Karakteristik Penderita Cedera Medula Spinalis Traumatik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2009-Desember 2010
HASIL PENELITIAN MAGISTER
KARAKTERISTIK DARI PENDERITA CEDERA MEDULA
SPINALIS TRAUMATIK
DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
PERIODE JANUARI 2009
–
DESEMBER 2010
OLEH : BENNY 097117003
PEMBIMBING :
Dr. OTMAN SIREGAR, SpOT (K) Spine
DEPARTEMEN ORTHOPAEDI & TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
HASIL PENELITIAN MAGISTER
KARAKTERISTIK DARI PENDERITA CEDERA MEDULA
SPINALIS TRAUMATIK
DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
PERIODE JANUARI 2009
–
DESEMBER 2010
Peneliti
BENNY
097117003 Pembimbing
Dr. Otman Siregar, SpOT (K) Spine NIP 196904111999031002
Diketahui oleh:
KETUA
DEPARTEMEN ORTHOPAEDI & TRAUMATOLOGI FK-USU
KETUA PROGRAM STUDI DEPARTEMEN ORTHOPAEDI &
TRAUMATOLOGI FK-USU
Prof.dr.Hafas Hanafiah, SpB.,SpOT (K) FICS dr. Chairiandi Siregar, SpOT
(3)
SURAT KETERANGAN
SUDAH DIPERIKSA HASIL PENELITIAN JUDUL
PENELITI DEPARTEMEN INSTITUSI
:
: : :
Karakteristik Penderita Cedera Medula Spinalis Traumatik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2009-Desember 2010
dr. Benny
Orthopaedi & Traumatologi FK USU Universitas Sumatera Utara
Medan, Februari 2012
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada TYME, atas segala rahmat dan berkatnya saya bisa menyelesaikan penelitian magister saya yang berjudul “KARAKTERISTIK PENDERITA
CEDERA MEDULA SPINALIS TRAUMATIK DI RSUP HAJI ADAM MALIK PERIODE JANUARI 2009 – DESEMBER 2010“. Penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Magister dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Orthopaedi & Traumatologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Saya menyadari bahwa penelitian ini bisa diselesaikan dengan baik berkat bantuan, bimbingan, kerja sama dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah saya untuk mengucapkan terima kasih kepada:
Prof. dr. Hafas Hanafiah, SpB, SpOT (K) FICS. Ketua Departemen Orthopaedi & Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang senatiasa memberikan dorongan dan bimbingan untuk kemajuan pendidikan saya.
dr. Chairiandi Siregar, SpOT. Ketua Program Studi Departemen Orthopaedi & Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang memberikan kebebasan untuk melakukan penelitian selama itu berguna bagi masyarakat.
dr. Otman Siregar, SpOT (K) Spine, sebagai pembimbing penelitian ini yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan saran kepada saya dalam penyelesaian penelitian ini.
dr. Surya Dharma, MPH, sebagai pembimbing metodologi penelitian yang telah banyak membantu dan memberikan wawasan baru dalam hal melakukan penelitian yang baik.
Guru-guru saya, Prof. dr. Nazar Moesbar, SpB. ,SpOT, dr. Nino Nasution, SpOT,
dr. Husnul Fuad Albar, SpOT, dr. Kurniawan, SpOT, dr. Pranajaya Darma Khadar SpOT (K) Spine, yang telah memberikan bimbingan dan saran untuk kemajuan pendidikan saya.
(5)
Kepada kedua orang tua, Lai King Lim dan So Siu Hwa, serta kakak, abang dan adik saya saya ucapkan terima kasih dan hormat atas kesabaran, dorongan dan doa yang diberikan selama masa pendidikan saya.
Akhir kata saya menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Saran dan kritik yang membangun merupakan hal yang sangat berarti dan sangat saya harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan 2012
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
SURAT KETERANGAN DEPARTEMEN ORTHOPAEDI SURAT KETERANGAN METODOLOGI PENELITIAN KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR DIAGRAM ABSTRAK
BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar belakang I.2 Rumusan masalah I.3 Tujuan penelitian I.4 Manfaat penelitian
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kerangka Teoritis
II.1.1 Definisi II.1.2 Insidensi II.1.3 Etiologi II.1.4 Patofisiologi II.1.5 Klasifikasi II.1.6 Komplikasi II.1.7 Penatalaksanaan II.2 Kerangka Konsepsional II.3 Definisi Operasional
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN III.1 Jenis Penelitian
III.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
i ii iii v vii viii 1 4 4 5 7 7 7 9 10 13 15 15 17 17 19 19
(7)
III.3 Objek Penelitian
III.4 Kriteria Inklusidan Eksklusi
III.5 Cara Pengumpulan dan Pengolahan Data III.6 Etika Penelitian
III.7 Jadwal Penelitian
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil Penelitian
IV.2. Pembahasan
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan
V.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
19 19 20 20 20
21 28
31 31
(8)
DAFTAR DIAGRAM Halaman Diagram-1 Diagram-2 Diagram-3 Diagram-4 Diagram-5 Diagram-6 Diagram-7 Diagram-8 Diagram-9 Diagram 10 Diagram 11
Frekuensi cedera medula spinalis traumatik berdasarkan jenis kelamin di RSUP. H. Adam Malik Medan periode tahun 2009 – 2010
Frekuensi cedera medula spinalis traumatik berdasarkan usia di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009 – 2010
Frekuensi cedera medula spinalis traumatik berdasarkan waktu tiba di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009 – 2010
Riwayat pengobatan sebelum penderita datang ke RSUP Haji Adam Malik Medan
Etiologi cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik Medan
Etiologi pada penderita cedera medula spinalis sesuai dengan usia di RSUP Haji Adam Malik Medan
Frekuensi derajat keparahan cedera medula spinalis traumatik
menurut grading Frankel di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009 – 2010
Frekuensi level neurologis cedera medula spinalis traumatik di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009 – 2010
Frekuensi tindakan operatif dan non operatif selama perawatan kasus cedera medula spinalis traumatik di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009 – 2010
Lama masa rawatan penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009 – 2010
Frekuensi status pulang penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009 – 2010
21 22 22 23 23 24 25 25 26 26 27
(9)
ABSTRAK
Tujuan: Untuk mengetahui karakteristik penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2010.
Latar Belakang: Cedera medula spinalis dikaitkan dengan mortalitas yang tinggi, ketidak berdayaan, rehabilitasi dan perawatan yang berkepanjangan, dan beban ekonomi yang tinggi. Upaya preventif baru bisa dilakukan dengan mengidentifikasi variabel-variabel yang terkait dengan kondisi ini melalui studi epidemiologis yang komprehensif.
Metode: Pengumpulan data-data sekunder yang tercatat di rekam medik penderita dengan diagnosa cedera medula spinalis traumatik yang dirawat di RSUP. Haji Adam Malik Medan selama periode Januari 2009 – Desember 2010.
Hasil: Selama kurun waktu dua tahun (Januari 2009 – Desember 2010) didapatkan jumlah
penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik Medan sebanyak 44 orang yang pada umumnya adalah laki-laki (86,36%) pada usia produktif, 21-40 tahun
(45,4%) dengan penyebab yang paling sering adalah kecelakaan lalu lintas (45,5%) diikuti oleh jatuh dari ketinggian (31,8%), dan yang paling sedikit adalah menyelam (2,3%). Pada umumnya penderita tiba di Instalasi Gawat Darurat RSUP Haji Adam Malik Medan lebih dari 8 jam (93%). Derajat keparahan cedera medula spinalis sesuai dengan grading Frankel yang terbanyak yaitu Frankel A (40,9%) dengan level cedera neurologis yang paling banyak yaitu Thorakal 12 (18%). Pada umumnya penderita cedera medula spinalis traumatik tidak menjalani tindakan operatif selama masa perawatan penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik selama periode Januari 2009 – Desember 2010 (86%). Lebih dari separuh penderita (59%) dirawat selama kurang dari 10 hari di rumah sakit dengan penderita yang pulang paksa sebanyak 19 orang (43,1%).
Kesimpulan: Penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP HAM kebanyakan adalah laki-laki yang termasuk ke dalam golongan usia produktif dengan penyebab yang paling sering adalah kecelakaan lalu lintas dan hampir semua penderita tiba di RSUP HAM lebih dari golden period. Upaya preventif dengan fokus untuk mengurangi angka kecelakaan lalu lintas merupakan prioritas utama disusul dengan upaya penyuluhan dan konseling yang komprehensif mengenai pencegahan, tata laksana dan konsekuensi dari cedera medula spinalis traumatik kepada masyarakat.
(10)
ABSTRAK
Tujuan: Untuk mengetahui karakteristik penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2010.
Latar Belakang: Cedera medula spinalis dikaitkan dengan mortalitas yang tinggi, ketidak berdayaan, rehabilitasi dan perawatan yang berkepanjangan, dan beban ekonomi yang tinggi. Upaya preventif baru bisa dilakukan dengan mengidentifikasi variabel-variabel yang terkait dengan kondisi ini melalui studi epidemiologis yang komprehensif.
Metode: Pengumpulan data-data sekunder yang tercatat di rekam medik penderita dengan diagnosa cedera medula spinalis traumatik yang dirawat di RSUP. Haji Adam Malik Medan selama periode Januari 2009 – Desember 2010.
Hasil: Selama kurun waktu dua tahun (Januari 2009 – Desember 2010) didapatkan jumlah
penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik Medan sebanyak 44 orang yang pada umumnya adalah laki-laki (86,36%) pada usia produktif, 21-40 tahun
(45,4%) dengan penyebab yang paling sering adalah kecelakaan lalu lintas (45,5%) diikuti oleh jatuh dari ketinggian (31,8%), dan yang paling sedikit adalah menyelam (2,3%). Pada umumnya penderita tiba di Instalasi Gawat Darurat RSUP Haji Adam Malik Medan lebih dari 8 jam (93%). Derajat keparahan cedera medula spinalis sesuai dengan grading Frankel yang terbanyak yaitu Frankel A (40,9%) dengan level cedera neurologis yang paling banyak yaitu Thorakal 12 (18%). Pada umumnya penderita cedera medula spinalis traumatik tidak menjalani tindakan operatif selama masa perawatan penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik selama periode Januari 2009 – Desember 2010 (86%). Lebih dari separuh penderita (59%) dirawat selama kurang dari 10 hari di rumah sakit dengan penderita yang pulang paksa sebanyak 19 orang (43,1%).
Kesimpulan: Penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP HAM kebanyakan adalah laki-laki yang termasuk ke dalam golongan usia produktif dengan penyebab yang paling sering adalah kecelakaan lalu lintas dan hampir semua penderita tiba di RSUP HAM lebih dari golden period. Upaya preventif dengan fokus untuk mengurangi angka kecelakaan lalu lintas merupakan prioritas utama disusul dengan upaya penyuluhan dan konseling yang komprehensif mengenai pencegahan, tata laksana dan konsekuensi dari cedera medula spinalis traumatik kepada masyarakat.
(11)
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Cedera medula spinalis traumatik berupa lesi traumatik pada medula spinalis dengan beragam defisit motorik dan sensorik atau paralisis. 1
Cedera medula spinalis dikaitkan dengan mortalitas yang tinggi, ketidak berdayaan, rehabilitasi dan perawatan yang berkepanjangan, dan beban ekonomi yang tinggi.1
Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 7.600 sampai 10.000 individu mengalami cedera medula spinalis. Sampai tahun 1999, diperkirakan ada sebanyak 183.000 sampai 203.000 orang yang hidup dengan cedera medula spinalis di negara tersebut.2
Di Amerika Serikat, pengeluaran rata-rata tahunan untuk penderita cedera medula spinalis dengan tetraplegia tinggi (C1-C4) yaitu sekitar Rp 8,8 miliar untuk tahun pertama dan Rp 1,5 miliar untuk tahun-tahun berikutnya. Sementara estimasi pengeluaran untuk seumur hidup pada pasien yang sama yaitu sekitar Rp 39,3 miliar bila usia saat cedera adalah 25 tahun dan Rp 21,6 miliar bila usia saat cedera adalah 50 tahun.3
Pada tahun 2004, Christopher & Dana Reeve Foundation bekerja sama dengan
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melakukan penelitian untuk mengetahui epidemiologi penderita cedera medula spinalis dan yang mengalami paralisis di Amerika Serikat.4
Hasilnya yaitu sekitar 1,9% dari populasi Amerika Serikat atau sekitar 5.596.000 orang melaporkan beberapa bentuk paralisis berdasarkan definisi fungsional yang digunakan dalam survei tersebut. 4
Sekitar 0,4% dari populasi Amerika Serikat atau sekitar 1.275.000 orang dilaporkan mengalami paralisis dikarenakan oleh cedera medula spinalis dengan penyebab yang paling sering adalah kecelakaan kerja (28%). 4
Menurut Dahlberg dkk. (2005), penyebab cedera medula spinalis yang terbanyak di Helsinki, Finlandia adalah jatuh (43%) , diikuti dengan kecelakaan lalu lintas (35%), menyelam (9%), kekerasan (4%) dan penyebab lain (9%).5
(12)
Review dari beberapa literatur baru-baru ini menunjukkan gambaran epidemiologis yang berubah untuk cedera medula spinalis dengan kecenderungan peningkatan laju insidensi pada orang tua.1
Perbaikan dalam sistem pelayanan medis emergensi, perkembangan automobil yang lebih aman, standar keamanan okupasional yang lebih baik dan regulasi yang lebih baik dalam beberapa jenis olahraga tertentu telah memberikan dampak yang positif terhadap kecenderungan demografi. Sementara insiden cedera medula spinalis traumatik menurun secara keseluruhan, persentase cedera medula spinalis diakibatkan oleh kekerasan domestik mulai meningkat.2
Bila dibandingkan dengan negara maju, insiden cedera medula spinalis lebih tinggi di negara yang sedang berkembang. 6
Penyebab cedera medula spinalis di negara berkembang bervariasi dari satu negara ke negara lain. Kecelakaan lalu lintas mencakup sebesar 49% penyebab cedera medula spinalis di Nigeria, 48,8% di Turki dan 30% di Taiwan.6
Jatuh dari ketinggian mewakili penyebab cedera medula spinalis lainnya dengan angka sebesar 36,5% di Turki dan 21,2% di Jordania. Di Bangladesh, penyebab cedera medula spinalis yang paling sering adalah jatuh saat membawa beban berat di kepala dan kecelakaan lalu lintas. Penyebab lainnya yaitu luka tembak (antara 1,9% dan 29,3% di Turki), luka tusuk (antara 1,38% dan 3,33% di Turki, 25,8% di Jordania) dan kecelakaan saat menyelam. 6
Secara keseluruhan, 60% pasien mengalami paraplegia dan 40% tetraplegia. Usia rata-rata saat cedera adalah 30 tahun di Nigeria, 35,5 dan 15,1 tahun di Turki, 33 tahun di Jordania dan 10-14 tahun di Bangladesh. Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 10 : 1 di Nigeria, 1,7 : 1 di Taiwan dan 5,8 : 1 di Jordania. 6
Penelitian mengenai karakteristik dari penderita cedera medula spinalis traumatik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan belum pernah dilakukan. Terkait dengan hal itu penulis tertarik untuk meneliti karakteristik penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP HAM Medan dimana hal ini penting untuk mendeteksi dari faktor resiko, implementasi program preventif, dan identifikasi dari subjek yang potensial untuk perbaikan insidensi cedera medula spinalis khususnya yang traumatik.
(13)
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut “ Bagaimanakah karakteristik penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP. Haji Adam Malik Medan?”
I.3. Tujuan Penelitian I.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui karakteristik penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP. Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2010.
I.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik usia penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2010
2. Mengetahui karakteristik jenis kelamin penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2010
3. Mengetahui lamanya pasien cedera medula spinalis traumatik datang ke Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2010
4. Mengetahui riwayat pengobatan penderita cedera medula spinalis traumatik sebelum datang ke RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2010 5. Mengetahui etiologi cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik
Medan periode Januari 2009 – Desember 2010
6. Mengetahui tingkat keparahan cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2010 berdasarkan grading dari Frankel
7. Mengetahui level cedera neurologi pada penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2010
8. Mengetahui jenis tindakan yang dilakukan pada penderita cedera medula spinalis traumatik selama masa perawatan di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2010
9. Mengetahui lama rawatan pasien cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2010
(14)
10.Mengetahui status pulang penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2010
I.4. Manfaat Penelitian I.4.1. Manfaat teoritik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang kesehatan, terutama mengenai epidemiologi dari cedera medula spinalis traumatik sehingga bisa digunakan sebagai referensi untuk tata laksana dan upaya preventif pada penderita cedera medula spinalis traumatik.
I.4.2. Manfaat Praktis Langsung
Sebagai bahan masukan dalam hal perencanaan dan penanggulangan faktor – faktor yang mempengaruhi kejadian cedera medula spinalis traumatik.
I.4.3. Manfaat Bagi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Hasil penelitian ini memberikan gambaran karakteristik penderita cedera medula spinalis traumatik yang datang ke IGD RSUP Haji Adam Malik Medan, mengidentifikasi faktor-faktor resiko, dan memprediksi keperluan di masa yang akan datang, yang mana akan sangat berguna bagi RSUP Haji Adam Malik untuk menentukan strategi pencegahan yang paling efektif, penyediaan pelayanan dan perawatan jangka panjang, pertimbangan dampak finansial dari cedera medula spinalis traumatik dan pembiayaan program preventif dan tata laksana yang lebih efisien.
I.4.4. Manfaat Bagi Peneliti
Selain dari suatu proses untuk menyelesaikan program studi, penelitian ini merupakan pengalaman berharga untuk memperoleh wawasan dan pengetahuan dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan yang telah di peroleh.
(15)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kerangka Teoritis II.1.1 Definisi
Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang terhubung ke susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh tulang vertebra.
Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis, masukan sensoris, gerakan dari bagian tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat terganggu atau hilang sama sekali. Ketika gangguan sementara ataupun permanen terjadi akibat dari kerusakan pada medula spinalis, kondisi ini disebut sebagai cedera medula spinalis. 7
II.1.2 Insidensi
Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 7.600 sampai 10.000 individu mengalami cedera medula spinalis. Sampai tahun 1999, diperkirakan ada sebanyak 183.000 sampai 203.000 orang yang hidup dengan cedera medula spinalis di negara tersebut.2
Cedera medula spinalis dikaitkan dengan mortalitas yang tinggi, ketidak berdayaan, rehabilitasi dan perawatan yang berkepanjangan, dan beban ekonomi yang tinggi. 1
(16)
Pada tahun 2004, Christopher & Dana Reeve Foundation bekerja sama dengan
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melakukan penelitian untuk mengetahui epidemiologi penderita cedera medula spinalis dan yang mengalami paralisis di Amerika Serikat.4
Hasilnya yaitu sekitar 1,9% dari populasi Amerika Serikat atau sekitar 5.596.000 orang melaporkan beberapa bentuk paralisis berdasarkan definisi fungsional yang digunakan dalam survei tersebut. 4
Sekitar 0,4% dari populasi Amerika Serikat atau sekitar 1.275.000 orang dilaporkan mengalami paralisis dikarenakan oleh cedera medula spinalis. 4
Menurut Dahlberg dkk. (2005), penyebab cedera medula spinalis yang terbanyak di Helsinki, Finlandia adalah jatuh (43%) , diikuti dengan kecelakaan lalu lintas (35%), menyelam (9%), kekerasan (4%) dan penyebab lain (9%).5
Penyebab cedera medula spinalis di negara berkembang bervariasi dari satu negara ke negara lain. Kecelakaan lalu lintas mencakup sebesar 49% penyebab cedera medula spinalis di Nigeria, 48,8% di Turki dan 30% di Taiwan.6
Bila dibandingkan dengan negara maju, insiden cedera medula spinalis lebih tinggi di negara yang sedang berkembang. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hal ini antara lain:
Kondisi jalan yang buruk
Berkendara melewati batas kecepatan
Kurangnya penggunaan sabuk pengaman dan sandaran kepala di dalam mobil
(17)
Korupsi dan suap yang melingkupi implementasi regulasi lalu lintas
Volume kendaraan yang berlebih
Perlengkapan keamanan yang tidak adekuat saat menyelam dan bekerja
Kondisi-kondisi yang tidak lazim seperti jatuh dari pohon dan jembatan6
II.1.3 Etiologi
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi dua jenis:
Cedera medula spinalis traumatik, terjadi ketika benturan fisik eksternal seperti yang diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau kekerasan, merusak medula spinalis. Hagen dkk (2009) mendefinisikan cedera medula spinalis traumatik sebagai lesi traumatik pada medula spinalis dengan beragam defisit motorik dan sensorik atau paralisis. Sesuai dengan American Board of Physical Medicine and Rehabilitation Examination Outline for Spinal Cord Injury Medicine, cedera medula spinalis traumatik mencakup fraktur, dislokasi dan kontusio dari kolum vertebra.
Cedera medula spinalis non traumatik, terjadi ketika kondisi kesehatan seperti penyakit, infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan pada medula spinalis, atau kerusakan yang terjadi pada medula spinalis yang bukan disebabkan oleh gaya fisik eksternal. Faktor penyebab dari cedera medula spinalis mencakup penyakit motor neuron, myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan inflamatori, penyakit neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi toksik dan metabolik dan gangguan kongenital dan perkembangan.8
II.1.4 Patofisiologi9
Defisit neurologis yang berkaitan dengan cedera medula spinalis terjadi akibat dari proses cedera primer dan sekunder. Sejalan dengan kaskade cedera berlanjut, kemungkinan penyembuhan fungsional semakin menurun. Karena itu, intervensi terapeutik sebaiknya tidak ditunda, pada kebanyakan kasus, window period untuk intervensi terapeutik dipercaya berkisar antara 6 sampai 24 jam setelah cedera.
(18)
Mekanisme utama yaitu cedera inisial dan mencakup transfer energi ke korda spinal, deformasi korda spinal dan kompresi korda paska trauma yang persisten. Mekanisme ini, yang terjadi dalam hitungan detik dan menit setelah cedera, menyebabkan kematian sel yang segera, disrupsi aksonal dan perubahan metabolik dan vaskuler yang mempunyai efek yang berkelanjutan.
Proses cedera sekunder yang bermula dalam hitungan menit dari cedera dan berlangsung selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, melibatkan kaskade yang kompleks dari interaksi biokimia, reaksi seluler dan gangguan serat traktus yang mana kesemuanya hanya dimengerti sebagian. Sangat jelas bahwa peningkatan produksi radikal bebas dan opioid endogen, pelepasan yang berlebihan dari neurotransmitter eksitatori dan reaksi inflamasi sangat berperan penting. Lebih jauh lagi, profil mRNA (messenger Ribonucleic Acid) menunjukkan beberapa perubahan ekspresi gen setelah cedera medula spinalis dan perubahan ini ditujukan sebagai target terapeutik.
Beberapa teori telah diusulkan untuk menjelaskan patofisiologi dari cedera sekunder. Teori radikal bebas menjelaskan bahwa, akibat dari penurunan kadar anti-oksidan yang cepat, oksigen radikal bebas berakumulasi di jaringan sistem saraf pusat yang cedera dan menyerang membrane lipid, protein dan asam nukleat. Hal ini berakibat pada dihasilkannya
lipid peroxidase yang menyebabkan rusaknya membran sel.
Teori kalsium menjelaskan bahwa terjadinya cedera sekunder bergantung pada influks dari kalsium ekstraseluler ke dalam sel saraf. Ion kalsium mengaktivasi phospholipase,
protease, dan phosphatase. Aktivasi dari enzim-enzim ini mengakibatkan interupsi dari aktivitas mitokondria dan kerusakan membran sel.
Teori opiate receptor mengusulkan bahwa opioid endogen mungkin terlibat dalam proses terjadinya cedera medula spinalis dan bahwa antagonis opiate (contohnya naloxone) mungkin bisa memperbaiki penyembuhan neurologis. Teori inflamasi berdasarkan pada hipotesis bahwa zat-zat inflamasi (seperti prostaglandin, leukotrien, platelet-activating factor, serotonin) berakumulasi pada jaringan medula spinalis yang cedera dan merupakan mediator dari kerusakan jaringan sekunder.
Menyusul cedera medula spinalis, penyebab utama kematian sel adalah nekrosis dan apoptosis. Walaupun mekanisme kematian sel yang utama segera setelah terjadinya cedera primer adalah nekrosis, kematian sel apoptosis yang terprogram mempunyai efek yang
(19)
signifikan pada cedera sekunder sub akut. Kematian sel oligodendrosit yang diinduksi oleh apoptosis berakibat demyelinasi dan degenerasi aksonal pada lesi dan sekitarnya.
Proses cedera sekunder berujung pada pembentukan jaringan parut glial, yang diperkirakan sebagai penghalang utama regenerasi aksonal di dalam sistem saraf pusat. Pembentukan jaringan parut glial merupakan proses reaktif yang melibatkan peningkatan jumlah astrosit. Menyusul terjadinya nekrosis dari materi abu-abu dari korda sentral dan degenerasi kistik, jaringan parut berkembang dan meluas sepanjang traktus aksonal. Pola dari pembentukan jaringan parut dan infiltrasi sel inflamatori dipengaruhi oleh jenis dari lesi medula spinalis.
Terdapat tiga jenis lesi : lesi mikro, kontusif dan lesi tusukan yang luas (large stab)
Gambar 2. Gambaran skematik dari tiga lesi stereotipik dari sistem saraf pusat: lesi mikro (A), lesi kontusif (B) dan lesi tusukan yang besar (C). Pada semua tipe, makrofag menginvasi lesi tersebut dan baik chondroitin sulfate proteoglycans (CSPGs) dan keratan sulfate proteoglycans (KSPGs) diregulasi naik. A. Kesejajaran astrosit tidak terganggu, tetapi akson tidak dapat beregenerasi di luar lesi. B. Selaput otak tidak rusak, tetapi kavitasi pada episentrum dari lesi tersebut dan deposisi proteoglikan terjadi. Akson tidak dapat beregenerasi di luar lesi, tetapi akson yang masih baik dapat ditemukan distal dari lesi. C. Lesi tusukan yang menembus selaput otak dan mengizinkan invasi fibroblast dan makrofag. Akson direpulsi secara tinggi oleh peningkatan gradien dari CSPGs dan KSPGs. Beberapa molekul inhibitor lainnya juga dihasilkan pada jenis cedera ini dan secara khusus prevalen pada inti lesi. ECM= extracellular matrix
(20)
Pada lesi mikro, sawar darah otak terganggu sedikit, astrosit tetap dalam kesejajaran yang normal tetapi menghasilkan chondroitin sulfate proteoglycans (CSPGs) dan keratan sulfate proteoglycans (KSPGs) sepanjang traktus yang cedera dan makrofag menginvasi lesi tersebut. Akson tidak dapat beregenerasi di luar lesi tersebut. Pada lesi kontusif, sawar darah-otak terganggu, tetapi selaput darah-otak masih utuh.
Kavitasi terjadi di episentrum dari lesi tersebut. Kesejajaran astrosit terganggu pada lesi. Astrosit menghasilkan CSPGs dan KSPGs pada gradien yang meningkat dari penumbra menuju pusat lesi. Tidak dijumpai invasi fibroblast pada inti lesi, dan karena itu, tidak dijumpai inhibitor yang mengekspresikan fibroblast. Makrofag menginvasi lesi tersebut dan intinya dan akson distrofik mendekati lesi tersebut sebelum pertumbuhan berhenti. Pada lesi tusukan yang luas, sawar darah otak rusak, dan kavitasi terjadi pada pusat lesi.
II.1.5 Klasifikasi
Penilaian neurologis pada cedera medula spinalis meliputi penilaian berikut seperti:
Sensasi pada tusukan (traktus spinotalamikus)
Sensasi pada sentuhan halus dan sensasi posisi sendi (kolum posterior)
Kekuatan kelompok otot (traktus kortikospinal)
Refleks (abdominal, anal dan bulbokavernosus)
Fungsi saraf kranial (bisa dipengaruhi oleh cedera servikal tinggi, seperti disfagia)10
Dengan memeriksa dermatom dan miotom dengan cara demikian, level dan completeness
dari cedera medula spinalis dan keberadaan kerusakan neurologis lainnya seperti cedera pleksus brakialis dapat dinilai. Segmen terakhir dari fungsi saraf spinal yang normal, seperti yang diketahui dari pemeriksaan klinis, disebut sebagai level neurologis dari lesi tersebut. Hal ini tidak harus sesuai dengan level fraktur, karena itu diagnosa neurologis dan fraktur harus dicatat. 10
Cedera inkomplit didefinisikan sebagai cedera yang berkaitan dengan adanya preservasi dari fungsi motor dan sensorik di bawah level neurologis, termasuk pada segmen sakral yang paling rendah. 10
Penilaian tingkat dan komplit atau tidaknya suatu cedera medula spinalis memungkinkan prognosa untuk dibuat. Jika lesi yang terjadi adalah komplit, kemungkinan penyembuhan
(21)
jauh lebih kecil dibandingkan dengan lesi inkomplit. Menyusul terjadinya cedera medula spinalis, terdapat beberapa pola cedera yang dikenal, antara lain:
Sindroma korda anterior
Terjadi akibat gaya fleksi dan rotasi pada vertebra menyebabkan dislokasi ke anterior atau akibat fraktur kompresi dari corpus vertebra dengan penonjolan tulang ke kanalis vertebra.
Sindroma korda sentralis
Biasanya dijumpai pada orang tua dengan spondilosis servikal. Cedera hiperekstensi menyebabkan kompresi medula spinalis antara osteofit ireguler dari corpus vertebra di anterior dengan ligamentum flavum yang menebal di posterior.
Sindroma korda posterior
Sindroma ini umumnya dijumpai pada hiperekstensi dengan fraktur pada elemen posterior dari vertebra.
Sindroma Brown-sequard
Secara klasik terjadi akibat cedera tusukan tetapi juga sering dijumpai pada fraktur massa lateral dari vertebra. Tanda dari sindroma ini sesuai dengan
hemiseksi dari medula spinalis.
Sindroma konus medularis Sindroma kauda ekuina6
Gambar 3. Potongan melintang dari korda spinalis, menunjukkan sindroma cedera medula spinalis parsial
(22)
Derajat keparahan cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi beberapa grade menurut Frankel. 6
Frankel A; kehilangan fungsi motorik dan sensorik Frankel B; ada fungsi sensorik, motorik tidak ada Frankel C; fungsi motorik ada tetapi tidak berfungsi Frankel D; fungsi motorik ada tetapi tidak sempurna
Frankel E; fungsi sensorik dan motorik baik, hanya ada refleks abnormal
II.1.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pasca cedera medula spinalis antara lain yaitu instabilitas dan deformitas tulang vertebra, fraktur patologis, syringomyelia pasca trauma, nyeri dan gangguan fungsi seksual.6
II.1.6 Penatalaksanaan
Mayoritas pasien dengan cedera medula spinalis disertai dengan cedera bersamaan pada kepala, dada, abdomen, pelvis dan ekstremitas – hanya sekitar 40% cedera medula spinalis yang terisolasi. Penatalaksanaan awal berlangsung seperti pasien trauma pada umumnya yang meliputi survei primer, resusitasi dan survei sekunder.11
Protokol terapi yang direkomendasikan berdasarkan pada 3 hal yang penting. Yang pertama, pencegahan cedera sekunder dengan intervensi farmakologis seperti pemberian metilprednisolon dalam 8 jam setelah kejadian sesuai dengan panduan yang dianjurkan dalam studi NASCIS-III.2
Pasien sebaiknya diberikan metilprednisolon dengan dosis bolus 30mg/kg berat badan diikuti dengan dosis pemeliharaan 5,4mg/kg berat badan per jam selama 23 jam atau 48 jam secara infusan. 2
Kedua, hipoksia dan iskemia di lokasi lesi medula spinalis sebaiknya diminimalisir dengan mengendalikan status hemodinamik dan oksigenasi. Semua pasien sebaiknya menerima oksigen tambahan yang cukup untuk mencapai saturasi oksigen mendekati 100%.2
(23)
Ketiga, begitu cedera medula spinalis disangkakan, tulang belakang harus diimobilisasi untuk mencegah cedera neurologis yang lebih lanjut. 2
Manajemen farmakologi pada cedera medula spinalis akut masih kontroversi. Optimisme yang menganggap bahwa pemahaman yang mendalam mengenai patogenesa dari cedera medula spinalis akut akan mengarah kepada penemuan strategi pengobatan farmakologis untuk mencegah cedera sekunder telah menemui kekecewaan dalam praktek klinis. 11
Kemungkinan aplikasi sel punca pada penanganan cedera medula spinalis terus dipelajari baik dengan menggunakan sel punca eksogen, seperti sel stroma mesenkim dan
olfactory ensheating glial cells, maupun dengan memanipulasi sel punca endogen.12,13
Pembedahan merupakan dan akan tetap menjadi pilihan utama dalam paradigma penanganan cedera medula spinalis, tetapi waktu yang tepat untuk melakukan operasi dekompresi masih menuai banyak kontroversi. 11
Untuk kondisi medis di mana kesembuhan belum tersedia, seperti cedera medula spinalis, deteksi dari faktor resiko, implementasi program preventif, dan identifikasi dari subjek yang potensial terkait merupakan relevansi yang penting. Studi epidemiologis dengan
follow up jangka panjang memberikan kontribusi ke dalam hal ini dengan memberikan gambaran perkiraan dari insidensi dan prevalensi, mengidentifikasi faktor resiko, memberikan gambaran kecenderungan, dan memprediksi keperluan di masa yang akan datang. 1
(24)
II.2. Kerangka Konsepsional
II.3. Definisi Operasional
1. Cedera medula spinalis traumatik
Cedera medula spinalis traumatik yaitu lesi traumatik pada medula spinalis dengan beragam defisit motorik dan sensorik atau paralisis yang tercatat di rekam medik pasien. 2. Usia.
Usia penderita sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medik penderita, untuk mengetahui distribusi kasus cedera medula spinalispada usia tertentu.
3. Jenis kelamin
Jenis kelamin sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medik pasien, untuk mengetahui distribusi kasus cedera medula spinalis berdasarkan jenis kelamin.
4. Riwayat pengobatan
Merupakan riwayat perawatan pasien sebelum datang ke RSUP Haji Adam Malik Medan, baik pengobatan medis maupun alternatif sesuai dengan yang tercantum di dalam rekam medik.
5. Lamanya datang
Lamanya pasien datang adalah waktu yang diperlukan dari awal kejadian hingga pasien datang ke RSUP. Haji Adam Malik Medan sesuai dengan yang tertera di rekam medik.
6. Etiologi
Etiologi atau penyebab dari cedera medula spinalis pada penderita didapatkan dari anamnesis yang tertera di rekam medik.
7. Tingkat keparahan
C
Ceeddeerraammeedduullaa s
sppiinnaalliissttrraauummaattiikk
K
Kaarraakktteerriissttiikk
1. Usia
2. Jenis kelamin 3. Lamanya datang 4. Riwayat pengobatan 5. Etiologi
6. Tingkat keparahan 7. Level cedera neurologi 8. Jenis tindakan
9. Lama rawatan 10. Status pulang
(25)
Tingkat keparahan dari cedera medula spinalis yang diderita oleh pasien dibagi menjadi beberapa tingkat sesuai dengan grading dari Frankel yang tercantum di dalam rekam medik yaitu
Frankel A; kehilangan fungsi motorik dan sensorik Frankel B; ada fungsi sensorik, motorik tidak ada Frankel C; fungsi motorik ada tetapi tidak berfungsi Frankel D; fungsi motorik ada tetapi tidak sempurna
Frankel E; fungsi sensorik dan motorik baik, hanya ada refleks abnormal 8. Level cedera neurologis
Level cedera neurologis merupakan level neurologis yang paling kaudal di mana fungsi sensorik dan motorik masih intak yang tercantum di dalam rekam medik.
9. Jenis tindakan
Jenis tindakan meliputi tindakan operatif atau konservatif yang diterima oleh pasien selama perawatan.
10.Lama rawatan
Lama rawatan merupakan periode waktu mulai dari pasien menjalani rawat inap sampai pulang sesuai dengan tanggal yang tercantum di rekam medik.
11.Status pulang
Status pulang merupakan cara pasien pulang dari RSUP Haji Adam Malik Medan setelah menjalani perawatan, yang bisa dikelompokkan menjadi tiga yaitu
Pulang paksa
Pulang berobat jalan
(26)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian deskriptif retrospektif yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan penderita cedera medula spinalis traumatik berdasarkan fakta – fakta yang telah terjadi dan tercatat di rekam medik pada pasien rawat inap di RSUP. Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2009 – Desember 2010.
III.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian : RSUP. Haji Adam Malik Medan.
Waktu penelitian : Dilakukan selama 5 bulan, terhitung dari tanggal 1 Agustus 2011 – 31 Desember 2011
III.3. Objek Penelitian
Rekam medik penderita dengan diagnosis cedera medula spinalis traumatik yang dirawat inap di RSUP. Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2009 – Desember 2010.
III.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi: Data rekam medik penderita yang dirawat dengan diagnosis
cedera medula spinalis traumatik, di RSUP. Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2010.
Kriteria Eksklusi: Data rekam medik penderita cedera medula spinalis traumatik yang tidak lengkap.
III.5. Cara Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari pencatatan pada rekam medik pasien di RSUP. Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2010.
(27)
Data medis dan demografi yang terhimpun ditabulasi dan disajikan dalam bentuk diagram atau tabel distribusi frekuensi serta dianalisa secara deskriptif.
III.6. Etika Penelitian
Setiap subjek akan dijamin kerahasiaannya atas data yang diperoleh dari rekam medik dengan tidak menuliskan nama pasien tetapi hanya berupa inisial saja.
Sebelum melakukan penelitian, peneliti akan meminta izin kepada beberapa institusi terkait antara lain Direktur RSUP. Haji Adam Malik Medan, Ketua Departemen dan Kepala Program Studi bagian Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP. Haji Adam Malik Medan, dan bagian Rekam Medik RSUP. Haji Adam Malik Medan.
(28)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
IV.1. Jumlah Kasus
Selama kurun waktu dua tahun ( Januari 2009 – Desember 2010) didapatkan jumlah
kasus cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik Medan sebanyak 44 kasus.
IV.2. Karakteristik Kasus IV.2.1. Jenis Kelamin dan Usia
Berdasarkan jenis kelamin sesuai dengan yang ditunjukkan pada diagram 1 diketahui bahwa pada umumnya penderita cedera medula spinalis traumatik adalah laki-laki (86,36%).
Diagram 1. Frekuensi cedera medula spinalis traumatik berdasarkan jenis kelamin di RSUP. H. Adam Malik Medan periode tahun 2009 – 2010
Berdasarkan usia, penderita cedera medula spinalis traumatik paling banyak berusia antara 31 tahun sampai dengan 40 tahun dengan jumlah penderita sebanyak 11 orang (25%) dan paling sedikit dijumpai pada golongan usia di atas 60 tahun (6,8%). Dalam penelitian ini, tidak dijumpai adanya kasus cedera medula spinalis traumatik pada golongan usia 0-10 tahun.
Laki - laki Perempuan 13,64%
(6 orang)
86,36% (38 orang)
(29)
Diagram 2. Frekuensi cedera medula spinalis traumatik berdasarkan usia di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009 - 2010
Waktu Tiba
Pada umumnya penderita cedera medula spinalis traumatik tiba di Instalasi Gawat Darurat RSUP Haji Adam Malik Medan lebih dari 8 jam setelah kejadian (93%).
Diagram 3. Frekuensi cedera medula spinalis traumatik berdasarkan waktu tiba di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009 - 2010
Di bawah 8 jam Di atas 8 jam 7 %
(3 orang) 93 %
(41 orang) 0%
13,6%
20,4%
25%
16%
18,2%
6,8%
0 2 4 6 8 10 12
0 - 10 11 - 20 21 - 30 31 - 40 41 - 50 51 - 60 >60
Fr
e
ku
e
n
si
(30)
Riwayat Pengobatan
Sebanyak 27 kasus tidak diketahui riwayat pengobatan sebelum datang ke RSUP Haji Adam Malik Medan. Penderita yang langsung datang ke RSUP Haji Adam Malik Medan dan yang sebelumnya mendapat perawatan di rumah sakit lain ada sebanyak 13 orang sedangkan yang mencari pengobatan tradisional sebelum akhirya datang ke RSUP Haji Adam Malik ada sebanyak 4 orang.
Diagram 4 . Riwayat pengobatan sebelum penderita datang ke RSUP Haji Adam Malik Medan
Etiologi
Berdasarkan penyebab terjadinya cedera medula spinalis traumatik yang terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas yaitu sebesar 45,5% diikuti oleh jatuh dari ketinggian yaitu sebesar 31,8%, dan yang paling sedikit adalah menyelam (2,3%).
Diagram 5. Etiologi cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik Medan
29,5% 9,1% 61,4% 0 5 10 15 20 25 30
Rumah sakit Tradisional Tidak tercantum
Fr e ku e n si Riwayat pengobatan 45,5% 31,8% 15,9% 4,5% 2,3% 0 5 10 15 20 25
KLL Jatuh Tertimpa Angkat beban
berat Menyelam Fr e ku e n si Etiologi
(31)
Diagram 5 menggambarkan penyebab cedera medula spinalis traumatik sesuai dengan golongan usia dengan kecelakaan lalu lintas sebagai penyebab yang dijumpai pada semua golongan usia kecuali golongan usia < 11 tahun.
Diagram 6. Etiologi pada penderita cedera medula spinalis sesuai dengan usia di RSUP Haji Adam Malik Medan
Derajat Keparahan
Derajat keparahan cedera medula spinalis sesuai dengan grading Frankel yang terbanyak yaitu Frankel A sebanyak 18 orang, diikuti oleh Frankel B sebanyak 9 orang, Frankel D sebanyak 7 orang, dan Frankel C sebanyak 5 orang. Sebanyak 5 buah rekam medik tidak mencantumkan derajat keparahan menurut grading Frankel.
0
3 4 3
2 4 3 0 2 2 6 1 3 0 0 1 2 1 3 0 0 0 0 1 1 1 1 0 2 4 6 8 10 12
0 - 10 11 - 20 21 - 30 31 - 40 41 - 50 51 - 60 >60
Fr e ku e n si
Golongan usia (tahun)
(32)
Diagram 7. Frekuensi derajat keparahan cedera medula spinalis traumatik menurut grading Frankel di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009 – 2010
Level Cedera Neurologis
Level cedera neurologis yang paling banyak yaitu Thorakal 12 sebesar 18% diikuti oleh servikal 4 sebesar 14%.
Diagram 8. Frekuensi level neurologis cedera medula spinalis traumatik di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009 – 2010
C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 L1 L2 L3 L4 L5 40,9% 20,4% 11,4% 15,9% 0 11,4% 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
(33)
Intervensi
Pada umumnya penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik selama periode Januari 2009 – Desember 2010 tidak menjalani tindakan operatif (86%).
Diagram 9. Frekuensi tindakan operatif dan non operatif selama perawatan kasus cedera medula spinalis traumatik di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009 - 2010
Masa rawatan
Tabel 2 menggambarkan lamanya masa rawatan penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP Haji Adam Malik Medan. Sebesar 59% kasus cedera medula spinalis traumatik dirawat selama kurang dari 10 hari di rumah sakit karena sebagian besar penderita pulang paksa.
Diagram 10. Lama masa rawatan penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009 – 2010
Operasi Tidak Operasi
14%
(6 Kasus)
86%
(38 Kasus)
59%
22,7%
11,4%
2,3%
0 2,3% 2,3%
0 5 10 15 20 25 30
0-10 11-20 21-30 31-40 41-50 51-60 >60
Fr
e
ku
e
n
si
(k
asu
s)
(34)
Status pulang
Penderita cedera medula spinalis traumatik yang pulang berobat jalan ada sebanyak 18 orang (41%), pulang paksa 19 orang (43,1%) dan yang meninggal dunia selama masa perawatan yaitu sebanyak 7 orang (15,9%).
Diagram 11. Frekuensi status pulang penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009 - 2010
41% 43,1%
15,9%
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Pulang Berobat Jalan Pulang Paksa Meninggal
Fr
e
ku
e
n
si
(35)
IV.3. PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, didapatkan kasus cedera medula spinalis traumatik sebanyak 44 kasus selama 2 tahun. Angka ini mungkin lebih kecil daripada kenyataan yang ada dikarenakan tidak sedikit penderita cedera medula spinalis traumatik yang meninggal di lokasi kejadian dan yang mencari pengobatan tradisional sehingga tidak terdata sama sekali. Selain itu, pada kasus-kasus trauma multipel yang mengancam jiwa, diagnosa cedera medula spinalis sering terlewatkan.
Dari 44 orang penderita cedera medula spinalis traumatik yang terbanyak adalah laki-laki dengan persentase sebesar 86,36% dengan penyebab paling sering adalah kecelakaan lalu lintas (45,5%) diikuti oleh jatuh dari ketinggian (31,8%). Angka ini sesuai dengan penelitian serupa yang dilakukan di negara-negara di Eropa dimana kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab yang paling sering dari cedera medula spinalis traumatik dengan angka berkisar antara 34,4%-61,8%.14 Kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kelalaian pengguna jalan seperti melanggar rambu-rambu lalu lintas dan balapan liar yang kebanyakan dilakukan oleh laki-laki dan perkerjaan-pekerjaan kasar dan berbahaya seperti lebih mungkin dikerjakan oleh laki-laki.
Berdasarkan usia, penderita cedera medula spinalis traumatik banyak dijumpai pada golongan usia produktif, 21-40 tahun, yaitu sebesar 45,4%, dengan mekanisme cedera pada golongan usia ini sebagian besar adalah kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian.
Golden period dalam penanganan kasus cedera medula spinalis traumatik sesuai dengan NASCIS III adalah kurang dari 8 jam, dimana dalam rentang waktu ini pemberian metilprednisolon masih bermanfaat dalam mencegah secondary damage pada medula spinalis akibat oedem, respon imunitas dan reaksi inflamasi. Dalam penelitian ini, pada umumnya penderita cedera medula spinalis traumatik tiba di Instalasi Gawat Darurat RSUP HAM di atas 8 jam (93%) dimana hal ini mungkin disebabkan oleh jarak dari lokasi kejadian yang cukup jauh dari RSUP HAM, perawatan akut sementara di rumah sakit terdekat ataupun tradisional (dukun) sebelum akhirnya datang ke RSUP HAM.
Sebagian besar penderita cedera medula spinalis traumatik yang datang ke RSUP HAM sebelumnya sudah mendapatkan perawatan akut di rumah sakit (13 orang). Sebagian kecil penderita mencari pengobatan tradisional (4 orang) untuk penanganan awal sebelum
(36)
datang ke RSUP HAM. Banyaknya penderita yang mendapatkan perawatan akut di rumah sakit mungkin disebabkan oleh trauma inisial yang berat yang biasanya disertai dengan penurunan kesadaran akibat cedera kepala maupun trauma lain yang mengharuskan pengantar untuk membawa penderita ke rumah sakit. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat kepada rumah sakit dalam hal penanganan kasus – kasus trauma yang berat sudah cukup baik.
Kebanyakan kasus cedera medula spinalis traumatik yang datang ke RSUP HAM tergolong kasus yang parah dengan grading Frankel A pada 18 kasus yang mengakibatkan tetraplegi maupun paraplegi. Tingginya derajat keparahan ini mungkin disebabkan oleh etiologi dari kasus ini yang kebanyakan adalah kecelakaan lalu lintas yang termasuk dalam cedera energi tinggi, sehingga lesi yang diakibatkan pada medula spinalis cukup berat.
Level cedera neurologis yang paling banyak dijumpai yaitu pada level thorakal 12 sebesar 18% diikuti oleh level servikal 4 sebesar 14%. Vertebra thorakal 12 termasuk dalam
thoracolumbar junction yang merupakan regio dengan tekanan yang tinggi dikarenakan oleh perubahan pada profil sagital dan transposisi dari tulang belakang dari regio thorakal yang kaku ke regio lumbal yang lebih dinamis, yang membuat regio ini rentan terhadap fraktur serta cedera medula spinalis. Sementara tingginya angka kejadian cedera medula spinalis pada level servikal berkaitan dengan tingginya angka kejadian cedera kepala yang seringkali melibatkan fraktur vertebra servikal dengan manifestasi tetraplegi akibat dari cedera medula spinalis.
Penderita cedera medula spinalis traumatik yang menjalani pembedahan ada sebanyak 6 orang (14%) dalam kurun waktu 2 tahun. Pada umumnya penderita tidak menjalani pembedahan (86%) karena menolak tindakan operasi dan sebagian lagi tidak memiliki biaya maupun jaminan kesehatan. Hal ini menunjukkan pemahaman masyarakat yang masih rendah mengenai cedera medula spinalis ataupun konseling pre operatif yang kurang komprehensif. Selain itu, penderita dengan trauma multipel yang berat meninggal akibat trauma yang lain di luar cedera medula spinalis sebelum sempat dioperasi. Sebagian penderita cedera medula spinalis traumatik yang datang ke RSUP HAM sudah terlalu lama dari trauma inisial sehingga tidak lagi terdapat indikasi operasi.
Dari 6 orang penderita yang menjalani operasi, satu orang menjalani operasi stabilisasi posterior pada regio lumbal (L1) dengan Pedicle Screw Sublaminar Wiring
(37)
masing-masing pada regio servikal (C4), torakal (T12) dan lumbal (L1). Satu orang menjalani operasi Discectomy pada regio servikal (C4) tanpa instrumentasi. Satu orang menjalani operasi stabilisasi posterior dan instrumentasi (Hartshill rectangle fixation) pada regio torakal (T12).
Lebih dari separuh penderita (59%) dirawat kurang dari 10 hari di RSUP HAM. Diantaranya sebanyak 13 orang penderita pulang paksa, 5 orang meninggal dan 8 orang pulang berobat jalan. Sebagian besar penderita pulang paksa karena tidak ada biaya maupun jaminan kesehatan.
(38)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP HAM kebanyakan adalah laki-laki pada golongan usia 31-40 tahun dengan penyebab yang paling sering adalah kecelakaan lalu lintas. Pada umumnya penderita tiba di RSUP HAM melebihi golden period (93%) dengan sebagian dari mereka mendapat perawatan akut di rumah sakit lain. Dari keseluruhan kasus, pada umumnya tidak menjalani tindakan operatif selama masa perawatan (86%). Sebagian besar penderita (59%) dirawat kurang dari 10 hari dan sebagian besar penderita pulang paksa (43,1%).
V.2. Saran
1. Peningkatan ketertiban lalu lintas dengan cara menindak tegas pengguna jalan yang melanggar aturan terutama yang melaju melebihi kecepatan dan melanggar lampu lalu lintas.
2. Perbaikan sarana lalu lintas seperti jalan yang rusak maupun lampu lalu lintas yang tidak nyala.
3. Penyuluhan kepada masyarakat awam mengenai cedera medula spinalis traumatik terutama dampaknya terhadap penderita itu sendiri dan lingkungan sekitarnya serta solusi-solusi yang tersedia dalam hal pengobatan secara medis, rehabilitasi sosial dan okupasional, dimulai dari lingkungan rumah sakit (penderita itu sendiri dan keluarganya, melalui konseling yang komprehensif) dan meluas ke masyarakat baik melalui media cetak maupun media elektronik.
4. Penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung untuk transportasi penderita dengan cedera tulang belakang.
(39)
DAFTAR PUSTAKA
1. van den Berg, M.E.L., Castellote, J.M., Mahillo-Fernandez, I., PedroCuesta, J. Incidence of Traumatic Spinal Cord Injury in Arago’n Spain (1972-2008). Journal of Neurotrauma.2011 Mar; 28:469-477
2. Delamarter RB, Coyle J. Acute Management of Spinal Cord Injury. J Am Acad Orthop Surg 1999;7:166-175
3. Spinal Cord Injury Facts and Figures at a Glance [Internet] 2011. Available from: https://www.nscisc.uab.edu/public_content/pdf/Facts%202011%20Feb%20Final.pdf 4. Paralysis Facts and Figures [Internet] 2011. Available from:
http://www.christopherreeve.org/site/c.mtKZKgMWKwG/b.5184189/k.5587/Paralysi s_Facts__Figures.htm
5. Dahlberg A, Kotila M, Leppanen P, Kautiainen H, Alaranta H. Prevalence of Spinal Cord Injury in Helsinki. Spinal Cord 2005; 43: 47-50.
6. Soopramanien A, Grundy D. Spinal Cord Injury in the Developing World. Dalam: Grundy D, Swain A. ABC of Spinal Cord Injury. Fourth edition. London: BMJ Publishing Group; 2002: 76.
7. Blackwell TL, Krause JS, Winkler T, Stiens SA. Spinal Cord Injury Desk Reference: Guidelines for Life Care Planning and Case Management. New York: Demos Medical Publishing Inc.; 2001.
8. Farry A, Baxter D, Cassidy D, Dvorak M, Fehlings M, Fingas M, dkk. The Incidence and Prevalence of Spinal Cord Injury in Canada : Overview and estimates based on current evidence. Canada: Rick Hansen Institute and Urban Futures; 2010:1.
9. Gupta R, Bathen ME, Smith JS, Levi AD, Bhatia NN, Steward O. Advances in the Management of Spinal Cord Injury. J Am Acad Orthop Surg. 2010;18:210-222
10.Swain A, Grundy D. Evacuation and initial management at hospital. Dalam: Grundy D, Swain A. ABC of Spinal Cord Injury. Fourth edition. London: BMJ Publishing Group; 2002: 76.
(40)
11.Casha S, Silvaggio J, Hurlbert RJ. Pharmacotherapy for spinal cord injury. Dalam: Amar AP. Surgical Management of Spinal Cord Injury: Controversies and Consensus. New York: Blackwell Publishing; 2007: 18.
12.Mathai KI, Sasivadanan, Sudumbraker S, Sahoo PK. Stem Cell Therapy for Spinal Cord Injury: A Plea for Rationality . Indian Journal of Neurotrauma (IJNT) 2008, Vol. 5, No. 1: 7-10
13.Lima C, Pratas-Vital J, Escada P, Hasse-Ferreira A, Capucho C, Peduzzi JD. Olfactory Mucosa Autografts in Human Spinal Cord Injury: A Pilot Clinical Study. J Spinal Cord Med. 2006;29:191-203
14.Karacan et al. Traumatic spinal cord injuries in Turkey: a nation-wide epidemiological study. Spinal Cord.2000;38,697-701
(1)
IV.3. PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, didapatkan kasus cedera medula spinalis traumatik sebanyak 44 kasus selama 2 tahun. Angka ini mungkin lebih kecil daripada kenyataan yang ada dikarenakan tidak sedikit penderita cedera medula spinalis traumatik yang meninggal di lokasi kejadian dan yang mencari pengobatan tradisional sehingga tidak terdata sama sekali. Selain itu, pada kasus-kasus trauma multipel yang mengancam jiwa, diagnosa cedera medula spinalis sering terlewatkan.
Dari 44 orang penderita cedera medula spinalis traumatik yang terbanyak adalah laki-laki dengan persentase sebesar 86,36% dengan penyebab paling sering adalah kecelakaan lalu lintas (45,5%) diikuti oleh jatuh dari ketinggian (31,8%). Angka ini sesuai dengan penelitian serupa yang dilakukan di negara-negara di Eropa dimana kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab yang paling sering dari cedera medula spinalis traumatik dengan angka berkisar antara 34,4%-61,8%.14 Kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kelalaian pengguna jalan seperti melanggar rambu-rambu lalu lintas dan balapan liar yang kebanyakan dilakukan oleh laki-laki dan perkerjaan-pekerjaan kasar dan berbahaya seperti lebih mungkin dikerjakan oleh laki-laki.
Berdasarkan usia, penderita cedera medula spinalis traumatik banyak dijumpai pada golongan usia produktif, 21-40 tahun, yaitu sebesar 45,4%, dengan mekanisme cedera pada golongan usia ini sebagian besar adalah kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian.
Golden period dalam penanganan kasus cedera medula spinalis traumatik sesuai dengan NASCIS III adalah kurang dari 8 jam, dimana dalam rentang waktu ini pemberian metilprednisolon masih bermanfaat dalam mencegah secondary damage pada medula spinalis akibat oedem, respon imunitas dan reaksi inflamasi. Dalam penelitian ini, pada umumnya penderita cedera medula spinalis traumatik tiba di Instalasi Gawat Darurat RSUP HAM di atas 8 jam (93%) dimana hal ini mungkin disebabkan oleh jarak dari lokasi kejadian yang cukup jauh dari RSUP HAM, perawatan akut sementara di rumah sakit terdekat ataupun tradisional (dukun) sebelum akhirnya datang ke RSUP HAM.
Sebagian besar penderita cedera medula spinalis traumatik yang datang ke RSUP HAM sebelumnya sudah mendapatkan perawatan akut di rumah sakit (13 orang). Sebagian kecil penderita mencari pengobatan tradisional (4 orang) untuk penanganan awal sebelum
(2)
datang ke RSUP HAM. Banyaknya penderita yang mendapatkan perawatan akut di rumah sakit mungkin disebabkan oleh trauma inisial yang berat yang biasanya disertai dengan penurunan kesadaran akibat cedera kepala maupun trauma lain yang mengharuskan pengantar untuk membawa penderita ke rumah sakit. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat kepada rumah sakit dalam hal penanganan kasus – kasus trauma yang berat sudah cukup baik.
Kebanyakan kasus cedera medula spinalis traumatik yang datang ke RSUP HAM tergolong kasus yang parah dengan grading Frankel A pada 18 kasus yang mengakibatkan tetraplegi maupun paraplegi. Tingginya derajat keparahan ini mungkin disebabkan oleh etiologi dari kasus ini yang kebanyakan adalah kecelakaan lalu lintas yang termasuk dalam cedera energi tinggi, sehingga lesi yang diakibatkan pada medula spinalis cukup berat.
Level cedera neurologis yang paling banyak dijumpai yaitu pada level thorakal 12 sebesar 18% diikuti oleh level servikal 4 sebesar 14%. Vertebra thorakal 12 termasuk dalam
thoracolumbar junction yang merupakan regio dengan tekanan yang tinggi dikarenakan oleh perubahan pada profil sagital dan transposisi dari tulang belakang dari regio thorakal yang kaku ke regio lumbal yang lebih dinamis, yang membuat regio ini rentan terhadap fraktur serta cedera medula spinalis. Sementara tingginya angka kejadian cedera medula spinalis pada level servikal berkaitan dengan tingginya angka kejadian cedera kepala yang seringkali melibatkan fraktur vertebra servikal dengan manifestasi tetraplegi akibat dari cedera medula spinalis.
Penderita cedera medula spinalis traumatik yang menjalani pembedahan ada sebanyak 6 orang (14%) dalam kurun waktu 2 tahun. Pada umumnya penderita tidak menjalani pembedahan (86%) karena menolak tindakan operasi dan sebagian lagi tidak memiliki biaya maupun jaminan kesehatan. Hal ini menunjukkan pemahaman masyarakat yang masih rendah mengenai cedera medula spinalis ataupun konseling pre operatif yang kurang komprehensif. Selain itu, penderita dengan trauma multipel yang berat meninggal akibat trauma yang lain di luar cedera medula spinalis sebelum sempat dioperasi. Sebagian penderita cedera medula spinalis traumatik yang datang ke RSUP HAM sudah terlalu lama dari trauma inisial sehingga tidak lagi terdapat indikasi operasi.
Dari 6 orang penderita yang menjalani operasi, satu orang menjalani operasi stabilisasi posterior pada regio lumbal (L1) dengan Pedicle Screw Sublaminar Wiring
(3)
masing-masing pada regio servikal (C4), torakal (T12) dan lumbal (L1). Satu orang menjalani operasi Discectomy pada regio servikal (C4) tanpa instrumentasi. Satu orang menjalani operasi stabilisasi posterior dan instrumentasi (Hartshill rectangle fixation) pada regio torakal (T12).
Lebih dari separuh penderita (59%) dirawat kurang dari 10 hari di RSUP HAM. Diantaranya sebanyak 13 orang penderita pulang paksa, 5 orang meninggal dan 8 orang pulang berobat jalan. Sebagian besar penderita pulang paksa karena tidak ada biaya maupun jaminan kesehatan.
(4)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Penderita cedera medula spinalis traumatik di RSUP HAM kebanyakan adalah laki-laki pada golongan usia 31-40 tahun dengan penyebab yang paling sering adalah kecelakaan lalu lintas. Pada umumnya penderita tiba di RSUP HAM melebihi golden period (93%) dengan sebagian dari mereka mendapat perawatan akut di rumah sakit lain. Dari keseluruhan kasus, pada umumnya tidak menjalani tindakan operatif selama masa perawatan (86%). Sebagian besar penderita (59%) dirawat kurang dari 10 hari dan sebagian besar penderita pulang paksa (43,1%).
V.2. Saran
1. Peningkatan ketertiban lalu lintas dengan cara menindak tegas pengguna jalan yang melanggar aturan terutama yang melaju melebihi kecepatan dan melanggar lampu lalu lintas.
2. Perbaikan sarana lalu lintas seperti jalan yang rusak maupun lampu lalu lintas yang tidak nyala.
3. Penyuluhan kepada masyarakat awam mengenai cedera medula spinalis traumatik terutama dampaknya terhadap penderita itu sendiri dan lingkungan sekitarnya serta solusi-solusi yang tersedia dalam hal pengobatan secara medis, rehabilitasi sosial dan okupasional, dimulai dari lingkungan rumah sakit (penderita itu sendiri dan keluarganya, melalui konseling yang komprehensif) dan meluas ke masyarakat baik melalui media cetak maupun media elektronik.
4. Penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung untuk transportasi penderita dengan cedera tulang belakang.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
1. van den Berg, M.E.L., Castellote, J.M., Mahillo-Fernandez, I., PedroCuesta, J. Incidence of Traumatic Spinal Cord Injury in Arago’n Spain (1972-2008). Journal of Neurotrauma.2011 Mar; 28:469-477
2. Delamarter RB, Coyle J. Acute Management of Spinal Cord Injury. J Am Acad Orthop Surg 1999;7:166-175
3. Spinal Cord Injury Facts and Figures at a Glance [Internet] 2011. Available from: https://www.nscisc.uab.edu/public_content/pdf/Facts%202011%20Feb%20Final.pdf 4. Paralysis Facts and Figures [Internet] 2011. Available from:
http://www.christopherreeve.org/site/c.mtKZKgMWKwG/b.5184189/k.5587/Paralysi s_Facts__Figures.htm
5. Dahlberg A, Kotila M, Leppanen P, Kautiainen H, Alaranta H. Prevalence of Spinal Cord Injury in Helsinki. Spinal Cord 2005; 43: 47-50.
6. Soopramanien A, Grundy D. Spinal Cord Injury in the Developing World. Dalam: Grundy D, Swain A. ABC of Spinal Cord Injury. Fourth edition. London: BMJ Publishing Group; 2002: 76.
7. Blackwell TL, Krause JS, Winkler T, Stiens SA. Spinal Cord Injury Desk Reference: Guidelines for Life Care Planning and Case Management. New York: Demos Medical Publishing Inc.; 2001.
8. Farry A, Baxter D, Cassidy D, Dvorak M, Fehlings M, Fingas M, dkk. The Incidence
and Prevalence of Spinal Cord Injury in Canada : Overview and estimates based on current evidence. Canada: Rick Hansen Institute and Urban Futures; 2010:1.
9. Gupta R, Bathen ME, Smith JS, Levi AD, Bhatia NN, Steward O. Advances in the Management of Spinal Cord Injury. J Am Acad Orthop Surg. 2010;18:210-222
10.Swain A, Grundy D. Evacuation and initial management at hospital. Dalam: Grundy D, Swain A. ABC of Spinal Cord Injury. Fourth edition. London: BMJ Publishing Group; 2002: 76.
(6)
11.Casha S, Silvaggio J, Hurlbert RJ. Pharmacotherapy for spinal cord injury. Dalam: Amar AP. Surgical Management of Spinal Cord Injury: Controversies and Consensus. New York: Blackwell Publishing; 2007: 18.
12.Mathai KI, Sasivadanan, Sudumbraker S, Sahoo PK. Stem Cell Therapy for Spinal Cord Injury: A Plea for Rationality . Indian Journal of Neurotrauma (IJNT) 2008, Vol. 5, No. 1: 7-10
13.Lima C, Pratas-Vital J, Escada P, Hasse-Ferreira A, Capucho C, Peduzzi JD. Olfactory Mucosa Autografts in Human Spinal Cord Injury: A Pilot Clinical Study. J Spinal Cord Med. 2006;29:191-203
14.Karacan et al. Traumatic spinal cord injuries in Turkey: a nation-wide epidemiological study. Spinal Cord.2000;38,697-701