BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Motivasi Diri Remaja dan Dukungan Keluarga Terhadap Perilaku Seks Beresiko Remaja Pada Seks Pranikah Di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun

  Kesehatan reproduksi merupakan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya serta proses-prosesnya. Oleh karena itu, kesehatan reproduksi berarti orang dapat mempunyai kehidupan seks yang memuaskan dan aman, dan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan apakah mereka ingin melakukannya, bilamana dan seberapa seringkah (Juliandi, 2003).

  Masalah kesehatan reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan sosial dalam jangka panjang. Menurut Haris (2001), kesehatan reproduksi dari sisi kesehatan perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai ganguan, di antaranya terjadi kehamilan yang tidak diinginkan, dan tentunya cenderung untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak diinginkan. Remaja tidak memperhatikan dampak yang akan terjadi atas perilaku seksual yang mereka lakukan, seperti remaja hamil di luar nikah, aborsi, dan penyakit kelamin.

  Kegiatan seksual menempatkan remaja pada tantangan resiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Setiap tahun 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS) yang dapat disembuhkan. Secara global 40% dari semua kasus infeksi HIV terjadi pada kaum muda yang berusia 15-24 tahun. Perkiraan terakhir adalah, setiap hari ada 7.000 remaja terinfeksi HIV (PATH, 1998). Oleh karena itu penyebaran informasi kesehatan di kalangan remaja, perlu diupayakan secara tepat guna agar dapat memberi informasi yang benar dan tidak terjerumus terutama di institusi pendidikan sekolah.

  Hasil survey dijalankan oleh Synovate (2002) dalam Fatin (2005) mengambil sempel remaja dari Bandung, Jakarta, Medan dan Surabaya. Penelitian ini dilakukan pada 474 remaja berusia 15 – 24 Tahun dengan persentase 50 % aktif secara seksual dan 50 % orang mengaku sudah pernah menjalani hubungan seksual (pranikah) sedangkan sisanya belum pernah. Setelah terjadi hubungan seks, 72 % pria merasa bahagia, sedangkan bagi wanita 47% menyesal karena merasa terpujuk takut dosa maupun takut hamil.

  Gangguan kesehatan lainnya yang dapat terjadi pada remaja adalah menderita HIV/AIDS. Penduduk usia muda merupakan yang paling tinggi terinfeksi HIV/AIDS.

  Sampai sekarang, AIDS masih menempati peringkat keempat penyebab kematian terbesar di dunia, dan menurut WHO (2009) jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 33,4 juta jiwa di seluruh dunia. Penyakit ini diperkirakan mulai muncul tahun 1930. Namun AIDS baru dikenal resmi tahun 1981 saat penyakit ini telah memakan banyak korban jiwa. Indonesia sendiri, kasus HIV/AIDS ditemukan pertama kali tahun 1986 di Bali. Menurut data yang tercatat di Dinas Kesehatan RI (2010) terdapat 21.591 kasus HIV/AIDS di 33 propinsi.

  Kota Medan menempati peringkat pertama dan segi jumlah penderita HIV/AIDS dari beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara. Data Dinas Kesehatan Sumatera Utara, hingga akhir September 2009, di Medan jumlah kumulatif penderita HIV 620 jiwa dan AIDS 638 jiwa dan Pematang Siantar penderita HIV 10 jiwa dan AIDS 48 jiwa serta Simalungun HIV 58 jiwa AIDS 21 jiwa.

  Perilaku seks remaja dewasa ini banyak mengarah pada perilaku yang menyimpang. Padahal remaja adalah generasi penerus di masa depan yang akan mempengaruhi cerah tidaknya masa depan bangsa dan negara di kemudian hari. Disamping secara langsung maupun tidak langsung juga akan memengaruhi perkembangan budaya Indonesia di masa mendatang. Banyak di antara remaja yang tidak menyadari bahwa beberapa pengalaman yang tampaknya menyenangkan, justru menjerumuskan. Bila sang remaja sudah terlanjur terjerumus dalam pergaulan yang menyesatkan, akan teramat sulit untuk kembali pada kondisi semula (Sudarmi, 2008).

  Nelson (2000), menambahkan bahwa masa remaja merupakan masa yang kritis, yaitu saat untuk berjuang melepaskan ketergantungan kepada orang tua dan berusaha mencapai kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Keberhasilan remaja melalui masa transisi ini dipengaruhi baik oleh faktor individu (biologis, kognitif, dan psikologis) maupun lingkungan (keluarga, teman sebaya (peer group) dan masyarakat).

  Banyaknya persoalan mengenai penyimpangan seks pada remaja berangkat dari pergaulan negatif. Bagi sebagian remaja, pergaulan atau gaul merupakan sebuah keharusan. Masalah akan timbul bila pergaulan yang dijalani seringkali tidak diimbangi dan dibentengi dengan citra diri. Hal itu akan mengakibatkan remaja bergaul tanpa kendali, tanpa batasan norma, etika, hukum dan agama. Kondisi itu akan merusak masa depan bangsa dan negara di samping masa depan remaja itu sendiri (Sudarmi, 2008).

  Hasil survei National Surveys of Family Growth pada tahun 1988 melaporkan bahwa 80% laki-laki dan 70% perempuan melakukan hubungan seksual selama masa pubertas dan 20% dari mereka mempunyai empat atau lebih pasangan (Soejiningsih, 2004). Sasaran utama peredaran narkotika yang berpotensial bagi pengedar narkotika adalah pelajar dan mahasiswa (Badan Narkotika Nasional dan Pusat Penelitian Universitas Indonesia, 2008). Penelitian di negara berkembang melaporkan bahwa 20% sampai 60% kehamilan dan persalinan di bawah usia 20 tahun adalah kehamilan dini dan tidak diinginkan.

  Penelitian yang dilakukan perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI, 2001) menunjukkan bahwa 16,4 % responden remaja pernah melakukan hubungan seksual dan 61,46% responden remaja pernah mengunakan media pornografi. Penelitian ini juga menemukan alasan orang melakukan hubungan seksual pranikah adalah pengaruh lingkungan (58,1 %), tidak taat pada agama, tidak ada bimbingan dari orang tua dan karena kebutuhan biologis. Responden remaja juga berpendapat bahwa orang melakukan hubungan seksual pranikah untuk membuktikan cintanya kepada pacarnya (15,8 %). Temuan ini menunjukkan bahwa para remaja terdapat persepsi yang keliru mengenai pacar dan “cinta” sebagian besar responden berpacaran di rumah (61,5 %) (Indrasari, 2004).

  Globalisasi informasi juga merupakan faktor menyebabkan perilaku remaja. Beberapa kebebasan yang ditiru oleh remaja terhadap budaya barat adalah free

  thinker, permissif dan free. Remaja merasa punya hak untuk berfikir sebebas-

  bebasnya tanpa dibatasi oleh norma-norma agama. Terutama dalam upaya mencari jalan keluar dan masalah yang dihadapi atau cara untuk meraih keinginannya, sehingga untuk mengeluarkannya dari masalah yang terjadi, sering kali remaja mengambil jalan pintas dengan melakukan hal-hal nekad, seperti menggunakan narkoba, meminum minuman keras, menjadi perilaku kriminilitas atau yang paling parah bunuh diri. Remaja juga mau melakukan apa saja, di mana saja menjadi prinsip remaja dalam berbuat. Mulai dari cara berbusana, berdandan, berbicara, bergaul atau berperilaku. Para remaja di kota-kota terutama kota terbesar, kini dinilai cenderung lebih permissif dalam urusan seks. Saat ini pergaulan bebas antar lawan jenis yang banyak dilakukan remaja sangat mudah terkontaminasi unsur cinta dan seks.

  Pergaulan bebas pun sangat membuka peluang bagi remaja untuk aktif melakukan aktifitas seks. Pemicunya bisa saja karena nonton VCD porno yang dijual bebas ataupun menonton tayangan erotis yang di TV. Kurangnya kontrol orang tua, sekolah atau masyarakat membuat mereka enjoy berpetualang menikmati kepuasan sesaat.

  Terjadinya pergaulan bebas di kalangan remaja antara lain disebabkan kurangnya pengetahuan mereka tentang pendidikan seks yang jelas dan benar. Pendidikan seks kebanyakan hanya diketahui dari penjelasan teman yang belum tentu benar, membaca buku-buku porno, melihat gambar-gambar porno dari buku maupun internet, bisa juga dari penjelasan yang kurang lengkap dari orang tua Kecenderungan pelanggaran perilaku remaja makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa dengan teknologi yang canggih seperti: VCD, majalah dan internet (Dianawati, 2003).

  Remaja memiliki rasa ingin tahu yang besar tentang sesuatu dan selalu mencoba apa yang dilakukan oleh orang dewasa, termasuk masalah seks (Sarwono, 2000). Masalah ini sering sekali mencemaskan para orang tua, pendidik, pemerintah dan sebagainya, karena banyak remaja yang melakukan penyimpangan seksual sebagai cara dari pelarian berbagai persoalan, serta kurangnya kemampuan anak remaja untuk mengendalikan diri (PKBI, 2003). Keinginan diri remaja untuk berperilaku seks menyimpang disebabkan adanya dorongan dari dalam diri (intrinsik). Menurut Santrock (2005) sumber motivasi kognitif yang diisi oleh ideal

  

compexity theory, achievement motivation dan self actualization. Apa yang

  mendorong seseorang bertingkah laku merupakan hasil pemikiran. Rasa ingin tahu dan keinginan untuk berkembang menjadi landasan seseorang untuk berperilaku.

  Hasil penelitian Synoviate Reaserch (2005) melaporkan bahwa sekitar 55% informasi tentang seks mereka dapatkan dari kawan dan juga 35% sisanya dari film porno. Ironisnya, hanya 5% remaja yang mendapatkan informasi tentang seks dari orang tuanya. Para remaja juga mengaku mengetahui resiko terkena penyakit seksual (27%), tetapi hanya 24% dari remaja yang melakukan preventif untuk mencegah penyakit AIDS. Hasil penelitian Komisi Nasional Perlindungan Anak (2009) melaporkan bahwa 97,3% remaja pernah ciuman, petting dan oral seks 62,7% remaja SMP tidak perawan, 21,2% remaja SMU pernah aborsi, 97% pernah menonton film porno (Kartika, 2009).

  Pada saat ini remaja mempunyai pemahaman yang kurang akurat mengenai seksualitas sehingga menjadikan mereka mencoba untuk bereksperimen mengenai masalah seks tanpa menyadari bahaya yang timbul dari perbuatannya, dan ketika permasalahan yang ditimbulkan oleh perilaku seksnya mulai bermunculan, remaja takut untuk mengutarakan permasalahan tersebut kepada orang tua. Remaja lebih senang menyimpan dan memilih jalannya sendiri tanpa berani mengungkapkan kepada orang tua. Hal ini disebabkan karena ketertutupan orang tua terhadap anak terutama masalah seks yang dianggap tabu untuk dibicarakan serta kurang terbukanya anak terhadap orang tua karena anak merasa takut untuk bertanya (Amrillah, 2008).

  Hal lain yang memengaruhi terhadap perilaku seksual pada remaja yaitu faktor orang tua. Dimana ketidak tahuan orang tua maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka kepada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini Cuningham (2004), menjelaskan bahwa pengetahuan remaja mengenai masalah seks memang masih minim. Banyak remaja tidak mengindahkan bahkan tidak tahu dampak dari perilaku seksual mereka terhadap kesehatan reproduksi baik dalam waktu yang cepat maupun dalam waktu yang lebih panjang (Notoadmodjo, 2007). Hal itu disebabkan kurangnya informasi kesehatan reproduksi, baik dari sekolah, maupun lingkungan keluarganya. Minimnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi ini, tidak sedikit remaja yang menjadi korban kejahatan seksual, seperti pemerkosaan, hubungan luar nikah, dan kehamilan di usia dini.

  Pendapat di atas diperkuat Achjar, (2006), bahwa minimnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi membuat remaja tidak memiliki kendali untuk menolak perilaku seks. Remaja harus membekali diri dengan berbagai ilmu pengetahuan terutama pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, agar mereka dapat mencegah hal-hal yang negatif, mengendalikan diri, mengembangkan diri dan berperilaku positif.

  Pardede (2002) dalam Narendra (2002), menekankan bahwa masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan yang masing-masing ditandai dengan isu-isu biologik, psikologik dan sosial, yaitu: masa remaja awal (10-14 tahun), menengah (15-16 tahun) dan akhir (17-20 tahun). Masa remaja awal ditandai dengan peningkatan yang cepat dan pertumbuhan dan pematangan fisik dan penerimaan dari kelompok sebaya (peer group) sangatlah penting. Masa remaja menengah ditandai dengan hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas, dan keinginan untuk memapankan jarak emosional dan psikologis dengan orang tua. Masa remaja akhir ditandai dengan persiapan untuk peran sebagai seorang dewasa.

  Menurut Fauziah dalam Sungadi (2007), pergaulan bebas atau free sex menjadi trend pada kalangan remaja masa kini. Banyak faktor yang menyebabkan

  

free sex pada remaja, salah satu adalah faktor masuknya budaya barat ke Indonesia,

  derasnya informasi-informasi free seks melalui berbagai media, seperti TV dan

  Internet. Budaya barat membidik remaja tuntutan kebebasan remaja yang bergeser menjadi liar tak terkendali.

  Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara termasuk kota nomor tiga terbesar di Indonesia, bahkan sudah menjadi kota metropolitan. Sangat tinggi berpotensi budaya free sex, sama seperti kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan lainnya (Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2005).

  Hasil monitoring sebuah Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) bekerjasama dengan Pusat Pendidikan dan Informasi diperkirakan 1500 remaja di Medan terlibat bisnis pelacuran, baik karena kemauan sendiri maupun paksaan. Dari jumlah tersebut yang tergolong profesional 45%, kemudian untuk kesenangan tidak dalam kerangka profesionalitas sebanyak 20% dan yang ikut-ikutan sebanyak 35%. (Ikhwan, 2007 dalam Apulina 2008).

  Dukungan orang tua sangat penting dilakukan karena orang tua merupakan orang yang paling dekat dengan remaja dan mempunyai tanggung jawab besar dalam mendidik remaja. Dukungan orang tua meliputi dukungan moral yang berupa perhatian. Perhatian dari orang tua merupakan harapan semua anak di masa pertumbuhan dan perkembangannya. Di masa-masa itu seorang remaja lebih terpengaruh dengan faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan pergaulan di masyarakat, sehingga remaja harus diperhatikan dan diarahkan oleh orang tuanya khususnya dalam bidang pendidikan kesehatan agar perencanaan untuk masa depan lebih jelas dan terarahkan. Sedangkan dukungan orang tua yang berupa material menyangkut keadaan ekonomi orang tua yang dapat digunakan untuk biaya pendidikan serta untuk melengkapi peralatan maupun perlengkapan belajar. Keadaan suatu keluarga yang kelas ekonominya menengah ke bawah akan merasa kesulitan dalam memenuhi kebutuhan anaknya.

  Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan peneliti di Kecamatan Siantar dimana daerah tersebut dekat dengan lokalisasi terbesar di Kabupaten Simalungun “Bukit Maraja” sehingga keterpaparan dengan kebisaan ataupun pengaruh lingkungannya akan merubah perilaku remaja tersebut. Oleh karena itu maka dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak yang lebih dekat sehingga perilaku berisiko tersebut dapat diminimalisir. Oleh karena hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melihat dan Pengaruh Motivasi Diri Remaja dan Dukungan Keluarga terhadap Perilaku Seks Berisiko Remaja pada Seks Pranikah di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.

  1.2.Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan bahwa yang menjadi masalah adalah: bagaimana pengaruh motivasi diri remaja dan dukungan keluarga terhadap perilaku seks berisiko remaja pada seks pranikah di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.

  1.3. Tujuan Penelitian

  Untuk menganalisis pengaruh motivasi diri remaja dan dukungan keluarga terhadap perilaku seks berisiko remaja pada seks pranikah di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.

  1.4. Hipotesis

  Ada pengaruh pengaruh motivasi diri remaja dan dukungan keluarga terhadap perilaku seks berisiko remaja pada seks pranikah di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.

  1.5. Manfaat Penelitian 1.

  Sebagai bahan masukan bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun mengenai pencegahan untuk perilaku seks berisiko pada seks pranikah bagi remaja.

  2. Bagi keluarga sebagai bahan masukan untuk mengetahui cara pencegahan dan perilaku seks berisiko pada seks pranikah bagi remaja.

  3. Dapat dijadikan bahan refrensi atau rujukan bagi peneliti selanjutnya.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Motivasi Diri Remaja dan Dukungan Keluarga Terhadap Perilaku Seks Beresiko Remaja Pada Seks Pranikah Di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun

2 82 127

Komunikasi Remaja Pelaku Seks Pranikah (Studi Kasus Pada Remaja Putri Pelaku Seks Pranikah Di Lingkungan XXII Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia)

1 74 100

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Game-Online Terhadap Perilaku Remaja Di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Kota Medan

0 1 13

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual remaja saat ini sudah menjadi masalah dunia. Tidak dapat - Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tamb

0 0 13

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Komunikasi Orangtua dan Anak Serta Kontrol Diri Siswa dengan Perilaku Seks Pranikah di SMA Prayatna Medan

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seks Pranikah Remaja di SMA Negeri 5 Pematangsiantar Tahun 2015

0 1 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja - Studi Kualitatif Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri Di Kota Gunungsitoli Tahun 2013

0 0 27

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Studi Kualitatif Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri Di Kota Gunungsitoli Tahun 2013

0 0 10

Studi Kualitatif Perilaku Seks Pranikah Remaja Putri Di Kota Gunungsitoli Tahun 2013

0 2 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi 2.1.1 Pengertian Motivasi - Pengaruh Motivasi Diri Remaja dan Dukungan Keluarga Terhadap Perilaku Seks Beresiko Remaja Pada Seks Pranikah Di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun

0 0 38