Kajian Perencanaan Bendung Pada Sungai Ular Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara

(1)

EVALUASI PERENCANAAN

BENDUNG PADA SUNGAI ULAR

KABUPATEN DELI SERDANG PROPINSI

SUMATERA UTARA

(STUDI KASUS)

Diajukan untuk Melengkapi Tugas- tugas

Dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Oleh:

SEMIAJI GUNAWAN

070 424 025

PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadhirat Allah SWT serta selawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, akhirnya penulis dapat merampungkan Tugas Akhir ini yang berjudul : “ KAJIAN PERENCANAAN BENDUNG pada SUNGAI ULAR KABUPATEN SELI SERDANG PROPINSI SUMATERA UTARA”.

Tugas Akhir ini merupakan persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Teknik Sipil bagi setiap mahasiswa semester akhir menurut kurikulum Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Dalam penyelesaian Tugas Akhir ini banyak sekali kendala dan kekurangan-kekurangan yang masih penulis miliki, disebabkan oleh kemampuan penulis yang masih sangat terbatas.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini Penulis menerima bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapakan terimakasih kepada:

1. Bapak Almarhum Ir. Sufrizal, M.Eng selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir, sehingga Tugas Akhir ini dapat penulis selesaikan.

2. Bapak Almarhum Ir. Faizal Ezeddin, M.S selaku Koordinator PPE Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. DR. Ing. Johannes T selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Sumatera Utara.

4. Seluruh Staf Pengajar dan Pengajar Jurusan yang telah membantu dalam proses perkuliahan serta urusan administrasi.

5. Bapak dan Ibu tercinta, Teguh Gunarto dan Melyati Heryati. Adikku tercinta Ayu Dewi Nur Ratihyang senantiasa sabar dalam memberikan


(3)

dukungan baik moral, material dan spiritual selama penulis menjalani perkuliahan hingga saat penyusunan Tugas Akhir.

6. Keluarga Bapak H. Amsirul yang turut memberikan dukungan baik moral, dan spiritual selama penulis melaksanakan penyusunan Tugas Akhir. 7. Keluarga Bapak Ilal yang turut memberikan dukungan baik moral, dan

spiritual selama penulis melaksanakan penyusunan Tugas Akhir.

8. Teman-teman angkatan ’07 yang telah turut memberikan bantuan dan dukungan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

Penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin Ya Rabbal Aalamin.

Medan, Nopember 2011 Penulis,

Semiaji Gunawan 070424025


(4)

ABSTRAK

Sungai Ular yang terletak di perbatasan antara Deli Serdang dan Serdang Bedagai, memiliki keberadaan yang cukup penting untuk keperluan irigasi pertanian masyarakat yang ada disekitar daerah tersebut. Lokasi Bendung Sungai Ular berada sekitar 40 km dari Medan. Disebelah kanan Sungai Ular terdapat 6 (enam) free intake, dan 4 (empat) free intake disebelah kiri Sungai Ular. Free intake ini mencakup daerah irigasi 18.500 ha. Pekerjaan penanggulangan banjir dikerjakan pada tahun 1983 dan selesai pada tahun 1988. Sedangkan pekerjaan irigasi dan drainase dikerjakan pada tahun 1983 dan selesai pada tahun 1990. Sungai Ular mempunyai panjang 45 km.

Sebelum mengkaji dimensi Bendung Sungai Ular, langkah pertamakali dimulai dengan menghitung Curah Hujan Rerata Daerah dari tiga Stasiun Curah Hujan, yaitu Stasiun Curah Hujan Silinda, Stasiun Curah Hujan Adolina II, Stasiun Curah Hujan Adolina III dengan metode Poligon Thiessen dan dilanjutkan dengan menghitung Curah Hujan Maksimum dari Nilai Probabilitas Hujan Periode Ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100 dengan menggunakan Metode Distribusi Log Normal, Metode Distribusi Gumbel, Metode Log Person III. Setelah diketahui Curah Hujan dari masing-masing rumus tersebut maka diketahui Curah Hujan Maksimum yang Dominan yang akan dipergunakan dalam menganalisa debit banjir rencana, menganalisa debit rencana dilakukan dengan menggunakan Metode Hasper.

Dengan menggunakan Metode Hasper, didapat debit rencana yaitu : Q2 = 590,0303m3/det, Q5 = 707,2868m3/det, Q10 = 786,1096 m3/det, Q25 = 882,7996

m3/det, Q50 = 970,9856 m3/det, Q100 = 1,052.1303 m3/det. Dimensi Bendung

didapat dengan perencanaan Q100 = 1053 m3/det, sehingga dimensi Bendung

yang didapat adalah Lebar Bendung = 128.2 m, Ketinggian Bendung = 2.87 m, Panjang jari (R1) = 1.17 m, Panjang jari (R2) = 0.468 m, Panjang Jari-jari Kolam Olak = 3.30 m, Panjang Kolam Olak = 21.0 m. Dimensi yang ada didokumen Dinas Pekerjaan Umum adalah Lebar Bendung = 128.2 m, Lebar Bendung = 9.991 m, Ketinggian Bendung dari dasar sungai = 2.87 m, Panjang Jari-jari (R1) = 1.097 m, Panjang Jari-jari (R2) = 0.439 m, Panjang jari-jari Kolam Olak = 3.00 m, Panjang Kolam Olak = 25.85 m.

Hasil Evaluasi menunjukan bahwa antara dimensi bendung yang dihitung dari Stasiun Curah Hujan Silinda, Adolina II, Adolina III dengan perhitungan yang didapat dari Debit Perencanaan Design Report of Modification Design Work of Rehabilitation for Ular River Flood Control and Improvement of Irrigation Project hasil debit perencanaannya hampir mendekati. Debit yang didapat berdasarkan perhitungan yang dihitung dari Stasiun Curah Hujan Silinda, Adolina II, Adolina III adalah Q100 = 1053 m3/det, sedangkan berdasarkan Debit

Perencanaan Design Report of Modification Design Work of Rehabilitation for Ular River Flood Control and Improvement of Irrigation Project adalah Q100 = 1019 m3/det. Sehingga dalam merencanakan bangunan hidrolik bendung dimensinya tidak jauh berbeda.


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………...i

KATA PENGANTAR………ii

DAFTAR ISI………..iv

DAFTAR TABEL………...x

DAFTAR GAMBAR………xii

DAFTAR NOTASI………...xv

DAFTAR LAMPIRAN………...xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Umum………...1

1.2Latar Belakang………..2

1.3Tujuan………...3

1.4Permasalahan……….……3

1.5Pembatasan Masalah……….……4

1.6Metodologi………5

1.7Sistematika Penulisan………..…..7

BAB II TINJAUAN PROYEK 2.1 Data Sungai Ular………..9

2.2 Data Bendung Sungai Ular……….13

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Banjir Rencana………15

3.2 Pengukuran Banjir………...17

3.3 Hujan Rata-rata Suatu Daerah……….….21


(6)

3.5 Analisis Hujan Rencana………...27

3.6 Uji Kecocokan………..34

3.7 Banjir Rencana……….37

3.8 Bendung Pelimpah 3.8.1 Pengertian………..39

3.8.2 Pemilihan Lokasi Bendung………...41

3.8.3 Bentuk Bendung Pelimpah………43

3.8.3.1 Pelimpah Lurus………44

3.8.3.2 Pelimpah Lengkung……….45

3.8.3.3 Pelimpah Bentuk U……….46

3.8.3.4 Pelimpah Bentuk <………..47

3.8.3.5 Pelimpah Bentuk Gergaji………48

3.9 Mercu Bendung 3.9.1 Definisi dan Fungsi………49

3.9.2 Bentuk Mercu Bendung………...49

3.9.3 Tinggi Mercu Bendung………50

3.9.4 Panjang Mercu Bendung……….52

3.9.5 Panjang Mercu Bendung Efektif……….53

3.9.6 Penentuan Elevasi Mercu Bendung………55

3.9.6.1 Perhitungan dan Kriteria Penentuan Elevasi Mercu…….55

3.9.6.2 Kriteria Lain yang Harus Dipenuhi dalam Penentuan Elevasi Bendung………..55


(7)

3.10 Bangunan Peredam Energi

3.10.1 Definisi dan Fungsi……….56

3.10.2 Tipe Bangunan Peredam Energi……….56

3.10.3 Faktor Pemilihan Bendung……….57

3.10.4 Prinsip Pemecahan Energi………..58

3.10.5 Desain Hidraulik Peredam Energi 3.10.5.1 Peredam Energi Lantai Hilir Datar dengan Ambang Akhir 3.10.5.1.1 Umum………..58

3.10.5.1.2 Definisi dan Fungsi………..59

3.10.5.1.3 Bentuk dan Hidraulik………...59

3.10.5.1.4 Persyaratan………...61

3.10.5.1.5 Ukuran Hidraulik………..61

3.10.5.1.6 Penerapan……….62

3.9.5.2 Peredam Energi Cekung 3.9.5.2.1 Umum………..62

3.9.5.2.2 Definisi, Fungsi, dan Macamnya……….…64

3.9.5.2.3 Sifat dan Prinsip Pemecahan Energi…………..….64

3.9.5.2.4 Bentuk dan Ukuran Hidraulik……….……66

3.9.5.2.5 Ukuran Cekung……….……..66

3.9.5.3 Peredam Energi Berganda 3.9.5.3.1 Umum……….67

3.9.5.3.2 Definisi dan Keuntuan………67

3.9.5.3.3 Persyaratan………..69


(8)

3.9.5.5 Peredam Energi Tipe Kotak-kotak………73

3.11 Bangunan Pembilas 3.11.1 Definisi dan Fungsi………..77

3.11.2 Sistem Kerja Pembilas dengan Undersluice………78

3.11.3 Macam Bangunan dan tata Letak……….80

3.11.4 Komponen dan Bentuk Bangunan………81

3.11.5 Bentuk undersluice………...83

3.11.6 Tata Cara Desain………..84

3.11.7 Dimensi Bangunan Undersluice………...………...84

3.12 Pintu Pembilas 3.12.1 Desain, dalam mendesain pintu, faktor-faktor. berikut harus mempertimbangkan…..……….…….84

3.12.2 Ukuran Pintu Pembilas……….………85

3.12.3 Ketinggian Pembilas……….85

3.13 Bangunan Intake 3.13.1 Definisi dan Fungsi……….………..87

3.13.2 Tata Letak……….88

3.13.3 Macam-macam Intake 3.13.3.1 Intake Biasa...89

3.13.3.2 Intake Gorong-gorong………89

3.13.3.3 Intake Frontal……….……….90

3.13.3.4Dua intake di satu sisi bendung..………90


(9)

BAB IV DATA DAN ANALISA DATA

4.1 Umum……….9

4.2 Pemilihan Lokasi Bendung………..92

4.3 Analisa Data Curah Hujan 4.3.1 Data Curah Hujan………..………95

4.4 Perhitungan Curah Hujan Maksimum Wilayah Metode Poligon Thiessen.100 4.5 Analisa Curah Hujan Maksimum Wilayah Metode Distribuasi Log Normal117 4.6 Analisa Curah Hujan Maksimum Wilayah Metode Distribuasi Gumbel...121

4.7 Analisa Curah Hujan Maksimum Wilayah Metode Distribusi Log Normal.127 4.8 Rekapitulasi Curah Hujan Maksimum………...132

4.9 Uji Kesesuaian Probabilitas Distribusi Log Normal……….133

4.10 Uji Kesesuaian Probabilitas Distribusi Gumbel………..134

4.11 Uji Kesesuaian Probabilitas Distribusi Log Person Type III………...135

4.12 Perhitungan Debit Banjir Rencana (QT) Metode Hasper………136

4.13 Design Hidrolis Bendung Berdasarkan Debit dari Data Curah Hujan…….139

4.14 Kolam Olak……….142

4.15 Perhitungan beda tinggi Air dihulu dengan air di hilir Bendung (z):……..145

4.16 Dimensi Bangunan Kantong Lumpur………..147

4.17 Dimensi Bangunan Pengambilan (Intake)………...150

4.18 Dimensi Bangunan Pembilas………...151

4.19 Perkiraan Penentuan Elevasi Mercu Bendung………152

4.20 Perhitungan Debit Sungai Ular berdasarkan Pengukuran Debit Puncak dari Pengamatan Langsung……….153


(10)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan………..154 5.2 Saran………156

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

ABSTRAK

Sungai Ular yang terletak di perbatasan antara Deli Serdang dan Serdang Bedagai, memiliki keberadaan yang cukup penting untuk keperluan irigasi pertanian masyarakat yang ada disekitar daerah tersebut. Lokasi Bendung Sungai Ular berada sekitar 40 km dari Medan. Disebelah kanan Sungai Ular terdapat 6 (enam) free intake, dan 4 (empat) free intake disebelah kiri Sungai Ular. Free intake ini mencakup daerah irigasi 18.500 ha. Pekerjaan penanggulangan banjir dikerjakan pada tahun 1983 dan selesai pada tahun 1988. Sedangkan pekerjaan irigasi dan drainase dikerjakan pada tahun 1983 dan selesai pada tahun 1990. Sungai Ular mempunyai panjang 45 km.

Sebelum mengkaji dimensi Bendung Sungai Ular, langkah pertamakali dimulai dengan menghitung Curah Hujan Rerata Daerah dari tiga Stasiun Curah Hujan, yaitu Stasiun Curah Hujan Silinda, Stasiun Curah Hujan Adolina II, Stasiun Curah Hujan Adolina III dengan metode Poligon Thiessen dan dilanjutkan dengan menghitung Curah Hujan Maksimum dari Nilai Probabilitas Hujan Periode Ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100 dengan menggunakan Metode Distribusi Log Normal, Metode Distribusi Gumbel, Metode Log Person III. Setelah diketahui Curah Hujan dari masing-masing rumus tersebut maka diketahui Curah Hujan Maksimum yang Dominan yang akan dipergunakan dalam menganalisa debit banjir rencana, menganalisa debit rencana dilakukan dengan menggunakan Metode Hasper.

Dengan menggunakan Metode Hasper, didapat debit rencana yaitu : Q2 = 590,0303m3/det, Q5 = 707,2868m3/det, Q10 = 786,1096 m3/det, Q25 = 882,7996

m3/det, Q50 = 970,9856 m3/det, Q100 = 1,052.1303 m3/det. Dimensi Bendung

didapat dengan perencanaan Q100 = 1053 m3/det, sehingga dimensi Bendung

yang didapat adalah Lebar Bendung = 128.2 m, Ketinggian Bendung = 2.87 m, Panjang jari (R1) = 1.17 m, Panjang jari (R2) = 0.468 m, Panjang Jari-jari Kolam Olak = 3.30 m, Panjang Kolam Olak = 21.0 m. Dimensi yang ada didokumen Dinas Pekerjaan Umum adalah Lebar Bendung = 128.2 m, Lebar Bendung = 9.991 m, Ketinggian Bendung dari dasar sungai = 2.87 m, Panjang Jari-jari (R1) = 1.097 m, Panjang Jari-jari (R2) = 0.439 m, Panjang jari-jari Kolam Olak = 3.00 m, Panjang Kolam Olak = 25.85 m.

Hasil Evaluasi menunjukan bahwa antara dimensi bendung yang dihitung dari Stasiun Curah Hujan Silinda, Adolina II, Adolina III dengan perhitungan yang didapat dari Debit Perencanaan Design Report of Modification Design Work of Rehabilitation for Ular River Flood Control and Improvement of Irrigation Project hasil debit perencanaannya hampir mendekati. Debit yang didapat berdasarkan perhitungan yang dihitung dari Stasiun Curah Hujan Silinda, Adolina II, Adolina III adalah Q100 = 1053 m3/det, sedangkan berdasarkan Debit

Perencanaan Design Report of Modification Design Work of Rehabilitation for Ular River Flood Control and Improvement of Irrigation Project adalah Q100 = 1019 m3/det. Sehingga dalam merencanakan bangunan hidrolik bendung dimensinya tidak jauh berbeda.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Umum

Bendung adalah suatu bangunan yang dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sungai dan membendung aliran sungai sehingga aliran sungai bisa bisa disadap dan dialirkan secara gravitasi kedaerah yang membutuhkan. Tipe bendung dapat dibedakan yaitu bendung tetap yang terbuat dari pasangan batu, beton, sedangkan bendung gerak yaitu bendung yang terbuat dari pitu sorong atau pintu radial.

Bendung gerak terdiri dari tubuh bendung dan mercu bendung. Tubuh bendung merupakan ambang tetap yang berfungsi untuk meninggikan taraf muka air sungai. Mercu bendung berfungsi untuk mengatur tinggi minimum, melewatkan debit banjir, dan untuk membatasi tinggi genangan yang akan terjadi di udik bendung.

Dalam masa pembangunan Indonesia sejak tahun 1970-an hingga kini, khususnya dalam penyediaan prasarana bangunan air untuk irigasi, telah ribuan bangunan bendung dibangun. Salah satu jenis bendung yang dibangun ialah bendung tetap dari bahan pasangan batu. Bendung itu dirancang dan dibangun oleh tenaga teknik Indonesia, juga oleh tenaga teknik asing yang datang ke Indonesia dengan membawa konsep baru. Rancangan itu itu baik oleh tenaga teknik Indonesia maupun oleh tenaga teknik asing memberikan suatu perkembangan tipe, bentuk,dan tata letak bendung. Ribuan bendung yang telah


(13)

ribuan bendung baru itu mengalami masalah yang disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya masalah gangguan penyadapan aliran, gangguan angkutan sedimen, masalah penggerusan setempat, sampai hancurnya bangunan.

Untuk penyebutan suatu bendung, biasanya diberi nama sungai atau sama dengan nama kampung atau desa disekitar bendung itu.

1.2. Latar Balakang

Pada awalnya Daerah Irigasi Sungai Ular terdiri dari 12 free intake yang dapat mengairi areal sawah seluas 18.500 ha. Namun semua free intake yang ada saat ini sudah tidak berfungsi lagi secara optimal sehingga areal sawah yang dapat diairi hanya 7.000 ha. Dalam merencanakan pemilihan lokasi bendung, dan perencanaan dimensi bendung diperlukan perencanaan yang cukup matang dalam jumlah data serta juga informasi yang komplit dan menyeluruh.

Beberapa latar belakang yang mempengaruhi dibangunnya Bendung Sungai Ular, yaitu:

 Sudah tidak berfungsinya free intake yang sudah ada, dikarenakan banyaknya sedimen yang mengendap di pintu free intake,

 Terjadi degradasi dasar sungai yang mengakibatkan muka air sungai menjadi turun, sehingga untuk mengalirkan air kedaerah yang lebih tinggi jadi terhambat,

 Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berada di bagian hulu pegununga Bukit Barisan yang mengakibatkan terbawanya sedimen dan bongkahan batu yang dapat merusak fungsi free intake.


(14)

Pembangunan Bendung Sungai Ular ini diharapkan nantinya dapat memenuhi kebutuhan sistem pengambilan air berupa bendung tetap dan saluran penghubung yang menggantikan free intake yang ada sehingga dapat mengairi seluruh areal irigasi Sungai Ular.

1.3. Tujuan

Maksud dari penelitian tugas akhir ini adalah untuk dapat mengetahui langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam merencanakan suatu bangunan bendung dan untuk memilih serta menetapkan lokasi yang tepat dan benar sesuai dengan kriteria perencanaan untuk pemilihan lokasi bangunan tersebut.

1.4. Permasalahan

Salah satu kebijakan dalam usaha peningkatan produksi pertanian diperlukan peningkatan luas lahan yang ditunjang oleh penyediaan air irigasi secara teratur untuk melaksanakan kebijakan itu, maka perlu usaha pembangunan suatu konstruksi bendung yang dimanfaatkan untuk kebutuhan sistem irigasi.

Ada pun beberapa pokok permasalahan yang dijumpai dalam merencanakan suatu bendung, adalah:

 Tinggi Muka Air Sungai Normal sudah tidak bisa lagi mengairi lahan persawahan, dikarenakan tinggi Muka Air Sungai Normal di hulu berda pada elevasi +43.00 m, sedangkan daerah persawahan yang harus diairi berada pada elevasi +44.00 m.


(15)

 Tidak adanya sistem irigasi yang dipakai para petani, sehingga para petani tidak bisa memperkirakan waktu pola tanam dan waktu panen suatu lahan pertanian.

 Pola aliran Sungai Ular mempunyai pola aliran dengan kecepatan yang cukup cepat, hal ini membuat degradasi dasar sungai terus menurun. Jika hal ini tetap dibiarkan akan membuat daerah persawahan yang akan dialiri akan semakin sulit.

1.5. Pembatasan masalah

Oleh karena luasnya ruang lingkup pengetahuan dan permasalahan yang ada tentang jaringan irigasi, maka dibuat batasan penulisan yaitu:

1.1.Penentuan lokasi Bendung 1.2. Bentuk Mercu Bendung 1.3. Tinggi Mercu Bendung 1.4. Panjang Mercu Bendung 1.5. Jari-jari Kolam Olak

1.6. Kedalaman Peredam Energi 1.7. Panjang Peredam Energi 1.8. Panjang Kantung Lumpur 1.9. Lebar Kantung Lumpur 1.10. Lebar Pilar Intake 1.11. Lebar Intake

1.12. Lebar Pilar Pembilas 1.13. Lebar Pembilas


(16)

1.6. Metodologi

Data-data yang dipakai dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut: a. Data Primer

- Data yang didapat dari lapangan seperti:  Lebar Bendung,

 Panjang Bendung,  Tinggi Bendung,  Jari-jari Kolam Olak,

 Kedalaman Peredam Energi,  Panjang Peredam Energi,  Panjang Kantung Lumpur,  Lebar Kantung Lumpur,  Lebar Pilar Intake,  Lebar Intake,

 Lebar Pilar Pembilas,  Lebar Pembilas.  Tinggi Bendung,  Topografi Sungai Ular. b. Data Sekunder

- Data yang diperoleh dari pemerintah dan instansi terkait, seperti:  Data Curah Hujan, yang didapat dari:

o BMKG Adolina I, o BMKG Adolina II, o BMKG Silinda.


(17)

 Gambar Kerja, yang didapat dari Dinas Pekerjaan Umum (P.U)

- Data-data yang dikutip dari referensi buku sebagai data pembanding (tinjauan pusataka).

c. Analisis Data untuk Perhitungan Hidraulik.

Lakukan perhitungan dan penentuan dimensi hidraulik tubuh bendung dan peredam energinya dengan langkah sebagai berikut:

- Hitung Curah Hujan Maksimum Wilayah dengan menggunakan metode Theissen,

- Analisa Curah Hujan Maksimum Wilayah dengan menggunakan metode Distribusi Log Normal, Gumbel, Log Person Type III,

- Hitung debit dengan menggunakan metode Hasper,

- Membandingkan debit yang berasal dari analisa curah hujan maksimum wilayah dengan debit yang berasal dari lapangan yaitu berasal dari Stasiun Serbajadi Bridge

- Tentukan nilai radius mercu bendung, r,

- Untuk nilai radius mercu bendung tersebut, periksalah kavitasi di hilir tubuh bendung,

- Hitung elevasi muka air udik bendung, - Hitung tinggi terjun bendung,

- Hitung kedalaman lantai peredam energi, - Hitung nilai Panjang Peredam Energi, - Hitung Lebar dan Panjang Kantung Lumpur, - Hitung Lebar Pilar Intake,


(18)

- Hitung Lebar Bangunan Pembilas, - Hitung Lebar Pilar Bangunan Pembilas, - Penentuan Elevasi Mercu Bendung. d. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari lapangan dan instansi terkait yang berupa gambar desain, dan data-data yang bersesuaian dengan pokok bahasan, disusun secara sistematis dan logis sehingga diperoleh suatu gambaran yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini.

1.7. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah: 1. Bab I Pendahuluan

Pada bab ini akan dibahas latar belakang masalah, maksud dan tujuan penelitian, ruang lingkup, metodologi penulisan serta sistematis penulisan akhir.

2. Bab II Tinjauan Proyek

Pada bab ini akan di sampaikan mengenai keadaan topografi Sungai Ular, kondisi topografi Sungai Ular, dan morfologi Sungai Ular.

3. Bab III Tinjauan Pustaka

Pada bab ini akan diuraikan berbagai pembahasan yang berkaitan dengan isi dari Tugas Akhir. Didalamnya termasuk pembahasan mengenai Debit banjir, Bendung, dan Peredam Energi.


(19)

4. Bab IV Data dan Analisis Data

Pada bab ini akan dibahas mengenai menganalisa data dari lapangan dan dari sumber-sumber yang terkait, sehingga kita dapat mengkaji perencanaan Bendung Sungai Ular.

5. Bab V Kesimpulan

Pada bab ini akan disampaikan evaluasi akhir mengenai perencanaan Sungai Ular. Apakah dimensi bendung di lapangan sudah sesuai dengan perhitungan atau tidak.


(20)

BAB II

TINJAUAN PROYEK

2.1 Data Sungai Ular

Peninjauan proyek Bendung Sungai Ular yang terletak di Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara yang ditinjau dari beberapa aspek yaitu:

1. Keadaan Topografi

 Pembangunan Sungai Ular dibangun di Perbatasan antara Kabupaten Deli Serdang dengan Serdang Bedagai (Gambar 2.1).  Sungai Ular mempunyai panjang 45 Km, dengan daerah pengairan

(cathman area) seluas 1.081 km2 yang terdiri dari dataran rendah

dan pegunungan.

 Keadaan topografi meliputi elevasi daerah tertinggi yang akan teraliri adalah berkisar antara elevasi +52.00 m s/d +04.12 m.  Elevasi bendung yang dibangun berada pada elevasi +40.50 m,

dengan ketinggian 2.90 m dari dasar sungai. 2. Kondisi Topografi

 Kondisi bendung dibangun dengan ketinggian 2.90 m dari dasar sungai.

 Pembuatan bendung Sungai Ular tidak berada pada sudetan sungai, tapi sesuai dengan aliran sungai itu sendiri (Gambar 2.3).

 Pembebasan lahan yang dibebaskan untuk proyek ini masing-masing 100 hektar milik PTPN II, PTPN III, PTPN IV, dan 100 hektar milik masyarakat.


(21)

 Pembangunan Bendung Sungai Ular ini sangat membantu untuk meningkatkan penghasilan daerah sekitarnya khususnya di bidang pertanian. Sedikitnya sekitar 18.500 hektar lahan pertanian sangat tergantung pada Sungai Ular.

 Pada umumnya daerah sepanjang kiri dan kanan Sungai Ular terutama di bahagian hilir merupakan daerah pertanian dan perkebunan yang sangat potensial dan produktif, yang banyak menghasilkan devisa Negara,

 Terdapat 10 Free Intake yang kondisi pengaliran airnya sudah tidak maksimal lagi, intake itu adalah:

Nama-nama free intake disisi kanan, yaitu: 1. Free Intake Pulau Gambar

2. Free Intake Swadya 3. Free Intake Buluh 4. Free Intake Perbaungan 5. Free Intake Bendang 6. Free Intake Singosari

Nama-nama free intake disisi kiri, yaitu 1. Free Intake Timbang Deli

2. Free Intake Sumber Rejo Baru 3. Free Intake Sumber Rejo 4. Free Intake Ramonia


(22)

(23)

Gambar 2.2 Peta Sumatera Utara

3. Kondisi Hidraulik dan Morfologi Sungai

 Pola kecepatan aliran pada waktu debit banjir yang dapat dilihat dengan mata telanjang adalah sedang,

 Elevasi Muka Air Normal adalah +43.30 m

 Tinggi Muka Air pada debit banjir rencana adalah +46.90 m,  Potensi dan Distribusi angkutan sedimen yang terjadi pada Sungai

Ular adalah berupa tanah longsoran yang terdapat pada tebing-tebing sungai.

 Palung sungai relatif berbelok-belok, tetapi arah aliran bendung tegak lurus terhadap sumbu bendung.


(24)

2.2 Data Bendung Sungai Ular

Bendung Sungai Ular mempunyai data sebagai berikut (Gambar 2.2):  Panjang Bendung = 128.2 m,

 Ketinggian bendung dari dasar sungai adalah = 40.50 m – 43.40 = 2.90 m  Mempunyai panjang jari-jari (R1) Bendung = 0.439 m

 Mempunyai panjang jari-jari (R2) Bendung = 1.097 m  Mempunyai panjang jari-jari Kolam Olak = 3.00 m  Panjang Peredam Energi = 21.00 m

 Lebar Kantung Lumpur = 74.90 m  Panjang Kantung Lumpur = 46 m  Lebar Intake = 24.8 m

 Lebar Pilar Intake = 1.2 m

 Lebar Bangunan Pembilas = 24.5 m  Lebar Pilar Pembilas = 2.5 m


(25)

(26)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Banjir rencana

Banjir rencana kita tetapkan tidak terlalu kecil agar jangan terlalu sering terjadi ancaman perusakan bangunan atau daerah, tetapi juga tidak terlalu besar sehingga bangunan kita tidak menjadi ekonomis. Untuk itu kita tetapkan besarnya banjir dengan masa ulang tertentu, misalnya 10 tahunan, 25 tahunan, 50 tahunan atau 100 tahunan. Pemilihannya ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan hidro-ekonomis, yaitu didasarkan terutama pada:

(a) Besarnya kerugian yang akan diderita kalau bangunan kita dirusak oleh banjir dan sering tidaknya perusakan itu terjadi,

(b) Umur ekonomis bangunan, (c) Biaya pembangunan.

Makna dari dasar pertimbangan yang disebutkan (a) sama artinya dengan seberapakah pentingnya objek yang harus kita amankan. Misalnya suatu daerah penduduk atau perkantoran didalam kota umumnya akan dinilai lebih penting daripada daerah yang kosong di pedesaan. Penggenangan air banjir didaerah-daerah dalam kota itu mengakibatkan kerugian yang lebih besar daripada penggenangnan daerah-daerah yang kosong di pedesaan. Maka sebuah gorong-gorong atau jembatan untuk daerah didalam kota tadi tentu kita rencanakan terhadap banjir yang lebih besar daripada yang harus dibangun dipedesaan kerugian yang diakibatkan oleh genangan air banjir dapat berupa kekayaan harta


(27)

benda, terganggunya lalulintas dan kegiatan penduduk, timbulnya penyakit, dan lain sebagainya.

Genangan air yang terdapat dipedesaan mungkin hanya mengakibatkan terputusnya hubungan lalulintas kendaraan selama beberapa waktu, yang umumnya tidak begitu besar pengaruhnya pada kehidupan rakyat setempat, terutama karena frekwensi lalulintas di jalan desa adalah rendah.

Besarnya banjir rencana juga kita sesuaikan dengan umur ekonomis bangunannya. Suatu gorong-gorong yang kita perhitungkan dengan umur 25 tahun misanya, tentu tidak akan kita perhitungkan dengan banjir 50 tahunan yang mungkin tidak akan pernah terjadi selama umur bangunan itu.

Perkiraan mengenai besarnya banjir dengan masa ulang tertentu kita akan lakukan dengan analisis frekuensi banjir. Analisis ini didasarkan data banjir selama beberapa puluh tahun yang lampau. Untuk daerah pertanian misalnya, genangan air yang melebihi batas tinggi tertentu sampai lebih lama dari suatu periode tertentukan menyebabkan tanaman menjadi kurus, produksinya berkurang, bahkan bisa mematikan tanaman.

Sudah tentu sangat penting untuk memperkirakan besarnya banjir setepat mungkin. Kalau perkiraan kita lebih kecil daripada banjir sebenarnya, pekerjaan kita terancam gagal. Namun bila perkiraan kita terlalu besar dapat mengakibatkan pekerjaan yang berlebih dan mahal. Perkiraan inilah yang merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah karena menyangkut bidang-bidang yang tidak kita ketahui atau kita tidak dapat tentukan dengan tepat.


(28)

3.2 Pengukuran Banjir

Ada 2 (dua) yang membedakan jenis banjir, yaitu banjir didalam sungai dan banjir yang berupa penggenangan air didaerah tertentu yang melebihi suatu batas tinggi tertentu.

Tergantung pada tujuannya, banjir dapat dinyatakan dengan berbagai ukuran sebagai berikut:

 Untuk keperluan perencanaan bangunan di dalam sungai, baik melintang atau memanjang sungai, banjir diukur berdasarkan tinggi muka airnya didalam sungai,

 Untuk perencanaan pemanfaatan tanah disekitar sungai, banjir diukur menurut luas daerah yang tergenang air banjir,

 Untuk perencanaan peluap, jembatan, gorong-gorong, saluran, dan lain sebagainya. Banjir diukur menurut besarnya aliran maksimum, dinyatakan dengan m3/detik,

 Untuk perencanaan bangunan penampung untuk keperluan irigasi, penyediaan air, pengendalian banjir dan sebagainya. Banjir diukur menurut volumenya, dinyatakan dengan hari-m3/detik.

Debit sungai biasanya dinyatakan dengan m3/det, debit sebesar rata-rata

1m3/detik yang mengalir selama 24 jam dapat dinyatakan dengan m3/det-hari.

Debit juga dapat dinyatakan dengan km2 – cm, yaitu menggambarkan volume air yang diperlukan untuk menggenangi 1 km2 setinggi 1 cm. Besaran 1 km2 – cm

berarti sama dengan 10.000 m3 dan 1 m3 / det- hari sama dengan 86.400 m3.

Suatu satuan ukuran untuk membandingkan besarnya aliran dari berbagai daerah pengaliran ialah m3/det/km2, yaitu debit sungai dibagi luas daerah aliran


(29)

yang bersangkutan. Dalam membandingkan data-data pengaliran dari berbagai daerah dengan cara ini, perbedaan mengenai keadaan daerah masing-masing diabaikan.

Suatu satuan yang sangat berguna, terutama kalau diadakan perbandingan mengenai curah hujan dan aliran, menyatakan milimeter pengaliran. Satu milimeter pengaliran sama dengan volume air yang akan menggenangi suatu permukaan datar setinggi satu milimeter. Hujan setinggi 60 mm selama satu jam didaerah seluas satu hektar akan menyebabkan aliran sebesar 1/6 m3/detik.

Debit sungai dapat diukur secara langsung atau tidak langsung. 1. Pengukuran secara Langsung

Pengukuran debit sungai secara langsung dilakukan dengan mengukur luas potongan melintang palung sungai dan kecepatan rata-rata airnya. Untuk mengukur kecepatan air digunakan alat pengukur kecepatan air (current meer) atau dengan listrik atau menggunakan bahan-bahan kimia, diantaranya:

 Salt velocity method  Salt dilution method  Radioactive tracers  Oxigen polarography  Electromagnetic flow meter  Uktrasonic flow meter

Debit sungai juga dapat kita ketahui dari tinggi permukaan air diatas dasar kalau sebelumnya sudah kita tentukan lebih dahulu hubungan antara tinggi air dan debit. Untuk ini, pada berbagai ketinggian air kita ukur debitnya dan hasilnya kit


(30)

gambarkan dengan suatu grafik. Ordinat menunjukan tinggi muka air diatas dasar sungai, absisnya menunjukan debit. Lengkung yang diperoleh pada grafiknya disebut rating curve. Rating curve dapat kita tentukan dengan metode kwadrat terkecil atau dengan cara logaritma atau dengan cara regresi dan korelasi.

Kalau rating curve sudah kita dapatkan, maka pada setiap tinggi muka iar dapat kita bacakan langsung besarnya debit. Tinggi muka air dapat kita bacakan pada papan duga atau dapat juga diukur dengan alat pengukur otomatis (water level recorders atau water stage recorders)

2. Pengukuran secara Tidak Langsung

Menentukan debit sungai secara tidak langsung dapat dilakukan dengan beberpa cara:

(a) Luas penampang palung sungai diukur sedang kecepatan air dihitung secara analitis,

(b) Debit sungai dihitung dari bangunan-bangunan air yang terdapat didalam sungai, misalanya gorong-gorong, jembatan, talang, sypon, bangunan terjun, bendung, atau lainnya. Besarnya debit aliran yang melalui bangunan itu dihitung dengan rumus hidrolika yang berlaku untuk bangunan yang bersangkutan. Banyak juga dipakai bangunan ukur khusus seperti type Cipoletti, Thomson, Crump de Gruiter dan lain-lain.

(c) Debit sungai dihitung dari hujan,

(d) Debit sungai dihitung dengan menggunakan rumus-rumus empiris. Cara tidak langsung umumnya dipakai kalau pengukuran secara langsung tidak dapat dilakukan.


(31)

Umumnya dapat dikatakan bahwa cara tidak langsung tidak seteliti pengukuran dengan instrumen.

Menurut Chezy persamaan debit pada saluran terbuka dihitung sebagai berikut:

Rumus Antoine de Chezy:

Q = A C  R S (3.1)

V = C  R.S meter/detik (3.2)

R = radius hidrolik = F meter O

F = luas penampang basah dalam m2 O = keliling basah dalam meter

C = koefisien kekasaran dinding saluran

Besarnya angka kekasaran C adalah:

Bazin:

C = 87 (3.3)

1 +   R

E. Ganguillet – W.R Kutter: C = 41,6 + 0,00281 + 1,811

S n

(3.4) 1 + (41,6 + 0,00281) n

 R

C = 23 + 1/n + 0,00155 S

1 + (23 + 0,00155 ) n


(32)

Rumus Manning:

V = 1,486 R2/3 . S1/2

n

V = 1/n R2/3 . S1/2 (3.5)

Dengan:

n = Koefisien kekasaran Manning

3.3 Hujan Rata-rata suatu Daerah

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rencana pemanfaatan air dan rencana pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata yang terkait buka curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah daerah dan dinyatakan data satuan mm.

Cara perhitungan curah hujan daerah dan pengaruh curah hujan di beberapa titik dapat dihitung dengan cara, diantaranya:

(1) Metode rata-rata aljabar (mean arithmetic method)

Metode perhitungan dengan rata-rata aljabar (mean arithmetic method) ini merupakan cara yang paling sederhana dan memberikan hasil yang tidak teliti. Hal tersebut diantaranya karena setiap stasiun dianggap mempunyai bobot yang sama. Hal ini hanya dapat digunakan kalau hujan yang terjadi dalam DAS homogen dan veriasi tahunannya tidak terlalu besar. Keadaan hujan di Indonesia (daerah tropik pada umumnya) sangat bersifat ‘setempat’, dengan variasi ruang (spatial variation) yang sangat besar.

R = 1/n . (R1 + R2 + …. + Rn) (3.6)


(33)

R1, R2, Rn = Curah hujan disetiap titik pengamatan n = Jumlah titik pengamatan

Gambar 3.1 Hitungan Hujan dengan Metode Rata-rata Aljabar

(Ir. Iman Subarkah, tahun 1980) (2) Metode Poligon Thiessen

Hitungan dengan Poligon Thiessen dilakukan seperti sketsa pada gambar. Metode ini memberikan bobot tertentu untuk setiap stasiun hujan dengan pengertian bahwa setiap stasiun dianggap mewakili hujan dalam suatu daerah dengan luas tertentu, dan luas tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan distasiun yang bersangkutan. Luas masing-masing daerah tersebut diperoleh dengan cara berikut:

a. Semua stasiun yang terdapat didalam (atau diluar) DAS dihubungkan dengan garis, sehingga terbentuk jaringan segitiga-segitiga. (hendaknya dihindari segitiga dengan sudut yang sangat tumpul),

b. Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu tersebut membentuk poligon,


(34)

c. Luas daerah yang hujannya dianggap mewakili oleh salahsatu stasiun yang bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis-garis poligon tersebut (atau dengan batas DAS)

d. Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor koreksinya.untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada persamaan dibawah ini:

R = W1. R1 + W2 . R2 + …… + Wn . Rn (3.7) W1, W2, ….. , Wn = A1 A2 A3

A A A

Dengan :

R = hujan rata-rata DAS, dalam mm

A1, A2, ….. , An = Luas masing-masing poligon, dalam km2

R1, R2, ……, Rn = curah hujan disetiap stasiun pengamatan, dalam km2

n = jumalah stasiun pengamatan

W1, W2, …..Wn = faktor pembobot Thiessen untuk masing-masing stasiun

Gambar 3.2 Hitungan Hujan dengan Metode Thiessen


(35)

Metode Thiessen memberikan hasil yang lebih baik dan teliti daripada cara aljabar rata-rata. Kelemahan metode ini adalah penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat. Demikian pila apabila ada salahsatu stasiun yang tidak berfungsi, misalnya rusak atau data tidak benar, maka poligon harus diubah.

(3) Metode Isohyet

Metode ini dilakukan dengan membuat garis isohyet yaitu garis yang menghubungkan tempt-tempat yang mempunyai kedalaman hujan sama pada saat yang bersamaan. Cara membut garis isohyet adalah dengan cara interpolasi data antar stasiun.

Pada prinsipnya, cara ini mengikuti sedekat mugkin kenyataan dialam, dengan mencari bobot yang sesuai untuk suatu nilai hujan. Tidak jarang pula, luas untuk hitungan bobot adalah luas antara dua garis kontur dan nilai hujan yang mewakili luas antara dua kontur adalah nilai rata-rata aljabar anatara dua kontur tersebut.

R = W1 . R1 + W2 . R2 + ….. + Wn . Rn (3.8) Dengan:

R = hujan rata-rata DAS, dalam mm

R1, R2, …., Rn = Hujan rata-rata antara dua buah isohyet, dalam mm

W1, W2, …., Wn = perbandingan luas DAS antara dua isohyet dan luas total DAS.


(36)

Gambar 3.3 Hitungan Hujan dengan Metode Isohyet

(Ir. Iman Subarkah, tahun 1980)

Kelemahan utama cara isohyet ini adalah pembuatan garis kontur yang sangat dipegaruhi oleh si pembuat kontur, sehingga bersifat subjektif. Dengan data yang sama, tiga orang yang berbeda dapat melukis garis kontur yang berbeda dan menghasilkan nilai rata-rata hujan yang berbeda pula.

Dari ketiga metode ini dipilih metode poligon unutk analisis selanjutnya. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa titik pengamatan didalam daerah itu tersebar merata dan kondisinya jarang-jarang. Selain itu, karena dalam metode Thiessen diperhitungkan pula daerah pengaruh tiap titik pengamatan atau disebut faktor pembobot bagi masing-masing stasiun pengmatan sehingga memberikan hasil perhitungan yang lebih teliti dan akurat daripada metode yang lain. Disamping itu faktor subjektivitas dapat dihindari dengan penggunaan metode ini.


(37)

3.4 Analisis Frekuensi

Dalam penentuan distribusi frekuensi ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi, yaitu mengenai nilai parameter-parameter statistiknya. Parameter tersebut antara lain: koefisien variasi, koefisien asimetri(skewnees) dan koefisien kurtosis.

Analisis frekuensi harus dilakukan secara bertahap dan sesuai dengan urutan kerja yang telah ada karena hasil dari masing-masing perhitungan tergantung dan saling mempengaruhi terhadap hasil perhitungan sebelumnya. Berikut adalah penerapan dari langkah-langkah analisis frekuensi setelah persiapan data dilakukan.

Standar Deviasi (S): n

S = √ ∑ ( Xi – X )2 (3.9)

n – 1 Dengan:

S = Standar deviasi

X = Curah hujan rencana pada priode tertentu X = Curah hujan harian maksimum rata-rata n = Jumlah data

Koefisien variasi (Cv):

Cv = S (3.10)

X Dengan:

Cv = koefisien variasi

Koefisien Asimetri / Skewnees (Cs)

Cs = n ∑( X – X )3 (3.11)

( n – 1 ) ( n – 2 ) S3

Dengan:


(38)

Koefisien Kurtosis (Ck)

Ck = n ∑( X – X )4 (3.12)

( n – 1 ) ( n – 2 ) ( n – 3 ) S4

Dengan:

Ck = Koefisien Kurtosis

3. 5 Analisis Hujan Rencana

Perhitungan hujan rencana dapat dikerjakan dengan berbagai metode distribusi, yaitu metode normal, log normal, Gumbel, maupun log Pearson Type III. Hal ini tergantung dari hasil perhitungan analisa frekuensi.

1) Distribusi Normal

Fungsi kerapatan kemungkinan (probability density fungtion) distribusi ini adalah sebagai berikut:

P’ (x) = 1 . e – ( X – X)2 (3.13)

S √ 2  2 . S2

Dengan:

P’ = fungsi kerapatan kemungkinan S =Deviasi standar

X = nilai rata-rata X = variable alat

Sifat khas lain dari jenis distribusi ini adalalh nilai koefisien skewnees hampi sama dengan nol (Cs  0) dan nilai koefisien kurtosis mendekati tiga (Ck  3).

2) Distribusi Log Normal

Fungsi kerapatan kemungkinan (probability density function) distribusi ini adalah sebagai berikut:


(39)

P’ (X) = 1 . e ( -0,5 (ln X – Xn / Sn ) 2 ) (3.14) X Sn √ 2X

Dengan:

Xn = 0,5 ln  X4

X2 + S2

Sn = ln  S2 + X2

X2

Besarnya skewnees (Cs) = Cv3 + 3 . Cv

Besarnya Kurtosis (Ck) = Cv8 + 6 . Cv6 + 15 . Cv 4 + 16 . Cv2 + 3

Dengan:

P’ = fungsi kerapatan kemungkinan S = deviasi standar

X = nilai rata-rata Variabel = variabel alat

3) Distribusi Log Pearson Type III

Untuk menghitung banjir perencanaan dalam praktek, The Hydrology Committee of The Water Resources Council USA, menganjurkan pertama kali mentransformasikan data ke nilai-nilai logaritmanya, kemudian menghitung parameter-parameter statistiknya, karen informasi tersebut, maka cara ini disebut Log Pearson Type III.

Garis besar analisis ini sebagai berikut:

a) Mengubah data debit banjir tahunan sebanyak n buah.

X1, X2, …. , Xn menjadi log X1 , log X2 , log Xn. (3.16) b) Menghitung harga rata-rata, dengan rumus:

n

Log X = ∑ log X1 (3.17)


(40)

c) Menghitung harga standar deviasi dengan rumus:

n

S = √ ∑ (Log X1 – Log X)2

I=1 (3.18)

n-1 Dengan:

S = Standar Deviasi

d) Menghitung Koefisien Kemencengan dengan persamaan berikut: n

G = n .  (Log X1 – Log x)2 (3.19)

I=1

(n - 1)(n – 2)

e) Menghitung Logaritma Hujan atau banjir periode ulang T tahun, sebagai berikut:

Log Xt = Log x + K . S (3.20)

Dimana K adalah veriable standart untuk x yang besarnya tergantung pada koefisien ‘G’, yang dicantumkan pada tabel 3.1:


(41)

Tabel 3.1 Menentukan Variable Standart yang besarnya tergantung pada G (Dr. Ir. Suripin, M. Eng, tahun 2004, hal 43)

Koef G

Interval Kejadian (Recurrence Interval), Tahun (Periode)

1.0101 1.25 2 5 10 25 50 100 Persentase Peluang Terlampaui (Percent Chance of Being exeded)

99 80 50 20 10 4 2 1 3.0 -0.667 -0.636 -0.396 0.420 1.180 2.278 3.152 4.051 2.8 -0.714 -0.666 -0.384 0.460 1.210 2.275 3.144 3.973 2.6 -0.769 -0.696 -0.368 0.499 1.238 2.267 3.071 3.889 2.4 -0.832 -0.725 -0.351 0.537 1.262 2.256 3.023 3.800 2.2 -0.905 -0.752 -0.330 0.574 1.284 2.240 2.970 3.705 2.0 -0.990 -0.777 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.192 3.605 1.8 -1.087 -0.799 -0.282 0.643 1.318 2.193 2.848 3.499 1.6 -1.197 -0.817 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.780 3.388 1.4 -1.318 -0.832 -0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 1.2 -1.449 -0.844 -0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149 1.0 -1.588 -0.852 -0.164 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022 0.8 -1.733 -0.856 -0.132 0.780 1.336 1.993 2.453 2.891 0.6 -1.880 -0.857 -0.099 0.800 1.328 1.939 2.359 2.755 0.4 -2.029 -0.855 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615 0.2 -2.178 -0.850 -0.033 0.830 1.301 1.818 2.159 2.472 0.0 -2.326 -0.842 0.000 0.842 1.282 1.715 2.051 2.326 -0.2 -2.472 -0.830 0.033 0.850 1.258 1.680 1.945 2.178 -0.4 -2.615 -0.816 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 -0.6 -2.755 -0.800 0.099 0.857 1.200 1.528 1.720 1.880 -0.8 -2.891 -0.780 0.132 0.856 1.166 1.448 1.606 1.733 -1.0 -3.022 -0.758 0.164 0.852 1.086 1.366 1.492 1.588 -1.2 -2.149 -0.732 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 -1.4 -2.271 -0.705 0.225 0.832 1.041 1.198 1.270 1.318 -1.6 -2.238 -0.675 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197 -1.8 -3.499 -0.643 0.282 0.799 0.945 1.035 1.069 1.087 -2.0 -3.605 -0.609 0.307 0.777 0.895 0.959 0.980 0.990 -2.2 -3.705 -0.574 0.330 0.752 0.844 0.888 0.900 0.905 -2.4 -3.800 -0.532 0.351 0.725 0.795 0.823 0.823 0.832 -2.6 -3.889 -0.490 0.368 0.696 0.747 0.764 0.768 0.769 -2.8 -3.973 -0.469 0.384 0.666 0.702 0.712 0.714 0.714 -3.0 -7.051 -0.420 0.696 0.636 0.666 0.666 0.666 0.667 Suripin, 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan


(42)

(4) Metode Gumbel

Fungsi kerapatan kemungkinan (probability density function) distribusi ini adalah sebagai berikut:

-y

P’ (X) = e –e

Dengan:

e = bilangan alam (2.7182818....)

dengan mengambil dua kali harga logaritma dari bilangan dasare terhadap persamaan 2.65, amak diperoleh persamaan baru, sebagai berikut:

X = 1 [a b – ln {- ln P(x)}] (3.21)

a

Kata ulang “return period” merupakan nilai banyaknya tahun rata-rata dimana suatu besaran disamai atau dilampaui oleh suatu harga sebanyak satu kali. Hubungan antara periode ulang dan probabilitas dapat dinyatakan dalam persamaan:

Tr (X) = 1 (3.22)

1 – P (X)

Dengan mensubsidikan persamaan II.68 ke persamaan II.65 akan diperoleh persamaan baru, sebagai berikut:

Xtr = b – 1 ln - ln Tr (X) – 1} (3.23)

A

Dengan menganggap Y = a(X – b), maka diperoleh persamaan, sebagai berikut:

Ytr = - ln { -ln Tr (X) – 1} (3.24)


(43)

Dalam penggambaran pada kertas probabilitas, “Chow, 1964” menyarankan penggunaan rumus sebagai berikut:

X =  +  . K (3.25)

Dimana  = harga rata-rata populasi

 = Standart deviasi ( Simpangan baku) K = Faktor Probabilitas

Apabila jumlah populasi terbatas ‘sample’, maka persamaan 2.71 dapat didefinisikan dengan persamaan, sebagai berikut:

X = X + S . K (3.26)

Dimana:

X = haga rata-rata populasi

S = simpangan deviasi ( simpangan baku) sampel

Faktor K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dinyatakan dalam persamaan berikut:

K = Ytr – Yn (3.27)

Sn

Dimana Yn = “ Reduced Mean” yang tergantung pada jumlah sampel/data ke-n (Tabel 3.2).

Ytr = “Reduced Variate” (Tabel 3.3) yang dihitung dengan persamaan berikut:

Ytr = -ln {-ln Tr – 1} Tr

Sn = Reduksi Standart Deviasi yang juga tergantung pada jumlah sampel/ data ke-n (Tabel 3.3)

Tabel 3.2 : Standart Deviasi (Yn), Tabel 3.3 Reduksi Variat (Ytr) dan Tabel 3.4: Reduksi Standart Deviasi (Sn) berikut mencantumkan


(44)

nilai-nilai Variable Reduksi menurut Gauss untuk menyelesaikan persamaan 3.1.

Tabel 3.2 Standart Deviasi Yn

(Dr. Ir. Suripin, M. Eng, tahun 2004, hal 51) Tabel 3.3 Reduksi Variat (Ytr)

(Dr. Ir. Suripin, M. Eng, tahun 2004, hal 52) Tabel 3.4: Reduksi Standart Deviasi (Sn)

(Dr. Ir. Suripin, M. Eng, tahun 2004, hal 52)

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5181 0.5202 0.5220 20 0.5236 0.5252 0.5268 0.5283 0.5296 0.5309 0.5320 0.5332 0.5343 0.5353 30 0.5362 0.5371 0.5380 0.5388 0.5396 0.5403 0.5410 0.5418 0.5424 0.5436 40 0.5436 0.5442 0.5448 0.5453 0.5458 0.5463 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481 50 0.5485 0.5489 0.5493 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.5511 0.5515 0.5518 60 0.5521 0.5524 0.5527 0.5530 0.5533 0.5535 0.5538 0.5540 0.5543 0.5545 70 0.5548 0.5550 0.5552 0.5555 0.5557 0.5559 0.5561 0.5563 0.5565 0.5567 80 0.5569 0.5570 0.5572 0.5574 0.5576 0.5578 0.5580 0.5581 0.5583 0.5585 90 0.5586 0.5587 0.5589 0.5591 0.5592 0.5593 0.5595 0.5596 0.5598 0.5599 100 0.5600 0.5602 0.5603 0.5604 0.5606 0.5607 0.5608 0.5609 0.5610 0.5611

Periode Ulang Reduced Variate, Periode Ulang Reduced Variate

Tg Ytr Tg Ytr

(tahun) (tahun) (tahun) (tahun)

2 0.3668 100 4.6012

5 1.5004 200 5.2969

10 2.2510 250 5.5206

20 2.9709 500 6.2149

25 3.1993 1000 6.9087 50 3.9028 5000 8.5188 75 4.3117 10000 9.2121

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.9496 0.9676 0.9833 0.9971 1.0095 1.0206 1.0316 1.0411 1.0493 1.0565 20 1.0628 1.0696 1.0754 1.0811 1.0864 1.0915 1.0961 1.1004 1.1047 1.1080 30 1.1124 1.1159 1.1193 1.1226 1.1255 1.1285 1.1313 1.1339 1.1363 1.1388 40 1.1413 1.1436 1.1458 1.1480 1.1499 1.1519 1.1538 1.1557 1.1574 1.1590 50 1.1607 1.1623 1.1638 1.1658 1.1667 1.1681 1.1696 1.1708 1.1721 1.1734 60 1.1747 1.1759 1.1770 1.1782 1.1793 1.1803 1.1814 1.1824 1.1834 1.1844 70 1.1854 1.1863 1.1873 1.1881 1.1890 1.1898 1.1906 1.1915 1.1923 1.1930 80 1.1938 1.1945 1.1953 1.1959 1.1967 1.1973 1.1980 1.1987 1.1994 1.2001 90 1.2007 1.2013 1.2020 1.2026 1.2032 1.2038 1.2044 1.2049 1.2055 1.2060 100 1.2065 1.2069 1.2073 1.2077 1.2081 1.2084 1.2087 1.2090 1.2093 1.2096


(45)

3.6 Uji Kecocokan

Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Chi-Kuadrat dan Smirnov-Kolmogorov.

3.6.1 Uji Chi-Kuadrat

Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi sampel data yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter χ2, yang dapat dihitung

dengan rumus berikut: G

χh2 = ∑ (Oi - Ei) 2

i=1 Ei

χ h2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung,

G = Jumlah Sub Kelompok,

Oi = Jumlah Nilai Pengamatan pada Sub Kelompok I, Ei = Jumlah Nilai Teoritis pada Sub Kelompok i.

Parameter χh2 merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai χh2 sama


(46)

Tabel 3.5 Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi-Kuadrat (Uji Satu Sisi)

dk α Derajat Kepercayaan

0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005 1 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879 2 0,01 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,21 10,597 3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838 4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,86 5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,07 12,832 15,086 16,75 6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548 7 0,989 1,239 1,69 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278 8 1,344 1,646 2,18 2,733 15,507 17,535 20,09 21,955 9 1,735 2,088 2,7 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589 10 2,156 2,558 3,247 3,94 18,307 20,483 23,209 25,188 11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,92 24,725 26,757 12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,712 28,3 13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819 14 4,075 4,66 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319 15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801 16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32 34,267 17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718 18 6,265 7,015 8,231 9,39 28,869 31,526 34,805 37,156 19 6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582 20 7,434 8,26 9,591 10,851 31,41 34,17 37,566 39,997 21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401 22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796 23 9,26 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,638 44,181 24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,98 45,558 25 10,52 11,524 13,12 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928 26 11,16 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,29 27 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645 28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993 29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336 30 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,672


(47)

Dimana:

χh2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung

G = Jumlah sub Kelompok

Oi = Jumlah Nilai Pengamatan pada Sub Kelompok i Ei = Jumlah Nilai Teoritis pada Sub Kelompok i

Prosedur Uji Probabilitas metode Chi-Kuadrat adalah sebagai berikut: 1. Urutkan data pengamatan dengan cara mengurutkan data terbesar hingga

data terkecil atau sebaliknya,

2. Kelompokkan data menjadi G sub Grup yang masing-masing beranggotakan minimal 4 data pengamatan,

3. Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap sub grup,

4. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei, 5. Pada tiap-tiap sub grup hitung nilai:

(Oi - Ei)2 atau (Oi - Ei)2 Ei

Dimana:

Oi = Jumlah data Pengamatanpada Grup I,

Ei = Jumlah data dari Persamaan Distribusi pada grup i.

6. Jumlahkan seluruh G sub grup nilai (Oi - Ei)2 untuk menetukan nilai

Ei

Kuadrat hitung.

7. Tentukan kuadrat kebebasan, dk = G – R -1 (nilai R=2 untuk distribusi normal dan binorrmal).


(48)

1. Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi yang digunakan dapat diterima,

2. Apabila peluang kurang dari 1%, maka persamaan distribusi yang digunakan tidak dapat diterima,

3. Apabila peluang lebih dari 1% - 5%, maka tidak mungkin mengambil keputusan (dibutuhkan data tambahan).

3.7 Banjir Rencana

Perkiraan debit banjir rencana dapat dihitung dengan cara:

(1) Perhitungan Debit Banjir dengan menggunakan metode Empiris

Digunakan bila terdapat data hidrologi yang cukup banyak yang mempengaruhi debit, sedang rumus-rumus empiris umumnya merupakan korelasi beberpa variable, maka dengan sendirinya tidak mungkin diperoleh hasil yang dapat dipercaya. Tapi hal ini dapat memperkirakan harga yang kasar secara cepat. Adapun rumus empiris yang di kemukakan disini antara lain: Metode Haspers, Rasional Mononobe, dan Metode Melchior.

a. Metode Haspers

Rumus Umu dari debit banjir rencana adalah: Qt = debit banjir maksimum(m3/detik) α = koefisien pengaliran

β = koefisien reduksi

qt = intensitas hujan untuk periode ulang tertentu (mm) A = Luas Daerah Pengaliran (Km2)


(49)

Qt = rt (3.28) 3,6 . t

Dimana:

rt = Curah Hujan efektif periode ulang tertentu (mm)

t = Waktu konsentrasi (jam)

persamaan curah hujan efektif periode ulang tertentu dapat ditulis sebagai berikut:

rt = 0,707 . Rt . √ t+1 (3.29)

Dimana:

rt = Hujan rencana untuk periode ulang tertentu (mm)

koefisien reduksi dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: 1 = 1 + t + 3,7. 10-0,4t . A0,75 (3.30) β t2 + 15 12

Dimana:

β = koefisien reduksi

koefisien pengaliran (run off) dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

α = 1 + 0,012 . A0,7 (3.31)

1 + 0,075 . A0,7

Dimana:

L = panjang sungai dari ujung hulu sampai titik pengamatan (km) So = kemiringan dasar sungai

b. Metode Melchior

Besarnya debit banjir maksimum dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:


(50)

Dimana:

Qmax = debit banjir maksimum (m3/detik)

T = koefisien pengaliran untuk masing-masing periode

tertentu

rT = Intensitas hujan rencana (mm)

A = Luas DPS / catchment area (km2)

Koefisien reduksi dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

A = 1970 – 3960 + 1720 .  (3.33)

 - 0,12

Waktu konsentrasi dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

t = 100 . L (3.34)

60 V Dimana:

V = kecepatan rambat banjir ke tempat titik pengamatan (km/jam) L = panjang sungai dari ujung hulu sampai ke titik pengamatan (km) Koefisien aliran () berkisar antara 0,42 – 0,62 dan melchior menganjurkan untuk memakai  = 0,52.

3.8 Bendung Pelimpah

3.8.1 Pengertian

Menurut Standart Tata Cara Perencanaan Umum Bendung, yang diartikan dengan bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapan yang dibangun melintang sungai yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air atau untuk mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dapat dialirkan secara gravitasi ketempat yang membutuhkan.


(51)

Bendung Tetap adalah bendung yang terdiri dari ambang tetap, sehingga muka air banjir tidak dapat diatur elevasinya. Dibangun umumnya disungai-sungai ruas hulu dan tengah.

Bendung berfungsi antara lain untuk meninggikan taraf muka air, agar air sungai dapat disadap sesuai dengan kebutuhan dan untuk mengendalikan aliran, angkutan sedimen dan geometri sungai sehingga air dapat dimanfaatkan secara aman, efektif, efisien, optimal.

Bendung sebagai pengatur tinggi muka air sungai dapat dibedakan menjadi bendung pelimpah dan bendung gerak. Disini saya akan menerangkan tentang bendung pelimpah. Bendung pelimpah dibangun melintang di sungai, akan memberikan tinggi air minimum kepada bangunan intake untuk keperluan irigasi. Merupakan penghalang selama terjadi banjir dan dapat menyebabkan genangan di udik bendung.

Bendung pelimpah terdiri dari antara lain tubuh bendung dan mercu bendung. Tubuh bendung merupakan ambang tetap yang berfungsi untuk meninggikan taraf muka air sungai. Mercu bendung berfungsi untuk mengatur tinggi air minimum, melewatkan debit banjir, dan untuk membatasi tinggi genangan yang akan terjadi di udik bendung.

Nama bendung, untuk penyebutan suatu bendung yang biasanya diberi nama sama dengan nama sungai atau sama dengan nama kampung atau desa sekitar bendung tersebut. Misalnya bendung yang terletak di Sungai Ular, karena nama sungai ditempat bendung itu Sungai Ular maka bendung diberi nama Bendung Sungai Ular.


(52)

3.8.2 Pemilihan Lokasi Bendung

Lokasi bendung dipilih atas pertimbangan beberapa aspek yaitu: a. Keadaan Topografi dari rencana daerah irigasi yang akan dialiri:

 Dalam hal ini semua rencana daerah irigasi dapat terairi, sehingga harus dilihat elevasi sawah tertinggi yang akan diairi,

 Bila elevasi sawah tertinggi yang akan diairi telah diketahui maka elevasi mercu bendung dapat ditetapkan,

 Dari kedua hal tersebut, lokasi bendung dilihat dari segi topografi dapat dileseksi,

 Disamping itu ketinggian mercu bendung dari dasar sungai dapat pula direncanakan.

b. Kondisi topografi dari lokasi bendung, harus memepertimbangkan beberapa aspek yaitu:

 Ketinggian bendung tidak terlalu tinggi, bila bendung dibangun dipalung sungai, maka sebaiknya ketinggian bendung dari dasar sungai tidak lebih dari tujuh meter, sehingga tidak menyulitkan pelakasanaannya.

 Trace saluran induk terletak ditempat yang baik, misalnya penggaliannya tidak terlalu dalam dan tanggul tidak terlalu tinggi agar tidak menyulitkan pelaksaan, penggalian saluran tidak dibatasi samapai dengan kedalaman delapan meter, bila masalah ini dijumapai maka sebaiknya lokasi bendung dipindahkan ketempat lain. Sebagai catatan untuk kedalaman saluran induk yang diijinkan samapai tanah dasar cukup baik dan saluran tidak terlalu panjang.


(53)

 Penempatan lokasi intake yang tepat dilihat dari segi hidraulik dan angkutan sedimen, sehingga aliran ke intake tidak mengalami gangguan dan angkutan sedimen yang akan masuk ke intake juga dapat dihindari untuk menjamin aliran lancar masuk ke intake, salah satu syaratnya, intake harus terletak di tikungan terluar aliran atau dibagian sungai yang lurus dan harus dihindari penempatan intake ditikungan dalam aliran.

c. Kondisi Hidraulik dan Morfologi Sungai dilokasi bendung termasuk angkutan sedimennya adalah faktor yang harus dipertimbangkan pula dalam pemilihan lokasi bendung yang meliputi:

 Pola aliran sungai, kecepatan, dan arahnya pada waktu debit banjir, sedang dan kecil,

 Tinggi muka air pada debit banjir rencana,  Potensi dan distribusi angkutan sedimen.

Bila persyaratan diatas tidak terpenuhi maka pertimbangan pembangunan bendung dilokasi laia misalnya di sudetan sungai atau dengan jalan membangun pengendalian sungai.

d. Kondisi Geoteknik, bendung harus ditempatkan dilokasi dimana tanah fondasinya cukup baik sehingga bangunan akan stabil. Faktor laian yang harus dipertimbangkan pula yaitu potensi kegempaan, potensi gerusan, karena arus dan sebagainya. Secara teknik bendung dapat ditempatkan dilokasi sungai dengan tanah fondasi yang kurang baik, tetapi bangunan akan memerlukan biaya yang tinggi, peralatan yang lengkapdan pelaksaan yang tidak mudah.


(54)

e. Faktor Lingkungan, yang perlu diperhatikan adalah:

 Pengguanaan lahan ditempat, disekitar dan didaerah udik dan hilir bangunan,

 Kemungkinan pengembangan daerah udik dan hilir atau disekitar bendung,

 Kemungkinan perubahan morfologi sungai ditempat, di udik dan di hilir,

 Kemungkinan kemudahan dalam pelaksanaan pembangunan,  Pengambilan material dari badan sungai atau pembuangan material

ke palung sungai,

 Gangguan manusia atau gangguan alamiah lain.

f. Beberpa alternatif lokasi bendung harus dipertimbangkan, yang selanjutnya biaya pelaksanaan dapat ditentukan dan cara pelaksaannya, peralatan dan tenaga. Biasanya biaya pelaksaan ditentukan berdasarkan pertimbangan terakhir. Dari beberapa alternatif lokasi ditinjau pula dari segi biaya yang paling murah dan pelaksanaannya tidak terlalu sulit. g. Faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam memilih lokasi

bendung yaitu penggunaan lahan disekitar bendung, kemungkinan pengembangan daerah disekitar bendung, perubahan morfologi sungai, daerah genangan yang tidak terlalu luas dan ketinggian tanggul banjir. 3.8.3 Bentuk Bendung Pelimpah

Bendung untuk melimpahkan aliran sungai tubuh bendungnya harus kuat dan stabil. Untuk itu tubuh bendung bagian udiknya dapat dibuat tegak atau miring, sedangkan hilirnya dengan kemiringan. Arah penempatan pelimpah


(55)

bendung umumnya tegak lurus terhadap aliran sungai. Selain bentuk lurus pelimpah bendung dapat pula berbentuk lengkung, gergaji, berbentuk U, <, dan sebagainya.

3.8.3.1 Pelimpah Lurus

Umunya banyak digunakan dan dikembangkan untuk bendung tetap. Dibangun melintang dipalung sungai dan tegak lurus antara tembok pangkal dan pilar pembilas bendung. Mengarah tegak lurus terhadap aliran utama. Aliran sungai yang keluar dari bendung ke hilir akan merata dan tidak terkonsentrasi pada satu bagian, sehingga penggerusan setempat dihilir bendung tidak terpusat pada satu tempat seperti pada Gambar 3.4 dan Gambar 3.5.

Gambar 3.4 Denah Pelimpah Bendung Lurus

(Drs. Erman Mawardi, Dipl.AIT dan Ir Moch.Memed Dipl. H.E,APU,tahun2002 )

Gambar 3.5 Bentuk Pelimpah Bendung Lurus


(56)

3.8.3.2 Pelimpah Lengkung

Adalah alternatif lain dari bentuk lurus. Bentuk ini tidak banyak dijumpai dan dibangun sebelum tahun 1970-an. Dijumpai antara lain Bendung Cisokan, Cianjur, Cibongas, Bogor, Cumulu,Tasikmalaya. Lengkungan pelimpah berbentuk cembung mengarah ke udik. Jarak lengkungan biasanya sekitar 1/10 sd 1/20 dari lebar bentang seperti pada Gambar 3.6 dan Gambar 3.7.

Bentuk ini melimpahkan aliran sungai lebih besar dibanding dengan bentuk lurus karena bentangnya lebih panjang. Umumnya dibangun didaerah dasar sungai dari jenis batuan keras sehingga penggerusan setempoat hilir bendung tidak perlu dikhawatirkan.

Gambar 3.6 Denah Pelimpah Bendung Lengkung

(Drs. Erman Mawardi, Dipl.AIT dan Ir Moch.Memed Dipl. H.E,APU,tahun2002 )


(57)

3.8.3.3 Pelimpah Bentuk U

Dibuat dengan maksud-maksud tertentu. Pelimpah bentuk U ini

dimaksudkan agar dapat melimpahkan aliran sungai dari sisi yang lain, karena diudik bendung terdapat percabangan sungai seperti pada Gambar 3.8 dan Gambar 3.9.

Gambar 3.8 Denah Pelimpah Bendung Bentuk U

(Drs. Erman Mawardi, Dipl.AIT dan Ir Moch.Memed Dipl. H.E,APU,tahun2002 )

Gambar 3.9 Bentuk Pelimpah Bendung Bentuk U


(58)

3.8.3.4 Pelimpah Bentuk <

Semula ditempat ini hanya terdapat free intake, kemudian dibangun bendung. Untuk penyesuaian letak mulut intake, arah aliran utama sungai dan penempatan bendung maka di tata penempatannya sedemikian. Ambang pelimpah yang pendek dibagian kiri tadinya dirangcang untuk penempatan pembilas. Tetapi berdasarkan hasil penyelidikan dilaboratorium dan diskusi dengan konsultan kemudian desain asli diubah menjadi bentuk sekarang, dimana bendung tanpa pembilas tetapi mempunyai kantong sedimen yang cukup efektif seperti pada Gambar 3.10 dan Gambar 3.11.

Gambar 3.10 Denah Pelimpah Bendung Tipe <

(Drs. Erman Mawardi, Dipl.AIT dan Ir Moch.Memed Dipl. H.E,APU,tahun2002 )

Gambar 3.11 Denah Pelimpah Bendung Tipe <


(59)

3.8.3.5 Pelimpah Bentuk Gergaji

Bentuk pelimpah lain yang dikembangkan yaitu bentuk pelimpah bentuk gergaji atau pelimpah bergigi seperti pada Gambar 3.12 dan Gambar 3.13. Telah dibangun antara lain pada bendung-bendung Ciwadas, Karawang dan Tami di Papua.

Kapasitas pelimpah akan menjadi jauh lebih besar dan dapat dikembangkan didaerah padataran untuk mengurangi daerah genangan banjir dibagian udik bendung.

Gambar 3.12 Bentuk Pelimpah Bendung Tipe Gergaji

(Drs. Erman Mawardi, Dipl.AIT dan Ir Moch.Memed Dipl. H.E,APU,tahun2002 )

Gambar 3.13 Denah Pelimpah Bendung Tipe Gergaji


(60)

3.9 Mercu Bendung

3.9.1 Definisi dan Fungsi

Mercu Bendung yaitu begian teratas tubuh bendung dimana aliran dari udik dapat melimpah ke hilir. Fungsinya sebagai penentu tinggi muka air minimum di sungai bagian udik bendung; sebagai pelimpah aliran sungai. Letak mercu sungai bersama-sama tubuh bendung diusahakan tegak lurus arah aliran sungai agar aliran yang menuju bendung terbagi merata.

3.9.2 Bentuk Mercu Bendung

Bentuk mercu bendung tetap:

 Mercu bulat dengan satu jari-jari pembulatan,  Mercu bulat dengan dua jari-jari pembulatan,  Mercu Tipe Ogee (Gambar 3.14), SAP, dan  Mercu Ambang Lebar

Bentuk mercu bendung yang lazim digunakan di Indonesia yaitu berbentuk bulat. Hal ini dikarenakan:

 Bentuknya sederhana sehingga mudah dalam pelaksanaan,

 Mempunyai bentuk mercu yang besar, sehingga lebih tahan terhadap benturan batu gelondongan, bongkah.

 Tahan terhadap goresan atau abrasi karena mercu bendung diperkuat oleh pasangan batu candi atau beton.

 Pengaruh kavitasi hampir tidak ada atau tidak begitu besar asalkan radius mercu bendung memenuhi syarat minimum yaitu 0.7 h < R < h.


(61)

Bendung mercu bulat (Gambar 3.15) memiliki harga koefisien debit yang jauh lebih tinggi dibanding dengan koefisien bendung ambang lebar. Karena itu bendung ambang lebar hampir tidak digunakan lagi pemakaiannya.

Gambar 3.14 Bentuk Mercu Ogee

(Drs. Erman Mawardi, Dipl.AIT dan Ir Moch.Memed Dipl. H.E,APU,tahun2002 )

Gambar 3.15 Betuk Mercu Bulat

(Desain Hidraulik Bendung Tetap untuk Irigasi Teknik, hal 41) 3.9.3 Tinggi Mercu Bendung

Tinggi mercu bendung “p” seperti pada Gambar 3.16, yaitu ketinggian antara elevasi lantai udik dasar sungai di udik bendung dan elevasi bendung. Dalam penentuan ketinggian mercu bendung ini, belum ada rumus yang pasti. Hanya berdasarkan pengalaman dengan pertimbangan stabilitas bendung.


(62)

Dalam menentukan tinggi bandung harus dipertimbangkan terhadap:  Kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan tinggi tekan,  Kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan,

 Tinggi muka air genangan yang akan terjadi,

 Kesempurnaan aliran pada bendung, kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bendung.

Gambar 3.16 Pengaturan Tinggi Mercu Bendung, p, dari Lantai Udik

(Drs. Erman Mawardi, Dipl.AIT dan Ir Moch.Memed Dipl. H.E,APU,tahun2002 ) Tinggi mercu bendung “p” dianjurkan tidak melebihi dari 4,00 meter dan minimum 0.5 H. Jika, p, lebih tinggi 4,00 meter yang biasa terjadi untuk bendung-bendung dengan lokasi di sudetan maka elevasi dasar lantai udik dapat diletakkan lebih tinggi dari dasar sungai.

Dalam perhitungan tinggi muka air diatas mercu bendung yang menggunakan rumus Bundschu dan Verwoerd,maka harga-harga, tinggi mercu, p, dan jari-jari mercu,R, harus ditetapkan terlebih dahulu. Karena hal itu akan saling terkait. Perhatikan rumus berikut:


(63)

K = 4 m2 . h3 ( 1 ) (3.36) 27 h + p

Dimana:

k = tinggi kecepatan aliran

h = tinggi muka air diudik bendung m = koefisien pengaliran bendung

p = tinggi mercu bendung ke dasar sungai R = Jari-jari pembulatan mercu bendung. 3.9.4 Panjang Mercu Bendung

Panjang mercu bendung atau disebut pula lebar bentang bendung, yaitu jarak antara dua tembok pangkal (abutment), termasuk lebar bangunan pembilas dan pilar-pilarnya. Dan ini disebut panjang mercu bruto.

Dalam penentuan panjang mercu bendung, maka harus diperhitungkan terhadap:

 Kemampuan melewatkan debit desain dengan tinggi jagaan yang cukup,

 Batasan tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada debit desain.

Berdasarkan dengan itu panjang mercu bendung dapat ditentukan:

 Sama leber dengan lebar rata-rata sungai stabil atau pada debit penuh alur ( bank full discharge ), umumnya diambil sebesar 1, 2 kali lebar sungai rata, pada ruas sungai yang telah stabil.

Pengambilan panjang mercu bendung tidak boleh terlalu pendek dan tidak pula terlalu lebar. Bila desain panjang mercu bendung terlalu pendek akan memberikan tinggi muka air diatas mercu lebih tinggi. Akibatnya tanggul banji di


(64)

udik akan bertambah tinggi pula. Demikian pula genangan banjir akan bertambah luas.sebaliknya bila terlalu lebar akan mengakibatkan profil sungai bertambah lebar pula sehingga akan menambah pengendapan sedimen di udik bendung yang akan menimbulkan gangguan penyadapan aliran ke intake.

3.9.5 Panjang Mercu Bendung Efektif

Panjang mercu bendung efektif , Be, yaitu panjang mercu bendung bruto, Bb, dikurangi dengan lebar pilar dan pintu pembilas seperti pada Gambar 3.17, artinya panjang mercu bendung yang efektif melewatkan debit banjir desain. Panjang mercu bendung efektif lebih pendek daripada panjang mercu bendung bruto.

Dalam penentuan panjang mercu bendung efektif harus diketahui bagaimana pintu-pintu pembilasbendung dioperasikan. Sudah merupakan salah saru ketentuan dalam pengoperasian pintu-pintu pembilas dan intake waktu banjir harus ditutup. Sehingga tidak ada aliran yang lewat bawah pintu pembilas. Dan aliran yang melimpah melalui pintu bilas atas tidak semulus dibandingkan dengan aliran yang melimpah melalui mercu bendung. Karena itu kapasitas melewati atas pintu pembilas biasanya diambil sebesar 80% dari panjang rencana,untuk mengkompensasi perbedaan koefisien debit dibandingkan dengan mercu bendung.

Gambar 3.17 Pengaturan Panjang Mercu


(65)

Bendung yang dibangun dijaman pemerintahan Belanda umumnya bagian diatas pintu pembilas ditutup oleh dinding banjir, karena itu tidak ada aliran yang melewati atas pintu. Sehingga tidak dapat dihitung untuk melimpahkan aliran. Kini hampir tidak ada desain bagian atas pintu bilas yang tertutup.

Bila bagian atas pintu pembilas dibuka terbuka tanpa dinding banjir maka akan memperbesar kapasitas pelimpah bendung karena air dapat mengalir melalui atas pintu, yang tertutup selama banjir. Selain itu pembuangan sampah-sampahyang mengapung diudik dapat dilakukan dengan mudah, terlebih bila pintu bilas atas dan pintu bilas bawah. Tetapi kelemahannya benda-benda padat yang hanyut dapat merusak bagian pintu. Dan angkutan sedimen akan lebih banyak berada di udik pintu bilas yang terangkut oleh aliran banjir.

Pilar-pilar pembilas bendung, t, dan bila ada pilar-pilar jembatan yang ditempatkan diatas mercu bendungyang menghalangi pengaliran harus diperhitungakan terhadap pelimpahan aliran.

Panjang mercu bendung efektif dapat dihitung dengan cara yaitu:

 Be = Bb – 20 % b - t (3.37)

 Be = Bb – 2 ( n kp + ka ) H (3.38)

Dimana:

Be = Panjang mercu bendung efektif dalam meter Bb = Panjang mercu bruto dalam meter

b = Jumlah lebar pembilas t = Jumlah pilar-pilar pembilas

n = julah pilar pembilas dan pilar jembatan kp = koefisien kontraksi pilar


(66)

ka = kontraksi pangkal bendung

H = tinggi energi, yaitu h + k ; h = tinggi air; k = V2 / 2g

3.9.6 Penentuan Elevasi Mercu Bendung

3.9.6.1 Pertimbangan dan Kriteria Penentuan Elevasi Mercu

Elevasi mercu bendung ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan: a. Elevasi sawah tertinggi yang akan diairi,

b. Keadaan tinggi air di sawah,

c. Kehilangan tekanan mulai dari intake sampai dengan saluran tersier ditambah dengan kehilangan tekanan akibat exploitasi, d. Tekanan yang diperlukan agar dapat membilas sedimen di

undersluice dan kantong sedimen,

e. Pengaruh elevasi mercu bendung terhadap panjang bendung untuk mengalirkan debit banjir rencana,

f. Untuk mendapatkan sifat aliran sempurna.

3.9.6.2 Kriteria lain yang harus dipenuhi dalam penentuan elevasi bendung antara lain, yaitu:

 Harus terpenuhi pencapaian pengaliran air ke seluruh wilayah pengaliran,

 Perkiraan respon morfologi sungai dibagian udik dan hilir terhadap bendung pada elevasi tersebut,

 Kestabilan bangunan secara keseluruhan, biaya pembangunan, dengan tidak menutup kemungkinan pemilihan lokasi lain.


(67)

3.10 Bangunan Peredam Energi

3.10.1 Definisi dan Fungsi

Bangunan peredam energi bendung adalah sruktur dari bangunan dihilir tubuh bendung yang terdiri dari berbagai tipe, bentuk dan di kanan kirinya dibatasi oleh tembok pangkal bendung dilanjutkan olehtembok sayap hilirdengan bentuk tertentu.

Fungsi bangunan yaitu untuk meredam energi air akibat pembendungan agar air di hilir bendung tidak menimbulkan penggerusan setempat yang membahayakan struktur.

Dalam mendesainnya harus diperhitungkanterhadap enegi potensial, kinetik dan terhadap kemungkinan terjadinya proses perubahan morfologi sungai antara lain proses degradasi dasar sungai dan hilir bendung. Selain itu juga harus diperhitungkan terhadap debit desain, tinggi terjunan, pernggerusan setempat, degradasi dasar sungai, benturan dan abrasi sedimen serta benda padat laiannya. 3.10.2 Tipe Bangunan Peredam Energi Bendung

Bangunan peredam energi bendung terdiri dari atas berbagai macam tipe antara lain yaitu:

 Lantai hilir mendatar, tanpa atau dengan ambang akhir dan dengan atau tanpa balok lantai,

 Cekung masif dan cekung bergigi,  Berganda dan bertangga,

 Kolam loncat air,


(68)

Disamping itu bangunan peredam energi dikenal pula dengan istilah lain yaitu tipe:

 Vlughter,  USBR,  SAF,

 Schooklitch,

 MDO, MDS, dan MDL,  Dan lain-lain.

3.10.3 Faktor Pemilihan Bendung

Dalam pemilihan tipe banguna peredam energi sangat tergantung kepada berbagai faktor, antara lain:

 Tinggi pembendungan,

 Keadaan geoteknik tanah dasar misalnya jenis batuan, lapisan, kekerasan tekan, diameter butir dan sebagainya,

 Jenis angkutan sedimen yang terbawa aliran sungai,

 Kemungkinan degradasi dasar sungai yang akan terjadi di hilir bendung,  Keadaaan aliran yang terjadi di bangunan peredam energi sepertialiran

tidak sempurna/tenggelam, loncatan aliran yang lebih rendah atau lebih tinggi dan sama dengan kedalaman muka air hilir (tail water).

Dalam semua tahap kemungkinan keadaan aliran yang terjadi dibangunan peredam energi maka keadaan yang paling tidak menguntungkan yaitu keadaan:


(69)

 Keadaan air hilir kurang dari kedalaman konjugasi, dalam hal ini loncatan akan bergerak ke hilir.dan akan menyebabkan penggerusan setempatyang akan terjadi secara lebih luas dan lebih besar.

 Yang dimaksud dengan penggerusan setempat adalah gerusan dasar sungai yang terjadi setempat disekitar struktur akibat peningkatan turbulensialiran karena terganggunya aliran oleh struktur.

3.10.4 Prinsip Pemecahan Energi

Prinsif pemecahan energi pada bangunan peredam energi adalah dengan cara menimbulkan gesekan air dengan lantai dan dinding struktur, gesekan air dengan air, membentuk pusaran air berbalik vertikal arah ke atas dan ke bawah serta pusaran arah horizontal dan menciptakan benturan aliran ke struktur serta membuat loncatan air didalam ruang olakan.

3.10.5 Desain Hidraulik Peredam Energi

3.10.5.1 Peredam Energi Lantai Hilir datar dengan Ambang Akhir 3.10.5.1.1 Umum

Bangunan peredam energi tipe ini dikenal dengan istilah tipe Vlughter, MDO, MDS. Tipe yang dikembangkan dari hasil percobaan pengaliran oleh Ir. Moch. Memed, Dipl. HE, dkk. di laboratorium hidrolika, DPMA, semenjak tahun 1970-an. Tipe yang dipilih untuk peredam energi bendung yang berlokasi di sungai-sungai dengan angkutan sedimen dominan fraksi kerikil dan pasir. Berdasarkan berpuluh-puluh desain bendung dengan peredam tipe Vlughter, setelah diperiksa dengan uji model fisik ternyata ukurannya tidak pernah cocok dan harus dimodifikasi. Salah satu penggantinya yaitu tipe MDO dan MDS. Tipe Vlughter harus dimodifikasi menjadi tipe MDO karena antara alain parameter


(70)

elevasi dasar sungai dan tinggi muka air hilir peredam energi dalam rumus Vlughter belum dimasukkan.

3.10.5.1.2 Definisi dan Fungsi

Bangunan peredam energi bendung tipe lantai hilir datar dengan ambang akhir adalah bagian di hilir bendung yang merupakan kolam olak terdiri atas lantai hilir mendatar, tanpa lengkungan pada transisi antara biadng hilir tubuh bendung dan lantai horizontal. Dan bagian ujung lantai dilengkapi dengan ambang akhir berkotak-kotak. Dibatasi oleh tembok pangkal bentuk tegak dibagian kanan dan kirinya.Fungsinya untuk meredam energi air agar tidak menimbulkan penggerusan setempat yang membahayakan bangunan bagian hilir. Pada tipe ini pemecahan energi air ditimbulkan terutama oleh gesekan air dengan air, lantai dan dinding bangunan. Aliaran yang keluar sungai dari bangunan diratakanoleh ambang akhir yang berkotak-kotak.

3.10.5.1.3 Bentuk Hidraulik

Bentuk hidraulik bangunan yaitu:  Mercu bendung bertipe bulat,

 Tubuh bendung bagian hilir tegak sampai dengan kemirigan 1:1,  Tanpa legkungan di pertemuan kaki bendung dan lantai,

 Lantai hilir berbentuk datar tanpa kemiringan,

 Bentuk ambang akhir berbentuk kotak-kotak di bagian hilir lantai hilir,  Harus dilengkapi dengan tembok sayap hilir berbentuk miring dan

ujungnya dimasukan kedalam tebing,

 Terdiri atas 2 bentuk yaitu lantai dasar tanpa olakan MDO (Gambar 3.18) dan dengan olakan MDS (Gambar 3.19).


(71)

 Untuk menambah keamanan tepat dihilir ambang akhir dan kaki tembok sayap dipasang rip-rap dari batu berdiameter antara 0.30 m – 0.40 m.

Gambar 3.18 Peredam Energi Tipe MDS di Bendung Blawong Yogyakarta

(Drs. Erman Mawardi, Dipl.AIT dan Ir Moch.Memed Dipl. H.E,APU,tahun2002 )

Gambar 3.19 Bentuk Peredam Energi MDO


(72)

3.10.5.1.4. Persyaratan

Persyaratan yang berkaitan dengan batasan pemakaian yaitu:

 Tinggi bendung mercu diatas mercu bendung mercu maksimum 4 meter,  Tinggi bendung dari dasar sungai bagian hilir di bawah 10 m,

 Bila tinggi melampaui keadaan diatas maka perlu dilakukan pemeriksaan dengan uji model fisik.

3.10.5.1.5. Ukuran Hidraulik

Penentuan ukuran hidraulik yaitu kedalaman lantai, DS, panjang lantai, L, tinggi ambang, a, dan parameter lain ditentukan berdasarkan grafik-grafik yang telah disiapkan untuk itu. Seperti pada Gambar 3.20.

Gambar 3.20 Denah Bendung Indrapura di Sumatera Barat


(1)

Gambar 4.12 Bangunan Pembilas Q=1020 m3/det

- Lebar Kantung Lumpur = 74.9 m - Panjang Kantung Lumpur = 46.0 m

Gambar 4.13 Bangunan Kantung Lumpur dengan Q=1020 m3/det

6,

5

2,

5

8,

8

0,

5

46

74


(2)

4.22 Perbandingan Dimensi Bendung Berdasarkan Perhitungan dan Berdasarkan Data Pekerjaan Umum

Gambar 4.14 Demensi Bendung berdasarkan data Pekerjaan Umum


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Debit yang berasal dari Sasiun Serbajadi adalah Q100=1019 m3/det,

sedangkan debit dari perhitungan curah hujan yang berasal dari tiga stasiun adalah Q100=1053 m3/det.

2. Total Catchment area Stasiun Adolina II, Stasiun Adolina III, dan Stasiun Silinda adalah 1081 km2.

3. Mercu Bendung yang dipilih berbentuk Mercu Ogee sesuai dengan gambar rencana dari pembangunan Bendung Sungai Ular. Pemilihan betuk Mercu Ogee dikarenakan mercu ini tidak akan memberikan tekanan subatmosfir pada permukaan mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana.

4. Dari perhitungan debit dengan Q100 yang didapat dari perhitungan curah hujan yang berasal dari stasiun Adoilina II, Adolina III, dan Silinda sehingga dapat diketahui dimensi bendung sebagai berikut:

- Lebar Bendung= 128.2 m - Panjang Bendung = 9.00 m - Ketinggian Bendung = 2.90 m - Panjang jari-jari (R1) = 1.17 m


(4)

- Panjang jari-jari (R2) = 0.468 m

- Panjang jari-jari Kolam Olak = 3.40 m - Panjang Kolam Olak = 21 m

- Lebar Kantung Lumpur = 74.9 m - Panjang Kantung Lumpur = 46 m - Lebar Intake = 24.8 m

- Lebar Pilar Intake = 1.2 m - Lebar Pembilas = 24.5 m - Lebar Pilar Pembilas = 2.5 m

5. Dimensi berdasarkan Data Dokumen Pekerjaan Umum (PU) - Lebar Bendung = 128.2 m

- Panjang Bendung = 9.991 m

- Ketinggian Bendung dari dasar sungai = 2.90 m - Panjang jari-jari (R1) = 1.097 m

- Panjang jari-jari (R2) = 0.439 m - Panjang jari-jari Kolam Olak = 3.0 m - Panjang Kolam Olak = 25.75 m

- Lebar Kantung Lumpur = 74.9 m - Panjang Kantung Lumpur = 46 m - Lebar Intake = 24.8 m

- Lebar Pilar Intake = 1.2 m - Lebar Pembilas = 24.5 m - Lebar Pilar Pembilas = 2.5 m


(5)

6. Hasil evaluasi perhitungan debit yang berasal dari Stasiun Curah Hujan Silinda, Adolina II, Adolina III sudah mendekati dimensi bendung yang terdapat di dokumen Dinas Pekerjaan Umum.

5.2 Saran

Untuk mengakhiri laporan tugas akhir ini, penulis mencoba untuk mengemukakan beberapa saran mengenai hal yang berhubungan dengan perencanaan pengendalian banjir pada Sungai Ular yang mungkin bemanfaat.

1. Stasiun pencatat curah hujan hendaknya melakukan pencatatan secara rutin dan berkesinambungan agar besarnya curah hujan pada daerah pengaliran dan sekitarnya didapat secara akurat.

2. Diusahakan pengawasan dan pemeliharaan DAS terhadap perkembangan dan kondisi pengaliran dilakukan secara teratur.

3. Pelestarian penghijauan pada kawasan bagian hulu DAS sangat perlu diperhatikan agar volume aliran permukaan tidak bertambah besar.


(6)

Daftar Pustaka

 Mawardi Erman, Memed Moch, Desain Bendung Tetap Untuk Irigasi, Bandung: Alfabeta, 2002

 Mawardi Erman, Desain Bangunan Bangunan Irigasi, Bandung: Alfabeta, 2002

 Soemarto, Hidrologi Teknik, Jakarta: Erlangga, 1999

 Sosrodarsono Suyono, Hidrologi Untuk Pengairan, Jakarta: Pradnya Paramita, 1978

 Departemen Pekerjaan Umum, Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi KP 01, Jakarta: Galang Persada, Putera, 1986

 Departemen Pekerjaan Umum, Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi KP 02, Jakarta: Galang Persada, Putera, 1986

 Antoni Ahmad, Kamus Lengkap Teknik Inggris-Indonesia, Surabaya: Gitamedia Press,1998

 Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan; Yogyakarta, 2004