BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN - Peranan Dinas Perhubungan Terhadap Pelaksanaan Uji Laik Jalan Angkutan Umum Dan Angkutan Barang Ditinjau Dari Uu No. 22 Tahun 2009(Studi Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat)

  

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian dan Fungsi Pengangkutan Istilah “pengangkutan” berasal dari kata “angkut” yang berarti

  “mengangkut dan membawa”, sedangkan istilah “pengangkutan” dapat diartikan

   sebagai “pembawaan barang-barang atau orang-orang (penumpang)”.

  Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari

   tempat asal ke tempat tujuan.

  Selain itu beberapa sarjana juga memberikan pendapat mengenai pengertian dari pengangkutan, antara lain : Menurut Sinta Uli pengangkutan didefinisikan sebagai perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak dibutuhkan dalam rangka mencapai dan meninggikan manfaat serta

   efisien.

  Menurut Abdulkadir Muhammad “Pengangkutan meliputi tiga dimensi pokok yaitu : Pengangkutan sebagai usaha (business) ; Pengangkutan sebagai

   perjanjian (agreement) ; Pengangkutan sebagai proses (process)”.

  HMN Purwosutjipto mendefinisikan, pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkutdengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan 12 13 Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hal 3 Ridwan Khairandy, Machsun Tabroni, Ery Arifuddin, dan Djohari Santoso, Pengantar

  Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1 , Gama Media, Yogyakarta, 1999, hal. 195 14 Sinta Uli, op. cit, hal. 20

  diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim

   mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.

  Menurut M.N. Nasution pengangkutan didefinisikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal menuju tempat tujuannya, selanjutnya dijelaskan bahwa proses pengangkutan tersebut merupakan gerakan dari tempat asal, dimana kegiatan angkutan itu dimulai, ke tempat tujuan, dan ke mana

   kegiatan pengangkutan diakhiri.

  Menurut R. Soekardono, pengangkutan berisikan perpindahan tempat baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu mutlak perlu untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien, adapun proses dari pengangkutan itu merupakan gerakan dari tempat asal dari mana

   kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana angkutan itu diakhiri.

  Sedangkan menurut Hasim Purba pengertian pengangkutan adalah kegiatan pemindahan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui angkutan darat, angkutan perairan maupun angkutan udara dengan

   menggunakan alat angkutan.

  Dari berbagai definisi mengenai pengertian pengangkutan yang telah diuraikan tersebut maka menurut penulis pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pihak pengangkut dengan pihak yang diangkut untuk 16 HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 3 cet. ke 12,

  Djambatan, Jakarta, 2000 hal 1 17 18 M.N. Nasution, Manajemen Transportasi, Ghalia Indonesia, Bogor, 2008, hal 3

R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, CV Rajawali, Jakarta, 2001, hal. 5 menyelenggarakan pengangkutan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan dengan selamat dimana pihak yang diangkut melakukan sejumlah pembayaran sebagai biaya pengangkutan orang dan/atau barang tersebut. Dengan adanya proses pengangkutan maka akan meningkatkan nilai guna dari suatu barang dan juga nilai efisien bagi orang-orang yang memanfaatkan proses pengangkutan tersebut yang mana merupakan salah satu dari fungsi pengangkutan. Sejalan dengan itu menurut HMN Purwosutjipto, fungsi pengangkutan adalah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke

   tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai.

  Secara umum dapat dikatakan bahwa pengangkutan berfungsi untuk mendukung kegiatan masyarakat disegala bidang kehidupan baik bidang perdagangan, politik, sosial, ekonomi, budaya dan lainnya. Tanpa ada pengangkutan tentunya kegiatan masyarakat terhambat karena nilai daya guna dari suatu barang/orang tidak dapat dimaksimalkan. Untuk mencapai hasil yang diharapkan serta dapai dicapainya fungsi-fungsi pengangkutan, maka dalam pengangkutan diperlukan beberapa

  

  unsur yang memadai berupa : 1.

  Alat angkutan itu sendiri (operating facilities) Setiap barang atau orang akan diangkut tentu saja memerlukan alat pengangkutan yang memadai, baik kapasitasnya, besarnya maupun perlengkapan.

  Alat pengangkutan yang dimaksud dapat berupa truk, kereta api, kapal, bis atau

  20 21 HMN Purwosutjipto, op. cit, hal 1 Sri Rejeki Hartono, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat , UNDIP, 2001, hal

  8 pesawat udara. Perlengkapan yang disediakan haruslah sesuai dengan barang yang diangkut.

  2. Fasilitas yang akan dilalui oleh alat-alat pengangkutan (right of way) Fasilitas tersebut dapat berupa jalan umum, rel kereta api, peraiaran/sungai, Bandar udara, navigasi dan sebagainya. Jadi apabila fasilitas yang dilalui oleh angkutan tidak tersedia atau tersedia tidak sempurna maka proses pengangkutan itu sendiri tidak mungkin berjalan dengan lancar.

  3. Tempat persiapan pengangkutan (terminal facilities) Tempat persiapan pengangkutan ini diperlukan karena suatu kegiatan pengangkutan tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak ada terminal yang dipakai sebagai tempat persiapan sebelum dan sesudah proses pengangkutan dimulai.

  Dalam pengangkutan juga memiliki asas-asas yang merupakan landasan filosofis yang dibagi atas dua macam yaitu yang bersifat publik dan yang bersifat perdata. Asas hukum publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan , pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah (negara). Asas hukum perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua belah pihak dalam pengangkutan, yaitu

   pengangkut dan penumpang atau pemilik barang.

   Asas hukum publik menurut Abdulkadir Muhammad adalah : 1.

  Asas manfaat 22 Abdulkadir Muhammad, op. cit, hal 12

2. Asas adil dan merata 3.

  Asas kepentingan umum 4. Asas keterpaduan 5. Asas tegaknya hukum 6. Asas percaya diri 7. Asas keselamatan penumpang 8. Asas berwawasan lingkungan hidup 9. Asas kedaulatan negara

  10.Asas kebangsaan

   Sedangkan asas hukum perdata menurut Abdulkadir Muhammad yaitu : 1.

  Asas perjanjian 2. Asas koordinatif 3. Asas campuran 4. Asas retensi 5. Asas pembuktian dengan dokumen B.

  Prinsip Dasar dan Jenis-Jenis Pengangkutan Dalam sistem pengangkutan, selain mempunyai asas sebagai landasan filosofis juga mengenal prinsip dasar tanggung jawab dalam kegiatan pengangkutan. Dalam hukum pengangkutan dikenal tiga prinsip tanggung jawab yaitu tanggung jawab karena kesalahan (fault liability), tanggung jawab karena praduga (presumption liability), dan tanggung jawab mutlak (absolute liability). Hukum pengangkutan di Indonesia umumnya menganut prinsip tanggung jawab

   karena kesalahan dan karena praduga.

  1. Tanggung jawab karena kesalahan Menurut prinsip ini, setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutann harus bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya itu. Pihak yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini dianut dalam pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) Indonesia tentang perbuatan melawan hukum (illegal act) sebagai aturan umum (general rule). Aturan khusus ditentukan dalam undang-undang yang mengatur masing-masing jenis pengangkutan.

  2. Tanggung jawab karena praduga Menurut prinsip ini, pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Akan tetapi, jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, ia akan dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian itu. Tidak bersalah artinya tidak melakukan kesalahan, telah berupaya melakukan tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau perisitiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada pada pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang diselenggarakan pengangkut. Prinsip ini hanya dijumpai dalam Undang-Undang Pelayaran Indonesia.

3. Tanggung jawab mutlak

  Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa harusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apa pun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan dengan kalimat : “Pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena

   perisitiwa apa pun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini.

  Pengangkutan secara umum terbagi atas tiga jenis yaitu pengangkutan darat, pengangkutan laut dan pengangkutan udara. Pembagian tersebut lebih mengacu kepada dimana pengangkutan itu dilakukan. Pengangkutan darat terdiri atas pengangkutan jalan raya, pengangkutan kereta api dan pengangkutan perairan yang ada di darat. Pengangkutan laut yaitu pengangkutan yang dilakukan di perairan laut. Pengangkutan udara yaitu pengangkutan yang dilakukan diatas udara (terbang) menggunakan alat angkutan udara seperti pesawat.

  Namun akhir-akhir ini muncul satu lagi jenis pengangkutan yang mulai masuk dalam pembagian umum jenis-jenis pengangkutan tersebut yaitu pengangkutan pipa. Pengangkutan pipa biasanya untuk mengangkut hasil minyak, gas bumi dan hasil tambang bersifat cair. Pipa-pipa tersebut tertanam dibawah tanah dan ada juga yang melewati perairan darat maupun laut.

  Sedangkan menurut Hasnil Basri membagi pengangkutan atas tiga jenis,

  

  yaitu :

  a. Pengangkutan Darat Ruang lingkup angkutan darat dinyatakan sepanjang dan selebar negara, yang artinya ruang lingkupnya sama dengan ruang lingkup negara. Angkutan darat dapat dilakukandengan berjenis-jenis alat pengangkutan, antara lain dengan kendaraan bermotor di atas jalan raya dan dengan kendaraan kereta api dan listrik di atas rel. Pada dasarnya pengangkutan melalui darat digunakan untuk menghubungkan kota yang satu dengan kota yang lain atau daerah yang lain di satu pulau. Selain dari jenis angkutan tersebut, pengangkutan surat-surat/ paket melalui pos dan berita lewat kawat radio dan televisi termasuk juga pengangkutan darat.

  b. Pengangkutan Laut Laut memiliki fungsi yang beraneka ragam. Selain berfungsi sebagai sumber makanan dan mata pencaharian bagi umat manusia, sebagai tempat berekreasi, dan sebagai alat pemisah atau pemersatu bangsa, laut juga berfungsi sebagai jalan raya perdagangan. Ruang lingkup angkutan laut jauh berbeda dari ruang lingkup angkutan darat. Ruang lingkup angkutan laut meluas melampaui batas Negara, sehingga ruang lingkup itu dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:

  1. Ruang lingkup angkutan laut dalam negeri, 27 Hasnil Basri, Hukum Pengangkutan, Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU,

  2. Ruang lingkup angkutan laut luar negeri.

  Dalam hal ini, hubungan nasional dan internasional tidak hanya terletak pada satu bidang hukum saja, melainkan pada bidang yang beraneka ragam, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum laut meliputi seluruh bidang hukum, baik hukum publik dan privat nasional maupun internasional.

  c. Pengangkutan Udara

  International Air Transport Association (IATA) sebagai organisasi

  internasional, yang mana tergabung sebagian besar pengangkut-pengangkut udara diseluruh dunia telah menyetujui syarat-syarat umum pengangkutan (General

  

Condition of Carriage ), baik untuk penumpang, bagasi maupun untuk barang.

  Syarat-syarat umum pengangkutan ini bertujuan untuk mengadakan keseragaman dalam syarat-syarat pengangkutan bagi para anggotanya.Syarat-syarat umum ini perlu diketahui lebih dulu oleh calon penumpang atau pengirim barang, sebab di dalam tiket penumpang selalu disebutkan bahwa pengangkutan udara dengan tiket itu tunduk pada syarat-syarat khusus pengangkutan dan ordonansi pengangkutan udara di Indonesia (S. 1939-100). Dengan membeli tiket pengangkutan udara, maka telah terjadi perjanjian pengangkutan antara pengusaha dengan penumpang dan dengan sendirinya semua ketentuan-ketentuan yang tercantum pada tiket pengangkutan udara telah berlaku.

  HMN. Purwosutjipto membedakan jenis-jenis pengangkutan menjadi empat kelompok yaitu: pengangkutan darat, pengangkutan laut, pengangkutan

  

  udara, dan pengangkutan perairan darat. Selanjutnya Sution Usman Adji dkk secara umum membagi jenis-jenis pengangkutan itu atas : pengangkutan udara, pengangkutan perairan darat, pengangkutan dengan kendaraan bermotor dan

  

  kereta api dan pengangkutan di laut. Sedangkan menurut Hasim Purba

  

  membedakan jenis-jenis pengangkutan itu sebagai berikut : 1.

  Pengangkutan di darat yang terdiri dari a.

  Pengangkutan dengan kendaraan bermotor b. Pengangkutan dengan kereta api c. Pengangkutan dengan tenaga hewan 2. Pengangkutan di perairan yang terdiri dari a.

  Pengangkutan di laut b. Pengangkutan di sungai dan danau c. Pengangkutan penyeberangan 3. Pengangkutan udara

  Sebagaimana dijelaskan bahwa pengangkutan terdiri dari berbagai jenis, maka tentunya dalam pelaksanaan pengangkutan terdiri dari pihak-pihak yang bersangkutan dalam pengangkutan tersebut. Yang dimaksud dengan pihak-pihak dalam pengangkutan adalah para subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan.

  Adapun pihak-pihak dalam pengangkutan menurut Abdulkadir Muhammad

  

  yaitu sebagai berikut : 1.

  Pengangkut

  29 30 Hasim Purba, op. cit, hal 9 Ibid , hal 9-10

  Berkewajiban utama menyelenggarakan pengangkutan dan berhak atas biaya pengangkutan.

  2. Pengirim Berkewajiban utama membayar biaya pengangkutan dan berhak atas pelayanan pengangkutan barangnya.

  3. Penumpang Berkewajiban utama membayar biaya pengangkutan dan berhak atas pelayanan pengangkutan.

  Sedangkan menurut Hasim Purba, harus dilihat antara pernjanjian pengangkutan barang dan perjanjian pengangkutan penumpang. Dalam perjanjian

  

  pengangkutan barang para pihak terkait bisa terdiri dari : 1.

  Pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan), yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan, barang dan berhak atas pembayaran tarif angkutan sesuai yang telah diperjanjikan.

  2. Pihak pengirim barang (pengguna jasa angkutan), yakni pihak yang berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah disepakati dan berhak untuk memperoleh pelayanan jasa angkutan atas barang yang dikirimnya.

  3. Pihak penerima barang (pengguna jasa angkutan), yakni sama dengan pihak pengirim dalam hal pihak pengirim dan penerima adalah merupakan subjek yang berbeda. Namun adakalanya pihak pengirim barang juga adalah sebagai pihak yang menerima barang yang diangkut ditempat tujuan.

  Sedangkan dalam hal perjanjian pengangkutan penumpang, maka pihak

  

  yang terkait adalah : 1.

  Pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan) yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan.

  2. Pihak penumpang (pengguna jasa angkutan), yakni pihak yang berhak mendapatkan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan.

  Menurut Wiwoho Soedjono menjelaskan bahwa di dalam pengangkutan di laut terutama mengenai pengangkutan barang, maka perlu diperhatikan adanya

   tiga unsur yaitu : pihak penerima barang dan barangnya itu sendiri.

  Menurut HMN Purwosutjipto pihak-pihak dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan pengirim. Pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Lawan dari pihak pengangkut ialah pengirim yaitu pihak yang mengikatkan dari untuk membayar uang angkutan,

  

dimaksudkan juga ia memberikan muatan.

  C. PERATURAN HUKUM MENGENAI PENGANGKUTAN DI

  INDONESIA Sistem pengangkutan yang sedemikian kompleks menuntut adanya pengaturan hukum mengenai pengangkutan itu sendiri. Sumber-sumber hukum 33 34 Hasim Purba, op. cit, hal 12-13

  Ibid , hal 11-12 pengangkutan di Indonesia terdiri dari undang-undnag pengangkutan, perjanjian- perjanjian pengangkutan, konvensi internasional mengenai pengangkutan dan juga kebiasaan-kebiasaan yang ada dan berlaku dalam sistem pengangkutan di Indonesia. Hukum mengenai pengangkutan di Indonesia itu sendiri sudah banyak berkembang sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang hingga saat ini.

  Adapun peraturan hukum mengenai pengangkutan yang berlaku sekarang ini adalah :

1. Pengangkutan Darat yaitu : a.

  Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan b. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan c. Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan

  Angkutan Jalan d. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2011 tentang Forum Lalu Lintas dan

  Angkutan Jalan e. Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan f. Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan

  Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran lalu Lintas dan Angkutan Jalan g. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yaitu Buku I, Bab V, bagian 2 dan 3, mulai Pasal 90 sampai dengan Pasal 98.

  h.

  Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian i. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

  Kereta Api j.

  Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian 2. Pengangkutan Perairan yaitu : a. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran b. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan c. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian d. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan e. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan f. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Buku II, Bab V, tentang “Perjanjian

  Carter Kapal”, Bab V A tentang “Pengangkutan Barang-Barang”, Bab V B tentang “Pengangkutan Barang”

3. Pengangkutan Udara, yaitu : a.

  Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan b. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 88 Tahun 2013 tentang Jaringan dan Rute Penerbangan

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012-2013

0 0 8

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Variabel - Enanalisis Pgaruh Luas Lahan, Pupuk, Dan Curah Hujan Terhadap Hasil Produktifitas Padi Sawah Di Kabupaten Langkat Tahun 2006 - 2011

0 0 13

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Enanalisis Pgaruh Luas Lahan, Pupuk, Dan Curah Hujan Terhadap Hasil Produktifitas Padi Sawah Di Kabupaten Langkat Tahun 2006 - 2011

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) - Penentuan Tinggi Muka Air Banjir Sungai Deli

0 0 30

Pengaruh Total Quality Management terhadap Kinerja Keuangan pada Rumah Sakit Umum Imelda Medan

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1. Total Quality Management 1. Pengertian Total Quality Management - Pengaruh Total Quality Management terhadap Kinerja Keuangan pada Rumah Sakit Umum Imelda Medan

0 0 22

Pengaruh Total Quality Management terhadap Kinerja Keuangan pada Rumah Sakit Umum Imelda Medan

3 3 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Evaluasi Tinggi Tanggul Banjir Rob Muara Sungai Belawan

0 0 39

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Air Minum - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi Medan

0 0 16

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi Medan

0 0 8