BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS - Pengaruh Modal Kerja dan Efektivitas Modal Kerja Terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Manufaktur Logam dan Semen yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pengertian Profitabilitas

  Profitabilitas adalah rasio yang mengukur efektifitas manajemen

yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan investasi

perusahaan (J. Fred & Thomas. E. Copeland, 1999:23). Profitabilitas

  menurut Riyanto (2001) adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Sedangkan Sartono (2001) mendefinisikan profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.

  Dengan pengertian profitabilitas di atas maka seluruh perusahaan akan selalu berusahaa keras untuk meningkatkan profitabilitasnya. Jika perusahaan berhasil meningkatkan profitabilitasnya, dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut mampu mengelola sumber daya yang dimilikinya secara efektif dan efisien sehingga mampu menghasilkan laba yang tinggi. Dan begitu juga sebaliknya, perusahaan yang memiliki profitabilitas rendah menunjukkan bahwa perusahaan tersebut kurang mampu mengelola sumber daya yang dimilikinya dengan baik, sehingga tidak mampu menghasilkan laba tinggi. Rasio profitabilitas yang sering digunakan di dalam penelitian yang berkaitan dengan pengaruh modal kerja dan efektivitas modal kerja adalah return on investment (ROI). Return on Investment (ROI) menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan. Dengan mengetahui rasio ini, akan dapat diketahui apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan.

  Return On Investment (ROI) dalam analisa keuangan mempunyai

  arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa keuangan yang bersifat menyeluruh atau komprehensif. Analisa Return On Investment (ROI) ini sudah merupakan teknik analisa yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Return On Investment (ROI) itu sendiri adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan dalam operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (Munawir, 2004). Dengan demikian Return On Investment (ROI) menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi tersebut. Return on investment atau ROI dapat dirumuskan sebagai berikut:

  Laba Bersih Setelah Pajak ROI = X 100%

  Total Aktiva Dari beberapa pengertian profitabilitas tersebut di atas dapat diambil

suatu kesimpulan profitabilitas adalah suatu ukuran yang digunakan untuk

mengukur efisiensi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan selama

periode waktu tertentu.

  Menurut Husnan (1998), ROI memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan ROI sebagai berikut:

1) Analisis ROI dapat digunakan untuk mengukur efisiensi modal yang bekerja, efisiensi produksi dan efisiensi penjualan.

  2) Analisis ROI dapat digunakan untuk membandingkan efisiensi penggunaan modal pada perusahaan yang bersangkutan dengan perusahaan lain yang sejenis, sehingga dapat diketahui apakah perusahaan berada di bawah, sama atau di atas rata-rata.

  3) Analisis ROI dapat digunakan untuk mengukur efisiensi tindakan- tindakan yang dilakukan oleh divisi atau bagian, yaitu dengan mengalokasikan semua biaya dan modal ke dalam bagian yang bersangkutan dalam antrian untuk membandingkan efisiensi antar bagian. 4) Analisis ROI dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas dari masing-masing produk yang dihasilkan perusahaan. Dengan menggunakan product cost system (sistem biaya produksi) yang baik, maka modal dan biaya dapat dialokasikan ke dalam berbagai produk yang dihasilkan oleh perusahaan, sehingga dapat dihitung profitabilitas masing-masing produk.

  5) Analisis ROI dapat digunakan untuk keperluan perencanaan antara lain sebagai dasar dalam pengambilan keputusan jika perusahaan akan mengadakan ekspansi.

  Meskipun ROI memiliki kelebihan, namun ROI juga memiliki kelemahan, Kelemahan ROI adalah sebagai berikut:

1) Sulit membandingkan rate of return suatu perusahaan dengan perusahaan lain, karena perbedaan praktek akuntansi antar perusahaan.

  2) Analisa Return On Investment (ROI) saja tidak dapat dipakai untuk membandingkan antara dua perusahaan atau lebih dengan memperoleh hasil yang memuaskan.

2.1.2 Pengertian Modal Kerja

  Pengertian modal kerja atau working capital menurut Djarwanto (2001) adalah berhubungan dengan keseluruhan dana yang digunakan selama periode akuntansi tertentu yang dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan untuk periode akuntansi yang bersangkutan (current income). Weston dan Brigham(1994) mengemukakan bahwa modal kerja adalah investasi perusahaan pada aktiva jangka pendek, seperti kas, sekuritas yang mudah dipasarkan, piutang usaha dan persediaan. Sedangkan menurut Munawir (2004) modal kerja adalah kelebihan nilai aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh hutang hutangnya. Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa modal kerja adalah investasi perusahaan pada aktiva jangka pendek dalam bentuk kas, sekuritas, piutang dan persediaan yang digunakan untuk memenuhi kegiatan operasi perusahaan.

  Ada 3 konsep atau pengertian modal kerja yang umum dipergunakan, yaitu (Riyanto: 2001) :

  Konsep Kuantitatif 1)

  Konsep ini

  mendasarkan pada kuantitas dari dana yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan perusahaan dalam membiayai operasinya yang bersifat rutin, atau menunjukkan jumlah dana (fund) yang tersedia untuk tujuan operasi jangka pendek. Dengan demikian, modal kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancar. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja bruto (gross working

  

capital ). Modal kerja yang besar menurut konsep ini tidak menjamin

  kelangsungan operasi yang akan datang, serta tidak mencerminkan likuiditas perusahaan.

  Konsep Kualitatif

  2)

  Dalam konsep ini pengertian modal kerja dikaitkan dengan besarnya jumlah hutang lancar atau hutang yang harus segera dibayar.

  Dengan demikian maka sebagian dari aktiva lancar harus disediakan untuk memenuhi kewajiban finansial yang segera harus dilakukan, di mana bagian aktiva lancar ini tidak boleh digunakan untuk membiayai operasi perusahaan untuk menjaga likuiditasnya. Oleh karena itu, modal kerja menurut konsep ini adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa mengganggu likuiditasnya yaitu yang merupakan kelebihan aktiva lancar diatas hutang lancar. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja neto (net working capital). Definisi ini bersifat kualitatif karena menunjukkan tersedianya aktiva lancar yang lebih besar daripada hutang lancarnya (hutang jangka pendek).

  Konsep Fungsional

  3)

  Konsep ini mendasarkan mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan (income). Setiap dana yang digunakan dalam perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan dari usaha pokok perusahaan, tetapi tidak semua dana digunakan untuk menghasilkan pendapatan periode ini (current income). Ada sebagian dana yang digunakan untuk memperoleh atau menghasilkan pendapatan untuk periode berikutnya (future income). Sehingga besarnya modal kerja dalam

  konsep ini adalah: (1) Besarnya kas (2) Besarnya persediaan (3) Besarnya piutang dikurangi besarnya keuntungan (4) Besarnya sebagian dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap. Perbedaan yang mendasar dari ketiga konsep diatas adalah terletak

pada penentuan jumlah modal kerja. Dan konsep modal kerja yang

digunakan dalam penelitian ini adalah konsep kualitatif. Modal kerja yang

cukup lebih baik daripada modal kerja yang berlebihan, karena dengan modal kerja yang berlebihan menunjukkan bahwa perusahaan tidak bisa

  

menggunakan dana yang ada dengan baik, sehingga dana tersebut menjadi

tidak produktif. Begitu juga sebaliknya modal kerja yang kurang dari

cukup akan dapat menjadi penyebab kemunduran/bahkan kegagalan suatu

perusahaan.

2.1.3 Jenis Modal Kerja

  Modal kerja dalam suatu perusahaan menurut Riyanto (2001) dapat digolongkan dalam beberapa jenis:

  1)

  Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital) Modal kerja permanen yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalani fungsinya atau dengan kata lain modal kerja yang secara terus-menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Modal kerja ini terdiri dari

  (1). Modal kerja primer (Primary Working Capital) yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjaga kontinuitas usahanya. (2). Modal kerja normal (Normal Working Capital) yaitu modal kerja yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan proses produksi yang normal. Kapasitas normal mempunyai pengertian yang fleksibel menurut kondisi perusahaan. Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital)

  2)

  Modal Kerja Variabel adalah modal kerja yang dibutuhkan saat-

  saat tertentu dengan jumlah yang berubah-ubah sesuai dengan

  Modal kerja ini terdiri dari: perubahaan keadaan dalam satu periode. (1) Modal kerja musiman (Seasonal Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh perubahan musim. (2) Modal kerja siklis (Cyclical Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh perubahan permintaan produk. (3) Modal kerja darurat (Emergency Working Capital) yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya.

2.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Modal Kerja

  Untuk menentukan jumlah modal kerja yang dianggap cukup bagi suatu perusahaan bukan merupakan hal yang mudah, karena modal kerja yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut (Munawir : 2004):

  Sifat atau jenis perusahaan

  1)

  Kebutuhan modal kerja tergantung pada jenis dan sifat dari usaha yang dijalankan oleh suatu perusahaan. Modal kerja dari perusahaan jasa relative lebih rendah bila dibandingkan dengan kebutuhan modal kerja perusahaan industri, karena untuk perusahaan jasa tidak memerlukan investasi yang besar dalam kas, piutang maupun persediaan. Kebutuhan uang tunai untuk membayar pegawai maupun untuk membiayai operasinya dapat dipenuhi dari penghasilan atau penerimaan- penerimaan saat itu juga, sedangkan piutang biasanya ditagih dalam waktu relatif pendek. Bagi perusahaan industry dibutuhkan modal kerja yang lebih besar karena perusahaan harus mengadakan investasi yang cukup besar dalam aktiva lancar agar perusahaan tidak mengalami kesulitan di dalam operasinya. Waktu yang diperoleh untuk memproduksi barang yang akan dijual.

  2)

  Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan berhubungan langsung dengan jangka waktu yang diperlukan untuk memproduksi barang yang akan dijual. Semakin lama waktu yang diperlukan untuk memproduksi barang, maka jumlah modal kerja yang diperlukan semakin besar.

  Syarat pembelian dan penjualan.

  3)

  Syarat kredit pembelian barang dagangan atau bahan baku akan mempengaruhi besar kecilnya modal kerja. Syarat kredit pembelian yang menguntungkan akan memperkecil kebutuhan uang kas yang harus ditanamkan dalam persediaan dan sebaliknya. Di samping itu modal kerja juga dipengaruhi oleh syarat penjualan. Semakin lunak kredit (jangka kredit lebih panjang) yang diberikan kepada langganan akan semakin besar kebutuhan modal kerja yang harus ditanamkan dalam piutang.

  Tingkat perputaran persediaan.

  4)

  Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan maka jumlah modal kerja yang ditanamkan dalam bentuk persediaan (barang) akan semakin rendah. Untuk dapat mencapai tingkat perputaran yang tinggi, maka harus diadakan perencanaan dan pengawasan persediaan yang efisien.

  Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan akan mengurangi risiko kerugian yang disebabkan karena penurunan harga atau perubahan selera konsumen, di samping itu akan menghemat ongkos penyimpanan dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut.

  Tingkat perputaran piutang

  5)

  Kebutuhan modal kerja juga dipengaruhi jangka waktu penagihan piutang. Apabila piutang terkumpul dalam waktu pendek berarti kebutuhan akan modal kerja semakin rendah atau kecil. Untuk mencapai tingkat perputaran piutang yang tinggi diperlukan pengawasan piutang yang efektif dan kebijaksanaan yang tepat sehubungan dengan perluasan kredit, syarat kredit penjualan, maksimum kredit bagi langganan serta penagihan piutang. Volume Penjualan

  6)

  Perusahaan membutuhkan modal kerja untuk mendukung kegiatan operasional pada saat terjadi peningkatan penjualan. Jika tingkat penjualan tinggi maka modal kerja yang diperlukan relatif tinggi, sebaliknya bila penjualan rendah dibutuhkan modal kerja yang rendah.

  Faktor Musim dan Siklus

  7)

  Fluktuasi dalam penjualan yang disebabkan oleh faktor musim dan siklus akan mempengaruhi kebutuhan akan modal kerja. Perusahaan yang dipengaruhi oleh musim membutuhkan jumlah modal kerja yang relative pendek. Modal kerja yang ditanamkan dalam bentuk persediaan barang berangsur-angsur meningkat dalam bulan-bulan menjelang puncak penjualan.

2.1.5 Fungsi Modal Kerja

  Modal kerja/dana yang cukup akan menguntungkan bagi perusahaan,

disamping memungkinkan bagi kesulitan keuangan, juga akan memberikan

keuntungan lain yaitu:

1) Melindungi perusahaan terhadap krisis modal kerja karena turunnya

nilai dari aktiva lancar.

2) Memungkinkan untuk dapat membayar semua kewajiban-kewajiban

tepat pada waktunya.

  

3) Menjamin dimilikinya kredit standing perusahaan semakin besar dan

memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya-

bahaya atau kesulitan keuangan yang mungkin terjadi.

4) Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup

untuk melayani para konsumennya.

  

5) Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang

lebih menguntungkan kepada para langganannya.

  

6) Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih

efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang ataupun jasa yang dibutuhkan.

2.1.6 Sumber Modal Kerja

  Menurut Munawir (2004) Pada dasarnya modal kerja terdiri dari dua bagian pokok, yaitu: Bagian yang tetap atau bagian yang permanen, yaitu jumlah minimum

  1)

  yang harus tersedia agar perusahaan dapat berjalan dengan lancar tanpa kesulitan keuangan.

  Jumlah modal kerja variabel yang jumlahnya tergantung pada aktivitas

  2) musiman dan kebutuhan-kebutuhan di luar aktifitas biasa.

  Kebutuhan modal kerja yang permanen seharusnya atau sebaiknya dibiayai oleh pemilik perusahaan atau para pemegang saham. Semakin besar jumlah modal kerja yang dibiayai atau yang berasal dari investasi pemilik perusahaan akan semakin baik bagi perusahaan tersebut karena akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk memperoleh kredit, dan semakin besar jaminan kreditor jangka pendek. Di samping dari investasi para pemilik perusahaan, kebutuhan modal kerja yang permanen dapat pula dibiayai dari penjualan obligasi atau jenis hutang jangka panjang lainnya, tetapi dalam hal ini perusahaan harus mempertimbangkan jatuh tempo dari hutang jangka panjang ini di samping juga harus mempertimbangkan beban bunga yang harus dibayar oleh perusahaan.

  Djarwanto (2001) pada umumnya modal kerja suatu perusahaan berasal dari berbagai sumber, yaitu: 1) Hasil operasi perusahaan.

  Modal kerja perusahaan yang berasal dari hasil operasi perusahaan dapat dihitung dengan menganalisa laporan penghitungan laba rugi perusahaan.

  Dengan adanya keuntungan atau laba dari usaha perusahaan dan apabila laba tersebut tidak diambil oleh pemilik perusahaan maka laba tersebut akan menambah modal perusahaan yang bersangkutan. 2) Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga (investasi jangka pendek).

  Surat-surat berharga merupakan salah satu elemen aktiva lancar yang segera dapat dijual dan akan menimbulkan keuntungan bagi perusahaan.

  Dengan adanya penjualan surat berharga ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam unsur modal kerja yaitu dari bentuk surat berharga menjadi uang kas. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan surat berharga ini merupakan suatu sumber bertambahnya modal kerja, sebaliknya apabila terjadi kerugian maka modal kerja akan berkurang. 3) Penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar.

  Sumber lain yang dapat menambah modal kerja adalah hasil penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan. Perubahan dari aktiva ini menjadi kas atau piutang akan menyebabkan bertambahnya modal kerja.

  4) Penjualan saham atau obligasi.

  Untuk menambah dana atau modal kerja yang dibutuhkan perusahaan dapat pula mengadakan emisi saham baru atau meminta kepada para pemilik perusahaan untuk menambah modalnya atau dengan menerbitkan obligasi.

  5) Dana pinjaman dari bank dan pinjaman jangka pendek lainnya.

  Pinjaman jangka pendek (seperti kredit bank) bagi beberapa perusahaan merupakan sumber penting dari aktiva lancarnya, terutama sebagai tambahan modal kerja yang diperlukan untuk membelanjai kebutuhan modal kerja musiman, siklis, keadaan darurat atau kebutuhan jangka pendek lainnya.

6) Kredit dari supplier.

  Salah satu sumber modal kerja adalah kredit yang diberikan supplier. Material, barang-barang dan jasa bisa dibeli secara kredit. Apabila perusahaan kemudian dapat mengusahakan menjual barang dan menarik pembayaran piutang sebelum waktu hutang harus dilunasi, perusahaan hanya memerlukan modal kerja yang kecil.

2.1.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Modal Kerja

  Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan modal kerja, yaitu: Modal kerja meningkat sebagai berikut:

  1)

  (1) Perusahaan memperoleh laba,

  (2) Perusahaan menjual aktiva tetap, (3) Penyusutan aktiva tetap, (4) Bertambah besarnya hutang jangka panjang, (5) Perusahaan menambah besarnya modal pesertaan.

  Modal kerja menurun sebagai berikut:

  2)

  (1) Perusahaan menderita rugi, (2) Perusahaan membeli aktiva tetap, (3) Hutang jangka panjang perusahaan menurun, (4) Perusahaan mengurangi besarnya modal pesertaan, (5) Perusahaan membagikan deviden.

2.1.8 Penggunaan Modal Kerja

  Penggunaan modal kerja akan menyebabkan perubahan bentuk

maupun penurunan jumlah aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan,

tetapi penggunaan aktiva lancar tidak selalu diikuti dengan berubahnya atau

turunnya jumlah modal kerja yang dimiliki perusahaan. Penggunaan aktiva

lancar yang menyebabkan turunnya aktiva lancar adalah sebagai berikut: 1) Pembayaran biaya atau ongkos-ongkos operasi perusahaan karena adanya

penjualan surat berharga atau efek maupun kerugian yang insidentil

lainnya.

  2) Adanya pembentukan dana atau pemisahan aktiva lancar untuk tujuan-

tujuan tertentu dalam jangka panjang, misalnya dana pelunasan obligasi,

dan pensiun pegawai, dan ekspansi ataupun dana-dana lainnya.

  

3) Adanya penambahan atau pembelian aktiva tetap, investasi jangka

panjang atas aktiva tidak lancar lainnya yang mengakibatkan berkurangnya aktiva lancar yang berakibat berkurangnya modal kerja. 4) Pembayaran hutang-hutang jangka panjang. 5) Pengambilan uang atau barang dagangan oleh pemilik perusahaan untuk kepentingan pribadi atau prive.

  (Munawir, 2004:124-127)

2.1.9 Perputaran Modal Kerja

  Jumlah modal kerja selalu dalam keadaan berputar atau beroperasi

dalam perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan

usaha. Periode perputaran modal kerja (working capital turnorver period)

dimulai saat kas diinvestasikan dalam komponen modal kerja saat sampai

dimana kas kembali lagi menjadi kas. Makin pendek periode tersebut berarti

makin cepat perputarannya atau makin tinggi tingkat perputarannya

(turnover rate-nya). Lama periode perputaran modal kerjanya tergantung

kepada berapa lama periode perputaran dari masing-masing komponen dari

modal kerja tersebut (Riyanto, 2001).

  Untuk menilai keefektifan modal kerja dapat digunakan ratio antara

total penjualan dengan jumlah modal kerja rata-rata (working capital

turnorver ). Ratio ini menunjukkan hubungan antara modal kerja dengan

penjualan akan menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh

  

perusahaan (dalam jumlah rupiah) untuk tiap modal kerja (Munawir,

2004:80).

2.1.10 Metode Perputaran Modal Kerja

  Di Dalam menentukan perputaran modal kerja dapat dibedakan 2 metode yaitu: 1) Metode keterikatan dana (siklus daur dana) Metode ini digunakan jika usaha baru dimulai, dengan demikian pengalaman dari pengelola atau tentunya dengan dominan dipengaruhi keadaan internal perusahaan yang mengikuti perkembangan kegiatan sehari-hari dalam jangka waktu lama. Menurut metode siklus atau daur dana ini perputaran modal kerja dapat diketahui dengan menghitung periode atau jangka waktu dana tertanam. Sejak kas diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai kembali lagi menjadi kas.

  2) Metode perputaran (turnorver) Metode ini menggunakan analisis laporan keuangan perusahaan

secara umum atau total modal kerja dihitung dengan rumus working capital turnover yaitu total penjualan dibagi dengan net working capital atau gross working capital (Ahmad, 1997:7-12). Tingkat perputaran modal kerja dapat diukur dengan menggunakan rasio yaitu diambil dari

data laporan rugi laba dan neraca. Untuk menilai keefektifan modal kerja dapat digunakan rasio antara total penjualan dengan jumlah modal kerja rata-rata tersebut (working capital turnorver). Rasio ini menunjukkan

hubungan antara modal kerja dengan penjualan dan menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan (jumlah rupiah) untuk tiap rupiah modal kerja (Munawir, 2004:80). Rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya angka perputaran modal kerja dalam penelitian ini adalah:

  Penjualan Bersih Perputaran Modal Kerja =

  Modal Kerja Rata-rata

  (Munawir, 2004:80)

2.1.11 Pengertian Efektivitas

  Menurut Supriyono (2000 : 67) efektivitas adalah hubungan antara keluaran pusat pertanggungjawaban dengan tujuannya. Efektivitas adalah suatu kemampuan memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas dapat diukur dengan :

  (Cash Turnover)

1) Perputaran Kas

  Kas merupakan aktiva paling likuid atau merupakan salah satu unsur modal kerja yang paling tinggi likuiditasnya yang berarti bahwa semakin besar jumlah kas yang dimiliki suatu perusahaan akan semakin tinggi pula tingkat likuiditasnya. Ini berarti bahwa perusahaan mempunyai risiko yang lebih kecil untuk tidak dapat memenuhi kewajiban finansialnya. Tetapi ini tidak berarti bahwa perusahaan harus mempertahankan persediaan kas yang sangat besar, karena semakin besar kas akan menyebabkan banyaknya uang menganggur sehingga akan memperkecil keuntungannya. Tetapi suatu perusahaan yang hanya mengejar keuntungan tanpa memperhatikan likuiditasnya, maka perusahaan tersebut akan dalam keadaan likuid jika sewaktu-waktu ada tagihan (Riyanto, 2001).

  Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kas sangat berperan dalam menentukan kelancaran kegiatan perusahaan, oleh karena itu kas harus direncanakan dan diawasi dengan baik dari segi penerimaan dan pengeluarannya. Sumber penerimaan kas pada dasarnya berasal dari (Munawir, 2004):

  Hasil penjualan investasi jangka panjang dan aktiva tetap yang diikuti

  (1) dengan penambahan kas.

  Pengeluaran surat tanda bukti hutang, baik jangka pendek maupun

  (2)

  jangka panjang serta bertambahnya hutang yang diimbangi dengan adanya penerimaan kas.

  Adanya penurunan atau berkurangnya aktiva lancar selain kas yang

  (3) diimbangi dengan adanya penerimaan kas.

  Adanya penerimaan kas karena sewa, bunga atau deviden dari

  (4) investasinya.

  Sedangkan pengeluaran kas dapat disebabkan adanya transaksi- transaksi sebagai berikut: Pembelian saham atau obligasi sebagai investasi jangka pendek

  (1) maupun jangka panjang serta adanya pembelian aktiva tetap lainnya.

  Penarikan kembali saham yang beredar maupun adanya pengambilan

  (2) kas perusahaan oleh pemilik perusahaan.

  Pelunasan atau pembayaran angsuran hutang jangka pendek atau

  (3) jangka panjang.

  Pembelian barang dagangan secara tunai, adanya pembayaran biaya

  (4)

  operasi yang meliputi upah dan gaji, pembelian perlengkapan kantor, pembayaran bunga dan premi asuransi serta adanya persekot biaya maupun persekot pembelian. Pengeluaran kas untuk membayar deviden, pembayaran pajak, denda-

  (5) denda lainnya.

  Jumlah kas pada suatu saat dapat dipertahankan dengan besarnya jumlah aktiva lancar ataupun hutang lancar. H. G. Guthmann menyatakan bahwa jumlah kas yang ada dalam perusahaan hendaknya tidak kurang dari 5% sampai 10% dari jumlah aktiva lancar. Jumlah kas dapat pula dihubungkan dengan jumlah penjualannya. Perbandingan antara penjualan dengan jumlah rata-rata kas menggambarkan tingkat perputaran kas (cash

  

turnover ). Perputaran kas merupakan merupakan kemampuan kas dalam

  menghasilkan pendapatan sehingga dapat dilihat berapa kali uang kas berputar dalam satu periode tertentu.

  Untuk menghitung perputaran kas dapat digunakan rumus sebagai berikut: Penjualan Bersih

  Perputaran kas = Rata-rata Kas

  Semakin tinggi perputaran kas ini akan semakin baik. Karena ini berarti semakin tinggi efisiensi penggunaan kasnya. Tetapi cash turnorver yang berlebih-lebihan tingginya dapat berarti bahwa jumlah kas yang tersedia terlalu kecil untuk volume penjualan tersebut.

  2) Perputaran Piutang (Receivable Turn Over)

  Pengelolaan piutang suatu perusahaan dapat dilihat dari tingkat

perputaran piutangnya, dimana tingkat perputaran piutang merupakan

periode terikatnya modal kerja dalam piutang. Semakin cepat periode

berputarnya piutang menunjukkan semakin cepat penjualan kredit dapat

kembali menjadi kas (Riyanto, 2001 : 90). Adapun rumus yang dapat

digunakan untuk menghitung tingkat peputaran piutang (receivable turn

over ) adalah sebagai berikut:

  Penjualan Kredit

  Receivable Turn Over =

  Rata-rata Piutang

  Tinggi rendahnya perputaran piutang mempunyai efek langsung

terhadap besar kecilnya modal yang diinvestasikan dalam piutang. Makin

tinggi perputaran piutang, sehingga untuk mempertahankan penjualan

kredit tertentu, dengan naiknya perputaran piutang, dibutuhkan jumlah

modal yang lebih kecil yang diinvestasikan dalam piutang (Riyanto, 2001)

  3) Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over) Masalah investasi dalam inventory merupakan masalah pembelanjaan aktif, seperti halnya investasi dalam aktiva-aktiva lainnya

  

Inventory atau persediaan barang sebagai elemen yang utama dari modal

  kerja merupakan aktiva yang selalu dalam keadaan berputar, di mana secara terus menerus mengalami perubahan.. Masalah penentuan besar investasi atau alokasi modal dalam inventory mempunyai efek yang langsung terhadap keuntungan perusahaan. Kesalahan dalam penetapan besarnya investasi dalam inventory akan menekan keuntungan perusahaan.

  Adanya investasi dalam inventory yang terlalu besar dibandingkan dengan kebutuhan akan memperbesar beban bunga, memperbesar biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang, memperbesar kemungkinan kerugian karena kerusakan, turunnya kualitas, sehingga semuanya ini akan memperkecil keuntungan perusahan. Demikian sebaliknya, adanya investasi yang terlalu kecil dalam inventory juga akan mempunyai efek yang menekan keuntungan perusahaan (Riyanto, 2001).

  Untuk mengetahui efektivitas pengelolaan persediaan dapat dilihat

dari perhitungan tingkat perputaran persediaannya, karena semakin tinggi

tingkat perputaran persediaan akan menunjukkan semakin pendek waktu

terikatnya modal dalam persediaan sehingga untuk memenuhi volume

penjualan tertentu dalam naiknya perputaran persediaan maka dibutuhkan

jumlah modal kerja yang lebih kecil. Adapun perhitungan tingkat

peputaran persediaan adalah sebagai berikut : Harga Pokok Penjualan

  Perputaran Persediaan =

  Rata-rata Persediaan

2.1.12 Rasio Keuangan

  Rasio menurut Riyanto (2001 : 329) adalah ukuran yang sering

digunakan dalam analisis finansial. Penganalisa finansial adalah

mengadakan analisis rasio finansial pada dasarnya dapat melakukannya

dengan dua cara perbandingan, yaitu sebagai berikut.

  1)

  Membandingkan rasio sekarang dengan rasio-rasio diwaktu yang lain (rasio historis) atau dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk yang akan datang di perusahaan yang sama.

  2)

  

Membandingkan rasio-rasio disuatu perusahaan dengan rasio-rasio

sejenisnya dari perusahaan lain yang sejenis atau rasio industri untuk waktu yang sama. Dengan membandingkan rasio perusahaan dengan rasio industry akan dapat diketahui apakah perusahaan yang

bersangkutan dalam aspek finansial tertentu berada di atas rata-rata

industri (above average).

  Rasio-rasio dikelompokkan ke dalam kelompok dasar, yaitu

likuiditas, solvabilitas, dan aktivitas. Dari rasio-rasio tersebut selanjutnya

penggunaan rasio yang akan dibatasi hanya pada rasio likuiditas, rasio

aktivitas dan rasio profitabilitas.

  1) Rasio Likuiditas Menurut Sawir (2001 : 8) rasio likuiditas adalah rasio yang

digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi

kewajiban jangka pendeknya tepat pada waktunya. Semakin tinggi

likuiditas berarti semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam

  

memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Uang tunai merupakan

likuiditas yang paling tinggi karena diterima semua orang dan dapat

ditukar dengan sesuatu dimana saja. Dimana ratio likuiditas mengukur

kecepatan sebuah investasi (aset) atau ditukar menjadi suatu nilai. Ratio

ini terdiri dari :

(1) Current Ratio, yaitu kemampuan perusahaan untuk membayar

hutang yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar.

(2) Quick Ratio, yaitu kemampuan perusahaan untuk membayar hutang

yang harus segera dipenuhi aktiva lancar yang lebih likuid.

  

(3) Cash Ratio, yaitu kemampuan perusahaan membayar hutang

lancarnya dengan kas atau yang setara dengan kas.

  2) Ratio Aktvitas Sawir (2001 : 14) menyatakan bahwa rasio aktivitas mengukur

seberapa efektif perusahaan memanfaatkan semua sumber daya yang ada

pada perusahaannya. Semua rasio aktivitas ini melibatkan perbandingan

antara tingkat penjualan dan investasi pada berbagai jenis aktiva. Rasio-

rasio aktivitas yang umumnya digunakan adalah perputaran persediaan,

periode penagihan rata-rata, perputaran modal kerja, perputaran aktiva

tetap, dan rasio perputaran total aktiva. Untuk mengukur efektivitas

penggunaan modal kerja dapat diukur dengan tingkat perputaran modal

kerta serta tingkat perputaran masing-masing komponen dalam modal

kerja tersebut. Untuk selanjutnya rasio aktivitas yang akan digunakan

  

untuk mengukur tingkat efektivitas penggunaan modal kerja adalah

sebagai berikut : (1) Ratio Perputaran Kas Menurut Riyanto (2001 : 95) makin tinggi tingkat perputaran kas maka makin baik, karena ini berarti semakin tinggi efisiensi penggunaan kasnya. Tingkat perputaran kas dapat dihitung dengan membandingkan antara penjualan bersih dengan kas rata-rata.

  Penjualan Bersih

  Perputaran Kas =

  Rata-rata kas

  (2) Ratio Perputaran Piutang Menurut Riyanto (2001 : 91) piutang sebagai elemen dari modal kerja selalu dalam keadaan berputar. Periode perputaran atau terikatnya modal dalam piutang adalah tergantung pada syarat pembayarannya. Semakin tinggi perputaran piutang maka semakin kecil jumlah modal yang terikat dalam piutang sehingga dapat mengurangi biaya modal dan akhirnya dapat meningkatkan profitabilitas. Tingkat perputaran piutang dapat diketahui dengan membandingkan penjualan kredit dengan rata-rata piutang.

  Penjualan Kredit Perputaran Piutang =

  Rata- rata Piutang

  (3) Ratio Perputaran Persediaan Menurut Sawir (2001 : 15) menyatakan bahwa rasio perputaran persediaan mengukur efisiensi pengelolaan persediaan barang dagang. Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan berarti semakin pendek waktu terikatnya modal dalam persediaan sehingga untuk memenuhi penjualan tertentu dibutuhkan jumlah modal yang lebih baik. Jadi untuk memenuhi penjualan tertentu dibutuhkan jumlah modal yang lebih kecil. Tingkat perputaran persediaan dapat dihitung dengan membandingkan harga pokok penjualan dengan persediaan rata-rata.

  Harga Pokok Penjualan

  Perputaran Persediaan =

  Rata-rata Persediaan

  (4) Rasio Profitabilitas Menurut Sawir (2001 : 17) profitabilitas merupakan hasil akhir bersih berbagai kebijakan dan keputusan manajemen. Rasio profitabilitas akan memberikan jawaban akhir tentang efektivitas manajemen perusahaan. Rasio profitabilitas yang memberikan gambaran tentang tingkat efektivitas pengelolaan perusahaan dapat

dianalisa dengan margin laba kotor (gross profit margin), rentabilitas ekonomis (basic earning power), margin laba bersih (net profit margin), hasil pengembalian atas investasi (return on investment), dan pengembalian atas modal (return on equity). Rasio-rasio profitabilitas terdiri dari :

a) Gross Profit Margin, yaitu laba bruto yang diperoleh perusahaan dari penjualan.

  Penjualan - HPP

  Gross Profit Margin =

  Penjualan

  Basic Earning Power, yaitu laba operasi sebelum bunga dan pajak

  b) yang dihasilkan oleh setiap rupiah penjualan.

  Laba Operasi x 100%

  Basic Earning Power =

  Total Aktiva

  Net Profit Margin, yaitu keuntungan bersih yang diperoleh

  c) perusahaan dari setiap rupiah penjualan.

  Laba setelah Pajak

  Net Profit Margin =

  Penjualan

  Return On Investment, yaitu kemampuan dari modal yang

  d)

  diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor.

  Laba Setelah Pajak X 100%

  Return On Investment =

  Total Aktiva

  Return On Equity, yaitu kemampuan dari modal sendiri untuk

  e)

  menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham preferen dan saham biasa.

  Laba setelah Pajak

  Return On Equity =

  Modal Sendiri

  Dalam penelitian ini rasio profitabilitas yang akan digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas adalah Return On Investment (ROI), yang menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dalam periode tertentu.

  (5) Rasio Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover) Perputaran modal kerja adalah kemampuan modal kerja berputar dalam suatu periode siklus kas dan perusahaan, yang diukur dengan Penjualan Bersih

  Perputaran Modal Kerja =

  Modal Kerja Rata-rata

2.1.13 Hubungan Jumlah Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Modal kerja dalam suatu perusahaan harus dikelola dengan baik.

  Modal kerja tersebut harus cukup jumlahnya dalam arti harus mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran untuk kegiatan operasi perusahaan sehari-hari. Dengan adanya modal kerja yang cukup akan menguntungkan bagi perusahaan karena di samping memungkinkan bagi perusahaan untuk

  

beroperasi secara ekonomis dan efisien perusahaan tidak mengalami

kesulitan keuangan. Modal kerja yang cukup lebih baik daripada modal

kerja yang berlebihan, karena dengan modal kerja yang berlebihan

menunjukkan bahwa perusahaan tidak bisa menggunakan dana yang ada

dengan baik, sehingga dana tersebut menjadi tidak produktif. Hal tersebut

akan berdampak terhadap tingkat pengembalian modal perusahaan atau

profitabilitas. Begitu juga sebaliknya modal kerja yang kurang dari cukup

akan dapat menjadi penyebab kemunduran/bahkan kegagalan suatu perusahaan dan menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan.

2.1.14 Hubungan Efektivitas Penggunaan Modal Kerja Terhadap Profitabilitas

  Efektivitas penggunaan modal kerja secara langsung akan

menunjukkan kemampuan modal kerja berputar dalam satu perioide siklus

kas perusahaan. Jika dihubungkan dengan penjualan, efektivitas yang

semakin meningkat akan memungkinkan perusahaan menghasilkan output

tertentu dengan jumlah modal kerja yang relatif sedikit. Penggunaan modal

kerja yang efektif akan memungkinkan perusahaan untuk menjalankan

kegiatannya secara normal. Semakin tinggi efektivitas penggunaan modal

kerja suatu perusahaan, maka akan semakin meningkatkan profitabilitasnya.

2.1.15 Hubungan Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas

  Tingkat perputaran modal kerja yang tinggi akan menyenangkan

kreditor jangka pendek. Mereka akan memperoleh kepastian bahwa modal

  

kerja berputar dengan kecepatan tinggi dan utang akan segera dapat dibayar

meski dalam kondisi operasi yang sulit sehingga meningkatkan profitabilitas

perusahaan. Suatu perusahaan dikatakan memiliki profitabilitas tinggi

artinya bahwa modal yang besar, efektivitas juga akan tinggi. Tetapi modal

yang besar belum tentu perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi.

Hal ini tergantung dari penggunaan penggunaan modal kerja apakah efektif

dan efisien atau tidak. Modal kerja yang selalu berputar akan mempengaruhi

arus dana dalam perusahaan. Apabila perputaran modal kerja mengalami

peningkatan setiap tahunnya, berarti arus dana yang kembali ke perusahaan

akan semakin lancar. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat

perputaran modal kerja, semakin panjang waktu terikatnya dana yang berarti

pengelolaan modal kerja kurang efektif dan efisien dan cenderung

menurunkan profitabilitasnya.

2.2 Penelitian Terdahulu

  Hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan Modal Kerja, Efektivitas terhadap Profitabilitas dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

  No. Nama Peneliti, Tahun, Variabel Penelitian Hasil Penelitian dan Judul Penelitian

  1 Nurhafni (2009), Variabel Menunjukkan bahwa “Pengaruh Modal Independen adalah Modal Kerja dan Kerja dan Perputaran Modal Kerja, dan Perputaran Modal

  Modal Kerja terhadap

  Retur On Equity (ROE) Perusahaan

  Consumer Goods Industry di BEI”

  Perputaran Modal Kerja, variabel dependen adalah ROE

  Kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap ROE Perusahaan.

  2 Imelda Yulistri (2009), “Pengaruh Efektivitas dan Kebutuhan Modal Kerja terhadap Laba Bersih Industri Barang Konsumsi di BEI”

  Variabel Independen adalah Efektivitas Modal Kerja dan Kebutuhan Modal Kerja, variabel dependen adalah Laba Bersih

  Menunjukkan bahwa Efektivitas Modal Kerja dan Kebutuhan Modal Kerja memiliki pengaruh yang simultan terhadap laba bersih Perusahaan.

  3 Ellys Delfrina Sipangkar (2009), “Pengaruh Perputaran Persediaan terhadap Tingkat Profitabilitas Perusahaan Otomotif di BEI.”

  Variabel Independen adalah Perputaran persediaan, variabel dependen adalah ROA

  Menunjukkan bahwa tingkat perputaran persediaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Profitabilitas Perusahaan.

  4 Seprina Ruleta (2008), “Pengaruh

  Variabel Independen adalah

  Menunjukkan bahwa Tingkat Perputaran Tingkat Perputaran Piutang Terhadap Profitabilitas pada PT.Gresik Cipta Sejahtera Cabang Medan.”

  Tingkat Perputaran Piutang, Variabel Dependen adalah ROA.

  Piutang tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Profitabilitas.

  5 Gunarto (2007), “Analisis Efektifitas Pengaruh Tingkat Perputaran Piutang dan Perputaran Persediaan Terhadap Profitabilitas pada KPRI cabang Semarang.”

  Variabel Independen adalah Tingkat Perputaran Piutang dan Perputaran Persediaan, Variabel Dependen adalah Rentabilitas Ekonomi.

  Menunjukkan bahwa Tingkat Perputaran Piutang dan Perputaran Persediaan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Rentabilitas Ekonomi.

  6 Dian Hesti Pratiwi (2007), “Pengaruh Tingkat Perputaran Persediaan terhadap Rentabilitas Ekonomi pada Perusahaan Barang Konsumsi

  Variabel Independen adalah Perputaran Persediaan, Variabel Dependen adalah Rentabilitas Ekonomi.

  Menunjukkan bahwa Tingkat Perputaran Persediaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Rentabilitas Ekonomi. yang terdaftar di BEI.”

  7 Siti Karnia (2006), “Pengaruh Tingkat Perputaran Persediaan Barang Jadi terhadap Tingkat Rentabilitas PT.Pindad (persero) Bandung.”

  Variabel Independen adalah Barang Jadi, Variabel Dependen adalah Rentabilitas Ekonomi.

  Menunjukkan bahwa Tingkat Perputaran Barang Jadi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap rentabilitas ekonomi.

  Nufhafni (2009), judul penelitian “Pengaruh Modal Kerja dan Perputaran Modal Kerja terhadap Retur On Equity (ROE) Perusahaan

  

Consumer Goods Industry di BEI.” Variabel dependen dalam penelitian

  adalah Return On Equity (ROE) dan variabel independen adalah Modal Kerja dan Perputaran Modal Kerja. Penelitian ini menggunakan kuantitatif, dengan pengujian asumsi klasik, serta analisis statistik yaitu analisis regresi linier sederhana. Data yang digunakan adalah laporan keuangan tahun 2003- 2007 dengan sample 33 perusahaan Consumer Goods di BEI. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa jumlah modal kerja dan perputaran modal kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Return On Equity perusahaan.

  Imelda Yulistri (2009), “Pengaruh Efektivitas dan Kebutuhan Modal Kerja terhadap Laba Bersih Industri Barang Konsumsi di BEI.” Variabel dependen dalam penelitian adalah Laba Bersih dan variabel independen adalah Efektivitas Modal Kerja dan Kebutuhan Modal Kerja. Penelitian ini menggunakan kuantitatif, dengan pengujian asumsi klasik, serta analisis statistik yaitu analisis regresi linier sederhana dan diuji dengan uji f dan uji- t. Data yang digunakan adalah laporan keuangan tahun 2006-2007 dengan sample 33 perusahaan Industri Barang Konsumsi di BEI. Hasil Penelitian menunjukkan Efektivitas Modal Kerja dan Kebutuhan Modal Kerja memiliki pengaruh yang simultan terhadap Laba Perusahaan.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

27 255 82

Pengaruh Modal Kerja dan Efektivitas Modal Kerja Terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Manufaktur Logam dan Semen yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

1 65 106

Pengaruh Manajemen Modal Kerja dan Likuiditas Terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Industri Farmasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 82 86

Pengaruh Kebijakan Dividen dan Profitabilitas terhadap Struktur Modal Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

9 76 108

Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

4 78 93

Pengaruh Modal Kerja dan Leverage Terhadap Profitabilitas Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

5 97 94

Pengaruh Perputaran Kas dan Modal Kerja Terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Manufaktur Sektor Perkebunan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2010-2014

4 68 55

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Modal - Pengaruh Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 1 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Modal Kerja - Pengaruh Penggunaan Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 1 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Modal Kerja 2.1.1 Pengertian Modal Kerja - Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Makanan dan Minuman Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 16