Dasar dasar Ekonomi Islam tent

EKONOMI

Economy = Ekonomi/
perekonomian

Economic =
Ekonomis

( Kata benda)

Economics = ilmu
ekonomi (kata
benda)

Ekonomi dibedakan menjadi 3 bagian, yakni :
1. Ekonomi Menurut Ilmu
2. Ekonomi Menurut Sistem
3. Ekonomi Menurut Perekonomian
Ilmu ekonomi
Ekonomi berasal bahasa Yunani Kuno/ greek, oikonomia. Yaitu “olkos” artinya rumah tangga
dan “nomos” artinya aturan. Jadi ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari peraturan rumah

tangga, berarti berbicara tentang aturan, kaedah dan cara mengelola suatu rumah tangga manusia.
Karena, manusia hidup dalam kelompok masyarakat yang terdiri dari rumah tangga. Maka
aturan, kaedah dan cara mengelola rumah tangga itu secara keseluruhan membentuk suatu sistem
ekonomi.
Sistem ekonomi dipengaruhi oleh seperangkat nilai (set of values), seperti : adat, kebiasaan,
norma-norma, kepercayaan, ideologi dan falsafah yang dianut masyarakat. Maka sistem ekonomi
yang dianutnya pun akan berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya.
Sistem Ekonomi
Sistem berasal dari kata “sytema” yang dalam bahasa Yunani memiliki arti “seluruh dari berbagai
macam bagian”. Pengertian dari sistem menurut beberapa para ahli, salah satunya adalah ;
C.W. churchman “Sistem merupakan seperangkat bagian-bagian yang dikoordinasikan untuk
melaksanakan seperangkat tujuan”.
Sistem Ekonomi merupakan suatu proses penerapan yang berhubungan serta memiliki interaksi
yang dapat dikembangkan oleh masyarakat dengan memiliki ciri dan identitas sendiri.

1

PENGANTAR DASAR-DASAR EKONOMI ISLAM
1. Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam sesungguhnya suatu realitas “baru” dalam dunia ilmiah modern saat ini.

Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir ini, ia terus tumbuh menyempurnakan diri ditengah-tengah
beragamnya sistem sosial dan ekonomi konvensional yang berbasiskan pada sistem sekuler.
Dikatakan “baru” dalam tanda petik, karena sesungguhnya ilmu ekonomi Islam sudah pernah
dipraktikkan secara sempurna dimasa Rasulullah hingga masa keemasan Daulah Islamiyah
beberapa abad lalu.1 Ekonomi Islam sebenarnya bukan ilmu baru atau sesuatu yang diturunkan
secara mendasar dari teori ekonomi yang ada sekarang. Sejarah membuktikan para pemikir Islam
merupakan penemu atau peletak dasar semua bidang ilmu. Berikut ulasan bagaimana peranan
ekonomi Islam dalam ekonomi modern.2
Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, karenanya ia merupakan bagian tak
terpisahkan (integral) dari agama Islam. Sebagai derivasi dari agama Islam, ekonomi Islam akan
mengikuti agama Islam dalam berbagai aspeknya. Islam adalah sistem kehidupan (way of life),
dimana Islam telah menyediakan berbagai perangkat aturan yang lengkap bagi kehidupan
manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Beberapa aturan ini bersifat pasti dan berlaku
permanen, sementara beberapa yang bersifat kontekstual sesuai dengan situasi dan kondisi.
Penggunaan agama sebagai dasar ilmu pengetahuan telah menimbulkan diskusi panjang
dikalangan ilmuan, meskipun sejarah telah membuktikan bahwa hal ini adalah sebuah
keniscayaan.3
Ekonomi, secara umum, didefinisikan sebagai hal yang mempelajari perilaku manusia
dalam menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang
dibutuhkan manusia. Ruang lingkup ekonomi meliputi satu bidang perilaku manusia terkait

dengan konsumsi, produksi dan distribusi. Setiap agama, secara definitif, memiliki pandangan
mengenai cara manusia berperilaku mengorganisasi kegiatan ekonominya. Meskipun demikian,
mereka berbeda dalam intensitasnya. Agama tertentu memandang aktivitas ekonomi sebagai
1 Mustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif EKONOMI ISLAM (Jakarta, Kencana Prenada
Media Group, 2006), h. 1
2 Ir. H. Adhiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P., EKONOMI ISLAM (Jakarta, Gema Insani, 2001),
h.1
3 Pusat Pengkaji dan Pengembangan Ekonomi Islam, EKONOMI ISLAM (Jakarta, PT RajaGrafindo
Persada, 2008), h.13

2

suatu kebutuhan hidup yang harus dipenuhi sebatas untuk menyediakan kebutuhan materi namun
dapat mendorong pada terjadinya disorientasi terhadap tujuan hidup. Karenanya agama ini
memandang bahwa semakin manusia dekat dengan Tuhan, semakin kecil ia terlibat dalam
kegiatan ekonomi. Kekayaan dipandang akan menjauhkan manusia dari Tuhan.4
2. Tujuan
Pada dasarnya setiap manusia selalu menginginkan kehidupannya di dunia ini dalam keadaan
bahagia, baik secara material maupun spiritual, individual maupun sosial. Namun, dalam
praktiknya kebahagiaan multi dimensi ini sangat sulit diraih karena keterbatasan kemampuan

manusia dalam memahami dan menerjemahkan keinginannya secara komprehensif, keterbatasan
dalam menyeimbangkan antara aspek kehidupan, maupun keterbatasan sumber daya yang bisa
digunakan untuk meraih kebahagiaan tersebut. Masalah ekonomi hanyalah merupakan satu
bagian dari aspek kehidupan yang diharapkan akan membawa manusia kepada tujuan hidupnya.
Oleh karena itu, ada 3 hal pokok yang diperlukan untuk memahami bagaimana mencapai tujuan
hidup.5
a. Falah sebagai tujuan hidup
Falah berasal dari bahasa Arab dari kata kerja aflaha-yuflihu yang berarti kesuksesan,
kemuliaan dan kemenangan, yaitu kemuliaan dan kemenangan dalam hidup. Istilah falah dalam
Islam diambil dari kata-kata Alquran,6 yang sering dimaknai sebagai keberuntungan jangka
panjang, dunia dan akhirat, sehingga tidak hanya memandang aspek material namun justru lebih
ditekankan pada aspek spiritual. Dalam konteks dunia, falah merupakan konteks dunia, falah
merupakan konsep yang multi dimensi. Ia memiliki implikasi pada aspek perilaku
individual/mikro maupun perilaku kolektif/makro.7
b. Maslahah sebagai Tujuan Antara untuk Mencapai Falah

4 Nibil Shaumi, Umar the Great, Vol. II, hlm. 105-6.
5 Pusat Pengkaji dan Pengembangan Ekonomi Islam, EKONOMI ISLAM, h.13-2
6 Istilah fallah disebutkan dalam berbagai ayat Alquran sebagai ungkapan atas orang-orang yang sukses.
Misalnya dalam beberapa ayat disebut dengan kata muflihun (QS 3:104, 7:8, 157, 9:88, 23:102, 24:51), aflah (QS

23:1, 91:9).
7 Perintah untuk beribadah merupakan fungsi utama manusia, disebutkan dalam Alquran, diantaranya QS
51:56, 98:5, 1:5.

3

Falah, kehidupan yang mulia dan sejahtera di dunia dan akhirat, dapat terwujud apabila
terpenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup manusia secara seimbang. Tercukupinya kebutuhan
masyarakat akan memberikan dampak yang disebut dengan mashlahah. Mashlahah adalah segala
bentuk keadaan, baik material maupun nonmaterial, yang mampu meningkatkan kehidupan
manusia sebagai makhluk yang paling mulia.8
c. Permasalahan dalam Mencapai Falah
Dalam upaya mencapai falah manusia banyak menghadapi banyak permasalahan.
Permasalahan ini sangat kompleks dan sering kali saling terkait antara satu faktor dengan faktor
lainnya. Adanya berbagai keterbatasan, kekurangann, dan kelemahan yang ada pada manusia
serta kemungkinan adanya interdependensi berbagai aspek kehidupan seringkali menjadi
permasalahan besar dalam upaya mewujudkan falah.Permasalahan lain adalah kurangnyasumber
daya (resources) yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhan atau keinginan manusia dalam
rangka mencapai falah. Kekurangan sumber daya inilah yang sering disebut oleh ekonomi pada
umumnya dengan istilah “kelangkaan”.

3. Permasalahan Ekonomi
Ketika kebutuhan masyarakat masih bisa dipenuhi oleh sumber daya yang ada, maka tidak
akan terjadi persoalan, bahkan juga tidakn akan terjadi persaingan. Namun manakala kebutuhan
seseorang atau masyarakat akan barang dan jasa tersebut, maka akan terjadilah apa yang disebut
kelangkaan. Pada saat seperti itulah manusia akan menghadapi suatu pilihan untuk
mengalokasikan sumber daya yang dikuasainya agar kebutuhannya terpenuhi secara optimal.
Baik individu atau masyarakatsecara keseluruhan akan menghadapi masalah alokasi sumber daya
ini (Nopirin, 2000).
Kondisi kelangkaaan barang juga dapat dijadikan momen untuk menguji keimanan dan
kesabaran manusia. Allah berfirman dalam QS. Asy-Syuura ayat 27: Dan jikalau Allah
melapangkan rezeki kepada hamba-hamban-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di bumi
ini.” Itulah diantara hikmah kelangkaan barang tersebut.
8 Dalam Quran, Mashlahah banyak disebut dengan istilah manfa’at atau manafi’ yang berarti kebaikan
yang terkait dengan material, fisik, psikologis hal-hal indrawi lainnya (QS 6:26, 14:5, 17:28, 18:21, 27:55).
Mashlahah sering diungkap dengan istilah lain seperti hikmah, huda, barakah, yang berarti imbalan baik yang
dijanjikan oleh Allah di dunia maupun di akhirat (QS 2:269, 24:41). Jadi, mashlahah mengandung pengertian
kemanfaatan duniawi dan kemanfaatan akhirat.

4


Maka kalaua dikaitkan dengan konsep kelangkaan, imolikasi dari prinsip diatas adalah ‘tidak
ada kelangkaan absolut di muka bumi ini’. Menurut Masudul Alam Choudhury dalam bukunya,
Contributions to Islamic Economic Theory, manusia menduga adanya kelangkaan karena adanya
keterbatasan pengetahuan tentang bagaimana cara memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya.
Dengan demikian, dalam konsep Islam tentang ekonomi, barang-barang yang dapat diolah oleh
manusia dapat digolongkan sebagai barang yang memiliki kelangkaan, dan termasuk ‘barang
ekonomi’.
4. Karakteristik Ekonomi Islam
Ada beberapa hal yang mendorong perlunya mempelajari karakteristik ekonomi Islam
(Yafie, 2003, 27):
a. Meluruskan kekeliruan pandangan yang menilai ekonomi kapitalis (memberikan
penghargaan terhadap prinsip hak milik) dan sosilais (memberikan penghargaan terhadap
persamaan dan keadilan) tidak bertentangan dengan metode ekonomi Islam.
b. Membantu para ekonom muslim yang telah berkecimpung dalam teori ekonomi konvensional
dala memahami ekonomi Islam.
c. Membantu para peminat studi fiqh muamalah dalam melakukan studi perbandingan antara
ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional.
5. Sumber dan Metode
Sumber Daya Ekonomi
Adanya relativitas kelangkaan buka berarti sumber-sumber ekonomi yang ada tidak

mampun memenuhi kebutuhan manusia saat ini, ataupun generasi berikutnya (Saad Marthon,
2004). Hal tersebut merupakan pemahaman yang berbeda. Ketika berbicara relativitas
kelangkaan barang, maka fokus bahasan kita adalah tersedianya sumber-sumber ekonomi baik
dari segi bentuk, macam, waktu dan tempat dalam rangka memeuhi kebutuhan individu dan
masyarakat.
Allah berfirman: ‘Dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya
gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan kami telah
menjadikan di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk
yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.”(al-Hasr ayat 19-20).
Ayat tersebut mengisyaratkan, nikmat Allah yang diturunkan kepada hamba-Nya sangat
beragam dan tidak mungkin kita menghitungnya secara pasti. Secara tidak langsung, kita akan
menemukan sumber ekonomi dan rezeki baru ketika kehidupan itu muncul pada kehidupan
manusia. Konsep tersebut akan sangat kontras dengan konsepyang dihadirkan oleh Robert
Malthus. Malthus mengatakan bahwa; Pertambahan populasi manusia mengikuti deret ukur dan
5

pertumbuhan sumber daya pendukung mengikuti deret hitung. Itu berarti suatu ketika daya
dukung alam tidak akan mampu memberi kehidupan pada manusia karena kalah cepat
pertumbuhannya. Tetapi ternyata Teori Malthus itu tidak terbukti, karena ternyata selalu ada
teknologi baru untuk mengatasi kelangkaan. Inilah sesungguhnya di antara hikmah yang

diturunkan Allah atas “keterbatasan” relatif yang terjadi di bumi ini.
Namun pertanyaan kemudian adalah, mengapa ada satu wilayah mengalami kesejahteraan
sementara wilayah lain mengalami kekurangan pangan. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan
suatu kawasan mengalami kesulitan pangan (Saad Marthon, 2004):
a. Terdapat perbedaan distribusi sumber ekonomi, laju pertumbuhan penduduk dan adanya
perbedaan hasil bumi serta kekuatan dan kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing
wilayah.
b. Kurangnya pemberdayaan (eksploitasi) manusia terhadap sumber-sumber ekonomi,
terkadang disebabkan adanya faktor sosial dan budaya.
c. Kecenderungan manusia untuk hidup secara materialistis dan budaya konsumerisme yang
hanya berlandaskan atas pendapat yang ada tanpa memandang unsur-unsur pemborosan.
d. Krisis moral yang telah meracuni jiwa warga dunia. Adanya kecenderungan pihak penguasa
ekonomi untuk mengeksploitasi negara-negara miskin. Selain itu, adanya keengganan
negara-negara surplus pangan untuk berusaha membantu pemenuhan kebutuhan pangan bagi
negara yang mengalami kekurangan. Biasanya sikap ini didorong oleh faktor ekonomi atau
politik kekuasaan.9
Metode Ekonomi Islam
Setelah kita mengetahui tujuan ekonomi Islam, yaitu mencapai falah, pertanyaan kemudian
adalah bagaimana cara-cara yang dibenarkan untuk mencapai falah tersebut? Metode ekonomi
Islam diperlukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana dan apakah syarat suatu perilaku atau

perekonomian dikatakan benar menurut Islam. Berbagai isu mengenai metodologi ekonomi
Islam telah berkembang, misalnya bahwa ekonomi Islam bersifat normatif semata dan karenanya
tidak bisa dianggap sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri.
Tujuan utama dari metodologi adalah membantu mencari kebenaran. Islam meyakini bahwa
terdapat dua sumber kebenaran mutlak yang berlaku untuk setiap aspek kehidupan pada setiap
ruang dan waktu, yaitu Alquran dan sunnah.
9 Mustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif EKONOMI ISLAM, h. 74

6

a.
b.
c.
d.
6.

Konsep rasionalitas Islam
Etika dan Rasionalitas Ekonomi Islam
Syariah, fiqh, dan Ekonomi Islam
Kerangka Metodologis Ekonomi Islam

Ruang Lingkup
Dalam Undang-undang peradilan agama No. 7 tahun 1989, maka dapat diketahui bahwa

ruang lingkup ekonomi syari’ah meliputi: Bank syari’ah, asuransi syari’ah, lembaga keuangan
mikro syari’ah, reasuransi syari’ah, obligasi syari’ah, surat berjangka menengah syari’ah,
reksadana syari’ah, sekuritas syari’ah, pegadaian syari’ah, pembiayaan syari’ah, dana pensiun
lembaga keuangan syari’ah dan bisnis syari’ah.
7. Pembangunan Ekonomi dalam Islam
Tampaknya perencanaan ekonomi dalam Islam dapat memberikan suatu sintesis dari rencana
yang dapat direalisasikan melalui rangsangan dan bimbingan. Walaupun belum diperoleh bukti
tentang adanya suatu pembahasan sistematik tentang masalah tersebut, namun berbagai perintah
dalam Alqur’an dan sunnah menegaskan hal ini. Kita pun mengetahui bahwa Islam mendukung
suatu percampuran nilai kehidupan spiritual dan material yang serasi. Karena itu dalam Alquran
maupun hadits kegiatan duniawi berkali-kali dianjurkan.
Dalam Alqur’an tercantum:
“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan
carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak, supaya kamu beruntung”.(QS. Al
Jumuah, 62:10).
a. Arti
Dalam ekonomi sekuler, “Pembangunan Ekonomi” mengacu pada seaut proses dimana
rakyat dari suatu negara atau daerah memanfaatkan suatu sumber daya yang tersedia untuk
menghasilkan kenaikan produksi barang dan jasa perkapita secara teus-menerus. Profesor Snider
berkata, “Pertumbuhan ekonomi mengacu pada kenaikan sekuler atau jangka panjang produksi
perkapita.” Menurut Profesor W.A. Lewis, “Pertumbuhan terjadi jika output meningkat perjam
kerjanya.” Dalam bukunya Process of Economic Growth, Rostow mencoba menjelaskan
pembangunan ekonomi dengan ukuran sejumlah kecenderungan mengembangkan ilmu dasar,
7

menerapkan ilmu untuk tujuan ekonomi, menerima pembaruan, mencari keuntungan material,
mengkonsumsi atau menabung, dan mempunyai anak.
Jadi pembangunan ekonomi dalam Islam bukan hanya pembangunan material, tapi segi
spiritual dan moral pun menempati kedudukan yang sangat penting. Dan hal ini ditegaskan
dalam istilah “takaful” atau “tadamun” atau keamanan sosial bersama dalam Islam.
b. Syarat Pertumbuhan dan Islam sebagai Faktor Pembangunan
1) Sumber daya alam
2) Perilaku manusia,
Seperti dikemukakan oleh Profesor Lewis, “Pertumbuhan output perkapita di satu pihak
tergantung pada sumber daya alam yang tersedia, dan di pihak lain pada perilaku manusia.”10

Sejarah dan Pemikiran Ekonomi Islam
1. Pra Islam
Sebelum Islam masuk di tengah- tengah masyarakat Arab, bangsa Arab hidup
dalam kejahiliyahan. Mereka larut dalam kegelapan kejahatan dan tahayul serta bodoh
dalam etika. Di samping itu mereka telah mengenal kehidupan sosial, ekonomi, bahasa
dan seni, meskipun masih sederhana.
Bangsa Arab memiliki karakter yang keras, karena mereka hidup di tanah yang
sebagian besar wilayahnya merupakan padang pasir. Arab terletak di antara benua Asia
dan Afrika. Sebelah barat Arab dibatasi oleh laut Merah dan sebelah timur dibatasai oleh
teluk Persia. Arab merupakan daerah yang gersang, nyaris tidak berair dan tidak ada
tempat istirahat dari panas yang menyengat kecuali sedikit tempat hijau yang penuh
10 Prof. M. Abdul Mannan, M.A., Ph.D., Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta, PT Dana Bhakti
Wakaf, 1995), h. 369-70

8

dengan pohon kurma dan air yang dijadikan sebagai tempat istirahat bagi suku- suku
pengembara Arab
Kehidupan ekonomi masyarakat Arab sangat ditentukan dengan kondisi dan letak
geografis negara- negara Arab itu sendiri. Bagi masyarakat pedalaman, kehidupan
ekonomi mereka biasanya dilakukan melalui sektor pertanian dan peternakan. Sedangkan
bagi masyarakat Arab perkotaan, kehidupan ekonomi mereka sangat ditentukan oleh
perdagangan. Oleh karena itu, bangsa Arab Quraisy sangat terkenal dalam dunia
perdagangan.
Mayoritas penduduk Arab mata pencahariannya adalah peternakan, terutama
peternakan unta. Sedangkan pertanian dilakukan di oase dan dataran tinggi tertentu di
pegunungan. Hasil pertanian di oase yaitu kurma, sementara di pegunungan yaitu
gandum.
Kota Yatsrib (Madinah) merupakan oase yang luas dan subur. Sedangkan kota
Mekah tidak cocok bagi pertanian. Oleh karena itu Mekah dijadikan sebagai pusat
perdagangan. Di mekah terdapat pusat perdagangan, yaitu pasar Ukaz.
Ekonomi sebelum Islam dipenuhi dengan riba. Metode umum yang digunakan
dalam peminjaman dan pembayarannya kembali merupakan suatu pemerasan. Sang
rentenir meminjamkan uangnya kepada orang dengan bunga yang tinggi, dan ketika uang
yang dipinjam tidak dibayar pada waktu yang ditentukan, maka uang tersebut
dilipatgandakan dan kemudian dilipatkan tiga kali pada akhir than ketiga. Jika peminjam
gagal membayar pinjaman dan bunganya, pemberi pinjaman kadang- kadang mengambil
hak peminjam atas istri dan anaknya.
2. Masa Rasulullah
Sebelum Islam datang, situasi kota Yatsrib sangat tidak menentu karena tidak
mempunyai pemimpin yang berdaulat secara penuh. Hukum dan pemerintahan dikota ini
tidak pernah berdiri dengan tegak dan masyarakat senantiasa hidup dalam ketidakpastian.
Oleh karena itu, beberapa kelompok penduduk kota Yatsrib berinisiatif menemui Nabi
Muhammad Saw. Yang terkenal dengan sifat al-amin (terpercaya) untuk memintanya agar
menjadi pemimpin mereka.
Strategi yang dilakukan oleh Rasulullah dalam memikirkan jalan untuk mengubah
keadaan kota Yatsrib secara perlahan-lahan dengan mengatasi berbagai masalah utama

9

tanpa tergantung pada faktor keuangan adalah dengan melakukan langkah-angkah
sebagai berikut :
1) Membangun Masjid
2) Merehabilitasi kaum Muhajirin
3) Membuat Konstitusi Negara
4) Meletakkan Dasar-dasar sistem Keuangan Negara
3. Masa Khalifah Rasyidin
1) Masa Abu Bakar Al-Shiddiq
Setelah Rasulullah Saw. wafat, Abu Bakar Al-Shiddiq yang bernama lengkap
Abdullah ibn Abu Abu Quhafah Al-Tamimi terpilih sebagai khalifah Islam yang pertama.
Ia merupakan pemimpin agama sekaligus kepala negara kaum muslimin. Pada masa
pemerintahannya yang berlangsung hanya dau tahun, Abu bakar Al-Shiddiq banyak
menghadapi persoalan dalam negeri yang berasal dari kelompok murtad, nabi palsu, dan
pembangkang zakat. Berdasarkan hasil musyawarah dengan para sahabatyang lain, ia
memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut melalui apa yang disebut dengan
perang Riddah (perang melawan Kemurtadan). 11 Setelah berhasil menyelesaikan urusan
dalam negeri, Abu bakar mulai melakukan ekspansi ke wilayah utarauntuk menghadapi
pasukan Romawi dan Persia yang selalu mengamcam kedudukan umat Islam. Namun, ia
meninggal dunia sebelum usaha ini selesai dilakukan.
Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus dengan
menggunakan harta Baitul Mal. Menurut beberapa riwayat, ia diperbolehkan mengambil
dua setengah atau tiga per empat dirham setiap harinya dari Baitul Mal dengan tambahan
makanan berupa dagimg domba dan pakaian biasa. Oleh karena itu, tunjangan untuk Abu
Bakar ditambah menjadi 2000 atau 2500 dirham, menurut riwayat lain 6000 dirham, per
tahun.12
Dengan demikian, selama masa pemerintahan Abu Bakar, harta Baitul Mal tidak
pernah menumpuk dalam jangka waktuyang lama karena langsung didistribusikan kepada
seluruh kaum Muslimin, bahkan ketika Abu Bakar Al-Shiddiq wafat, hanya ditemukan
satu dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian
yang sama dari hasil pendapatan negara. Apalagi pendapatan meningkat, seluruh kaum
Muslimin mendapat manfaat yang sama yang tidak ada seorangpun yang dibiarkan dalam
kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregate demand and
11Badri Yatim, Sejarah peradaban Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), Cet. Ke-2, hlm. 36.
12M.A. Sabzwari, Economi and Fiscal system During Khilafah E-Rashida, dalam Journal Of Islamic
Banking and Finance, Karachi, Vol. 2, No.4, 1985, hlm. 50.

10

aggregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total pendapatan nasional, di
samping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dengan yang miskin.
2) Masa Khalifah Umar ibn Al-Khattab
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di
kalangan umat Islam, Abu Bakar Al-Shiddiq bermusyawarah dengan para pemuka
sahabat tentang calon penggantinya. Berdasarkan hasil musyawarah tesebut, ia menunjuk
Umar Ak-Khattab sebagai khalifah Islam kedua. Keputusan tersebut diterima dengan baik
oleh kaum Muslimin. Setelah diangkat sebagai khalifah, Umar ibn Al-Khattab menyebut
dirinya sebagai khalifah Khalifati Rasulillah (Pengganti Dari Pengganti Rasulullah). Ia
Juga

memperkenalkan

istilah Amiral-Mu’minin

(Komandan

orang-orang

yang

beriman).13
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama sepuluh tahun, Umar ibn
Al-Khattab banyak melakukan ekspansi hingga wilayah Islam meliputi Jazirah Arab,
sebagian wilayah kekuasaan Romawi (Syria, Palestina, dan Mesir), serta seluruh wilayah
kerajaan Persia, termasuk Irak. Atas keberhasilannya tersebut, orang-orang Barat
menjuluki Umar sebagai the Saint Paul of Islam.14
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar ibn Al-Khattab segera
mengatur administrasi negara dengan mencontoh Persia. Administrasi pemerintah diatur
menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kufah,
Palestina dan Mesir. Ia juga membentuk jawatan kepolisian dan jawatan tenaga kerja.15
Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn Al-Khattab
mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti:16
a. Departemen pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan
dana bantuan kepada orang-orang yangt terlibat dalam peperangan. Besarnya
jumlah dana bantuan ditentukan oleh jumlah tanggungan keluarga setiap penerima
dana.
13 Badri Yatim, Sejarah peradaban Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), Cet. Ke-2, hlm. 37.
14M. A. Sabzwari, Op.Cit., hlm. 51.
15Badri Yatim, Loc. Cit.
16Afzalurrahman, Op. Cit., hlm. 169-173.

11

b. Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Departemen ini bertanggung jawab
terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.
c. Departemen Pendidikan dan pengembangan Islam.

Departemen

ini

mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam
beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
d. Departemen Jaminan Sosial. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan
dana bantuan kepada seluruh fakir miskin an orang-orang yang menderita.
3) Masa Khalifah Utsman ibn Affan
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, Khalifah Utsman
ibn Affan berhasil melakukan ekspansi ke wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus,
Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan. 17Ia juga
berhasil menumpas pemberontakan di daerah Khurasan dan Iskandariah.18
Dalam hal pengelolaan zakat, Khalifah Utsman ibn Affan mendelegasikan
kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada para pemiliknya masing-masing. Hal
ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam
pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul zakat.19
Memasuki enam tahun kedua masa pemerintahan Utsman ibn’Affan, tidak
terdapat perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah
Utsman ibn Affan yang banyak menguntungkan keluarganya telah menimbulkan benih
kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum Muslimin. Akibatnya, pada masa
ini, pemerintahannya banyak diwarnai kekacauan politik yang berakhir dengan
terbunuhnya sang Khalifah.
4) Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
Setelah diangkat sebagai Khalifah Islam keempat oleh segenap kaum Muslimin,
Khalifah Ali bin Abi Thalib langsung mengambil beberapa tindakan, seperti
memberhentikan para pejabat yang korupsi, membuka kembali lahan perkebunan yang
telah diberikan kepada orang-orang kesayangan Utsman, dan mendistribusikan

17Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 270.
18Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1994),
Jilid 1, Cet. Ke-8, hlm. 270.
19M. A. Sabzwari, Loc. Cit.

12

pendapatan pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Umar ibn AlKhattab.20
Masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang hanya berlangsung selama
enam tahun selalu diwarnai dengan ketidakstabilan kehidupan politik. Ia harus
menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair ibn Al-Awwan, dan Aisyah yang menuntun
kematian Utsman ibn Affan. Berbagai kebijakan tegas yang diterapkannya menimbulkan
api permusuhan dengan keluarga Bani Umayyah yang dimotori oleh Muawiyah ibn Abi
Sofyan. Pemberontakan juga datang dari golongan Khawarij, mantan pendukung
Khalifah Ali bin Abi Thalib yang kecewa terhadap keputusan tahkim pada perang Shiffin.
Selama masa pemerintahannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib menetapkan pajak
terhadap para pemilik hutan sebesar 4000 dirham dan mengizinkan Ibnu Abas, Gubernur
Kufah, memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan digunakan sebagai bumbu
masakan.
Seperti yang telah disinggung, Ali tidak menghadiri pertemuan Majelis Syuro di
Jabiya yang diadakan oleh Khalifah Umar untuk memusyawarahkan beberapa hal penting
yang berkaitan dengan status tanah-tanah taklukan. Pertemuan itu menyepakati untuk
tidak mendistribusikan seluruh pendapatan Baitul Mal, tetapi menyimpan sebagian
sebagai cadangan. Oleh karen itu, ketika menjabat sebagai khalifah, Ali mendistribusikan
seluruh pendapatan dan provinsi yang ada di Baitul Mal Madinah, Basrah dan Kufah. Ali
ingin mendistribusikan harta Baitul Mal yang ada di Sawad, namun urung dilaksanakan
demi menghindari terjadinya perselisihan di antara kaum Muslimin.21
4. Masa keemasan Islam
Naskah biologi tentang mata buatan Hunain bin Ishaq, sekitar 1200 M.
Zaman Kejayaan Islam (sek. 750 M - sek. 1258 M) adalah masa ketika para filsuf,
ilmuwan, dan insinyur di Dunia Islam menghasilkan banyak kontribusi terhadap
perkembangan teknologi dan kebudayaan, baik dengan menjaga tradisi yang telah ada
ataupun dengan menambahkan penemuan dan inovasi mereka sendiri.
20Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 39.
21M. A. Sabzwari, Op. Cit., hlm. 83.

13

Banyak dari perkembangan dan pembelajaran ini dapat dihubungan dengan
geografi. Bahkan sebelum kehadiran Islam, kota Mekah merupakan pusat perdagangan
di Jazirah Arab dan Muhammad sendiri merupakan seorang pedagang. Tradisi ziarah ke
Mekah menjadi pusat pertukaran gaagasan dan barang. Pengaruh yang dipegang oleh
para pedagang Muslim atas jalur perdagangan Afrika-Arab dan Arab-Asia sangat besar
sekali. Akibatnya, peradaban Islam tumbuh, berkembang, dan meluas dengan
berdasarkan pada ekonomi dagangnya, berkebalikan dengan orang-orang Kristen, India,
dan Cina yang membangun masyarakat dengan berdasarkan kebangsawanan
kepemilikan tanah pertanian. Pedagang membawa barang dagangan dan menyebarkan
agama mereka ke Cina (berujung pada banyaknya penduduk Islam di Cina dengan
perkiraan jumlah sekitar 37 juta orang, yang terutama merupakan etnis Uyghur Turk
yang wilayahnya dikuasai oleh Cina), India, Asia tenggara, dan kerajaan-kerajaan di
Afrika barat. Ketika para pedagang itu kembali ke Timur Tengah, mereka membawa
serta penemuan-penemuan dan ilmu pengetahuan baru dari tempat-tempat tersebut.
a. Filsafat
Hanya dalam bidang filsafat, para ilmuwan Islam relatif dibatasi dalam
menerapkan gagasan-gagasan nonortodoks mereka. Meskipun demikian, Ibnu Rushd
dan polimat Persia Ibnu Sina membberikan kontribusi penting dalam melanjutkan karyakarya Aristoteles, yang gagasan-gagasannya mendominasi pemikiran nonkeagamaan
dunia Islam dan Kristen. Mereka juga mengadopsi gagasan-gagasan dari Cina dan India,
yang dengan demikian menambah pengetahuan mereka yang sudah ada sebelumnya.
Ibnu Sina dan para pemikir spekulatif lainnya seperti al-Kindi dan al-Farabi
menggabungkan Aristotelianisme dan Neoplatonisme dengan gagasan-gagasan lainnya
yang diperkenalkan melalui Islam.
Literatur filsafat Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa Ladino,
yang ikut membantu perkembangan filsafat Eropa modern. Sosiolog-sejarawan Ibnu
Khaldun, warga Kartago Konstantinus orang Afrika yang menerjemahkan naskahnaskah kedokteran Yunani dan kumpulan teknik matematika Al-Khwarzimi adalah
tokoh-tokoh penting pada Zaman Kejayaan Islam. Pada masa ini juga terjadi
14

perkembangan filsuf non-Muslim. Filsuf Yahudi Moses Maimonides yang tinggal di
Andalusia adalah salah satu contohnya.
b. Sains
Banyak ilmuwan penting Islam yang hidup dan berkegiatan selama Zaman
Kejayaan Islam. Di antara pencapaian para ilmuwan pada periode ini antara lain
perkembangan trigonometri ke dalam bentuk modernnya (sangat menyederhanakan
penggunaan praktiknya untuk memperhitungkan fase bulan), kemajuan pada bidang
optik, dan kemajuan pada bidang astronomi.
c. Kedokteran
Kedokteran adalah bagian penting dari kebudayaan Islam Abad Pertengahan.
Sebagai tanggapan atas keadaan pada waktu dan tempat mereka, para dokter Islam
mengembangkan literature medis yang kompleks dan banyak yang meneliti dan
menyintesa teori dan praktik kedokteran.
Kedokteran Islam dibangun dari tradisi, terutama pengetahuan teoretis dan praktis
yang telah berkembang sebelumnya di Yunani, Romawi, dan Persia. Bagi para ilmuwan
Islam, Galen dan Hippokrates adalah orang-orang yang unggul, disusul oleh para
ilmuwan Hellenik di Iskandariyah. Para ilmuwan Islam menerjemahkan banyak sekali
tulisan-tulisan Yunani ke bahasa Arab dan kemudian menghasilkan pengetahuan
kedokteran baru dari naskah-naskah tersebut. Untuk menjadikan tradisi Yunani lebih
mudah diakses, dipahami, dan diajarkan, para ilmuwan islam mengusulkan dan
menjadikan lebih sistematis pengetahuan kedokteran Yunani-Romawi yang luas dan
kadang inkonsisten dengan cara menulis ensikolpedia dan ikhtisar.
Pembelajaran Yunani dan Latin dipandang sangat jelek di Eropa Kristen Abad
Pertengahan Awal, dan baru pada abad ke-12, setelah adanya penerjemahan dari bahasa
Arab membuat Eropa Abad Pertengahan kembali mempelajari kedokteran Hellenik,
termasuk karya-karya Galen dan Hippokrates. Dengan memberikan pengaruh yang
setara atau mungkin lebih besar di Eropa Barat adalah Kanon Kedokteran karya Ibnu
15

Sina, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan dibuat manuskrip lalu dicetak
dan disebarkan ke seluruh Eropa. Selama abad kelima belas dan keenam belas saja,
karya tersebut diterbitkan lebih dari lima kali.
Di dunia Islam Abad Pertengahan, rumah sakit mulai dibangun di semua kota
besar, misalnya di Kairo, rumah sakit Qalawun memiliki staf pegawai yang terdiri dari
dokter, apoteker, dan suster. Orang juga dapat mengakses apotek, dan fasilitas penelitian
yang menghasilkan kemajuan pada pemahaman mengenai penyakit menular, dan
penelitian mengenai mata serta mekanisme kerja mata.

d. Perdagangan
Selain di sungai Nil, Tigris dan Efrat, sungai-sungai yang dapat dilalui tidaklah
banyak, jadi perjalanan lewat laut menjadi sangat penting. Ilmu navigasi amat sangat
berkembang, menghasilkan penggunaan sekstan dasar (dikenal sebagai kamal). Ketika
digabungankna dengan peta terinci pada periode ini, para pelaut berhasil berlayar
menjelajahi samudara dan tak lagi perlu bersusah payah melalui gurun pasir. Para pelaut
muslim juga berhasil menciptakan kapal dagang besar bertiang tiga ke Laut Tengah.
Nama karavel kemungkinan berasal dari perahu terawal Arab yang dikenal sebagai
qārib.22 Sebuah kanal buatan yang menghubungkan sungai Nil dengan Terusan Suez
dibangun, menghubungkan Laut Merah dengan Laut Tengah meskipun itu sering
berlumpur.

22 "History of the caravel". Nautarch.tamu.edu. Diakses 2011-04-13.

16

FILSAFAT EKONOMI ISLAM

17

Filsafat ekonomi, merupakan dasar dari sebuah sistem ekonomi yang dibangun.
Berdasarkan filsafat ekonomi yang ada dapat diturunkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai,
misalnya tujuan kegiatan ekonomi konsumsi, produksi, distribusi, pembangunan ekonomi,
kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dsb.
Filsafat ekonomi Islam didasarkan pada konsep triangle: yakni filsafat Tuhan, manusia
dan alam. Kunci filsafat ekonomi Islam terletak pada manusia dengan Tuhan, alam dan manusia
lainnya. Dimensi filsafat ekonomi Islam inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan sistem
ekonomi lainnya kapitalisme dan sosialisme. Filsafat ekonomi yang Islami, memiliki paradigma
yang relevan dengan nilai-nilai logis, etis dan estetis yang Islami yang kemudian difungsionalkan
ke tengah tingkah laku ekonomi manusia. Dari filsafat ekonomi ini diturunkan juga nilai-nilai
instrumental sebagai perangkat peraturan permainan (rule of game) suatu kegiatan.
Sebagai disebut di atas, bahwa salah satu poin yang menjadi dasar perbedaan antara
sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah pada falsafahnya, yang terdiri dari
nilai-nilai dan tujuan. Dalam ekonomi Islam, nilai-nilai ekonomi bersumber Alquran dan hadits
berupa prinsip-prinsip universal. Di saat sistem ekonomi lain hanya terfokus pada hukum dan
sebab akibat dari suatu kegiatan ekonomi, Islam lebih jauh membahas nilai-nilai dan etika yang
terkandung dalam setiap kegiatan ekonomi tersebut. Nilai-nilai inilah yang selalu mendasari
setiap kegiatan ekonomi Islam.
Bangunan Ekonomi Islam didasarkan pada

fondasi utama yaitu tauhid. Fondasi

berikutnya, adalah syariah dan akhlak. Pengamalan syariah dan akhlak merupakan refleksi dari
tauhid. Landasan tauhid yang tidak kokoh akan mengakibatkan implementasi syariah dan akhlak
terganggu.
Dasar syariah membimbing aktivitas ekonomi, sehingga sesuai dengan kaidah-kaidah
syariah. Sedangkan akhlak membimbing aktivitas

ekonomi manusia agar senantiasa

mengedepankan moralitas dan etika untuk mencapai tujuan. Akhlah yang terpancar dari iman
akan mebnentuk integritas yang membentuk good corporate governance dan market diciplin
yang baik.

18

Dari fondasi ini muncul 10 prinsip derivatif sebagai pilar ekonomi Islam Pembahasan
komperhensif mengenai prinsip-prinsip ini selanjutnya akan dijelaskan secara lebih detail di
bawah ini:
1. Tauhid
Tauhid merupakan fondasi utama seluruh ajaran Islam. Dengan demikian Tauhid menjadi
dasar seluruh konsep dan aktivitas umat Islam, baik di bidang ekonomi, politik, sosial maupun
budaya. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa tauhid merupakan filsafat fundamental dari
ekonomi Islam. (39 : 38 ).
Hakikat tauhid juga dapat berarti penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Ilahi, baik
menyangkut ibadah maupun muamalah. Sehingga semua aktifitas yang dilakukan adalah dalam
kerangka menciptakan pola kehidupan yang sesuai kehendak Allah.
{Tauhid sebagai prinsip pertama tata ekonomi yang menciptakan “negara sejahtera” pertama,
dan Islamlah yang melembagakan sosialis pertama dan melakukan lebih banyak keadilan sosial.
Islam juga yang pertama merehabilitasi (martabat) manusia. Pengertian (konsep) yang ideal ini
tidak ditemukan dalam masyarakat Barat masa kini}.
Landasan filosofis inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalisme
dan sosialisme, karena keduanya didasarkan pada filsafat sekularisme dan materialisme. Dalam
konteks ekonomi, tauhid berimplikasi adanya kemestian setiap kegiatan ekonomi untuk bertolak
dan bersumber dari ajaran Allah, dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan Allah dan akhirnya
ditujukan untuk ketaqwaan kepada Allah.
Konsep tauhid yang menjadi dasar filosofis ini, mengajarkan dua ajaran utama dalam
ekonomi. Pertama, Semua sumber daya yang ada di alam ini merupakan ciptaan dan milik Allah
secara absolut (mutlak dan hakiki). Manusia hanya sebagai pemegang amanah (trustee) untuk
mengelola sumberdaya itu dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan kehidupan
manusia secara adil.

19

Salah satu contoh praktik ekonomi saat ini yang bertentangan dengan Tauhid adalah
bunga. Bunga (interest) yang memastikan usaha harus berhasil (untung) bertentangan dengan
tauhid. Firman Allah, “Seseorang tidak bisa memastikan berapa keuntungannya besok”,(ArRum: 41). Padahal setiap usaha mengandung tiga kemungkinan, yaitu untung, impas atau rugi.
Lebih dari itu, tingkat keuntungan itupun bisa berbeda-beda, bisa besar, sedang atau kecil. Jadi,
konsep bunga benar-benar tidak sesuai dengan syariah, karena bertentangan dengan prinsip
tauhid.
Kekayaan moral (akhlak) ekonomi Islam dalam kegiatan ekonomi sebagaimana yang
digambarkan di atas tidak muncul dalam sistem ekonomi kapitalis yang berdasarkan mekanisme
pasar. Karena menurut faham ini, ekonomi merupakan ranah yang bebas dari nilai-nilai,
termasuk moral dan agama.
Prinsip Tauhid sebagaimana dijelaskan pada bagian ini memiliki hubungan yang kuat
dengan prinsip-prnsip ekonomi Islam yang lain, seperti keadilan, persamaan, distribusi dan hak
milik sebagaimana dijelaskan pada bagian selanjutnya.
2. Maslahah
Prinsip kedua dalam ekonomi Islam adalah maslahah. Penempatan prinsip ini diurutan
kedua karena mashlahah merupakan konsep yang paling penting dalam syariah, sesudah tawhid.
Mashlahah adalah tujuan syariah Islam dan menjadi inti utama syariah Islam itu sendiri.
Secara umum, maslahah diartikan sebagai kebaikan (kesejahtraan) dunia dan akhirat.
Para ahli ushul fiqh mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang mengandung manfaat,
kegunaan, kebaikan dan menghindarkan mudharat, kerusakan dan mafsadah. (jalb al-naf’y wa
daf’ al-dharar). Imam Al-Ghazali menyimpukan, maslahah adalah upaya mewujudkan dan
memelihara lima kebutuhan dasar, yakni agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
Al mashlahah sebagai salah satu model pendekatan dalam ijtihad menjadi sangat vital
dalam pengembangan ekonomi Islam dan siyasah iqtishadiyah (kebijakan ekonomi). Mashlahah
adalah tujuan yang ingin diwujudkan oleh syariat. Mashlahah merupakan esensi dari kebijakankebijakan syariah (siyasah syar`iyyah) dalam merespon dinamika sosial, politik, dan ekonomi.
20

Maslahah `ammah (kemaslahatan umum) merupakan landasan muamalah, yaitu kemaslahatan
yang dibingkai secara syar’i, bukan semata-mata profit motive dan material rentability
sebagaimana dalam ekonomi konvensional.
Pengembangan ekonomi Islam dalam menghadapi perubahan dan kemajuan sains
teknologi yang pesat haruslah didasarkan kepada maslahah. Para ulama menyatakan ”di mana
ada maslahah, maka di situ ada syariah Allah ”. Ini berarti bahwa segala sesuatu yang
mengandung kemaslahatan, maka di sana ada syariah Allah. Dengan demikian maslahah adalah
konsep paling utama dalam syariat Islam.
3. Adil
Prinsip adil merupakan pilar penting dalam ekonomi Islam. Penegakkan keadilan telah
ditekankan oleh Al quran sebagai misi utama para Nabi yang diutus Allah (QS.57:25).
Penegakan keadilan ini termasuk keadilan ekonomi dan penghapusan kesenjangan pendapatan.
Allah yang menurunkan Islam sebagai sistem kehidupan bagi seluruh umat manusia,
menekankan pentingnya adanya keadilan dalam setiap sektor, baik ekonomi, politik maupun
sosial.
Komitmen Al quran tentang penegakan keadilan terlihat dari penyebutan kata keadilan di
dalamnya yang mencapai lebih dari seribu kali, yang berarti ; kata urutan ketiga yang banyak
disebut Al quran setelah kata Allah dan ‘Ilm. Bahkan, menurut Ali Syariati dua pertiga ayat-ayat
Al quran berisi tentang keharusan menegakkan keadilan dan membenci kezhaliman, dengan
ungkapan kata zhulm, itsm, dhalal, dll (Kahduri, The Islamic Conception of Justice (1984):10).
Tujuan keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan / kesejahteraan, dianggap
sebagai bagian tak terpisahkan dari filsafat moral Islam. Demikian kuatnya penekanan Islam
pada penegakan keadilan sosio ekonomi. Maka, adalah sesuatu yang keliru, klaim kapitalis
maupun sosialis yang menyatakan bahwa hanya mereka yang menjunjung tinggi nilai-nilai
keadilan.
Harus kita bedakan bahwa konsep kapitalis tentang keadilan sosio ekonomi dan
pemerataan pendapatan, tidak didasarkan pada komitmen spiritual dan persaudaraan (ukhuwah)
21

sesama manusia. Komitmen penegakkan keadilan sosio ekonomi lebih merupakan akibat adanya
tekanan dari kelompok.
Secara konkrit, misalnya sistem kapitalisme yang berkaitan dengan uang dan perbankan,
tidak dimaksudkan untuk mencapai tujuan–tujuan keadilan sosio ekonomi yang berdasarkan nilai
spritual dan persaudaraan universal. Sehingga, tidak aneh, apabila uang masyarakat yang ditarik
oleh bank konvensional (kapitalis) dominan hanya digunakan oleh para pengusaha besar
(konglomerat).
Kemanfaatan dari lembaga perbankan tidak dinikmati oleh rakyat kecil yang menjadi
mayoritas penduduk sebuah negara. Fenomena ini terlihat sangat jelas terjadi di Indonesia.
Akibatnya yang kaya semakin kaya dan miskin makin miskin. Ketidakadilan pun semakin lebar.
Sebagaimana disebut di atas, konversi ekonomi Barat (terutama kapitalisme) kepada penegakan
keadilan sosio ekonomi, merupakan tekanan-tekanan kelompok masyarakat dan tekanan-tekanan
politik. Maka, untuk mewujudkan keadilan sosio-ekonomi itu mereka mengambil beberapa
langkah, terutama melalui pajak dan transfer payment.
Komitmen Islam yang besar pada persaudaraan dan keadilan, menuntut agar semua
sumber daya yang menjadi amanat suci Tuhan, digunakan untuk mewujudkan maqashid
syari’ah, yakni pemenuhan kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan dasar (primer), seperti
sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Persaudaraan dan keadilan juga menuntut
agar sumberdaya didistribusikan secara adil kepada seluruh rakyat melalui kebijakan yang adil
dan instrumen zakat, infaq, sedekah, pajak, kharaj, jizyah, cukai ekspor-impor dan sebagainya.
Aspek Tauhid yang menjadi fondasi utama ekonomi Islam, mempunyai hubungan kuat
dengan konsep keadilan sosio-ekonomi dan persaudaraan. Ekonomi Tauhid yang mengajarkan
bahwa Allah sebagai pemilik mutlak dan manusia hanyalah sebagai pemegang amanah,
mempunyai konsekuensi, bahwa di dalam harta yang dimiliki setiap individu terdapat hak-hak
orang lain yang harus dikeluarkan sesuai dengan perintah Allah, berupa zakat, infaq dan sedekah
dan cara-cara lain guna melaksanakan pendistribusian pendapatan yang sesuai dengan konsep
persaudaraan umat manusia.

Sistem keuangan dan perbankan serta kebijakan moneter,

misalnya, dirancang semuanya secara organis dan terkait satu sama lain untuk memberikan
22

sumbangan yang positif bagi pengurangan ketidakadilan dalam ekonomi dalam bentuk
pengucuran pembiayaan (kredit) bagi masyarakat dan memberikan pinjaman lunak bagi
masyarakat ekonomi lemah melalui produk qardhul hasan.
Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan cita-cita keadilan sosial ekonomi, Islam secara
tegas mengecam konsentrasi asset kekayaan pada sekelompok tertentu dan menawarkan konsep
zakat, infaq, sedeqah, waqaf dan institusi lainnya, seperti pajak, jizyah, dharibah, dan
sebagainya.
Al-Quran dengan tegas mengatakan, “Supaya harta itu tidak beredar di kalangan orang kaya
saja di antara kamu” (QS. 59:7), “Di antara harta mereka terdapat hak fakir miskin, baik
peminta-minta maupun yang orang miskin malu meminta-minta” (QS. 70:24).
Berdasarkan prinsip ini, maka konsep pertumbuhan ekonomi dalam Islam berbeda
dengan konsep pertumbuhan ekonomi kepitalisme yang selalu menggunakan indikator PDB
(Produk Dosmetik Bruto) dan per kapita. Dalam Islam, pertumbuhan harus seiring dengan
pemerataan. Tujuan kegiatan ekonomi, bukanlah meningkatkan pertumbuhan menurut konsep
ekonomi kapitalisme. Tujuan ekonomi Islam lebih memprioritaskan pengentasan kemiskinan dan
pengurangan pengangguran.
4. Khilafah
Dalam doktrin Islam, manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah (wakil Allah) di
muka bumi (QS.2;30, 6:165), 35:39). Manusia telah diberkahi dengan semua kelengkapan akal,
spiritual, dan material yang memungkinkannya untuk mengemban misinya dengan efektif.
Fungsi kekhalifahan manusia adalah uttuk mengelola alam dan memakmurkan bumi sesuai
dengan ketentuan dan syariah Allah. Dalam mengemban tugasnya sebagai khalifah ia diberi
kebebasan dan juga dapat berfikir serta menalar untuk memilih antara yang benar dan yang
salah, fair dan tidak fair dan mengubah kondisi hidupnya ke arah yang lebih baik (Ar-Ra’d : 11).
Berbeda dengan paradigma kapitalisme, konsep khilafah mengangkat manusia ke status
terhormat di dalam alam semesta (QS.17:70). Serta memberikan arti dan misi bagi kehidupan,
baik laki-laki maupun wanita. Arti ini diberikan oleh keyakinan bahwa mereka tidak diciptakan
23

dengan sia-sia (QS.3:192, 23:115)., tetapi untuk mengemban sebuah misi. Khalifah berbuat
sesuai ajaran Tuhan dan berfungsi sebagai wakil wakil Tuhan di muka bumi
Manusia bebas memilih berbagai alternatif penggunaan sumber-sumber ini. Namun,
karena ia bukan satu-satunya khalifah, tetapi masih banyak milyaran lagi khlaifah dan saudarasaudranya, maka mereka harus memanfaatkan sumber-sumber daya itu secara adil dan efisien
sehingga terwujud kesejahteraan (falah) yang menjadi tujuan kegiatan ekonomi Islam. Tujuan ini
hanya tercapai jika sumber-sumber daya itu digunakan dengan rasa tanggung jawab dan dalam
batas-batas yang digariskan syariah dalam simpul maqashid.
Konsep khilafah juga meniscayakan peranan negara dalam perekonomian. Peran penting
tersebut antara lain memberikan jaminan sosial kepada masyarakat, jaminan pelaksanaan
ekonomi Islam, serta kontrol pasar dan memastikan tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak
orang lain dalam kegiatan bisnis melalui lembaga hisbah. Peran negara dalam perekonomian
tidak berarti bahwa Islam menolak mekanisme pasar sepenuhnya.
Islam tidak akan intervensi pasar untuk regulasi harga, kecualai jika terjadi distorsi pasar.
Intervensi negara pada harga didasarkan kan pada prinsip maslahah, yaitu untuk tujuan-tujuan
kebaikan dan keadilan secara menyeluruh. Ibnu Khaldun dan Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa
negara memegang peranan penting untuk tegaknya keadilan dalam ekonomi.
5. Persaudaraan (ukhuwah)
Al-Quran mengajarkan persaudaraan (ukhuwah) sesama manusia, termasuk dan terutama
ukhuwah dalam perekonomian. Al-Quran mengatakan, ”Hai manusia, sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal”.(QS.49:13). ”Kami menjadikan kamu dari diri
yang satu” (QS.4:1)
Ayat-ayat ini menjelaskan persamaan martabat sosial semua umat manusia di dunia.
Kedudukan manusia adalah sama di hadapan Allah, sebagaimana sabda Nabi Muhammad ,
”Semua manusia adalah ham-hamba Tuhan dan yang paling dicintai disisinya adalah mereka
yang berbuat baik kepada hamba-hambanya”.
24

Kriteria untuk menilai seseorang bukanlah bangsa, ras, warna kulit, tetapi tingkat
pengabdian dan ketaqwaanya kepada Allah secara vertikal dan kemanusiaan secara horizontal.
Nabi Muhamd Saw mengatakan ”Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang
lain”.
Ajaran Islam sangat kuat menekankan altruism, yaitu sikap mementingkan orang lain.
Dalam Al-Quran altruisme diistilahkan dengan itstar yang termaktub dalam firman Allah,
”Mereka lebih mementingkan orang lain dari diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam
keadaan kesulitan”. Ajaran ini jelas tidak terdapat dalam ekonomi kapitalisme.
Salah satu contoh yang sederhana adalah dalam penentuan harga. Industri besar yang
manajemennya sudah berhasil menekan ongkos produksi, dengan alasan harga pasar melumat
lawan-lawannya. Akhirnya, tidak ada pilihan lain bagi industri kecil kecuali gulung tikar atau
diakuisisi industri yang lebih besar.
Dalam kerangka konsep persaudaraan ini, sikap yang baik kepada orang lain bukanlah
sebagaimana yang diajarkan ekonomi kapitalisme. Sebuah perjuangan hidup tidak hanya untuk
memenuhi kepentingan dan kepuasaan individu semata, tetapi juga saling berkorban dan
bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan primer saudara seiman yang fakir ataupun miskin.
Bagaimanapun para ulama fiqh sepakat, bahwa memperhatikan kebutuhan pokok orang miskin
adalah kewajiban bersama (fardhu kifayah) masyarakat muslim.
6. Kerja dan Produktifitas
Dalam Islam bekerja dinilai sebagai suatu kebaikan, dan sebaliknya kemalasan dinilai
sebagai keburukan. Dalam kepustakaan Islam, cukup banyak buku-buku yang menjelaskan
secara rinci tentang etos kerja dalam Islam.
Dalam pandangan Islam bekerja dipandang sebagai ibadah. Sebuah hadits menyebutkan bahwa
bekerja adalah jihad fi sabilillah.
‫من كد على عياله كان المجاهد في سبيل ال عز و جل‬

25

Sabda Nabi Saw, “Siapa yang bekerja keras untuk mencari nafkah keluarganya, maka ia adalah
mujahid fi Sabillah”(Ahmad)
Dalam hadits Riwayat Thabrani Rasulullah Saw bersabda :
Sesungguhnya, di antara perbuatan dosa, ada yang tidak bisa terhapus oleh (pahala) shalat,
Sedeqah ataupun haji, namun hanya dapat ditebus dengan kesungguhan dalam mencari Nafkah
penghidupan(H.R.Thabrani)
Dalam hadits ini Nabi Saw ingin menunjukkan betapa tingginya kedudukan bekerja
dalam Islam, sehingga hanya dengan bekerja keras (sunguh-sungguh) suatu dosa bisa dihapuskan
ol