Dalam ekonomi perpajakan dalam pembangunan

Dalam ekonomi, deflasi adalah suatu periode dimana harga-harga secara umum
jatuh dan nilai uang bertambah.[1] Deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Bila inflasi
terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka deflasi
terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar. Salah satu cara
menanggulangi deflasi adalah dengan menurunkan tingkat suku bunga.

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 segera dimulai. Tinggal setahun lagi
bagi MEA mempersiapkan hal ini. I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian
Sumberdaya UKMK, Kementerian Koperasi dan UKM RI yang ditemui SWA
Online beberapa waktu lalu menjelaskan beberapa data mengenai tantangan dan
peluang Usaha Kecil Menengah (UKM) khususnya di Indonesia dalam
menghadapi MEA 2015.
Menurutnya, total Gross Domestic Product (GDP) ASEAN tercatat di ASEAN
Secretary di tahun 2012 lalu menembus angka US$ 2.327 miliar dengan pasar
sebesar US$ 600 juta. Angka ini akan terus bertambah apalagi ekonomi ASEAN
memiliki daya tarik yang tinggi. sebagian besar perdagangan barang intra-ASEAN
menikmati tarif 0% (zero tarif). Oleh karenanya ASEAN mampu bertahan
ditengah krisis belahan dunia lainnya.
Hasil survei Japan ASEAN Integration Fund (JAIF) pada 2012 lalu mencatat 73%
para pelaku bisnis di ASEAN yang menjadi responden berpandangan bahwa
integrasi ASEAN akan memberikan manfaat peningkatan Ekonomi, dan 64%

kalangan publik meyakini bahwa integrasi ASEAN akan meningkatkan kondisi
secara keselurahan.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Apakah Indonesia sudah siap menghadapi
MEA yang sudah di depan mata ini? I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian
Sumberdaya UKMK, Kementerian Koperasi dan UKM RI menceritakan kondisi
dan kesiapan Indonesia menghadapi MEA 2015 kepada SWA Online di Smesco
Jakarta beberapa waktu lalu.

Bagaimana kesiapan dan kekuatan Indonesia menghadapi MEA 2015?
Indonesia pastinya siap bersaing di MEA 2015 walau terjadi pelemahan ekonomi.
Seperti yang kita ketahui, ekonomi Amerika dan austerity measures di Uni Eropa
telah menciptakan kebijakan moneter yang loose, sehingga arus investasi dari
kedua kawasan tersebut cukup deras. Dari tiga pusat pertumbuhan dunia (Asia
Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara), yang menikmati pertumbuhan tertinggi
yaitu Asia Tenggara. Dari seluruh anggota ASEAN, pertumbuhan ekonomi
tertinggi dalam Indonesia yaitu sebesar 6,4% (Bank Dunia 2011) berada pada
urutan ketiga di Asia, setelah Cina dan India.
Adakah data lainnya mengenai kekuatan Indonesia menghadapi MEA 2015
lainnya?
Bank Dunia diakhir tahun 2011 dan hingga akhir 2013 terus mencatat peningkatan

pertumbuhan ekonomi Indonesia di ASEAN. Realisasi investasi pada tahun 2012
lalu mencapai Rp 313,2 triliun dan ini merupakan tertinggi sepanjang sejarah
Indonesia. untuk kelas menengah, pertumbuhan Indonesia juga terus meningkat,
dari hanya sebesar 37,7% di tahun 2003, menjadi 56,6% pada tahun 2010 menurut
data Bank Dunia.

Total PDB Indonesia juga menembus 846 milyar dolar Amerika di tahun 2011 dan
ini terbesar di ASEAN dan Indonesia masuk ke 16 di dunia, termasuk menjadi
satu-satunya anggota ASEAN yang menjadi anggota G20.
Debt to GDP Ratio (Rasio Hutang terhadap PDB) Indonesia juga cukup renah
dibanding dengan negara ASEAN lainnya yaitu sekitar 24%. Indonesia juga
sebagai salah satu indikator membaiknya makro ekonimi. Sebagai ilustrasi, Debt
to GDP Ratio Malaysia saja mencapai 56%. Kami yakin Indonesia pasti siap. Peta
usia penduduk Indonesia yang cukup muda, sumber daya alam yang besar dan
pasar yang besar mampu mendukung produktivitas nasional atau pulling factor.
Tantangan apa saja yang harus dilalui mengenai kesiapan Indonesia
menghadapi MEA 2015?
Mindset masyarakat, khususnya pelaku usaha Indonesia yang belum seluruhnya
mampu melihat MEA 2015 sebagai sebuah peluang. Bahkan menurut Journal of
Current Southeast Asian Affairs, kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai

ASEAN masih sangat terbatas.
Selain itu perlunya sinkronisasi program dan kebijakan pemerintah pusat dengan
daerah. Sangat diperlukan kesamaan pandang diantara pejabat daerah dan pusat.
Global Competitive Index oleh World Economic Forum menempatkan Indonesia
pada urutan ke 38, dibawah sebagian negara ASEAN seperti Singapura, Brunei,
Malaysia dan Thailand.
Tantangan lainnya yang perlu di evaluasi yakni lemahnya infrastruktur, khususnya
bidang transportasi dan energi yang menyebabkan biaya ekonomi tinggi, terutama
juga bagi sektor produksi dan bagi pasar. Kami juga melihat, pelaku usaha
Indonesia juga inward-looking yakni besarnya pasar domestik mendorong pelaku
usaha memprioritaskan pemenuhan kebutuhan pasar domestik. Selain itu
terbatasnya jumlah SDM yang kompeten untuk mendukung produktivitas nasioanl
dan birokrasi yang belum efisien serta belum sepenuhnya berpihak pada pebisnis
juga merupakan tantangan tersendiri.
Untuk para pelaku usaha, bagaimana Anda melihat peluang potensi ekonomi
Indonesia di ASEAN ini?
Saya lihat cukup optimis. Peningkatan investasi juga terlus terjadi. Seperti potensi
pengembangan industri nasional yang mendorong Indonesia sebagai production
base di kawasan dapat menopang pasar domestik yang besar. Penduduk Indonesia
khususnya usia muda itu sangar produktif ditambah lagi Indonesia memiliki

sumber daya alam yang besar. Optimis lainnya seperti Indonesia, walau masih di
bawah Malaysia, Thailand dan Singapura, tapi total wisatawan intra-ASEAN
dalam setahun mencapai lebih dari 76 juta.

Mengerucut pada pelaku usaha terutama UKM sendiri, bagaimana Anda melihat
posisi UKM di Indonesia?
Jumlah UKM di Indonesia mencapai 56,2 juta unit dan mampu menyerap 97,2%
tenaga kerja dari total angkatan kerja yang ada. UKM sangat berperan dalam
pertumbuhan ekonimi, mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan juga
berperan dalam penerimaan devisa.
Adakah target pengembangan UKM untuk tahun 2014 hingga ke 2015 nanti?
Kami menargetkan produtivitas dan daya saing UKM harus terus meningkat.
Kami menargetkan perkembangan ekspor UKM tumbuh hingga 20% pertahunnya.
Kami juga menginginkan tumbuhnya wirausaha baru yang inovatif. Target
pengembangan lainnya kami akan meningkatkan akses kredit perbankan bagi
UMKM khususnya untuk KUR dan pembiayaan lainnya.

Lalu tantangan bagi UKM sendiri dalam MEA 2015 bagaimana?
Tantangannya sangat banyak. Kami lihat persaingan makin tajam, walau sumber
daya kita banyak tapi untuk memperoleh sumber daya tersebut diperlukan strategi

khusus bagi para UKM. UKM juga harus menjaga dan meningkatkan daya saing
sebagai industri kreatif dan inovatif. Selain itu UKM juga harus meningkatkan
standar, desain dan kualitas produk agar sesuai dengan ketentuan ASEAN,
misalnya para UKM bisa melihat pada ketentuan ISO 26000 untuk green product.
Tantangan penting lainnya, UKM harus membuat diversifikasi output dan
menjaga stabilitas pendapat usaha makro agar tidak jatuh ke kelompok
masyarakat miskin. UKM juga harus memanfaatkan fasilitas pembiayaan yang
ada termasuk dalam kerangka kerjasama ASEAN.
Lalu bagaimana peran pemerintah dalam membangun daya saing UKM ini?
Pada Tataran Kebijakan dan Iklim Usaha, kami menata kembali peraturan
perundangand ari pusat sampai daerah, Pegembangan Penyelenggaraan Pelayanan
Perizinan Satu Atap/Satu Pintu. Selain itu ada perbaikan infrastruktur dan
konektivitas. Ditambah lagi kami terus mengembangkan SDM dan jiwa
kewirausahaannya.
mengembangkan SDM dan jiwa kewirausahaannya seperti apa?
Seperti memperluas gerakan kewirausahaan keseluruh Indonesia, menerapkan
kurikulum kewirausahaan mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi,
menciptakan UKM yang inovatif melalui peran inkubator Bisnis/Teknologi yang
sesuai dengan Perpres 27/2013 tentang Inkubator Wirausahaan. Lalu juga


menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kewirausahaan baik
bagi UKM yang sudah ada maupun yang baru tumbuh.
Lalu upaya pemerintah juga seperti apa dalam meningkatkan produktivitas
dan daya saing UKM ini?
Sejauh ini dan masih terus berjalan, kami selalu berupaya melakukan penguatan
forum setra atau klaster untuk UKM. Kami juga melakukan pengembangan
produk unggulan daerah melalui One Village One Product (OVOP), lalu
memfasilitasi penguatan teknologi baik untuk produksi maupun pemasaran
melalui pemanfaat ICT dan meningkatkan standar dan kualitas produk UKM
termasuk fasilitasi SNI.
Mengenai pendanaan, apa saja yang dilakukan pemerintah untuk
membangun daya saing UKM sendiri?
Kami berusaha meningkatkan akses pendanaan bagi para UKM. Kami
memfasilitasi pembiayaan bagi wirasuhsaha pemula. Perluasan akses pembiayaan
dan pengurangan biaya bunga KUR, Kredit ketahanan Pangan dan Energi,
keungan syariah dan lainnya terus dilakukan. Lalu peningkatan peran Lembaga
Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dalam mendukung pembiayaan ekspor juga
terus lakukan. Selain itu kami juga melakukan optimalisasi trade financing atau
bilateral swap atau istilahnya ASEAN Regional Development Fund.
Terakhir, mengenai akses pasar produk UKM, upaya apa yang dilakukan

pemerintah?
Kami melakukan pemetaan potensi ekspor produk UMKM ke ASEAN dan negara
lain serta memfasilitasi promosi produk UKM di dalam dan luar negeri. Penting
juga bagi kami menguatkan peran perwakilan luar negeri untuk mempromosikan
produk UKM di kawasan ASEAN serta pengembangan trading house seperti PT
Sarinah, PT PPI, SME Tower. Kami juga selalu melakukan promosi Pariwisata,
Perdagangan dan Investasi (TTI). Serta yang pasti, melakukan misi dagang di
kawasan ASEAN dan diluar ASEAN. (EVA)