PEMETAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN BANYUMAS

  

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

  

Oleh

a b c

  

Ratna Setyawati Gunawan , Emmy Saraswati , dan Nunik Kadarwati

a,b,c Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRAK

  Penelitian ini memiliki tujuan untuk (1) mengukur besarnya indikator identifikasi pangan di Kabupaten Banyumas, (2) menentukan status ketahanan pangan untuk setiap kecamatan di Kabupaten Banyumas. Penelitian ini mengikuti pedoman dari A Food Security and Vulnerability

  

Atlasof Indonesia tahun2009, untuk mengukur ketahanan pangan, yang dalam hal ini digunakan

  kerawanan pangan.Berdasarkan hasil perhitungan indeks akses pangan, sebagian kecamatan masih berada dikategori sangat tahan pangan yaitu sebanyak 23 kecamatan (85,19 persen), masuk kategori agak rawan pangan ada 2 kecamatan (7,41 persen), dan masuk kategori tahan pangan dan sangat rawan pangan masing-masing berjumlah 1 kecamatan (3,7 persen).Berdasarkan data indeks akses pangan diketahui bahwa jumlah kecamatan di Kabupaten Banyumas yang masuk kategori rawan pangan ada sebanyak 2 kecamatan (7,41 persen), sedangkan yang masuk kategori agak rawan pangan ada sebanyak 6 kecamatan (22,22 persen). Adapun jumlah kecamatan yang masuk kategori sangat tahan pangan ada sebanyak 2 kecamatan (7,41 persen), masuk kategori tahan pangan ada 4 kecamatan (14,81 persen), dan cukup tahan pangan ada 13 kecamatan (48,15 persen).Berdasarkan indeks kesehatan dan gizi Kecamatan di Kabupaten Banyumas hanya terdiri dari 2 kategori yaitu tahan pangan dan sangat tahan pangan. Jumlah kecamatan yang masuk kategori sangat tahan pangan berjumlah 23 kecamatan (85,19 persen) dan tahan pangan berjumlah 4 kecamatan (14,81 persen).Berdasarkan indeks kerawanan pangan, sebagian besar kecamatan di Kabupaten Banyumas masuk kategori tahan pangan. Perinciannya adalah 7 kecamatan (25,93 persen) masuk kategori sangat tahan pangan, 18 kecamatan (66,67 persen) masuk kategori tahan pangan dan 2 kecamatan (7,41 persen) masuk kategori cukup tahan pangan. Kabupaten Banyumas memiliki indeks gabungan kerawanan pangan 0,06 yang artinya masuk dalam kategori sangat tahan pangan. Kata kunci: ketersediaan pangan, akses pangan, kerawanan pangan

ABSTRACT

  This study aims to (1) measure the magnitude of food identification indicators in Banyumas District, (2) to determine food security status for each sub-district in Banyumas Regency. This study follows the guidelines of FSVA (A Food Security and Vulnerability Atlas) of Indonesia in 2009, to measure food security, which in this case is used food insecurity. Based on the calculation of food access index, some sub-districts are still categorized as very food resistant that is 23 sub- districts (85.19 percent), into the category of food insecurity there are 2 sub-districts (7.41 percent), and is categorized as food resistant and very vulnerable each food amounted to 1 district (3.7 percent). Based on the data of food access index, it is known that the number of sub-districts in Banyumas Regency included in the category of food insecurity are 2 sub-districts (7.41 percent), while in the category of food insecurity, there are 6 sub-districts (22.22 percent). The number of sub-districts included in the category of very food resistant there are as many as 2 sub-districts (7.41 per cent), there are 4 sub-districts (14.81 per cent), and enough food-resistant are 13 kecamatan (48.15 per cent). Based on health index and nutrition of Sub-District in Banyumas

  Regency only consist of 2 categories that is food resistant and very food resistant. The number of sub-districts included in the food-resistant category is 23 sub-districts (85.19 percent) and food security is 4 sub-districts (14.81 percent). Based on the food insecurity index, most districts in Banyumas Regency are included in the foodstuff category. The details are 7 sub-districts (25.93 percent) included in the category of highly food-resistant, 18 sub-districts (66.67 percent) included in the foodstuff category and 2 sub-districts (7.41 percent) included in the food-resistant category. Banyumas Regency has a combined food insecurity index of 0.06, which means it is categorized as very food resistant. Keywords: food availability, food access, food insecurity

PENDAHULUAN

  Kabupaten Banyumas merupakan salah satu dari 35 kabupaten/kota yang berada di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah tahun 2016, diketahui bahwa pada tahun 2014, tingkat kemiskinan Kabupaten Banyumas sebesar 17,45 persen. Tingkat kemiskinan ini berada di atas tingkat kemiskinan Provinsi Jawa Tengah yang sebesar 13,58 persen, dan tingkat kemiskinan Indonesia yang sebesar 10,96 persen. Tingginya angka tingkat kemiskinan ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Banyumas masih banyak penduduk yang masuk dalam kategori miskin.

  Tingginya tingkat kemiskinan dapat dijadikan indikasi menurunnya tingkat kesejahteraan yang berarti pula menurunnya tingkat atau berubahnya pola konsumsi masyarakat (Sukiyono, Cahyadinata, dan Sritoyo,2008). Secara sederhana, kemiskinan diartikan sebagai sebuah keadaan dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu kebutuhan akan pangan (Hermanto, 1995).

  Konsep ketahanan pangan pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat global pada Konferensi Pangan Dunia yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1974 (Gartaula, Patel, Johnson, dkk, 2017). Sejak itu, sudah ada perdebatan tentang konseptualisasi dan pengukuran ketahanan pangan. Definisi tahun 1970an tentang ketahanan pangan dipengaruhi oleh fluktuasi pasokan makanan karena kendala produksi dan ketidakstabilan harga pangan (FAO, 1974). Yaro (2004) membagi tiga pendekatan ketahanan pangan yaitu food availabilityapproach, the livelihood and entitlement approach , dan the food sovereignty approach.

  Pendekatan food availability menyatakan bahwa penyebab utama kerawanan pangan adalah kurangnya makanan. Oleh karena itu pendekatan ini menekankan pada peningkatan produksi dan penyimpanan biji-bijian makanan di tingkat regional dan nasional. Pendekatan the

  

livelihood and entitlement didasarkan pada premis bahwa kelaparan dan malnutrisi disebabkan

  tidak hanya oleh kekurangan persediaan makanan tetapi juga oleh kurangnya daya beli untuk memenuhi kebutuhan pangan. Pendekatan food sovereignty menekankan pada kedaulatan pangan salah satunya ketika petani kecil memiliki akses terhadap tanah dan hak berdaulat untuk memilih, mengolah, mengkonsumsi, menukar tanaman mereka sendiri.

  Adapun definisi ketahanan pangan menurut Food and Agriculture Organization (FAO, 1996) adalah suatu kondisi dimana orang secara fisik dan ekonomi mampu dan memiliki akses terhadap pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup, aman, dan sehat untuk memenuhi kebutuhan dan pilihannya. Badan Ketahanan Pangan (dalam Purwantini, 2014) mendefinisikan bahwa kerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat atau rumah tangga, pada waktu tertentu untuk me-menuhi standar kebutuhan fisiologis bagi per- tumbuhan dan kesehatan masyarakat. Terdapat dua jenis kondisi rawan pangan, yaitu yang bersifat kronis (chronical food insecurity) dan yang bersifat sementara (transitory food insecurity).

  Rawan pangan kronis adalah ketidakmampuan rumah tangga untuk memenuhi standar minimum kebutuhan pangan anggotanya pada periode yang lama karena keterbatasan kepemilikan lahan, asset produktif, dan kekurangan pendapatan. Sementara itu, rawan pangan transien (sementara) adalah suatu keadaan rawan pangan yang bersifat mendadak dan sementara. Kerawanan pangan sementara yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan menurunnya kualitas penghidupan rumah tangga, menurunnya daya tahan, dan bahkan bisa berubah menjadi kerawanan pangan kronis.

  Di Kabupaten Banyumas, kebutuhan pangan identik dengan pemenuhan beras sebagai makanan pokok. Walaupun Kabupaten Banyumas pada tahun 2013 pernah berhasil meraih penghargaan Adhi Bhakti Pangan Nusantara dari Gubernur Jawa Tengah dan Adhikarya Pangan Nusantara dari Presiden Republik Indonesia atas hasil capaian kinerja pada pembangunan ketahanan pangan, namun berdasarkan data dari www.rri.co.id (2017), terdapat 1.265 keluarga di Kabupaten Banyumas terindikasi dalam kategori rawan pangan yang tersebar di berbagai kecamatan. Hal ini menunjukan bahwa adanya ketersediaan pangan belum menjamin adanya ketahanan pangan, mengingat ketersediaan pangan hanyalah salah satu komponen dari beberapa komponen pembentuk indeks ketahanan pangan.

  Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengukur besarnya indikator identifikasi pangan di Kabupaten Banyumas, (2) menentukan status ketahanan pangan untuk setiap kecamatan di Kabupaten Banyumas.

METODE PENELITIAN

  Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Oktober 2017 dan dilakukan di 27 kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Banyumas. Metode pengumpulan data dalam penulisan ini adalah (1) metode survei yaitu dilakukan dengan teknik wawancara kepada pihak yang kompeten seperti Dinas Pertanian dan Ketahanan

  Pangan serta Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas; (2) metode dokumentasi yaitu dengan menelaah data yang bersumber dari jurnal dan publikasi dari dinas terkait.

  Penelitian ini mengikuti pedoman dari FSVA (A Food Security and Vulnerability Atlas) of

  pangan. Ada dua jenis kerawanan yaitu kerawanan kronis dan kerawanan pangan sementara. Dalam pelaksanaan penelitian, terdapat keterbatasan data di bagian kerawanan pangan sementara. Oleh karena itu, penelitian ini hanya menggunakan indikator kerawanan kronis yang jumlahnya ada 10 indikator. Adapun indikator keraw anan pangan sementara yang terdiri dari 4 indikator yaitu: (1) persentase daerah berhutan, (2) persentase daerah puso, (3) daerah rawan longsor dan bankir, (4) penyimpangan curah hujan, tidak digunakan.

  Kesepuluh indikator kerawanan kronis tersebut adalah (1) aspek ketersediaan: konsumsi normatif; (2) aspek akses pangan dan mata pencaharian: keluarga miskin, tidak ada akses listik, desa yang tidak dilalui kendaraan roda empat; (3) aspek kesehatan dan gizi: wanita buta huruf, umur harapan hidup, tingkat kematian bayi, penduduk tinggal lebih dari 5 km dari puskesmas. Secara mendetail indikator ini dapat dijabarkan di Tabel 1.

  

Tabel 1. Kategori, Indikator, Definisi, dan Sumber Data Variabel Pembentuk Indeks

Ketahanan Pangan

  Kategori Indikator Definisi Sumber Data Ketersediaan pangan

Produksi padi, jagung

  1. Konsumsinormatif per kapita terhadap rasio ketersediaan bersih padi, jagung, singkong, ubi jalar 1.

  singkong, dan ubi jalar pada tingkat kecamatan dihitung dengan menggunakan faktor konversi standar. Kemudian dihitung total produksi serealia yang layak dikonsumsi.

  Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Banyumas 2.

  

Indonesia tahun2009, untuk mengukur ketahanan pangan, yang dalam hal ini digunakan kerawanan

  Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Banyumas 3.

Ketersediaan bersih serealia per kapita dihitung dengan

  Akses pangan

  1. Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan

  Nilai rupiah pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan yaitu konsumsi pangan dan non pangan yang dibutuhkan oleh seorang individu untuk hidup

  BPS Kabupaten Banyumas

  Konsumsi normatif serealia/hari/kapita adalah 300 gram/orang/hari, kemudian dihitung rasio konsumsi normatif perkapita terhadap ketersediaan bersih serealia perkapita.

  membagi total ketersediaan serealia kecamatan dengan jumlah populasinya.Data bersih serealia dari perdagangan dan impor tidak diperhitungkan karena data tidak tersedia di tingkat kecamatan. secara layak. 2. desa Lalu lintas antar desa yang tidak

  Persentase yang tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda memiliki akses empat. penghubung yang memadai

  3. Persentase rumah tangga yang Persentase penduduk tanpa tidak mempunyai akses akses listrik terhadaplistrik PLN atau non PLN.

  Kesehatan 1. harapan Perkiraan lama hidup rata-rata Dinas Kesehatan Angka dan gizi hidup saat lahir penduduk dengan asumsi tidak Kabupaten ada perubahan pola mortalitas Banyumas menurut umur

  2. Anak dibawah 5 tahun yang berat Dinas Kesehatan Berat badan balita dibawah standar badannya kurang dari 2 standar Kabupaten deviasi dari berat badan normal Banyumas pada usia dan jenis kelamin tertentu

  3. buta Persentase perempuan diatas 15 BAPPEDA Perempuan huruf tahun yang tidak dapat membaca Kabupaten dan menulis Banyumas

  4. kematian Jumlah bayi yang meninggal Dinas Kesehatan Angka bayi sebelum mencapai usia 12 bulan Kabupaten per 1000 kelahiran hidup pada Banyumas tahun tertentu

  5. Persentase rumah tangga yang (BAPPEDA) Penduduk tanpa ke air bersih tidak menggunakan air minum Kabupaten yang berasal dari air mineral, air Banyumas ledeng, PAM, pompa air, sumur, atau mata air terlindung

  6. Persentase rumah tangga yang BAPPEDA Persentase penduduk yang tinggal pada jarak lebih dari 5 km Kabupaten tinggal lebih dari 5 dari fasilitas kesehatan (rumah Banyumas km dari puskesmas sakit, klinik, puskesmas, dokter, juru rawat, bidan.)

  Adapun formula untuk menghitung indeks FIA adalah menentukan nilai akan dilakukan dengan menghitung indeks dimana rumus indeks adalah : Indeks =

X ij = nilai ke-j dari indikator ke-i “min” dan “max” = nilai minimum dan maksimum dari indikator tersebut

  Selanjutnya indeks komposit diperoleh dihitung dengan cara sebagai berikut :

  I KR = 1/3 x (I K + I A + I P ) Dimana :

  I Indeks Gabungan Kerawanan Pangan KR

  I K = Indeks Ketersediaan Pangan I = Indeks Akses Pangan dan Mata Pencaharian A

  I p = Indeks Kesehatan dan Gizi n = Jumlah indikator Dalam penentuan suatu wilayah (Kecamatan) termasuk dalam kategori ketahanan pangan yang mana, maka semua aspek dapat dilihat range indeksnya yaitu:

  Banyumas 0,13 Sangat tahan pangan Kembaran 0,03 Sangat tahan pangan

  Wangon 0,04 Sangat tahan pangan Lumbir 0,02 Sangat tahan pangan

  Jatilawang 0,03 Sangat tahan pangan Gumelar 0,00 Sangat tahan pangan

  Rawalo 0,02 Sangat tahan pangan Pekuncen 0,02 Sangat tahan pangan

  Kebasen 0,07 Sangat tahan pangan Cilongok 0,07 Sangat tahan pangan

  Kemranjen 0,04 Sangat tahan pangan Karang Lewas 0,17 Tahan pangan

  Sumpiuh 0,04 Sangat tahan pangan Kedung Banteng 0,09 Sangat tahan pangan

  Tambak 0,00 Sangat tahan pangan Baturraden 0,08 Sangat tahan pangan

  Somagede 0,06 Sangat tahan pangan Sumbang 0,05 Sangat tahan pangan

  Patikraja 0,05 Sangat tahan pangan Sokaraja 0,08 Sangat tahan pangan

  >0,80 Sangat rawan pangan 0,64 - < 0,80 Rawan pangan 0,48 - < 0,64 Agak rawan pangan 0,32 - < 0,48 Cukup tahan pangan 0,16 - < 0,32 Tahan pangan <0,16 Sangat tahan

  Kalibagor 0,04 Sangat tahan pangan Pwt Selatan 0,56 Agak rawan pangan

  Purwojati 0,01 Sangat tahan pangan Pwt Barat 0,59 Agak rawan pangan

  Ajibarang 0,07 Sangat tahan pangan Pwt Timur 1,00 Sangat rawan pangan

  Kategori Pwt Utara 0,02 Sangat tahan pangan

  Kategori Kecamatan Indeks Ketersedian Pangan

  Kecamatan Indeks Ketersediaan Pangan

  Tabel 2. Aspek Ketersediaan Pangan Tingkat Kabupaten Banyumas

  Dari formula tersebut diatas diperoleh hitungan dari masing-masing indeks yaitu sebagai berikut:

  Dari Tabel 2 diketehui bahwa untuk wilayah Kabupaten Banyumas, sebagian kecamatan masih berada dikategori sangat tahan pangan yaitu sebanyak 23 kecamatan (85,19 persen). Adapun jumlah kecamatan yang masuk kategori agak rawan pangan ada 2 kecamatan (7,41 persen) dan jumlah kecamatan yang masuk dalam kategori tahan pangan dan sangat rawan pangan masing- masing berjumlah 1 kecamatan (3,7 persen). Adapun perhitungan indeks akses pangan dapat dilihat di Tabel 3.

  Tabel 3. Indeks Akses Pangan

  Tambak 0,55 Agak rawan pangan Baturraden 0,33 Cukup tahan pangan

  Berdasarkan data indeks akses pangan seperti yang ditampilkan Tabel 3 diketahui bahwa jumlah kecamatan di Kabupaten Banyumas yang masuk dalam kategori rawan pangan ada sebanyak 2 kecamatan (7,41 persen), sedangkan yang masuk dalam kategori agak rawan pangan ada sebanyak 6 kecamatan (22,22 persen). Adapun jumlah kecamatan yang masuk dalam kategori sangat tahan pangan ada sebanyak 2 kecamatan (7,41 persen), jumlah kecamatan yang masuk kategori tahan pangan ada 4 kecamatan (14,81 persen), dan cukup tahan pangan ada 13 kecamatan (48,15 persen).

  Wangon 0,32 Cukup tahan pangan Lumbir 0,48 Agak rawan pangan

  Jatilawang 0,44 Cukup tahan pangan Gumelar 0,34 Cukup tahan pangan

  Rawalo 0,37 Cukup tahan pangan Pekuncen 0,51 Agak rawan pangan

  Kebasen 0,42 Cukup tahan pangan Cilongok 0,72 Rawan pangan

  Kemranjen 0,29 Tahan pangan Karang Lewas 0,40 Cukup tahan pangan

  Sumpiuh 0,45 Cukup tahan pangan Kedung Banteng 0,42 Cukup tahan pangan

  Somagede 0,52 Agak rawan pangan Sumbang 0,51 Agak rawan pangan

  Kecamatan Indeks Akses Pangan

  Banyumas 0,29 Tahan pangan Kembaran 0,25 Tahan pangan

  Patikraja 0,40 Cukup tahan pangan Sokaraja 0,19 Tahan pangan

  Kalibagor 0,38 Cukup tahan pangan Pwt Selatan 0,05 Sangat tahan pangan

  Purwojati 0,44 Cukup tahan pangan Pwt Barat 0,50 Agak rawan pangan

  Ajibarang 0,38 Cukup tahan pangan Pwt Timur 0,05 Sangat tahan pangan

  Kategori Pwt Utara 0,48 Rawan pangan

  Kategori Kecamatan Indeks Akses Pangan

  Indeks kesehatan dan gizi tiap kecamatan di Kabupaten Banyumas dapat dilihat pada Tabel 4.

  Tabel 4. Indeks Kesehatan dan Gizi

  Kemranjen 0,11 Sangat tahan pangan Karang Lewas 0,09 Sangat tahan pangan

  Purwojati 0,17 Tahan pangan Pwt Barat 0,24 Tahan pangan Kalibagor 0,16 Tahan pangan Pwt Selatan 0,20 Tahan pangan Patikraja 0,16 Tahan pangan Sokaraja 0,10 Sangat tahan pangan

  Kategori Pwt Utara 0,17 Tahan pangan Ajibarang 0,18 Tahan pangan Pwt Timur 0,35 Cukup tahan pangan

  Kategori Kecamatan Indeks Akses Pangan

  Kecamatan Indeks Akses Pangan

  Tabel 5. Indeks Gabungan Kerawanan Pangan

  Dari Tabel 4 diketahui bahwa berdasarkan Indeks Kesehatan dan Gizi Kecamatan di Kabupaten Banyumas hanya terdiri dari 2 kategori yaitu tahan pangan dan sangat tahan pangan. Jumlah kecamatan yang masuk dalam kategori sangat tahan pangan berjumlah 23 kecamatan (85,19 persen) dan tahan pangan berjumlah 4 kecamatan (14,81 persen). Adapun indeks gabungan kerawanan pangan dapat dilihat pada Tabel 5.

  Wangon 0,05 Sangat tahan pangan Lumbir 0,12 Sangat tahan pangan

  Kebasen 0,05 Sangat tahan pangan Cilongok 0,17 Tahan pangan Rawalo 0,03 Sangat tahan pangan Pekuncen 0,16 Tahan pangan Jatilawang 0,01 Sangat tahan pangan Gumelar 0,11 Sangat tahan pangan

  Sumpiuh 0,16 Tahan pangan Kedung Banteng 0,05 Sangat tahan pangan

  Kecamatan Indeks Akses Pangan

  Tambak 0,08 Sangat tahan pangan Baturraden 0,04 Sangat tahan pangan

  Somagede 0,12 Sangat tahan pangan Sumbang 0,05 Sangat tahan pangan

  Banyumas 0,18 Tahan pangan Kembaran 0,04 Sangat tahan pangan

  Patikraja 0,03 Sangat tahan pangan Sokaraja 0,02 Sangat tahan pangan

  Kalibagor 0,04 Sangat tahan pangan Pwt Selatan 0,00 Sangat tahan pangan

  Purwojati 0,05 Sangat tahan pangan Pwt Barat 0,00 Sangat tahan pangan

  Ajibarang 0,07 Sangat tahan pangan Pwt Timur 0,00 Sangat tahan pangan

  Kategori Pwt Utara 0,12 Sangat tahan pangan

  Kategori Kecamatan Indeks Akses Pangan

  Banyumas 0,20 Tahan pangan Kembaran 0,11 Sangat tahan Somagede 0,23 Tahan pangan pangan Sumbang 0,21 Tahan pangan Tambak 0,21 Tahan pangan Baturraden 0,15 Sangat tahan Sumpiuh 0,22 Tahan pangan pangan Kedung Banteng 0,19 Tahan pangan Kemranjen 0,15 Sangat tahan pangan Karang Lewas 0,22 Tahan pangan Kebasen 0,18 Tahan pangan Cilongok 0,32 Cukup tahan Rawalo 0,14 Sangat tahan pangan pangan Pekuncen 0,23 Tahan pangan Jatilawang 0,16 Tahan pangan Gumelar 0,15 Sangat tahan Wangon 0,14 Sangat tahan pangan pangan Lumbir 0,21 Tahan pangan

  Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa sebagian besar kecamatan di Kabupaten Banyumas masuk didalam kategori tahan pangan. Perinciannya adalah 7 kecamatan (25,93 persen) masuk dalam kategori sangat tahan pangan, 18 kecamatan (66,67 persen) masuk dalam kategori tahan pangan dan 2 kecamatan (7,41 persen) masuk dalam kategor cukup tahan pangan.

  Adapun untuk Kabupaten Banyumas secara keseluruhan, memiliki indeks gabungan kerawanan pangan 0,06 yang artinya masuk dalam kategori sangat tahan pangan.

KESIMPULAN

  Berdasarkan hasil perhitungan indeks akses pangan, sebagian kecamatan masih berada dikategori sangat tahan pangan yaitu sebanyak 23 kecamatan (85,19 persen), masuk kategori agak rawan pangan ada 2 kecamatan (7,41 persen), dan masuk dalam kategori tahan pangan dan sangat rawan pangan masing-masing berjumlah 1 kecamatan (3,7 persen).

  Berdasarkan data indeks akses pangan diketahui bahwa jumlah kecamatan di Kabupaten Banyumas yang masuk dalam kategori rawan pangan ada sebanyak 2 kecamatan (7,41 persen), sedangkan yang masuk dalam kategori agak rawan pangan ada sebanyak 6 kecamatan (22,22 persen). Adapun jumlah kecamatan yang masuk dalam kategori sangat tahan pangan ada sebanyak 2 kecamatan (7,41 persen), masuk kategori tahan pangan ada 4 kecamatan (14,81 persen), dan cukup tahan pangan ada 13 kecamatan (48,15 persen).

  Berdasarkan indeks kesehatan dan gizi Kecamatan di Kabupaten Banyumas hanya terdiri dari 2 kategori yaitu tahan pangan dan sangat tahan pangan. Jumlah kecamatan yang masuk dalam kategori sangat tahan pangan berjumlah 23 kecamatan (85,19 persen) dan tahan pangan berjumlah 4 kecamatan (14,81 persen).

  Berdasarkan indeks kerawanan pangan, sebagian besar kecamatan di Kabupaten Banyumas masuk didalam kategori tahan pangan. Perinciannya adalah 7 kecamatan (25,93 persen) masuk dalam kategori sangat tahan pangan, 18 kecamatan (66,67 persen) masuk dalam kategori tahan pangan dan 2 kecamatan (7,41 persen) masuk dalam kategor cukup tahan pangan.

  Kabupaten Banyumas memiliki indeks gabungan kerawanan pangan 0,06 yang artinya masuk dalam kategori sangat tahan pangan.

DAFTAR PUSTAKA Pammusureng, Kecamatan Bonto Cani, Kabupaten Bone). Jurnal Agrisistem. Vol. 3. No. 2

  Badan Urusan Logistik. Ketahanan Panganiakses 7 Februari 2017. Badan Pusat Statistik. 2013. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin. Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman (P1), dan Indeks Keprahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi. diakses 17 Mei 2016. Food and Agricultural Organization.1974. World Food and Agriculture Situation. Food and Agricultural Organization. Rome.

  ____________________________.1996. World Food Summit: Volume 1, 2, dan 3. Food and Agricultural Organization, Rome. Gartaula, Hom, Kirit Patel, Derek Johnson, Rachana Devkota, Kamal Khadka, dan Pashupati

  Chaudhary. 2017. From Food Security to Food Wellbeing: Examining Food Security Through The Lens of Food W ellbeing in Nepal’s Rapidly Changing Agrarian Landscape.

  Agric Hum Values 34:573 –589.

  Hasan dan W. Saputra. 2008. Ketahanan Pangan dan Kemiskinan: Implementasi dan Kebijakan

Penyesuaian. Jurnal Ipteks Terapan. 2(1): 146 – 168

  Hermanto. 1995. Kemiskinan di Perdesaan, Masalah dan Alternatif Penanggulangannya. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor

  Irmadi Nahib. 2013. Analisis Spasial Sebaran Ketahanan Pangan di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Pusat Penelitian, Promosi dan Kerjasama Badan Informasi Geospasial. Cibinong. Kasriyati. Kemiskinan dan Penyebabnya di Indonesia . 2007. http://www.kulonprogokab.go.id/v21/files/Kemiskinan-dan-Kebijakan-Pengentasannya.pdf. Diakses 25 Mei 2016. Radio Republik Indonesia. 1265 Keluarga di Kabupaten Banyumas Terindikasi Rawan Pangan. Safaat Yulianto dan Kishera Hilya Hidayatullah. 2014. Analisis Klaster untuk Pengelompokkan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Indikator Kesejahteraan Rakyat.

  Jurnal Statistika. Vol.

  2. No.

  1. jurnal.unimus.ac.id/index.php/statistik/article/download/1115/1165. Diakses pada 24 Mei 2016.

  Sekretariat Negara Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

  Sekretariat Negara. Jakarta. Yaro, J.A. 2004. Theorizing Food Insecurity: Building a Livelihood Vulnerability Frameworkfor Researching Food Insecurity. Norwegian Journal of Geography 58(1):23 –37.

Dokumen yang terkait

PENGARUH WORKING CAPITAL TO TOTAL ASSET, OPERATING INCOME TO TOTAL LIABILITIES, TOTAL ASSET TURNOVER, RETURN ON ASSET, DAN RETURN ON EQUITY TERHADAP PERTUMBUHAN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 12

PENGARUH EFISIENSI BIAYA TERHADAP TINGKAT KESEHATAN KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) DAN UNIT SIMPAN PINJAM (USP) (STUDI PADA KOPERASI DI SURAKARTA TAHUN 2015)

0 0 12

ANALISIS BIAYA CADANGAN RISIKO PINJAMAN DAN CADANGAN RISIKO PINJAMAN DALAM LAPORAN AUDITOR INDEPENDEN UNIT PENGELOLA KEUANGAN (STUDI KASUS: BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN BANTUL PROVINSI DIY)

0 0 8

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE DAN DEFERRED TAX EXPENSE TERHADAP EARNINGS MANAGEMENT PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA

0 0 12

PENGARUH KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA, PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI, DAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN TERHADAP KEANDALAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN KLATEN

4 27 11

ANALISIS LANSKAP MANGROVE TERHADAP POTENSI DAN NILAI EKONOMI KEPITING BAKAU DI SEGARA ANAKAN CILACAP

0 0 9

PEMETAAN SEBARAN DAN POTENSI BIJIH BESI BERDASARKAN DATA ANOMALI MAGNETIK DAN DATA RESISTIVITAS DI PESISIR TIMUR KECAMATAN BINANGUN KABUPATEN CILACAP

0 1 15

PENGARUH PIJAT WOOLWICH TERHADAP PRODUKSI ASI DI BPM APPI AMELIA BIBIS KASIHAN BANTUL

0 0 8

DETEKSI KALSIUM MELALUI PEMERIKSAAN KEPADATAN TULANG PADA LANSIA DI DESA LINGGASARI, SEBAGAI UPAYA ALIH TEKNOLOGI DAN PENINGKATAN PENGETAHUAN KADER KESEHATAN MENUJU DESA MANDIRI KESEHATAN

0 0 7

PENGENALAN KEPADA TOKOH MASYARAKAT TENTANG STIMULASI PENGGUNAAN GADGET AMAN PADA ANAK BALITA DI KARANGPUCUNG PURWOKERTO SELATAN

0 0 7