita mioma uteri mengalami perdarahan intermenstruasi. Ketika pasien mioma uteri mengalami perdarahan intermenstruasi, maka menjadi sebuah aturan bagi kita untuk melihat dan menilai mulut rahim secara hati-hati dengan prosedur pemeriksaan khusus dan mengambil sampel serta menilai kavum uteri sebelum melakukan tatalaksana mioma uteri.
(51)
Jika kanker endometrium atau mulut rahim terdeteksi, maka pengobatan mioma uteri perlu diubah. (Breech, 2003)
Ada beberapa mekanisme tentang bagaimana mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal, meskipun beberapa mekanisme belum dipahami sepenuhnya pada pasien-pasien tertentu. Menurut Sehgal dan Haskin, area permukaan endometrium sebuah kavum uterus normal adalah 15 cm2. Area permukaan endometrium pada mioma uteri mungkin melewati 200 cm2. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat keparahan perdarahan dengan luasnya permukaan endometrium. Sebagai tambahan atas adanya peningkatan area permukaan endometrium dimana merupakan tempat perdarahan, endometrium mungkin menunjukkan keadaan hiperesterogen lokal di tempat yang langsung memiliki tumor submukosa, dan hiperplasia endometrium serta polip endometrium sering dijumpai. Deligdish dan Lowenthal mencatat sebuah abnormalitas jaringan pada spektrum yang luas di endometrium berkaitan dengan mioma uteri, berkisar dari atrofi ke hiperplasia. Penipisan dan ulserasi di permukaan endometrium terdapat pada tumor submukosa yang luas dan besar, tumor yang lebih kecil, hanya menunjukkan penipisan tanpa ulserasi. (Breech, 2003)
Makarainen dan Yilikorkala telah menampilkan bukti yang mendukung lebih lanjut tentang konsep bahwa prostanoid memainkan peranan penting pada menoragia. Mereka menemukan bahwa produksi 6-keto-prostaglandin F1 alpha (6-keto-PGF1α), metabolit prostasiklin (PGI2), dan tromboksan B2 (TXB2), metabolit tromboksan A2 (TXA2) biasanya ditemukan pada menoragia endometrium. Bagaimanapun, keseimbangan antara TXA2 dan PGI2 bergeser secara relatif ke defisiensi TXA2 dan secara negatif berhubungan dengan hilangnya darah pada menoragia. Meskipun ibuprofen menurunkan jumlah darah yang hilang pada pasien menoragia primer, obat itu gagal untuk menurunkan kehilangan darah akibat mioma uteri. Penulis menganggap bahwa faktor uterus di luar daripada prostanoid lebih berpengaruh dalam menyebabkan menoragia yang berhubungan dengan mioma uteri. (Breech, 2003)
(1)
5. Kepada teman satu bimbingan penulis, Ratu Dharojatunnissa yang selalu
setia mengikuti bimbingan bersama dan memberikan dukungan, motivasi, serta saran yang membangun dalam penulisan hasil penelitian ini.
6. Kepada teman penulis lainnya, terutama Farizan, Achmad Rifqy Rupawan,
Romulus Sianipar, Masykur, Kevin, yang memberikan dukungan dan semangat yang menyemangati penulis dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.
Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru, dalam area kompetensi KIPDI-3, telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang berjudul ”Gambaran Karakteristik Mioma Uteri di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan Tahun 2009-2012” ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan khusunya di bidang ilmu kedokteran.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari.
Medan, Desember 2013
(2)
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR... ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Tujuan Penelitian... 2
1.4. Manfaat Penelitian... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Definisi Mioma Uteri ... 4
2.2. Anatomi Uterus ... 4
2.3. Klasifikasi Mioma Uteri ... 7
2.4. Epidemiologi ... 8
2.5. Etiologi dan Patogenesis ... 10
2.6. Faktor Risiko ... 13
(3)
Adenomiosis ... 19
2.10. Diagnosa Mioma Uteri ... 21
2.10.1. Gejala Klinis ... 21
2.10.2. Pemeriksaan Fisik ... 27
2.10.3. Pemeriksaan Penunjang... 28
2.11. Penatalaksanaan Mioma Uteri ... 30
2.11.1. Farmakologi ... 30
2.11.2. Non-Farmakologi... 32
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 35
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 35
3.2. Definisi Operasional ... 35
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 37
4.1. Jenis Penelitian ... 37
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 37
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37
4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 37
4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 37
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39
5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39
5.1.2. Deskripsi Data Penelitian ... 39
5.2. Pembahasan ... 47
5.2.1. Analisis Distribusi Data Penelitian ... 47
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
6.1. Kesimpulan... 52
6.2. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 54 LAMPIRAN
(4)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 5.1 Distribusi Penderita Mioma uteri berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2009-2012... 40 Tabel 5.2 Distribusi Penderita Mioma Uteri berdasarkan Lokasinya
di Uterus Tahun 2009-2012... 41 Tabel 5.3 Distribusi Penderita Mioma Uteri yang terjadi bersamaan
dengan Hiperplasia Endometrium……... 42 Tabel 5.4 Distribusi Penderita Mioma Uteri yang terjadi bersamaan
dengan Adenomiosis………... 42 Tabel 5.5 Gambaran Lokasi Mioma Uteri menurut Kelompok
Usia……… 43
Tabel 5.6 Gambaran Lokasi Mioma Uteri yang terjadi bersamaan
dengan Hiperplasia Endometrium……… 45 Tabel 5.7 Gambaran Lokasi Mioma Uteri yang terjadi bersamaan
(5)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 1. Anatomi Uterus Normal ... 6 Gambar 2. Jenis Mioma Uteri Berdasarkan Lokasinya.. ... 8 Gambar 3. Komplikasi Mioma Uteri ... 19
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup
LAMPIRAN 2 Data Induk
LAMPIRAN 3 Output Data Hasil Penelitian
LAMPIRAN 4 Lembar Ethical Clearence