Tugas Individu Pak Ipul. docx

Tugas Individu

“MATA KULIAH SELAM ILMIAH”

OLEH :

NAMA : ANDI RESKI SETIAWAN
NIM : L111 12 262

JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016/2017

JURNAL 1
TINGKAT PERTUMBUHAN TERUMBU KARANG (Coral Reef) PADA TERUMBU
BUATAN (Artificial Reef) DENGAN PENGKAYAAN KANDUNGAN ZIOLIT YANG
POTENSIAL
Dr. Ir.Guntun.MS, Hendra Nurcahyo,S.Pi.,MP dan Fuad,S.Pi.,MT
Abstrak

Coral reef has important role in coastal environment, biologically and ecologically.
Restoration and conservation effort should be carried out continuously through
artificial reef making. This study showed that the artificial reef was successfully inhabited
by corals, particularly soft coral and hard coral. The artificial reef attracted fishes to
live around them, it can be observed from fish school surrounding the artificial reef
Growing corals identified are gorgonian, sponge and acropora. While fish species
identified are Butterfly fish, Parrot fish, Haemulldae and Barramundi cod. Best shape
of the artificial reef was "ball" or "stupa" shape. Technically, reef ball is capable to
turn the sea current and inhabited by more corals. Water quality in artificial reef sites
can be categorized as good with salinity ranged from 29,8 % - 33 % , temperature ranged
from 29° to 30°C, DO ranged from 5,16 mg/l to 13,3 mg/l, turbidity ranged from 3,775 to
4,6 meters, and current speed ranged from 0,65 m/s - 0,98 m/s.
Keywords: Coral reef, Ziolit, artificial reef

II. METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret s a m p a i d e n g a n Desember 2009 di perairan
Sendang Biru, Kabupaten Malang.

2.2 Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data adalah dengan menggunakan Quadran Transect. Seperti disarankan oleh
Rogers S Caroline et all (1994) pada bukunya yang berjudul Caral Reef Monitoring
Manual, disebutkan bahwa metode permanent quadrats transect adalah suatu metode yang mampu
memberikan estimasi secara akurat luasan tutupan karang maupun komponen terumbu karang baik
dipermukaan substrat alami maupun subtrat buatan atau dikenal dengan terumbu buatan
((artificial reef). Keakuratan data tersebut meliputi informasi kepadatan, ppulasi, keanekaragaman,
kelimpahan dan ukuran koloni

terumbu karang. Pada dasamya pengambilan data dengan

menggunakan metode Quadrant Transect dengan kombinasi teknik fotografi. Hasilnya adalah
media 2 dimensi yang dapat dianalisis dengan baik.
2.3 Mekanisme Pengambilan Data
Peralatan yang dipakai untuk pengambilan data adalah kamera digital yang telah dilengkapi
dengan perangkat casing underwater. Kamera digital dengan merk komersial yaitu Canon Ixus
dengan ketajaman 12 mega pixel. Dengan menggunakan ketajaman

12 mega pixel tersebut

mampu merekam data dalam bentuk citra Image dengan ekstensi JPG secara akurat dan detail.

Kamera digital ini juga dilengkap dengan fasilitas macro yaitu fasilitas pembesaran obyek
secara digital dengan tingkat detail dan keakuratan image yang sangat tinggi. Fasilitas
lainnya pada kamera jenis ini adalah adanya stabilizer. Stabilizer atau sering dikenal dengan
Image Stabilizer (I.S) adalah suatu fasilitas yang berfungsi untuk mengurangi efek guncangan
yang mungkin terjadi ketika pengambilan gambar sedang berlangsung. Image Stabilizer, sangat
berguna

untuk menghasilkan gambar yang relatif tenang walaupun pengambilan gambar berada

di dalam perairan yang relatif tidak stabil. Stabilizer pada kamera underwater yang
ini adalah dengan menggunakan Digital Image Stabilizer yaitu fasilitas

digunakan

penstabil gambar yang

dioperasikan secara digital. Keakuratan dan detailnya Image sangat menentukan dalam processing
image dengan Digital Image Analysis Software.
Harus diketahui bahwa pengambilan citra image di dalam air (underwater) berbeda ketika
pengambilan citra image di permukaan (non underwater), sehingga harus

hal berikut ini :

mengetahui tiga

1.

Pembelokkan sinar. Pembelokan sinar di air akan menyebabkan : gambar
tidak wajar,

wama benda didalam air akan tampak berbeda

dengan

menjadi
aslinya

dan air menyebabkan gambar distorsi.
2. Benda didalam air akan tampak 33,3% lebih besar dari aslinya, dan pengambil data

seolah melihat lensanya mempunyai depth o f field 25 persen lebih

tebal.
3. Jarak pandang kamera terhadap obyek seolah menjadi 25 persen lebih
dekat.
Untuk mengatasi permasalahan pengambilan data di dalam air (underwater) dibuat
solusi dengan cara pengambilan citra image sebanyak-banyaknya terhadap obyek yang
Citra Image

sama.

tersebut akan tersimpan dalam memori yang dapat kita pilih dan tentukan

keakuratannya di laboratorium pengolah data (Semedhi, 2008)

Gambar 1.Mekanisme pengambilan data bawah air (modifikasi dari metode Quadrant Transect)
2.4 Analisis Data
Pada penelitian ini menggunakan Digital Image Analysis, yaitu dengan menggunakan
sofware ImageJ From NIH. Sofware ini mampu mendeteksi secara akurat luasan citra
image yang ditentukan dan telah dipilih. Sofware ini dikombinasikan dengan Corel Graphict
Suite X4 untuk mapping karang yang tumbuh pada terumbu buatan secara akurat. Kombinasi
kedua tool tersebut dilengkapi dengan penggunaan office Exel2007 untuk mentabulasi data dan

menterjemahkan data dalam bentuk grafik.
2.5 Pengkodean Data
Pada penelitian ini, semua data citra dikode dengan maksud untuk mempermudah analisis,
pembahasan dan penyimpulan data. Pada Gambar berikut adalah penetuan kode (Pengkodean)
data penelitian. Pengkodean data dapat diketahui pada Gambar 2.

Gambar 2.Pengkodean data penelitian.

DAFTAR PUS TAKA
Anonymous. 1992a. Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia 1992: 20 Tahun Setelah
Stokcholm.
Kantor Meteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup.Jakarta.122 hal.
(Dahuri,
2004).
L. Burke et al.,200 1. Pilot Analysis of Global Ecosystems: Coastal Ecosystems
Washington, DC: WRI, .p.14;
Moosa, M.K., dan Suharsono, 1997. Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang.
Suatu Usaha Menuju ke Arah Pemanfaatan Sumberdaya Terumbu Karang
Secara Lestari. Prosidings Seminar Nasional Pengelolaan Terumbu Karang.
Panitia Program MAB Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Hal. 89200.

Rogers S Caroline, Ginger Garisson, Rikki Grober, Zandy Marie Hillis and Marry Ann
Franke,
1994. Coral Reef Monitoring Manual For The Carribean and Western Atlantic.
Virgin
Island National Park, USA
Semedhi,Bambang, 2008. Videography. Tidak diterbitkan, Malang
Suharsono, 1998. Condition of Coral Reef Resources in Indonesia. Jurnal Pesisir dan
Lautan.
PKSPL- IPB. Vol. 1. No.2. Hal. 44-52.
Wagiyo, K., dan I. N. Radiarta, 1997. Teknologi Konservasi dan Rehabilitasi Terurnbu
Karang.
Prosiding seminar nasional pengelolaan terumbu karang. Panitia program
MAB Indonesia. LIPI. Jakarta.

JURNAL 2
LAJU PERTUMBUHAN KARANG Goniastrea sp PADA
KEDALAMAN YANG BERBEDA DI PULAU
MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG
Wildanun Mukholladun1, Insafitri2, Makhfud Effendy2
1

Mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura
DosenProgram Studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura
E-mail : danoenwildan@yahoo.co.id

2

ABSTRAK
Goniastrea merupakan salah satu jenis hewan karang hermatipik, yaitu karang yang membentuk
deposit CaCO3. Sehingga umum disebut sebagai hewan karang pembentuk terumbu. Selain itu juga
termasuk jenis karang batu (massive), yang berbentuk padat (globose). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui laju pertumbuhan karang jenis Goniastreasp di kedalaman berbeda yang terdapat di
Pulau Mandangin Sampang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei,
dengan teknik pengambilan data secara purposive sampling. Data yang diambil merupakan data
primer, kemudian data diolah menggunakan Microsoft Excel dan dibahas secara deskriptif. Analisa
yang digunakan menggunakan metode Restropective yaitu Skleroknologi dengan bantuan XRadiodraph. Hal ini dikarekan metode tersebut sangat tepat untuk jenis karang massive seperti
Goniastrea sp. Hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian ini sebagai berikut: 1) Kondisi perairan
Pulau Mandangin cukup mendukung pertumbuhan karang. 2) Laju pertumbuhan di kedalaman 4
meter (10,20 mm/th) lebih besar dibandingkan dengan kedalaman 10 meter (8,36 mm/th). 3) Umur
karang pada kedalaman 4 meter berkisar 9-12 tahun dan pada kedalaman 10 meter berkisar 9-11
tahun. 4) Laju pertumbuhan pada tahun pertama lebih besar dibandingkan tahun berikutnya.

Kata Kunci:
pertumbuhan.

Goniastrea,

Pulau

Mandangin,

restropective,

laju

MATERI DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Pulau Mandangin Kabupaten Sampang pada bulan Nopember untuk
pengambilan sampel dan analisa X-ray dilaksanakan pada bulan Desember di RSUD. Syarifah
Ambami Rato Ebu Bangkalan. Alat dan Bahan yang digunakan yaitu Thermometer, Secchi disk,
Refrakto meter, X-Ray, GPS, Peralatan selam (skin / scuba), palu, Kamera, Penggaris dan gergaji.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, dengan teknik pengambilan data
secara purposive sampling. Data yang diambil merupakan data primer, kemudian data diolah

menggunakan Microsoft Excel.
Koloni karang diambil pada sisi winward (front-reef). Setiap sisi lokasi penelitian diambil koloni
karang pada kedalaman 4 m (mewakili perairan dangkal) dan 10 m (mewakili perairan dalam). Pada
setiap kedalaman diambil 5 sampel untuk ulangan (Insafitri, 2006). Koloni karang tersebut dicuci
dengan air tawar dan dikeringkan. Kemudian sampel dipotong dengan gergaji dengan posisi
melintang vertikal dari atas ke bawah, dengan ketebalan sekitar 6-7 mm, kemudian dibersihkan sisa
kapurnya dan siap untuk di sinar-X (Lough dan Barnes, 1992)
Analisis
Pertumbuhan
Restropektif

Dengan

Metode

Kerangka karang yang sudah dipotong sepanjang garis pertumbuhannya, kemudian dibuatkan
lempengan dengan ketebalan sekitar 5-10 mm. Lempengan karang kemudian diekspose di bawah Xray selama 0,8-1,6 det pada kisaran daya 30-40 kv dan 50-100 mA, jarak specimen ke sumber film
90 cm (Susintowati, 2010).Pengukuran laju pertumbuhan karang Goniastrea sp pada penelitian
ini menggunakan metode Restropective yaitu Skleroknologi dengan bantuan X-Radiodraph. Hal
ini dikarekan metode tersebut sangat tepat untuk jenis karang massive seperti Goniastrea sp. Hasil

pengukuran X-Radiograph nanti akan memberikan gambaran garis-garis gelap dan terang yang
merupakan cerminan pertumbuhan karang terutama dari densitas kapur karbonat.
Analisis data akan dideskripsikan melalui hasil pengambilan gambar oleh X-ray yang sudah diolah di
Microsoft Excel kemudian data yang sudah diperoleh dari parameter
perairan.

JURNAL 3
KESESUAIAN EKOWISATA SELAM DAN SNORKLING DI PULAU NUSA RA DAN
NUSA DEKET BERDASARKAN POTENSI BIOFISIK PERAIRAN
Suitability Ecotourism Diving and Snorkeling in Nusa Ra and Nusa Deket Island
Based Biophysical Potential Water
1

2

2

Martha Hadi Natha , Ambo Tuwo , Farid Samawi
1

Bagian Pengelolaan Pantai dan Laut Dangkal, Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Universitas Hasanuddin
2
Bagian Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin
(E-mail: marthahadinatha@gmail.com)
ABSTRAK
Pengelolaan dan pengembangan wisata bahari hendaknya diterapkan pengelolaan yang didasari pada konsep
ekowisata yaitu suatu konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti
kaidah-kaidah kesimbangan dan kelestarian lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
dan menganalisis kondisi serta potensi biofisik perairan (sumberday perairan), baik untuk konservasi
maupun aktifitas yang sesuai untuk pengembangan ekowisata selam dan snorkling di Pulau Nusa Ra dan
Pulau Nusa Deket Kabupaten Halmahera Selatan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari-April
2014. Metode penelitian adalah deskriptif kuantitatif untuk menganalisis biofisik lingkungan mencakup
kondisi terumbu karang, ikan karang, dan fisik perairan. Data yang dikumpulkan diolah dan dianlisis untuk
mendapatkan kesesuaian ekowisata selam dan snorkeling di Pulau Nusa Ra dan Nusa Deket. Data yang
digunakan yaitu data primer dengan pendekatan observasi eksploratif dengan menggunakan metode
survey dan pengukuran langsung di lapangan dan data sekunder melalui studi literatur. Berdasarkan hasil
pengukuran parameter fisik perairan dapatlah disimpulkan bahwa perairan disekitar kawasan Pulau Nusa
Ra dan Nusa Deket tidak melebihi ambang batas kualitas perairan untuk keberlangsungan hidup
organisme terumbu karang, ikan karang maupun organisme laut lainnya. Ikan karang ditemukan 127 jenis
yang berasal dari 22 famili, terumbu karang di Pulau Nusa Ra dan Nusa Deket bertipe karang tepi (fringing
reef) dan ditemukan
13 jenis life form, kisaran tutupan karang hidup 17% sampai 86%. Kesesuain wisata dan daya
dukung kawasan di Pulau Nusa Ra dan Nusa Deket terbagi kedalam 3 kategori, sangat sesuai (S1), sesuai
(S2) dan sesuai bersyarat (S3).
Kata Kunci: Biofisik Perairan, Kesesuaian, Ekowisata

BAHAN DAN METODE
Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah deskriptif melalui pendekatan kuantitatif untuk menganalisis biofisik
perairan melalui
observasi dan pengukuran langsung,untuk memperoleh gambaran biofisik perairan yang ada
di Pulau Nusa Ra dan Pulau Nusa Deket serta kawasan sekitarnya.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 4 (empat) bulan, dari bulan Januari 2014 sampai
April 2014. Lokasi penelitian berada di Pulau Nusa Ra dan Pulau Nusa Deket Kabupaten
Halmahera
Selatan Provinsi Maluku Utara, dengan jarak dari pusat kota 5 km. Kabupaten Halmahera Selatan
terletak antara 1260 45’ BT – 1290 30’ BT dan 00 30’ LU – 20 00’ LS, dengan batas wilayah:
sebelah utara dibatasi oleh Kota Tidore Kepulauan dan Kota Ternate, sebelah selatan dibatasi oleh
Laut Seram, sebelah timur dibatasi oleh Laut Halmahera, sebelah barat dibatasi Laut Maluku
Alat dan Bahan

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gps,tiang skala, meteran/
tali/roll meter, termometer,
handrefractometer, layangan arus/floating drough, stop watch, secci disk, botol
sampel, cool box, ph meter, perangkat komputer, alat selam (scuba), buku identifikasi ikan karang.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi dibutuhkan dalam rangka
mencapai tujuan penelitian.
Pengumpulan data dilakukan melalui pengumpulan
data primer dengan
mengidentifikasi dan menganalisis biofisik perairan selanjutnya dibuatkan
peta baik peta sumberdaya perairan dan peta kesesuian kawasan wisata.
Biologi perairan berupa kondisi
terumbu karang dan ikan karang yaitu persentasi penutupan karang, indeks mortalitas karang dan
untuk ikan karang meliputi keanekaragaman, keseragaman dan dominansi. Data tersebut diperoleh
dari lokasi penelitian sebagai data primer yang diperoleh melalui kegiatan pengukuran dan
pengamatan langsung di lapangan pada titik-titik stasiun sampling. Fisik perairan berupa parameter
lingkungan pembatas terumbu karang terdiri dari kecepatan arus, kecerahan, kedalaman, suhu,
salinitas, pH, dan kekeruhan.
Penentuan Stasiun
Pengambilan data biofisik dalam
penelitian ini dilakukan pada 6 stasiun penelitian dengan kedalaman perairan 3 dan 10 meter.
Penentuan
stasiun penelitian dilakukan secara sengaja (pusposive sampling) didasarkan
pertimbangan bahwa lokasi/stasiun mewakili wilayah aktifitas masyarakat lokal dan wisata.
Analisis Data
Analisis biologi perairan yaitu mennganalisis tutupan karang dalam
rangka
mengetahui
kondisi
ekosistem terumbu karang pada lokasi penelitian, dianalisis
berdasarkan pada kategori karang dan persentase tutupan karang hidup (lifeform). Persentase
penutupan karang hidup ini diperoleh dengan pengamatan metoda Point Intersept Transect
(PIT)
yaitu menjelaskan kondisi terumbu karang daerah penelitian dengan transect segment, panjang transek
yang digunakan adalah 50 m dengan pengambilan data setiap 0,5 m sehingga jumlah data yang
diperolah
sepanjang transek adalah 100 data (persen data). Analisis mortality indeks (MI)
merupakan nilai yang menunjukan tingkat kematian pada titik penyelaman. Nilai MI diperoleh dari
% karang mati (termasuk patahan karang) dibagi % karang mati + % karang hidup. Nilai MI berkisar
antara 0 sampai dengan 1. Semakin mendekti 1 berarti tingkat kematian karang semakin tinggi.
Analisis indeks ekologi ikan karang menggunakan tiga pendekatan analisis yaitu keanekaragaman jenis
(shanon-waver), keseragaman (shanon-waver), dan Dominansi (shanon-waver), (Fahrul
2007).
Anailisis fisik perairan pada suatu kawasan ekosistem terumbu karang merupakan salah satu
faktor utama dalam menentukan keberlangsungan hidup organisme dikawasan tersebut. Analisis
parameter fisik perairan yaitu kecapatan arus menggunakan floating drough/laying arus, kecerahan
perairan menggunakan secchi disk, kedalaman perairan menggunakan tali dan meteran, suhu perairan
menggunakan thermometer, salinaitas menggunakan refraktometer, pH menggunakan pH meter
dan kekeruhan menggunakan nephelometrik.
Analisis kesesuaian wisata setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan
sumberdaya dan lingkungan yang sesuai
dengan obyek wisata yang akan dikembangkan. Formula yang digunakan untuk menentukan
kesesuaian wisata (Yulianda, 2007) adalah sebagai berikut :
IKW =
Dimana:
IKW
Ni

= Indeks kesesuaian wisata.
= Nilai parameter ke-i (bobot x
skor).
N.maks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata.
Selanjutnya analisis kesesuaian wisata dibagi kedalam dua kategori yaitu, kesesuaian wisata
selam dengan mem- pertimbangkan 6 parameter dengan 4 klasifikasi penilaian dan kesesuaian

wisata snorkeling dengan mempertim- bangkan 7 parameter dengan 4 klasifikasi penilaian
(Yulianda, 2007).

JURNAL 4
USAT Liberty Tulamben:
Ancaman Lingkungan, Manusia, dan Rekomendasi Upaya Pelestariannya
Nia Naelul Hasanah Ridwan, Semeidi Husrin, Gunardi Kusumah, Zainab Tahir
Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir
Jl. Raya Padang – Painan Km. 16, Bungus, Padang, Sumatra Barat
email: niahasanah79@gmail.com
Metode

Sebagaimana kita ketahui bahwa kapal karam adalah sumberdaya arkeologi dan
sumberdaya pesisir yang tidak dapat pulih. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan perlindungan
dan pelestariannya harus terus diupayakan untuk mencegahnya dari kerusakan lebih lanjut
dan kemusnahan. Program preservasi berkelanjutan perlu segera dipertimbangkan serta
memerlukan kajian menyeluruh terhadap situs dan kondisi lingkungan di sekitarnya. Hal
tersebut penting dikarenakan lingkungan yang terdegradasi dan selalu mengalami perubahan
saat ini dikarenakan oleh berbagai sebab termasuk perubahan iklim akan berpengaruh sangat
besar terhadap kestabilan fisik situs kapal karam USAT Liberty. Kegiatan pelestarian terhadap
situs bawah air seyogyanya dilakukan melalui berbagai aktivitas seperti perlindungan dan
pelestarian situs dengan legislasi, penegakan hukum sejalan dengan aturan perlindungan
hukum, stabilisasi situs secara fisik, perencanaan managemen konservasi, serta konservasi
situs dan artefak.
Aksa (2007) menyebutkan bahwa upaya pelestarian dan pemanfaatan peninggalan
bawah air perlu lebih ditingkatkan dan dikelola baik sehingga akan menjadi aset kebudayaan
dan pariwisata yang memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat. Disebutkan pula
bahwa dalam upaya pemanfaatan peninggalan bawah air hendaknya jangan terjadi perusakan
terhadap peninggalannya, baik kapal maupun muatannya (Aksa, 2007: 81). Hal-hal tersebut
itulah yang perlu diatur lagi secara lebih detil dan teknis oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah melalui perda atau bahkan oleh lembaga berwenang yang khusus
mengelola situs tersebut (site manager).
BPCB Bali menyadari bahwa USAT Liberty yang merupakan salah satu titik kapal
karam yang telah teridentifikasi keberadaannya di antara sekian banyak kapal karam, saat ini
terancam musnah dalam kurun waktu yang tidak dapat dipastikan sehingga instansi ini
kemudian melakukan kegiatan pendokumentasian. BPCB Bali juga menyarankan untuk
melakukan upaya pelestarian lebih lanjut dan mendukung untuk mempertahankan hukum
lokal masyarakat Tulamben yang dikatakan secara nyata telah mendukung pemerintah
(Tenaya, dkk, 2011:7).
Dalam hal ini, perlu ditambahkan bahwa hukum adat atau hukum awig-awig yang
telah dipunyai masyarakat Tulamben dan ditaati mereka selama ini, harus dipayungi dengan
regulasi nasional dan peraturan daerah misalnya tentang pembatasan jumlah penyelam yang

melakukan aktivitas penyelaman di lokasi kapal karam USAT Liberty. Upaya hukum untuk
membatasi jumlah penyelam ini saat ini perlu segera dipertimbangkan mengingat tekanan

yang di’’derita” oleh USAT Liberty akibat membludaknya jumlah penyelam di titik ini setiap
hari. Hal ini mungkin tidak mudah untuk dilakukan dan akan ada pihak-pihak yang belum
tentu setuju dengan kebijakan pembatasan jumlah penyelam di Tulamben karena sudah
dipastikan akan mengurangi tingkat pendapatan daerah dan pemasukan bagi masyarakat desa.
Menurut Dinas Pariwisata dan Budaya Karang Asem, pada tahun 2012, PAD Kabupaten
Karang Asem yang dikenal dengan sebutan "Pearl from East Bali", dari Sektor Pariwisata
adalah Rp. 12,24 miliar dan sebagian besar adalah wisata selam dan wisata pantai. Pada tahun
2011, terdapat 416.363 wisatawan yang 73,54 % di antaranya merupakan wisatawan asing. Jumlah
ini meningkat terus menerus setiap tahunnya. Oleh karena itu, apabila kita menerapkan aturan
mengenai pembatasan jumlah turis yang menyelam di USAT Liberty, kemungkinan nantinya akan
terdapat pro dan kontra, akan tetapi hal tersebut harus mulai dipikirkan dari sekarang.

Di SS Yongala di Great Barrier Reef Marine Park Australia, jumlah penyelam
dibatasi hanya maksimum 7.000 per tahun. Di Indonesia kebijakan mengenai pembatasan
jumlah penyelam ini baru diterapkan oleh pemerintah Kota Bitung terhitung mulai Januari
2013. Kesepakatan bersama secara resmi dan tertulis telah dibuat di antara semua operator
wisata se-kota Bitung (total ada 13 operator) dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota
Bitung. Kesepakatan bersama ini kemudian menjadi salah satu dasar pencantumannya
sebagai salah satu Bab penting dalam Rancangan Peraturan Daerah Kota Bitung tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Kawasan Wisata Kota Bitung Tahun 2013. Jika ranperda ini
disahkan dalam waktu dekat maka pelanggaran terhadapnya akan memberi konsekuensi
hukum bagi yang melanggar. Dalam pelaksanaannya di lapangan, semua resort operator
wisata Kota Bitung telah menerapkannya secara ketat. Para operator wisata dari luar kota
Bitung yang baru mengetahui hal ini juga diharapkan dapat memahaminya dan tidak masuk
di titik-titik selam yang sudah ada 1-2 perahu di atasnya atau minimal 12 penyelam (Lontoh,
2013).
Selain itu, upaya pemasangan sejumlah apartemen ikan di dekat lokasi kapal karam
dan upaya penenggelaman kapal lain di lokasi sekitar Tulamben dapat juga dilakukan sebagai
salah satu alternatif untuk menjadikannya sebagai artificial reef dan lokasi wisata selam kapal
karam yang baru dengan tujuan untuk mengurangi tekanan dan jumlah penyelam di USAT
Liberty. Dengan demikian, jumlah turis yang diizinkan menyelam di lokasi kapal karam dapat
diatur. Upaya penenggelaman kapal sebenarnya telah dilakukan oleh Menteri Kelautan
Perikanan pada tahun 2012 dengan Pemda setempat. Akan tetapi, ternyata upaya
penenggelaman kapal tersebut tidak didahului dengan studi mengenai karakteristik
lingkungan laut di lokasi kapal tersebut ditenggelamkan yang pada akhirnya kapal tersebut

mengalami pergeseran dan semakin jatuh ke kedalaman dikarenakan kontur dasar laut di
wilayah Tulamben dan sekitarnya adalah slope dengan derajat kemiringan yang tinggi dan
dasar laut yang semakin ke tengah semakin dalam.
Kita juga dapat menjadikan situs USAT Liberty ini sebagai lokasi selam yang
eksklusif seperti SS Yongala sehingga selain kita dapat mengawasi dan membatasi jumlah
penyelam kita juga tetap mendapatkan pemasukan yang tinggi bagi daerah dan masyarakat
dengan meninggikan tarif masuk (entrance fee). Untuk menetapkan kebijakan pembatasan
jumlah penyelam, maka pemetaan suatu destinasi wisata menurut tipenya menjadi sangat
penting. Tulamben perlu dikaji lagi apakah merupakan destinasi yang dipetakan menjadi
mass-tourism, limited tourism, atau eco-tourism. Pemetaan ini menjadi penting untuk
pengembangan kawasan tersebut kedepannya. Selain itu, yang penting untuk penetapan
pembatasan ini ialah dilarang mengorbankan masyarakat dan harus berorientasi pada bisnis
berkelanjutan di wilayah tersebut.
Perlindungan hukum yang nyata nantinya akan dapat melindungi situs dari dampak
negatif aktivitas penyelaman sehingga dapat mengurangi ketidakstabilan situs dan kondisi
perairannya.
Upaya pelestarian pada kapal berbahan metal dapat dilakukan dengan menggunakan
metode Cathodic Protection (CP). Pada saat di lapangan, Tim LPSDKP telah mencoba
melakukan pengukuran corrosion rate di 3 (tiga) titik lokasi USAT Liberty. Hasil pengukuran
ini diharapkan nantinya dapat digunakan oleh instansi-instansi terkait sebagai dasar untuk
upaya pelestarian in-situ. Metode ini menggunakan sacrificial anode yang dipasang pada
sejumlah titik di bagian-bagian kapal untuk mengurangi laju korosi sehingga dapat
memperpanjang “umur’ kapal. Metode CP ini diterapkan pada kapal-kapal modern saat ini
dan dipasang di bagian-bagian yang mudah berkarat atau rawan korosi.