BAB V KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERKOTAAN - DOCRPIJM 5eca49d8ba BAB VBab V

  2) Kawasan perkotaan Bua di Kecamatan Bua, kawasan perkotaan Padang Sappa di

BAB V Kecamatan Ponrang dan Kawasan perkotaan Batusitanduk di Kecamatan KETERPADUAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERKOTAAN Walenrang diarahkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp).

  3) Kawasan perkotaan yang diarahkan sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (PPK), terdiri atas:  Kawasan perkotaan Lamasi di Kecamatan Lamasi;

   5.1 Arahan RTRW Kabupaten Luwu

  Kawasan perkotaan To’Lemo di Kecamatan Lamasi Timur; Tinjauan terhadap kebijakan penataan ruang merupakan upaya terhadap

   Kawasan perkotaan Taba di Kecamatan Walenrang Timur; pembentukan landasan hukum bagi pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat  Kawasan perkotaan Suli di Kecamatan Suli; dalam penataan ruang. Untuk mencapai tujuan penataan ruang, maka perlu dilakukan  Kawasan perkotaan Larompong di Kecamatan Larompong; penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan  Kawasan perkotaan Benepute di Kecamatan Binuang; pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang merupakan proses untuk  Kawasan perkotaan Bajo di Kecamatan Bajo; menentukan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang  Kawasan perkotaan Pattedong di Kecamatan Ponrang Selatan; meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.  Kawasan perkotaan Cilallang di Kecamatan Kamanre; dan

5.1.1 Arahan Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Luwu  Kawasan perkotaan Noling di Kecamatan Bupon.

  Secara umum pusat kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan pemerintahan berada di 4) Kawasan perkotaan yang diarahkan sebagai Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL), kawasan perkotaan. Secara umum pula kebutuhan hasil pertanian diproduksi di kawasan terdiri atas: perdesaan untuk memenuhi kebutuhan wilayah Kabupaten Luwu dan wilayah sekitarnya,  Kawasan perkotaan Lindajang di Kecamatan Suli Barat; baik berupa bahan mentah maupun barang siap konsumsi. Begitu juga sebaliknya  Kawasan perkotaan Bone Lemo di Kecamatan Bajo Barat; kebutuhan barang hasil industri manufaktur diproduksi di atau disalurkan melalui kawasan  Kawasan perkotaan Rante Balla di Kecamatan Latimojong; perkotaan. Agar interkoneksitas antar pusat kegiatan, serta pelayanan prasarana wilayah  Kawasan perkotaan Beuma di Kecamatan Bastem; efisien dan efektif maka perlu diwujudkan sistem interkoneksitas antar kawasan perkotaan  Kawasan perkotaan Ilanbatu di Kecamatan Walenrang Barat; dan dan perdesaan yang berdaya guna besar. Sistem perkotaan Wilayah Kabupaten Luwu  Kawasan perkotaan Bosso di Kecamatan Walenrang Utara. dibangun dengan beberapa pusat kegiatan seperti pusat kegiatan wilayah pusat kegiatan lokal maupun pusat pelayanan kawasan, serta kawasan perkotaan berupa kota, ibukota

  5.1.2 Arahan Rencana Sistem Jaringan Prasarana

  kabupaten, ibukota kecamatan dan kawasan pusat pertumbuhan industri dan

  a. Arahan Rencana Sistem Jaringan Prasarana Utama perdagangan yang padat dengan kegiatan pekotaan dan fasilitas permukiman.

  Arahan rencana sistem jaringan prasarana utama yang ada di Kabupaten Luwu, Arahan terhadap rencana pusat-pusat kegiatan lingkup wilayah kabupaten, terdiri atas: pengembangannya diharapkan akan dapat menjadi simpul bagi sistem pelayanan

  a. Rencana Sistem Jaringan Transportasi Darat sosial, budaya, ekonomi, dan/atau administrasi masyarakat di wilayah kabupaten.

   Jalan Arteri Kota Belopa menuju Kota Palopo (di sebelah Selatan) dan menuju Adapun arahan rencana pusat-pusat kegiatan yang ada di wilayah kabupaten, terdiri Masamba disebelah Utara, disamping merupakan jalan Nasional dan Provinsi, atas: juga sebagai jalur penghubung antar ibukota, juga diupayakan mendukung

  1) Kawasan perkotaan Belopa di Kecamatan Belopa dan Belopa Utara diarahkan sirkulasi antara permukiman, perkantoran, dan pendidikan dengan kawasan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL). pusat kegiatan.

   Jalan Trans menuju Palopo-Kota Makassar, disamping merupakan jalan  Latimojong-Bastem : ± 29,2 km Nasional dan Provinsi, juga merupakan jalur penghubung antar kota dan

  : ± 6 km  Bua-Bastem kabupaten juga diupayakan menghubungkan kawasan permukiman dan

  : ± 5,9 km  Bajo (Desa Talla Bulawang)-Suli (Desa Botta) pertanian dengan kawasan perdagangan dan Bandara Udara Bua di Kabupaten

  : ± 7,2 km  Bajo Barat (Desa Sampeang) – Suli Barat (Desa Luwu.

  Kaili)  Jalan Trans menuju Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, selain berfungsi

   Bukit Sutra-Desa Malewong (Perbatasan Kab. : ± 9,9 km untuk mendorong sirkulasi antara fungsi kehutanan, pertanian, dan perkebunan Sidrap) dengan kawasan industri pengolahan juga sebagai jalur penghubung regional.

  : ± 2,8 km  Suli (Desa Lindajang)- Desa Alang (Kec. Suli)

   Perintisan jalan Bua, Barana ke Desa Pantilang sebagai jalur penghubung : ± 16 km

   Lalong – Lamasi Pantai selain pertanian tanaman pangan dan perkebunan di Kecamatan Bastem, : ± 10 km

   Lalong – Ilan Batu bagian utara, juga ke kawasan pengembangan pertambangan dan perkebunan.

  : ± 21 km  Ilan Batu – Lamasi Hulu Perintisan jalan trans antar dari Kecamatan Bua (Pa’batang) ke Desa   Bulo

  : ± 7 km

  • – Lamasi Mappetajang sepanjang 6 km untuk menghubungkan jalanan dari pusat

  : ± 16 km  Lamasi – Pompengan Pantai bandara Kecamatan Bua lewat Pa’batang ke Desa Mappetajang, Desa

  : ± 4 km  Pompengan Pantai – Lamasi Pantai Tasangtongkonan dan Desa Maindo (Perbatasan Kabupaten Tanah Toraja),

  : ± 5 km  Barammase – Tombang juga merupakan penghubung regional.

  : ± 9 km  Salu Tubu - Pongko  Jalur Arteri Lalong dan Lamasi Pantai ke arah pantai selatan (Kecamatan

  Selanjutnya, sistem pergerakan yang menghubungkan tiap kota kecamatan Walenrang Timur), sebagai jalur penghubung selain pertanian tanaman pangan menuju ke pusat kota Kabupaten (termasuk pergerakan eksternal) perlu mendapat dan perkebunan di Kecamatan Walenrang, bagian utara, juga ke kawasan penanganan, karena sebagian besar masih harus diperbaiki kualitasnya. pengembangan perikanan (pesisir, dan laut).

   Perintisan jalan Kecamatan Larompong Desa Bukit Sutra ke arah Kabupaten Kemudian, untuk meningkatkan aksesibilitas dan mempermudah mobilitas Sidrap melalui Kecamatan Pitu Riase sebagai jalur alternatif penghubung penduduk diperlukan beberapa terminal tipe B dan C untuk melayani pergerakan regional antar kabupaten. regional dan pergerakan internal kabupaten. Terminal regional utama perlu

   Perintisan jalan Kecamatan Walenrang Barat ke arah Desa Balusu Kabupaten ditempatkan di Kota Belopa, sedangkan terminal lainnya perlu tersedia pada masing- Toraja. masing ibukota kecamatan. Terminal Tipe A untuk saat ini belum diperlukan karena

  Selain bertumpu pada tujuh fungsi jalan di atas, pengembangan struktur ruang belum sesuai dengan fungsinya, tetapi harus ada pada perencanaan tingkat provinsi. juga diupayakan dengan pengembangan jalan-jalan baru yang dapat menghubungkan

  Terminal yang ada di Kabupaten Luwu sekarang dirasakan tidak akan mampu dan memperlancar arus pergerakan antar pemanfaatan ruang. Berikut ini adalah jalur- lagi untuk menampung segala aktivitas yang berkaitan dengan terminal, mengingat jalur penghubung antar pusat permukiman (termasuk antar wilayah) yang kondisinya luasannya yang tidak memungkinkan lagi serta semakin tingginya arus pergerakan lalu perlu selalu dijaga dan ditingkatkan: lintas Palopo

  • – Belopa dan Belopa – Makassar. Oleh karena itu untuk masa yang akan : ± 21 km

   Desa Noling – Desa Padang Tuju (Bupon) – datang perlunya penentuan lokasi terminal sesuai dengan kriteria di atas agar fungsi

  Kec. Bajo Barat terminal sebagai titik simpul pergerakan orang dan barang dapat terwujud.

  : ± 26 km  Belopa-Latimojong

  Berdasarkan kondisi di atas, sehingga lokasi yang dapat dikembangkan menjadi lokasi  Bajo-Latimojong : ± 20 km terminal yaitu di sekitar perpotongan atau di ujung arteri primer (jalan lingkar luar Barat) dengan jalan arteri sekunder menuju pusat kota yaitu di daerah sekitar Sabe di dan manusia, peningkatan ketersediaan dan kondisi fisik prasarana transportasi, ujung awal jalan lingkar luar Barat. perubahan fungsi lahan pada jalur-jalur strategis serta kawasan sekitar Bandar

1. Rencana Sistem Jaringan Transportasi Laut Udara kearah sektor komersial.

  Di Wilayah Kabupaten Luwu terdapat satu bentangan garis pantai (Bagian Selatan). Dari sisi pemanfaatan ruang, rencana pengembangan lahan sekitar Bandara Udara Sehingga, aktivitas transportasi laut diarahkan di bagian pantai selatan dalam upaya Bua meliputi : membangun sektor perhubungan laut di Kabupaten Luwu kedepan. Pelabuhan-  Pembatasan pemanfaatan lahan untuk bangunan pada zona I (Timur dan pelabuhan terdekat yang ada saat ini adalah Pelabuhan Tanjung Ringgit (Kota Barat). Palopo), Pelabuhan Kolaka, Pelabuhan Malangke, Pelabuhan Malili dan Pelabuhan

   Pengawasan dan pengontrolan kegiatan ekspansi pemukiman secara besar- Bonepute, yang melayani pelayaran internal maupun antar pulau. Kemudian juga besaran pada zone I. terdapat beberapa pelabuhan berbentuk TPI.

   Pengontrolan pemanfaatan lahan yang dapat membahayakan kegiatan bandara Hingga saat ini telah direncanakan Pelabuhan Provinsi di Desa Senga Selatan utamanya pembakaran sampah dan sawah (sisa jerami) atau ladang, Pantai Kecamatan Belopa dan TPI Kelurahan Belopa. Dimana keberadaan khususnya pada zone I dan II. pelabuhan umum dan pelabuhan rakyat ini akan dapat menciptakan rute-rute

   Penataan sistem sirkulasi dan jalur transportasi, serta optimalisasi peruntukan pelayaran baru terutama pada kawasan regional bagian selatan. lahan, pada zone II.

2. Rencana Sistem Jaringan Transportasi Udara

   Penataan kawasan penyangga bandar udara dan ruang-ruang terbuka hijau Satu-satunya sistem transportasi udara yang ada di Wilayah Kabupaten Luwu (perdu dan rerumputan). terletak di Kecamatan Bua adalah Bandar Udara Bua, dan saat ini merupakan moda

  b. Arahan Rencana Sistem Jaringan Prasarana Lainnya transportasi yang melayani sistem pergerakan ekternal antar wilayah.

  1. Rencana Sistem Jaringan Energi

  Rencana yang berkaitan dengan pengembangan Kawasan Bandar Udara Bua Menurut data untuk saat ini di Wilayah Kabupaten Luwu pelanggan yang telah dapat dilihat pada pembahasan sebagai berikut. terlayani oleh prasarana listrik berjumlah 87.785 KK untuk tahun 2008. Kemudian,

  Kawasan ini di kemudian hari akan menjadi prime mover. Peningkatan kapasitas jangkauan pelayanan secara umum belum merata keseluruh bagian wilayah dan fungsi bandara akan memacu perkembangan sektor ekonomi di wilayah ini. kabupaten, dan saat itu prioritas pelayanan diarahkan pada kawasan perkotaan. Beberapa sektor/sub-sektor yang akan mengalami peningkatan pesat meliputi

  Rencana pengembangan energi kelistrikan adalah sebagai berikut: budaya dan pariwisata, perdagangan (antar wilayah), dan pelayanan jasa.  Peningkatan pelayanan akan kebutuhan prasarana listrik untuk masa yang akan Kemudian, peningkatan kapasitas dan fungsi bandara akan berpengaruh pada datang harus diupayakan mencapai 100% guna memberi penerangan kepada peningkatan yang sangat signifikan terhadap arus barang dan manusia baik yang masyarakat dan meningkatkan produksi industri bagi pengguna jasa listrik. masuk maupun yang keluar Kabupaten Luwu.

   Peningkatan jangkauan pelayanan dapat dilakukan dengan distribusi melalui Pengembangan transportasi udara, dalam hal ini bandar udara, memiliki peran PLN ranting, sub-ranting dan listrik desa, sehingga mampu melayani jumlah desa strategis menuju keberhasilan pelaksanaan program pengembangan pertanian. secara keseluruhan. Saat ini Bandara Bua dan termasuk kategori Bandara Kelas III, dan dalam proses

   Peningkatan kapasitas energy listrik dapat memanfaatkan potensi sungai selanjutnya, Bandara Bua akan ditingkatkan menjadi Bandara Kelas II yang dapat sebagai energi lokal yang ada, melalui pengembangan Pembangkit Listrik didarati pesawat berbadan lebar.

  Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang tersebar di Kabupaten Luwu, diantaranya: Pada tingkat mikro, peningkatan kapasitas dan fungsi Bandar Udara ini akan

   Potensi Sungai Mattiro di Kecamatan Larompong Selatan dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap aktivitas tiga jalur strategis  Potensi Sungai Mallewang di Kecamatan Larompong Selatan sebagaimana disebutkan sebelumnya, terutama dalam hal peningkatan arus barang  Potensi Sungai Samparo di Kecamatan Larompong Selatan

   Potensi Sungai Kandang Batu di Kecamatan Larompong Selatan kelancaran arus lalu lintas, seperti terganggunya lalu lintas jalan/kemacetan lalu

   Potensi Sungai Lambuang, Sungai Tomoti dan Sungai Tia di Desa Sinaji lintas serta gangguan pemukiman penduduk dan kepadatannya.

  Kecamatan Bastem

  5.1.3 Arahan Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten

   Potensi Sungai Sanggau di Desa Binturu Kecamatan Larompong

  a. Kawasan Lindung

   Potensi Sungai Buntu Awo di Desa Buntu Awo Kecamatan Walenrang Rencana pengembangan kawasan lindung terdiri atas: kawasan hutan lindung;

   Potensi Sungai di Desa Bukit Sutra (Dusun Belo dan Rambu) Kecamatan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; kawasan Larompong perlindungan setempat; kawasan pelestarian alam dan cagar budaya; kawasan rawan

   Potensi Sungai Balla Desa Rante Alang Kecamatan Larompong bencana alam; kawasan lindung geologi; dan kawasan lindung lainnya.  Potensi Sungai Salu Lembu Desa Lumaring Kecamatan Larompong

  1. Rencana Pengembangan kawasan hutan lindung  Potensi Sungai Belajang Dusun Bambakalua Desa Karapuang Kecamatan  Menetapkan kawasan lindung sebesar minimal 28,77 % dari luas seluruh

  Bastem wilayah Kabupaten Luwu yang dikelompokan dalam Daerah Aliran Sungai

   Potensi Sungai Tampumia di Desa Tampimia Kecamatan Bupon (DAS) atau biasa disebut juga Daerah Pengaliran Sungai (DPS), yang meliputi

   Potensi Sungai Suli Desa Pariangang Kecamatan Suli Barat kawasan yang berfungsi lindung di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan

  2. Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi hutan, termasuk berbagai kawasan konservasi.

  Kapasitas pelayanan sistem telekomunikasi sampai menjangkau:  Mempertahankan kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi

   Desa-desa yang letaknya berada di daerah tidak terjangkau sinyal telepon hidrologis untuk menjamin katersediaan sumber daya air. genggam/handphone (daerah blank spot).

   Mengendalikan pemanfaatan ruang di luar kawasan hutan sehingga tetap  Desa-desa yang jaraknya jauh dari jaringan kabel telepon dan kondisi topografi berfungsi lindung. alamnya sulit untuk dilalui jaringan teresterial telekomunikasi.

  2. Rencana pengembangan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya  Desa-desa yang dapat diakses oleh jaringan kabel telepon atau sinyal handphone tetapi tergolong miskin.

   Menetapkan kawasan lindung sebesar minimal 28,77 % dari luas seluruh

  3. Rencana Sistem Drainase dan Pengelolaan Air Limbah

  wilayah Kabupaten Luwu yang dikelompokan dalam Daerah Aliran Sungai Sistem jaringan drainase direncanakan menggunakan sistem saluran terbuka

  (DAS) atau biasa disebut juga Daerah Pengaliran Sungai (DPS), yang meliputi (riol) yang belum memisahkan antara limpasan air hujan (run off) dan limbah rumah kawasan yang berfungsi lindung di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan tangga. hutan, termasuk berbagai kawasan konservasi. Rencana pengembangan ini ditujukan guna menghindari genangan dan untuk

   Mempertahankan kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi mencegah berkembangnya pemukiman-pemukiman liar yang tak terkendali di jalur hidrologis untuk menjamin katersediaan sumber daya air. drainase/sungai yang ada terutama didaerah-daerah baru yang saat ini masih

   Mengendalikan pemanfaatan ruang di luar kawasan hutan sehingga tetap sedikit pemukiman. berfungsi lindung. Rencana pengembangan diprioritaskan pada kawasan genangan dengan

  Di wilayah Kabupaten Luwu, kawasan lindung dalam kenyataannya juga merupakan memperhatikan faktor kuantitatif genangan, seperti luas genangan, tinggi kawasan resapan air. Kawasan yang termasuk dalam hutan lindung adalah yang genangan, lama genangan, dll. Demikian pula faktor kerusakan yang ditimbulkan mempunyai ketinggian tempat (elevasi) lebih dari 2000 m dari permukaan laut, atau akibat banjir/genangan, gangguan ekonomi, seperti daerah pasar dan berkemiringan lereng > 40 %, atau yang tanahnya didominasi oleh tanah-tanah lithic perdagangan, gangguan sosial, seperti rumah sakit dan fasilitas umum, gangguan (bersolum sangat dangkal dan berbatu), atau yang jumlah skor faktor lereng + tanah + hujan > 175. Sesuai kondisi fisik wilayah, tanah dan hujan Wilayah Kabupaten Luwu, faktor lereng adalah faktor penentu utama bagi arahan peruntukan kawasan hutan lindung. Walaupun, di lokasi tertentu, seperti di daerah tangkapan air, sebagian kawasan hutan lindung ditetapkan atas dasar kepentingan perlindungan dan usaha rehabilitasi, yang jika tidak dilakukan, selain akan menghambat usaha rehabilitasi kawasan hutan, juga akan meningkatkan potensi banjir pada dataran rendah.

  Dari total luas wilayah Kabupaten Luwu (294.409,29 Ha), 59,48 % Ha atau sekitar 175.143,30 Ha diarahkan untuk peruntukan kawasan hutan lindung. Penentuan luas kawasan hutan lindung ini selain didasarkan atas hasil Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan juga dilakukan dengan interpretasi GIS, dengan pertimbangan bahwa :  Keberadaan kawasan hutan lindung seluas itu diperlukan untuk mengamankan berbagai rencana (arahan) pemanfaatan ruang kawasan budidaya ke depan yang volumenya bertambah jauh lebih besar, karena tuntutan pengembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat;  Kondisi topografi sebagian wilayah Kabupaten Luwu bergunung dan berbukit dengan jenis tanah yang rentan terhadap erosi;  Curah hujan wilayah kabupaten pada umumnya tergolong cukup sedang (criteria curah hujan menurut Wischmeier dan Smith 1978) sehingga kawasan resapan air yang luas mutlak diperlukan untuk mendukung rencana pengembangan secara keseluruhan;  Besar/tingginya magnitude dan frekuensi banjir di wilayah Kabupaten Luwu di sekitar Kecamatan Kamanre, Suli, Larompong, Walenrang Timur dan Lamasi Timur.  Kepentingan memelihara kondisi dan potensi DAS-DAS besar (Sungai Paremang,

  Salu Lamasi, Salu Tabang) dan banyak DAS-DAS lainnya, yang merupakan aset sangat besar untuk mendukung pembangunan wilayah Kabupaten Luwu. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya idealnya harus berpenutupan hutan atau tegakan pohon yang cukup rapat, sehingga dapat mencegah erosi atau abrasi, dan mengatur tata air di wilayah DAS/DPS.

  3. Rencana Kawasan Lindung Setempat

  a) Sempadan Pantai Kawasan pantai perdesaan kental dengan kehidupan nelayan dan pelaku budidaya tambak. Sempadan pantai permukiman nelayan biasanya dimanfaatkan untuk menyimpan dan memperbaiki perahu dan peralatan tangkap ikan, serta menjemur hasil tangkapan atau panen seperti ikan dan rumput laut. Limbah yang diproduksi dari kegiatan-kegiatan di daerah pesisir pantai lebih bersifat organis, walaupun demikian sistem sanitasi limbah cair dari WC sangat dianjurkan dibangun agar kesehatan lingkungan terjaga.

  b) Sempadan Sungai Kawasan sempadan sungai diperlukan untuk mengamankan keberadaan dan potensi sungai agar fungsinya berkelanjutan. Pengelolaan sempadan sungai diarahkan untuk melindungi sungai dari kegiatan yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai dan kondisi fisik tepi dan dasar sungai. Lebar kawasan sempadan sungai ditetapkan sekurang-kurangnya:  100 m di kiri dan kanan sungai besar (Sungai Paremang, Sungai Cimpu, Sungai Larompong, Sungai Rongkong, Sungai Minangatengah dll)  50 m di kiri dan kanan sungai kecil, terutama untuk wilayah di luar kawasan permukiman.

   Khusus untuk sungai yang melalui daerah perkotaan (permukiman), sempadan sungainya cukup 10 – 15 meter kiri kanannya.

  4. Rencana pengembangan Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya

  a) Kriteria Kawasan Wisata Alam Suaka alam laut dan perairan lainnya adalah daerah berupa perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, dan muara sungai, yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan atau keunikan ekosistem.

  b) Kawasan Suaka Alam di Kabupaten Luwu Saat ini wilayah Kabupaten Luwu memiliki hutan mangrove sebagai taman wisata alam yang juga merupakan bagian dari kawasan lindung, adanya kawasan suaka alam laut di Wilayah Kabupaten Luwu, dengan perhatian akan terfokus pada Teluk Bone, ke depan kawasan ini ditetapkan demi kepentingan pelestarian alam wilayah laut teluk Bone, bagi yang memiliki flora dan fauna laut termasuk terumbu karang dan hutan mangrove yang perlu dilindungi.

  c) Rencana Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Rencana pemantapan kawasan suaka alam laut adalah sebagai berikut:  Pemantapan zona yang dijadikan kawasan suaka alam laut.

   Pengendalian eksploitasi secara berlebihan sumberdaya kelautan di dalam dan di sekitar kawasan suaka alam laut.  Pemberdayaan masyarakat dalam rangka pengawasan dan pengendalian pemanfaatan sumber daya kelautan di sekitar kawasan suaka alam laut

   Peningkatan upaya pendidikan dan penelitian sumberdaya alam di wilayah suaka alam laut.

  d) Rencana Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dilakukan untuk melindungi kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan-peninggalan sejarah yang berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan melindungi dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun kegiatan manusia. Adapun arahan pengelolaan kawasan cagar budaya meliputi:  Pengamanan kawasan dari semua pihak  Pelibatan masyarakat sekitar dalam menjaga kelestarian cagar budaya  Penetapan pemanfaatan kawasan sebagai zona kegiatan pariwisata  Peningkatan penelitian dan penulisan buku sejarah tentang kawasan cagar budaya  Mengembangkan sektor pariwisata dimana pariwisata dapat menjadi katalisator dalam pelestarian benda cagar budaya  Penegakan hukum dan aturan sesuai yang tertera pada Undang-Undang No.5 Tahun 1992.

   Melakukan revitalisasi kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan melalui peningkatan infrastruktur penunjang.  Peningkatan ketersediaan dokumen yang berhubungan dengan sejarah dan kebudayaan.  Promosi keberadaan cagar budaya dan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan perhatian berbagai kalangan, baik wisatawan maupun peneliti.

  5. Rencana penanganan kawasan rawan bencana alam terdiri dari rencana penanganan kawasan rawan tanah longsor; kawasan rawan gelombang pasang; dan banjir.

  a) Kawasan Rawan Longsor Kondisi topografi yang berbukit sampai pegunungan mengkondisikan wilayah Kabupaten Luwu rawan terhadap bencana gerakan tanah/batuan. Kondisi ini diperparah dengan litologi (jenis batuan) yang relatif belum terkompaksi dengan kuat. Wilayah-wilayah tersebut umumnya di Wilayah Kecamatan Latimojong, Bajo, Larompong, Suli, Suli Barat, Bastem, Kamanre, Walenrang Utara dan Kecamatan Walenrang Barat. Untuk mengatasi potensi tersebut, maka perlu dilakukan perencanaan antara lain:  Pemetaan lokasi yang potensial terhadap gerakan tanah/batuan.

   Setelah mengetahui lokasi atau titik rawan gerakan tanah/batuan, maka dilakukan pencegahan yang dibagi menjadi pembangunan struktur sebagai program jangka pendek.

   Perbaikan kawasan yang telah mengalami degradasi hutan sebagai program jangka panjang.  Pengaturan pemanfaatan lahan terutama pada wilayah yang berlereng terjal umumnya di atas 40 %. Pemanfaatan ruang pada kawasan rawan bencana seperti dijelaskan di atas perlu diarahkan pada kegiatan masyarakat yang diperkirakan tidak akan menimbulkan kerugian materi yang berarti atau korban jiwa apabila bencana alam terjadi. Kawasan permukiman padat tidak disarankan untuk berlokasi di kawasan ini. Kemudian, bangunan yang mungkin dibangun adalah bangunan konstruksi semi permanen dan temporer atau bangunan dengan konstruksi yang dapat bertahan terhadap bencana yang mungkin timbul.

  b) Kawasan Rawan Gelombang Pasang dan Banjir Kawasan rawan banjir di Kabupaten Luwu, terdapat di wilayah sekitar sungai- sungai besar dan wilayah pesisr pantai yaitu Kecamatan Lamasi, Desa Cilallang Kecamatan Kamanre dan Desa Cimpu Kecamatan Suli. Untuk menanggulangi banjir seperti yang disebutkan di atas, maka pada daerah- daerah rawan banjir, diperlukan berbagai upaya penanggulangan yang dibagi kedalam dua program sebagai berikut : Program Jangka panjang:

   Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai  Dalam upaya penanggulangan banjir diperlukan ada koordinasi antara instansi yang terkait dalam perencanaan dan pengelolaan DAS dan wilayah sungai kawasan perkotaan secara terpadu.

   Memelihara kawasan hutan yang menjadi penyanggah banjir.

  Program Jangka Pendek:  Identifikasi lokasi rawan banjir dan penyebab terjadinya banjir untuk mendapatkan solusi mengatasi banjir  Pengaturan dan perbaikan daerah-daerah rawan banjir banjir, melauit rekayasa teknis misalnya talud, sarana penampungan air, dan peningkatan fungsi drainase perkotaan.

  b. Kawasan Budidaya

  1. Rencana pengembangan Kawasan Peruntukan Hutan Produksi Kawasan budidaya kehutanan meliputi hutan rakyat dan kawasan hutan atau sekitar 16,96 % dari total luas kelompok hutan di Kabupaten Luwu (108.160,24 produksi. Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan hak yang Ha). Kawasan HP terluas dijumpai di Kecamatan Bua yakni seluas 6.377,59 Ha berada pada tanah yang dibebani hak milik. Sedangkan hutan produksi adalah diikuti Kecamatan Bua Ponrang seluas 6.414,14 Ha. kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

  2. Rencana pengembangan kawasan peruntukan pertanian terdiri atas: Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, Secara umum, sehubungan dengan pengembangan potensi sumberdaya wilayah pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta untuk sektor pertanian, keragaman sifat lahan akan sangat menentukan jenis pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. komoditas yang dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Hal ini disebabkan

  Pemanfaatan kawasan dilaksanakan untuk memanfaatkan ruang tumbuh setiap jenis komoditas pertanian memerlukan persyaratan sifat lahan yang spesifik sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi yang untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Pengembangan komoditas optimal. Pemanfaatan jasa lingkungan dilakukan dalam bentuk usaha yang pertanian pada wilayah yang sesuai dengan persyaratan pedo-agroklimat tanaman memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak (seperti iklim, tanah, dan topografi) akan memberikan hasil yang optimal dengan mengurangi fungsi pokoknya. Pemanfaatan hasil hutan dilakukan dalam bentuk kualitas prima. Keragaman sifat lahan ini merupakan modal dasar yang dapat usaha pemanfaatan hutan alam dan usaha pemanfaatan hutan tanaman. digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan pewilayahan komoditas (zonasi

  Usaha pemanfaatan hutan tanaman diutamakan dilaksanakan pada hutan ruang) pertanian. Perencanaan pembangunan pertanian yang berdasarkan yang tidak produktif dalam rangka mempertahankan hutan alam. Kegiatan pewilayahan akan dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan ruang, serta menjamin pemungutan hasil hutan meliputi pemanenan, penyaradan, pengangkutan, efektifitas perencanaan yang sinergis dan berkelanjutan. Ini dilakukan melalui suatu pengolahan dan pemasaran yang diberikan untuk jangka waktu tertentu. analisis kesesuaian lahan.

  a) Kawasan Hutan Produksi Terbatas Informasi yang dijadikan acuan untuk mengetahui sebaran kualitas lahan bagi

  Apabila areal telah ditunjuk sebagai kawasan hutan dan memenuhi kriteria keseluruhan wilayah secara utuh adalah data sistem Lahan yang dikeluarkan oleh sebagai hutan produksi terbatas sesuai SK Menteri Pertanian No. RePPProT (Regional Physical Planning Project for Transmigration) pada skala tinjau (1 683/KPTA/UM/8/1981, maka areal tersebut dipertahankan sebagai kawasan hutan : 250.000). produksi terbatas yang berperan sebagai kawasan penyangga. a) Kawasan Budidaya Pertanian Lahan Kering

  Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: 452/KPTS-II/1999, Kawasan Rencana pemanfaatan ruang dan pengembangan kawasan budidaya lahan kering HPT terluas dijumpai di Kecamatan Latimojong seluas 2.556,26 Ha, Kecamatan yang perlu dilakukan adalah:

   Pengendalian kegiatan lain agar tidak mengganggu lahan pertanian yang Bastem seluas 2.499,94 Ha. Jadi Luas Hutan Produksi Terbatas di Kabupaten Luwu sebesar 5.118,40 Ha atau 4,71 % dari keseluruhan luas kelompok hutan di diklasifikasikan sebagai lahan subur kelas satu. Perlu pengembangan Kabupaten Luwu. konsep

  ‘lahan pertanian abadi’ untuk lahan subur kelas satu, baik untuk

  b) Kawasan Hutan Produksi Tetap lahan kering maupun lahan basah.

   Usaha penanggulangan banjir yang berpotensi melanda kawasan pertanian. Dalam jangka panjang, kawasan hutan produksi ini diarahkan untuk  Penyelesaian tumpang tindih dengan kegiatan budidaya lainnya pada suatu menstabilkan bahan baku industri yang berasal dari hutan produksi alam, meningkatkan produksi bahan baku yang berasal dari hutan tanaman industri dan kawasan/lokasi.

   Pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan lahan kering diarahkan hutan rakyat, meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja dengan melibatkan masyarakat lokal. pada komoditas jagung sebagai andalan utama, dan untuk kepentingan Kawasan hutan produksi tetap (umumnya hanya disebut sebagai hutan diversifikasi juga dikembangkan hortikultura. produksi, HP) di wilayah Kabupaten Luwu mencakup areal seluas 18.349,70 Ha

   Untuk diversifikasi, diperlukan metode tumpangsari bagi komoditas- untuk dikembangkan, yakni; kakao, kelapa, dan kopi. Potensi pengusahaan komoditas komoditas yang secara komposit sesuai untuk dikembangkan. unggulan perkebunan tersebut cukup besar, dan dapat dikembangkan di hampir

   Menerapkan sistem usaha tani konservasi terutama pada lahan-lahan semua bagian wilayah. dengan potensi erosi tinggi untuk menghindari degradasi lahan.

  Kemudian, komoditas perkebunan lainnya yang dianggap potensi untuk

  b) Kawasan Budidaya Pertanian Lahan Basah dikembangkan adalah tanaman sawit, jambu mete, dan jarak. Lahan sangat berpotensi

  Kegiatan pertanian lahan basah adalah kegiatan pertanian yang bagi pengembangan perkebunan sehigga dapat mendukung upaya pengembangan memerlukan air terus menerus sepanjang tahun, dengan komoditi utamanya industri perkebunan. adalah padi sawah.

  Saat ini dikenal adanya konsep KIMBUN (kawasan industri masyarakat Kawasan lahan yang sesuai dan sangat sesuai ini tersebar di bagian perkebunan), untuk peningkatan perluasan areal di sub-sektor perkebunan, dimana di

  Kecamatan Bajo, Bajo Barat, Kamanre, Ponrang Selatan, Ponrang, Bupon, Bua, Kabupaten Luwu terdapat dua wilayah Kecamatan yang potensial sebagai lokasi Larompong, Larompong Selatan, Kamanre, Suli, Walenrang, Walenrang Barat, (kawasan) KIMBUN yaitu Kecamatan Bupon dan Kecamatan Larompong sebagai basis Walenrang Timur, Walenrang Utara, bagian utara Kecamatan Lamasi Timur, untuk pengembangan perkebunan kakao. Penjelasan lebih rinci mengenai KIMBUN ini dan Lamasi sepanjang Sungai Lamasi. Dengan demikian, rencana dibahas dalam seksi Kawasan-Kawasan Strategis dan Prioritas, dan rencana pengembangan lahan sawah diarahkan pada wilayah-wilayah tersebut. pengembangan perkebunan diperinci dalam konsep KIMBUN tersebut.

  Rencana pemanfaatan ruang dan pengembangan kawasan budidaya

  4. Pengembangan kawasan peruntukan perikanan lahan basah yang perlu dilakukan adalah: Kawasan pengembangan perikanan di Kabupaten Luwu dilakukan di perairan air

   payau (darat) dan laut, namun demikian telah pula dilakukan pada perairan umum. baik melalui pompanisasi maupun melalui cekdam (bendungan) baru. Kawasan pesisir dan laut telah dimanfaatkan untuk kegiatan usaha perikanan

  Perluasan areal persawahan, yaitu meningkatkan produktivitas “lahan tidur”,

   Pengembangan prasarana pengairan untuk mendukung pengembangan budidaya baik budidaya ikan di lahan tambak dan di laut (mariculture) maupun tanaman padi sawah. kegiatan usaha perikanan tangkap (coastal fisheries). Sedangkan kawasan daratan

   Penyusunan rencana kawasan sawah beririgasi dan pelaksanaan persiapan seperti perairan umum, kolam dan lahan persawahan telah dimanfaatkan untuk lahan bagi kawasan sentra produksi Paguyaman, dalam menyongsong budidaya ikan air tawar. pembangunan Bendungan Paguyaman. a) Pengembangan kawasan Budidaya Air Payau dan Budidaya Laut:

   Peyusunan rencana pengembangan kawasan transmigrasi pada sekitar Potensi lahan untuk pengembangan kegiatan usaha budidaya air payau dan

  Kecamatan Latimojong (Desa Tobarru) dan Kecamatan Bupon, yang budidaya laut cukup besar, karena tersedia perairan pantai yang membentang utamanya ditujukan bagi transmigrasi lokal. sepanjang 116.161,26 km. Potensi lahan budidaya air payau (pertambakan) seluas

   Pencanangan dan penetapan lahan-lahan kategori kelas I untuk dijadikan 9.049,21 Ha dan budidaya laut seluas 15.000 Ha. Sebagian besar dari potensi ini ”Lahan Pertanian Abadi”. telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan budidaya air payau (komoditi

   Pengaturan pembagian lahan pada kawasan baru dikembangkan untuk rumput laut Gracillaria sp, udang windu, udang vaname, bandeng, dan jenis ikan petani-petani transmigrasi lokal. lainnya), dan budidaya laut (komoditi rumput laut Eucheuma cottonii). Namun

3. Rencana Kawasan Peruntukan Perkebunan

  demikian untuk budidaya air payau dapat pula dikembangkan budidaya kepiting Rencana pengembangan kawasan perkebunan terdapat cukup luas di wilayah bakau (Scilla serrata) dengan metode empang.

  Kabupaten Luwu yang saat ini tercatat sekitar 113.320,44 Ha atau 38,37 % dari jumlah Parit atau silvofishery pada lahan hutan mangrove. Sedangkan untuk luas keseluruhan Kabupaten Luwu, Berdasarkan survei lapangan dan analisis GIS budidaya laut dapat dikembangkan metode keramba jaring apung (KIA) untuk kesesuaian lahan, terdapat beberapa komoditas perkebunan yang dianggap sesuai kerapu, kakap, baronang, dan jenis ikan lainnya, serta metode (pen culture) untuk komoditi teripang.

  Untuk pengembangan kegiatan usaha budidaya air payau dan budidaya laut telah diplot kedalam 6 (enam) kawasan pengembangan yaitu: Kawasan I (Kecamatan Larompong Selatan dan Larompong), Kawasan II (Kecamatan Suli), Kawasan III (Kecamatan Belopa, Belopa Utara dan Kamanre), Kawasan IV (Kecamatan Ponrang Selatan dan Ponrang), Kawasan V (Kecamatan Bua), Kawasan VI (Kecamatan Walenrang Timur dan Lamasi Timur).

  b) Pengembangan kawasan Budidaya Air Tawar dan Perairan Umum : Potensi lahan untuk pengembangan kegiatan usaha budidaya air tawar tersebar hampir pada semua wilayah kecamatan dengan luas 3.500 Ha, yaitu terdiri dari lahan persawahan (mina padi) dan kolam-kolam. Lahan tersebut utamanya telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membudidayakan ikan mas (Ciprinus

  carpio lynn). Namun demikian dapat pula dikembangkan budidaya untuk jenis

  lainnya seperti nila, lele, mujair dan ikan air tawar lainnya. Kawasan pengembangan budidaya air tawar dan perairan umum telah di plot kedalam 6 (enam) kawasan pengembangan, yaitu : Kawasan I (Kecamatan Suli dan Suli Barat), Kawasan II (Kecamatan Belopa dan Belopa Utara), Kawasan III (Kecamatan Bajo dan Bajo Barat), Kawasan IV (Kecamatan Latimojong dan Bastem) Kawasan V (Kecamatan Ponrang dan Bupon), Kawasan VI (Kecamatan Walenrang, Walenrang Barat, Walenrang Timur, Walenrang Utara, Lamasi dan Lamasi Timur). Sedangkan pada perairan umum seperti sungai, rawa-rawa dan waduk dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan denga metode keramba jaring apung (KJA).

  c) Kawasan Konservasi : Sebaran dan kualitas ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang sangat menentukan kondisi perikanan budidaya dan perikanan tangkap, utamanya produktifitas perairan. Ekosistem mangrove dapat berfungsi sebagai peredam, melindungi lahan pertambakan dari aksi gelombang dan terpaan angin, serta sebagai pelindung dari abrasi dan pengikisan pantai oleh air laut. Disamping itu ekosistem ini juga dapat menahan lumpur (sebagai perangkap sedimen) sehingga kualitas air yang digunakan untuk kegiatan budidaya dapat terjaga; sebagai penghasil sejumlah besar detritus bagi plakton yang merupakan sumber makanan utama biota laut; sebagai daerah asuhan (nursery grounds), tempat mencari makanan (feeding grounds), dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya; sebagai habitat bagi beberapa satwa liar.

  Sedangkan pada wilayah pantai yang umumnya sudah dimanfaatkan untuk lahan pertambakan perlu dilakukan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan melakukan penanaman kearah laut untuk membentuk jalur hijau (green belt) bagi perlindungan lahan pertambakan dan pemukiman penduduk.

  Ekosistem lamun adalah sejenis ilalang laut yang tumbuh subur di dasar perairan dangkal, dimana sinar matahari dapat menembus dasar perairan sehingga memungkinkan ilalang tersebut berfotosintetis. Sebaran lamun pada wilayah yang cukup luas biasanya membentuk padang lamun (seagrass meadows). Pada ekosistem lamun dapat dijumpai berbagai jenis biota pemakan daun lamun. Manfaat padang lamun selain berfungsi sebagai produsen atau penghasil makanan adalah sebagai tempat berlindung, bertelur, memijah, dan mengasuh biota laut. Selain itu padang lamun juga mempunyai akar yang berfungsi untuk menstabilkan substrat (dasar laut), mencegah abrasi/erosi, mengurangi kekeruhan. Menjebak zat hara, nutrien dan sedimen.

  Ekosistem terumbu karang adalah hamparan yang sebagai besar biota penyususnannya adalah koloni karang, dimana koloni karang tersusun dari polip karang dari spesies yang sama berada pada satu rangka skeleton. Manfaat terumbu karang antara lain sebgai pelindung pantai dari hempasan ombak, tempat asuhan dan berkembang baik bagi ikan, menyediakan sumber protein dagi masyarakat, menyediakan makanan, tempat tinggal, dan perlindungan bagi biota laut, meyediakan lapangan kerja melalui perikanan dan pariwisata dan sebagai salah satu sumber obat-obatan untuk berbagai macam penyakit.

  Pengalokasian pemanfaatan ruang laut untuk kawasan konservasi bagi ketiga ekosistem diatas sangat penting dalam upaya pelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan, karena secara ekologis kegiatan budidaya ikan dan penangkapan ikan sangat bergantung kepada kualitas ketiga ekosistem tersebut.

  5. Rencana pengembangan kawasan pertambangan Komoditi pertambangan andalan daerah Kabupaten Luwu masih didominasi oleh tambang galian golongan C yang tersebar merata di wilayah tersebut. Sumber daya mineral yang ada di Kabupaten Luwu antara lain:  Tasirtu terdapat di Kecamatan Suli, Bajo, Bupon, Ponrang, Bua, Walenrang dan

  Lamasi  Emas terbesar di Latimojong, Bastem, Walenrang Utara dan Lamasi,

   Batu Gamping yang sangat melimpah yang penyebarannya meliputi daerah perbukitan dengan bentuk morfologi yang khas yaitu tersebar di Kecamatan Latimojong, Walenrang dan Lamasi  Granodiorit terbesar di Kecamatan Latimojong dan Bajo  Rijang (chert) tersebar di Kecamatan Latimojong  Kuarsa tersebar di Latimojong dan Walenrang  Granit, terbesar di Kecamatan Walenrang dan Lamasi  Batu Sabak terletak di Kawasan Kecamatan Latimojong  Andesit di Latimojong  Basalt di Latimojong dan Bajo  Gabro di Kawasan Latimojong  Diorit di Kawsan Latimojong  Monzonit di Kawasan Latimojong dan Larompong  Besi terdapat di Tallang Bawang (Kecamatan Bajo)  Material tambang golongan C lainnya meliputi pasir kuarsa, batu kerikil, pasir dan lain-lain yang tersebar di beberapa kecamatan yaitu; Sungai Cimpu (Suli), Sungai Noling (Bupon) dan Cilallang Sungai Paremang (Kamanre).

  Pengembangan suatu pertambangan tidak sama dengan sumberdaya lainnya. Hal ini disebabkan keterdapatan bahan galian ini pada umumnya tidak dapat dilihat secara langsung. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah tergantung pada tingkat penyelidikan pada masing-masing sumberdaya.

  6. Rencana pengembangan kawasan peruntukan industri Berdasarkan jumlah, sebaran, kecenderungan perkembangan industri kecil, dan proksimitas dengan bahan baku, alokasi ruang bagi pengembangan kawasan industri terbatas (sentra industri kecil) di Kabupaten Luwu adalah sebagai berikut :

   Agro-industri di daerah Kecamatan Bua  Sentra Industri Kecil Aneka Jasa di Kecamatan Belopa  Sentra Industri Kecil logam, dan mesin di Kecamatan Bua  Industri perikanan terbatas di Kecamatan Ponrang Selatan Sama halnya dengan suatu kawasan industri, suatu sentra industri kecil membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai. Ini meliputi: (i) jaringan jalan lingkungan; (ii) jaringan drainase; (iii) instalasi penyediaan air bersih dan jaringan distribusinya; (iv) instalasi penyediaan listrik dan jaringan distribusinya; (v) jaringan telekomunikasi; dan (vi) instalasi pengelolaan air limbah dan jaringan pengumpulnya.

  7. Rencana pengembangan kawasan peruntukan Pariwisata, meliputi:

  a) Kawasan peruntukan pariwisata budaya Obyek wisata sejarah dan budaya di Kabupaten Luwu tersebar dibeberapa kecamatn yang terdiri dari Lapondoso sebagai tempat pendaratan Dato’ Sulaiman di Desa Barua Kecamatan Bua, Meriam Kuno terdapat di Desa Suli Kecamatan Suli, Assalange kuburan Tandi Pau terletak di Desa Tiro Manda Kecamatan Bua, Patung Batu Pemburu terdapat di kecamatan Walenrang Utara, Prosesi upacara adat perkawinan dan Upacara penguburan mayat di Kecamatan Walenrang.

  b) Kawasan peruntukan pariwisata alam Objek wisata alam adalah objek wisata yang berbasis pada alam, baik panorama alam, kondisi alam, keanehan alam, dan bentukan alam. Objek wisata alam di wilayah Kabupaten Luwu teridentifikasi pada beberapa lokasi sebagai berikut : wisata alam Air Terjen Sarasa Kata’Pu (Air Terjun Kembar) di Dusun Gamaru Desa Ulu Salu Kecamatan Latimojong, Goa Palar terdapat di Dusun Rambu Desa Bukit Sutra Kecamatan Larompong, Air Terjun Bungalo terdapat di Desa Tampa Kecamatan Ponrang, Goa Libani terletak di Desa Libani dan Seppong Kecamatan Belopa, Air Terjun Sarasa Jambong terletak di Desa Bara Kecamatan Bajo, Air Terjun Salosawa terdapat di Salosawa Kecamtan Bastem, Air Terjun Tampomia terletak di Desa Tampomia Kecamatan Bupon, Air Terjun Bilante terletak di Desa Bilante Kecamatan Bupon, Goa Bumbu Sawa terletak di Desa Balutan Kecamatan Bupon, Batu Kristal terletak di Desa Malenggang Kecamatan Bupon, Air Terjun Salutodang terletak di Kaili Kecamatan Suli, Permandian Sapuangirat terletak di Desa Kaili, Air Terjun Sarambu Masiang terletak di Desa Poringan Kecamatan Suli, Air Terjun Tobanganbai terletak di Desa Poringin Kecamatan Suli, permandian alam Bontolle di desa tompang Kecamatan Walerang, Goa Liang Andulla dan Goa Pompessak di desa Siteba Kecamatan Lamasi, air terjung Toga Tipayo dan air terjung dan air terjung Salonsa didesa siteba kecamatan Lamasi.

  8. Rencana pengembangan kawasan peruntukan permukiman, yang meliputi: Kawasan peruntukan permukiman secara garis besar dibagi menjadi Kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan Kawasan peruntukan permukiman perdesaan.

  a) Rencana Kawasan Permukiman Perkotaan Rencana pengembangan kawasan permukiman perkotaan di Wilayah Kabupaten

  Luwu adalah sebagai berikut:  Permukiman perkotaan diarahkan untuk mengisi kawasan belum terbangun di ibukota kecamatan terutama pada pusat-pusat wilayah pembangunan

   Pengarahan pemanfaatan ruang perkotaan ditinjau agar struktur ruang linier disetiap ibukota kecamatan diubah menjadi struktur ruang konsentris yang lebih terpadu dan kompak  Secara bertahap agar dilakukan penyusunan RTR Kawasan ibukota kecamatan untuk seluruh ibukota kecamatan dan penyusunan RDTRK untuk ibukota kecamatan yang berfungsi sebagai pusat wilayah pengembangan pembangunan, dan penyusunan RTRK untuk ibukota kecamatan yang mempunyai perkembangan perkotaan yang pesat.