Kualitas Air Sungai Belawan Di Desa Lalang Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai

  Sungai merupakan suatu sistem yang dinamis dengan segala aktivitas yang berlangsung antara kompnen-komponen lingkungan yang terdapat di dalamnya.

  Adanya dinamika tersebut akan menyebabkan suatu sungai berada dalam keseimbangan ekologis sejauh sungai itu tidak menerima bahan-bahan asing dari luar. Pengaruh bahan asing pada batas-batas kisaran tertentu masih dapat ditolerir dan kondisi keseimbangan masih tetap dapat dipertahankan. Apabila suatu sungai menerima limbah dalam jumlah sedikit atau masih dalam batas toleransinya, maka limbah tersebut akan dapat dinetralisir oleh adanya dinamika ekologis tersebut (Barus, 2004).

  Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, wilayah sungai merupakan gabungan dari beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) (Maryono, 2005). Sedangkan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (Asdak, 1995).

  Dalam ekosistem perairan sungai terdapat faktor-faktor abiotik dan biotik (produsen, konsumen, dan pengurai) yang membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi.

  Faktor Abiotik

  1. Kecepatan Arus (velocity) Kecepatan arus dari sungai sangat berpengaruh terhadap kemampuan sungai untuk mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar (Effendi, 2003). Arus cepat akan menghilangkan semua bahan berat dan membawanya ke hilir. Ketika terjadi hujan, jumlah air akan meningkat namun saluran tetap sama, sehingga air mengalir lebih cepat.

  Ketika DAS sungai agak melebar, maka arus akan melambat. Selain itu, sungai yang terdapat di dataran rendah kecepatan arus akan sangat lambat sehingga terlihat seperti kolam. Pada daerah inilah terjadi endapan lumpur dan pasir (Maulana, 2001). Jenis arus sungai dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: a.

  Arus laminar: teratur dan halus dengan sedikit pencampuran.

  b.

  Arus bergolak/berputar: arus yang tidak teratur dengan pencampuran maksimum.

  c.

Arus transisi: suatu tempat antara dua arus (laminar dan bergolak)

  2. Substrat Ukuran substrat ditentukan oleh arus. Substrat terdiri atas bahan anorganik (lanau, pasir, kerikil dan batu) dan bahan organik (kasar atau halus partikel organik).

  Pasir yang diendapkan oleh arus yang lambat, maka akan ada bahan partikulat organik.

  Substrat yang menumpuk dapat menghambat bahan organik. Selain itu diketahui geologi batuan akan mempengaruhi sungai, terutama jika bersifat basa seperti kapur atau batu kapur, akan melepaskan sejumlah besar kalsium, yang sangat cocok untuk pertumbuhan molluscan.

  Fakta bahwa substrat yang sangat kompleks dan memilki jenis yang banyak, menggambarkan fauna yang hidup di dalam sungai juga sangat beragam.

  3. Suhu Suhu akan bervariasi tidak hanya di sepanjang sungai tetapi juga melalui periode musim. Ketinggian, iklim lokal, dan sejauh mana vegetasi di sisi sungai juga akan mempengaruhi suhu. Suhu dapat mempengaruhi metabolisme. Hal ini sangat bervariasi antar spesies, terutama ambang batas kemampuan mereka bertahan hidup.

  4. Oksigen Jika air tidak tercemar dan mengalir dengan kejenuhan maka oksigen akan berada pada kadar maksimum. Akibatnya oksigen tidak akan menjadi sebuah faktor penujang utama dalam distribusi organisme di sungai.

  Faktor Biotik

  Komponen biotik yang ditemukan di suatu lokasi sungai dipengaruhi oleh kombinasi faktor-faktor abiotik di daerah itu. Menurut Odum (1998), komponen biotik yang hidup di dalam air dibedakan atas dua zona utama, yaitu:

  1. Zona Air Deras Zona ini dihuni benthos yang beradaptasi khusus atau organisme yang dapat melekat kuat pada dasar yang padat dan ikan yang kuat berenang. Pada zona ini diketahui sungai memilki dasar padat disebabkan memiliki daerah yang dangkal dengan kecepatan arus yang kuat sehingga menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain yang lepas.

  2. Zona Air Tergenang Zona ini cocok untuk penggali dan plankton karena kecepatan arus yang mulai berkurang, sehingga lumpur dan materi lepas cenderung mengendap di dasar sungai.

  Hal ini mengakibatkan dasar sungai menjadi lunak. Zona ini banyak dijumpai pada daerah landai.

  Sungai Belawan

  Sungai Belawan adalah sebuah Sungai Belawan merupakan sungai yang secara keseluruhan mempunyai panjang ± 72 km, yang mengalir dari hulu (Kuta Limabaru) sampai hilir (Selat Malaka).

  Pencemaran Air Sungai

  Pencemaran air adalah masuknya mahluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Industrialisasi dan urbanisasi telah membawa dampak pada lingkungan. Pembuangan limbah industri dan domestik ke badan air merupakan penyebab utama pencemaran air (PP No. 82 Tahun 2001).

  Pencemaran air terjadi ketika energi dan bahan-bahan yang dirilis, menurunkan kualitas air untuk pengguna lain. Polusi air mencakup semua bahan limbah yang tidak dapat diurai secara alami oleh air. Dengan kata lain, apapun yang ditambahkan ke air, ketika melampaui kapasitas air untuk mengurainya, disebut polusi. Polusi, dalam keadaan tertentu, dapat disebabkan oleh alam, seperti ketika air mengalir melalui tanah dengan keasaman yang tinggi. Akan tetapi yang lebih sering menyebabkan polusi pada air adalah tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab sehingga polutan dapat masuk ke air (Kjellstrom, dkk., 2000).

  Sumber Pencemar

  Secara umum ada dua sumber utama pencemaran air, yaitu sumber pencemar air dari titik tetap/tidak bergerak dan sumber pencamar air dari titik tidak tetap/bergerak.

  Sumber pencemar dari titik tetap antara lain pabrik, fasilitas pengolahan air limbah, sistem tanki septik, dan sumber lain yang jelas membuang polutan ke sumber air.

  Sumber tidak tetap lebih sulit untuk diidentifikasi, karena tidak dapat ditinjau kembali ke lokasi tertantu. Sumber tidak tetap termasuk limpasan termasuk sedimen, pupuk, bahan kimia dan limbah dari peternakan hewan, bidang, situs konstruksi, dan tambang (Kjellstrom, dkk., 2000).

  Sumber tidak tetap juga bisa berasal dari hujan dan salju cair mengalir melewati lahan dan menghayutkan pencemar-pencemar diatasnya seperti pestisida dan pupuk dan mengendapkannya dalam danau, telaga, rawa, perairan pantai, dan air bawah tanah serta kota-kota dan pemukiman yang juga menjadi penyumbang pencemar (Dini, 2011).

  Jenis Bahan Pencemar Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat membagi bahan

  pencemar air ke dalam beberapa kategori berikut (Nasution, 2008), yaitu:

  1. Limbah Organik Sebagian besar dari kotoran manusia dan hewan. Ketika limbah yang dapat didekomposisi (biodegradable) memasuki pasokan air, limbah menyediakan sumber energi (karbon organik) untuk bakteri. Hal ini mengakibatkan terjadinya dekomposisi biologis yang dapat menyebabkan terkurasnya oksigen terlarut di sungai, yang akan berdampak pada kehidupan air. Selain itu, kekurangan oksigen juga dapat menimbulkan bau dan rasa tidak enak dalam air.

  2. Panas Dapat menjadi sumber polusi dalam air. Peningkatan temperatur air menyebabkan jumlah oksigen terlarut akan menurun. Polusi thermal dapat terjadi secara alami, misalnya melalui pembuangan air yang telah digunakan untuk mendinginkan pembangkit listrik atau peralatan industri lainnya. Panas yang tinggi dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air sehingga dapat mempengaruhi kehidupan air. Selain itu, suhu air yang tinggi juga akan berdampak buruk pada pengunaannya sebagai pendingin di industri-industri.

  3. Bahan Buangan Padat atau Sedimen Salah satu sumber yang paling umum dari polusi air. Sedimen terdiri dari mineral atau bahan padat organik yang dicuci atau ditiup dari bawah tanah ke sumber- sumber air. Sulit untuk mengidentifikasi polusi sedimen, karena berasal dari sumber non-titik, seperti konstruksi, operasi pertanian dan peternakan, penebangan, banjir, dan limpasan kota. Sedimen ini apabila dibuang ke sungai dapat mengakibatkan terjadinya pelarutan oleh air, pengendapan di dasar air dan pembentukan koloidal yang melayang di dalam air.

  4. Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Merupakan bahan-bahan yang tidak digunakan atau dibuang dengan benar yang berasal dari kegiatan manusia. Misalnya titik sumber polusi kimia meliputi limbah industri dan tumpahan minyak. Selain itu, pembersih rumah tangga, pewarna, dan cat pelarut juga beracun, dan dapat menumpuk ketika dibuang ke pipa saluran pembuangan.

  Hal ini dapat memberikan dampak negatif pada manusia serta satwa dan tanaman.

  5. Polutan Radioaktif

  Berasal dari pembuangan air limbah dari pabrik-pabrik, rumah sakit dan tambang uranium. Selain itu radioaktif juga dihasilkan dari isotop alami, seperti radon.

  Polutan radioaktif bisa berbahaya, dan dibutuhkan bertahun-tahun sampai zat radioaktif tidak lagi dianggap berbahaya.

  Limbah

  Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, adang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri atas bahan kimia senyawa organik dan senyawa anorganik. Konsentrasi dan kuantitas tertentu menyebabkan kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah bergantung pada jenis dan karakteristik limbah (Agusnar, 2008).

  Limbah cair mengandung bahan-bahan yang dilepas dari serat, sisa bahan kimia yang ditambahkan pada proses penyempurnaan tersebut, serta serat yang terlepas dengan cara kimia atau mekanik selama proses produksi berlangsung. Pemerintah dalam hal ini Menteri Negara KLH telah menetapkan baku mutu limbah cair bagi kegiatan yang sudah beroperasi yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Negara KLH Nomor: Kep-03/KLH/ II/1991 untuk menjamin terpeliharanya sumberdaya air dari pembuangan limbah industri. Limbah cair harus diolah agar dapat memenuhi baku mutu dan pengolahan limbah tersebut memerlukan biaya investasi dan biaya operasi yang tidak sedikit. Oleh sebab itu, pengolahan limbah cair harus dilakukan secara cermat dan terpadu di dalam proses produksi dan setelah proses produksi agar pengendalian berlangsung dengan efektif dan efisien (Sulistiono, 2001).

  Menurut Daryanto (1995), limbah domestik dapat digolongkan kedalam tiga jenis, yaitu limbah cair, limbah gas dan limbah padat. Limbah cair domestik dapat berasal dari kegiatan sehari-hari misalnya memasak, mandi, mencuci dan lain-lain. Selain itu limbah juga dapat berasal dari kegiatan warga yang buang air besar (BAB) sembarangan di sungai. Limbah domestik berupa gas dapat berasal dari dapur rumah tangga, pembakaran sampah padat, dekomposisi sampah padat maupun cair dan lain- lain. Limbah gas menjadi pencemar bila melewati nilai Nilai Ambang Batas (NAB).

  Limbah padat domestik pada umumnya berupa sampah. Sumber sampah berhubungan dengan tata guna lahan yang mempengaruhi tipe dan karakteristik sampah. Sampah yang tidak tertangani akan dibuang ke badan air dan menjadi pencemar tambahan (Fadly, 2008).

  Sampah pasar khusus seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau pasar ikan, jenisnyseragam, sebagian besar (95%) berupa sampah organik sehingga lebih mudah ditangani. Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya sangat beragam, tetapi secara umum minimal 75% terdiri atas sampah organik dan sisanya (Sudrajat, 2010).

  Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3). Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan manusia (Agusnar, 2008).

  Limbah B3 merupakan bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Bahan-bahan ini termasuk limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3.

  Sumber cemaran dari aktivitas manusia (antropogenik) adalah setiap kendaraan bermotor, fasilitas, pabrik, instalasi atau aktivitas yang mengemisikan cemaran udara primer ke atmosfer. Ada 2 kategori sumber antropogenik, yaitu sumber tetap (stationery

  

source ) seperti: pembangkit energi listrik dengan bakar fosil, pabrik, rumah tangga,

  jasa, dan lain-lain dan sumber bergerak (mobile source) seperti: truk, bus, pesawat terbang, dan kereta api (Agusnar, 2008).

  Dampak Pencemaran Air

  Pencemaran air dapat menyebabkan berkurangnya keanekaragaman atau punahnya populasi organisme perairan seperti benthos, perifiton, dan plankton.

  Penurunan jumlah organisme tersebut mengakibatkan sistem ekologi perairan dapat terganggu. Ekosistem memiliki kemampuan untuk menstabilkan kembali lingkungan yang tercemar sejauh beban pencemaran masih berada dalam batas daya dukung lingkungan yang bersangkutan. Jika beban pencemaran melebihi daya dukung lingkungannya maka kemampuan itu tidak dapat dipergunakan lagi. Pencemaran air selain mengakibatkan dampak buruk pada lingkungan dan menurunkan keanekaragaman serta menggangu estetika juga berdampak negatif bagi kesehatan mahluk hidup, karena di dalam air yang tercemar selain mengandung mikroorganisme patogen, juga mengandung banyak komponen beracun (Nugroho, 2006).

  Penggunaan air yang tidak memenuhi persyaratan (tercemar) dapat menimbulkan terjadinya gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan tersebut dapat berupa penyakit menular maupun penyakit tidak menular. Beberapa penyakit bawaan

  ( air antara lain cholera, abdomalis, dan disentri Pratiwi, 2007).

  Parameter Kualitas Air Parameter Fisika

  1. Suhu Air mempunyai kapasitas panas yang lebih tinggi. Dalam setiap penelitian pada ekosistem air, pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem air sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut

  o

  hukum Van’t Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10 C (hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir) akan meningkatkan metabolisme dari organisma sebesar 2 – 3 kali lipat (Barus, 2004).

  Pola suhu dalam ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi (Brehm dan Meijering, 1990).

  o o

  Di perairan tropis variasi suhu optimal perairan berkisar antara 27 C dan 32 C. Kisaran suhu ini adalah normal untuk kehidupan biota di perairan. Peningkatan suhu yang kecil saja dari alam dapat menimbulkan kematian atau paling tidak gangguan fisiologis biota (Haryono, 1984).

  2. Kecerahan Kecerahan dalam perairan sungai biasanya 3 – 4 meter atau lebih, relatif dengan kedalaman sungai. Pengaruh ekologis dari kecerahan akan menyebabkan penurunan penetrasi cahaya ke dalam perairan yang selanjutnya akan menurunkan fotosintesis dan produktivitas primer (Nybakken, 1992).

  3. Arus Arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada perairan lotik maupun pada perairan lentik. Faktor ini berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut, dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertikal. Arus air pada perairan lotik umumnya bersifat turbulen, yaitu arus air yang bergerak ke segala arah sehingga air akan berdistribusi ke seluruh bagian dari perairan tersebut. Selain, itu dikenal arus laminar, yaitu arus air yang bergerak ke satu arah tertentu saja. Arus terutama berfungsi dalam pengangkutan energi panas dan substansi yang terdapat di dalam air. Pada umumnya kecepatan arus berkisar 3 m/det. Namun demikian sangat sulit untuk membuat suatu batasan mengenai kecepatan arus, karena kecepatan arus di suatu ekosistem air sangat berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung dari fluktuasi debit, aliran air, dan kondisi substrat yang ada (Barus, 2004).

  4. Kekeruhan Kekeruhan dapat didefenisikan sebagai intensitas kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan menggambarkan sifat optik yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi (Nasution, 2008).

  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, kekeruhan dalam ekosistem perairan berkisar 50 – 1000 mg/l. Pengaruh kekeruhan yang utama adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga menurun, akibatnya produktivitas perairan menjadi turun. Kekeruhan yang tinggi juga dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi organisme akuatik. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air (Effendi, 2003).

  Parameter Kimia

  1. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) dan Kejenuhan Oksigen Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air.

  Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara dan dari fotosintesis. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6 – 8 mg/L. Disamping pengukuran konsentrasi, biasanya dilakukan pengukuran terhadap tingkat kejenuhan oksigen dalam air.

  Nilai kejenuhan oksigen (%) dihitung dengan menggunakan rumus berikut.

  O2 [u]

  x 100%

  Kejenuhan (%) = O2 [t]

  Keterangan: O [u] = Nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/L)

  Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi oleh suhu dan jumlah garam terlarut dalam air. Pada ekosistem air tawar, pengaruh suhu menjadi sangat dominan (Baur, 1987). 2. pH (Derajat Keasaman)

  Nilai pH merupakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan. bersifat netral, pada suhu 25 °C nilai pH ditetapkan sebesar 7. Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH antara 7 sampai 8.5. Nilai parameter pH tetentu mempengaruhi kehidupan organisme dalam perairan (Thomas, 2000).

  3. Biological Oxygen Demand (BOD) Kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan organisme hidup di dalam air lingkungan untuk memecah (mendegradasi atau mengoksidasi) bahan-bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan tersebut. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, BOD optimal dalam perairan adalah 2 – 6 mg/l.

  Penguraian bahan buangan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme dalam air lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup (Wardhana, 2004).

  Makin tinggi nilai BOD menunjukkan makin tinggi aktivitas organisme untuk menguraikan bahan organik atau dapat dikatakan makin besarnya kandungan bahan organik di suatu perairan tersebut. Tingginya kadar BOD dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut dalam air, maka kemampuan bakteri aerobik untuk memecah bahan buangan organik juga menurun. Apabila oksigen yang terlarut sudah habis, maka bakteri aerobik dapat mati. Bakteri anaerobik akan mengambil alih tugas untuk memecah bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan. Pemecahan bahan organik oleh bakteri anaerobik menghasilkan bau yang tidak enak misalnya anyir atau busuk (Sukmadewa, 2007).

  4. Nitrat Sebagian besar nitrogen yang ditemukan dalam air permukaan adalah hasil dari drainase tanah dan air limbah domestik. Air limbah domestik yang merupakan sumber utama nitrogen berasal dari limbah feses, urin, dan sisa makanan. Nitrogen dalam air dapat berada dalam berbagai bentuk, yaitu nitrat, nitrit, dan ammonia. Nitrat adalah bentuk senyawa yang stabil dan keberadaannya berasal dari buangan hewan atau kotoran manusia, pupuk, dan sisa pertanian (Winata, 2000).

  5. Fosfor Fosfor berasal terutama dari sedimen yang selanjutnya akan terfiltrasi ke dalam air tanah dan akhirnya masuk ke dalam sistem perairan terbuka (sungai dan danau).

  Selain itu, dapat berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan masuk ke dalam sistem perairan (Barus, 2004). Fosfat adalah bahan nutrisi yang menstimulasi pertumbuhan yang sangat luar biasa pada alga dan rumput-rumputan dalam danau, estuaria, dan sungai berair tenang (Sasongko, 2006).

  Parameter Biologi (Makrozoobenthos)

  Semua organisme yang hidupnya pada substrat dasar suatu perairan baik yang bersifat melekat maupun bergerak bebas termasuk dalam kategori benthos.

  Makrobenthos adalah kelompok benthos yang memiliki ukuran besar. Benthos merupakan sumber makanan bagi berbagai jenis ikan dan menempati posisi dalam rantai makanan di suatu komunitas perairan. Umumnya benthos yang sering dijumpai di suatu perairan adalah dari kelompok Crustaceae, Mollusca, Insecta, dan sebagainya.

  Benthos juga dapat digunakan dalam studi kuantitatif untuk mengetahui kualitas suatu perairan (Barus, 2004).

  Makrozoobenthos merupakan benthos yang bersifat hewan dan berukuran ≥ 5 milimeter. Berdasarkan letaknya dibedakan menjadi infauna (kelompok benthos yang terendam di bawah lumpur) dan epifauna (kelompok benthos yang hidup di permukaan substrat).

  Ada beberapa alasan dalam pemilihan benthos sebagai indikator kualitas suatu ekosistem perairan, yaitu: Pergerakannya yang sangat terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan

  • sampel.

  Ukuran tubuh relatif besar sehingga relatif mudah diidentifikasi.

  • Hidup di dasar perairan serta relatif diam sehingga secara terus-menerus
  • terdedah oleh kondisi air di sekitarnya.
  • oleh berbagai perubahan lingkungan yang mempengaruhi kondisi air tersebut.

  Pendedahan yang terus-menerus mengakibatkan benthos sangat terpengaruh

  • komunitas benthos (Fachrul, 2007).

  Perubahan faktor-faktor lingkungan ini akan mempengaruhi keanekaragaman

  Baku Mutu Air

  Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Kriteria mutu air dan penetapan kelas air sebagai berikut.

  1. : bahan baku air minum dan peruntukan lain dengan Kelas satu ( I )

a syarat kualitas air yang sama.

  2. : prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan a ikan air Kelas dua ( II )

  aa tawar, peternakan, pertanaman, dan aa peruntukan a lain aa dengan syarat kualitas air yang aa sama.

  3. : pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, Kelas tiga ( III )

  aa pertanaman, dan peruntukan lain dengan syarat aa kualitas air yang sama.

  4. : mengairi pertanaman dan peruntukan lain dengan Kelas empat ( IV )

  a

a syarat kualitas air yang sama.