EFEKTIFITAS PUPUK BIOORGANIK SLUDGE PABRIK KERTAS UNTUK PERTUMBUHAN BIBIT KULILAWANG (Cinnamomum culilawan)
EFEKTIFITAS PUPUK BIOORGANIK SLUDGE PABRIK KERTAS UNTUK
PERTUMBUHAN BIBIT KULILAWANG ( Cinnamomum culilawan)
Effectivity of sludge bioorganic fertilizer from paper industry on the growth of
kulilawang (Cinnamomum culilawan) seedling
Yetti Heryati, Happy Widiastuti, Tati Rostiwati
Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia Jl. Taman Kencana No. 1 Bogor 16151
ABSTRAK
Kulilawang (Cinnamomum culilawan) adalah salah satu jenis pohon penghasil minyak atsiri yang dihasilkan
dari penyulingan kulit batangnya. Sampai saat ini budidaya jenis ini masih dilakukan secara konvensional.
Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk menguji keefektifan pupuk bioorganik sludge terhadap
pertumbuhan bibit kulilawang. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 5 (lima) perlakuan
yaitu Bl=Blanko; K100= Pupuk NPK 100%; K50S20=Pupuk NPK 50% + Pupuk sludge 20 g; K50S50= Pupuk
NPK 50% + Pupuk sludge50% (V/V); K50Svm= Pupuk NPK 50% + pupuk sludge 1/3 volume media. Setiap
perlakuan diulang 4 (empat) kali dan masing masing ulangan terdiri dari 4 (empat) individu tanaman. Analisis
dilakukan secara deskriptif terhadap respon pertambahan tinggi dan diameter batang setiap 2 (dua) bulan
serta biomassa bibit kulilawang umur 8 (delapan) bulan setelah tanam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada 8 (delapan) bulan setelah tanam, pertambahan tinggi dan diameter batang tertinggi terlihat pada
perlakuan K50S50 dibandingkan perlakuan yang lain. Efektifitas penggunaan pupuk bioorganik sludge pada
perlakuan K50S50 baru terlihat pada lima bulan setelah pemberian pupuk sludge, sementara perlakuan
pemberian pupuk kimia (K100) sudah terlihat sejak dua bulan setelah pemberian pupuk, Namun demikian
pertambahan tinggi dan diameter perlakuan K50S50 lebih tinggi dibandingkan perlakuan K100 berturut-
turut yaitu 294% dan 157% untuk K50S50, 204% dan 135% untuk K100. Peningkatan tersebut diperkuat
oleh tingginya biomasa bibit pada perlakuan K50S50 dibandingkan dengan dengan perlakuan K100.Kata kunci: kulilawang, pertumbuhan bibit, pupuk bioorganik sludge Volume 5 No 1 Agustus 2012
EFEKTIFITAS PUPUK BIOORGANIK SLUDGE PABRIK KERTAS UNTUK PERTUMBUHAN BIBIT KULILAWANG ( Cinnamomum culilawan) Effectivity of sludge bioorganic fertilizer from paper industry on the growth of kulilawang (Cinnamomum culilawan) seedling
ABSTRACT Kulilawang (Cinnamomum culilawan) is one of tree produce essential oil from the distillation of the bark. Up to present, the cultivation of this species is still carried out conventionally. Therefore the aim of this study was to study the effectiveness of bioorganic fertilizer of sludge on the growth of kulilawang seedlings. The experiment was carried out by completely randomized design with 5 (five) treatment i.e. Bl = control; K100 = 100% NPK; K50S20 = 50% sludge + 20 g NPK; K50S50 = 50% sludge + 50% NPK (V/ V); K50Svm = 1/3 of media volume of sludge + 50% NPK. Each treatment was repeated four (4) times and each replication consisted of four (4) individual plants. Analysis was performed by descriptive responses on height and trunk diameter increment every 2 (two) months and seedling biomass kulilawang age of 8 (eight) months after planting. The results showed that in 8 (eight) months after planting, height and stem diameter increment was seen in the treatment of K50S50 than other treatments. Effective use of bioorganic fertilizer sludge at treatment K50S50 new looks at five months after the sludge fertilizer, while chemical fertilizer treatment (K100) has been seen since two months after the application of fertilizer, however height and diameter increment treatment K50S50 higher than K100 successive treatment helped the 294% and 157% for K50S50, 204% and 135% for K100. This increase is reinforced by high biomass plants at K50S50 treatment compared to the treatment of K100.
Key words: kulilawang, seedling growth, bioorganic fertilizer sludge PENDAHULUAN
Pohon kulilawang banyak ditemukan di Indonesia bagian timur, seperti Papua, Seram
Indonesia dengan keanekaragaman Laut, dan Ambon dengan pola pertumbuhan yang hayatinya memiliki banyak tumbuhan yang tidak merata (sporadis) dan tumbuh heterogen memiliki khasiat obat, diantaranya adalah dengan jenis-jenis pohon hutan lainnya pada tanaman penghasil minyak atsiri kulilawang formasi hutan dataran rendah. Di Papua pohon
(Cinnamomum culilawan). Kulilawang adalah kulilawang tersebar di Kabupaten Manokwari. salah satu jenis tanaman penghasil minyak atsiri
Kabupaten Sorong, Kabupaten Fak-Fak, yang termasuk famili Lauraceae, dikelompokkan Kabupaten Paniai, Kabupaten Yapen Waropen, sebagai salah satu komoditas hasil hutan bukan Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Merauke. kayu (HHBK). Minyak atsiri dari jenis ini dikenal
Pohon kulilawang biasanya tumbuh pada daerah dengan nama minyak lawang yang dihasilkan sejuk dengan ketinggian antara 5-500 m dpl dan dari kulit pohon yang disuling. Minyak atsiri tumbuh baik pada lereng-lereng gunung yang kulilawang mempunyai multi fungsi, selain lembab dan basah (Remetwa, 2000). berfungsi sebagai obat, yaitu obat gosok (obat luar) guna mengurangi rasa nyeri pada penyakit Budidaya pohon kulilawang belum banyak rematik, keseleo (salah urat) dan mengobati dilakukan, karena keberadaan pohon ini masih banyak di hutan-hutan alam. Namun demikian pegal-pegal/linu pada tubuh, minyak kulilawang untuk menghindari kepunahannya, perlu upaya dimanfaatkan juga sebagai pewangi, dan flavor (penyedap makanan), indusri sabun, dan industri budidaya agar tanaman kulilawang tetap lestari. minuman (Faperta, 1992 dalam Rostiwati dkk., Beberapa penelitian tentang budidaya tanaman 2007). kulilawang masih dalam tahap awal, diantaranya
Volume 5 No 1 Agustus 2012 Volume 5 No 1 Agustus 2012 Yetti Heryati*, Happy Widiastuti**, Tati Rostiwati*
adalah upaya pembibitan dengan memanfaatkan anakan alam. Penelitian Suripatty dan Mai (1996) dan Rostiwati (2007) menunjukkan bahwa anakan kayu kulilawang apabila disimpan dalam karung goni atau pelepah masih mampu bertahan selama 15 hari dengan persentase hidup ±66%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyimpanan ini dapat bermanfaat jika lokasi penanaman jauh dari sumber bibitnya.
dikomposkan dengan menggunakan jamur pelapuk putih Polyota sp. selama 14 hari. Untuk memperkaya kandungan nitrogen (N) kompos
Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap untuk menguji 5 perlakuan yaitu Bl= Blanko (media tanah murni); K100= media tanah+pupuk NPK 100%; K50S20= media tanah+pupuk NPK 50% + pupuk sludge 20 g; K50S50= media tanah+pupuk NPK 50% + pupuk sludge 50% (v/v); K50Svm=
Gambar 1. Bibit kulilawang asal cabutan alam umur 3 bulan
dengan cara.menambahkan zeolit, gipsum dan fosfat alam sebagai bahan pembawa, dan perekat.
sludge tersebut digranulasi
Kompos
Granulasi kompos
diinkubasi selama 3 hari. Selanjutnya kompos sludge di granulasi.
sludge maka dilakukan penambahan bakteri Azotobacter sp. pada akhir pengomposan dan
sludge pabrik kertas yang terlebih dahulu
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan bahan baku minyak atsiri untuk industri obat dan kosmetik, maka teknologi budidaya dalam upaya peningkatan produktivitas (kuantitas dan kualitas) jenis kulilawang sangat diperlukan.
Pupuk bioorganik sludge dibuat dari
Cara kerja Pembuatan kompos biorganik sludge
Pengukur tinggi dan diameter, oven serta timbangan analitik.
Alat
Salah satu upaya peningkatan produktivitas bibit tanaman adalah menggunakan sludge. Sludge
Bibit kulilawang (C. culilawan) asal cabutan alam berumur 3 bulan (Gambar 1), pupuk anorganik NPK: standar dosis pupuk adalah 5 g/bibit, pupuk bioorganik sludge, yang diambil dari pabrik kertas PT Kertas Bekasi Teguh, media tanah yang diambil dari sekitar pesemaian, polybag berukuran 10 x 12 cm.
Bahan
Penelitian dilakukan di pesemaian Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Hutan, Bogor, yang berada pada ketinggian ± 200 m dpl.
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian
merupakan salah satu alternatif bahan kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk organik, karena ketersediaannya yang melimpah dan mengandung karbon dan beberapa hara makro serta mikro yang cukup tinggi (Widyastuti dan Rostiwati, 2011). Penggunaan sludge pabrik kertas sebagai pupuk organik telah banyak dilakukan di Indonesia maupun di berbagai negara lain. Oleh sebab itu tujuan penelitian ini adalah untuk menguji keefektifan pupuk bioorganik terhadap pertumbuhan bibit kulilawang.
Volume 5 No 1 Agustus 2012 EFEKTIFITAS PUPUK BIOORGANIK SLUDGE PABRIK KERTAS UNTUK PERTUMBUHAN BIBIT KULILAWANG ( Cinnamomum culilawan) Effectivity of sludge bioorganic fertilizer from paper industry on the growth of kulilawang (Cinnamomum culilawan) seedling
media tanah+pupuk NPK 50% + pupuk sludge 1/3 volume media. Setiap perlakuan diulang 4 kali dan masing masing ulangan terdiri dari 4 individu tanaman. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan tinggi dan diameter batang.
Pengamatan dilakukan setiap 2 bulan sekali sampai bibit berumur 8 bulan setelah tanam sedangkan pengukuran berat basah dan kering tanaman dilakukan pada akhir penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan bibit
Pada 2 dan 4 bulan setelah perlakuan terlihat bahwa bibit kulilawang yang ditanam pada media tanah yang diberi pupuk anorganik NPK dengan dosis 5 gr/bibit (100% dosis pupuk yang dianjurkan) dan tanpa diberi perlakuan (blanko/media tanah murni) memperlihatkan pertumbuhan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 2). Namun demikian setelah 6 bulan, bibit yang mendapat perlakuan pemberian pupuk anorganik NPK 50% yang disertai pemberian 50% volume media dengan pupuk bioorganik
sludge menghasilkan tinggi bibit tertinggi,
kondisi demikian juga terlihat setelah 8 bulan perlakuan, pertambahan tinggi bibit mencapai 294%, lebih tinggi dibanding dengan bibit yang diberi pupuk anorganik NPK 100% yang mencapai 204%. Hasil ini menunjukkan bahwa nampaknya pengaruh pupuk bioorganik sludge dapat dilihat setelah inkubasi yang lebih lama dibandingkan dengan pupuk anorganik. Hal ini dapat dijelaskan bahwa unsur hara yang terdapat dalam pupuk kimia tersedia secara langsung bagi tanaman sedangkan pupuk bioorganik
sludge, harus mengalami mineralisasi dahulu
untuk menjadi tersedia bagi tanaman sehingga diperlukan waktu yang lebih lama untuk melihat responnya dibandingkan dengan pupuk kimia.
Gambar 2. Respon tinggi bibit kulilawang setiap 2 (dua) bulan pada perlakuan yang diuji
Hasil pengamatan diameter batang bibit kulilawang menunjukkan bahwa pada 2 bulan setelah mendapat perlakuan, bibit yang mendapat perlakuan pemberian pupuk NPK 50% yang dikombinasi dengan pupuk bioorganik sludge menghasilkan diameter yang paling besar (Gambar 3). Hasil yang sama juga ditunjukkan pada pengamatan 4 dan 6 bulan. Namun pada pengamatan 6 bulan setelah perlakuan, bibit kulilawang yang ditanam pada media tanah murni (blanko) memperlihatkan peningkatan diameter dan pada pengamatan 8 bulan setelah perlakuan menunjukkan diameter bibit yang tidak berbeda dengan pemberian pupuk bioorganik sludge 50 bagian volume yang dikombinasi dengan pupuk anorganik NPK 50%. Jika dibandingkan dengan bibit yang diberi perlakuan pupuk anorganik NPK 100%, maka bibit kulilawang yang diberi perlakuan sludge 50% bagian dengan pupuk anorganik NPK 50% memperlihatkan peningkatan diameter yang Volume 5 No 1 Agustus 2012 Yetti Heryati*, Happy Widiastuti**, Tati Rostiwati*
lebih tinggi yaitu 157% dan 135%. Pada akhir percobaan, nampak bahwa bibit yang ditanam pada media tanah murni (blanko) mempunyai diameter batang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Gambar 3. Respon diameter batang bibit kulilawang setiap 2 (dua) bulan pada perlakuan yang diuji
Biomassa bibit
Pemanenan bibit kulilawang dilakukan pada 8 bulan setelah perlakuan. Hasil penimbangan menunjukkan bahwa bibit kulilawang yang diberi pupuk bioorganik sludge 20 g disertai pupuk NPK 50% menghasilkan bobot basah akar, daun, batang dan total bibit tertinggi. Hasil ini bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian pupuk NPK 100%. Sedangkan pemberian pupuk bioorganik
sludge
1/3 volume medium menghasilkan berat basah daun dan bibit sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk NPK 100%. Hasil ini menunjukkan bahwa kulilawang memerlukan pupuk bioorganik di samping pupuk kimia. Walaupun demikian nampaknya dosis pupuk bioorganic sludge yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan kulilawang.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa bobot basah akar pada perlakuan pemberian pupuk anorganik, pupuk sludge 50%, pupuk
sludge
1/3 volume dan pupuk sludge 20 g dapat meningkatkan perakaran bibit kulilawang (Gambar 3), walaupun demikian pemberian pupuk sludge 20 g menghasilkan bobot basah akar tertinggi. Pada bobot basah daun perlakuan pemberian pupuk sludge 50% dan 20 g dapat menghasilkan bobot basah daun tertinggi. Secara umum ditunjukkan bahwa pemberian pupuk anorganik dan pupuk sludge dapat meningkatkan bobot basah kulilawang. Pemberian pupuk sludge sebanyak 50% dan 20 g dapat meningkatkan bobot basah bibit kulilawang tertinggi dibandingkan dengan pemberian pupuk kimia saja.
Gambar 4. Bobot basah bibit kulilawang pada perlakuan yang diuji.
Hasil pengujian pupuk sludge menunjukkan bahwa pemberian pupuk anorganik dapat meningkatkan bobot kering akar kulilawang namun yang tertinggi adalah yang diberi 50% pupuk sludge (Gambar 4). Hasil yang hampir sama adalah untuk bobot kering daun. Sedangkan untuk batang hanya perlakuan pemberian pupuk anorganik yang menghasilkan bobot kering yang tinggi bersama sama dengan pemberian pupuk sludge 20 g. Untuk bobot kering tajuk pemberian pupuk bioorganik sludge EFEKTIFITAS PUPUK BIOORGANIK SLUDGE PABRIK KERTAS UNTUK PERTUMBUHAN BIBIT KULILAWANG ( Cinnamomum culilawan) Effectivity of sludge bioorganic fertilizer from paper industry on the growth of kulilawang (Cinnamomum culilawan) seedling 20 g menghasilkan bobot kering tertinggi. Hasil pertumbuhan bibit kulilawang.
ini sama dengan peubah bobot kering bibit.
2. Pertumbuhan tinggi dan diameter bibit kulilawang yang diberi perlakuan pupuk Dari data bobot kering menunjukkan
sludge
bahwa bibit yang tidak diberi perlakuan pupuk dosis 50% (v/v) dan 20 g yang dikombinasikan dengan pemberian pupuk menghasilkan rasio tajuk akar tertinggi. Hasil NPK 50% lebih tinggi dibanding dengan bibit ini menujukkan bahwa akar tidak tumbuh yang diberi perlakuan pupuk NPK 100%. dengan maksimal. Sedangkan pemberian pupuk anorganik dapat meningkatkan perakaran
3. Dosis pupuk sludge yang terbaik untuk tanaman kulilawang yang ditunjukkan dengan meningkatkan biomasa bibit adalah 20 g per bibit kulilawang ditambah dengan pupuk turunnya nilai T/A rasio. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada perlakuan pemberian pupuk anorganik NPK dengan dosis 50% (2,5 gr/ bioorganik sludge bibit)
1/3 bagian volume. Perlakuan yang menghasilkan rasio tajuk akar terendah DAFTAR PUSTAKA adalah pemberian pupuk sludge sebanyak 50% Mai, R.R. & Suripatty, B.A. 1996. Pengaruh
Wadah Penyimpanan dan Kelas Diamter
bagian volume. Berdasarkan perhitungan total biomasa bibit terlihat bahwa bibit yang diberi Terhadap Pertumbuhan Stump Wikstroemia perlakuan pupuk NPK 50% dan pupuk sludge polyantha. Buletin Penelitian Kehutanan, 20 g menghasilkan biomasa yang paling tinggi Volume 1. No.1. Balai Penelitian Kehutanan, dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Data Manokwari, Irian Jaya. tersebut juga menunjukkan bahwa penggunaan Remetwa, H. 2000. Pemetaan potensi dan pupuk anorganik NPK 50% dan pupuk sludge Penyebaran Hasil Hutan Buka Kayu di Irian
Jaya. Buletin Penelitian Kehutanan Vo. IV
50% bagian volume dapat meningkatkan biomasa bibit lebih besar dibanding bibit yang No. 2. diberi perlakuan pupuk anorganik NPK 100%
Rostiwati, T., Y. Heryati., S. Sumadiwangsa., (Gambar 4).
B. Wiyono., Sutiyono., Y. Sumarna., T. Herawati., Haryatno. dan R. Effendi. 2007.
Sintesa Hasil Litbang Silvikultur Tanaman Penghasil HHBK. Pusat Litbang Hutan
Tanaman, Bogor. Widyastuti, H. dan T. Rostiwati. 2011. Manfaat
Sludge Limbah Padat Pabrik Kertas Untuk Pupuk Bioorganik. Dalam. Prosiding
Gambar 4. Bobot kering dan rasio tajuk akar bibit
Seminar Teknologi Mendukung Industri
kulilawang pada perlakuan yang diuji
Hijau Kehutanan tanggal 9 November 2011, Bogor (dalam proses).
KESIMPULAN
pupuk bioorganik efektif meningkatkan
Volume 5 No 1 Agustus 2012