Hubungan Analisis Kualitas Air Dengan Kepadatan Makrozoobentos di Perairan Sungai Ular Kabupaten Deli Serdang

(1)

HUBUNGAN ANALISIS KUALITAS AIR DENGAN KEPADATAN

MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI ULAR

KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Oleh

HAMDANI

107030007/BIO

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2013


(2)

HUBUNGAN ANALISIS KUALITAS AIR DENGAN KEPADATAN

MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI ULAR

KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Oleh

HAMDANI

107030007/BIO

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2013


(3)

HUBUNGAN ANALISIS KUALITAS AIR DENGAN KEPADATAN

MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI ULAR

KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

``

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Univers Sumatera Utara

Oleh

HAMDANI

107030007/BIO

PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2013


(4)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : ANALISIS KUALITAS AIR DIHUBUNGKAN

DENGAN KEPADATAN MAKROZOOBENTOS

DI PERAIRAN SUNGAI ULAR KABUPATEN

DELI SERDANG

Nama Mahasiswa : HAMDANI

Nomor Induk Mahasiswa : 107030007

Program Studi : Magister Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc

Ketua Anggota

Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS

Ketua Program Studi Dekan

Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed Dr. Sutarman, M. Si


(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 15 November 2013

______________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M. Sc Anggota : 1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS

2. Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed 3. Dr. Hesti Wahyuningsih, M. Si


(6)

PERNYATAAN ORISINALITAS

HUBUNGAN ANALISIS KUALITAS AIR DENGAN KEPADATAN

MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI ULAR

KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Dengan ini saya menyatakan banwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satuannya telah dijelaskan sumbernya dengan benar

Medan, 27 Oktober 2013

Hamdani NIM 107030007


(7)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Hamdani

NIM : 107030007

Program Studi : Magister Biologi

Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyutujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

Hubungan analisis kualitas air dengan kepadatan makrozoobentos di

perairan sungai ular Kabupaten deli serdang

Beserta Perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih data, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Oktober 2013


(8)

HUBUNGAN ANALISIS KUALITAS AIR DENGAN

KEPADATAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI

ULAR KABUPATEN DELI SERDANG

ABSTRAK

Hubungan Analisis Kualitas Air dengan Kepadatan Makrozoobentos di Perairan Sungai Ular Kabupaten Deli Serdang telah diteliti pada bulan Oktober sampai dengan Nopember 2012. Penelitian dilakukan di sungai Ular dengan lima stasiun penelitian yang ditentukan dengan metode Purposive Random Sampling berdasarkan kondisi dan peruntukan daerah perairan tersebut. Pengambilan sampel dilakukan dengan sembilan kali ulangan untuk setiap stasiun. Analisis dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 16,0

Parameter yang diamati adalah parameter fisika, kimia dan biologi, kemudian nilainya dibandingkan dengan nilai standar baku mutu air sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Nilai rata-rata hasil pengukuran tiap parameter adalah: Suhu = 270

Hasil penentuan status mutu air berdasarkan faktor fisik, kimia dan biologi dilakukan dengan Metode Storet yaitu dengan menjumlahkan nilai setiap parameter yang memiliki nilai baku mutu, maka diperoleh skor total -20, yang berarti bahwa sungai ular tercemar sedang. Hasil penelitian makrozoobentos ditemukan sebanyak 20 genus yang terbagi atas tiga filum yaitu: Annelida (satu genus), Arthropoda (enam belas genus) dan Mollusca (tiga genus). Dari duapuluh genus yang terdapat di sungai ular, yang paling tinggi angka kepadatannya adalah Palaeomonetes dengan rata-rata K = 15,5556 ind/ m

C, pH = 6,95, DO = 6,7 mg/l, BOD = 3,6 mg/l, Nitrat = 0,9785 mg/l, Posfat = 0,095 mg/l, COD = 16,32 mg/l, TSS = 35,2 mg/l, TDS = 338,4 mg/l dan Total Coliform = 555,5/100 ml air sampel. Fraksi substrat di stasiun 1 dan 2 didominasi oleh pasir. yaitu 96,2 % dan 94,4 %, di stasiun 3, 4 dan 5 didominasi oleh lumpur dengan prosentasi 62,2 %, 74,2 % dan 88,1 % . Hasil uji Coliform dengan metode MPN memberikan angka rata rata 555,5 /100 ml air sampel.

2

, KR = 20,7237 % dan FK = 21,6984. Nilai Indeks keanekaragaman makrozoobentos yang terdapat di sungai ular termasuk antara sedang dan rendah (H’ = 1,926 – 2,620), sedangkan Indeks Keseragaman termasuk tinggi (E = 0,836 - 0,947 / mendekati 1) yang berarti tidak ada spesies atau kelompok organisme yang terlalu dominan terhadap yang lainnya. Indeks Biotik = 13 yang berarti sungai Ular berstatus tidak tercemar (IB >10). Faktor fisik dan kimia seperti suhu, intensitas cahaya, penetrasi cahaya, kecepatan arus, pH, DO dan fraksi substrat (pasir) memiliki korelasi positif dengan kepadatan makrozoobentos, sedangkan suhu, BOD, NO3, PO4, TSS, TDS, COD, organik substrat, fraksi substrat (lumpur dan liat) memiliki korelasi negatif.


(9)

THE ASSOCIATED OF WATER QUALITY ANALYSIS WITH MAKROZOOBENTIC’S DENSITY IN THE WATERS OF THE ULAR RIVER

DELI SERDANG REGENCY ABSTRACT

The Associated of Water Quality Analysis with Makrozoobentic’s density in the waters of the Ular River Deli Serdang regency was conducted in October to November 2012. The location of research in waters of the Ular River with five research stations which determined by Purposive Random Sampling method based on local conditions and the allotment of the waters. Sampling was repeated nine times for each station. Analyses were performed using SPSS program version 16.0

The parameters measured were the parameters of physics, chemistry and biology, then its value compared to the value of water quality standards in accordance with Government Regulation Number 82 Year 2001. The average value of each parameter measurement results are: temperature = 27 0C, pH = 6.95, DO = 6.7 mg / l, BOD = 3.6 mg / l, Nitrate = 0.9785 mg / l, Phosphate = 0.095 mg / l, COD = 16.32 mg / l, TSS = 35.2 mg / l, TDS = 338.4 mg / l and Total Coliform = 555.5 / 100 ml water sample. Fraction substrate at stations 1 and 2 are dominated by sand. ie 96.2% and 94.4%, at station 3, 4 and 5 are dominated by mud with a percentage of 62.2%, 74.2% and 88.1%. The test results of Coliform MPN method gives the average number of 555.5 / 100 ml water sample.

The results of the determination of the status of the water quality based on physical, chemical and biological methods Storet is done by adding up the value of each parameter that has a default value for the quality, it is obtained a total score of -20, which means that Ular rivers was moderately polluted. The results of Makrozoobentic identification contained in the Ular river are 20 genuses consisting of three phyla are: Annelida (one genus), Arthropoda (sixteen genuses) and Molluscs (three genuses). Of twenty genuses contained in the Ular river, the highest number of density is Palaeomonetes with average K = 15,5556 ind/m2, KR = 20,7237 % and FK = 21,6984. The value of makrozoobentic’s diversity index wich found in the Ular river include range fron medium to low (H '= 1.926 to 2.620), while the similarity index is high (E = 0.836 to 0.947 / close to 1) which means that no species or group of organisms that are too dominant against others. Biotic index = 13, which means Ular river is not polluted status (IB> 10). Physical and chemical factors such as temperature, light intensity, light penetration, flow velocity, pH, DO and substrate fractions (sand) has a positive correlation with the density of makrozoobentic, while the temperature, BOD, NO3, PO4, TSS, TDS, COD, organic substrates, substrate fraction (silt and clay) has a negative correlation.


(10)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Dengan selesainya tesis ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan sebesar besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp. A(K) atas bantuannya memberi kesempatan bagi penulis untuk mengikuti Program Magister hingga selesai. Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara Dr. Sutarman, M. Si atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pasca Sarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara. Ketua Program Studi Magister Biologi Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed. dan Sekretarisn Program Studi Magister Biologi Universitas Sumatera Utara Dr. Suci Rahayu, M. Si beserta seluruh Staf Pegawai dan Pengajar pada Program Studi Magister Biologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi tingginya kepada Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M. Sc. sebagai Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian dan kesungguhan telah memberikan dorongan, bimbingan, dan arahan dari awal rencana penelitian sampai akhir penyelesaian tesis ini, demikian juga kepada Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS selaku Pembimbing dua yang dengan penuh kesabaran dan kesungguhan menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya penelitian dan penulisan tesis ini

Terima kasih dan penghargaan yang tulus dan iklas kepada Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed dan Dr. Hesti Wahyuningsih, M. Si selaku dosen penguji yang banyak memberi kritik, saran, dan masukan demi perbaikan tesis ini. Kepada Kepala SMA Negeri 1 Lubuk Pakam tempat penulis bertugas Bapak Badaruddin Tarigan, M. Pd, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar besarnya atas bantuannya telah nemberi kesempatan untuk mengikuti Program Magister Biologi di Universitas Sumatera Utara

Kepada Ayah (alm) dan Ibunda tercinta, serta isteri tersayang dan anakku terkasih, terima kasih atas segala pengorbanan yang diberikan baik berupa dorongan moril, materil dan kesabaran yang tulus dan ikhlas, semoga kesemuanya itu dapat dibalas oleh Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, Amiin ya Robbal’alamiin.

Medan 27 Oktober 2013


(11)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut gelar : Hamdani, S. Pd

Tempat dan Tanggal Lahir : Hutanamale, 6 Oktober 1965

Alamat Rumah : Jalan Thamrin Gg.Pusaka No.42 Lubuk Pakam

Nomor HP : 0813 6196 4980

E-MAIL :

Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 1 Lubuk Pakam Alamat Kantor : Jl.Dr.Wahidin No.1 Lubuk Pakam Telepon/Faks : (061) 7952241 / (061)7952241

DATA PENDIDIKAN :

SD : SD Negeri 142644 Hutanamale Tahun : 1973 Tamat : 1979 SMP : SMP Negeri Marbau Tahun : 1973 Tamat : 1982 SMA : SMA Negeri 1 Panyabungan Tahun : 1982 Tamat : 1985 Diploma-3 : FPMIPA IKIP Medan Tahun : 1986 Tamat : 1989 Strata-1 : FPMIPA IKIP Medan Tahun : 1993 Tahun :1995

DATA PEKERJAAN

CPNS : Di SMA Negeri 1 Hamparan Perak Tahun : 1997 – 1998 CPNS : Di SMA Negeri 1 Lubuk Pakam Tahun : 1998 – 1999 PNS : Di SMA Negeri 1 Lubuk Pakam Tahun : 1999 – sekarang


(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ……….. 2

1.3. Tujuan Penelitian ……… 2

1.4. Hipotesis ………. 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 4

2.1. Ekosistem Sungai ………... 4

2.2. Bentos ………. 5

2.3. Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Air …………... 8

2.4. Faktor Fisika, Kimia dan Biologi ……….. 10

BAB III. BAHAN DAN METODE ……….. 19

3.1. Lokasi Penelitian ……….... 19

3.2. Alat dan Bahan ………... 22

3.3. Metode Pengambilan Sampel ……… 22


(13)

3.5. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet ………... 27

3.6. Analisis Data ... 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1. Pengukuran Faktor Fisik,Kimia, dan Biologi Perairan ….... 35

4.2. Status Mutu Air Berdasarkan Metode Storet ... 45

4.3. Hasil Identifikasi Makrozoobenthos ……….... 46

4.4. Kepadatan Makrozoobenthos ………. 47

4.5. Kepadatan Makrozoobentos dan Hubungannya dengan Faktor Fisik- Kimia perairan ... 48

4.6. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Makrozoobenthos ……….. 57

4.7. Indeks Similaritas (IS) ……… 58

4.8. Indeks Biotik ………. 59

4.9. Analisis Korelasi Pearson (r) Antara Faktor Fisik Kimia dengan Indeks Keanekaragamsan makrozoobenthos ... 60

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 62

5.1. Kesimpulan ... 62

5.2. Saran ... 63


(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Spesies Indikator Kualitas Perairan Air Tawar ………. 9 3.1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor

Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan ... 7 3.2. Penentuan Sistem Nilai Untuk Menentukan Status Mutu Air ...…..…. 8 3.3. Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas Menurut PP No.82 Tahun 2001 9 3.4. Makroinvertebrata indikator untuk menilai kualitas air……… 32 3.5. Interval Korelasi Antar Faktor dan Tingkat Hubungannya …………. 34 4.1. Data Faktor Fisik, Kimia dan Biologi Perairan Ssungai Uular ... 35 4.2. Sifat Fisika, Kimia, dan Biologi Perairan Sungai Ular Berdasarkan

Metode Storet ... 45 4.3. Klasifikasi Makrozoobenthos yang Ditemukan Pada Seluruh Stasiun

Penelitian ………. 46

4.4. Nilai Kepadatan (ind/m2

Kehadiran (%) Pada Masing-masing Stasiun Penelitian …... 47 ), Kepadatan Relatif (%) dan Frekuensi

4.5. Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman pada Setiap Stasiun

Penelitian ………,………... 57

4.6. Tabel Indeks Similaritas Pada Masing-masing Stasiun Penelitian .... 58 4.7. Pengelompokan Makrozoobenthos Berdasarkan Kelas ... 59 4.8. Analisis Korelasi Pearson (r) Antara Faktor Fisik Kimia dengan


(15)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

3.1. Stasiun 1 ……… 19

3.2. Stasiun 2 ………..………...…….………...….…… 20

3.3. Stasiun 3 ………..………...……….…………....……… 20

3.4. Stasiun 4 ……… 21


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Peta Kabupaten Deli Serdang ... 69

2. Genus Makrozoobentos yang Ditemukan Pada Stasiun 1 ... 70

3. Genus Makrozoobentos yang Ditemukan Pada Stasiun 2 ... 71

4. Genus Makrozoobentos yang Ditemukan Pada Stasiun 3 ... 72

5. Genus Makrozoobentos yang Ditemukan Pada Stasiun 4 ... 73

6. Genus Makrozoobentos yang Ditemukan Pada Stasiun 5 ... 74

7. Gambar Makrozoobentos yang Ditemukan di Sungai Ular ... 75

8. Klasifikasi Makrozoobentos yang Ditemukan di Sungai Ular ... 78

9. Tabel Uji Korelasi Pearsoni Masing-masing Variabel ... 79

10. Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 Tanggal 14 Desember 2001 81

11. Bagan Kerja Metode Winkler untuk mengukur DO ... 82

12. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 ... 83

13. Bagan Kerja pengukuran COD dengan metode Refluks ... 84

14. Bagan Kerja Pengukuran Kadar Organik Substrat ... 85

15. Cara Uji Padatan Terlarut Total (TDS) Secara Gravimetric ... 86

16. Cara Uji Padatan Tersuspensi Total (TSS) Secara Gravimetric ... 87

17. Nilai Toleransi Beberapa Famili Makroinvertebrata menurut Hilsenhoff ……… 88

18. Pengaruh pH pada Kehidupan di Air ... 91

19. Hasil Analisis Laboratorium TDS, TSS, COD dan Substrat ... 92

20. Hasil Analisis Laboratorium Fraksi Substrat... 93


(17)

HUBUNGAN ANALISIS KUALITAS AIR DENGAN

KEPADATAN MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI

ULAR KABUPATEN DELI SERDANG

ABSTRAK

Hubungan Analisis Kualitas Air dengan Kepadatan Makrozoobentos di Perairan Sungai Ular Kabupaten Deli Serdang telah diteliti pada bulan Oktober sampai dengan Nopember 2012. Penelitian dilakukan di sungai Ular dengan lima stasiun penelitian yang ditentukan dengan metode Purposive Random Sampling berdasarkan kondisi dan peruntukan daerah perairan tersebut. Pengambilan sampel dilakukan dengan sembilan kali ulangan untuk setiap stasiun. Analisis dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 16,0

Parameter yang diamati adalah parameter fisika, kimia dan biologi, kemudian nilainya dibandingkan dengan nilai standar baku mutu air sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Nilai rata-rata hasil pengukuran tiap parameter adalah: Suhu = 270

Hasil penentuan status mutu air berdasarkan faktor fisik, kimia dan biologi dilakukan dengan Metode Storet yaitu dengan menjumlahkan nilai setiap parameter yang memiliki nilai baku mutu, maka diperoleh skor total -20, yang berarti bahwa sungai ular tercemar sedang. Hasil penelitian makrozoobentos ditemukan sebanyak 20 genus yang terbagi atas tiga filum yaitu: Annelida (satu genus), Arthropoda (enam belas genus) dan Mollusca (tiga genus). Dari duapuluh genus yang terdapat di sungai ular, yang paling tinggi angka kepadatannya adalah Palaeomonetes dengan rata-rata K = 15,5556 ind/ m

C, pH = 6,95, DO = 6,7 mg/l, BOD = 3,6 mg/l, Nitrat = 0,9785 mg/l, Posfat = 0,095 mg/l, COD = 16,32 mg/l, TSS = 35,2 mg/l, TDS = 338,4 mg/l dan Total Coliform = 555,5/100 ml air sampel. Fraksi substrat di stasiun 1 dan 2 didominasi oleh pasir. yaitu 96,2 % dan 94,4 %, di stasiun 3, 4 dan 5 didominasi oleh lumpur dengan prosentasi 62,2 %, 74,2 % dan 88,1 % . Hasil uji Coliform dengan metode MPN memberikan angka rata rata 555,5 /100 ml air sampel.

2

, KR = 20,7237 % dan FK = 21,6984. Nilai Indeks keanekaragaman makrozoobentos yang terdapat di sungai ular termasuk antara sedang dan rendah (H’ = 1,926 – 2,620), sedangkan Indeks Keseragaman termasuk tinggi (E = 0,836 - 0,947 / mendekati 1) yang berarti tidak ada spesies atau kelompok organisme yang terlalu dominan terhadap yang lainnya. Indeks Biotik = 13 yang berarti sungai Ular berstatus tidak tercemar (IB >10). Faktor fisik dan kimia seperti suhu, intensitas cahaya, penetrasi cahaya, kecepatan arus, pH, DO dan fraksi substrat (pasir) memiliki korelasi positif dengan kepadatan makrozoobentos, sedangkan suhu, BOD, NO3, PO4, TSS, TDS, COD, organik substrat, fraksi substrat (lumpur dan liat) memiliki korelasi negatif.


(18)

THE ASSOCIATED OF WATER QUALITY ANALYSIS WITH MAKROZOOBENTIC’S DENSITY IN THE WATERS OF THE ULAR RIVER

DELI SERDANG REGENCY ABSTRACT

The Associated of Water Quality Analysis with Makrozoobentic’s density in the waters of the Ular River Deli Serdang regency was conducted in October to November 2012. The location of research in waters of the Ular River with five research stations which determined by Purposive Random Sampling method based on local conditions and the allotment of the waters. Sampling was repeated nine times for each station. Analyses were performed using SPSS program version 16.0

The parameters measured were the parameters of physics, chemistry and biology, then its value compared to the value of water quality standards in accordance with Government Regulation Number 82 Year 2001. The average value of each parameter measurement results are: temperature = 27 0C, pH = 6.95, DO = 6.7 mg / l, BOD = 3.6 mg / l, Nitrate = 0.9785 mg / l, Phosphate = 0.095 mg / l, COD = 16.32 mg / l, TSS = 35.2 mg / l, TDS = 338.4 mg / l and Total Coliform = 555.5 / 100 ml water sample. Fraction substrate at stations 1 and 2 are dominated by sand. ie 96.2% and 94.4%, at station 3, 4 and 5 are dominated by mud with a percentage of 62.2%, 74.2% and 88.1%. The test results of Coliform MPN method gives the average number of 555.5 / 100 ml water sample.

The results of the determination of the status of the water quality based on physical, chemical and biological methods Storet is done by adding up the value of each parameter that has a default value for the quality, it is obtained a total score of -20, which means that Ular rivers was moderately polluted. The results of Makrozoobentic identification contained in the Ular river are 20 genuses consisting of three phyla are: Annelida (one genus), Arthropoda (sixteen genuses) and Molluscs (three genuses). Of twenty genuses contained in the Ular river, the highest number of density is Palaeomonetes with average K = 15,5556 ind/m2, KR = 20,7237 % and FK = 21,6984. The value of makrozoobentic’s diversity index wich found in the Ular river include range fron medium to low (H '= 1.926 to 2.620), while the similarity index is high (E = 0.836 to 0.947 / close to 1) which means that no species or group of organisms that are too dominant against others. Biotic index = 13, which means Ular river is not polluted status (IB> 10). Physical and chemical factors such as temperature, light intensity, light penetration, flow velocity, pH, DO and substrate fractions (sand) has a positive correlation with the density of makrozoobentic, while the temperature, BOD, NO3, PO4, TSS, TDS, COD, organic substrates, substrate fraction (silt and clay) has a negative correlation.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Indonesia terletak di daerah tropis, dan merupakan negara kepulauan, Indonesia memiliki 6% dari persediaan air di dunia atau sebesar 21% persediaan air Asia Pasifik, tetapi kelangkaan dan kesulitan memperoleh air bersih dan layak pakai menjadi permasalahan yang mulai muncul di banyak tempat dan semakin mendesak dari tahun ke tahun. Kecenderungan konsumsi air naik secara eksponesial, sedangkan ketersediaan air bersih cenderung melambat akibat kerusakan alam dan pencemaran, yaitu diperkirakan sebesar 15-35% per kapita per tahun. Dengan demikian Indonesia yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, menyebabkan kebutuhan air bersih menjadi semakin mendesak (Walhi, 2005).

Sungai Ular merupakan sungai terpanjang di Provinsi Sumatera Utara, panjangnya mencapai 115 km dengan luas derah pengaliran 1081 km2. Sungai ini memiliki fungsi penting dalam berbagai aspek kehidupan dan telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat misalnya sebagai sumber bahan baku air minum (PAM), mandi, pengairan, transportasi, penambangan pasir, dan lain lain. Adanya berbagai pemanfaatan tersebut diduga dapat membuat sungai ular mengalami penurunan kualitas atau pencemaran. Komponen biotik seperti keberadaan makrozooobentos dapat memberikan gambaran mengenai kondisi fisik, kimia, dan biologi suatu perairan, termasuk sungai Ular. Beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya pencemaran antara lain adalah Dissolved Oxygen (DO),Biochemical Oxygen Demand (BOD), suhu, keberadaan Eschericia coli, dan lain lain.

Bentos baik digunakan sebagai indikator pencemaran di suatu perairan karena habitat hidupnya yang relatif tetap. Diantara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah


(20)

jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata makro. Kelompok ini lebih dikenal dengan makrozoobentos (Rosenberg dan Resh, 1993). Perubahan kualitas air dan substrat hidupnya sangat mempengaruhi kepadatan dan keanekaragaman makrozoobentos. Kepadatan dan keanekaragaman ini sangat bergantung pada toleransi dan sensitifitasnya terhadap perubahan lingkungan. Komponen lingkungan baik yang hidup (biotik) maupun yang mati (abiotik) mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman biota air yang ada pada suatu perairan, sehingga tingginya kelimpahan individu tiap jenis dapat dipakai untuk menilai kualitas suatu perairan. Perairan yang berkualitas baik biasanya memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi dan sebaliknya pada perairan yang buruk atau tercemar (Fachrul, 2007). Sepanjang pengetahuan penulis hampir dua dekade terakhir, penelitian seperti ini belum pernah dilakukan di perairan Sungai Ular Kabupaten Deli Serdang, sehingga penelitian ini perlu dilakukan.

I.2. Permasalahan

Sungai Ular sudah banyak dimanfaatkan oleh penduduk di sekitar Deli Serdang dan Sedang Bedagai untuk berbagai keperluan seperti penambangan pasir, sumber air minum oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), perikanan, perhubungan, pertanian, dan berbagai aktivitas rumah tangga. Pemanfaatan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis perairan tersebut. Sejauh ini belum diketahui bagaimana kondisi fisik, kimia, dan biologi air pada perairan Sungai Ular yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang

I. 3. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui sifat fisik, kimia, dan biologi perairan Sungai Ular dalam hubungannya dengan baku mutu kualitas air.

b.Untuk mengetahui perbedaan sifat fisik, kimia, dan biologi air yang terdapat pada tiap-tiap stasiun penelitian di perairan Sungai Ular

c. Untuk mengetahui hubungan sifat fisik, kimia, dan biologi dengan kepadatan makrozoobentos yang terdapat di perairan Sungai Ular.


(21)

I. 4. Hipotesis

a. Sifat fisik, kimia, dan biologi perairan Sungai Ular telah mengalami penurunan kualitas.

b.Ada perbedaan sifat fisik, kimia, dan biologi yang terdapat pada tiap-tiap stasiun di perairan Sungai Ular

c. Ada korelasi antara nilai parameter fisik, kimia, dan biologi air terhadap kepadatan makrozoobenthos yang terdapat di perairan Sungai Ular

I.5. Manfaat Penelitian

a. Memberikan informasi mengenai sifat fisik, kimia, dan biologi perairan sungai Ular kepada masyarakat sekitarnya.

b. Memberikan informasi bagi pemerintah setempat tentang kualitas perairan Sungai Ular. Sehingga dapat dilakukan pengelolaan dengan lebih baik, pengembangan dan pemanfaatannya secara maksimal

a. Untuk mengetahui hubungan sifat fisik, kimia, dan biologi terhadap kelimpahan makrozoobentos di perairan Sungai Ular.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem Sungai

Sungai di Indonesia umumnya mempunyai sifat multiguna, mulai dari keperluan rumah tangga, keperluan hewan (mandi dan minum), transportasi, pengairan, dan sebagainya. Kebanyakan sungai di Indonesia telah mengalami penurunan fungsi akibat berbagai aktivitas manusia, tetapi masih merupakan sumberdaya perairan yang kaya akan organisme air (Widianingroem, 2010). Kehidupan di air dijumpai tidak hanya pada badan air tapi juga pada dasar air yang padat. Di dasar air, jumlah kehidupan sangat terbatas karena ketersediaan nutrient yang terbatas. Oleh karena itu, hewan yang hidup di air dalam hanyalah hewan-hewan yang mampu hidup dengan jumlah dan jenis nutrient terbatas (Isnaeni, 2002).

Ekosistem air yang terdapat di daratan (Inland Water) secara umum dapat dibagi 2 yaitu perairan lentik (Lentic Water) atau juga disebut sebagai perairan tenang, misalnya danau, rawa, waduk, telaga, dan sebagainya dan perairan lotik (Lotic Water) disebut juga sebagai perairan yang berarus deras, misalnya sungai, kali, kanal, parit, dan sebagainya. Perbedaan utama antara perairan lotik (lotic) dan lentik (lentic) adalah dalam kecepatan arus air. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air yang berlangsung dengan cepat. Sungai Ular termasuk perairan lotik (Lotic Water) atau disebut juga perairan berarus deras (Barus, 2004).

Ekosistem sungai (lotik) dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan zona krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi menjadi rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat pada tebing-tebing yang curam, limnokrenal, yaitu mata air yang membentuk genangan air yang selanjutnya membentuk aliran sungai yang kecil dan beberapa mata air akan membentuk aliran sungai di daerah pegunungan yang disebut zona rithral, ditandai dengan relief aliran sungai yang terjal. Zona ritral dapat dibagi


(23)

menjadi tiga bagian, yaitu epirithral (bagian yang paling hulu), metarithral (bagian tengah), dan hyporithral (bagian yang paling akhir). Setelah melewati zona hyporithral, aliran sungai akan memasuki zona potamal, yaitu aliran sungai pada daerah-daerah yang relatif lebih landai dibandingkan dengan zona rithral. Zona potamal dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu epipotamal, metapotamal, dan hypopotamal (Barus, 2004). Ekosistem sungai secara tata ruang dapat dibagi menjadi dua bagian :

a. Ruang air yang berisi organisme hidup seperti tumbuhan air, plankton, ikan dan lain-lain.

b. Ruang dasar sungai yang berisi populasi bentik atau bentos yang hidup dalam dan atau menempel pada sedimen.

Secara ekologis organisme di perairan sungai dapat dibedakan menjadi dua zone atau subhabitat, yaitu :

a. Subhabitat riam : merupakan bagian sungai yang airnya dangkal tetapi arusnya cukup kuat untuk mencegah terjadinya pengendapan sedimen dasar, sehingga dasar sungai bersifat keras. Pada daerah ini hidup organisme bentik atau perifiton khususnya yang dapat melekat atau berpegang erat pada substrat padat dan jenis ikan yang dapat berenang melawan arus.

b. Subhabitat arus lambat : merupakan bagian sungai yang lebih dalam dan arusnya lebih lemah atau lambat dibandingkan subhabitat riam. Pada daerah ini partikel- partikel cenderung mengendap sebagai sedimen di dasar sungai. Pada daerah ini hidup organisme bentos, nekton dan kadang-kadang plankton (Suradi, 1993).

2.2. Bentos

Bentos adalah semua organisme air yang hidupnya terdapat pada substrat dasar suatu perairan, baik yang bersifat sesil (melekat) maupun vagil (bergerak bebas). Berdasarkan tempat hidupnya, bentos dapat dibedakan menjadi epifauna yaitu bentos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan dan infauna, yaitu bentos yang hidupnya tertanam di dalam substrat dasar perairan. Berdasarkan siklus hidupnya bentos dapat dibagi menjadi holobentos, yaitu kelompok bentos


(24)

yang seluruh hidupnya bersifat bentos dan merobentos, yaitu kelompok bentos yang hanya bersifat bentos pada fase-fase tertentu dari siklus hidupnya (Barus, 2004). Hewan bentos dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran tubuh yang bisa melewati lubang saring yang dipakai untuk memisahkan hewan dari sedimennya. Berdasarkan kategori tersebut bentos dapat dibagi atas :

a. Makrozoobentos, kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan bentos yang terbesar, jenis hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca, annelida, crustaceae, beberapa insekta air, dan larva dari diptera, odonata, dan lain sebagainya.

b. Mesobentos, kelompok bentos yang berukuran antara 0,1 mm -1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir atau lumpur. Hewan yang termasuk kelompok ini adalah molusca kecil, cacing kecil, dan crustaceae kecil

c. Mikrobentos, kelompok bentos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm. Kelompok ini merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang termasuk ke dalamnya adalah protozoa khususnya Cilliata (Lalli dan Pearsons, 1993)

Hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis yang tergolong ke dalam kelompok makroinvertebrata air. Makroinvertebrata air dikenal juga dengan istilah makrozoobentos (Rosenberg dan Resh,1993). Hewan bentos memegang peranan penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan. Hewan bentos, terutama yang bersifat herbivor dan detritivor dapat menghancurkan makrofit akuatik yang hidup maupun yang mati dan serasah yang masuk ke dalam perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen perairan. Kedudukan makroinvertebrata air di dalam tingkatan trofik digolongkan ke dalam kelompok : a. Grazers dan Serapers, adalah herbivor pemakan tumbuhan air dan periphyton.

Taksa yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Ecdyonurus sp. (Ephemeroptera), Gastropoda, Elmis sp. dan Latelmis sp. (Coleoptera).


(25)

b. Shredders adalah detritivor pemakan partikel organik kasar. Takson yang tergolong ke dalam golongan ini adalah Tipula sp. (Diptera), Neumora sp. (Plecoptera).

c. Collector adalah detritivor pemakan organik halus. Berdasarkan cara pengambilan makanannya collector dapat dibagi dua yaitu filter feeder dan deposit feeder. Golongan filter feeder adalah collector yang mengambil makanan dengan cara menyaring materi yang terlarut di dalam air. Karakteristik collector dari golongan ini adalah mempunyai fila di daerah mulut atau kaki sebagai alat pengumpul makanan. Taksa yang termasuk golongan filter feeder adalah Simulidae (Diptera), Rheotanytarsus sp, Hydropsyche sp. Golongan deposit feeder adalah collector yang mengambil makanan yang ada di permukaan dasar perairan. Taksa yang termasuk golongan ini adalah Chiromonidae, Orthoeladine, Diamesiae.

d. Predator adalah carnivor pemakan hewan lain. Taksa yang termasuk golongan ini adalah Tanypodidae (Diptera), Perla sp (Plecoptera) dan Hirudinae .

Sebagai organisme dasar perairan, bentos memiliki habitat yang relatif tetap. Dengan sifat yang demikian, perubahan-perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya sangat mempengaruhi komposisi maupun kemelimpahannya. Komposisi maupun kemelimpahan makroinvertebrata tergantung kepada kepekaan/toleransinya terhadap perubahan lingkungan. Setiap komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas habitat dengan cara penyesuaian diri pada struktur komunitas. Dalam lingkungan yang relatif stabil, komposisi dan kemelimpahan makroinvertebrata air relatif tetap (APHA,1992 ).

Sebagaimana kehidupan biota lainnya, penyebaran jenis dan populasi komunitas bentos ditentukan oleh sifat fisika, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik perairan seperti kedalaman, kecepatan arus, warna, kecerahan dan suhu air. Sifat kimia perairan antara lain, kandungan gas terlarut, bahan organik, pH, kandungan hara dan faktor biologi yang berpengaruh adalah komposisi jenis hewan dalam perairan diantaranya adalah produsen yang merupakan sumber


(26)

makanan bagi hewan bentos dan hewan predator yang akan mempengaruhi kelimpahan bentos (Setyobudiandi, 1997).

2.3. Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Air

Pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan analisis fisika dan kimia air serta analisis biologi. Untuk perairan yang dinamis, analisis fisika dan kimia air kurang memberikan gambaran sesungguhnya akan kualitas perairan, sedangkan analisis biologi khususnya analisis struktur komunitas hewan bentos, dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kualitas perairan. Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Di antara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk makrozoobentos (Pradinda, 2008).

Bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya dan perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan, apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap keberadaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai penunjuk kualitas lingkungan (Triadmodjo, 2008). Makrozoobentos adalah salah satu kelompok terpenting dalam ekosistem perairan sehubungan dengan peranannya sebagai organisme kunci dalam jaring makanan. Selain itu tingkat keanekaragaman yang terdapat di lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran. Hewan bentos seringkali digunakan sebagai petunjuk bagi penilaian kualitas air. Jika ditemukan limpet air tawar, kijing, kerang, cacing pipih, siput memiliki operkulum, dan siput tidak beroperkulum yang hidup di perairan tersebut maka dapat digolongkan kedalam perairan yang berkualitas sedang (Pratiwi et al, 2004).

Via-Norton, A. Maher and D. Hoffman (2002) menyatakan, berdasarkan kualitas perairan, khususnya perairan tawar, dapat ditemukan spesies indikator seperti terlihat pada Tabel 2.1 berikut :


(27)

Tabel 2.1 Spesies Indikator Kualitas Perairan Air Tawar

Indikator untuk perairan berkualitas :

Baik Sedang Buruk

1.Kelas Serangga

• Order Plecoptera (Stonefly Nymphs), Common Stonefly Nymph (Family Perlidae), Roach - like Stonefly Nymph (Family Peltoperlidae), Slinder winter Stonefly Nymph (Family Capniidae), • Order Ephemeroptera

(Mayfly Nymphs), Brush-Legged Mayfly Nymph (Family Oligoneuridae) Flatheaded Mayfly Nymph (Family Hepta geniidae) Burrowing Mayfly Nymph (Family Ephemeridae), • Order Trichoptera

(Caddisfly Larvae) Net-Spinning Caddis Larva (Family Philopotamidae) Fingernet Caddis Larva (Family Philopotamidae) Case-making Caddis Larva (Various Families) Free-living Caddis Larva (Family Ryacophilidae) Dobsonfly (Order Megaloptera, Family Corydalidae) Warter Penny • Order Coleoptera (Family

Psephenidae dan Riffle Beetle, Family Elmidae)

2.Kelas lain

• Order Gastropoda: Gilled Snail (Family Viviparidae)

1.Kelas Serangga

• Order Odonata: Dragonfly Nymph, (Suborder Anisop tera), Damsefly Nymph , (Suborder Zygoptera) • Order Diptera : Watersnipe

Fly Larvae (Family Athericidae)

• Order Megaloptera, (Alderfly Larvae Family Sialidae),

• Order Diptera: Cranefly Larvae (Family

Tipulidae), Beetle Larvae • Order Coleoptera:

Whirligig Beetle Larva (Family Gyrinidae), Predaceous Diving Beetle

Larva (Family

Dytiscidae), Crawling Water Beetle Larva (Family Haliplidae)

2.Kelas lain

• Order Amphipoda: Scuds (Family Gammaridae) • Order Isopoda : Sowbugs (Family Asellidae) • Order Decapoda: Crayfish (Family Cambaridae)

1.Kelas Serangga • Order

Diptera: Midg e Larva

(FamilyChirono midae),

• Order

Diptera Blackfl y Larva

(Family Simu lidae)

2.Kelas lain • Order

Gastropo da: Pouch Snail (Family Physi dae),

• Order

Gastropo da : Planorbid Snail (Family Planor bidae)

• Class

Hirudinea (Lee ch)

Aquatic Worm • Class


(28)

2.4. Faktor Fisika, Kimia, dan Biologi

Sifat fisika-kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti makrozoobentos, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik (fisika- kimia) perairan, karena antara faktor abiotik dan biotik saling berinteraksi (Nybakken 1992). Menurut Barus (2004), dengan mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisme dengan faktor-faktor abiotiknya maka akan diperoleh gambaran tentang kondisi dan kualitas perairan. Faktor abiotik (fisika-kimia) perairan yang mempengaruhi komunitas bentos antara lain:

2.4.1. Kecepatan Arus

Kecepatan aliran sungai dipengaruhi oleh lebar dan kedalamann sungai. Sungai yang dalam dan lebar memiliki kecepatan aliran yang lebih besar (Rahayu, 2009). Kecepatan arus juga dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian antara bagian hilir dan hulu (topografi) badan air, dimana semakin tinggi perbedaan ketinggian (elevasi) tersebut maka arus semakin kuat. Kecepatan arus akan mempengaruhi komposisi substrat dasar (sedimen) dan juga akan mempengaruhi aktifitas makrozoobentos yang ada. Pada perairan lotik arus mempunyai peranan yang sangat pernting. Umumnya kecepatan arus berkisar pada nagka 3 m/det. Meskipun demikian sangat sulit untuk membuat suatu batasan mengenai kecepatan arus, karena kecepatan arus di suatu ekosistem air sangat berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung dari fluktuasi debit dan aliran air dan kondisi substrat yang ada. Pada musim penghujan misalnya akan meningkatkan debit air dan sekaligus mempengaruhi kecepatan arus. Adanya berbagai substrat pada dasar perairan menyebabkan kecepatan arus akan bervariasi. Pada alur sungai yang lurus arus tercepat berada pada bagian tengah sungai. Hal ini sesuai dengan hukum fisika mengenai gesekan (friction) yang menyatakan bahwa daerah yang terbebas dari gesekan akan mempunyai arus yang lebih cepat. Pada arus sungai yangt membelok (meander) kecepatan arus paling tinggi dijumpai pada bagian luar pinggir sungai, sesuai dengan hukum fisika tentang putaran massa sentrifugal. Pada daerah aliran tertentu akan terdapat suatu kondisi dengan


(29)

gerakan air yang sangat lambat, umumnya terdapat dibelakang batu-batuan di dasar perairan. Daerah yang berarus lambat ini merupakan habitat yang sangat ideal bagi organisme air yang tidak mempunyai adaptasi khusus melawan arus yang deras (Barus, 2004). Arus sangat mempengaruhi sebaran atau perpindahan dari organisme bentos seperti membawa organisme bentos dari suatu tempat ke tempat lain di perairan (Supriharyono, 2000 dalam Rizkya, et al., 2012). Berdasarkan kecepatan arusnya, perairan dapat dikelompokkan menjadi: perairan berarus sangat cepat (>1m/dtk), cepat (0,5–1m/dtk), sedang (0,25–0,5m/dtk), lambat (0,1–0,2 m/dtk) dan sangat lambat (<0,1m/dtk) ( Mason , 1981 dalam Mariska, 2007)

2.4.2. Temperatur Air

Dalam setiap penelitian pada ekosistem akuatik, pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di air serta semua aktivitas biologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan

temperatur sebesar 100C (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir)

akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju metabolisme, akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat. Pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi (Brehm dan Meijering, 1990 dalam Barus, 2004). Suhu merupakan faktor penting dalam keberlangsungan proses biologi dan kimia yang terjadi di dalam air, seperti kehidupan dan perkembangbiakan organisme air. Suhu mempengaruhi kandungan oksigen di dalam air, proses fotosintesis tumbuhan air, laju metabolisme organisme air dan kepekaan organisme terhadap polusi, parasit dan penyakit. Pada kondisi air yang hangat, kapasitas oksigen terlarutnya berkurang. Oleh karena itu, pengukuran oksigen terlarut harus dilakukan pada tempat yang sama dengan pengukuran suhu.


(30)

Suhu air bervariasi antar kedalaman sungai, danau, maupun badan air lainnya (Rahayu, 2009)

2.4.3. Penetrasi Cahaya

Kemampuan penetrasi cahaya akan berbeda pada setap ekosistem air yang berbeda. Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air, dimana cahaya matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses assimilasi dan respirasi berada dalam keseimbangan. Dapat juga diartikan bahwa pada titik kompensasi cahaya ini konsentrasi karbondioksida dan oksigen akan berada dalam keadaan relative konstan. Bagi organisme air intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya (Barus, 2004). Cahaya matahari tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan tersuspensi atau zat terlarut tinggi. Berkurangnya cahaya matahari disebabkan karena banyaknya faktor antara lain adanya bahan yang tidak larut seperti debu, tanah liat, maupun mikroorganisme air yang mengakibatkan air menjadi keruh (Sastrawijaya, 1991)

2.4.4. Intensitas Cahaya

Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Vegetasi yang ada disepanjang aliran air juga dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk kedalam air karena tumbuh tumbuhan tersebut juga mempenyai kemampuan mengabsorbsi cahaya matahari. Efek ini terutama akan terlihat pada daerah hulu yang aliran airnya umumnya masih kecil dan sempit. Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. Larva dari Baetis rhodani akan bereaksi terhadap perubahan intensitas cahaya, dimana jika intensitas cahaya matahari berkurang, hewan ini akan ke luar dari tempat perlindungannya yang terdapat pada bagian bawah dari bebatuan didasar perairan, bergerak menuju ke bagian atas bebatuan untuk mencari makanan (Barus, 2004).


(31)

2.4.5. DO (Disolved Oxygen)

Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, yaitu untuk respirasi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi temperatur, dimana kelarutan maksimum

oksigen di dalam air pada temperatur 0

0

C sebesar 14,16 mg/l O

2, kelarutan ini

akan menurun jika temperatur air meningkat (Barus, 2004). Menurut Sanusi (2004), Nilai DO yang berkisar di antara 5,45 – 7,00 mg/l cukup bagi proses kehidupan biota perairan. Barus (2004), menegaskan bahwa nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6 – 8 mg/l, makin rendah nilai DO maka makin tinggi tingkat pencemaran ekosistem tersebut. Oksigen terlarut berasal dari oksigen di udara dan hasil fotosintesis tumbuhan air. Sangat dibutuhkan dalam kehidupan hewan dan tumbuhan air Kandungan oksigen di dalam air lebih sedikit dibandingkan dengan di udara Kandungan oksigen pada air yang bergerak lebih banyak dibandingkan dengan air yang tergenang. Kandungan oksigen berbeda antar musim, bahkan antar jam dalam satu hari, dan berubah sesuai dengan suhu dan ketinggian tempat Kekurangan oksigen akan menyebabkan tumbuhan atau hewan air sulit untuk berkembang (Rahayu, et al., 2009)

2.4.6. BOD ( Biochemichal Oxygen Demand)

BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikro organisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada temperatur

20

0

C. Untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat di dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikro organisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran, sementara dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa pengukuran 5 hari jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70%, maka pengukuran yang umum dilakukan adalah setelah 5 hari (BOD5) (Barus, 2004). Nilai konsentrasi BOD menunjukkan kualitas suatu

perairan, perairan tergolong baik jika konsumsi O2selama periode 5 hari berkisar


(32)

berkisar antara 10 mg/l – 20 mg/l

2.4.7. COD (Chemical Oxygen Demand)

akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih besar dari 100 mg/l ( Brower, et al., 1990). Jumlah BOD tergantung pada pH, suhu, jenis mikroorganisme dan jenis bahan organik dan anorganik yang terdapat di dalam air. Sumber BOD berasal dari daun-daun dan potongan kayu yang terdapat pada air yang tergenang, tumbuhan, atau hewan yang sudah mati, kotoran hewan, dan lain-lain. Semakin tinggi nilai BOD, semakin cepat oksigen di dalam air habis, sehingga akan membawa dampak negatif bagi perkembangan makhluk hidup yang ada di dalam air (Rahayu, et al., 2009)

COD adalah kebutuhan oksigen untuk menguraikan bahan organik secara kimia. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar/tidak bisa diuraikan secara biologis (Barus, 2004).

2.4.8. pH (Derajat Keasaman)

Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amonia yang bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004)

2.4.9.

TDS (Total Dissolve Solid) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organik maupun anorganik) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS menggambarkan jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm) atau sama dengan milligram per liter (mg/l). Umumnya berdasarkan definisi zat yang terlarut dalam air harus dapat


(33)

melewati saringan yang berdiameter 2 micrometer (2×10-6

2.4.10.TSS (Total Suspended Solid)

meter). Aplikasi yang umum digunakan adalah untuk mengukur kualitas cairan pada pengairan, pemeliharaan aquarium, kolam renang, proses kimia, pembuatan air mineral, dan lain-lain (Misnani, 2010). Analisa total padatan terlarut digunakan sebagai uji indikator untuk menentukan kualitas umum dari air. Sumber padatan terlarut total dapat mencakup semua kation dan anion terlarut (Oram, B., 2010). Sumber utama TDS dalam perairan adalah limpahan dari pertanian, limbah rumah tangga, dan industri. Unsur kimia yang paling umum adalah kalsium, fosfat, nitrat, natrium, kalium, dan klorida. Bahan kimia dapat berupa kation, anion, molekul, atau aglomerasi dari ribuan molekul. Kandungan TDS yang berbahaya adalah pestisida yang timbul dari aliran permukaan. Beberapa padatan total terlarut alami berasal dari pelapukan dan pelarutan batu dan tanah (Anonymous, 2010).

dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2 μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS menyebabkan kekeruhan pada air akibat padatan tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap. TSS terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya (Nasution, 2008). TSS merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan (Tarigan dan Edward, 2003). TSS berhubungan erat dengan erosi tanah dan erosi dari saluran sungai. TSS sangat bervariasi, mulai kurang dari 5 mg/l yang yang paling ekstrem 30.000 mg/l di beberapa sungai. TSS ini menjadi ukuran penting erosi di alur sungai.

Menurut Alabaster dan Lloyd (1982) padatan tersuspensi bisa bersifat toksik bila dioksidasi berlebih oleh organisme sehingga dapat menurunkan konsentrasi oksigen terlarut sampai dapat menyebabkan kematian pada ikan.


(34)

2.4.11. Kandungan Nitrat dan Fosfat

Amonium dan amoniak merupakan produk penguraian protein yang masuk ke dalam badan sungai terutama melalui limbah domestik. Konsentrasinya di dalam sungai akan semakin berkurang bila semakin jauh dari titik pembuangan yang disebabkan adanya aktifitas mikroorganisme di dalam air. Mikroorganisme tersebut akan mengoksidasi amonium menjadi nitrit dan akhirnya menjadi nitrat. Penguraian ini dikenal sebagai proses nitrifikasi. Proses oksidasi amonium menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri jenis Nitrosomonas, nitrit dioksidasi menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter.

NH

4 + O2 NO

(Amonium) Nitrosomonas (Nitrit)

2

NO

2 + O2 NO

(Nitrit) Nitrobacter (Nitrat)

3

Proses oksidasi tersebut akan menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut semakin berkurang, terutama pada musim kemarau saat curah hujan sangat sedikit dimana volume aliran air di sungai menjadi rendah. Dibarengi dengan tingginya temperatur dan apabila volume limbah tidak berkurang akan menyebabkan laju oksidasi tersebut meningkat tajam. Keadaan ini bisa mengakibatkan konsentrasi oksigen menjadi sangat rendah sehingga menimbulkan kondisi yang kritis bagi organisme air (Barus, 2004). Nitrat, Nitrit dan Amonia merupakan bentuk unsur nitrogen yang terdapat di dalam air. Bahan ini berasal dari pupuk yang larut, kotoran hewan, dan lain-lain. Berfungsi sebagai hara atau pupuk untuk tanaman air. Kandungan yang tinggi di dalam air akan meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas tumbuhan air sehingga kandungan oksigen di dalam air semakin berkurang dan menyebabkan hewan air sulit berkembang bahkan mati. Peristiwa ini disebut eutrofikasi. Kandungan yang tinggi di dalam air minum sangat berbahaya pada bayi, karena hemoglobin darah terikat oleh Nitrat, sehingga menyebabkan darah pada bayi kekurangan oksigen. Akibatnya bayi menjadi rentan terhadap penyakit hemoglobinosa (Rahayu, et al., 2009)


(35)

Posfat merupakan bentuk dari unsur fosfor yang terdapat di dalam air. Zat ini berasal dari detergent sisa cucian, kotoran hewan, pupuk yang terlarut, dan lain-lain. Posfat berfungsi sebagai hara untuk tanaman air, dan dapat mengakibatkan proses eutrofikasi (Rahayu, et al., 2009)

2.4.12. Kandungan Organik Substrat

Keadaan substrat dasar badan air juga penting untuk diketahui. Kehidupan organism air ada juga ketergantungannya dengan bahan dan ukuran partikel dasar badan air. Organisme air yang hidup pada substrat dasar suatu ekosistem air sangat tergantung kepada tipe substrat dan kandungan bahan nutrisi /organik yang terdapat didalam substart tersebut. Oleh karena itu analisis terhadap substrat baik berupa tipe maupun terhadap kandungan bahan organiknya, penting untuk dilakukan (Suin, 2002).

Bahan organik berasal dari hewan atau tumbuhan yang membusuk lalu tenggelam ke dasar dan bercampur dengan substrat. Menurut Wetzel dan Likens (1979) dalam Yurika (2003), bahan organik dalam perairan terdiri dari senyawa senyawa organik dalam bentuk larutan (berukuran < 0,5 μm) sampai dalam bentuk partikel-partikel besar (berukuran > 0,5 μm), dari organisme hidup sampai yang sudah mati. Wood (1987) dalam Yurika (2003) menjelaskan bahwa bahan organik yang mengendap di dasar perairan merupakan sumber makanan bagi organisme benthik, sehingga jumlah dan laju pertambahannya dalam sedimen mempunyai pengaruh yang besar terhadap populasi organisme dasar. Sedimen yang kaya akan bahan organik biasanya didukung oleh melimpahnya fauna yang didominasi oleh deposit feeder dan sebaliknya suspension feeder mendominasi sedimen dasar bertipe substrat pasir yang miskin akan bahan organik.

2.4.13. Bakteri Coli (Colifekal)

Indikator utama yang dipakai dalam menentukan kualitas perairan berdasarkan parameter biologi adalah keberadaan bakteri Escerichia coli. Bakteri E.coli ini sangat peka terhadap proses disinfeksi dibandingkan dengan protozoa dan virus yang menyebabkan penyakit perut (Irianti dan Sasimartoyo, (2006)


(36)

dalam Susanto, 2009). Bakteri Coli berasal dari saluran pencernaan dan membantu proses pencernaan pada manusia dan hewan. Bakteri ini dapat berada di dalam sungai dapat melalui perantara seperti mamalia, burung atau saluran-saluran pembuangan. Bakteri Coli ini bersifat non patogenik. Keberadaannya merupakan petunjuk bahwa pada sungai tersebut telah terdapat kotoran yang kemungkinan mengandung mikroba pathogen. Apabila kandungan coliform > 200 koloni per 100 ml air menunjukkan bahwa kemungkinan telah terdapat mikroorganisme pathogen pada air tersebut (Rahayu, et al., 2009).

Air yang tercemar oleh kotoran manusia maupun hewan tidak dapat digunakan untuk keperluan air minum, mencuci makanan, atau memasak karena dianggap mengandung mikroorganisme pathogen yang berbahaya bagi kesehatan, terutama pathogen penyebab infeksi saluran pencernaan (Fardiaz, 1992).


(37)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di perairan Sungai Ular yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara. Lokasi penelitian ditetapkan pada 5 stasiun yang berbeda berdasarkan kondisi tempat dan peruntukannya. Sungai Ular banyak dimanfaatkan oleh penduduk di sekitarnya untuk berbagai keperluan seperti penambangan pasir, persawahan, sumber air minum oleh PDAM, perkebunan sawit, perikanan, dan berbagai aktivitas rumah tangga. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Nopember 2012 Pengambilan sampel dilakukan dengan Metode Purposive Random Sampling yang dilakukan sebanyak 9 kali ulangan pada setiap stasiun. Tiap stasiun penelitian dapat dideskripsikan sebagai berikut:

a. Stasiun 1

Terletak di desa Titi Besi Kecamatan Galang, secara geografis terletak pada 03021’47,8” LU & 098054’54,2” BT, didaerah ini tidak dijumpai aktivitas penduduk. Substrat yang terdapat pada stasiun ini adalah pasir liat berlumpur (Gambar 3.1)


(38)

b. Stasiun 2

Terlatak di desa Pulau Gambar Kecamatan Galang, secara geografis terletak pada 03025’48,7” LU & 098054’55,2” BT, daerah ini merupakan tempat penambangan pasir. Substrat yang terdapat pada stasiun ini adalah pasir liat berlumpur (Gambar 3.2)

Gambar 3.2. Stasiun 2

d. Stasiun 3

Terletak di desa Pasar Miring Kecamatan Pagar Merbau,secara geografis terletak pada 03032’27,1” LU & 098055’46,4” BT, daerah ini merupakan daerah pertanian/persawahan. Substrat pada stasiun ini adalah lumpur pasir berliat (Gambar 3.3)


(39)

e. Stasiun 4

Terletak di desa Sukamandi Kecamatan Lubuk Pakam, secara geografis terletak pada 03034’00,1” LU & 098056’04,0” BT, daerah ini merupakan daerah pengambilan sumber air minum PDAM Tirtanadi pertanian. Substrat pada stasiun ini adalah lumpur pasir ber liat ( Gambar 3.4 )

Gambar 3.4. Stasiun 4

f. Stasiun 5

Terletak di desa Pasar Tiga Kecamatan Beringin, secara geografis terletak pada 030 35’ 57,6” LU & 0980 55’ 07,6” BT, daerah ini merupakan daerah perkebunan kelapa sawit. Substrat pada stasiun ini adalah lumpur liat berpasir (Gambar3.5).


(40)

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah pH meter, termometer, keping sechi, Lamnot, jala surber, pipet tetes, erlenmeyer 125 ml, split, ember 5 liter, botol film, cool box, tali plastik, steerofoam, plastik 5 kg, lakban, kertas label, pensil, spidol, botol alkohol dan GPS. Bahan yang digunakan adalah MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3

3.3. Metode Pengambilan Sampel

, alkohol, dan amilum.

Pengambilan sampel bentos dilakukan dengan menggunakan jala surber berukuran 30 cm x 30 cm, dengan 9 kali pengulangan . Sampel yang didapat disortir menggunakan tangan untuk sampel yang berukuran besar dan metode pengapungan untuk sampel berukuran kecil (yang tidak bisa disortir). Sampel dibersihkan dengan air dan direndam dengan formalin 4% kemudian dibawa ke laboratorium dan disimpan selama 1 hari, setelah itu sampel dicuci dan dikeringkan, lalu dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah diisi alkohol 70% sebagai pengawet, lalu diberi label. Sampel kemudian diidentifikasi dengan menggunakan buku acuan Dharma Bunjamin (1981)

3.4. Pengukuran Sifat Fisika, Kimia, dan Biologi Perairan

Metode dan alat ukur yang digunakan untuk menganalisa faktor fisika dan kimia dalam penelitian ini:

3.4.1. Parameter Fisika 1. Kecepatan arus

Kecepatan arus diukur dengan cara mengikatkan steerofoam pada ujung tali rapia yang berjarak sepuluh meter dari ujung yang lain. Kemudian steerofoam dihanyutkan pada permukaan air sedangkan ujung yang lain dipegang. dengan menggunakan stop watch waktu dihitung sejak steerofoam dilepas sampai berhenti/tertahan oleh tali, kemudian waktunya dicatat.

2. Temperatur Air ( °

Sampel air diambil dari beberapa lokasi dasar sungai dengan menggunakan tabung lamnot, kemudian dituang ke erlenmeyer dan diukur suhu dengan termometer air raksa selama 10 menit lalu dibaca skalanya.


(41)

3. Penetrasi Cahaya, Diukur dengan Menggunakan Keping Secchi

Keping secchi dimasukkan ke dalam badan air sebanyak tiga kali sampai keping secchi tidak kelihatan dan kemudian diukur kedalaman penetrasi cahaya dengan cara menghitung jumlah bulatan pada tali yang masing-masing berjarak 20 cm. Kedalaman diukur dengan menggunakan tali berskala yang diberi pemberat. Tali dimasukkan ke dalam air sampai mencapai dasar kemudian diukur skala pada tali tersebut. Kedalaman sungai berkisar antara 1 m sampai dengan 1,5 m.

4. Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya diukur dengan menggunakan lux meter dengan cara alat tersebut diletakkan mengarah datangnya cahaya, kemudian angka yang tertera pada lux meter dibaca dan dicatat

5.

Kertas saring whatman no. 40 dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu ±105º C, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang dengan cepat. Sampel dihomogenkan lalu di ambil 100 ml kemudian di saring dengan kertas saring whatman no. 40 yang akan menghasilkan filtrat dan residu. Filtrat dipanaskan di dalan oven selama 1 jam pada suhu ±105º C, lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang dengan cepat (Lampiran 15).

TDS (Total Dissolved Solid)

6. TSS (Total Suspended Solid)

Kertas saring whatman no.40 dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu ±105º C, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang dengan cepat. Sampel dihomogenkan lalu di ambil 100 ml kemudian di saring dengan kertas saring whatman no. 40 yang akan menghasilkan filtrat dan residu. Residu dipanaskan di dalan oven 1 jam pada suhu ±105ºC, didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang dengan cepat (Lampiran 16). Estimasi nilai TSS diperoleh dengan


(42)

cara menghitung perbedaan antara padatan terlarut total dan padatan total menggunakan rumus:

TSS (mg/L) = (A-B) X 1000 / V

Keterangan:

A = berat kertas saring + residu kering (mg) B = berat kertas saring (mg)

V = volume contoh (mL)

3.4.2. Parameter Kimia 1. DO (mg/1)

Air diambil dari tiap stasiun penelitian sebagai sampel kemudian dilakukan pengukuran kadar oksigen terlarut sesuai dengan metoda Winkler yaitu sebagai berikut :

a. Diambil sampel air dengan botol sampel, lalu ke dalamnya ditambahkan 1 ml larutan MnSO4

b. Botol sampel ditutup dengan hati-hati agar udara tidak masuk ke dalamnya dan dikocok selama ± 15 kali kemudian didiamkan ± 2 menit sampai terjadi endapan berwarna coklat.

dan 1 ml larutan KOH-KI.

c. Tutup botol dibuka kemudian 1 ml larutan H2SO4

d. Diambil sampel sebanyak 100 ml dengan bantuan gelas ukur dan dimasukkan kedalam tabung erlenmeyer.

dimasukkan ke dalamnya dan ditutup kembali dengan hati-hati, dikocok hingga semuanya menjadi endapan berubah warna menjadi cokelat.

e. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3

f. Ditambahkan indikator amilum sebanyak 10 tetes hingga larutan berubah menjadi warna biru, titrasi dilanjutkan kembali sampai warna biru tepat hilang.

0,025 N, dikocok hingga tercampur merata sampai terjadi perubahan warna dari cokelat sampai kuning muda.


(43)

Kadar O2

100 1000

terlarut = x p x q x 8 ml/l

Keterangan : p = jumlah ml Na2S2O3

q = normalitas larutan Na

yang terpakai

2S2O

8 = bobot setara O

3

2

Bagan kerja metode Winkler untuk pengukuran nilai DO dapat dilihat pada lampiran 11

3. BOD (mg/l)

Sampel air diambil dari tiap stasiun penelitian kemudian dibawa ke laboratorium dan dihitung nilai DO awalnya yaitu nilai DO sebelum dimasukkan ke dalam inkibator, selanjutnya sampel yang sama diinkubasi selama 5 hari dengan suhu 20ºC kemudian nilai DO nya dihitung seperti menghitung DO awal, dari selisih nilai DO awal dikurangi nilai DO akhir akan dihasilkan nilai BOD5. Bagan kerja metode Winkler untuk pengukuran nilai BOD dapat dilihat pada lampiran 12

4. COD (mg/l)

Sampel air yang diambil dari tiap stasiun penelitian dibawa ke laboratorium dan dihitung nilai COD nya dengan menggunakan alat spectrophotometer. Bagan kerja pengukuran nilai COD dengan metode refluks dapat dilihat pada lampiran 14

5. pH

Air dari dasar perairan diambil dengan menggunakan tabung lamnot kemudian dituang ke erlenmeyer, elektroda pH meter dicelupkan ke dalam sampel air, lalu dibaca nilai pH yang tertera pada alat tersebut.

6. Kandungan Nitrat

Sampel air diambil sebanyak 5 ml, kemudian ditetesi dengan 1 ml NaCI selanjutnya ditambahkan 5 ml H2S04 75% dan 4 tetes asam


(44)

suhu 95 °C, kemudian didinginkan selanjutnya kandungan nitratnya diukur dengan spectrophotometer pada = 410 nm.

7. Ortofosfat

Sampel air diambil sebanyak 5 ml kemudian ditetesi 2 ml reagen Amstrong selanjutnya ditambahkan 1 ml asam askorbat. Larutan didiamkan selama 20 menit kemudian konsentrasi fosfat diukur dengan spectrophotometer pada = 880 nm.

8. Fraksi Substrat

Sampel substrat dari dasar perairan setiap stasiun, dibawa ke Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara untuk dianalisis menggunakan alat Gravimetri, hasilnya akan didapat fraksi substrat seperti pasir, lumpur atau liat

9. Kandungan Organik Substrat (%)

Substrat dikeringkan dan diayak, kemudian tanah atau substrat ditimbang sebanyak 0,5 gram, dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml, ditambahkan 5 ml Kalium bikromat (K2Cr2O7). Selanjutnya

ditambahkan l0 ml H2SO4 pekat dan dibiarkan selama 30 menit,

ditambahkan 100 ml aquadest, 5 ml asam posphat (H3PO4) 85%, 2,5 ml

NaFe 4%, 5 tetes diphenil amino. Kemudian dititrasi dengan Fe (NH4)

SO4 0,5 N (dicatat volume titrasi yang merupakan hasil) lalu dihitung

kandungan organik substratnya.

3.4.3. Parameter Biologi 1. Bakteri Coli (Colifekal)

Sampel air yang diperiksa, diambil dan dimasukkan ke dalam botol sampel yang sudah disterilkan, kemudian ditutup dengan tutup botol yang steril dan diawetkan dengan es biasa atau es kering (CO2) selanjutnya


(45)

a. Uji pendugaan (Presumptive Test). b. Uji penegasan (Confirmed Test). c. Uji lengkap (Completed Test).

Hasil analisis yang didapatkan disesuaikan dengan tabel yang memberikan Angka Perkiraan Terdekat (Most Probable Number) yang tergantung dari kombinasi tabung positif (yang mengandung bakteri coli) dan negatif (yang tidak mengandung) dari tahap test. Angka tersebut tidak menunjukkan konsentrasi yang sebenarnya, tetapi berlaku sebagai angka penunjuk coli tinja.

Secara keseluruhan pengukuran faktor fisik kimia berserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam

Pengukuran Faktor Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan

No .

Parameter

Fisik-Kimia-Biologi Satuan Alat

Tempat Pengukuran 1 Suhu 0C Termometer Air Raksa In-situ 2 Penetrasi cahaya Cm Keping sechii In-situ 3 Intensitas Cahaya Candela Lux meter In-situ

4 Kecepatan Arus m/dtik Kardus In-situ

5 DO mg/l Metode winkler In-situ

6 BOD5 mg/l Metode Inkubasi Ex-situ

7 COD (mg/l) mg/l Refluks Titrimetri Ex-situ

8 pH - pH meter In-situ

9 NO3- mg/l Spektrofotometri Ex-situ

10 PO43- mg/l Spektrofotometri Ex-situ

11 TDS mg/l Gravimetri Ex-situ

12 TSS mgl/l Gravimetri Ex-situ

13 Total Coliform Jml/100 ml MPN Ex-situ 14 Organik substrat % Gravimetri Ex-situ

15 Fraksi substrat % Gravimetri Ex-situ

3.5. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Storet

Secara prinsip metode Storet adalah membandingkan antar data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Untuk Sungai Ular, peruntukannya adalah air golongan I karena


(46)

Sungai Ular juga dipakai untuk sumber air minum. Cara menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan sistem nilai dari United State Environmental Protection Agency (USEPA) mengklasifikasikan mutu air dalam 4 kelas yaitu:

1. Kelas A: Baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu 2. Kelas B: Baik, skor = 1 s/d -10 tercemar ringan 3. Kelas C: Sedang, skor = -11 s/d -30 tercemar sedang 4. Kelas D: Buruk, skor > -31 tercemar berat

Prosedur penggunaan:

a. Dilakukan pengumpulan data kualitas air dan debit air sehingga membentuk data.

b. Dibandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.

c. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran < baku mutu) maka diberi skor 0.

d. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu) maka diberi nilai seperti terlihat pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air

Parameter

Nilai Fisika Kimia Biologi

< 10 ksimum imum a-rata -1 -1 -3 -2 -2 -6 -3 -3 -9 ksimum umum a-Rata -2 -2 -6 -4 -4 -12 -6 -6 -18

e. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.


(47)

Berdasakan PP Nomor 82 Tahun 2001, kriteria baku mutu air berdasarkan kelas adalah seperti pada Tabel 3.3 berikut

Tabel 3.3. Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas Menurut PP No.82 Tahun 2001

AMETER TUAN KELAS KETERANGAN

I II III IV

FISIKA

peratur C Deviasi

3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi temperatur dari keadaan alamiahnya du terlarut g/L 000 000 000 000

du tersuspensi g/L 50 59 400 400

Bagi pengolahan air minum secara konvensi onal, residu tersuspensi < A ORGANIK 5000 mg/L

-- 6-9 6-9 6-9 5-9

Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah

Mg/L 2 3 6 12

Mg/L 10 25 50 00

Mg/L 6 4 3 0 Angka batas

minimum Total Fosfat

sebagai P Mg/L 0,2 0,2 1 5

NO3 sebagai N Mg/L 10 10 20 20

NO2 sebagaiN Mg/L 0,6 0,6 0,6 -

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, NO2_N < Sulfat

1mg/L

Mg/L 400 - - -

ROBIOLOGI

coliform /100 ml 00 000 2000 000 Bagi pengolahan air minum secara konvensional,fecal coliform < 2000 jml/ 100 ml dan total

coliform < 10000 jml/100ml

coliform


(48)

3.6. Analisis Data

Data yang diperoleh, diolah dengan menghitung kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon-Wiener, indeks equitabilitas, indeks biotik, indeks similaritas dan analisis korelasi Pearson, dengan persamaan sebagai berikut :

a. Kepadatan Populasi (K)

(Brower et al, 1990)

b. Kepadatan relatif (Kr)

(Michael, 1984) c. Frekuensi kehadiran (Fk)

dimana: fk = 0-25% : kehadiran sangat jarang fk = 25-50% : kehadiran jarang fk = 50-75% : kehadiran jarang fk > 75% : kehadiran sering / absolute

(Krebs,1985)

d. Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H’)

H’ = - In pi

Dimana : H’ = Indeks Diversitas

Pi = Jumlah individu masing-masing jenis (I = 1, 2, 3,…) s = Jumlah jenis

In = Logaritma nature

(Koesoebiono, 1987)

Kriteria menurut Krebs (1978)

Apabila nilai H’ = 0 – 2,302 : diversitas rendah H’ =2,302 – 6,907 : diversitas sedang

H’ ≥ 6,907 : diversitas tinggi


(49)

H = Indeks diversitas Shannon-Wiener Hmax

= In s (s = banyaknya spesies) dengan nilai E berkisar antara 0 – 1 = Keanekaragaman spesies maximum

(Michael, 1984) Jika nilai E semakin kecil maka keseragaman suatu populasi akan semakin

kecil, sebaliknya jika nilai E semakin besar maka populasi menunjukkan keseragaman yang besar, berarti tidak ada kelompok organisme yang terlalu dominan

f. Indeks Similaritas (IS)

Dengan a = Jumlah spesies pada lokasi a b = Jumlah spesies pada lokasi b

c = Jumlah spesies yang sama pada lokasi a dan b

IS 75-100 : sangat mirip 50-75 : mirip 25-50 : tidak mirip IS < 25 : sangat tidak mirip

(Michael, 1984)

g.

Indeks biotik merupakan nilai dalam bentuk skoring yang dibuat atas dasar tingkat toleransi organisma atau kelompok organisma terhadap cemaran. Indeks tersebut juga memperhitungkan keragaman organisme dengan mempertimbang kan kelompok-kelompok tertentu dalam kaitannya dengan tingkat pencemaran (Trihadiningrum & Tjondronegoro, 1998). Nilai indeks biotik dari suatu lokasi dapat diketahui dengan menghitung nilai skoring dari semua kelompok hewan yang ada dalam sampel. Trihadiningrum, 1995 lihat Trihadiningrum & Tjondronegoro, 1998, telah berhasil menyusun klasifikasi makroinvertebrata berdasarkan beban cemaran. Pengelompokkan biota didasrakan atas kelimpahan jenis tertinggi yang dijumpai pada tingkat kualitas air tertentu. Atas dasar tersebut kualitas air sungai dapat dibagi menjadi 6 kelas tingkat cemaran seperti Tabel 3.4.


(50)

Tabel 3.4. Makroinvertebrata indikator untuk menilai kualitas air

Tingkat Cemaran Makrozoobentos Indikator

dak tercemar Trichoptera (Sericosmatidae, Lepidosmatidae, Glossosomati dae); Planaria

ercemar ringan Plecoptera (Perlidae, Peleodidae); Ephemeroptera (Leptophle biidae, Pseudocloeon, Ecdyonuridae, Caebidae); Trichoptera (Hydropschydae, Psychomyi dae); Odonanta (Gomphidae, Plarycnematidae, Agriidae, Aeshnidae); Coleoptera (Elminthidae)

ercemar sedang Mollusca (Pulmonata, Bivalvia); Crustacea (Gammaridae); Odonanta (Libellulidae, Cordulidae)

ercemar dinea (Glossiphonidae, Hirudidae); Hemiptera

ercemar agak berat Oligochaeta (Tubificidae); Diptera (Chironomus thummiplu mosus); Syrphidae

angat tercemar Tidak terdapat makrozoobentos. Besar kemungkinan dijumpai lapisan bakteri yang sangat toleran terhadap limbah organik (Sphaerotilus) di permukaan.

Sumber: Trihadiningrum & Tjondronegoro, 1998 dengan penyederhanan, dalam Rahayu, 2009 Untuk penghitungan Indeks Biotik, makrozoobentos yang dikumpulkan dari setiap stasiun diidentifikasi dan di tempatkan pada kelas yang tepat sesuai dengan tingkat kepekaan/nilai toleransinya terhadap pencemaran. Penghitungan indeks biotik untuk kualitas air digunakan nilai toleransi yang dikemukakan oleh Hilsenhoff (1988). Nilai toleransi beberapa famili makroinvertebrata menurut Hilsenhoff (1988) dapat dilihat pada Lampiran 17. Untuk penghitungan Indeks Biotik, digunakan rumus sebagai berikut:

Indeks biotik = 2 (n Kelas I) + (n Kelas II)

dimana n = jumlah taksa (organisme yang berbeda berdasarkan penampilan)

-Interval nilai Indeks Biotik adalah sebagai berikut :

-IB ≥ 10 = Tidak Tercemar 3 ≤ IB ≤ 9 = Tercemar Sedang - 0 ≥ IB ≤ 2 = Tercemar Berat


(51)

Berikut ini adalah contoh beberapa invertebrata yang sudah di kelompokkan menjadi tiga kelas berdasarkan tingkat toleransinya terhadap polusi yaitu :

Kelas I - Sensitiv terhadap pencemaran

EPHEMEROPTERA PLECOPTERA TRICHOPTERA

Mayfly + Mayfly Stonefly Caddisfly Caddisfly Caddisfly (penggali) (pemanjat) ( lalat batu) (pembangun) (penggali) (pembangun)

TRICHOPTERA DECAPODA PELEYCYPODA

Caddisfly Caddisfly Caddisfly Caddisfly Caddisfly Crayfish) Fingersnail Clams (pembangun) (pembangun) (pembangun) (pembuat jaring) (pembuat jaring) (udang karang)

Kelas II - Cukup toleran terhadap pencemaran

COLEOPTERA ISOPODA AMPHIPODA ODONATA MEGALOPTERA

Water Penny Aquatic Sowbug Scud Dragonfly Damselfly Hellgrammite (dollar air) (cpg besar/ biasa) (capung jarum)

Kelas III - Toleran terhadap pencemaran

DIPTERA GASTROPODA TRICLADIDA HEMIPTERA

Black Fly Midge Fly Tabanus Cranefly Snails Flatworms Water Strider Water Boatman Lalat hitam Lalat kecil Lalat Berkaki Pjg siput cacing pipih speda air pendayung air

h. Analisis Korelasi

Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara keanekaragaman dengan kepadatan makrozoobentos yang terdapat di perairan Sungai Ular dengan sifat fisik-kimia dan biologi airnya.


(52)

Analisis dilakukan dengan metoda komputerisasi menggunakan program SPSS Versi 16.00. Rumus korelasi merupakan metoda untuk menghitung koefisien korelasi yang kemudian diberikan penafsiran menurut kriteria tertentu. Secara teori, dikatakan bahwa angka korelasi akan berkisar di antara :

• (-), berarti hubungan negatif atau berbanding terbalik dengan sempurna, • 0 (nol), berarti tidak ada hubungan sama sekali,

• (+), berarti hubungan positif atau berbanding lurus dengan sempurna.

Menurut Sugiyono (2005), Interval korelasi dan Tingkat Hubungan antar faktor adalah seperti pada Tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5. Interval Korelasi Antar Faktor dan Tingkat Hubungannya

No Interval Koefisien Tingkat Hubungan

1 0,00 – 0,199 Sangat Rendah

2 0,20 – 0,399 Rendah

3 0,40 – 0,599 Sedang

4 0,60 – 0,799 Kuat


(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengukuran Faktor Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan

Hasil pengukuran faktor fisik, kimia, dan biologi perairan sungai Ular melalui sampel yang diambil dari 5 stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1

berikut

Tabel 4.1. Data Faktor Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan Sungai Ular

No Parameter Stasiun

1 2 3 4 5

1 Suhu 0C 26 27.5 28 27 27

2 Intensitas Cahaya (Cd) 20 14 16 18 12

3 Penetrasi Cahaya (cm) 66,5 58,7 65,3 53,1 69,3

4 Kecepatan Arus (m/dtk) 1.07 1.16 0.92 0.91 0.89

5 pH 7.2 7.0 6.9 6.8 6.7

6 DO (mg/l) 7.1 7.0 6.9 6.8 6.2

7 BOD5 (mg/l) 3.3 3.5 3.7 3.7 3.9

8 NO3- (mg/l) 0,662 0,818 0,886 1,022 1,295

9 PO43- (mg/l) 0,074 0,082 0,086 0,097 0,116

10 TSS (mg/l) 32,2 33,6 34,6 36,8 38,2

11 TDS (mg/l) 282,6 325,6 342,2 382,4 394,2

12 COD (mg/l) 14,40 15,36 15,36 16,32 18,24

13 Organik Substrat (%) 1,54 2,36 5,76 6,72 8,64

14 Fraksi Substrat (%) Pasir 96,2 94,4 32,7 18,9 2,3

Lumpur 1,5 1,8 62,2 74,2 88,1

Liat 2,3 3,8 5,1 6,9 9,6

15 Total Coliform(MPN/100 ml) 1.100 28 210 11 28

Ket:

Stasiun 1 : Tanpa aktifitas Stasiun 2 : Daerah Tambang Pasir Stasiun 3 : Daerah Persawahan Stasiun 4 : Sumber PAM

Stasiun 5 : Daerah Perkebunan Kelapa sawit


(54)

Suhu yang terdapat di setiap stasiun penelitian seperti terlihat pada Tabel 4.1 diatas berkisar antara 26°C sampai dengan 28°C. Jika dibandingkan suhu yang terdapat pada tiap stasiun tidak ditemukan perbedaan yang signifikan. Hal ini disebabkan karena lokasi stasiun penelitian perairan sungai Ular umumnya terbuka karena di sekitar pinggiran sungai umumnya dijumpai vegetasi berupa semak dan perdu kecuali di stasiun 3 ada beberapa pohon yang tumbuh di sebahagian tepi sungai, sehingga radiasi sinar matahari masih dapat langsung mengenai permukaan air karena tidak ada penghalang terutama pada siang hari. Pengukuran dilakukan sekitar pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB dengan keadaan cuaca cerah. Menurut Nontji (1993) suhu air permukaan banyak mendapat pengaruh dari radiasi matahari terutama pada siang hari. Ini diperkuat lagi oleh Odum (1998) yang menyatakan bahwa suhu ekosistem aquatik dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari, ketinggian geografis, dan faktor penutupan vegetasi (kanopi) dari pepohonan yang tumbuh di sekitarnya

Berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran, deviasi temperatur untuk air golongan kelas 1 (air minum) adalah 3, ini berarti bahwa pada setiap stasiun pengambilan sampel masih sesuai dengan kriteria air untuk golongan kelas 1.

Menurut Heddy (1994) temperatur air kurang bervariasi, tetapi merupakan faktor limit karena organisme air daerah toleransinya sempit (stenothermal). Perubahan temperatur akan mengubah pola sirkulasi, stratifikasi dan gas terlarut sehingga akan sangat mempengaruhi kehidupan dalam air. Badan air yang besar dapat mempengaruhi iklim sekitar, karena air merupakan stabilisator temperatur.

4.1.2. Intensitas Cahaya (Cd)

Dari pengukuran yang dilakukan pada tiap stasiun, intensitas cahaya tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 20 Cd, sedangkan intensitas cahaya terendah terdapat pada stasiun 5 yaitu 12 Cd. Perbedaan ini dapat terjadi karena pada stasiun 1 yang daerahnya lebih terbuka, karena tumbuhan yang ada di sekitar pinggiran tidak menjadi penghalang terhadap masuknya sinar matahari secara langsung ke permukaan air, pengukuran ini dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 10.00 WIB.


(1)

Klas/Ordo/Famili Nilai

Toleransi Klas/Ordo/Famili

Nilai Toleransi

Ordo Trichoptera: Ordo Coleoptera:

Leptoceridae 4 Gyrinidae 4

Limnephilidae 4 Haliplidae 7

Molannidae 6 Hydrophilidae 5

Odontoceridae 0 Psephenidae 4

Philopotamidae 3 Ptilodactylidae 3

Phrygaenidae 4 Scirtidae 7

Polycentropodidae 6 Ordo Megaloptera:

Psychomyiidae 2 Corydalidae 0

Rhyacophilidae 0 Sialidae 4

Sericostomatidae 3 Uenoidae 3

Ordo Decapoda 6 Ordo Polydesmida 6

Ordo Isopoda 8

Ordo Diptera: Colembola 10

Anthomyiidae 6 Tubificidae 9

Atheceridae 2 Naididae 8

Blephariceridae 0 Haplotaxidae 5

Ceratopogonidae 6 Ordo Acariformes:

Chaoboridae 8 Arrenuridae 6

Chironomidae(merah) 8 Lebertiidae 6

Chironomidae(pucat / pink)

6

Atractideidae 6

Culicidae 8 Mideopsidae 6

Dolichopodidae 4 Tyrellidae 6

Dixidae 1 Limnesidae 6

Empididae 6 Limnocharidae 6

Ephydridae 6 Sperchonidae 6

Muscidae 6 Unionicolidae 6

Psychodidae 10 Klas Gastropoda:


(2)

Klas/Ordo/Famili Nilai

Toleransi Klas/Ordo/Famili

Nilai Toleransi

Ordo Diptera: Klas Gastropoda:

Simuliidae 6 Ancylidae 6

Stratiomyidae 8 Viviparidae 6

Syrphidae 10 Pleuroceridae 6

Tabanidae 6 Bithyniidae 8

Tanyder idae 3 Hydrobiidae 6

Tipulidae 3 Valvatidae 8

Ordo Amphipoda: Klas Bivalvia 8

Gammaridae 4 Corbiculidae 6

Hyalellidae 8 Dreisseniidae 8

Ordo Cladocera Sphaeriidae 6

Nematoda 5 Pisidiidae 8

Hydracarina 4 Klas Turbellaria 4

Palaenomidae 4 Platyhelminthidae 4

Cambaridae 6 Klas Hirudinea 10

Klas Oligochaeta 8 Glossiphoniidae 6--8

Lumbriculidae 5

Enchytraeidae 10

Sumber : Hilsenhoff (1988) dalam Bounchard (2004)

Keterangan:

0-3: toleransi rendah (sangat peka terhadap perubahan kondisi lingkungan) 4-6: toleransi sedang


(3)

Lampiran 18. Tabel 3.1. Pengaruh pH pada Kehidupan di Air Kisaran pH Pengaruh terhadap kehidupan di air

3.0 - 3.5 Sangat kecil kemungkinan ikan dapat bertahan hidup dalam beberapa jam pada kisaran pH ini; hanya beberapa hewan invertebrata dapat ditemukan pada kisaran pH ini

3.5 - 4.0 Akan menyebabkan kematian beberapa jenis ikan

4.0 - 4.5 Semua ikan, sebagian besar kodok dan serangga tidak terdapat pada kisaran pH ini

4.5 - 5.0 Beberapa jenis serangga tidak terdapat pada kisaran pH ini, dan sebagian besar telur ikan tidak bisa menetas

5.0 - 5.5 Bakteri pengurai tidak dapat hidup. Sampah daun dan batang mulai menumpuk, sehingga menyebabkan siklus kimia terganggu.

Plankton mulai hilang, begitu juga dengan siput. Koloni jamur mulai muncul

5.5 - 6.0 Pada umumnya bahan metal terperangkap di dalam sedimen dan akan menjadi racun dalam air

6.0 - 6.5 Udang air tawar tidak terdapat pada kisaran pH ini, akan berbahaya juga bagi ikan kecuali bila kandungan CO2 bebas dalam air tinggi 6.5 - 8.2 Kisaran optimal bagi sebagian besar makhluk hidup

8.2 - 9.0 Bahaya langsung bagi ikan tidak ada, tetapi efek tidak langsungnya adalah perubahan kandungan kimia di dalam air

9.0 - 10.5 Akan membahayakan beberapa jenis ikan jika berlangsung dalam waktu yang lama

10.5 - 11.0 Dalam waktu yang lama akan menyebabkan kematian pada jenis ikan gurame dan ikan merah

11.0 - 11.5 Kematian pada semua jenis ikan Sumber: Rahayu, 2009


(4)

(5)

(6)