BAB II Tinjauan Umum Tentang Tindak Tutur dan Tindak Tutur Keluhan 2.1 Pengertian Tindak Tutur - Analisis Tindak Tutur Ilokusi Keluhan Dalam Drama Ichi Rittoru No Namida

BAB II Tinjauan Umum Tentang Tindak Tutur dan Tindak Tutur Keluhan

2.1 Pengertian Tindak Tutur

  Teori tindak tutur pertama kali diungkapkan oleh Austin (1962).Teori tersebut dikembangkan kembali oleh Searle pada tahun 1969. Menurut Searle, dalam semua komunikasi kebahasaan terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bukan hanya sekedar lambang, kata atau kalimat, tetapi lebih merupakan hasil dari perilaku tindak tutur ( Searle 1969 dalam Suwito 1983:33 ).

  Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindak tutur merupakan inti dari komunikasi. Tindak tutur merupakan suatu analisis yang bersifat pokok dalam kajian pragmatik ( Levinson dalam Suyono 1990:5 ). Pendapat tersebut berkaitan dengan objek kajian pragmatik yang sebagian besar berupa tindak tutur dalam peristiwa komunikasi.Dalam analisis pragmatik objek yang dianalisis adalah objek yang berkaitan dengan penggunaan bahasa dalam peristiwa komunikasi, yaitu berupa ujaran atau tuturan yang diidentifikasikan maknanya dengan menggunakan teori pragmatik.Sementara itu Austin (dalam Ibrahim 1992:106) sebagai peletak dasar teori tindak tutur mengungkapkan bahwa sebagian tuturan bukanlah pernyataan tentang sesuatu, tetapi merupakan tindakan (action).

  Berkaitan dengan bermacam-macam maksud yang dikomunikasikan, Leech (1983) berpendapat bahwa tindak tutur terikat oleh situasi tutur yang mencakup : b. konteks tuturan, c. tujuan tuturan,

  d. tindak tutur sebagai tindakan atau aktivitas, e. tuturan sebagai hasil tindakan bertutur.

  Menurut Chaer (2004:50) tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat makna atau arti tindakan dalam tuturannya.

  Tindak tutur atau “ pertuturan” / “ speech act , speech event “ ( istilah Kridalaksana ) adalah pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara dapat diketahui oleh pendengar ( Kridalaksana, 1984: 154 ).

  Tindak tutur adalah salah satu kegiatan fungsional manusia sebagai makhluk berbahasa.Karena sifatnya yang fungsional, setiap manusia selalu berupaya untuk mampu melakukannya dengan sebaik-baiknya, baik melalui pemerolehan (acquisition) maupun pembelajaran (learning). Pemerolehan bahasa lazimnya dilakukan secara nonformal, sedangkan pembelajaran dilakukan secara formal ( Subyakto, 1992:88).

2.1.1 Jenis-Jenis Tindak Tutur

  J.L.Austin merupakan tokoh teori tindak tutur pertama yang memperkenalkan konsep tindak tutur melalui bukunya How to do thing with

  

words . Menurut Austin, tuturan pada dasarnya dapat dibedakan atas dua jenis,

  yaitu tuturan bersifat performatif dan tuturan yang bersifat konstantif. Selanjutnya, bahwa dua hal terjadi secara bersamaan ketika orang mengucapkannya. Teori tindak tutur Austin selanjutnya mengalami perkembangan setelah Searle dalam bukunya Speech Act: An Essay in the Philisophy of Language, Ia mengatakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (ilocutionary act) dan tindak perlokusi (perlocutionary act) (Chaer dan Leonie, 2004: 53), yaitu:

2.1.1.1 Tindak Lokusi

  J. L. Austin merupakan tokoh yang pertama memperkenalkan teori tindak tutur. Ia mengatakan bahwa secara analitis dapat dijelaskan atas 3 macam tindak bahasa yang terjadi secara serentak, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi.

  Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.Misalnya, “Ibu guru berkata kepada saya agar saya membantunya”.Searle (1969) menyebut tindak tutur lokusi ini dengan istilah tindak bahasa preposisi (prepositional act) karena tindak tutur ini hanya berkaitan dengan makna.

  Sehubungan dengan tindak lokusi, Leech ( dalam Setiawan, 2005 : 19) memberikan rumus tindak lokusi. Bahwa tindak tutur lokusi berarti penutur menuturkan kepada mitra tutur bahwa kata-kata yang diucapkan dengan suatu makna dan acuan tertentu. berupa tindakan menyatakan sesuatu dalam arti yang sebenarnya tanpa disertai unsur nilai dan efek terhadap mitra tuturnya. Berdasarkan hal ini maka tindak lokusi terbagi menjadi tiga tipe, yaitu : a. naratif Naratif dapat diartikan sebagai bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu keadaan waktu. Naratif adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca atau mitra tutur suatu peristiwa yang telah terjadi .naratif hanya berusaha menjawab suatu pertanyaan“ Apa yang telah terjadi ” ( Keraf dalam Setiawan, 2005 : 20 ) b. Deskriptif Keraf ( Dalam Setiawan, 2005 : 20) mendefinisikan deskriptif sebagai suatu bentuk wacana yang bertalian dengan usaha perincian dari obyek-obyeknya yang direncanakan, penutur memudahkan pesan-pesannya, memindahkan hasil pengamatan dan perasaan kepada mitra tutur, penutur menyampaian sifat dan semua perincian wujud yang dapat ditemukan pada objek tertentu.

  c. Informatif Kridalaksana (dalam Setiawan, 2005 : 21) mendefinisikan informatif sebagai bentuk wacana yang mengandung makna yang sedemikian rupa sehingga pendengar atau mitra tutur menangkap amanat yang hendak disampaikan.

  Tindak informatif selalu berhubungan dengan makna referensi yaitu makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia di luar angkasa ( Kridalaksana dalam Setiawan, 2005 : 21 )

2.1.1.2 Tindak Ilokusi

  Tindak ilokusi adalah salah satu dari teori Austin.Tindak tutur ilokusi adalah pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji pertanyaan, dan sebagainya.Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan.

  Chaer (2004:53) mengatakan bahwa tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit.Tindak tutur ilokusi biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan, mengeluh dan menjanjikan.

  Dengan kata lain ilokusi berati melakukan tindakan dalam mengatakan sesuatu (Leech, 1993:316).

  Kalimat performatif adalah kalimat yang berisi perlakuan. Artinya, apa yang diucapkan oleh si pengujar berisi apa yang dilakukannya. Kalimat performatif ini lazim digunakan dalam upacara pernikahan, perceraian, kelahiran, kematian, keagamaan, kenegaraan, kemiliteran, peresmian seminar dan sebagainya.Dalam pengucapannya kalimat-kalimat performatif biasanya ditunjang oleh tindakan atau perilaku yang nonlinguistik, seperti pemukulan gong, pengetukan palu, dan sebagainya.Kalimat performatif ini adalah kalimat yang berfungsi dalam acara resmi.Disamping itu, ada juga kalimat performatif yang yang diterapkanpada situasi yang tidak resmi.

  Kalimat performatifdapat digunakan untuk mengungkapkan sesuatu secara yang mengacu pada pelaku seperti saya atau kami.Sedangkan kalimat performatif implisit adalah yang tanpa menghadirkan kata-kata yang menyatakan pelaku. Di balik kalimat-kalimat performatif yang implisit itu tentunya ada pihak yang meminta agar kita melakukan apa yang dimintanya.

  Tindak tutur ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan (Rustono, 1999:37).Lubis (dalam Setiawan, 2005 :22) memberikan definisi lebih rinci dengan beberapa batasan mengenai tindak ilokusi yaitu pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji, pertanyaan, permintaan maaf dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan.

  Subyakto-Nababan (Dalam Setiawan, 2005 : 22) menambahkan bahwa tindak ilokusi adalah tindak bahasa yang diidentifikasikan dengan kalimat pelaku yang eksplisif. Tindak ilokusi merupakan tekanan atau kekuatan kehendak orang lain yang terungkap dengan kata-kata kerja : menyuruh, memaksa, mendikte kepada dan sebagainya. Contoh tindak tutur ilokusi : この仕事、たいへんですね。 Kono shigoto, taihendesune.

  Teori tindak tutur Austin merupakan teori tindak tutur yang berdasarkan pembicara, sedangkan Searle melihat tindak tutur berdasarkan pendengar.Jadi, Searle berusaha melihat bagaimana nilai ilokusi itu ditangkap dan dipahami pendengar. Searle membuat klasifikasi dasar tuturan yang membentuk tindak tutur ilokusi menjadi lima jenis tindak tutur, yaitu :

1. Tindak Representatif

  Menurut Yule (2006:92) :“Representatives are speaker changes the world

  

via words. The speaker believe to be the case or not. Statements of fact, assertions,

conclusions, and descriptions, as illustrated in are all examples of the speaker

representating the world as he or she believes it is .”

  ‘Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang menyatakan keyakinan penutur tentang ihwal realita eksternal.Tindak tutur ini berfungsi memberi tahu orang-orang mengenai sesuatu.Artinya, pada tindak tutur jenis representatif penutur berupaya agar kata-kata atau tuturan yang dihasilkan sesuai dengan jenis realita dunia.’

  Searle (dalam Leech:1993), menyebutkan tindak tutur jenis ini sebagai tindak tutur asertif, yang mengidentifikasikan dari segi semantik karena bersifat proposisional. Selain itu, yang bertanggung jawab terhadap kesesuaian antara kata-kata atau tuturan dengan fakta duniawi terletak pada pihak penutur.Yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur representatif ini, adalah tuturan-tuturan yang bersifat penegasan, pernyataan, pelaporan dan pemerian.

  Contoh tindak tutur representatif : a. The earth is flat.

  b. Chomsky didn’t write about peanuts.

  c. It was a warm sunny day.

2. Tindak Komisif

  “Commisives are those kinds of speech acts that speakers use to commit

  promise, refusals, pledges, and as shown in, they can be performed by the speaker alone, or by the speakers as a member of a group .”

  Yule (2006) memberi pemahaman bahwa tindak tutur komisif, penutur menindaklanjuti atau memenuhi apa yang dituturkan. Tuturan semacam ini mengekspresikan apa yang dimaksudkan oleh penutur. Dalam penggunaan tindak tutur komisif, penutur bertanggung jawab atas kebenaran apa yang dituturkan.

  Leech (1993) mengatakan jenis tindak tutur ini memiliki fungsi menyenangkan. Menyenangkan maksudnya adalah menyenangkan pihak pendengarnya karena dia tidak mengacu kepada kepentingan penutur. Jenis tindak tutur yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini menurut Yule (2006:94) adalah perjanjian, ancaman, penolakan dan jaminan .

  Contoh tindak tutur kommisif : a. I’ll be back.

b. I’m going to get it right next time.

3. Tindak Ekspresif Expressives are those kinds of speech acts that state what the speaker feels.

  

They express psychological states and can be statements of pleasure, pain, likes,

dislike, joy, or sorrow. As illustrated in, they can be caused by something the

speaker does or the hearer does, but they are about the speaker’s experience.

  Yule (2006:93) berpendapat bahwa dalam tindak tutur ekspresif terdapat pernyataan yang menggambarkan apa yang penutur rasakan. Tindak tutur ini meliputi mengucapkan terima kasih, terkejut, mengucapkan selamat datang, mengucapkan selamat, gembira, khawatir, sombong, mengeluh dan rasa tidak suka.

  Contoh tindak tutur ekspresif :

  a. I’m really sorry !

  b. Congratulations !

  c. Oh yes, great, mmmm, ssahh !

4. Tindak Deklaratif

  Declarations are those kind of speech acts that changes the world via their

utterance. As the examples in illustrated, the speaker has to have a special

institutional role, in a specific context, in order to perform a declaration

appropriately.

  Berdasarkan pendapat Yule (2006:93) dapat diketahui bahwa dalam tindak tutur deklaratif terdapat perubahan dunia sebagai akibat dari tuturan itu, misalnya ketika kita mengundurkan diri dengan mengatakan ‘saya mengundurkan diri’, memecat seseorang dengan mengatakan ‘Anda dipecat’, atau menikahi seseorang dengan menyatakan ‘Saya bersedia’. Contoh tindak tutur deklaratif : a. Priest : I now pronounce you husband and wife.

b. Referee : you’re out ! c. Jury Foreman :we find the defendant guilty.

5. Tindak Direktif

  Directives are those kinds of speech acts that speakers use to get someone else to do something. They express what the speaker wants. The are commands,

orders, requests, suggestions, and as illustrated in, they can be positive or

negative.

  Dalam tindak tutur direktif mengandung hal yang bersifat keinginan pihak penutur kepada orang lain untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, tindak tutur direktif merupakan ekspresi dari apa yang penutur inginkan (Yule, 2006:93). Jenis tindak tutur yang termasuk dalam tindak tutur jenis direktif adalah perintah, permintaan, pemberian saran. Dalam hal ini pendengar bertanggung jawab untuk menyelesaikan apa yang akan dilakukannya terhadap keinginan penutur. Contoh tindak tutur diretif : a. gimme a cup of coffe. Make it black.

b. Could you lend me a pen, please ? c. Don’t touch that.

2.1.1.3 Tindak Perlokusi

  Tindak tutur perlokusioner ini merupakan tindak menumbuhkan pengaruh kepada sang mitra tutur oleh penutur. Tindak tutur perlokusioner dapat dinyatakan dalam bahasa Inggris, the act off affecting someone. (cf.Wijana,1996; Rahardi, 2004; dan Rahardi, 2006)

  Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguitik dari orang menderita penyakit jantung coroner”, maka si pasien akan panik atau sedih. Ucapan si dokter itu adalah tindak tutur perlokusi (Chaer,2004:53).

  Tindak perlokusi disebut sebagai “The Act of Affecting Someone”.Tuturan yang diucapkan oleh seseorang penutur sering kali memiliki efek atau daya pengaruh (perlocutionary force) bagi yang mendengarkannya.Efek atau daya pengaruh ini dapat terjadi karena disengaja ataupun tidak disengaja oleh penuturnya.Efek yang dihasilkan dengan mengujarkan sesuatu itulah oleh Austin (1962 dalam Rustono 1999:38) sebut tindak perlokusi.

  Menurut Wijana (dalam Setiawan, 2005 : 25) tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengaturannya dimaksud untuk mempengaruhi lawan tutur.Subyakto-Nababan (dalam Setiawan, 2005 : 25) memberian definisi mengenai tindak perlokusi, yaitu tindak bahasa yang dilkakukan sebagai akibat atau efek dari suatu ucapan orang lain.

  Rustono (1999:38) menyatakan bahwa tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur.Sementara itu Tarigan (1987:35) mengatakan bahwa ujaran yang diucapkan penutur bukan hanya peristiwa ujar yang terjadi dengan sendirinya, tetapi merupakan ujaran yang diujarkan mengandung maksud dan tujuan tertentu yang dirancang untuk menghasilkan efek, pengaruh atau akibat terhadap lingkungan mitra tutur atau penyimak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindak tutur perlokusi berhubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistic( Chaer 1995:70).

2.2.1 Defenisi Keluhan

  Trosborg (1995: 15) mengatakan bahwa ‘mengeluh’ termasuk dalam tindak tutur jenis ekspresi.Definisi ‘mengeluh’ dari Trosborg adalah sebagai berikut;

  

“A complaint is defined as an illocutionary act in which the speaker (the

complainer) expresses his/her disapproval, negative feelings atc.Towards the

state of affairs described in the proposition (thecomplainable) and for which

he/she holds the hearer (the complainee)responsible, either directly or indirectly.

  (1995:311”

  Pengertian di atas memberi pemahaman bahwa ‘mengeluh’ digunakan oleh orang (penutur) ketika dia ingin mengekspresikan perasaan kecewa dan negatifnya kepada orang lain (petutur).Penutur menganggap bahwa petuturbertanggung jawab terhadap suatu kejadian yang menyangkut hal yangdikeluhkan.Sedangkan penutur dapat mengeluh kepada petutur baik secara langsung maupun tidak langsung.

  Beberapa fungsi mengeluh yang dikemukakan oleh beberapa tokoh (http://www.carla.umn.edu/speechacts/complaints/american.html) adalah sebagai berikut: a. untuk mengekspresikan suatu perasaan tidak senang, perasaan terganggu, celaan, omelan, teguran, ancaman, sebagai suatu reaksi terhadap pelanggaran norma sosial (Olshtain & Weinbach).

  b. untuk melibatkan petutur karena tindakan yang tidak menyenangkan yang dilakukan petutur dan untuk meminta suatu tindakan perbaikan (Olshtain & c. untuk menghadapkan masalah dengan tujuan untuk memperbaiki situasi

  (Brown & Levinson).

  d. untuk memberikan suatu penilaian negatif (Boxer).

  e. untuk melepaskan perasaan marah (Boxer).

  f. untuk mengawali dan meneruskan percakapan (Boxer)

  Leech (dalam Trosborg, 1995: 312) mendefinisikan complaint sebagai suatu pendapat yang memiliki fungsi ‘konflik’, yang mencakup tindakanmenakuti, menuduh, menghina, danmencerca. Tindakan mengeluh memangdisusun untuk menimbulkan perasaan bersalah dan tindakan tersebut berpotensimenghancurkan hubungan antara penutur dan petutur.Oleh sebab itu, ‘mengeluh’biasanya dilakukan secara tidak langsung.

  Dalam Bahasa Jepang terdapat dua istilah yang digunakan untuk mengeluh, yaitu monku dan kujou. Kedua kata tersebut secara garis besar bermakna keluhan, keberatan. Arti dari monku dan kujou juga terdapat dalam kamus 広辞苑新村出 編・第四版. Monku (1992:2558), yaitu: ぶんしょうちゅう 1. の語句。文句。

  文 章 中 ‘kata-kata dan frase dalam kalimat. Keluhan’ あ い て 2. に対する分や苦情。

  相手 ‘keluhan terdapat pihak lain’ Arti kujou (728), yaitu : な ん ぎ じじょう

  な 1. 事情。

  難儀 ‘keadaan sulit’

  てん じ ぶ ん ほか がい う じょうたい ふ へ い ふ ま ん

  じて、 自分が他 から 害を受 けている 状 態 にたいする不平 、 不満の 2. 転 き も ち あらわ こ と ば

  気持 ;またそれを 表 した言葉 。

  ‘kata-kata yang mengungkapkan keluhan bahwa saya telah menerima kerugian dari suatu keadaan, perasaan ketidakpuasan dan sebagainya.” Kemudian dalam kamus Kenkyusha New Japanese-English Dictionary

  (1942:1101, 120 dalam Nurhasanah, 2010) ditegaskan bahwa monku dan kujou dapat disepadankan dengan complaint.

2.2.2 Bentuk-bentuk Tindak Tutur Keluhan

  Wijaya (2006) dalam bukunya yang berjudul dasar -dasar Pragmatik telah menguraikan adanya dua macam jenis tidak tutur di dalam praktik berbahasa, yakni (1) tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. (2) tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal.

  Yang dimaksud dengan tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang dinyatakan sesuai dengan modus kalimatnya.Kalimat berita atau deklaratif adalah kalimat yang digunakan untuk menyampaikan informasi.Kalimat Tanya digunakan untuk menanyakan sesuatu, sedangkan kalimat perintah digunakan untuk menyatakan perintah.Jadi tindak tutur langsung itu sesungguhnya merefleksikan fungsi konvensional dari sebuah kalimat.

  Adapun yang dimaksud dengan tindak tutur tidak langsung adalah tindakan yang tidak dinyatakan langsung oleh modus kalimatnya. Adakalanya, untuk menyampaikan maksud memerintah, orang akan menggunakan kalimat berita, atau bahkan mungkin mengunakan kalimat tanya. Adakalanya pula, sebuah pertanyaan harus dinyatakan secara tidak konvensional dengan sebuah kalimat berita.Akan tetapi, perlu diketahui juga bahwa kalimat perintah mustahil dapat digunakan secara tidak langsung untuk menyatakan maksud yang bukan perintah. Jadi, hanya kalimat yang bermodus berita dan bermodus tanya sajalah yang bisa digunakan untuk menyatakan tindak tutur yang tidak langsung itu.

  Tindak tutur tidak langsung itu harus dimaknai dengan sesuatu yang tersirat atau yang terimplikasi di dalamnya.Makna yang demikian itu dapat diperoleh hanya dengan melibatkan konteks situasinya. Sebagai contoh, tuturan yang berbunyi ‘ Ruangannya gelap sekali.’ dari sisi modusnya adalah semata-mata kalimat berita. Maka tindakan menyampaikan informasi bahwa ruangan itu gelap sekali merupakan tindak tutur yang sifatnya langsung dan modusnya adalah deklaratif.Akan tetapi, kalau yang dimaksud adalah memerintah seseorang untuk menyalakan lampu karena situasi ruangan yang sangat gelap itu, maka tindak tutur yang demikian itu disebut sebagai tindak tutur yang tidak langsung.

  Selanjutnya, tindak tutur literal dapat dimaknai sebagai tindak tutur yang maksudnya sama persis dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Tindak tutur nonliteral adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama atau bahkan berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya itu. Sebagai contoh orang bisa mengatakan, ‘Wah suaramu bagus sekali’. Jika maksud dari tuturan itu adalah menyatakan pujian kepada sang mitra tutur maka jelas sekali bahwa tuturan itu merupakan tuturan yang sifatnya literal.Maka, sebuah tindakan yang sesuai dengan wujud tuturannya itulah yang disebut dengan tindak tutur literal. Akan adalah untuk menyindir atau untuk mengejek sang mitra tutur maka tindak tutur yang demikian itu disebut sebagai tindak tutur nonliteral atau tindak tutur tidak literal.Demikianlah bentuk-bentuk tindak tutur menurut Wijana, namun bentuk- bentuk tindak tutur keluhan ada dua, yaitu tuturan keluhan secara langsung dan tuturan keluhan secara tidak langsung.

  Menurut Olstain dan Weinbach dalam Anna Trosborg, dalam mengeluh secara langsung, penutur mengungkapkan perasaan tidak senang / kekesalan.Ketidaksetujuan.Ketidakpuasan atau perasaan-perasaan negatif lainnya terhadap tindakan yang telah lalu atau yang sedang berlangsung sebagai reaksi dari tindakan yang dianggap penutur mempengaruhi perasaannya.Keluhan ini ditujukan kepada mitra tutur yang dianggap mitra tutur bertanggung jawab atas tindakan yang terjadi.

  Sedangkan dalam mengeluh secara tidak langsung, penutur menyampaikan keluhannya kepada mitra tutur yang tidak ada hubungannya dengan isi keluhan yang disampaikan oleh penutur.Penutur bisa mengeluhkan mengenai dirinya sendiri, sesuatu atau seseorang yang tidak ada pada saat keluhan tersebut dituturkan.Penutur dapat menyampaikan keluhannya kepada orang ketiga.

  Jadi, Tindak tutur keluhan langsung yang dimaksud ialah bagaimana tuturan itu disampaikan kepada mitra tuturnya.Secara langsung berarti menyampaikan keluhan langsung kepada mitra tutur yang menyebabkan keluhan itu terjadi, sedangkan secara tidak langsung ialah menyampaikan keluhan tidak langsung kepada mitra tutur yang menyebabkan keluhan itu terjadi. Maksudnya, menyampaikan keluhan kepada orang lain (orang ketiga) yang dirasakan oleh

2.2.3 Strategi dalam menuturkan keluhan

  Trosborg (1995: 315)mengemukakan empat strategi mengeluh yang utama (No explicit reproach,Expression of annoyance or disapproval, Accusations, dan

  Blaming ) dengan delapan subkategori strategi mengeluh, yaitu Hints, Annoyance, Ill consequences, Indirect accusation, Direct accusation, Modified blame, Explicit Blame of theAccused’s Action, dan Explicit Blame of the Accused as a Person . Berikutpenjelasan singkat masing-masing strategi mengeluh :

  2.2.3.1 Keluhan Implisit (No explicit reproach)

  Strategi mengeluh ini dilakukan dengan tidak menyebutkan hal yang dikeluhkan.Penutur mengimplikasikan bahwa petutur mengetahuikesalahannya dan akan bertanggungjawab. Namun, karena strategi inimerupakan strategi mengeluh yang paling lemah, biasanya penuturmenggunakannya sebagai strategi awal sebelum melontarkan strategi mengeluh yang lebih keras lagi. Contoh: My car was in perfect order when I last drew it.

  2.2.3.2 Ungkapan kekesalan / Ketidaksetujuan (Expression of annoyance or disapproval)

  Penutur mengekspresikan rasa tidak suka, kecewa maupun terganggu terkait hal yang dirasa buruk bagi penutur.Penutur dapat mengekspresikansuatu hasil atau konsekuensi yang buruk dari tindakan petutur.

  a.

   Annoyance

  mengungkapkan kekesalannya, ketidaksukaannya, ketidaksetujuannya, dan lain- lain tergantung pada keadaan yang dianggap buruk baginya.Secara eksplisit, penutur mengatakan keadaan buruk tersebut dihadapan mitra tutur.

  Contoh: Oh dear, I’ve just bought it.

  b.

   Ill consequences

  Penutur mengungkapkan konsekuensi buruk “ill consequency” yang harus ia terima sebagai akibat dari tindakan yang sebenarnya menjadi tanggung jawab mitra tutur. Contoh: How terrible! Now I won’t be able to get to work tomorrow.

2.2.3.3 Tuduhan (Accusations)

  Strategi ini digunakan dengan tujuan mencari orang yang disalahkan.Trosborgmembedakan strategi ini menjadi dua subkategori berdasarkantingkat kelangsungannya.

  a.

   Indirect Accusation

  Penutur dapat menanyakan kepada petutur bahwa petutur terkait dengan keluhannya dan menyatakan secara tidak langsung bahwa petutur adalahorang yang sebenarnya disalahkan.Dalam strategi ini. Penutur dapat mengajukan pertanyaan kepada mitra tutur terkait situasi atau menyatakan bahwa dia ada hubungannya dengan peristiwa yang terjadi dan dengan demikin mencoba menentukan mitra tutur sebagai agen potensial terhadap apa yang dikeluhkan.

  Contoh: You borrowed my car last night, didn’t you? b.

   Direct Accusation

  Dengan strategi ini penutur menuduh petutur secara langsung karena, menurut penutur dia memang bersalah.Penutur menuduh langsung kepada mitrabtutur yang dianggap telah melakukan kesalahan atau tindakan buruk. Contoh: Did you happen to bump into my car?

2.2.3.4 Menyalahkan (Blaming)

  Dengan strategi ini, penutur menyalahkan petutur dalam keluhannya. Ada tiga subkategori strategi mengeluh yang dapat digunakan oleh penutur,yaitu:

  a.

   Modified Blame

  Penutur mengekspresikan rasa tidak sukanya terhadap tindakan petutur dengan mengubah ataumemberikan alternatif tindakan yang diinginkanoleh penutur.Dalam melakukan strategi modifikasi menyalahkan, penutur menyampaikan modifikasi keluhannya atas tindakan yang mitra tuturlah sebagai pihak yang bertanggung jawab atau dia menyatakan pilihan terhadap pendekatan alternative yang tidak diambil oleh mitra tutur.

  Contoh: Honestly, couldn’t you have been more careful.

  b.

   Explicit Blame of the Accused’s Action

  Penutur menyatakan secara eksplisit bahwa tindakan mitra tutur buruk dantidak menyenangkan atau tindakan yang dituduhkan kepadanya merupakan tanggung jawab dari mitra tutur. Contoh: It’s really too bad, you know, going round wrecking otherpeople’s cars.

  c.

   Explicit Blame of the Accused as a Person

  Penutur menyatakan secara eksplisit bahwa petutur adalah orang yangtidak bertanggungjawab.Penutur menyalahkan kepada diri mitra tutur sebagai manusia secara keseluruhan bukan pada tindakan yang telah dilakukan olehnya. Contoh: Bloody fool! You’ve done it again

2.3 Sinopsis Drama Ichi Rittoru No Namida

  Drama ini diambil dari kisah nyata berdasarkan buku harian Kifuji Aya yang berjuang menghadapi penyakit Spinocerebellar Degeneration. Buku tersebut berisi bagaimana perjuangan Aya mengahadapi penyakit yang dideritanya semenjak berumur 14 tahun sampai ia meninggal saat berumur 25 tahun.

  Aya ikeuchi adalah seorang gadis yang sempurna.Cantik, baik hati, lemah lembut, ramah, pandai dan juga bintang basket di sekolahnya.Ia adalah kebanggan keluarga Ikeuchi, sebuah keluarga dengan enam anggota keluarga. Ayahnya Mizuo Ikeuchi, seorang pembuat tofu yang membuka toko tofu di rumah. Ibunya, Shioka Ikeuchi seorang konsultan kesehatan yang bekerja di rumah sakit setempat.

  Aya adalah anak tertua keluarga itu, dengan dua adik perempuan Ako dan Rika dansatu adik lelaki Hiroki.

  Diterimanya Aya di SMA Higashi merupakan sebuah kebahagiaan yang luar biasa bagi keluarga Ikeuchi.Dua orang sahabat Aya juga diterimadi sekolah dan kelas yang sama.Aya diterima di sekolah dengan baik karena kemampuannya.Di klub basket Aya kembali bertemu dengan senior yang ditaksirnya semenjak SMP, yang ternyata juga menyukai dirinya.Kebahagiaan

  Tapi yang namanya hidup, tidak ada yang sempurna. Di usianya yang masih sangat belia, dalam usia 15 tahun, Aya divonis menderita penyakit syaraf tanpa obat yang tak dapat disembuhkan. Penderitanya akan mengalami penurunan kemampuan syaraf, mulai dari kelumpuhan sampai kehilangan kemampuan menulis dan bicara. Lebih parah lagi, kemampuan menelan makananpun akan hilang perlahan-lahan, sehingga penderitaannya mutlak tinggal menunggu ajal.

  Shioka, ibu Aya sangat terpukul mengetahui berita tersebut.Sioka marah kepada dokter yang merawat Aya, karena dia orang yang memberikan vonis itu.Karena tidak mungkin kehidupan Aya yang sempurnadirenggut oleh penyakit yang mematikan tersebut.

  Aya yang yang tidak tahu tentang penyakitnya tengah menikmati masa remajanya di SMA.Ia bertemu dengan Asou Haruto, teman sekelasnyayang penyendiri yang menyebalkan. Haruto tipikal cowok yang cuek dan masa bodoh dengan segala hal yang terjadi di sekelilingnya. Yang jadi perhatiannya hanya ikan dan kura-kura yang dipeliharaannya di klub biologi, tempat ia menghabiskan waktu sepulang sekolah.

  Hal itu bukannya tanpa alasan.Kematian kakak laki-laki Haruto, membawa sebagian hati Haruto bersamanya. Harutolah orang yang membawakan aya payung ketika di hujan deras saat Aya menunggu seniornya yang membatalkan kencan karena penyakitnya.Harutolah satu-satunya orang yang tetap berada di sisi Aya ketika kondisi Aya semakin parah.

  Apa jadinya keluarga Ikeuchi setelah tahu bahwa putri kebanggaan mereka fokus drama menyentuh ini.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Implementasi Pelayanan Promotif dan Preventif di Puskesmas Tapian Dolok Kabupaten Simalungun Tahun 2015

1 5 28

BAB I PENDAHULUAN - Implementasi Pelayanan Promotif dan Preventif di Puskesmas Tapian Dolok Kabupaten Simalungun Tahun 2015

1 2 10

A. Konsepsi Demokrasi - Eksistensi Presidential Threshold Paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Eksistensi Presidential Threshold Paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013

1 2 26

6 BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi

0 0 14

BAB II PENATAAN RUANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 A. Definisi Penataan Ruang dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 - Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat Dalam Pelaksanaan Penataan Ruang Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat Dalam Pelaksanaan Penataan Ruang Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minat - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Masyarakat Dalam Memilih Asuransi Berbasis Syariah (Studi Kasus PT Asuransi Takaful Umum Cab.Medan)

0 0 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Masyarakat Dalam Memilih Asuransi Berbasis Syariah (Studi Kasus PT Asuransi Takaful Umum Cab.Medan)

0 0 7

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Masyarakat Dalam Memilih Asuransi Berbasis Syariah (Studi Kasus PT Asuransi Takaful Umum Cab.Medan)

0 0 10