hukum dan islam di maroko

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Maroko adalah sebuah negara kerajan yang terletak di bagian barat laut afrika.
Penduduk asli Maroko adalah Berber, yaitu mastarakat kulit putih dari afrika utara.
Mereka konon masih mempunyai garis keturunan dengan Rasululloh dan merupakan
penganut agama Islam bermadzhab Maliki. Bahasa yang di miliki dan yang menjadi
bhasa kebudayaan mereka yaitu bahasa Arab. Adapun jumlah penduduk yang ada
pada pertengahan tahun 1991 berjumlah sekitar 27 juta jiwa dan lebih dari 99%
adalah Muslim Sunni. Penganut agama yahudi hanya kira-kira kurang dari 8000
orang yang sebagian bertempat di Casablanca dan di kota-kota pesisir. Demikian
pendahuluan yang dapat kami uraikan untuk lebih jelas lagi kami akan menguraikan
kehidupan hukum islam yang terdapat di negara Maroko pada umumnya.
B. Rumusan Masalah
Pada makalah ini pemakalah akan membahas tentang bagaimana keadaan
hukum islam yang berkembang di Maroko.

1

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sekilas Tentang Maroko
1. Letak Geografis Maroko
Kerajaan Maroko adalah sebuah negara dengan luas daratan 710, 850 km2.
terletak di ujung utara bagian barat benua Afrika. Membentang luas dari utara,
berbatasan dengan laut Mediterania, dan dari Barat oleh Samudra Atlantik (dengan
garis pantai yang panjangnya lebih dari 3000 Km), dan dipisahkan dari Benua Eropa
oleh Selat Gibraltar atau yang dulu dikenal dengan Selat Jabal Thoriq (14 Km –
berseberangan langsung dengan Spanyol). Dan berbatasan dengan Mauritania di
Selatan, Dan Al-jazair di Timur.1
2. Sistem Pemerintahan dan Tata Administrasi
Sebagai negara muslim berdaulat, Kerajaan Maroko berbentuk monarki
demokratis, sosial dan konstitusional, diatur oleh konstitusi tahun 1972 yang telah
diamandemen pada tahun 1980, tahun 1992, dan pada bulan september 1996.
1

http://id.wikipedia.org/wiki/Maroko

2

Raja yang berkuasa sekarang bernama Muhammad VI lahir di kota Rabat

Maroko. pada

tanggal 21

Agustus 1963, anak

kedua

pasangan Raja

Hassan

II dan Lalla Latifa Hammou dari sebuah keluarga Berber yang ternama. Ia menerima
gelar mahkota kerajaan pada 23 Juli 1999 setelah sang ayah wafat. Maka Beliau pun
merupakan raja ke-23 dari Dinasti Alaoui (dinasti ini berkuasa sejak abad ke-17 M).
Kursi parlemen terdiri dari dari: Dewan perwakilan rakyat (DPR) yang dipilih
melalui pemilihan umum langsung, dan Dewan Pertimbangan yang dipilih melalui
pemilihan tidak langsung.
Pemerintah yang terdiri dari Perdana Menteri dan Menteri, bertanggungjawab
kepada Raja dan DPR. Setelah pengangkatan anggota anggota pemerintah oleh Raja,

Perdana Menteri menyampaikan program yang akan dilakukan.
Sedangkan secara administratif, Kerajaan Maroko menjadikan Rabat sebagi
ibu kota kerajaan (kota inipun sekarang dikenal dengan kota administarsinya
Maroko). Kerajaan terdiri dari 16 provinsi yang dibagi kedalam 18 wilayah. Yang
kemudian dibagi menjadi daerah-daerah kecil dan komunitas, termasuk 1.547
komunitas perkotaan dan pedesaan.2
B. Hukum Islam di Maroko

2

http://vkusral.blogspot.com/2011/03/national-anthem-of-marocco.html

3

1. Maroko melegalkan aborsi untuk kasus perkosaan dan perkawinan
sedarah
RABAT - Pemerintah Maroko akan mengizinkan aborsi untuk kasus
pemerkosaan dan perkawinan sedarah atau inses. Hal itu diumumkan pihak kerajaan
kemarin setelah isu aborsi memicu perdebatan sengit di negara Afrika Utara itu.
“Akan diizinkan dalam kasus kehamilan hasil dari perkosaan dan inses atau cacat

serius dan penyakit yang tidak dapat disembuhkan pada janin,” bunyi pernyataan
kerajaan.
Keputusan itu muncul setelah para menteri dan otoritas lembaga Islam serta
Presiden Dewan Nasional Hak Asasi Manusia (CNDH) memberikan pendapat
mereka. Keputusan itu menyatakan bahwa, legalisasi aborsi hanya berlaku pada
beberapa kasus saja.
Pada bulan Maret 2015, Menteri Kesehatan Maroko, El Hossein Louardi,
telah mendesak adanya revisi hukum tentang aborsi untuk kasus pemerkosaan dan
inses.
Sebelum muncul keputusan yang melegalkan aborsi untuk kasus tertentu,
negara berpenduduk 34 juta tersebut menyatakan aborsi sebagai tindakan ilegal. Bagi
orang-orang yang terlibat dalam aborsi bisa dihukum satu hingga lima tahun penjara.
Menurut AFP, Sabtu (16/5/2015),meskipun tidak ada angka resmi, namun
diperkirakan antara 600 dan 800 kasus aborsi terjadi di Maroko setiap hari. Rata-rata
para pelaku aborsi dalam kondisi yang memprihatinkan.

4

2. Aborsi Menurut Hukum Islam
Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam

Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau
sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu
setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha)
sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi
dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya
mengharamkannya.3
Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad
Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada
makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan
karena janin sedang mengalami pertumbuhan.4
Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w.
1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin.
Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat
bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah
haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami
pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang
bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin
3

Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, (Jakarta : Haji Masagung,

1993). hlm. 81
4
M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer
Hukum Islam, halaman 57

5

jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih
besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau
dibunuh.5
Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan
aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa
peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. 6 Abdullah bin Mas’ud
berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40
hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula,
kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh
kepadanya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi)
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram,
karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam

kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil
syar’i berikut. Firman Allah SWT :
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan
memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (QS Al An’aam : 151)

5

M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer
Hukum Islam, halaman 57 Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad
Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi
Hukum Islam Masa Kini, halaman 77-79).
6

6

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan
memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (QS Al Isra` : 31 )
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)
melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).” (QS Al Isra` : 33)
“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia

dibunuh.” (Q.S At-Takwir : 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang
bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi
itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.
Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di
atas, para fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi menurut pendapat
Abdul Qadim Zallum (1998) dan Abdurrahman Al Baghdadi (1998), hukum syara’
yang lebih rajih (kuat) adalah sebagai berikut. Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat
puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat
permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya
sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniu¬pan ruh ke dalam janin.
Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka
hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. (Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem
Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung,
Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, halaman 45-56; Abdurrahman Al

7

Baghdadi, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman 129 ).


Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari
atau 40 malam adalah hadits Nabi SAW berikut :
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka
Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia
membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang
belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah),’Ya Tuhanku, apakah dia
(akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan ?’ Maka Allah kemudian
memberi keputusan…” (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud RA)
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda :
“(jika nutfah telah lewat) empat puluh malam…”
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan
penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah sete¬lah melewati 40 atau 42 malam.
Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap
janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya
(ma’shumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan
terhadapnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun
dokter, diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah
berumur 40 hari.
Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah


8

berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran
diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan, atau
sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan
dalam hadits shahih dalam masalah tersebut. Rasulullah SAW bersabda :
“Rasulullah SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang
perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu
seorang budak laki-laki atau perempuan…” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu
Hurairah RA) (Abdul Qadim Zallum, 1998).
Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka
hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam
rahim belum menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah
(gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri
minimal sebagai manusia.
Di samping itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum
dapat disamakan dengan ‘azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya kehamilan. ‘Azl dilakukan oleh seorang laki-laki yang tidak menghendaki
kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab ‘azl merupakan tindakan mengeluarkan

sperma di luar vagina perem¬puan. Tindakan ini akan mengakibatkan kematian sel
sperma, sebagaimana akan mengakibatkan matinya sel telur, sehingga akan
mengakibatkan tiadanya pertemuan sel sperma dengan sel telur yang tentu tidak akan
menimbulkan kehamilan.

9

Rasulullah SAW telah membolehkan ‘azl kepada seorang laki-laki yang
bertanya kepada beliau mengenai tindakannya menggauli budak perempuannya,
sementara dia tidak mengingin¬kan budak perempuannya hamil. Rasulullah SAW
bersabda kepadanya : “Lakukanlah ‘azl padanya jika kamu suka ! ” (HR. Ahmad,
Muslim, dan Abu Dawud).
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan
janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan
bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan
janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan
mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah
sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT : “Barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS Al Maidah : 32)
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya
pengobatan. Sedangkan Rasu¬lullah SAW telah memerintahkan umatnya untuk
berobat. Rasulullah Saw bersabda :
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan
pula obatnya. Maka berobatlah kalian !” (HR. Ahmad)
Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan :
“Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi akhaffihima”

10

“Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih
ringan madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al
Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, Halaman 35).
Berdasarkan

kaidah

ini,

seorang

wanita

dibolehkan

menggugurkan

kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun
ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu
mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan
kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan
kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa
ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin
tersebut (Abdurrahman Al Baghdadi, 1998).
Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel
telur dengan sel sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan,
adalah pendapat yang tidak kuat. Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud
setelah pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma itu
sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel itu belum
bertemu. Kehidupan (al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam kitabnya Naqdh Al
Isytirakiyah Al Marksiyah (1963) halaman 85 adalah “sesuatu yang ada pada
organisme hidup.” (asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi).
Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam sel telur dan sel sperma (yang
masih baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat kehidupan, sebab jika dalam sel

11

sperma dan sel telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan
sel telur oleh sel sperma. Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya terdapat dalam sel
telur dan sel sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanya ada setelah
pembuahan.
Berdasarkan penjelasan ini, maka pendapat yang mengharamkan aborsi
setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan,
adalah pendapat yang lemah, sebab tidak didasarkan pada pemahaman fakta yang
tepat akan pengertian kehidupan (al hayah). Pendapat tersebut secara implisit
menyatakan bahwa sebelum terjadinya pertemuan sel telur dan sel sperma, berarti
tidak ada kehidupan pada sel telur dan sel sperma. Padahal faktanya tidak demikian.
Andaikata katakanlah pendapat itu diterima, niscaya segala sesuatu aktivitas yang
menghilangkan kehidupan adalah haram, termasuk ‘azl. Sebab dalam aktivitas ‘azl
terdapat upaya untuk mencegah terjadinya kehidupan, yaitu maksudnya kehidupan
pada sel sperma dan sel telur (sebelum bertemu). Padahal ‘azl telah dibolehkan oleh
Rasulullah SAW. Dengan kata lain, pendapat yang menyatakan haramnya aborsi
setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan,
akan bertentangan dengan hadits-hadits yang membolehkan ‘azl.

12

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aborsi bukan sekedar masalah medis atau kesehatan masyarakat, namun juga
problem sosial yang muncul karena manusia mengekor pada peradaban Barat. Maka
pemecahannya haruslah dilakukan secara komprehensif-fundamental-radikal, yang
intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada peradaban Barat dengan
menghancurkan segala nilai dan institusi peradaban Barat yang bertentangan dengan
Islam, untuk kemudian digantikan dengan peradaban Islam yang manusiawi dan adil.
Hukum aborsi dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika
umur kehamilannya sudah 4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin.
Untuk janin yang berumur di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat. Jadi
ini memang masalah khilafiyah. Namun menurut pemahaman kami, pendapat yang
rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat

13

puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin,
maka hukumnya haram. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum
mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa.

REFERENSI
 Abduh, Ghanim, 1963, Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah, t.p., t.tp
 Al Baghdadi, Abdurrahman, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Gema
Insani Press, Jakarta
 Hakim, Abdul Hamid,1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al
Qawa’id Al Fiqhiyah, Sa’adiyah Putera, Jakarta
 Hasan, M. Ali, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah
Kontemporer Hukum Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta
 Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi
Hukum Islam Masa Kini, Kalam Mulia, Jakarta
 Uman, Cholil, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad
Modern, Ampel Suci, Surabaya
 Zallum, Abdul Qadim, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam
Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung,
Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, Al-Izzah, Bangil
14

 Zuhdi, Masjfuk, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Haji
Masagung, Jakarta

15

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24