BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Evaluasi Tinggi Tanggul Banjir Rob Muara Sungai Belawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hidrologi

  Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi – penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan di mana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah. Gambar 2.1 berikut merupakan gambar siklus hidrologi.

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi

2.1.1 Curah Hujan

  Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang mendapatkan hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian diramalkan besarnya curah hujan pada periode tertentu. Berikut dijabarkan tentang cara menentukan tinggi curah hujan arel. Dengan melakukan penakaran atau pecatatan hujan, kita hanya mendapat curah hujan di suatu titik tertentu (point

  

rainfall ). Jika di dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat

  curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal.

  Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan rata-rata pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos penakar atau pencatat.

  1. Rata-rata aljabar Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata hitung

  

(arithmatic mean) pengukuran hujan di pos penakar-penakar hujan di dalam areal

studi.

  …

  d = = ∑ (2.1) di mana d = tinggi curah hujan rata-rata, d

  1 , d 2 . . . d n = tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, . . . , n, dan n = banyak pos penakaran.

  Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos penakarnya ditempatkan secara merata di areal tersebut, dan hasil penakaran masing-masing pos penakar tidak me menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh uh pos di seluruh areal.

  2. Cara Poligon Thie hiessen Cara ini berdasarkan kan rata-rata timbang (weighted average). ). Masing-masing penakar mempunyai ai daerah pengaruh yang dibentuk dengan m menggambarkan garis-garis sumbu tega tegak lurus terhadap garis penghubung di antar ntara dua buah pos penakar. Gambar 2.2 2.2 menunjukkan contoh posisi stasiun 1, 2, da 2, dan 3 dari skema poligon Thiessen dala n dalam Daerah Aliran Sungai (DAS).

Gambar 2.2 Poligon T gon Thiessen pada DAS

  Curah hujan pada suat suatu daerah dapat dihitung dengan persamaan be n berikut: A . d   A A . d   .....   A . d 1 1 2 2 n n

  (2.2) 2.2) d   A   A   .....   A 1 2 n

  A . d   A A . d   .....   A . d (2.3)

  1

  1

  2 2 n n

  d   A dimana d = tinggi cur curah hujan rerata daerah (mm), d n = hujan pa pada pos penakar

  2

  2

  hujan (mm), A = lua luas daerah pengaruh pos penakar hujan (km km ), dan A = luas

  n

  2 total DAS (km ).

  3. Cara isohyet Dalam hal ini kita harus menggambarkan dulu kontur dengan tinggi curah hujan yang sama (isohyet), seperti terlihat pada Gambar 2.3 berikut.

Gambar 2.3 Peta Isohyet

  Kemudian luas bagian di antara isohyet-isohyet yeng berdekatan diukur, dan nilai rata-ratanya dihitung sebagai berikut: 1 1 2 n 1 n

      d d A d d d d

  (2.4)

   n A A ... A

  2

  2

  

2

 d 1 2 n   i  1 i A A ...A d  d i

  (2.5)

  A 

  2 d  i A 

  di mana d = tinggi curah hujan rata-rata areal, A = luas areal total = A

  1 + A 2 + A

  3 + ...+ A n , dan d 0, d 1, ..., d n = curah hujan pada isohyet 0, 1, 2, ..., n.

  Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata, tetapi memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan untuk membuat isohyet. Pada waktu menggambar garis-garis isohyet sebaiknya

  juga memperhatikan pengaruh bukit atau gunung terhadap distribusi hujan (hujan orografik).

2.1.2 Distribusi Frekuensi Curah Hujan

  Untuk menganalisis probabilitas curah hujan biasanya dipakai beberapa macam distribusi yaitu: A. Distribusi Normal

  B. Log Normal

  C. Gumbel D.Log Pearson Type III

  A. Distribusi Normal Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Normal, dengan persamaan sebagai berikut:

  X T = X + k.Sx (2.6)

  Dimana:

  X T : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun. n

  X i1 X: Harga rata–rata dari data  n

  K: Variabel reduksi

  Sx : Standard Deviasi

  

1 n

  X X n 1 i n 1 2 i

   

Tabel 2.1 Nilai Variabel Reduksi Gauss

  

(sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 37)

B. Distribusi Log Normal

  Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Log Normal, dengan persamaan sebagai berikut:

  Log X T = Log X + k.Sx Log X (2.7) Dimana: Log X T : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang T tahun. n

  log (X ) i

1

Log X : Harga rata – rata dari data

   n n n 2 (LogX Log X ) i i

    1 1 SxLog X: Standard Deviasi  n

  1 

  K : Variabel reduksi

Tabel 2.2 Nilai K untuk Distribusi Log Normal

  (Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 37)

C. Distribusi Gumbel

  Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode E.J. Gumbel, dengan persamaan sebagai berikut:

  X T = X + K.Sx (2.8)

  Dimana:

  X T : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rencana untuk periode ulang T (tahun). n

  X i1 X: Harga rata – rata dari data 

n n n 2 X  i i

  

X

  1 1 Sx: Standard Deviasi

   n 

1 K: Variabel reduksi.

  Untuk menghitung variabel reduksi E.J. Gumbel mengambil harga: Y  Y T n

  K  (2.9)

  S n Dimana: Y T : Reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang T Yn : Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (N) Sn: Reduced standard deviation sebagai fungsi dari banyak data N

Tabel 2.3 Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel

  (Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 51)

Tabel 2.4 Reduksi Variat (YTR) sebagai fungsi periode ulang Gumbel

  (Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 52)

Tabel 2.5 Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel

  (Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 52)

D. Distribusi Log Person III

  Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode Log Person Type III, dengan persamaan sebagai berikut:

  Log X = + Ktr. S1 (2.10)

  T Log

  X Dimana: Log X T : Variate diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang T tahun. n

  Log

  X i i1

  Log X : Harga rata – rata dari data, Log

  X  n 2 n Log X  Log

  X  i 

   i  1 S : Standard Deviasi, S =

  1

  1 n 

  1 n 3

  n . Log X  Log

  X

   i   i  1

  dengan periode ulang T. Cs  3 ( n  1 ) ( n  2 ) . S i

  Dimana : Cs = Koefisien kemencengan

Tabel 2.6 Nilai K untuk distribusi Log Pearson

  

(Sumber: Buku sistem drainase perkotaan yang berkelanjutan hal 43)

2.2 Metode Perhitungan Debit Banjir

  2.2.1 Debit Rancangan Dengan Metode Rasional

  Besarnya debit rencana dihitung dengan memakai metode Rasional kalau daerah alirannya kurang dari 80 Ha.Untuk daerah yang alirannya lebih luas sampai dengan 5000 Ha, dapat digunakan metode rasional yang diubah.Untuk luas daerah yang lebih dari 5000 Ha, digunakan hidrograf satuan atau metode rasional yang diubah. Rumus metode rasional:

  Q = f x C x I x A (2.20)

  dimana, C: Koefisien pengaliran, I: Intensitas hujan selama waktu konsentrasi

  2 (mm/jam), A: Luas daerah aliran (km ) dan f: Faktor konversi = 0,278.

  2.2.2 Metode Hidrograf Banjir

  Kebanyakan daerah aliran sungai sebagian besar curah hujan akan menjadi limpasan langsung. Aliran semacam ini dapat menghasilkan puncak banjir yang tinggi. Teori hidrograf satuan menghubungkan hujan netto atau hujan efektif, yaitu sebagian hujan total yang menyebabkan adanya limpasan permukaan, dengan hidrograf limpasan langsung sehingga merupakan sarana untuk menghitung hidrograf akibat hujan sebarang. Ini dikerjakan atas dasar anggapan bahwa transformasi hujan netto menjadi limpasan langsung tidak berubah karena waktu (time invariant).Dari sudut limpasan langsung semua hujan yang tidak memberikan sumbangan terhadap terjadinya banjir dipandang sebagai kehilangan. Kehilangan tersebut terdiri atas:

  1. Air hujan yang tersangkut didahan pohon dan tumbuhan (interception)

  2. Tampungan di cekungan (depression storage)

  3. Pengisian lengas tanah (replenisment of soil moisture)

  4. Pengisian air tanah (recharge) dan

  5. Evapotranspirasi Jadi hidrograf tersebut didefinisikan sebagai hubungan antara salah satu unsur aliran terhadap waktu. Berdasarkan definisi tersebut dikenal ada 2 macam hidrograf, yaitu hidrograf muka air dan hidrograf debit. Hidrograf muka air tidak lain adalah data atau garafik hasil rekaman AWLR (Automatic Water Level

  

Recorder ). Sedangkan hidrograf debit, yang dalam pengertian sehari hari disebut

  hidrograf, diperoleh dari hidrograf muka air dan lengkung debit.Hidrograf tersusun atas dua komponen, yaitu aliran permukaan, yang berasal dari aliran langsung air hujan, dan aliran dasar (base flow).Aliran dasar berasal dari air tanah yang pada umumnya tidak memberikan respon yang cepat terhadap hujan.

a. Hidrograf Satuan

  Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi merata diseluruh DAS dan dengan intensitas tetap selama satu satuan waktu yang ditetapkan, yang disebut hujan satuan.Hujan satuan adalah curah hujan yang lamanya sedimikian rupa sehingga lamanya limpasan permukaan tidak menjadi pendek, meskipun curah hujan itu menjadi pendek. Jadi hujan satuan yang dipilih adalah yang lamanya sama atau lebih pendek dari periode naik hidrograf (waktu dari titik permulaan aliran permukaan sampai puncak). Periode limpasan dari hujan satuan semuanya adalah kira kira sama dan tidak ada sangkut pautnya dengan intensitas hujan.

  Hidrograf satuan merupakan model sederhana yang menyatakan respon DAS terhadap hujan.Tujuan dari hidrograf satuan adalah untuk memperkirakan hubungan antara hujan efektif dan aliran permukaan.Konsep hidrograf saatuan pertama kali dikemukakan oleh Sherman pada tahun 1932. Dia menyatakan bahwa suatu sistem DAS mempunyai sifat khas yang menyatakan respon DAS terhadap suatu masukan tertentu yang berdasarkan 3 prinsip:

  1. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan limpasan dengan durasi sama, meskipun jumlahnya berbeda. Ini merupakan aturan empiris yang mendekati kebenaran.

  2. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu, intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan menghasilkan hidrograf limpasan, dimana ordinatnya pada sembarang waktu memiliki proposi yang sama dengan proposi intensitas hujan efektif. Dengan kata lain, ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan efektif yang menimbulkannya. Hal ini berarti bahwa hujan sebanyak n kali lipat dalam satuan waktu tertentu akan menghasilkan suatu hidrograf dengan ordinat sebesar n kali lipat.

  3. Prinsip superposisi dipakai pada hidrograf yang dihasilkan oleh hujan efektif berintensitas seragam yang memiliki periode periode yang berdekatan dan/atau tersendiri. Jadi, hidrograf yang merepresentasikan kombinasi beberapa kejadian aliran permukaan adalah jumlah dari ordinat hidrograf tunggal yang member kontribusi.

  Ketiga asumsi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tanggapan DAS terhadap hujan adalah linier, walaupun sebenarnya kurang tepat.Namun demikian, penggunaan hidrograf satuan telah banyak memberikan hasil yang memuaskan untuk berbagai kondisi. Sehingga, teori hidrograf satuan banyak dipakai dalam menentukan debit atau banjir rencana.

b. Hidrograf Satuan Sintetik

  Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa untuk menurunkan hidrograf satuan diperlukan rekaman data limpasan dan data hujan, padahal sering kita jumpai ada beberapa DAS tidak memiliki sama sekali catatan limpasan. Dalam kasus ini, hidrograf satuan diturunkan berdasarkan data-data dari sungai pada DAS yang sama atau DAS terdekat yang mempunyai karakteristik yang sama. Karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu perlu dicari waktu, lebar dasar, luas, kemiringan, panjang, koefisien limpasan dan lain sebagainya. Hasil dari penurunan hidrograf satuan ini dinamakan hidrograf satuan sintetik (HSS). Ada tiga jenis hidrograf satuan sintetis, yaitu:

  1. Hidrograf Satuan Sintetik Nakyasu

  2. Hidrograf Satuan Sintetik Snyder

  3. Hidrograf Satuan Sintetik Gama I

  4. Hidrograf Satuan Sintetik SCS Dalam tugas akhir ini hanya akan dibahas mengenai Hidrograf Satuan

  Sintetik Nakayasu. Hidrograf tersebut penulis rasa cocok dengan kedaan lokasi studi (Sungai Babura).

c. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

  Stasiun pengukur debit dan tinggi muka air sungai (stasiun hidrometri) pada umumnya hanya dipasang di tempat tempat tertentu yang dipandang oleh pengelolanya mempunyai arti yang cukup penting.Hal tersebut disebabkan karena tidak mungkin memasang stasiun hidrometri disembarang tempat dan biaya pemasangannya juga tidak murah.Namun masalah yang banyak timbul adalah ketidak-cocokan antara rencana pengembangan jaringan stasiun hidrometri.Pengembangan suatu daerah sering tidak dapat diketahui sebelumnya, atau kalau rencana itu diketahui tidak selekasnya diikuti dengan keiatan pengumpulan data.Hingga pada saat dibutuhkan untuk analisis data tidak tersedia, atau tersedia dalam jangka waktu yang sangat pendek.

  Untuk mengatasi hal ini sebenarnya di Indonesia telah dikenal dan banyak digunakan cara cara untuk memperkirakan banjir rancangan yang didasarkan atas persamaan rasional.Cara ini mengandalkan data curah hujan sebagai dasar hitungan.Namun dari penelitian terbukti bahwa cara cara seperti Melchior, Der Weduwen dan Haspers mempunyai penyimpangan yang berkisar antara 2% - 80%, dengan penyimpangan rata rata berturut turut sebesar 89%, 85% dan 56%.

  Selain itu tercatat pula bahwa 77% dari kasus yang ditinjau emnunjukkan perkiraan lebih (overestimated).Cara cara rasional untuk memperkirakan banjir yang mendapatkan kritikan tajam, karena pemakaian koefisien limpasan (runoff

  

coefficient) mengundang subjektivitas yang sangat besar dan merupakan salah

  satu faktor penyebab penyimpangannya.Penyebab lainnya adalah koefisien reduksi (reduction coefficient). Persamaan rasional hanya dianjurkan untuk DAS kecil, kurang dari 80 hektar, atau untuk DAS yang memiliki unsur unsur penyusun yang seragam. Dalam perancangan diharapkan perkiraan banjir rancangan yang menyimpang sekecil mungkin. Sudah barang tentu perkiraan yang tepat tidak akan dapat diharapkan, karena proses pengalihragaman hujan menjadi banjir merupakan proses alam yang sangat kompleks yang tidak dapat diungkapkan dengan persamaan matematik secara tuntas. Cara cara lain yang lebih baik hampir seluruhnya menuntut ketersediaan data pengukuran sungai yang memadai.

  Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ini merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kesulitan kesulitan tersebut.Cara ini dapat digunakan disembarang lokasi yang dikehendaki dalam suatu DAS tanpa tergantung ada atau tidaknya data pengukuran sungai. Akan tetapi, perlu ditegaskan bahwa kegiatan hidrometrik masih tetap merupakan pilihan utama, sehingga walaupun telah ditemukan cara pendekatan yang akan banyak mengatasi masalah kelangkaan data, namun prioritas pengukuran sungai ditempat mutlak masih diperlukan. Hidrograf satuan ini secara sederhana dapat disajikan sebagai berikut ini:

  Tr t i

  0.8 Tr Tg Q Lengkung Naik

  Lengkung Turun Qp

  

0.3 Qp

  0.3 2 t Tp T

0.3

  1.5T 0.3 Gambar.2.4 Hidrograf satuan sintetik Nakayasu Nakayasu (1950) telah menyelidiki hidrograf satuan di Jepang dan memberikan seperangkat persamaan untuk membentuk suatu hidrograf satuan sebagai berikut:

  1. Waktu kelambatan (t ), rumusnya:

  g

  untuk L > 15 : = 0,4 + 0, 058

  (2.21) ,

  untuk L < 15 : = 0,21 (2.22)

  2. Waktu pucak dan debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut: = + 0,8 (2.23)

  3. Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak: = (2.24)

  ,

  4. Waktu puncak = + 0,8 (2.25)

  5. Debit puncak hidrograf satuan sintetis dirumuskan sebagai berikut: =

  (2.26) , ( , , )

  6. Bagian lengkung naik (0 < t < tp)

  ,

  =

  (2.27)

  7. Bagian lengkung turun  Jika < < , ,

  = 0,3

   Jika > >

  , ,

,

,

,

  = 0,3

  (2.29)

   Jika > 1,5

  ,

,

,

,

  = 0,3

  (2.30)

2.3 Hydologic Engineering Center River Analysis System (HEC-RAS)

  HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk memodelkan aliran di sungai,

  

River Analysis System (RAS), dibuat oleh Hydrologic Engineering Center (HEC)

  yang merupakan satuan kerja di bawah US Army Corps of Engineers (USACE).HEC-RAS merupakan model satu dimensi aliran permanen maupun tak-permanen (steady and unsteady one-dimensional flow model). HEC-RAS memiliki empat komponen model satu dimensi: (1) Hitungan profil muka air aliran permanen, (2) Simulasi aliran tak permanen, (3) Hitungan transport

  sedimen , dan (4) Hitungan kualitas (temperatur) air.

  Satu elemen penting dalam HEC-RAS adalah keempat komponen tersebut memakai data geometri yang sama, routine hitungan hidraulika yang sama, serta beberapa fitur desain hidraulik yang dapat diakses setelah hitungan profile muka air dilakukan.

  HEC-RAS merupakan program aplikasi yang mengintegrasikan fitur

  

graphical user interface , analisis hidraulik, manajemen dan penyimpanan data,

grafik, serta pelaporan.

  2.3.1 Graphical User Interface Interface ini berfungsi sebagai penghubung antara pemakai dan HEC-

  RAS. Graphical interface dibuat untuk memudahkan pemakaian HEC-RAC dengan tetap mempertahankan efisiensi. Melalui graphical interface ini, dimungkinkan untuk melakukan hal-hal berikut ini dengan mudah:  Manajemen file  Menginputkan data serta mengeditnya

   Melakukan analisis hidraulik  Menampilkan data masukan maupun hasil analisis dalam bentuk tabel dan grafik  Penyusunan laporan, dan

   Mengakses On-Line help

2.3.2 Analisis Hidraulika

  Steady Flow Water Surface Component.Modul ini berfungsi untuk

  menghitung profil muka air aliran permanen berubah beraturan (steady gradually

  

varied flow). Program ini mampu memodelkan jaringan sungai, sungai dendritik,

  maupun sungai tunggal. Regime aliran yang dapat dimodelkan adalah aliran sub- kritik, super- kritik, maupun campuran antara keduanya.

  Modul aliran permanen HEC-RAS mampu memperhitungkan pengaruh berbagai hambatan aliran, seperti jembatan (bridges), gorong-gorong (culverts), bendung (weirs), ataupun hambatan di bantaran sungai.Modul aliran permanen penetapan asuransi resiko banjir berkenaan dengan penetapan bantaran sungai dan dataran banjir.Modul aliran permanen dapat pula dipakai untuk perkiraan perubahan muka air akibat perbaikan alur atau pembangunan tanggul.

  Unsteady Flow Simulation. Modul ini mampu mensimulasikan aliran tak-

  permanen satu dimensi pada sungai yang memiliki alur kompleks.Semula, modul aliran tak-permanen HEC-RAS hanya dapat diaplikasikan pada aliran sub-kritik dan mensimulasikan regime aliran campuran (sub-kritik, super-kritik, loncat air, dan draw-downs).Fitur spesial modul aliran tak-permanen mencakup analisis dam-break, limpasan melalui tanggul dan tanggul jebol, pompa, operasi dam navigasi, serta aliran tekan dalam pipa.

  Sediment Transport/ Movable Boundary Computations.Modul ini

  mampu mensimulasikan transport sedimen satu dimensi (simulasi perubahan dasar sungai) akibat gerusan atau deposisi dalam waktu yang cukup panjang (umumnya tahunan, namun dapat pula dilakukan simulasi perubahan dasar sungai akibat sejumlah banjir tunggal).Potensi transpor sedimen dihitung berdasarkan fraksi ukuran butir sedimen sehingga memungkinkan simulasi armoring dan

  

sorting . Fitur utama modul transport sedimen mencakup kemampuan untuk

  memodelkan suatu jaring (network) sungai, dredging, berbagai alternatif tanggul, dan pemakaian berbagai persamaan (empiris) transport sedimen.

  Modul transport sedimen dirancang untuk mensimulasikan trend jangka panjang gerusan dan deposisi yang diakibatkan oleh perubahan frekuensi dan durasi debit atau muka air, ataupun perubahan geometri sungai. Modul ini dapat pula dipakai untuk memprediksi deposisi didalam reservoir, desain kontraksi untuk keperluan navigasi, mengkaji pengaruh dredging terhadap laju deposisi, memperkirakan kedalaman gerusan akibat banjir, serta mengkaji sedimentasi di suatu saluran.

  Water Quality Analysis. Modul ini dapat dipakai untuk melakukan analisis

  kualitas air di sungai. HEC-RAS versi 4.0 Beta saat ini baru dapat dipakai untuk melakukan analisis temperatur air. Versi ini akan akan dapat dipakai untuk melakukan simulasi transpor berbagai konstituen kualitas air.

2.3.3 Penyimpanan Data dan Manajemen Data

  Penyimpanan data dilakukan ke dalam “flatfiles (format ASCII dan biner), serta file HEC-DSS. Data masukan dari pemakai HEC-RAS disimpan kedalam file-file yang dikelompokkan menjadi: project, plan, geometry, steady

  

flow, unsteady flow, dan sediment data. Hasil keluaran model disimpan kedalam

binary file . Data dapat ditransfer dari HEC-RAS ke program aplikasi lain melalui

  HEC-DSS file.

  Manajemen data dilakukan melalui user interface. Pemakai diminta untuk menuliskan satu nama file untuk project yang sedang dia buat. HEC-RAS akan menciptakan beberapa file secara automatik (file-file: plan, geometry, steady flow,

  

unsteady flow, output, etc .) dan menamainya sesuai dengan nama file project yang

  dituliskan oleh pemakai. Penggantian nama file, pemindahan lokasi penyimpanan file, penghapusan file dilakukan oleh pemakai melalui fasilitas interface; operasi tersebut dilakukan berdasarkan project-by-project. Penggantian nama, pemindahan lokasi penyimpanan, ataupun penghapusan file yang dilakukan dari luar HEC-RAS (dilakuk dilakukan langsung pada folder), biasanya akan kan menyebabkan kesulitan pada saat at pemakaian HEC-RAS mengingat penguba gubahan tersebut kemungkinan besar ti r tidak dikenali oleh HEC-RAS. Oleh karena i na itu, operasi atau modifikasi file-file ha harus dilakukan melalui perintah dari dalam HE HEC-RAS.

2.3.4 Grafik dan Pelap elaporan

  Fasilitas grafik fik yang disediakan oleh HEC-RAS mencakup kup grafik X-Y alur sungai, tampang linta intang, rating curves, hidrograf, dan grafik-g k-grafik lain yang merupakan plot X-Y -Y berbagai variabel hidraulik. HEC-RAS me menyediakan pula fitur plot 3D beberapa apa tampang lintang sekaligus. Hasil keluaran m n model dapat pula ditampilkan dalam be bentuk tabel.Pemakai dapat memilih antara ra memakai tabel yang telah disediaka akan oleh HEC-RAS atau membuat/mengedi ngedit tabel sesuai kebutuhan. Grafik da dan tabel dapat ditampilkan di layar, dicetak, k, atau dicopy ke

  

clipboard untuk dim dimasukkan kedalam program aplikasi lain (w n (word processor,

spreadsheet ). Fasilita itas pelaporan pada HEC-RAS dapat berupa p upa pencetakan data

  masukan dan keluaran h ran hasil pada printer atau plotter.

Gambar 2.5. Tampilan H pilan HEC-RAS 4.0

2.4 Banjir ROB

  Banjir Rob adalah nama lain dari banjir air laut. Lebih tepatnya adalah jenis banjir yang diakibatkan pasang surutnya air laut. Wilayah yang tergenang air laut ini adalah mean sea level atau permukaan yang jauh lebih rendah dari titik laut. Sama seperti banjir lainnya, banjir Rob ini juga membahayakan pemukiman manusia.

  Penyebab Terjadinya Banjir Rob antara lain

  1. Penyebab utama Banjir Rob adalah Gravitasi, baik itu gravitasi bulan atau matahari atas Bumi. Gravitasi ini mempegaruhi tinggi dan rendahnya kenaikan air lautan.

  2. Banjir Rob disebabkan kapasitas air di lautan bertambah dalam jumlah massif oleh karena mencairnya es.

  3. Penyebab selanjutnya adalah karena terjadi penurunan pada permukaan tanah. Hal ini bisa dipicu dua hal yakni tidak kuatnya tanah menopang bagunan yang berdiri di atasnya dan juga karena penggunaan air tanah yang terlalu banyak dan menciptakan ruang kosong dalam tanah.

  4. Penyebab selanjutnya adalah karean tekanan udara di wilayah pantai cukup rendah. Hal ini, dalam kondisi tertentu, bisa membuat air laut menyembul.

  5. Banjir Rob juga bisa terjadi karena adanya sejumlah fenomena seperti air laut yang saling berinteraksi, bada tropis atau juga swell atau gelombang yang muncul dari jarak yang jauh.

  6. Tambahan penyebab lain datang dari aktivis LSM, mereka berpendapat rusaknya vegetasi di kawasan leuser turut menjadi penyebab terjadinya Banjir Rob. Dampak Banjir Rob antara lain :

  1. Banjir karena pasang air laut (rob) ini telah memberikan dampak negatif terhadap kawasan permukiman pesisir. Selain merubah lingkungan, banjir Rob juga memberi tekanan batin pada masyarakat.

  2. Banjir Rob bisa merusak infrastruktur di lingkungan masyarakat. Misalnya saja kayu yang cepat lapuk karena terus-menerus tergenang air.

  3. Banjir akibat pasang air laut (rob) juga berdampak pada rusaknya sarana dan prasarana lingkungan seperti air bersih. Air laut akan bercampur dengan air tawar. Hal ini akan membuat masyarakat kesulitan mendapat air bersih.

  4. Banjir rob juga mengganggu sistem persampahan, drainase, dan juga sanitasi. Air yang bercampur dengan sampah tentu tak baik.

  5. Apabila berlangsung cukup lama, maka banjir Rob akan membawa pada penurunan kualitas kesehatan masyarakat di wilayah tersebut.

2.5 Pasang Surut

  Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda langit,terutama matahari dan bulan terhadap massa airlaut di bumi.

  Elevasi muka air tertinggi (pasang) sangat penting di dalam menentukan elevasi puncak bangunan dan fasilitasnya. (Ongkosongodkk, 1998). Tinggi pasang surut adalah amplitudo total dari variasi muka air antara air tertinggi (puncak air pasang) dan air terendah (lembah air surut).Variasi muka air menimbulkan arus yang disebut arus pasang surut, yang menyangkut massa air dalam jumlah yang sangat besar. Arus pasang terjadi pada waktu periode pasang dan arus surut terjadi pada arus surut. Titik balik adalah saat dimana arus berbalik antara arus pasang dan arus surut. Titik balik ini bisa terjadi pada saat muka air tertinggi dan muka air terendah. Pada saat tersebut kecepatan arus adalah nol. (Ongkosongodkk, 1998).

  Data pasang surut sangat diperlukan dalam penentuan elevasi muka air rencana pintu. Kantor Jawatan Hydrografi di Jakarta setiap tahun mengeluarkan data pasang surut di beberapa lokasi di Indonesia. Data-data pasang surut tersebut dapat menunjukkan elevasi muka air laut yang digunakan untuk perencanaan.

  Pasang adalah fenomena naiknya permukaan air laut akibat adanya pengaruh gaya tarik (gravitasi) bulan dan matahari terhadap bumi. Tinggi rendahnya kenaikan air pasang itu ditentukan oleh dua faktor: (1) posisi relatif bulan dan matahari terhadap bumi, (2) serta jarak bulan (pada orbitnya) dengan titik pusat (inti) bumi.

  Besar kecilnya efek kedua faktor tadi menentukan besar-kecilnya selisih permukaan air saat pasang dengan permukaan air saat surut. Bila rentang selisih tersebut lebih kecil dari rata-rata maka pasang itu di sebut neap tide (pasang konda). Bila rentang selisih air pasang dengan air surut lebih besar daripada rata- rata maka pasang demikian disebut spring tide (pasang tinggi).

  Pasang tinggi (spring tide selalu terjadi setiap setengah bulan sekali, ketika bulan dan matahari membentuk (atau mendekati) garis lurus terhadap bumi. Tetapi kejadian tersebut tidak selalu menimbulkan masalah atau bencana bila tidak disertai oleh faktor lain yang menyebabkan spring tide tadi melampaui kondisi rata-rata.

a. Pengaruh perigee dan apogee

  Kekuatan gaya gravitasi suatu benda ditentukan oleh jarak. Demikian juga gaya gravitasi bulan, besarnya bergantung pada jarak dari bulan (garis orbit) ke pusat inti bumi. Orbit bulan berbentuk elip, karena itu jarak bulan dengan bumi selalu berubah. Jarak terjauh bulan dari pusat bumi ketika berevolusi mengelilingi bumi pada orbitnya disebut apogee, sedangkan jarak terdekatnya disebut perigee (Gambar 1)

  Jarak perigee terdekat adalah 356,375km sedangkan jarak apogee terjauh adalah 406.720km. Jadi, selisih jarak apogee dengan perigee dapat mencapai 45.000km (lebih besar darpada keliling bumi). Selisih ini memberikan pengaruh cukup signifikan terhadap efek gravitasi bulan di permukaan bumi.

  Ketika posisi bulan berada pada titik perigee, efek gaya gravitasi bulan di dan matahari berada pada satu garis lurus maka terbentuklah pasang yang sangat tinggi yang disebut perigean spring tide. Pasang jenis inilah yang sering menimbulkan masalah bagi masyarakat yang bermukim di kawasan pantai. Bila pasang tersebut disertai tiupan angin kencang yang durasinya panjang maka terjadilah fenomena gelombang pasang.

b. Pengaruh inklinasi orbit bulan dan sumbu bumi

  Faktor lain yang menentukan terjadi atau tidaknya perigean spring tide di suatu tempat adalah apakah tempat tersebut berada di bawah lintasan bulan atau tidak. Bidang orbit bulan selalu berinklinasi (tetap) terhadap bidang orbit

  o

  bumi dengan sudut 5 8’ (Gambar 9.11A), karena itu suatu ketika bulan dapat berada tepat pada bidang orbit bumi saat berevolusi.

  Titik dimana posisi bulan berada tepat di bidang orbit bumi saat dia bergerak turun (jika dilihat dari atas kutub utara) disebut simpul turun (descending node); sedangkan titik dimana posisi bulan tepat di bidang orbit bumi saat ia bergerak naik disebut simpul naik (ascending node). Ketika berada di simpul turun atau simpul naik itulah lintasan bulan sejajar dengan lintasan matahari (Gambar 2) . Tempat-tempat yang dapat berada di bawah simpul naik atau simpul turun itu selalu berubah secara siklik karena pengaruh inklinasi sumbu bumi terhadap bidang orbitnya. Seperti diketahui, ketika berevolusi mengelilingi matahari kemiringan sumbu bumi terhadap bidang orbitnya selalu berubah. Perubahan

  o maksimum sumbu bumi bila dilihat dari atas kutub utara adalah 23,5 .

  Peristiwa itu menyebabkan bidang equator bumi berubah secara siklik terhadap bidang orbitnya. Ketika sumbu bumi condong ke arah matahari

  o

  dengan besar sudut 23,5 maka lintasan matahari bila dilihat dari garis equator

  

o

  (katulistiwa) berada pada garis 23,5 Lintang Utara (LU). Sebaliknya, bila

  o

  sumbu bumi condong menjauhi matahari sejauh 23,5 maka lintasan matahari

  o berada pada garis 23,5 Lintang Selatan (LS).

  Pengamatan Pasang Surut

  Pengamatan pasang surut dilaksanakan selama 15 hari dengan pembacaan ketinggian air setiap satu jam. Pengukuran dilakukan pada 2 lokasi yaitu di muara Sungai Belawan dan Sungai Deli yang secara teknis memenuhi syarat untuk kebutuhan pemodelan. Pengamatan pasut dilaksanakan menggunakan peilschaal dengan interval skala 1 (satu) cm. Hasil pengamatan pada papan peilschall dicatat pada formulir pencatatan elevasi air pasang surut yang telah disediakan. Elevasi tersebut kemudian diikatkan (levelling) ke patok pengukuran topografi terdekat pada salah satu patok seperti Gambar 2.3, untuk mengetahui elevasi nol peilschaal dengan menggunakan Zeiss Ni-2 Waterpass. Hal ini dilakukan agar pengukuran topografi, bathimetri, dan pasang surut mempunyai datum (bidang referensi) yang sama.

  Elevasi Nol Peilschaal = T.P + BT.1 – BT.2 dimana: T.P = Tinggi titik patok terdekat dengan pelischaal BT.1 = Bacaan benang tengah di patok BT.1 = Bacaan benang tengah di peilschaal

Gambar 2.8 Pelischaal (rambu pengamatan pasang surut) di 2 lokasi

  BT. 1 BT. 2 Peilschaal Patok

Gambar 2.9 Pengikatan (levelling) peilschaal

  Perhitungan konstanta pasang surut dilakukan dengan menggunakan metode Admiralty. Hasil pencatatan yang diambil dengan interval 1 jam sebagai input untuk Admiralty dan konstanta pasang surut. Analisis pasang surut meliputi:

  • uraian komponen-komponen pasang surut
  • penentuan tipe pasang surut yang terjadi
  • peramalan fluktuasi muka air akibat pasang surut
  • perhitungan elevasi muka air penting

Gambar 2.10 Pekerjaan pengikatan (levelling) pelischaal menggunakan Zeiss Ni-2 Waterpass

  Komponen-komponen pasang surut didapat dengan menguraikan fluktuasi muka air akibat pasang surut menjadi komponen-komponen harmonik penyusunnya.

  Besaran yang diperoleh adalah amplitudo dan fasa setiap komponen. Metoda yang biasa digunakan untuk menguraikan komponen-komponen pasang surut adalah Metoda Admiralty. Dengan konstanta pasang surut yang ada pada proses sebelumnya dilakukan penentuan jenis pasang surut dengan menggunakan rumus berikut:

  K  O

  1

  1  NF

   M S

  2

2 Dimana jenis pasut untuk nilai NF:

  0....0,25 = semi diurnal 0,25....1,5 = mixed type (semi diurnal dominant)

  1,5....3,0 = mixed type (diurnal dominant) >3,0 = diurnal

Gambar 2.11 Bagan alir perhitungan dan peramalan perilaku pasang surut laut

  Selanjutnya dilakukan peramalan pasang surut untuk 15 hari yang dipilih bersamaan dengan masa pengukuran yang dilakukan. Hasil peramalan tersebut dibandingkan dengan pembacaan elevasi di lapangan untuk melihat kesesuaiannya. Dengan konstanta yang didapatkan dilakukan pula peramalan pasang surut untuk masa 20 tahun sejak tanggal pengamatan. Hasil peramalan ini dibaca untuk menentukan elevasi-elevasi penting pasang surut yang menjadi ciri daerah tersebut sebagaimana disajikan pada Gambar 2.17 s/d 2.18 (lihat sub bab 2.4.1).

  Dari elevasi penting pasang surut yang ada maka ditetapkan nilai LLWL sebagai elevasi nol acuan. Disamping itu dari peramalan untuk masa 20 tahun ke depan akan didapatkan nilai probabilitas dari masing-masing elevasi penting di atas.

Tabel 2.7 Elevasi muka air pasang dan surut

2.6 Tanggul

  Salah satu cara penanggulangan banjir adalah dengan membangun infrastruktur yaitu tanggul. Tanggul dapat digunakan untuk menahan aliran air.

  Tanggul adalah suatu konstruksi yang dibuat untuk mencegah banjir di dataran yang dilindungi.Bagaimanapun, tanggul juga mengungkung aliran air sungai, menghasilkan aloran yang lebih dan muka air lebih tinggi.Tanggul juga dapat ditemukan di sepanjang pantai, dimana gumuk / gundukan pasir pantainya tidak cukup kuat, di sepanjang sungai untuk melindungi banjir, di sepanjang danau atau polder.Tanggul juga dibuat untuk tujuan empoldering / membentuk batasan perlindungan untuk suatu area yang tergenang serta suatu perlindungan militer.Tanggul bisa jadi pekerjaan tanah yang permanen atau hanya konstruksi darurat, biasanya terbuat dari kantong pasir sehingga secara cepat saat banjir.

  Jenis-jenis tanggul

  1. Berdasarkan fungsi (tujuan penggunaan), jenis tanggul dapat dibedakan sebagai berikut: a. Tanggul primer.

  Tanggul primer adalah bangunan tanggul yang dibangun sepanjang kanan-kiri sungai guna menangkis debit banjir rencana.

  b. Tanggul sekunder.

  Tanggul sekunder adalah bangunan tanggul yang dibangun di atas bantaran sungai atau yang dibangun dibelakang tanggul primer yang berfungsi sebagai pangamanan atau pertahanan kedua apabila tanggul primer jebol atau rusak. Tergantung terhadap daerah yang harus dilindungi (obyek vital) mungkin diperlukan pembangunan tanggul tersier.

  2. Syarat-syarat stabilitas struktur tanggul harus diperhitungkan/dianalisa terhadap hal-hal sebagai berikut: a. Badan tanggul harus aman terhadap kemungkinan meluapnya aliran melalui mercu (over topping) pada debit banjir rencana. b. Berdasarkan butir (a) maka mercu tanggul harus mempunyai jagaan (freeboard) yang cukup aman terhadap muka air sungai pada debit banjir rencana.

  c. Tinggi jagaan pada butir (b) harus memenuhi standar kriteria yang berlaku misalnya Standar Nasional Indonesia (SNI).

  d. Ketinggian puncak tanggul pada profil memanjang harus disesuaikan dengan muka air banjir rencana sepanjang sungai yang diperlukan.

  e. Lereng dan kaki tanggul harus stabil terhadap aliran banjir dan erosi serta gerusan (scouring). Oleh karena itu, harus diberi pelindung.

  Lapisan pelindung harus disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku tapi juga diperhitungkan terhadap nilai ekonomisnya.

  f. Trase tanggul harus ditettapkan secara secermat mungkin dengan memperhatikan situasi dan kondisi morfologi sungai, memperhatikan factor teknik dan non teknik serta kondisi social ekonomi.

  g. Jarak antara trase tanggul dengan tebing sungai harus diusahakan cukup memadai supaya apabila terjadi erosi atau longsoran pada tebing sungai tidak mempengaruhi stabilitas tanggul.

  h. Tidak boleh terjadi adanyarembesan dan kebocoran (seepage and piping) pada badan tanggul. i. Tidak boleh terjadi adanya rembesan dan kebocoran pada pondasi tanggul. j. Tidak boleh terjaddi adanya pergeseran pondasi akibat gempa bumi.

  3. Standar perencanaan tanggul tanah.

  Berikut disajikan standar jagaan tanggul tanah yang lazim dipakai di Indonesia, sepanjang mercu tanggul tidak digunakan untuk lalu lintas jalan.

  a. Tinggi standar jagaan (freeboard) Apabila data-data mengenai koefisien run off (pengaliran) dan factor reduksi tidak diketahui, maka untuk menentukan debit sungai normal dapat menggunakan rumus Chezy sebagai berikut :

  3/2 1/2

  Q = C.B.H .I Dimana : Q = Debit sungai normal C = koefisien Chezy B = lebar sungai normal H = kedalaman air rata-rata I = kemiringan permukaan air sungai Dengan catatan bahwa kecepatan air padda debit normal sekitar 1,5 – 2 m/det b. Lebar standar mercu tanggul c. Kemiringan lereng tanggul (slope of levee).

  Untuk menentukan kemiringan tanggul guna keperluan desain sangat erat kaitannya dengan karakteristik mekanika tanah dari jenis tanah serta infiltrasi air melalui badan tanggul tersebut. Oleh karena itu apabila proyek itu besar syarat mutlak jenis tanah untuk timbunan maupun jenis tanah untuk calon pondasi tanggul harus diadakan penyelidikan laboratorium mekanika tanah. Dari hasil laboratorium tersebut dapat diketahui kekuatan geser dan kohesi yang bekerja diantara partikel-partikel tanah karena adanya gravitasi. Stabilitas lereng tanggul dapat dihitung berdasarkan konsep bidang gelincir lingkaran yang rumusnya sebagai berikut : Rumus umum : SF = (E t I)/(W sin f) Dimana : SF = factor keamanan (safety factor) W = tegangan oleh gaya berat irisan vertical persatuan lebar (t/m) I = panjang busur lingkaran galiner (m)

  f = sudut antara setiap garis tengah irisan

  2

  t = tegangan geser persatuan luas (t/m ) Untuk mencari tegangan geser (t) dapat menggunakan rumus sebagai berikut : t = q tg f + C Dimana : q= tegangan kompresive vertical

  f = sudut geser dalam

  C = kohesi

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan - Karakterisasi dan Skrining Fitokimia serta Uji Efek Antidiare Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca ABB) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus)

0 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Kesehatan 2.1.1 Pengertian Perilaku Kesehatan - Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015

0 1 37

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015

0 0 11

Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Diabetes Mellitus - Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012-2013

0 1 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012-2013

0 0 8

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi Variabel - Enanalisis Pgaruh Luas Lahan, Pupuk, Dan Curah Hujan Terhadap Hasil Produktifitas Padi Sawah Di Kabupaten Langkat Tahun 2006 - 2011

0 0 13

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Enanalisis Pgaruh Luas Lahan, Pupuk, Dan Curah Hujan Terhadap Hasil Produktifitas Padi Sawah Di Kabupaten Langkat Tahun 2006 - 2011

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) - Penentuan Tinggi Muka Air Banjir Sungai Deli

0 0 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1. Total Quality Management 1. Pengertian Total Quality Management - Pengaruh Total Quality Management terhadap Kinerja Keuangan pada Rumah Sakit Umum Imelda Medan

0 0 22