BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Sawit - Chapter II (178.9Kb)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Sawit

  Kelapa sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit semula berkembang di daerah Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam. Namun, sekarang telah berkembang ke berbagai daerah, seperti Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Bagian Kelapa sawit yang bernilai ekonomi tinggi adalah buah yang tersusun dalam sebuah tandan, biasa disebut dengan TBS ( tandan buah segar). Buah sawit dibagian sabut (daging buah atau mesocarp) menghasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) sebanyak 20 – 24 %. Sementara itu, bagian inti sawit menghasilkan minyak inti sawit (palm kernel oil atau PKO) 3 – 4 % (Sunarko, 2006).

  Potensi CPO (Crude Palm Oil) Indonesia sangat besar dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan produksi CPO menjadi 19,2 juta ton pada tahun 2008. Jumlah tersebut melampaui Malaysia yang hanya memiliki tingkat produksi sebesar 17,08 juta ton. Hal ini membuat Indonesia menjadi penghasil CPO nomor satu diduni. Minyak kelapa sawit merupakan salah satu sumber menyak nabati relatif cepat diterima oleh pasar domestic dan pasar dunia. CPO yang dihasilkan sebanyak 5-5,5 juta ton diserap pasar domestic, dan sekitar 4 juta ton diantaranya diproses menjadi minyak goreng. Pada saat ini kapasitas terpakai industri CPO baru mencapai 54 %, (pahan, I. 2006).

  Minyak sawit dikelompokkan menjadi dua, yaitu minyak sawit kasar (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Minyak sawit kasar mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dengan persentase yang hampir sama. Asam palmitat dan asam oleat merupakan asam lemak yang dominan terkandung dalam minyak sawit, sedangkan kandungan asam linoleat dan asam stearatnya sedikit. Minyak inti sawit mengandung asam lemak tidak jenuh sikitar 21 % dan asam lemak jenuh sekitar 79 %. Menurut Bernardini (1983) minyak inti sawit dominan mengandung asam laurat (44-52 %) dan asam miristat (12-17%), sedangkan kandungan asam palmitat dan asam stearat masing-masing hanya sekitar 6,5 – 9% dan 1-2,5%.

  Ada beberapa cara ekstraksi yang dilakukan untuk mendapatkan minyak dari kelapa sawit, misalnya perebusan, pemusingan dan pengepresan. Minyak inti sawit (PKO) diperoleh dari ekstraksi inti sawit dengan metoda pressing (double screw

  

press). Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan menggunakan filter press dan

  airnya diuapkan didalam tangki, (Sontag,1979) Komponen asam lemak pada minyak inti sawit lebih mirip dengan minyak kelapa dibanding dengan minyak sawit kasar, (Swern, 1979).

2.2 RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin)

  Minyak sawit memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Komposisinya terdiri dari asam lemak jenuh ± 50%, MUFA ± 40%, serta asam lemak tak jenuh ganda yang relatif sangat sedikit (± 10%),(Darnoko, 2003). Minyak sawit juga dapat difraksinasikan menjadi 2 bagian , yakni fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein). Karakteristik yang berbeda pada fraksi-fraksi tersebut menyebabkan aplikasinya sangat luas untuk produk-produk pangan maupun non pangan. Proses pemisahan asam lemak yaitu stearin dan olein dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: mechanical pressing, solvent crystalization dan hydrophilization. (Riegel’s, 1963). Metode machanical pressing merupakan cara yang paling sederhana dan masih dilakukan di banyak negara. Pada metode ini asam lemak di didihkan pada sebuah bejana dan kemudian didinginkan. Setelah itu bahan tersebut akan terbentuk menjadi dua fasa yaitu kristal padat dan cairan. Reaksinya :

Tabel 2.1 Menunjukkan komposisi dari RBDPs

  Jenis Asam RBDPs Lemak (%) Asam lemak jenuh C12 : 0 0,1 C14 : 0 1,2 C16 : 0 59,1 C18 : 0 4,6 Asam lemak tak jenuh tunggal C18 : 1 28,2 Asam lamak tak jenuh ganda C18 : 2 6,3 C20 0,4 Unknown 0,1

  (Sumber : Hasil analisa laboratorium PT. Flora Sawita Chemindo, 14 Oktober 2011)

Tabel 2.2. Menunjukkan beberapa komposisi asam lemak dari minyak sawit, fraksi olein, dan fraksi stearin dari minyak sawit serta minyak inti

  sawit.

  Jenis Asam Lemak CPO Olein Stearin PKO Asam lemak jenuh

  • C6 : 0
  • 0 -
  • C8 : 0

  2,4 - 6,2

  • C10 : 0

  2,6 - 5,0 C12 : 0 0 - 0,4 0,1 - 0,5 0,1 - 0,4 41,0 - 55,0 C14 : 0 0,6 - 1,7 0,9 - 1,4 1,1 - 1,8 14,0 - 18,0

  • 41,1 C16 : 0 47,0 38,5 - 41,7 50,5 - 73,8 6,5 - 10,0 C18 : 0 3,7 - 5,6 4,0 - 4,7 4,4 - 5,6 1,3 - 3,0
  • C20 : 0 0 - 0,8 0,2 - 0,6 0,3 - 0,6 Asam lemak tak jenuh tunggal C16 : 1 0 - 0,6 0,1 - 0,3 <0,05 - 0,
  • 38,2 C18 : 1 43,5 40,7 - 43,9 15,6 - 33,9 12,0 - 19,0 Asam lemak tak jenuh ganda
  • 6,6 C18 : 2 11,9 10,4 - 13,4 3,2 - 8,5 1,0 - 3,5 C18 : 3 0 - 0,5 0,1 - 0,6 0,1 - 0,5 - Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2003)

  2. 3 Alkanolamida

  Suatu amida adalah senyawa yang mempunyai nitrogen trivalent yang terikat pada suatu gugus karbonil. Amida merupakan turunan asam karboksilat, dimana gugus –OH digan-ti dengan –NH2 atau amoniak, dimana 1 H diganti dengan asil. Sifat fisika : zat padat kecuali formamida yang berbentuk cair, tak berwarna, suku - suku yang rendah larut dalam air, bereaksi kira – kira netral. Struktur Amida : R – CONH2,(Fessenden, 1989).

  Reaksi asam karboksilat dengan amoniak atau amina

  Amida asam lemak dibuat secara sintesis pada industri oleokimia, dimana o ammonia dan asam lemak bebas bereaksi pada suhu 200 C dan tekanan 345 – 690 kpa selama 10 – 12 jam. Dengan proses tersebutlah dibuat seperti lauramida, stearamida serta lainnya. Amida juga dapat di buat dengan mereaksikan ammonia

  • dengan metil ester asam lemak. Reaksi ini mengikuti konsep HSAB dimana H dari
  • ammonia merupakan hard-acid yang mudah bereaksi dengan hard-base CH O untuk

  3

  membentuk methanol. Sebaliknya NH

  2 lebih soft-base dibandingkan dengan CH

  3 O

  akan terikat dengan R – C O yang lebih soft-acid dibandingkan H membentuk amida, ( Ismail, 1982). Reaksinya sebagai berikut Senyawa N-etanol alkil amida (alkanolamida) adalah senyawa yang termasuk dalam golongan fatty amida yang dapat dimanfaatkan sebagai surfaktan dalam produk deterjen, kosmetik, tekstil. Senyawa ini dapat dibuat dengan mereaksikan asam lemak dengan senyawa yang mengandung gugus atau atom nitrogen seperti alkanolamina, (Herawan, dkk., 1999).

  Senyawa alkanolamida merupakan senyawa amida dari asam lemak dengan mono, diethanolamin, dengan adanya rantai hidrokarbon dari asam lemak. Senyawa alkanolamida dapat dihasilkan dengan berbagai cara diantaranya adalah dengan cara mereaksikan etanolamina dengan metil ester, asam karboksilat, asil klorida dan dapat juga melalui reaksi alkanolamina dengan anhidrida asam, (Fessenden, 1989).

  Alkanolamida banyak digunakan sebagai bahan foam boosting dan dalam campuran bahan surfaktan lain, yang berguna sebagai cairan pencuci piring dan juga dalam pembuatan shampoo. Selain itu alkanolamida merupakan bahan pelembut rambut, penstabil busa, bahan perekat dan bersama-sama dengan glikol stearat dapat mengkilaukan rambut, (Said dan Salimon, 2001).

2.4 Dietanolamida

  Dietanolamida merupakan surfaktan nonionik, yaitu surfaktan yang molekulnya tak bermuatan, sifat hidrofilik dan hidrofobiknya ditimbulkan oleh adanya gugus eter oksigen dan gugus hidrokarbon. Gugus hidrokarbon terdiri dari ikatan karbon-karbon dan ikatan karbon-hidrogen yang merupakan jenis ikatan nonpolar. Bagian hidrokarbon ini bersifat hidrofobik. Semakin panjang bagian ini maka kelarutannya dalam air akan semakin rendah. Menurut Fessenden (1989), gugus alcohol dan eter terdiri dari molekul polar. Hal ini mengakibarkan gugus eter oksigen bersifat hidrofilik. Proses amidasi yaitu reaksi pembentukan senyawa amida, (Kirk Othmer, 1949).Untuk membuat senyawa dietanolamidia dengan menggunakan dietanolamin melalui reaksi amidasi langsung dengan trigliserida akan menghasilkan senyawa dietanolamidia yang memiliki dua gugus hidroksil (poliol), (Lee,dkk, 2007 ; Anasri, 2009).

  Beberapa spesifikasi produk dietanolamida yang beredar di pasaran memiliki ciri-ciri seperti tertera pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Beberapa sifat produk dietanolamida No Spesifikasi Standar

  a

  1 Ph 8,5-10

  b

  2 Bj 0,995

  c

  3 Kadar Asam Lemak 3 % MAX

  a

  4 Kadar Amida 85 % MIN

  a

  5 Kadar Amina 9 % MAX

  a

  6 Kelembaban 1 % MAX

  b

  7 Wujud Cairan Kuning Jernih (Sumber : Hakim, 2005)

  Dietanolamida pertama kali diperoleh dengan mereaksikan dua mol etanolamina dengan satu mol asam lemak. Senyawa ini diberi nama Kritchevsky amida sesuai nama penemunya. Bahan baku yang digunakan dalam produksi dietanolamida dapat berupa asam lemak, trigliserida atau metil ester. Dietanolamida biasanya diproduksi secara kimia konvensional pada temperatur 150 C selama 6-12 jam (Herawan, dkk., 1999).

2.5 Proses Pembuatan Dietanolamida

  Awalnya percobaan ini dimulai oleh Kritchevsky. Percobaan ini melibatkan reaksi kondensasi dari fatty acid, metil ester, trigliserida, ester, amida, anhirida, dan halida dengan menggunakan alkanolamin. Reaksi ini berlangsung pada suhu 100-300

  o

  C pada tekanan atmosfer. Langkah perbaikan penting dibuat oleh Meade

  o

  menggunakan metil alkosida sebagai katalis pada suhu 100 C, tekanan atmosfer.

  o

  Lebih jauh lagi dibuat oelh Tesoro reaksinya dikondesasi pada suhu 55 – 75 C dengan tekanan vakum 4 – 8 kPa. Schurman membuat alkanolamida dengan proses

  Ada sedikitnya empat jenis yang digunakan untuk menghasilkan nya, yaitu : 1.

   Mereaksin dengan asam lemak

  Tipe pertama dihasilkan dari reaksi monoalkanolamin atau dialkanolamin

  o

  dengan fatty acid dengan rasio perbandingan 1 : 1 pada temperatur 140-160 C.

  CH - CH - OH 2 2 CH - CH - OH 2 2 O R-C-N

  O – C - R 1 HO - HN H-O-H

  O CH - CH - OH 2 2 CH - CH - OH 2 2 Asam Lemak dietanolamin

  Air Dietanolamida

  Tipe kedua adalah jenis Kritchevsky yang dibuat dari alkanolamin dan fatty acid dengan rasio 2 : 1. Produk yang dihasilkan mengandung 60 – 70 % alkanolamida.

  2. Mereaksikan dengan metilester

  Tipe ini yang sering dikenal dengan nama superamida yang dihasilkan dari metil ester dengan rasio 1 : 1. Pada umumnya produk yang dihasilkan mencapai 90 %.

  CH - CH - OH 2 2 CH - CH - OH 2 2 R-C-N CH3OH R-C-O-CH3 HN

  O CH - CH - OH 2 2 CH - CH - OH

  O 2 2 Metilester dietanolamin Metanol

  Dietanolamida 3.

   Reaksi dengan trigliserida

  Produk yang dihasilkan melalui reaksi alkanolamida dan trigliserida dengan alkanolamin dengan hasil sampingnya gliserin. Yang direaksikan pada temperatur

  o

  70-75 C pada tekanan atmosfer dengan bantuan katalis sodium metoksida 0.2 – 0.3 % dimana rasio perbandingannya 1 : 3.

  O .

  OH O – C - R 1 CH - CH - OH 2 2 O CH - CH - OH 2 2

  • 3RC - N
  • R – C – O - HN
  • 2 HO - O

      CH - CH - OH 2 2 CH - CH - OH O 2 2 O – C - R 3 OH

      2.6 Seleksi Proses Trigliserida dietanolamin Dietanolamida Gliserol

      Pada Perancangan pabrik pembuatan dietanolamida, proses yang dipilih adalah dengan mereaksikan dietanolamida dengan trigleserida. Adapun pertimbangan pemilihan proses ini dengan pertimbangan:

      − Ketersediaan Bahan baku trigliserada jumlahnya brlimpah di indonesia khususnya RBDPS (refined, Bleache, Diodorized, and Palm Stearin) turunan minyak sawit. − Penggunaan bahan baku trigliserida RBDPS (refined, Bleache, Diodorized, and Palm Stearin) memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan

      Asam lemak dan Metil ester, karena asam lemak dan Metil ester memerlukan perlakuan terlebih dahulu untuk memperoleh asam lemak dan metilester sehingga bahan baku tersebut lebih mahal. − Memiliki produk samping Gliserol yang menambah pendapatan pabrik dietanolamida nantinya.

    2.7 Sifat – sifat Kimia dan Fisika Bahan Baku

    2.7.1 RBDPs (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin)

      a. Sifat-sifat Fisika o

      1. Titik leleh : 70,1 C

      o

      2. Titik didih : 291 C

      3. Berbentuk padatan

      4. Berwarna putih kekuningan

      5. Berbau khas (Sumber : Perry, 1997 )

      b. Sifat – sifat kimia

      1. Tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dingin, sangat larut dalam alkohol panas, dan eter.

      2. Dengan alkohol membentuk ester asam lemak menurut reaksi esterifikasi biasa.

      3. Rantai alkil (R) bisa berupa rantai karbon jenuh atau tak jenuh.

      4. Ikatan karbon tak jenuh dapat dihidrogenasi membentuk ikatan jenuh.

      5. Ikatan karbon tak jenuh mudah teroksidasi oleh oksigen diudara.

    • 6. Bersifat asam dalam air, dengan air membentuk ion H

      3 O 7. Bereaksi dengan basa membentuk garam.

      (Sumber : Kirk Othmer, 1949)

    2.7.2. Dietanolamin

      a. Sifat – sifat Fisika

      1. Berat molekul : 105,14 g/mol

      3

      2. Densitas : 1.090 g/cm

      3. Titik lebur : 28 °C, 301 K, 82 °F

      4. Titik didih : 268 °C

      

    o

      5. Titik nyala : 166 C

      o

      6. Titik beku : 28 C 7. pH : 11 (Sumber : http : // wikipedia. org/diethanolamine.htm.diakses : 17/02/2012)

      b. Sifat – sifat Kimia

      1. Rumus molekul : (CH

      2 CH

      2 OH)

      2 NH

      2. Berbentuk cairan

      3. Menyebabkan iritasi terhadap kulit, bahan mudah terbakar

      4. Larut dalam air

      5. Membentuk campuran yang dapat meledak dengan udara pada pemanasan terus menerus

      6. Menyebabkan kerusakan mata berat,organ-organ 7. Berbahaya jika ditelan.

      ( Sumber : Dethanolamine lembar data keselamatan bahan, Merck)

    2.7.3 Dietil Eter

    a. Sifat – sifat Fisika

      1. Berat molekul : 72,12 g/mol

      2. Densitas : 0.7134 g/cm³, cair

      3. Titik lebur : −116.3 °C (156.85 K)

      4. Titik didih : 34.6 °C (307.75 K)

      5. Kelarutan dalam air : 6.9 g/100 ml (20 °C)

      6. Viskositas :at 25 °C

      7. Titik nyala : -45 °C (Sumber : http : // wikipedia. org/ dietil eter.htm.diakses : 17/02/2012 &

      Diethyl ether MSDS,Lab-Scan)

      b. Sifat – sifat Kimia

      1. Rumus molekul : (C

      

    2 H

    5 )

      2 O

      2. Digunakan sebagai pelarut ekstrasi cair-cair

      3. Cairan mudah terbakar, jernih, cairan tak bewarna,berbau khas

      4. Berbentuk cairan

      5. Dapat menyebabkan iritasi pada mata dan kulit

      6. Tidak larut dengan air (Sumber : http : // wikipedia. org/ dietil eter.htm.diakses : 17/02/2012 &

      Diethyl ether MSDS, Lab-Scan) ` 2.7.4 Natrium Metoksida a.

       Sifat – sifat Fisika

      1 : 54,03 gr/mol Berat molekul

      2. : 87 C Boiling point

      3. : 14 pH 4. : 29 C

      Titik nyala

      

    (Sumber : Sodium methylate Solution MSDS, Green Catalyst)

      b. Sifat – sifat Kimia

      1. : CH

      3 ONa

      Rumus molekul 2. Berbentuk cairan berwarna putih hingga kuning pucat 3. Berbau soda kaustik 4. Dapat larut dengan baik dalam air 5. Menyebabkan iritasi pada mata dan kulit

      (Sumber : Sodium methylate Solution MSDS, Green Catalyst)

    2.7. Sifat-sifat Produk

    2.7.1 Dietanolamida (RCON(C

      2 H

      4 OH)

    2 )

      1. : Padatan lunak kekuningan Bentuk

      2. : 42 - 47 C Melting point

      3. : 239 – 244 C Boiling point

      4. : > 100 C Flash point

      5. : 5-10 g/ml (18

      C) Kelarutan dalam air

      6. : 0,98 - 0,99 Spesific gravity

      7. : 10 pH

      (Sumber : E. Merck, 2012 & http:www.chemicalland21.com)

    2.7.2. Gliserol

      a. Sifat –sifat fisika :

      1. Berat molekul, (gr / mol) : 92 O

      2. Titik lebur pada 1 atm, ( O

      C) : 17,9

      3. Titik didih pada 1 atm, (

      C) : 290

      3

      4. Densitas, gr / cm : 1,26

      o f

      5. ฀฀฀฀ H (kcal / mol) : 139,8 (Sumber : Perry, 1997 ; Reklaitis, 1983 )

      b. Sifat – sifat Kimia :

      1. Zat cair bening, lebih kental dari air dan rasanya manis

      2. Larut dalam air dan alkohol dengan semua perbandingan

      3. Tidak larut dalam eter, benzena dan kloroform

      4. Senyawa turunan alkohol (polialkohol)dengan tiga gugus OH

      5. Dengan asam nitrat membentuk gliserol trinitrat

      6. Bersifat higroskopis sehingga digunakan sebagai pelembab

      7. Bereaksi dengan kalsium bisulfat membentuk akrolein (Sumber:KirkOthmer,1949;Riegel’s,1985).

    2.8. Deskripsi Proses

      Proses pembuatan dietanolamida dari RBDPs dan dietanolamin dilakukan dalam 3 tahap, yaitu :

    1. Tahap Pengolahan awal 2.

      Tahap Sintesa 3. Tahap Pemurnian Hasil/Produk

      2.7.1. Tahap Pengolahan Awal

      Bahan baku RBDPS disimpan dalam tangki RBDPS (F-110) pada suhu

      o

      75 C . Katalis Natrium Metoksida (NaOCH

      3 ) dilarutkan dengan pelarut metanol

      pada tangki Mixer I (M-140), selanjutnya hasil dari pencampuran dicampurkan dengan dietanolamin dari tangki dietanolamin (F-120) di dalam mixer II (M-150).

      2.7.2 Tahap Sintesa o

      Pada tahap ini RBDPs bersuhu 75 C dari tangki RBDPS (F-110) dan campuran dari Mixer II (M-150) dipompakan kedalam Reaktor (R-210) untuk

      

    o

      direaksikan selama ± 5 jam dengan suhu 75

      C. Oleh karena methanol sifatnya mudah menguap maka uap metanol dikeluarkan melalui katup untuk didinginkan dengan Kondensor 1 (E-211) sehingga akan diperoleh kembali methanol yang disimpan pada tangki penyimpanan (F-220). Setelah proses reaksi dilakukan maka diperoleh produk dietanolamida kasar dan gliserol sebagai hasil samping. Kemudian Dietanolamida kasar dan gliserol ini dipompakan ke separator (H-310) untuk mendapatkan gliserol murni yang nantinya dipompakan ke tangki penyimpanan (F-320). Sementara itu Dietanolamida kasar dan gliserol yang terikut, di pompakan ke tangki pemurnian. Tapi sebelumnya itu, suhunya harus diturunkan melalui cooler (E-312).

      2.7.3 Tahap Pemurnian Hasil / Produk

      Setelah suhunya diturunkan melalui cooler (E-312) . Kemudian dimurnikan kedalam tangki ekstraksi (H-330) dengan penambahan dietil eter sambil diaduk selama ± 30 menit hingga homogen, dimana dietil eter ini akan digunakan untuk memurnikan dietanolamida. Setelah proses pemurnian selesai dilakukan dilanjutkan dengan pemisahan pengotor-pengotor dengan memompakannya kedalam decanter

      

    (H-340) berdasarkan massa jenis. Disini akan terbentuk 2 lapisan, lapisan atas adalah

      campuran dietanolamida dengan dietil eter dan yang bawah campuran natrium metoksida dengan gliserol dan dietanolamin. Kemudian lapisan bawah dibuang ke limbah sementara lapisan atas diambil dan dipompakan ke Vaporizer (V-350) untuk menguapkan dietil eter. Uap dietil eter tersebut melewati Kondensor 2 (E-351) sehingga terjadi perubahan fasa menjadi cair dan ditampung dalam tangki penyimpanan dietil eter sementara (F-360) untuk dipompakan kembali menuju tangki metanol (F-130). Setelah dietil eter diuapkan maka diperoleh Dietanolamida yang lebih murni lalu dipompakan ke tangki penyimpanan (F-370).