BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat - Uji Disolusi Kapsul Piroksikam Secara Spektrofotometri Uv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Pengertian Obat

  Obat sering disebut obat modern ialah suatu bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan atau bagian badan manusia (Anief,1997).

  2.2 Pengertian Kapsul

  Kapsul dapat didefenisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam bahan obat atau lebih dan atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai. Tergantung pada formulasinya kapsul dari gelatin bisa lunak dan juga bisa keras. Kebanyakan kapsul – kapsul yang diedarkan di pasaran adalah kapsul yang semuanya dapat ditelan oleh pasien, untuk keuntungan dalam pengobatan. Begitu pula, kapsul dapat untuk disisipkan ke dalam rektum sehingga obat dilepaskan dan diabsorpsi di tempat tersebut, atau isi kapsul dapat dipindahkan dari cangkang gelatin dan digunakan sebagai pengukur yang dini dari obat – obat bentuk serbuk. (Ansel,1989).

  2.3 Macam-macam Kapsul

2.3.1 Kapsul gelatin yang keras

  Kapsul gelatin yang keras merupakan jenis yang digunakan oleh ahli farmasi masyarakat dalam menggabungkan obat-obat secara mendadak dan di lingkungan para pembuat sediaan farmasi dalam memproduksi kapsul umumnya. Cangkang kapsul kosong dibuat dari campuran gelatin, gula dan air jernih tidak berwarna dan pada dasarnya tidak mempunyai rasa (Ansel, 1989).

  Gelatin, USP, dihasilkan dari hidrolisis sebagian dari kolagen yang diperoleh dari kulit, jaringan ikat putih dan tulang binatang-binatang. Dalam perdagangan didapat gelatin dalam bentuk serbuk halus, serbuk kasar, parutan, serpihan-serpihan atau lembaran-lembaran (Ansel, 1989).

  Gelatin bersifat stabil di udara bila dalam keadaan kering, akan tetapi mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau bila disimpan dalam larutan berair. Oleh karena itu kapsul gelatin yang lunak, mengandung lebih banyak uap air daripada kapsul keras, pada pembuatannya ditambahkan bahan pengawet untuk mencegah timbulnya jamur dalam cangkang kapsul. Biasanya kapsul keras gelatin mengandung uap air antara 9-12% (Ansel, 1989).

  Bilamana disimpan dalam lingkungan dengan kelembapan yang tinggi, penambahan uap air akan diabsorbsi oleh kapsul dan kapsul keras ini akan rusak dari bentuk kekerasannya. Sebaliknya dalam lingkungan udara yang sangat kering, sebagian dari uap air yang terdapat dalam kapsul gelatin mungkin akan hilang, dan kapsul ini menjadi rapuh serta mungkin akan remuk bila dipegang (Ansel, 1989).

  Karena uap air bisa diabsorbsi atau dilepaskan oleh kapsul gelatin, tergantung pada keadaan lingkungan, maka merupakan perlindungan fisik sederhana bila memasukkan bahan higroskopis atau yang mudah mencair, bila akan disimpan dalam ruangan dengan kelembapam tinggi. Bukannya merupakan hal yang tidak lazim, kapsul dari bahan yang mudah dipengaruhi kelembapan dikemas dalam wadah yang mengandung kantung “zat pengering“, untuk mencegah kapsul mengabsorbsi uap air dari udara. Dengan atau tanpa “zat pengering” seperti itu, kapsul umunya harus disimpan dalam suasana dengan kelembapan yang rendah (Ansel, 1989).

2.3.2 Kapsul gelatin lunak

  Kapsul gelatin lunak dibuat dari gelatin dimana gliserin atau alkohol polivalen dan sorbitol ditambahkan supaya gelatin bersifat elastis seperti plastik.

  Kapsul-kapsul ini yang mungkin bentuknya membujur seperti elips atau seperti bola dapat digunakan untuk diisi cairan, suspensi, bahan berbentuk pasta atau serbuk kering. Biasanya pada pembuatan kapsul ini, mengisi dan menyegelnya dilakukan secara berkesinambungan dengan suatu mesin khusus. Kapsul lunak yang kosong dibuat dan diberi segel dalam keadaan kedap udara (untuk mencegah kempis dam saling melekat satu dengan lainnya). Untuk pengisian kapsul akan dilakukan kemudian, tapi cara ini jarang dilakukan (Ansel, 1989).

  Kapsul gelatin lunak menjadi bermanfaat, bila diperlukan langsung disegel begitu obat masuk ke dalam kapsul. Kapsul menjadi sangat penting bila diisi dengan obat-obat cair atau larutan obat begitu juga obat dari bahan – bahan yang mudah menguap atau obat yang mudah mencair bila terkena udara. Untuk obat- obat ini lebih sesuai menggunakan kapsul lunak daripada kapsul keras.

  Kapsul lunak bentuknya bagus dan lebih mudah ditelan oleh pasien. Tetapi, membuatnya tidak mudah kecuali dalam industri skala besar dan menggunakan peralatan khusus (Ansel, 1989).

2.4 Syarat – syarat kapsul

1. Keseragaman Bobot

  Menurut FI. III, dibagi menjadi dua kelompok , yaitu : Kapsul berisi obat kering

  • Timbang 20 kapsul, timbang lagi satu persatu, keluarkan isi semua kapsul, timbang seluruh bagian cangkang kapsul. Hitung bobot isi kapsul dan bobot rata- rata tiap isi kapsul. Perbedaan dalam persen bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul tidak boleh lebih dari dua kapsul yang penyimpangannya lebih besar dari harga yang ditetapkan oleh kolom A dan tidak satu kapsul pun yang penyimpangannya melebihi yang ditetapkan oleh kolom B.

  Perbedaan bobot isi kapsul dalam % Bobot rata-rata kapsul

  A B 120 mg atau lebih 10% 20% lebih dari 120 mg 7,5% 15%

  • Timbang 10 kapsul, timbang lagi satu persatu. Keluarkan isi semua kapsul, cuci cangkang kapsul dengan eter. Buang cairan cucian, biarkan hingga tidak berbau eter, timbang seluruh bagian cangkang kapsul. Hitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan dalam persen bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul tidak lebih dari 7,5%.

  Kapsul berisi obat cair atau pasta

  2. Waktu Hancur Uji waktu hancur digunakan untuk menguji kapsul keras maupun kapsul lunak. Waktu hancur ditentukan untuk mengetahui waktu yang diperlukan oleh kapsul yang bersangkutan untuk hancur menjadi butiran-butiran bebas yang tidak terikat oleh satu bentuk.

  3. Keseragaman Sediaan

  Terdiri dari keragaman bobot untuk kapsul keras dan keseragaman kandungan untuk kapsul lunak.

  4. Uji Disolusi

  Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing – masing monografi. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing – masing monografi (Depkes RI,1984).

2.5 Analgetika

  Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum) (Tjay, 2007).

  Rasa sakit ialah suatu fenomena subjektif yang amat dipengaruhi oleh penyebabnya, jenisnya dan individu tertentu. Rasa sakit ini merupakan sensasi yang timbul oleh karena stimulus yang berasal dari gangguan atau kerusakan jaringan. Jadi rasa sakit ini penting untuk melindungi tubuh, oleh karena dengan adanya rasa sakit maka kita akan berusaha untuk menghindarkan ataupun menyelamatkan diri (Anwar,1973).

2.5.1 Penggolongan obat analgetika

  Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar, yakni : a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk kelompok ini b. Analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker (Tjay, 2007).

  • Analgetika Non Narkotika yaitu obat – obat yang dapat menghilangkan rasa sakit/nyeri somatis. Obat – obat yang termasuk analgetika non narkotika :

  I. Golongan Salisilat

  II. Golongan Para – aminofenol

  III. Golongan Pirazolon

  IV. Golongan lain, misalnya : - Indomethacin

  • Mefanamic acid
  • Preparat – preparat campuran.
    • Analgetika narkotik ini merupakan bahan – bahan yang dapat menimbulkan analgesia yang amat kuat dan dapat menimbulkan kecanduan. Pada umumnya bahan –bahan ini didapati dari opium sehingga sering juga disebut opiate – analgesic. Obat – obat yang termasuk analgetik narkotik :

  I. Opium

  II. Morphine dan turunannya

  III. Methadone dan turunannya (Anwar,1973).

2.6 Piroksikam

  Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisika dan kimia piroksikam adalah sebagai berikut: 4-Hidroksi-2-metil-N-2- piridil-2H-1,2- benzotiazin-3-karboksamida 1,1- dioksida [36322-90-4] Piroksikam mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0% Berat Molekul : 331,35 Rumus Molekul : C

  15 H

  13 N

  3 O

  4 S

  Pemerian : Serbuk hampir putih atau coklat terang atau kuning terang, tidak berbau. Bentuk monohidrat berwarna kuning.

  Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, dalam asam-asam encer dan sebagian besar pelarut organik, sukar larut dalam etanol dan dalam larutan alkali mengandung air.

2.6.1 Indikasi

  Menghilangkan rasa sakit, radang, dan gangguan muskuloskeletal akut seperti tendinitis, perartritis, serta sprains dan strains (Sartono,1996).

2.7 Uji Disolusi

  Uji disolusi merupakan suatu prosedur pengendalian mutu tetap dalam praktik Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Uji disolusi merupakan suatu indikator sederhana dan tidak mahal untuk ketetapan fisik produk. Jika suatu bets sangat berbeda dari yang lain dalam karakteristik disolusinya, atau jika waktu disolusi bets produk menunjukkan kecenderungan tetap menaik atau menurun, hal tersebut diduga suatu peringatan pasti bahwa beberapa faktor dalam bahan baku, formulasi atau proses berada di luar kendali (Siregar, 2010).

  2.7.1 Alat uji disolusi

  Alat uji disolusi berfungsi melepaskan dan melarutkan zat aktif dari sediaannya. Pada dasarnya alat ini berfungsi mengekstraksi zat aktif dari sediaannya dalam satuan waktu di bawah antar permukaan cairan solid, suhu, dan komposisi media yang dibakukan (Siregar, 2010).

  Pada prinsipnya, alat uji disolusi terdiri atas bejana dan tutup, yang berfungsi sebagai wadah yang mendisolusi zat aktif; pengaduk, motor pemutar pengaduk; termometer; penangas air yang dilengkapi dengan thermostat (Siregar, 2010).

  2.7.2 Prosedur pengujian Disolusi

  Pada tiap pengujian, dimasukkan sejumlah volume media disolusi (seperti yang tertera dalam masing-masing monografi) ke dalam wadah, pasang alat dan

  o

  dibiarkan media disolusi mencapai temperatur 37

  C. Satu tablet atau kapsul dicelupkan dalam keranjang atau dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah, kemudian pengaduk diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam monografi. Pada interval waktu yang ditetapkan dari media diambil cuplikan pada daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar atau daun dari alat dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah. Lakukan penetapan seperti yang tertera dalam masing – masing monografi (Depkes RI, 1995).

  Menurut Ditjen POM (1995), ada dua tipe alat uji disolusi sesuai dengan yang tertera dalam masing-masing monografi: a.

  Alat 1 (Tipe Keranjang) Alat terdiri dari wadah bertutup yang terbuat dari kaca, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan wadah disolusi (keranjang) berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm

  −175 mm, diameter 98 mm −106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus dan tanpa goyangan. Sebuah tablet diletakkan dalam keranjang saringan kawat kecil yang diikatkan pada bagian bawah batang logam yang digerakkan oleh motor yang kecepatannya dapat diatur. Wadah dicelupkan sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai sehingga dapat mempertahankan suhu

  o o

  dalam wadah pada 37 ± 0,5 C selama pengujian dan menjaga agar gerakan air halus dan tetap. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan digunakan suatu penutup yang pas. b.

  Alat 2 (Tipe Dayung) Alat ini sama dengan alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang logam sebagai pengaduk. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi dengan jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dasar wadah yang dipertahankan selama pengujian berlangsung. Sediaan obat dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan.

2.7.3 Metode Uji Disolusi Banyak metode untuk menetapkan laju disolusi zat aktif dari sediaanya.

  Antara lain yaitu metode keranjang dan dayung.

1. Metode Keranjang

  Metode ini pada mulanya diusulkan oleh Pernaworski (1968) dan dimodifikasi menjadi metode resmi pertama yang diadopsi oleh USP

  XVIII dan NF XIII pada tahun 1971. Metode basket berputar telah digunakan lebih dar 30 tahun dalam pengujian yan gluas untuk ssemua jenis bentuk sediaan.

  Metode basket menunkukkan suatu upaya membatasi posisi bentuk sediaan untuk memberikan kemungkinan maksimum suatu antarpermukaan solid-cairan yang tetap. Metode ini mempunyai beberapa keterbatasan, yaitu kecenderungan zat bergerak menyumbat kasa basket, sangat peka terhadap gas terlarut dalam media disolusi, kecepatan aliran yang kurang memadai ketika partikel meninggalkan basket dan mengapung dalam media, dan kesulitan konstruksi jika diupayakan metode yang diotomatisasi.

2. Metode Dayung

  Pada mulanya dikembangkan oleh Poole (1969), kemudian dimodifikasi melului karya ilmuwan di National Center for Drug Analysis (NCDA), FDA di St. Louis (Mo). Metode ini pada dasarnya terdiri atas batang dan daun pengaduk yang merupakan dayung berputar dengan dimensi tertentu sesuai dengan radius bagian dalam labu dengan dasar bundar. Metode ini mengatasi banyak keterbatasan basket berputar, tetapi mensyaratkan presisi yang eksterm dalam geometri dayung, labu, dan perlakuan variasi yang tidak dapat diterima dalam data disolusi berikutnya bahkan perubahan yang sangat kecil dalam penempatan (orientasi) dayung. Metode ini sangat baik untuk sistem otomatis (Siregar, 2010).

2.7.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi

  Dengan menganalisa parameter-parameter persamaan Noyes dan Withney, maka faktor-faktor itu antara lain :

  1. Pengaruh ukuran partikel Kecepatan disolusi berbanding lurus dengan luas permukaan zat aktif.

  2. Pengaruh kelarutan zat aktif Kecepatan disolusi berbanding lurus dengan perbedaan Cs – C. Jadi, makin besar kelarutan zat aktif makin besar kecepatan disolusi (Soewarni, 1985).

  2.7.5 Formulasi medium disolusi

  Idealnya, medium disolusi diformulasi sedekat mungkin dengan pH in vivo yang diantisipasi. Sebagai contoh, medium disolusi yang didasarkan pada 0,1 N HCl digunakan untuk menurunkan pH mendekati pH lambung. Hal ini disebabkan pH lambung manusia berada di sekitar nilai 1-3. Cairan disolusi lambung dapat pula digunakan. Makanan dapat meningkatkan pH lambung sampai 3-5.

  Beberapa cairan disolusi farmakope berada pada pH netral, walaupun dalam kenyataannya apabila tablet ditelan akan berada/mencapai pH rendah lambung. Penggunaan surfaktan dan enzim dapat dipakai sebagai perkiraan kasar cairan intestinal walaupun surfaktan ditambahkan untuk menigkatkan kelarutan obat secara solubilitas miselar (Agoes, 2008).

  2.7.6 Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi

  Farmakope Indonesia Ed. IV menyatakan, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan tabel penerimaan (Siregar, 2010).

Tabel 2.1 Tabel Penerimaan Hasil Uji Disolusi

  Jumlah Sediaan Tahap Kriteria Penerimaan yang diuji

  S

  1

  6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%

  1 S

  • Rata-rata dari 12 unit (S

  2 ) adalah sama

  dengan atau lebih besar dari Q dan tidak S

  2

  6 satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15%

  Rata-rata dari 24 unit (S

  1 S + 2 + S 3 ) adalah

  sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak S

  3

  12 lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15% dan tidak satupun unit yang lebih kecil dari Q – 25%

  Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut, seperti yang tertera dalam masing-masing monografi, dinyatakan dalam persen dari jumlah yang tertera pada etiket. Angka 5% dan 15% adalah persen dari jumlah yang tertera pada etiket sehingga mempunyai arti yang sama dengan Q. Kecuali ditetapkan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan umum untuk penetapan satu titik tunggal ialah terdisolusi 75% dalam 45 menit dengan menggunakan Alat 1 pada 100 rpm atau Alat 2 pada 50 rpm (Siregar, 2010).

2.8 Spektrofotometri UV

  Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi (Dachriyanus,2004).

  Interaksi antara radiasi dan materi merupakan hal yang sangat menarik. Kebanyakan molekul obat menyerap radiasi dalam daerah ultraviolet spektrum tersebut, meskipun sebagian diwarnai sehingga menyerap radiasi dalam daerah visibel, misalnya suatu zat berwarna biru menyerap radiasi pada daerah merah spektrum tersebut. Serapan radiasi UV/visibel terjadi melalui eksitasi elektron- elektron di dalam struktur molekular menjadi keadaan energi yang lebih tinggi.

  Radiasi di daerah UV/visibel diserap melalui eksitasi elektron-elektron yang terlibat dalam ikatan-ikatan antara atom-atom pembentuk molekul sehingga awan elektron menahan atom-atom bersama-sama mendistribusikan kembali atom-atom itu sendiri dan orbital yang ditempati oleh elektron-elektron pengikat tidak lagi bertimpang tindih.

  Radiasi UV panjang gelombang pendek < 150 nm ( >8,3 eV) dapat menyebabkan putusnya ikatan paling kuat di dalam molekul organik sehingga sangat membahayakan organisme hidup. Yang lebih menarik perhatian para analis adalah ikatan-ikatan yang lebih lemah di dalam molekul karena ikatan tersebut dapat dieksitasi dengan radiasi UV panjang gelombang yang lebih panjang > 200 nm ( > 6,2 eV), yang terdapat pada panjang gelombang yang lebih panjang daripada daerah di tempat udara dan pelarut – pelarut umum mengabsorbsi (Watson, 2005).

  Analisis spektrofotometri cukup teliti, cepat dan sangat cocok untuk digunakan pada kadar yang kecil. Senyawa yang dianalisis harus mempunyai gugus kromofor. Pengamatan spektrum bermanfaat, karena dapat membandingkan spektrum sebelum dan sesudah partisi (Sardjoko, 1993).

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Kajian Organologis Gonrang Sidua-Dua Buatan Bapak Rossul Damanikdi Desa Sarimatondang 1 Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun

0 2 20

19 BAB II ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK, DI DUSUN LAE SALAK, DESA LAE SIREME, KECAMATAN TIGALINGGA, KABUPATEN DAIRI, PROVINSI SUMATERA UTARA 2.1 Wilayah Budaya Pakpak

0 1 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Garam 2.1.1 Pengertian Garam - Penetapan Kadar Iodium Pada Garam Dengan Metode Iodometri

0 1 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Narkotika - Pemeriksaan Narkotika Melalui Urine Menggunakan Alat Multi Drugs Dengan Metode Rapid Test

0 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Kadar Logam Kadmium (Cd) pada Air Minum Dalam Kemasan Galon Isi Ulang dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 14

Uji Mutu Bahan Baku Riboflavin Sebagai Bahan Baku Vitamin B Kompleks Yang Diproduksi Oleh Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

0 0 15

Uji Mutu Bahan Baku Riboflavin Sebagai Bahan Baku Vitamin B Kompleks Yang Diproduksi Oleh Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet 2.1.1 Pengertian Tablet - Uji Disolusi Natrium Diklofenak dalam Sediaan Tablet Menggunakan Metode Spektrofotometri Ultraviolet

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nilam 2.1.1 Morfologi tanaman nilam - Penentuan Bilangan Asam Dan Bobot Jenis Serta Kelarutan Dalam Etanol Dari Minyak Nilam (Pogostemon Cablin B.)

0 2 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Umum Hidrokortison Asetat - Penetapan Kadar Bahan Baku Hidrokortison Asetat PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Secara HPLC (High Performance Liquid Chromatography)

0 0 12