Studi Komunitas Makrozoobhentos Di Pulau

I. PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Negara Kesatuaan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang

sebagian besar wilayahnya berbentuk perairan, dimana indonesia berada diantara
dua benua yakni benua Asia dan Australia dan dua samudra, yakni Samudra
Hindia dan Samudra Pasifik sehingga indonesia disebut juga nusa diantara laut
atau sering diistilahkan dengan nusantaraSebagai negara kepulauan menurut
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tentang Hukum Laut (United
Nations Convention on the law of the sea) 1982 indonesia memiliki kedaulatan
atas perairan yang ditutup oleh atau terletak disebelah dalam dari garis pangkal
lurus kepulauan yang disebut sebagai perairan kepulauan. Adapun total luas
wilayah indonesia adalah 7.9 juta km² yang terdiri dari 1.8 juta km² wilayah
daratan dan 3.2 juta km² wilayah laut teritorial serta 2.9 juta km² laut perairan
Zona Ekonomi Eksklusif, dengan demikian total wilayah perairan Indonesia
adalah 77% dari seluruh luas Indonesia, atau tiga kali luas wilayah daratan
Indonesia
Sebagaimana ciri negara berkembang dengan populasi penduduk yang
besar ditambah dengan struktur geografis yang dikelilingi oleh laut, maka laut

menjadi tumpuan sebagian besar penduduk Indonesia untuk memenuhi kebutuhan
hidup terutama masyarakat di daerah pesisir, selain itu bagi negara kepulauan
seperti indonesia, laut memiliki posisi yang strategis dan potensi yang luar biasa
baik dalam bidang ekonomi, pertahanan, maupun keamanan.

Laut menyimpan kekayaan yang sangat melimpah. Disana hidup hewanhewan air yang bermanfaat bagi manusia atau bahkan merugikan bagi manusia,
selain itu banyak biota-biota mengandung sumber protein tinggi yang dibutuhkan
manusia.
Perairan yang luas ini dihuni oleh hewan akuatik oleh keanekaragaman
genetik yang cukup tinggi dan merupakan sumber utama protein hewani yang
dikonsumsi oleh masyarakat sehari-hari (Mc Connaughey dan Zattoli, 1983).
Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok hewan bentos yang mendiami
daerah bentik, dimulai dari wilayah batas tertinggi air pasang sampai bentik laut
dalam, yaitu mulai dari daerah pasang surut (litoral) sampai ke daerah abisal
(Hutabarat dan Evans, 1985).
Umumnya organisme makrozoobentos senantiasa hidup serta berinteraksi
secara baik dengan lingkungan tempat berdiamnya. Kelompok hewan ini tumbuh
hidup di dasar perairan mulai dari garis pasang surut sampai dasar abisal
(Rohmimohtarto dan juwana, 2001).
Penyebaran hewan makrozoobentos pada daerah pasang surut merupakan

hasil interaksi dengan kondisi fisik lingkungannya. Kondisi lingkungan yang
paling mempengaruhi organisme makrozoobentos yakni fluktuasi suhu yang
sangat tinggi akibat adanya periode pasang surut yang selalu bergantian. Selama
periode surut organisme makrozoobentos berada pada daerah terbuka , kekeringan
yang diringi dengan kenaikan suhu lingkunagn yang semakin bertambah
(McConnaughey dan Zattoli, 1983), sebaliknya selama periode pasang organisme

makrozoobentos berada dalam keadaan terendam air dengan suhu lingkungan
yang semakin menurun (Nybakten, 199).
Dalam kehidupan sehari-hari kita selau berhadapan dengan yang namanya
ekologi baik di daratan maupun perairan, pada dua lingkungan ini terdapat sekian
banyak jumlah mahluk hidup yang berinteraksi serta saling membutuhkan bahkan
adapula yang saling merugikan serta ada yang tidak merugikan dan
menguntungkan (netral). Di lingkungan perairan air laut (asing) banyak sekali kita
jumpai berbagai jenis hewan misalnya pada hewan Echinoidea (Bulu Babi dan
Taripang). Di antara ke dua heawan ini memiliki jenis dan bentuk tubuh yang
berbeda – beda.
Pulau Donrotu merupakan sala satu pulau yang terletak dalam wilayah
kecamatan jailolo selatan kabupaten Halmahera Barat. Pulau ini memiliki perairan
dengan substrat yang beragam yakni, pasir, pasir berlumpur dan pecahan karang.

Hal ini memungkinkan terdapatnya berbagai macam spesies Makrozoobentos
didalamnya. Untuk itu pulau Donrotu di jadikan sebagai lokasi praktek.
Berdasarkan latar belakang di atas maka kami melakukan praktek dengan
judul “Study Komunitas Makrozoobenthos Ekosistem Padang lamun Dipulau
Donrotu Kecematan Jailolo Selatan Kabupatan Halmahera Barat”

1.2. Tujuan praktek
Adapun tujuan dilakukannya praktek ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan jenis-jenis makrozobenthos padang
lamun.
2. Mendeskripsikan habitat hidup dari jenis-jenis makrozobenthos padang
lamun.
3. Mengetahui struktur komunitas makrozobenthos padang lamun yang
meliputi: keanekaragaman jenis, dominasi jenis, dan kemerataan jenis
Adapun Manfaat dari Praktek ini sebagai berikut:
1. Memberikan informasi tentang keberadaan organisme padang lamun
(Makrozoobentos ) di perairan pulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe
Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat.
2. Sebagai bahan referensi dalam praktek lanjutan
3. Agar kita dapat mengenal jenis-jenis organisme makrozobentos yang ada

di pulau Donrotu

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Deskripsi Makrozoobenthos
Bentos adalah organisasi flora dan fauna atau jasad nabati yang hidup

mendiami dasar suatu perairan. Fauna benntos adalah organisasi yang hidup
meletakkan diri pada suatu perairan (Odum, 1996). Menurut Nybakken (1992),
fauna bentos di bagi menjadi dua bagian, yaitu epifauna dan infauna. Epifauna
adalah organisme bentik yang hidup pada atau bergerak melalui permukaan
substrat atau organism bentik yang hidup pada permukaan dasar laut. Sedangkan
infauna adalah organism bentik yang mempunyai kebiasaan hidup membenamkan
dirinya ke dalam dasar peraiaran, menggali saluran atau membuat lubang di dasar
perairan.
Secara etimologi makrozoobentos berasal dari dua kata yaitu makro dan
zoobentos yang berarti hewan dasar yang berukuran besar (Barnes,1994).
Kelompok hewan-hewan tersebut antara lain asteroid (bintang laut), echinoidea
(bulu babi), holthutroidea (teripang), bivalvia (kerang), dan gastropoda (keong).

Makrozoobenthos adalah organisme yang hidup di dasar perairan Epifauna
atau di dalam substrat dasar perairan Infauna (Odum, 1993). Menurut (Nybakken
1988), organisme infauna dibagi menjadi tiga golongan yaitu makrozoobenthos
berukuran lebih besar dari 1 mm, meiozoobenthos berukuran antara 0,11 mm, dan
mikrozoobenthos, berukuran lebih kecil dari 0,1 mm. Selanjutnya (Odum 1993)
membedakan hewan benthos berdasarkan cara makannya, yaitu pemakan
penyaring (filter feeder), contohnya kerang dan pemakan deposit (deposit feeder),
contohnya siput. Di samping itu, benthos dapat juga dibedakan berdasarkan

pergerakannya, yaitu hewan bentik yang hidupnya menetap (sesil) dan hewan
bentik yang hidupnya relatif berpindah (motil). Menurut (Wilhm 1975),
2.2 Ekosistem Padang Lamun
Lamun atau secara internasional dikenal sebagai seagrass

merupakan

tumbuhan tingkat tinggi dan berbungga (Angiospermae) yang sudah sepenuhnya
menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut (Nontji, 1987). Keberadaan
bunga dan buah ini adalah faktor yang utama membedakan lamun dengan jenis
tumbuhan lainnya, seperti rumput laut (seaweed).

Lamun merupakan satu-astunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang
memiliki rhizome, daun dan akar yang membentuk padang atau hamparan koloni
yang luas didasar laut. Selain didaerah tropis, di daerah perairan dangkal sub
tropis terdapat komonitas yang berbeda, namun memiliki fungsi dan sistem
ekologis yang sama seperti kebun kelp (Macrocytis, Nereoctiys, dan laminaria),
komonitas pena laut (ptilosarcus) seperti dipasifik utara, komonitas bunga laut
(Renilla kollokeri) seperti di kalifornia selatan.
Lamun

(seagrass)

merupakan

satu-satunya

tumbuhan

berbunga

(Angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup

terendam di dalam laut. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di
dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi
pertumbuhannya. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk menghantarkan zat-zat
hara dan oksigen, serta mengangkut hasil metaboliseme lamun ke luar padang
lamun (Bengen, 2001). Nybakken (1988), juga menjelaskan bahwa Lamun (sea
grass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang telah beradaptasi hidup

terendam dalam air di lingkungan laut. Dalam beberapa pustaka padanan kata “sea
gress”di gunakan lamun atau alang-alang laut, namun untuk keseragamanya di
gunakan istilah lamun
2.3 Cara makrozobenthos memperoleh makanan
2.3.1

Cara makan echinodermata
Cara Echinodermata memperoleh nutrisi makanan echinodermata berupa

kerang, plankton kecil serta bahan lainnya yang mikroskopis atau organisme yang
telah mati. Echinodermata memiliki sistem pencernaan makanan yang sudah
sempurna. Saluran pencernaan (tractus digestivus) dimulai dari mulut berbentuk
pentagonal (actinostoma) yang posisinya berada di bawah permukaan tubuh.

Kemudia diteruskan melalui faring, ke kerongkongan, ke lambung, lalu ke usus,
dan terakhir di anus. Anus ini letaknya ada di permukaan atas tubuh dan pada
sebagian Echinodermata tidak. berfungsi.
Pada hewan ini lambung memiliki cabang lima yang masing-masing
cabang menuju ke lengan. Di masing-masing lengan ini lambungnya bercabang
dua dengan ujung yang buntu. Makanan dibawa oleh lengan atau ditangkap oleh
tentakel, kemudian dilewatkan sepanjang alur ambulakral dengan bulu-getar yang
bergerak-gerak

selanjutnya

digiring

oleh

silia

ke

dalam


mulut.

Beberapa spesies memiliki sebuah tangkai yang tumbuh dari cakram untuk
melekatkan hewan pada substrat dasar, akibatnya mulut tetap di atas dan lenganlengan seperti bulu menciptakan alat seperti jaring untuk menangkap dan
mengangkut makanan ke mulut. Ada yang tidak mempunyai tangkai, atau

menghilang waktu menjadi dewasa dan dapat menggerakkan lengannya untuk
berpindah-pindah.
2.3.2. Cara makan gastropoda
Ruppert dan Barnes (1991) menyatakan bahwa prosobranchia adalah
kelompok hewan karnivora yang menghgunakan radula sebagai alat bantu makan.
Radula pada prosobranchia mengalami berbagai modifikasi bentuk, antara lain
berupa alat untuk memotong, memegang, mencabik dan membawa mangsa. Pola
adaptasi yang biasa dijumpai pada prosobranchia karnivora adalah proboscis
panjang yang digunakan untuk mencapai dan menembus bagian tubuh mangsa
yang mudah diserang.
Probosisi adalah bagian dari saluran pencernaan yang terdiri atas
esophagus, buccal cavity dan radula. Probosis terletak di dalam kantung atau
rongga proboscis. Saat makan, proboscis menjulur keluar dari kantung proboscis

karena tekanan darah. Protein khas yang dikeluarkan oleh mangsa atau daging
bangkai dideteksi oleh osphradium dan pencarian lokasi mangsa dilakukan dengan
proboscis. Babylonia sp adalah jenis prosobranchia pemakan daging bangkai
selektif atau dengan kata lain keong lebih menyukai daging bangkai segar sebagai
bahan makanannya dibandingkan dengan daging bangkai yang telah membusuk.
Sebagian besar ordo Neogastropoda merupakan siput karnivor yang mempunyai
cara pemangsaan yang berbeda-beda. Cara pertama adalah mangsa dideteksi
dengan siphon dan ditangkap dengan menjulurkan probosis, setelah itu makanan
dihancurkan dengan radula yang terdapat di bagian proboscis tersebut. Cara kedua
siput mengebor mangsa lalu menggerus dan menghisapnya dengan radula.

Babylonia spirata dari ordo Neogastropoda adalah gastropoda laut karnivor
pemakana daging bangkai (Yulianda et al, 2000)
2.3.3 Cara makan bivalvia
Sistem pencernaan dimulai dari mulut, kerongkongan, lambung, ususdan
akhirnya bermuara pada anus. Anus ini terdapat di saluran yang sama dengan
saluran untuk keluarnya air. Sedangkan makanan golongan hewan kerang ini
adalah hewan-hewan kecil yang terdapat dalam perairan berupa protozoa diatom
dll. Makanan ini dicerna di lambung dengan bantuan getah pencernaan dan hati.
Sisa-sisa makanan dikeluarkan melalui anus

2.4 Manfaat Makrozoobentos Ekosistem padang Lamun
Beberapa jenis Organisme yang hidup di daerah Padang Lamun biasanya
di manfaatkan oleh penduduk setempat sebagai makanan tambahan,misalnya di
pulau Donrotu. dan pulau-pualu lainnya, penduduk mengumpulkan jenis
Holothuria Scabra, dan Cypraea tigris untuk di makan (Soemadihardjo dan
Kastoro,1977 dalam Kartawimnata dkk,1978). Hal yang sama juga dikemukakan
oleh (Dharma1988), bahwaa sebagian besar masyarakat yang mendiami pesisir
pantai telah meanfaatkan gastropoda sebagai sumber protein selain ikan sejak
lama. Gastropoda lain juga bermanfaat yaitu Tridacna yang memiliki kelenjar
yang dapat dibuat pewarna pakaian (Nontji,1993).
Mahmudi, dkk, (1999), juga mempertegas bahwa makrozoobentos
mempunyai peranan penting di ekosistem sungai, yaitu : (1) dapat memberikan
informasi mengenai pemindahan dan penggunaan energi dalam ekosistem sungai,
(2) mempunayi peranan dalam proses self purification sungai, dan (3) dapat

digunakan untuk kepentingan restorasi perairan sungai dengan cara mencipatakan
habiatat

yang

mendorong

kolonisasi

makrozoobentos.

Komunitas

makrozoobentos bahkan menjadi sumber energi untuk perikanan di ekosistem
sungai.
2.5 Morfologi Makrozoobentos
2.5.1 Kelas Astroidea (Bintang Laut)
Bintang laut biasanya berbentuk simetri radial dengan cara geraknya yaitu
bergerak bebas pada batu, karang dan pasir laut. Bintang laut biasanya bergerak
dengan menggunakan tangan, dimana keluarnya tonjolan-tonjolan dari tubuh yang
terdiri dari central disk. Cara Makan Bintang Laut Diagram umum kerangka
pedicellaria dari bintang laut (Chia dan Amerogen 1975) Tangan bintang laut
mempunyai lima buah yang menjalur ke sekeliling arah dari pusat atau
cakramnya. . Asteroidea dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Gambar 1. Astroidea (bintang laut)
2.5.2 Kelas Holuthroidea (Teripang)
Teripang mempunyai bentuk tubuh yang bervariasi mulai dari bulat sampai
memanjang dan pipih atau selinderis dengan panjang tubuhnya 10 – 30cm, dengan
mulut pada salah satu unjung dan dubur pada unjung lainnya (nontji, 2001).
Selanjutnya (Soewgnyo 1989) menyatakan bahwa teripang memiliki tubuh yang

berotot-otot, tipis, tebal, dan lembek atau licin kulitnya halus atau bintik-binting.
Pada bagian ini terdapat spikula- spikula yang terbantuk seperti meja, motom serta
bentuk lainnya tergantung jenisnya.

Gambar 2. Holuthroidea (Teripang)
2.5.3

Kelas Bivalvia (Kerang-kerangan)
Oermajati dan Wardhana (1990) menemukakan bahwa ciri – ciri umum

dari kelas bivalve yaitu cangkang biasanya simetris berjumlah dua buah yang di
buka dengan otot refraktor, pada bagian dorsal cangkang terdapat gigi engsel dan
ligamen , ingsan umumnya berbentuk lempengan lempengan berjumlah satu atau
dua pasang ,kepala tidak ada mulut di lengkapi labial palp tanpa rahang atau
radula.

Gambar 3. Bivalvia (Kerang-kerangan)
2.5.4

Kelas Gastropoda (Keong)
Gastropoda adalah hewan relatif besar yang menarik, namanya berarti

perut (Gaster = perut; pous =kaki). Cangkang asimetrs dan biasanya menggulung
seperti ulir berputar kekanan. Dh7arma (1988) mengemukakan bahwa gastropoda

merupakan salah satu kelas dalam Filum mollusca yang di sebut hewan yang ber
kaki perut karena menggunakan perut untuk kaki dan kebanyakan hidup di laut.
Cangkang gasropoda berbentuk tabung dan mimiling (coilet) ke kanan,
yakni searah putaran jarum jam, bila di lihat dari unjung runcing. Namun apabila
mimilin kekiri,pertumhan cangkang yang memilin sebagai spiral itu di sebabkan
karna pengendapan bahan cangkang di sebelah luar berlangsung lebih cepat dari
yang dalam (Nontji 2001).

Gambar 4 Gastropoda (Keong)
2.6 Faktor Lingkungan Perairan
Seperti hewan lainnya, makrozoobentos untuk kelangsungan hidupnya
membutuhkan lingkungan tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan
makrozoobentos, diantaranya:
2.6.1 Suhu
Tiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap
perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme perairan.
Hewan laut misalnya hidup pada batas-batas suhu tertentu. Ada yang mempunyai
toleransi yang besar terhadap perubahan suhu, disebut bersifat euriterm. Ada pula
yang toleransinya kecil disebut bersifat stenoterm. Hewan yang hidup dizona
pasang surut dan sering mengalami kekeringan mempunyai daya tahan yang besar

terhadap perubahan suhu. Kisaran suhu yang baik bagi kehidupan organisme
perairan adalah antara 18-30 ℃

(Nontji, 2002).

2.6.2 Oksigen
Oksigen adalah gas yang amat penting bagi hewan. Perubahan kandungan
oksigen terlarut di lingkungan sangat berpengaruh terhadap hewan air. Kebutuhan
oksigen bervariasi, tergantung oleh jenis, stadia, dan aktifitas. Kandungan oksigen
terlarut mempengaruhi jumlah dan jenis makrizoobentos di perairan. Semakin
tinggi kadar O2 terlarut maka jumlah bentos semakin besar.
2.6.3

Salinitas
Salinitas merupakan gambar jumlah garam terlarut dalam satu liter air,

biasanya dinyatakan dengan satuan ‰ (per mil, garam per liter). Tingkat salinitas
pada umumnya 7,16 ‰. Ada berbagai cara untuk menentukan salinitas, yang
paling popular untuk mengukur salinitas dengan ketelitian tinggi yaitu salinometer
yang bekerjanya di dasarkan pada daya hantar listrik (Nontji, 2002).
2.6.4 Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) sangat penting sebagai parameter kualitas air
karena dapat mengontrol tipe dan laju kecapatan reaksi beberapa bahan dalam air.
pH yang ideal bagi kehidupan organism akuatik pada umumnya terdapat antara 78,5 (Barus, 2001) dalam (Mayasari, 2011). Bagi hewan bentos pH berpengaruh
terhadap menurunya daya sterss.
2.6.5

Substrat
Tipe substrat dasar ikut menentukan jumlah dan jenis hewan bentos

disuatu perairan (Susanto, 2000). Substrat sangat penting bagi organisme yang

hidup di dasar perairan, baik pada air yang diam maupun air mengalir. Substrat
dapat digolongkan atas substrat lumpur, substrat lumpur berpasir, dan substrat
pasir. Pada umumnaya substrat dasar yang berlumpur lebih di senangi oleh bentos
daripada dasar yang berupa pasir (Mayasari, 2011).

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1.

Tempat Dan Waktu
Praktek
Praktek ini dilaksanakan Diperairan Pulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe

Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat Profinsi Maluku Utara.
Sedangkan waktu pelaksanaannya pada hari Minggu, 24 Mei 2015
3.2.

Alat Dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktek dapat dilihat dari tabel

berikut :
Tabel.1. Alat dan Bahan yang digunakan selama Penelitian
N
o
1
2
3
4

Alat dan Bahan

Kegunaan
Mengukur Luas Kuadran
Pengambilan sampel
Mengukur salinitas
Mengukur suhu

6
7
8
9
10

Meteran Roll
Kuadaran(50×50 meter)
Hand Refraktometer
Termometer
Global
Positioning
Sistem (GPS)
pH Meter
Kamera Digital
Alat Tulis Menulis
Buku Identifikasi
Tali Plastik

11

Kantong Plastik

Tempat sampel

12

Aquades

Menetralisir alat handrefraktometer dan pH
air

5

Menentukan Posisi Lokasi Praktikum
Mengukur pH Air
Dokumentasi kegiatan praktikum
Mencatat data
Pedoman Identifikasi
Menetapkan lintasan

3.3.

Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Blok Area

yaitu dengan menggunakan kuadran berukuran 50 X 50 Meter (Blok Area)
(Gambar 5), kemudian dilakukan dengan tehknik Sweep Area (Rondo, 2004).
Pengambilan sampel dilakukan pada saat surut. Fauna yang di peroleh
kemudian dimasukan ke dalam kantong plastic yang sudah di beri label,
selanjutnya dideterminasi berdasarkan ciri-ciri morfologi seperti warnah tubuh,
bentuk duri, warnah cangkang, bentuk cangkang berdasarkan petunjuk Dharma
(1998), Alien (2000), Sutaman (1993), Martoyo dkk. (1994).
50 m

50 m

Gambar 5. Sketsa Pengambilan Sample Makrozobenthos (Blok Area)

3.4.

Metode

Analisis

Data
3.4.1. Keanekaragaman Jenis
Untuk menghitung besarnya keanekaragaman digunakan metode
Shannon dan Weinner (Ludwig dan Reynolds, 1988), sebagai berikut :
S

H ' =∑ ¿ ln ¿
N
i− I N

( ) ( )

Keterangan
'

=

Keanekaragaman jenis

ni

=

Jumlah Individu jenis-i

N

=

Jumlah seluruh individu

H

Kriteria :
H' < 1
1≤

H

'

=

keanekaragaman jenis rendah

≤ 3 = Keanekaragaman jenis sedang

H' > 3

=

Keanekaragaman jenis tinggi

3.4.2. Indeks Dominasi
Untuk menghitung indeks dominasi digunakan formula (Odum, 1996),
sebagai berikut :
2
C=∑ ( ¿ )
N
Keterangan :
ni

=

Jumlah individu tiap jenis

N

=

Jumlah seluruh jenis

Dengan kriteria :
Nilai C berkisar 0-1
Jika C mendekati 0 berarti tidak ada spesies yang mendominasi dan
apabila nilai C mendekati 1 berarti adanya salah satu spesies yang
mendominasi.
3.4.3. Indeks Kemerataan (Wibosono, 2005)

E=

H'
Hmaks

Keterangan :
E

= Indeks kemerataan

H'

= keanekaragaman jenis

Hmaks = Ln S
S

= jumlah taksa

Dengan Kriteria :
¿ 0,81

= penyebaran jenis sangat merata

0,61 – 0,80

= penyebaran jenis lebih merata

0.41 – 0,60

= penyebaran jenis merata

0,21 – 0,40

= penyebaran jenis cukup merata

¿ 0,21

= penyebaran jenis tidak merata

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi Praktikum
Pulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe merupakan salah satu pulau yang
secara admistrasive terletak di wilayah Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten
Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara.
Desa Sidangoli Dehe secara admistrasive bagian selatan berbatasan
dengan laut Halmahera, sebelah timur berbatasan dengan desa Ake Jailolo,
sebelah utara berbatasan dengan Desa Sidangoli Gam, dan sebelah selatan
berbatasan dengan Desa Damato. Sedangakan stasiun praktekum secara geografis
berada pada posisi 00˚78ˋ38,3˝ LU dan 127˚49ˋ76,1˝BT.
Perairan Pulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe memiliki kondisi
substrat yang bervariasi, yang terdiri dari substrat berlumpur dan lumpur
berpasir.Keadaan substrat yang bervariasi ini menyebabkan terdapat berbagai
macam biota laut yang hidup di dalamnya. Selain substrat yang berfariasi ini,
perairan Pulau Donrotu ini juga memiliki ekosistem mangrove, terubu karang, dan
padang lamun.
4.2. Parameter Lingkungan
Hasil pengukuran parameter lingkungan meliputi suhu, salinitas, pH
air, dan pH tanah, yang dilakukan bersamaan pada saat pengambilan sampel
makrozoobentos. Hasil dari pengukuran parameter lingkungan dapat dilihat pada
tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan
WAKTU
PENGUKURA
N

1.30-3.00

PARAMETER LINGKUNGAN
Suhu
(°C)

Salinitas
(0/00)

pH Air

31,52

35,5

7,71

Berdasarkan pada tabel 3, hasil pengukuran menunjukan bahwa pada blok area
praktikum yang menyangkut suhu, salinitas, pH air, dan pH tanah, yaitu suhu
berkisar 31°C, salinitas 35,50/00, dan pH air 7,71
Dari hasil pengukuran kisaran hidrologi menunjukan bahwa kondisi ini
merupakan kondisi yang baik dan cocok untuk kelangsungan organisme pada
ekosistem padang lamun terutama pada jenis gastropoda dan bivalvia yang
ditemukan.
Organisme yang berada dalam suatu perairan sangat dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan dan kemampuan dari organisme tersebut dalam beradaptasi
dengan lingkungannya, bukan hanya di tentukan oleh kebiasaan makan, namun
kondisi yang hidrologi seperti suhu dan salinitas merupakan faktor yang sangat
berpengaruh dalam keberadaan organisme.
Faktor pembatas seperti suhu, salinitas, ombak dan pasang surut
merupakan faktor yang berperan dalam penyebaran dan perkembangan organism
(Nybakken,1992). Nyabakken (1988) menatakan taktor-faktor suhu salinitas,
ombak, dan pasang surut merupakan pembatas dalam penyebaran dan
perkembangan organisme di daerah intertaidal. Suhu mempunyai pengaruh yang
sangat besar terhadap ekosistem pantai. Suhu dapat merupakakan faktor pembatas

bagi beberapa fungsi biologi hewan air seperti migrasi, kecepatan renang, dan
kecepatan metabolisme.
Tingginya kisaran suhu antara lintasan ini ada kaitannya dengan radiasi
matahari terhadap pemanasan perairan dimana pada stasiun tertentu terlindungi
oleh ekosistem-ekosistem pantai sementara pada stasiun yang lain terbuka atau
dengan kata lain tidak terlindungi. Hal ini sesuai dengan pernyataan darma (1988)
menyatakan bahwa dalam kondisi ekosistem organisme mampu hidup pada suhu
45 ˚C. Nontji (2005) menyatakan bahwa suhu air permukaan diperairan nusantara
umumnya berkisar pada 28-31 ˚C
4.3. Distribusi Dan Komposisi Jenis Makrozoobenthos
4.3.1. Distribusi jenis makrozobenthos
Distribusi jenis makrozobenthos di palau donrotu kecematan jailolo
selatan kabupatan halmahera barat dan distribusi habitat dapat dilihat pada tabel
3 dan tabel 4
Tabel
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

3. Distribusi jenis organism makrozobentos
Nama Jenis
Jumlah dalam blok area
Linckia laevigata
2
Holothuria scobra
1
Pteria penguin
2
Laevistrombus canarium
3
Lambis frouncata sebae
1
Jumlah
9
Dari hasil jumlah analisis distribusi jenis organism makrozobentos pada

lamun yang di pulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe jumlah spesies dalam blok
area 5 spesies total 7. Dari blok area tersebut yang paling banyak ditemukan yaitu

spesies Linckia Laevigata dan Pteria Penguin dengan jumlah spesies masingmasing 2 Individu
Tabel 4. Distribusi habitat
N
o

Nama jenis

1.
2
3
4

Linckia laevigata
Holothuria scobra
Pteria penguin
Laevistrombus
canarium
Lambis
frouncata
sebae

5

Subtrat/habitat
Pasir
berlumpur



Pasir
berkarang




Lumpur
berpasir




-

-

Berdasarkantabel 3 diatas maka dapat dijelaskan bahwa distribusi substrat
spesies yang terdapat di pulau donrotu terdapat pada daerah pasir berlumpur,
lumpur berpasir dan pasir berkarang karena daerah tersebut merupakan daerah
yang doninan ditinggilan oleh jenis-jenis makrozobenthos.
Banyak dan tidaknya distribusi makrozobenthos di lokasi praktek
dikemukakan di lokasi praktek dimungkinkan dihubungkan dengan kondisi
subtrat atau dari tempat hidup pada masing-masing spesies. Selain itu juga
keberadaan faktor makanan seperti detritus dan lingkungan sangat mendukung
untuk kehidupan jenis-jenis makrozobenthos yang ditentukan. Menurut Hassae
(1947) dalam jamit (2007) perbesaran hewan didasarkan atas faktor makanan,
hewan akan cenderung tinggal disuatu daerah di mana mereka dapat dengan
mudah mendapatkan makanan.

Komposisi jenis makrozobenthos di perairan pulau donrotu dapat di lihat
pada tabel 5 sebagai berikut
Tabel 5. Komposisi jenis makrozobenthos
No
1.
2.
3.
4.
5.

Kelas
Asteroide
a
Holothroi
dea
Bivalvia

ordo
Valvatida

Gastropo
da
Gastropo
da

Stromboidea

Aspidochirotid
a
Pterioda

Stromboidea

family
Ophidias
teridae
Aspidhoc
hirata
Pteriidae

Genus
Linckia

Strombid
ae
Strombid
ae

Laevistromb
us
Lambis

Holothuria
Pteria

Spesies
Linckia
laevigata
Holothuria
scobra
Pteria
penguin
Laevistromb
us canarium
Lambis
trouncata
sebae

Berdasarkan tabel 4 diatas maka dapat dijelaskan bahwa komposisi jenis
makrozobenthos di perairan donrotu meliputi 4 kelas (, Asteroidea, Holothroidea,
Bivalvia,

Gastropoda),

4

ordo

(valvatida,

Aspidochirotida,

Pterioda,

Stromboidea,), 4 family (Ophidiasteridae, Aspidhochirata, Pteriidae, strombidea),
5 genus (Linckia, Holothuria,, Pteria, Laevistrombus, Lambis) 5 spesies (Linckia
laevigata, Holothuria scobra, Pteria penguin, Laevistrombus canarium, Lambis
frouncata sebae )

4.4 Deskripsi jenis makrozobenthos
4.4.1. Kelas Asteroidea
1. Klasifikasi Linckia laevigata
Kingdom

: Animalia

Filum

: Echinodermata
Kelas

: Asteroidea
Ordo

: Falfatida
Family

: Opidiasteridae
Genus

: Linckia
Spesies

: Linckia levigata

Berdasarkan hasil praktek diperoleh spesies linckia laevigata dengan
bentuk tubuh simestris bilateral. Warna yang ditemukan adalah murni, gelap atau
terang biru. Bintang laut ini dapat tumbuh sampai 30 cm diameter dengan tips
bulat pada setiap lengan. Spesies ini relatif umum dan jarang ditemukan di
kepadatan seluruh rentang, mereka hidup subtidal atau kadang-kadang.
Berdasarkan pengamatan di lokasi praktek, spesies ini ditemukan pada substrat
berpasir.

Gambar 5. Linckia laevigata

4.4.2. Kelas Holothroidea
1. Klasifikasi Linckia laevigata
Kingdom
: Animalia
Filum
: Echinodermata
Kelas
: Holothroidea
Ordo
: Aspidochirotida
Family
: Aspidhochirata
Genus
: Holothuria
Spesies

: Holothuria scobra

Berdasarkan hasil praktek diperoleh spesies Holothuria scobra merupakan
hewan yang bergerak lambat, hidup pada dasar substrat pasir, lumpur pasiran
maupun dalam lingkungan terumbu. Teripang merupakan komponen penting
dalam rantai makanan di terumbu karang dan ekosistem asosiasinya pada berbagai
tingkat struktur pakan (trophic levels). Teripang berperan penting sebagai
pemakan deposit (deposit feeder) dan pemakan suspensi (suspensi feeder). Di
wilayah Indo-Pasifik, pada daerah terumbu yang tidak mengalami tekanan
eksploitasi, kepadatan teripang bisa lebih dari 35 ekor per m2, dimana setiap
individunya bisa memproses 80 gram berat kering sedimen setiap harinya.

Gambar 6. Holothuria scobra
4.4.3. Kelas Bivalvia
1. Klasifiksi pteria penguin

Kingdom

:Animalia

Filum

:Mollusca
Kelas

:Bivalvia
Ordo

: pterioidae

Family
Genus

: pteriidae
: pteria
Spesies : pteeria penguin

Berdasarkan hasil praktek diperoleh spesies pteeria penguin bentuk tampak
seperti batu karang yang tidak ada tanda – tanda kehidupan . tetapi di balik
kekokohan tersebut terdapat organ yang dapat mengatur segala aktivitas
kehidupan dari tiram itu sendiri. Dalam kelunakan tubuh tiram tersebut terdapat
cangkang yang keras untuk melindungi bagian tubuh agar terhindar dari benturan
maupun serangan hewan lain

Gambar 7. pteeria penguin

4.4.4. Kelas Gastropoda
1. Klasifikasi Laevistrombus canarium
Kingdom

:Animalia

Filum

:Mollusca
Kelas

: Gastropoda
Ordo

: Stromboidea

Family
Genus

: Strombidae
: Laevistrombus
Spesies : Laevistrombus canarium

Spesies ini terkadang terlihat di daerah padang lamun di pantai. Di tempat
lain, mereka ditemukan pada pasir atau lumpur dasar berpasir, kadang-kadang
dikaitkan dengan ganggang jarang. Sering terjadi di koloni, intertaidal dan
sublittoral zona hingga kedalaman sekitar 40 m. Seperti siput keong lainnya, ia
menggunakan operkulum runcing untuk melompot bersama. Seperti aktif
dikumpulkan di filipina dan sering dijual dipasar utara luzon. Shell sering
digunakan untuk membuat item dekoratif.

Gambar 8. Laevistrombus canarium

2. Klasifikasi Lambis frouncata sebae
Kingdom

:Animalia

Filum

:Mollusca
Kelas

: Gastropoda
Ordo

: Stromboidea

Family
Genus

: Strombidae
: Lambis
Spesies : Lambis trouncata sebae

Bentuk tubuh asimetris dan mempunyai cangkok dari zat kapur yang
berbentuk kerucut memutar ke kanan atau kekiri. Pertumbuhan cangkang yang
memilin sebagai spiral itu di sebabkan karna pengendapan bahan cangkang di
sebelah luar berlangsung lebih cepat dari yang dalam. Hidup dilaut tropis pada
bagian dasar laut yang berkarang dan hidupnya secara acak.

Gambar 9. Lambis trouncata sebae

4.5. Struktur komunitas organisme makrozebentos padang lamun
4.5.1. Keanekaragaman Jenis
Untuk mengetahui indeks keaenekragaman jenis (H’) makrozoobentos
ekosistem padang lamun dipulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe Kecamatan
Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat. Dapat dilihat pada gambar 10
dibawah ini
0.40

Keanekaragaman Jenis (H')

0.35
0.30
0.25

0.36

0.33
0.25

0.33
0.25

0.20
0.15
0.10
0.05
0.00

Gambar 10. Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman merupakan indeks yang digunakan untuk mengetahui
kondisi suatu organisme dalam suatu perairan. Dalam suatu kondisinya dikatakan
baik apabila memiliki berbagai keanekeragaman berdasarkan komponen
biologisnya. Menurut soegiarto (1994) benda suatu komonitas dikatakan
mempunyai keanaragaman yang tinggi jik komunitas itu disusun oleh sedikit
spesis maka keanekaragamannya rendah. Menurut pernyataan rondo (2004)
menyatakan bahwa dari banyak kajian tentang keanekaragaman spesies dalam
komunitas oleh sejumlah pakar ekologi telah diperoleh beberapa kenyataan, salah
satunya adalah keanekaragaman spesies cenderung akan rendah pada ekosistem
yang mengalami gangguan. Selain itu dikatakan pula bahwa komunitas-komunitas
dari lingkungan yang keras atau ekstrim yang dipengaruhi oleh faktor fisik,
keanekaragamannya akan berubah-ubah mengikuti komponen kelimpahan ,
sedangakan keanekaragaman spesies dalam lingkungan yang tidak ektrim
merupakan

fungsi

dari

jumlah

jenis.

Pada

lingkungan

yang

keras,

keanekaragaman biotik akan bergantung pada kemampuan adaptasi dan toleransi
organisme.
Berdasarkan pada gambar di atas menunjukan besar keanekargaman jenis
(H’) makrozoobentos diperairan dipulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe
Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat sebanyak 5 jenis dengan
jumlah total 9 speies.
Dari data diatas dapat dilihat besaran tingkat keanekaragaman jenis
makrozoobentos yang tertinggi adalah laevistrombus sebesar 0.36, linckia

laevigata sebesar dan pteria penguin dengan jumlah 0.33, dan holothuria scabra
dan lambis trancata sebae dengan jumlah 0.25. (lampiran III)
Jadi keanekaragaman jenis makrozoobentos yang terdapat dipulau
Donrotu Desa Sidangoli Dehe Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera
Barat sebesar 1.52.
Berdasarkan kriteria dari metode Shanon dan weinner (Ludwig dan
Reynolds, 1988). Dapat disimpulkan bahwa kriteria dari jumlah keanekaragaman
jenis makrozoobentos dipulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe Kecamatan Jailolo
Selatan Kabupaten Halmahera Barat adalah 1 ≤ H’ ≤ 3 = keanekaragaman jenis
sedang.
4.5.2. Indeks Dominasi
Hasil analisis indeks dominasi (C) pada organisme makrozobentos
ekosistem padang lamun yang ditemukan dipulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe
Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat. Dapat dilihat pada
gambar 11 dibawah ini.
0.11

0.12
0.10

Indeks Dominasi (C)

0.08
0.06

0.05

0.05

0.04
0.02

0.01

0.01

0.00

Gambar 11. Indeks dominasi

Dari gambar diatas dapat dilihat besaran besar nilai indeks dominasi (C)
makrozoobentos yang tertinggi adalah laevistrombus canarium sebesar 0,108,
linckia laevigata dan pteria penguin sebesar 0, 048, dan holothuria scabra dan
lambis trouncata sebae dengan jumlah 0.012. (lampiran III)
Berdasarkan kriteria indeks dominasi (Odum 1996)
Nilai C berkisar 0-1
Jika C mendekati 0 berarti tidak ada spesies yang mendominasi
Apabila nilai C mendekati 1 berarti adanya salah satu spesies yang mendominasi
Jadi indeks dominasi mokrozoobentos diperaiaran dipulau Donrotu Desa
Sidangoli Dehe Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat sebesar
0,228. Berdasarkan kriteria Odum (1996), nilai C mendekati 1 berarti adanya
spesies yang mendominasi.
4.5.3. Indeks Kemerataan
Hasil anlisis indeks kemerataan (E) pada organisme ekosistem padang
lamun dalam hal ini adalah organisme makrozobentos ekosistem padang lamun
yang ditemukan dipulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe Kecamatan Jailolo Selatan

Ideks Dominasi (E)

Kabupaten Halmahera Barat. Dapat dilihat pada gambar 12 dibawah ini.
1.00
0.90
0.80
0.70
0.60
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00

0.95

Gambar12. Indeks kemerataan
Dari gambar diatas maka dapat diketahui bahwa indeks kemerataan
makrozoobentos dipulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe Kecamatan Jailolo Selatan
Kabupaten Halmahera Barat, sebesar 0.95. (lampiran III)
Berdasarkan kriteria indeks kemerataan (Wibisono, 2005),
> 0.81

= penyabaran jenis sangat merata

0.61 – 0,80

= penyebaran jenis lebih merata

0.41 – 0.60

= penyebaran jenis merata

0.21 – 0.40

= penyebaran jenis cukup merata

< 0.21

= penyebaran jenis tidak merata
Maka indeks kemerataan makrozoobentos ekosistem padang lamun

dipulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten
Halmahera Barat > 0.81 = penyebaran jenis sangat merata.

V.KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Secara etimologi makrozoobentos berasal dari dua kata yaitu makro dan
zoobentos yang berarti hewan dasar yang berukuran besar (Barnes,1994).
Kelompok hewan-hewan tersebut antara lain asteroid (bintang laut), echinoidea
(bulu babi), holthutroidea (teripang), bivalvia (kerang), dan gastropoda (keong).
1. Jenis makrozobenthos di perairan donrotu meliputi 4 kelas (, Asteroidea,
Holothroidea, Bivalvia, Gastropoda), 4 ordo (valvatida, Aspidochirotida,
Pterioda, Stromboidea,), 4 family (Ophidiasteridae, Aspidhochirata, Pteriidae,
strombidea), 5 genus (Linckia, Holothuria,, Pteria, Laevistrombus, Lambis) 5
spesies (Linckia laevigata, Holothuria scobra, Pteria penguin, Laevistrombus
canarium, Lambis frouncata sebae )
2. habitat spesies yang terdapat di pulau donrotu terdapat pada daerah pasir
berlumpur, lumpur berpasir dan pasir berkarang karena daerah tersebut merupakan
daerah yang di jadikan oleh jenis-jenis makrozobenthos.

3.Hasil analisa Keanekaragaman jenis (H’), Indeks dominasi(C), dan indeks
Keanekaragaman jenis
Berdasarkan analisa menunjukan besar keanekargaman jenis (H’)
makrozoobentos diperairan dipulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe Kecamatan
Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat sebanyak 5 jenis dengan jumlah total
9 speies.

Dari data diatas dapat dilihat besaran tingkat keanekaragaman jenis
makrozoobentos yang tertinggi adalah laevistrombus sebesar 0.36, linckia
laevigata sebesar dan pteria penguin dengan jumlah 0.33, dan holothuria scabra
dan lambis trancata sebae dengan jumlah 0.25. Berdasarkan kriteria dari metode
Shanon dan weinner (Ludwig dan Reynolds, 1988). Dapat disimpulkan bahwa
kriteria dari jumlah keanekaragaman jenis makrozoobentos dipulau Donrotu Desa
Sidangoli Dehe Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat adalah 1
≤ H’ ≤ 3 = keanekaragaman jenis sedang.
Indek dominasi
Berdasarkan hasli analisi dapat dilihat besaran nilai indeks dominasi (C)
makrozoobentos yang tertinggi adalah laevistrombus canarium sebesar 0,108,
linckia laevigata dan pteria penguin sebesar 0, 048, dan holothuria scabra dan
lambis trouncata sebae dengan jumlah 0.012.
Berdasarkan kriteria indeks dominasi (Odum 1996)
Nilai C berkisar 0-1
Jika C mendekati 0 berarti tidak ada spesies yang mendominasi

Apabila nilai C mendekati 1 berarti adanya salah satu spesies yang mendominasi
Jadi indeks dominasi mokrozoobentos diperaiaran dipulau Donrotu Desa
Sidangoli Dehe Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat sebesar
0,228. Berdasarkan kriteria Odum (1996), nilai C mendekati 1 berarti adanya
spesies yang mendominasi.

Indeks kemratan
Berdasarkan hasil analisa dapat diketahui bahwa indeks kemerataan
makrozoobentos dipulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe Kecamatan Jailolo Selatan
Kabupaten Halmahera Barat, sebesar 0.95.
Berdasarkan kriteria indeks kemerataan (Wibisono, 2005),
> 0.81

= penyabaran jenis sangat merata

0.61 – 0,80

= penyebaran jenis lebih merata

0.41 – 0.60

= penyebaran jenis merata

0.21 – 0.40

= penyebaran jenis cukup merata

< 0.21

= penyebaran jenis tidak merata
Maka indeks kemerataan makrozoobentos ekosistem padang lamun

dipulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten
Halmahera Barat > 0.81 = penyebaran jenis sangat merata.
5.2. Saran
Pulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten
Halmahera Barat, merupakan lokasi praktikum yang kaya akan organisme. Oleh

karena itu keberadaan organisme-organisme tersebut patut dilestarikan oleh
masyarakat sekitar dan pihak yang terkait.

Daftar Pustaka
http://mutia-analiz40.blogspot.com/2012/08/laporan-bentos.html
Anonim, 2008. Sifat Kimia Ekosistem Estuarine.
Anonim, 2010. Sitematika Bivalvia http://id.wikipedia.org/wiki/Bivalvia Di akses
13 Oktober 2010
Baiq, Hana Susanti. 2012. Zoologi Avertebrata. Jakarta : FITK UIN Syarif
Hidayatullah
Barnes, R.D.1980. Invertebrate Zoology Fourth Edition. New York : Sounders
Collage Publishing.
Barnes. R.S.K. 1978. Estuarine Biology. The Institute of Biologi’s Studies in
Biology Edward Arnold (Publiser). London
Bengen, D. G. 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPLIPB. Bogor
Dahuri, R, J. Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita Jakarta
Dahuri, R; Jacub Rais; Sapta Putra Ginting; M. J. Sitepu. 2008. Pengelolaan
Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu, Cetakan ke
empat, Pradnya Paramita. Jakarta

Dharma, B. 1998. Indonesian Shells. Jakarta: Sarana Graha.
Dharma, Bunjamin. 1988. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shells I). PT.

Sarana Graha. Jakarta
Hegner, R. W. dan Engeman, J. G. 1968. Invertebrate Zoology. 2 nd. New York :
MacmillanPublishing
Jasin, Maskuri. 1984. Sistematika Hewan Vertebrata dan Avertebrata. Surabaya :
Sinar Wijaya Surabaya.
Mudjiono, 2010. Modul untuk Pelatihan Pengenalan Hewan Moluska Laut
(Marine Mollusc). Pusat Penelitian Oseanografi. LIPI. Jakarta

Lampiran I. Peta lokasi praktikum.

No
1

Kingdom
Animalia

Phylum
Echinode
rmata

Kelas
Asteroidea

ordo
Valvatida

family
Ophidiaste
ridae

Genus
Linckia

Spesies
Linckia
laevigata

2

Animalia

Echinode
rmata

Holothroidea

Aspidochir
otida

Aspidhochi
rata

Holothuria

Holothuri
a scobra

3

Animalia

Mollusca

Bivalvia

Pterioda

Pteriidae

Pteria

Pteria
penguin

4

Animalia

Mollusca

Gastropoda

Stromboide
a

Strombidae

Laevistrom
bus

Laevistro
mbus
canarium

5

Animalia

Mollusca

Gastropoda

Stromboide
a

Strombidae

Lambis

Lambis
trouncata
sebae

Lampiran II Daftar Klasifikasi Makrozoobentos Ekosistem Padang Lamun
dipulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe Kecamatan Jailolo Selatan
Kabupaten Halmahera Barat

Lampiran III Hasil Analisis Struktur Komunitas Makrozoobentos Ekosistem
Padang Lamun dipulau Donrotu Desa Sidangoli Dehe Kecamatan Jailolo Selatan
Kabupaten Halmahera Barat

No

Spesies

Linckia
laevigata
Holothuria
2.
scabra
Laevistromb
3.
us canarium
Lambis
4.
trouncata
sebae
Pteria
5.
penguin
Jumlah(N)
1.

Jumlah
(ni)

Indeks
Keanekaragaman Jenis
Dominasi
(H’)
(C)
-Ln
ni/N
H’
(ni/N)
(ni/N)

2

0.22

-1.5

0.33

0.048

0.208

1

0.11

-2.30

0.25

0.012

0.155

3

0.33

-1.10

0.36

0.108

0.224

1

0.11

-2.30

0.25

0.012

0.155

2

0.22

-1.5

0.33

0.048
0.228

0.208
0.95

9

Indeks Keanekaragaman (H')
1.

Linckia laevigata
Dik ni : 2
N:9
Ditanya H' =...................?

1.52

Indeks
Kemerat
aan (E)
H'/Hmax

Jawab
¿
¿
H' = −Σ N ln N

( ) ( )

( 29 ) ln ( 29 )

= −

= - (0,22) Ln (0.22)
= - (0.22) (-1.5)
= 0,33
2.

Holothuria scabra
Dik ni : 1
N:9
Ditanya H'=.................?
Jawab
¿
¿
H΄= - Σ N ln N

( ) ( )

( 19 )

= −

Ln

( 19 )

= - (0,11) Ln (0,11)
= - (0,11) (-2,30)
= 0,25
3.

Laevistrombus canarium
Dik ni : 3
N:9
Ditanya H'=..............?
Jawab

¿
¿
H' = −Σ N ln N

( ) ( )

( 39 )

= −

Ln

( 39 )

= - (0,33) Ln (0,33)
= - (0,33) (-1,10)
= 0,36

4.

Lambis trouncata sebae
Dik ni : 1
N:9
Ditanya H'=.................?
Jawab
¿
¿
H΄= - Σ N ln N

( ) ( )

( 19 )

= −

Ln

( 19 )

= - (0,11) Ln (0,11)
= - (0,11) (-2,30)
= 0,25
5. Pteria penguin
Dik ni : 2
N:9
Ditanya H' =...................?

Jawab
¿
¿
H' = −Σ N ln N

( ) ( )

( 29 ) ln ( 29 )

= −

= - (0,22) Ln (0.22)
= - (0.22) (-1.5)
= 0,33

Indeks Dominansi
1. Linckia laevigata
Σ ¿
N

2

( )

C=

=(

2

9

= (0,22)²
= 0,048
2. Holothuria scabra
C=
=(

Σ ¿
N

2

( )

1

9

= (0,11)²
= 0,012
3. Laevistrombus canarium

Σ ¿
N

( )

C=
=(

2

3

9

= (0,33)²
= 0,108
4. Lambis trouncata sebae
C=
=(

Σ ¿
N

( )

2

1

9

= (0,011)²
= 0,012
5. Pteria penguin
C=

Σ ¿
N

( )

2

2

9

=(

= (0,22)²
Indeks Kemerataan
E =

H'
Hmaks

Keterangan :
E
H’
Hmax
S

= Indeks kemerataan
= Keanekaragaman jenis
= Ln S
= Jumlah Taksa

Indeks Kemerataan
'

E

H
¿
Hmaks
0,33+0,25+0,36+ 0,25+0,33
ln 5

=(
=

(

=

( 1,52
1,60 )

)

= 0,95 (Penyebaran jenis sangat merata)

Lampiran IV. Dokumentasi lokasi praktikum

Kegiatan memblok area

Pencarian sampel

Tim Praktikum Bersama Asisten