BAKTERI YANG MERUBAH MOLASES MENJADI ETA

BAKTERI YANG MERUBAH MOLASES MENJADI ETANOL

Jenis-Jenis Bakteri:
1. Saccharomyces cerevisiae
Saccharomyces cerevisiae merupakan kelompok mikroba yang tergolong dalam
khamir (yeast). Masuk kedalam kingdom Fungi, filum Ascomycota, subfilum
Saccharomycotina,
kelas
Saccharomycetes,
ordo
Saccharomycetales,
famili
Saccharomycetaceae, genus Saccharomyces, spesies S. cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae
merupakan mikroorganisme yang bersel tunggal (unicellular) dan secara morfologis
umumnya memiliki bentuk elipsodial dengan diameter yang tidak besar. Saccharomyces
cerevisiae memiliki panjang 1-5 µm sampai 20-50 µm, dan lebar 1-10 µm.
Saccharomyces cerevisiae dapat memanfaatkan amonia dan urea sebagai satu-satunya
sumber nitrogen, tetapi tidak dapat memanfaatkan nitrat, karena mereka tidak toleran
terhadap ion ammonium. Saccharomyces cerevisiae merupakan mikroorganisme yang dapat
merubah molasses menjadi etanol. Saccharomyces cerevisiae merupakan yeast yang mampu
membentuk flok atau gumpalan sel yang mengendap secara cepat dalam medium

pertumbuhannya, yang dapat menurunkan biaya produksi (Kida dkk., 1991).

2. Zymomonas mobilis
Zymomonas mobilis berbentuk batang dengan panjang 2-6 µm dan lebarnya sekitar 11.4µm, tidak berspora, ada yang bersifat motil bercemeti polar dengan 1 sampai 4 flagel,
merupakan bakteri Gram-negatif. Masuk kedalam kingdom Bacteria, filum Proteobacteria,
kelas Alphaproteobacteria, ordo Sphingomonadales, famili Sphingomonadaceae, genus
Zymomonas, spesies Z. mobilis (Lindner, 1928). Zymomonas mobilis merupakan
mikroorganisme yang dapat merubah molasses menjadi etanol.
Zymomonas mobilis mampu menghasilkan yield etanol sekuarang-kurangnya 12%
dan diatas 97 % dari nilai teoritisnya. Zymomonas mobilis memilki kelebihan dibandingkan
Saccharomyces cerevisiae, diantaranya konversi yang lebih cepat, toleran terhadap suhu, pH
rendah serta tahan terhadap etanol konsentrasi tinggi (Triphetchul et al, 1992). Namun
terdapat beberapa hambatan terpenting yaitu kisaran substratnya terbatas pada glukosa,
fruktosa dan sukrosa.
3. Pichia stipitis
Pichia stipitis memiliki diameter 3 sampai 5 μm. Pembentukan dari reproduksi
aseksual dapat menyebabkan penyimpangan dari bentuk bola atau ellipsoidal dengan warna
krem. Masuk kedalam kingdom Fungi, filum Ascomycota, kelas Saccharomycetes, ordo
Saccharomycetales, famili Saccharomycetaceae, genus Pichia, spesies P. stipites (Pignal,
1967). Pichia stipitis memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula yaitu pada bagian


xilosa. Pichia stipitis merupakan mikroorganisme penghasil etanol dari bahan baku yang
mengandung xilosa namun Pichia stipitis tidak dapat merubah molasses menjadi etanol.
Pichia stipitis mampu menghasilkan fermentasi aerobik dan oksigen yang terbatas,
dan memiliki kemampuan alami paling tinggi dari yeast manapun untuk memfermentasi
xilosa secara langsung, mengubahnya menjadi etanol, yang berpotensi bernilai ekonomis.
Xilosa adalah gula hemikelulosa yang merupakan bagian karbohidrat kedua yang paling
melimpah di alam. Xilosa dapat diproduksi dari residu kayu atau pertanian melalui hidrolisis
otomatis atau asam. Produksi etanol dari residu lignoselulosa semacam itu tidak bersaing
dengan produksi pangan melalui konsumsi gandum.

4. Scheffersomyces shehatae (Candida shehatae)
Candida shehatae masuk kedalam kingdom Fungi, filum Ascomycota, kelas
Saccharomycetes, ordo Saccharomycetales, genus Candida, spesies C. shehatae (Kurtzman,
C.P. and Suzuki, M., 2010). Candida shehatae merupakan mikroorganisme penghasil etanol
dari bahan baku yang mengandung xilosa namun Candida shehatae tidak dapat merubah
molasses menjadi etanol.
Sebagian besar ragi memiliki etanol yield yang rendah dan laju fermentasi pada xilosa
yang lambat, sedangkan Candida shehatae tanpak menjanjikan untuk fermentasi pentosa.
Namun kisaran pH optimum untuk fermentasi xilosa oleh Pichia stipitis sekitar 0,5 lebih

tinggi dari pada Candida shehatae. Hal ini menghasilkan sedikit pengaruh pada hasil etanol
Candida shehatae.
5. Clostridium thermocellum
Clostridium thermocellum adalah bakteri yang memiliki bentuk seperti batang untuk
tubuh selnya. Ini tergolong bakteri gram positif yang berarti bahwa tubuh sel hanya
dikelilingi oleh membran lipid bilayer tunggal. Clostridium thermocellum adalah organisme
an-aerob dan thermophilic yang menghasilkan spora. Masuk kedalam kingdom Bacteria,
filum Firmicutes, kelas Clostridia, ordo Clostridiales, famili Clostridiaceae, genus
Clostridium, spesies C. thermocellum. Clostridium thermocellum merupakan mikroorganisme
yang dapat merubah molasses menjadi etanol.
Clostridium thermocellum merupakan bakteri anaerobik termofilik yang memiliki
kemampuan selulolitik dan etanologinya, yang mampu mengubah substrat selulosa secara
langsung menjadi etanol dengan bioprocessing terkonsolidasi. Namun, ada beberapa
kekurangan dalam menerapkan Clostridium thermocellum pada aplikasi praktis karena
memiliki etanol yield yang rendah, hal ini dikarenakan jalur fermentasi bercabang yang
menghasilkan asetat, format, dan laktat bersamaan dengan etanol.
Nutrisi dan Pertumbuhan:
A.

Nutrisi bakteri


1. Nutrisi yang diperlukan oleh mikroorganisme dan Fungsinya
a.
Air
Semua jasad khemosintetik memerlukan suatu sumber energi dalam bentuk donor
H yaitu berupa substrat yang dapat dioksidasi. Air merupakan komponen utama di
dalam sel mikrobia dan medium. Fungsi air sebagai sumber oksigen untuk bahan
organik sel pada respirasi. Selain itu air berfungsi sebagai pelarut dan alat pengangkut
dalam metabolisme. (Moat, dkk, 2002)
b.
Sumber energi
Ada beberapa macam sumber energi untuk mikrobia, yaitu senyawa – senyawa
organik dan atau senyawa – senyawa anorganik yang dapat dioksidasi serta cahaya
matahari. (Sumarsih, 2003)
c.

Sumber karbon
Organisme yang berfotosintesis dan bakteri yang memperoleh energi dari oksidasi
senyawa organik menggunakan secara khas bentuk karbon yang paling teroksidasi,
CO2, sebagai satu-satunya sumber utama karbon selular. Perubahan CO2, menjadi

unsur pokok sel organik adalah proses reduktif yang memerlukan pemasukan bersih
energi.
(Sumarsih, 2003)
d.

Sumber nitrogen
Nitrogen adalah salah satu unsur yang diperlukan oleh semua jasad hidup untuk
sintesis protein asam nukleat dan senyawa–senayawa lain yang mengandung nitrogen.
Atmosfer bumi mengandung hampir 80% N2 Atmosfer diatas setiap hektar tanah–
tanah subur diperkirakan mengandung lebih dari 30000-ton nitrogen. Selama adanya
pertumbuhan, mikroorganisme membebaskan enzim–enzim proteolitik–proteolitik
yang dapat merombak senyawa–senyawa protein menjadi asam amino. Sejumlah
nitrogen sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan, karena nitrogen tersebut terkandung
di dalam protein dan asam nukleat. Dalam hal memperoleh nitrogen setiap organisme
berbeda-beda, ada yang dengan cara menggunakan gas nitrogen dari udara dan ada
juga yang menggunakan sumber nitrogen anorganik, seperti garam-garam ammonium.
Tapi ada juga yang menggunakan sumber nitrogen organik, seperti glutamik dan
asparagin. (Linda, 2008)

e.


Sumber Belerang
Belerang adalah komponen dari banyak substansi organik sel. Belerang
membentuk bagian struktur beberapa koenzim dan ditemukan dalam rantai samping
cisteinil dan merionil protein. Belerang dalam bentuk asalnya tidak dapat digunakan
oleh tumbuhan atau hewan. (Jawetz, Melnick, Adelberg, 2005)
Sumber phospor
Fosfat (PO43-) dibutuhkan sebagai komponen ATP, asam nukleat dan sejumlah
koenzim seperti NAD, NADP dan flavin. Selain itu, banyak metabolit, lipid
(fosfolipid, lipid A), komponen dinding sel (teichoic acid), beberapa polisakarida
kapsul dan beberapa protein adalah bergugus fosfat. Fosfat selalu diasimilasi sebagai
fosfat anorganik bebas (Pi). (Jawetz, Melnick, Adelberg, 2005)
Sumber oksigen

f.

g.

Untuk sel, oksigen tersedia dalam bentuk air. Selanjutnya oksigen juga terdapat
dalam CO2 dan dalam bentuk senyawa organik. Selain itu masih banyak organisme

yang tergantung dari oksigen molekul (O 2 atau dioksigen). Oksigen yang berasal dari
molekul oksigen hanya akan diinkorporasi ke dalam substansi sel kalau sebagai
sumber karbon digunakan metana atau hidrokarbon aromatik yang berantai panjang.
(Sumarsih, 2003)
h.

Sumber aseptor elektron
Proses oksidasi biologi merupakan proses pengambilan dan pemindahan elektron
dari substrat. Oleh karena elektron di dalam sel tidak dapat berada dalam bentuk
bebas, maka harus ada sesuatu yang dapat segera menangkap elektron tersebut.
Penangkap elektron ini disebut aseptor elektron.
Aseptor elektron adalah suatu agensia pengoksidasi, pada mikrobia yang dapat
berfungsi sebagai aseptor elektron adalah O2, senyawa – senyawa organik, NO3-,
NO2--, N2O, SO4-, CO2--, dan Fe+++ . (Haribi, Ratih, 2008)

i.

Sumber mineral penting
Mineral merupakan bagian dari sel, unsur penyusun utama sel adalah karbon,
oksigen, nitrogen, hidrogen, fosfor, dan unsur mineral lainnya yang diperlukan oleh

mikrobia adalah K, Ca, Mg, Na, S, Cl. Sedangkan yang diperlukan dalam jumlah yang
sangat sedikit adalah Fe, Mn, Co, Cu, Bo, Zn, Mo dan Al.
Selain berfungsi sebagai penyusun sel, unsur mineral juga berfungsi sebagai
pengatur tekanan osmose, kadar ion hidrogen, permeabilitas, potensial oksidasi
reduksi suatu medium.(Sumarsih, 2003)

j.

Faktor pertumbuhan ( growth factor)
Faktor tumbuh ialah senyawa organik yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan
(sebagai prekursor, atau penyusun bahan sel) dan senyawa ini tidak dapat disintesis
dari sumber karbon yang sederhana.
Faktor tumbuh sering juga disebut zat tumbuh dan hanya diperlukan dalam jumlah
sangat sedikit.

Berdasarkan struktur dan fungsinya dalam metabolisme, faktor tumbuh
digolongkan menjadi asam amino, sebagai penyusun protein; basa purin dan
pirimidin, sebagai penyusun asam nukleat; dan vitamin sebagai gugus prostetis atau
bagian aktif dari enzim. (Jawetz, Melnick, Adelberg, 2005)
2. Karbon dan Sumber Energi untuk Pertumbuhan Bakteri

Proses nutrisi donor hidrogen dan sumber karbon dibagi menjadi dua jenis
metabolisme, yaitu:
a. Mikroorganisme autotrof
Suatu mikroorganisme dikatakan autotrof apabila mikroorganisme tersebut
mampu memperoleh sebagian besar dari jumlah karbon sel dengan cara fiksasi CO 2.
Jasad autotrof dapat mensintesis sendiri kebutuhan hidup dari senyawa-senyawa
anorganik dan ini merupakan karakteristik bagi tumbuhan yang mempunyai klorofil.

(Moat, dkk, 2002)
b. Mikroorganisme heterotrof
Suatu mikroorganisme dikatakan heterotrof apabila mikroorganisme tersebut
mampu memperoleh sebagian besar dari jumlah karbon selnya dari senyawa senyawa organik. Jasad yang heterotrof tidak mampu mensintesis makanannya sendiri
sehingga hidupnya dapat sebagai saprofit atau parasit. Berdasarkan penggolongan pola
tersebut di atas mikroorganisme sebagian besar termasuk dalam heterotrof dan yang
lainnya termasuk autotrof. Perbedaan kedua golongan tersebut di atas menjadi kabur
setelah diketahui bahwa growth faktor yang khas diperlukan pula oleh jasad - jasad
yang menggunakan bahan-bahan organik sebagai makanan pokoknya jika kebutuhan
faktor penumbuh kita pertimbangkan maka jasad-jasad hidup dapat digolongkan
berdasarkan sumber energi yang digunakan jasad tersebut menjadi jasad yang
fotoautotrof dan kemoautotrof. (Dwidoseputro, 2007)

Jasad fotoautotrof menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi untuk
pertumbuhannya, sedangkan jasad kemototrof memperoleh energi dari hasil oksidasi
reduksi tanpa adanya sinar matahari sebagai contoh dapat dikemukakan disini adalah
proses nitrifikasi pada amoniak atau garamnya yang terjadi di dalam tanah sehingga
terbentuklah senyawa nitrit yang dilakukan oleh bakteri nitrit. (Dwidoseputro, 2007))
Jadi, atas dasar dan energi sumber karbon untuk pertumbuhan empat jenis nutrisi
utama mikroorganisme dapat didefinisikan (Tabel 2.1.).

Sumber
Energi

Jenis Gizi
Fotoaoutotrof

Cahaya

Fotoheterotrof

Cahaya


Kemoautotrof
atau Litotrof

Senyawa
anorganik

Sumber
Karbon

Contoh Bakteri

CO 2
Senyawa
organik

Chromatium
Rhodopseumdomon
as

CO 2

Thiobacillus

(Litoautotrof)

Kemoheterotrof atau
heterotrof

Senyawa
organik

Senyawa organik

Tabel 2.1. Nutrisi utama mikroorganisme

Esherichia

B.

Pertumbuhan Bakteri

1. Kurva Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan jumlah atau volume serta
ukuran sel. Pada organisme prokariot seperti bakteri, pertumbuhan merupakan
pertambahan volume dan ukuran sel dan juga sebagai pertambahan jumlah sel.
Pertumbuhan sel bakteri biasanya mengikuti suatu pola pertumbuhan tertentu berupa
kurva pertumbuhan sigmoid. (Sumarsih, 2003)
Perubahan kemiringan pada kurva tersebut menunjukkan transisi dari satu fase
perkembangan ke fase lainnya. Nilai logaritmik jumlah sel biasanya lebih sering
dipetakan daripada nilai aritmatik. Logaritma dengan dasar 2 sering digunakan, karena
setiap unit pada ordinat menampilkan suatu kelipatan-dua dari populasi. Kurva
pertumbuhan bakteri dapat dipisahkan menjadi tujuh fase (Purnomo, 2004) :
a) Fase Lag
Fase lag disebut juga fase persiapan, fase permulaan, fase adaptasi atau fase
penyesuaian yang merupakan fase pengaturan suatu aktivitas dalam lingkungan baru.
Oleh karena itu selama fase ini pertambahan massa atau pertambahan jumlah sel
belum begitu terjadi, sehingga kurve fase ini umumnya mendatar. Selang waktu fase
lag tergantung kepada kesesuaian pengaturan aktivitas dan lingkungannya. Semakin
sesuai maka selang waktu yang dibutuhkan semakin cepat.(Sumarsih, 2003)
b) Fase Akselerasi
Fase Akselerasi merupakan fase setelah adaptasi, sehingga sudah mulai aktivitas
perubahan bentuk maupun pertambahan jumlah dengan kecepatan yang masih rendah.
(Purnomo, 2004)
c) Fase Eksponensial
Fase Eksponensial atau logaritmik merupakan fase peningkatan aktivitas
perubahan bentuk maupun pertambahan jumlah mencapai kecepatan maksimum
sehingga kurvenya dalam bentuk eksponensial. Peningkatan aktivitas ini harus
diimbangi oleh banyak faktor, antara lain : faktor biologis, misalnya : bentuk dan sifat
mikroorganisme terhadap lingkungan yang ada, asosiasi kehidupan diantara organisme
yang bersangkutan dan faktor non-biologis, misalnya : Kandungan hara di dalam
medium kultur, suhu, kadar oksigen, cahaya, bahan kimia dan lain-lain. Jika faktorfaktor di atas optimal, maka peningkatan kurve akan tampak tajam atau semakin
membentuk sudut tumpul terhadap garis horizontal (waktu).(Sumarsih, 2003)
d) Fase Retardasi
Fase Retardasi atau pengurangan merupakan fase dimana penambahan aktivitas
sudah mulai berkurang atau menurun yang diakibatkan karena beberapa faktor,
misalnya : berkurangnya sumber hara, terbentuknya senyawa penghambat, dan lain
sebagainya.(Purnomo, 2004)
e) Fase Stasioner
Fase Stasioner merupakan fase terjadinya keseimbangan penambahan aktivitas
dan penurunan aktivitas atau dalam pertumbuhan koloni terjadi keseimbangan antara
yang mati dengan penambahan individu. Oleh karena itu fase ini membentuk kurve

datar. Fase ini juga diakibatkan karena sumber hara yang semakin berkurang,
terbentuknya senyawa penghambat, dan faktor lingkungan yang mulai tidak
menguntungkan.(Sumarsih, 2003)
f) Fase Kematian
Fase Kematian merupakan fase mulai terhentinya aktivitas atau dalam
pertumbuhan koloni terjadi kematian yang mulai melebihi bertambahnya individu.
(Lud, 2006)
g) Fase kematian logaritmik
Fase kematian logaritmik merupakan fase peningkatan kematian yang semakin
meningkat sehingga kurve menunjukan garis menurun. (Purnomo, 2004)
Pada kenyataannya bahwa gambaran kurve pertumbuhan mikroorganisme tidak
linear seperti yang dijelaskan di atas jika faktor- faktor lingkungan yang menyertainya
tidak memenuhi persyaratan. Beberapa penyimpangan yang sering terjadi, misalnya :
fase lag yang terlalu lama karena faktor lingkungan kurang mendukung, tanpa fase lag
karena pemindahan ke lingkungan yang identik, fase eksponensial berulang-ulang
karena medium kultur kontinyu, dan lain sebagainya

Gambar 2.1. kurva pertumbuhan bakteri
Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor biotik
maupun faktor abiotik. Faktor biotik ada yang dari dalam dan ada faktor biotik dari
lingkungan. Faktor biotik dari dalam menyangkut : bentuk mikroorganisme, sifat
mikroorganisme terutama di dalam kehidupannya apakah mempunyai respon yang
tinggi atau rendah terhadap perubahan lingkungan, kemampuan menyesuaikan diri
(adaptasi). Faktor lingkungan biotik berhubungan dengan keberadaan organisme lain
didalam lingkungan hidup mikroorganisme yang bersangkutan. Faktor abiotik
meliputi susunan dan jumlah senyawa yang dibutuhkan di dalam medium kultur,
lingkungan fisik (suhu, kelembaban, cahaya), keberadaan senyawa-senyawa lain yang
dapat bersifat toksik, penghambat, atau pemacu, baik yang berasal dari lingkungaan
maupun yang dihasilkan sendiri.(Purnomo, 2004).

Kondisi lingkungan bagi mikroorganisme
Pertumbuhan mikroba pada umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi
dan fisiologi. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yaitu faktor
abiotik, meliputi pengaruh suhu, pH dan pengaruh daya desinfektan, selain itu juga pengaruh
biotik yaitu antibiose.
1. pH
Aktifitas mikroorganisme secara signifikan dipengaruhi oleh pH, pH adalah
parameter untuk mengetahui intensitas tingkat kesamaan/kebasaan dari suatu larutan
yang dinyatakan dengan lonsentrasi ion hydrogen terlarut. Mikroba yang disekitar kita
mempunyai syarat tumbuh yang berbeda beda, agar mereka dapat tumbuh dengan
baik, syarat tumbuh mikroba dapat berupa suhu maupun pH. Untuk pertumbuhan
mikroba biasanya terdapat 3 pH pertumbuhan yaitu pH optimum, pH maksimum, dan
Ph minimum. Dari ketiga ph diatas biasanya pH yang paling cocok untuk
pertumbuhan mikroba adalah ph optimum. pH minimum merupakan pH terendah
dimana mikroba tidak dapat tumbuh , sedangkan pH maksimum merupakan pH
tertinggi dimana mikroba tidak dapat tumbuh.
Mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik pada pH yang tidak terlalu asam
dan tidak terlalu basa. Hanya beberapa jenis bakteri tertentu yang dapat bertahan
dalam suasana asam ataupun basa. Kebanyakan mikroba dapat tumbuh pada kisaran
sebesar pH 3 – 4 Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum sekisar pH 6 – 7.5,
Berdasarkan daerah ph bagi kehidupannya, mikroba dapat dibedakan menjadi 3
golongan, mikroba asidofil yaitu mikroba yang dapat tumbuh pada ph antara 2.0-5.0.
Mikroba mesofil yaitu mikroba yang dapat tumbuh pada ph antara 5.5-8.0. mikroba
alkalifil yakni mikroba yang dapat tumbuh pada Ph antara 8.8-9.5
2. Temperatur
Selain pH, temperatur juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap
pertumbuhan mikroorganisme. Suhu berperan penting dalam mengatur jalannya reaksi
metabolisme bagi mahluk hidup tidak terkecuali pada mikroorganisme. Berdasarkan
suhu optimumnya mikroorganisme secara umum dibagi atas :

 Bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang hidup pada daerah suhu antara 0°–
30 °C, dengan suhu optimum 15 °C. Bakteri ini banyak terdapat di
dasar lautan, di daerah kutub dan juga pada bahan makanan yang
didinginkan. Pertumbuhan bakteri psikrofil pada bahan makanan
menyebabkan kualitas bahan makanan tersebut menurun dan atau
menjadi busuk. Contoh bakteri psikrofil adalah Pseudomonas,
Flavobacterium, Achromobacter, Alcaligenes.dan Gallionella

 Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang hidup di daerah suhu antara 15° –
55 °C, dengan suhu optimum 25° – 40 °C. Umumnya bakteri jenis ini
hidup di tanah, air dan juga di dalam tubuh vertebrata terutama alat
pencernaan. Beberapa jenis bakteri bahkan dapat hidup dengan baik
pada suhu sekitar 40°C. Semua jenis bakteri yang bersifat patogen pada
hewan dan manusia merupakan bakteri mesofil. Contoh bakteri jenis
ini
adalah Listeria
monocytogenes,
Staphylococcus
aureusdan Escherichia coli.
 Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup di daerah suhu tinggi
antara 40° – 75 °C, dengan suhu optimum 50 - 65 °C. Bakteri ini
dijumpai pada sumber-sumber air panas, kawah gunung berapi, geiser
dan sebagainya. Contoh bakteri termofil adalah Thermus aquaticus,
Sulfolobus acidocaldarius dan Chloroflexus.
 Bakteri hipertermofil, yaitu bakteri yang hidup pada kisaran suhu 65 114 °C, dengan suhu optimum 88 °C. Bakteri ini biasanya hidup di
sumber air panas. Contoh bakteri hipertermofil adalah kelompok
bakteri yang masuk dalam filum Crenarchaeota seperti Thermococcus
gammatolerans.
3. Oksigen
Mikroba mempunyai kebutuhan oksigen yang berbeda-beda untuk
pertumbuhannya. Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, mikroba dibedakan atas 2
kelompok sebagai berikut:
• Aerob, bakteri aerob adalah bakteri yang membutuhkan oksigen dalam proses
respirasi yang bertujuan untuk meghasilkan energi. Contohnya adalah bakteri
Nitrosomonas dan Nitrosococcus
• Anaerob, Bakteri anaerob adalah bakteri yang tidak membutuhkan oksigen
dalam proses respirasi yang bertujuan untuk meghasilkan energi. Contohnya
bakteri Lactobacillus bulgaricus untuk membuat yoghurt (asam susu) dan
bakteri denitrifikasi yaitu Micrococcus denitrificans, Pseudomonas
denitrificans dan Azotobacter denitrificans.

4.

Tekanan Osmotik
Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel
karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Dalam larutan hipotonik air
akan masuk ke dalam sel mikroorganisme, sedangkan dalam larutan hipertonik air
akan keluar dari dalam sel mikroorganisme sehingga membran plasma mengkerut
dan lepas dari dinding sel (plasmolisis), serta menyebabkan sel secara metabolik tidak

aktif. Berdasarkan tekanan osmose yang diperlukan dapat dikelompokkan menjadi (1)
mikroba osmofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar gula tinggi, (2)
mikroba halofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar garam halogen yang
tinggi, (3) mikroba halodurik, adalah kelompok mikroba yang dapat tahan (tidak mati)
tetapi tidak dapat tumbuh pada kadar garam tinggi, kadar garamnya dapat mencapai
30 %. Contoh mikroba osmofil adalah beberapa jenis khamir. Khamir osmofil mampu
tumbuh pada larutan gula dengan konsentrasi lebih dari 65 %. Contoh mikroba halofil
adalah bakteri yang termasuk Archaebacterium, misalnya Halobacterium. Bakteri
yang tahan pada kadar garam tinggi, umumnya mempunyai kandungan KCl yang
tinggi dalam selnya. Selain itu bakteri ini memerlukan konsentrasi Kalium yang tinggi
untuk stabilitas ribosomnya.
5. Cahaya
Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri. Umumnya
cahaya merusak sel mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar ultraviolet dapat
menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel yang berakibat menghambat
pertumbuhan atau menyebabkan kematian. Pengaruh cahaya terhadap bakteri dapat
digunakan sebagai dasar sterilisasi atau pengawetan bahan makanan.
Kondisi Lingkungan bagi bakteri pembuat bioetanol
Berikut ini kondisi lingkungan dari beberapa bakteri yang berperan dalam pembuatan
etanol:
1. Sacharomyces cerevisiae
Merupakan organisme uniseluler yang bersifat makhluk mikroskopis dan
disebut sebagai jasad sakarolitik yaitu menggunakan gula sebagai sumber
karbon untuk metabolism. Sacharomyces cerevisiae tumbuh dengan keadaan
aerob tetapi ketika Frazier dan Westhoff (1978) menyatakan bahwa suhu
optimal pertumbuhan Sacharomyces cerevisiae antara 25 - 30°C. Kemudian
pH pertumbuhan Sacharomyces cerevisiae yang baik antara 3,0 - 6,0. Frazier
dan Westhoff (1978), menyatakan pH optimal untuk pertumbuhan khamir
adalah 4,0 - 4,5.
2. Clostridium thermocellum
Adalah bakteri termofilikyang anaerobic memiliki kemampuan mendegradasi
selulosa kompleks ke bentuk etanol. Clostridium thermocellum tersebar luas
di alam. Habitatnya adalah bahan organic yang di dekomposisi. Clostridium
thermocellum dapat pula ditemukan di pengolahan limbah pertanian, saluran
pencernaan,lumpur, tanah dan mata air panas. Clostridium thermocellum dapat
tumbuh di lingkungan anaerobiosis dan temperature termofilik. Suhu optimum
untuk pertumbuhan adalah 60-64 oC dan pH optimum berkisar 6,1-7,5.
3. Zymomonas mobilis

Dapat mengubah gula menjadi etanol melalui fermentasi lebih cepat dari ragi
dan tahan terhadap konsentrasi etanol yang tinggi, Jadi akan lebih
menguntungkan jika enzim enzim yang digunakan untuk reaksi hidrolisis pati
dan selulosa dapat dimasukkan ke dalam bakteri Zymomonas mobilis,
sehingga gula yang di hasilkan dapat langsung di fermentasi menjadi etanol.
Zymomonas mobilis, merupakan mikroba yang bersifat anaerob fakultatife,
yaitu mikroba yang dapat tumbuh dengan atau tanpa adanya oksigen.
Zymomonas mobilis memiliki ukuran sel 2-6 µm, diameter 1,0-1,4 µm, dan
tumbuh optimum pada suhu 25-30 oC. dan pH optimum berkisar 4,4-6,0.
4. Pichia stipites
Mampu memfermentasi glukosa, xylosa, manosa, galaktosa, dan selobiosa
(Parekh dan Wayman, 1986). Tetapi Pichia stipitis lebih menyukai glukosa
daripada xylosa dalam produksi etanol, dimana laju konsumsi glukosa lebih
tinggi daripada xylosa dalam kondisi pertumbuhan yang sama. Pichia stipites
merupkan mikroba yang bersifat anaerob. Temperature optimal untuk
pertumbuhan Pichia stipitis adalah 25-33ᵒC dan pH optimal adalah 4.5-5.
5. Scheffersomyces shehatae
Scheffersomyces shehatae merupakan mikroba yang mengubah menjadi etanol
melalui proses fermentasi. Scheffersomyces shehatae adalah mikroba anaerob.
Scheffersomyces shehatae mampu hidup pada suhu 24°C to 26°C.
Scheffersomyces shehatae juga merupakan mikroorganisme aerob atau
membutuhkan oksigen untuk hidup. pH optimalnya adalah 5,5.
Isolasi Bakteri
Isolasi adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan
menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Prinsip dari isolasi mikroba adalah
memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lainnya yang berasal dari campuran
bermacam-macam mikroba. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkannya dalam media
padat sel-sel mikroba akan membentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya. Isolasi
bakteri atau biakan yang terdiri dari satu jenis mikroorganisme (bakteri) dikenal sebagai
biakan murni atau biakan aksenik. Biakan yang berisi lebih dari satu macam mikroorganisme
(bakteri) dikenal sebagai biakan campuran, jika hanya terdiri dari dua jenis mikroorganisme,
yang dengan sengaja dipelihara satu sama lain dalam asosiasi, dikenal sebagai biakan duajenis (Alam dkk, 2013)
Menurut Dwidjoseputro (1964), media dibedakan menjadi :


Media cair misalnya kaldu.



Media kental (padat) menggunakan kentang yang dipotong.



Media yang diperkaya.



Media yang sintetik berupa ramu–ramuan zat anorganik.



Media kering berupa serbuk kering yang dilarutkan dalam air.

syarat isolasi yang baik


Isolasi dilakukan pada kondisi aseptis



Suhu inkubasi nya stabil



Medium yang dipakai adalah medium selektif

Ada beberapa tahap yang harus dilakukan sebelum melakukan teknik penanaman bakteri
(inokulasi) yaitu :
1. Menyiapkan ruangan
Ruang tempat penanaman bakteri harus bersih dan keadannya harus steril agar tidak
terjadi kesalahan dalam pengamatan atau percobaaan .dalam labotarium pembuataan serum
vaksin dan sebagainya. Inokulasi dapat dilakukan dalam sebuah kotak kaca (encast) udara
yang lewat dalam kotak tersebut dilewatkan saringan melalui suatu jalan agar tekena sinar
ultraviolet (Pelczar, 1986).
2. Pemindahan dengan dengan pipet
Cara ini dilakukan dalam penyelidikan air minum atau pada penyelidikan untuk
diambil 1 ml contoh yang akan diencerkan oleh air sebanyak 99 ml murni (Pelczar, 1986).
3. Pemindahan dengan kawat inokulasi
Ujung kawat inokulasi sebaliknya dari platina atau nikel .ujungnya boleh lurus juga
boleh berupa kolongan yang diametrnya 1-3mm. Dalam melakukuan penanaman bakteri
kawat ini terlebih dahulu dipijarkan sedangkan sisanya tungkai cukup dilewatkan nyala api
saja setelah dingin kembali kawat itu disentuhkan lagi dalam nyala (Pelczar, 1986).
Metode Isolasi
1. Metode cawan gores
Metode ini mempunyai dua keuntungan, yaitu menghemat bahan dan waktu. Metode
cawan gores yang dilaksanakan dengan baik kebanyakan akan menyebabkan terisolasinya
mikroorganisme yang diinginkan.


Hidupkan bunsen.



Panaskan jarum ose menggunakan bunsen.



Ambil sampel ( sampel yang digunakan adalah air comberan ).



Goreskan jarum ose sampai kuadran 1-2.



Kemudian panaskan lagi jarum ose dan ambil sampel kembali.



Lanjutkan goresan jarum ose ke kuadran 3-4.



Tutup cawan petri, lalu rekatkan cawan petri menggunakan kertas repting.



Bungkus cawan petri menggunakan kertas.

2. Metode cawan tuang
Cara lain untuk memperoleh koloni murni dari populasi campuran mikroorganisme
adalah dengan mengencerkan spesimen dalam medium agar yang telah dicairkan dan
didinginkan ( ±50 oC ) yang kemudian dicawankan. Karena konsentrasi sel-sel mikroba di
dalam spesimen pada umunya tidak diketahui sebelumnya, maka pengenceran perlu
dilakukan beberapa tahap sehingga sekurang-kurangnya satu di antara cawan tersebut
mengandung koloni terpisah di atas permukaan ataupun di dalam agar. Metode ini
memboroskan bahan dan waktu namun tidak memerlukan keterampilan yang tinggi.

3. Teknik Sebar
metode sebar menggunakan cawan petri :


Ambil cawan petri yang masih kosong.



Tuangkan sampel yang berisi rambut.



Panaskan spatula kaca yang telah disterilkan menggunakan alkohol.



Ratakan sampel menggunakan spatula kaca tersebut.



Tutup cawan petri, lalu rekatkan cawan petri menggunakan kertas repting.



Bungkus cawan petri menggunakan kertas.

4. Teknik Pengenceran
Suatu sampel dari suatu suspensi yang berupa campuran bermacam- macam spesies
diencerkan dalam suatu tabung yang tersendiri. Dari hasil pengenceran ini kemudian di ambil
kira- kira 1 mL untuk diencerkan lebih lanjut. Jika dari pengenceran yang ketiga ini diambil
0,1 mL untuk disebarkan pada suatu medium padat, kemungkinan besar kita akan
mendapatkan beberapa koloni yang akan tumbuh dalam mdium tersebut, akan tetapi mungkin
juga kita hanya akan memperoleh satu koloni saja. Dalam hal yang demikian ini dapat kita
jadikan piaraan murni. Jika kita belum yakin, Bahwa koloni tunggal yang kita peroleh
tersebut merupakan koloni yang murni, maka kita dapat mengulang pengenceran dengan
menggunakan koloni ini sebagai sampel

PENGAWETAN MIKROORGANISME PEMBUATAN BIOETANOL DARI TETESAN
TEBU (MOLASSE)
A. Metode Pengering-Bekuan (liofilisasi)

1) Definisi umum
Pengawetan mikroba dengan metode pengering-bekuan (freeze drying) a&lah metode
pengllwetan yang berteknologi fnggi, tetapi relatif mudah dalam Karma produk yang
dihasilkan mampu bertahm dalam jangka waktu lama (bertahim-tahun), den kemasan
yang praktis serta tidak memerlukan periakuan khusus loam penyimpanm hingga
memudahkan dalam pendistribusiannya, maka metode ini sangat cocok diterapkan di
laboratorium koleksi biakan mikroba di mana pun.
Semua metode pengawetan mempunyai prinsip kerja yang sama, yaitu memberikan
peneknan (pengurangan) pada faktor-faktor yang menunjang kegiatan metabolisme
mikroba sehingga kegiatan metabolisme mikroba terhambat atau terhenti untuk waktu
tertentu. Perlakuan dalam proses ini dengan cara penurunan suhu atau pengawetan sistem
pembekuan.
Pada umumnya mikroba hasil pengawetan dengan metode pengering-bekuan mampu
bertahan dalam jangka waktu yang lama dengan kemampuan daya hidup dan sifat-sifat
yang relatif stabil. Bahkan ada beberapa jenis mikroba yang mampu bertahan hingga 2040 tahun
2) Sasaran pengawetan
Teknik ini cocok untuk msngawetkan sebagian besar jems bakteri, khamir, dan
kapang yang berspora serta virus, namun tidak cocok untuk mengawetkan jenis kapang
yang tak berspora, ganggang, protozoa, sel mamalia, dan bakteri tertentu. Di dalam
industri kimia, metode ini juga cocok untuk mengawetkan mikroba jenis Saccharomyces
Cerevisiae.
3) Metode
Ada dua metode dalam pengering-bekuan yang dibedakan menurut tahapan
perlakuannya, yaitu:
 Metode sentrifugasi, yaitu suspensi mikroba diputar untuk menghindari terjadinya
gelembung-gelembung udara ketika berlangsung proses pengisapan sampai
suspensi menjadi beku, yang kemudian terjadi proses sublimasi.
 Metode prapembekuan, yaitu suspensi mikroba dibekukan terlebih dahulu, lalu
dilakukan proses pengisapan, kemudian proses sublimasi .
Prinsip pengering-bekuan adalah sebagai berikut: Pertama, larutan mikroba
dibekukan dan kandungan airnya dikeluarkan atau dikurangi dengan cara sublimasi,
yaitu penguapan langsung dari bentuk es menjadi gas (uap). Dalam proses pembekuan
ini akan terbentuk kristal-kristal yang mengakibatkan terjadinya peningkatan
konsentrasi elektrolit dan proses ini akan memindahkan air dari protein dan DNA
sehingga akan merusak sel-sel mikroba. Untuk menghindari kerusakan ini, maka

suatu medium pelindung berupa pelarut perlu ditambahkan. Medium pelarut
merupakan cairan yang banyak mengandung protein dan ditambah glukosa atau gula
lainnya sebanyak 7,5%.
Peralatan yang digunakan adalah mesin pengering-beku (freeze dryer), mesin
pembentuk leher ampul (ampoule constrictor), alat penutup ampul (ampoule sealing
torchflame).
Teknik dan Tahap-Tahap Pengering-Bekuan
Persiapan
1.

Biarkan mikroba murni pada media agar cawan petri atau media agar miring dalam
tabung yang telah cukup umur dipanen dengan cara disuspensikan dalam medium
pelarut yang sesuai dengan jenis mikrobanya, yaitu kaldu glukosa 7,5%, serum
glukosa 7,5%, mist dessicans atau serum anak sapi-glukosa 7,5% digunakan untuk
pelarut bakteri sesuai dengan panduan medium pelarut. Sementara itu, untuk khamir
dan kapang menggunakan medium pelarut susu skim. Banyaknya biakan mikroba
yang dibutuhkan adalah 3-4 pupukan agar cawan petri atau 88 pupukan agar miring
dalam tabung (pupukan subu) dan medium pelarutnya adalah 2-2,5 mL.

2.

Sebanyak 0,2 mL suspensi mikroba diisikan ke dalam ampul-ampul steril yang sudah
berisi label di dalamnya, kemudian ampul-ampul ditempatkan pada rak per kelompok
galur, lalu ditutup dengna kain flanel penutup steril dan diikat dengan karet gelang.

3.

Rak ampul yang sudah berisi ampul dimasukkan ke dalam ruang silinder sentrifugasi
yang ada di atas ruang cylinder refrigerator mesin pengering-beku, dan selanjutnya
mesin dioperasikan.

Pengeringan tahap pertama (primary drying)
1.

Semua katup pembocor pada mesin pengering-beku ditutup, laluu refrigerator
diijalankan hingga kondensor mencapai suhu -45°C. Setelah suhu itu tercapai, maka
sentrifus dijalankan.

2.

Katup gas bllast pada pompa pengisap (vacuum pump) dibuka, kemudian pompa
dijalankan dan setelah 5-10 menit, alat pengukur kehampaan udara (pirani gauge)
akan menunjukkan angka 6,7 mbar, yang berarti suspensi mikroba dalam ampul sudah
sempurna membeku, selnajutnya mesin sentrifuse dimatikan.

3.

Proses pengering-bekuan terus berlanjut hingga mencapai tekanan 1,3 x 10-1 mbar.
Lama waktu yang diperlukan untuk proses pengeringan tahap ini bervariasi
bergantung pada volume dan sifat atau jenis bahan. Suspensi yang bersifat biasa
dengan jumlah ampul sebanyak 96 buah memerlukan waktu 12 jam, sedangkan untuk
suspensi yang bersifat lebih lengket (seperti lem) memerlukan waktu 13014 jam.
Proses ini berakhir dengan mematikan mesin pompa pengisap dan mesin refrigerator
serta membua katup pembocor secara perlahan.

4.

Rak ampul dikeluarkan dari mesin pengering-beku, kemudian secara aseptik ampulampul tersebut diisi kapas steril (kapas penutup) yang sudah disediakan dengan cara
tutup kapas diambil dengan pinset dari ampul kosong bertutup kapas steril, lalu
dipindahkan atau ditutupkan pada ampul-ampul berisi mikroba hasil pengeringan
tahap pertama. Sisa kapas yang tidak masuk diguntung, kemudian kapas tersebut
ditekan ke dalam ampul dengan menggunakan batang besi yang sudah dibakar dahulu
sebelum dipergunakan hingga mencapai letak 1-2 mm di atas kertas label

5.

Ampul-ampul yang sudah berisi kapas di dalamnya kemudian dibentuk agar berleher
dengan menggunakan meisn pembentuk leher ampul. Tujuan dari pembentukan leher
ampul ini adalah untuk memudahkan dalam proses penutupan (sealing) atau
pemotongan pada proses akhir pengeringan tahap kedua.

Pengeringan tahap kedua (secondary drying)
1.

Tangkai putting (nipple) dipasangkan di atas ruang kondensor mesing pengeringbeku. Ktup pembocor ditutup, lalu mesin refrigerator serta pompa hisapnya
dijalankan. Ampul-ampul yang sudah berleher dipasangkan pada putting-putting.
Proses pengisapan terus berlangsung hingga mikroba menjadi lebih kering. Dalam
proses ini, waktu yang diperlukan relatif bervariasi bergantung pada volume serta sifat
atau jenis bahannya yaitu 2 jam untuk suspensi bersifat pada umumnya dan 3 jam
untuk suspensi yang bersifat lengket.

2.

Bila bahan diperkirakan sudah cukup kering, maka proses kedua ini dapat di akhirir
dengan penutupan atau pemotongan ampul-ampul dalam konkdisi hampa udara di
dalamnya dengna mengunakan alat pengelas ampul (Edward flamemaster hand torch
flame). Proses ini berakhir dengan mematikan mesin refrigerator serta pompa
hisapnya, kemudian membuka katup pembocor.

3.

Kehampaan udara di dalam masing-masing ampul diperiksa dengna menggunakan
alat pendeteksi kehampaan yang disebut spark tester model Edwards ST 4M. Dalam
pengujian ini ampul yang di dalamnya hampa udara akan memancarkan sinar
berwarna ungu, sedangkan ampul yang tidak hampa udara misalnya karena bocor,
tidak memancarkan sinar tersebut

Penyimpanan
1.

Ampul-ampul berisi awetan mikroba tersebut disimpan dalam lemari berlaci yang
disusun dalam kelompok (batch) dan diurut berdasarkan nomor yang tertera pada
label.

2.

Dalam proses pengering-bekuan ini kandungan air bahan tidak dihilangkan secara
total, tetapi disisakan. Pada pengeringan tahap awal (primary drying) kandungan air
bahan adalah 5-10%, sedangkan pada pengeringan tahap kedua (secondary drying)
kandungan air yang tersisa berkisar antara 1-2%

B. Metode Tanah Steril

1) Definisi umum
Banyak bakteri dan jamur yang dapat bertahan hidup dengan baik pada tanah kering
yang disimpan pada suhu ruang untuk waktu yang lama, hingga 20 tahun atau lebih.
Teknik ini mempunyai beberapa keuntungan, yaitu biaya murah, penyimpanan pada
suhu ruang, dan stabilitas genetik mikroba dapat dipertahankan.
2) Sasaran pengawetan
Teknik penyimpanan mikroba pada tanah kering terutama berguna untuk fungi,
Streptomyces spp., dan bakteri yang membentuk spora seperti Bacillus spp. dan
Clostridium spp. Rhizobium spp. juga dapat disimpan dengan baik dengan cara ini. Di
dalam industri pembuatan etanol, mikroba yang dapat diawetkan dengan metode ini
adalah Clostridium thermocellum.
3) Metode pengawetan
Cara penyimpanan dalam tanah steril adalah sebagai berikut:
1. Diambil tanah yang agak liat, dikering anginkan dan diayak untuk memisahkan
partikel tanah yang agak besar dan membuang sisa-sisa tanaman.
2. Tanah yang sudah kering dan diayak dimasukkan ke dalam tabung atau botol
dengan tutup berdrat ukuran 25 ml hingga 1 cm dari permukaan tutup.
3. Tabung atau botol yang berisi tanah diberi akuades steril hingga kebasahan 50%
kapasitas lapang, kemudian diautoklaf pada suhu 12°C tiga kali berturutturut selama tiga
hari masingmasing selama satu jam.
4. Bilamana diperlukan, sterilitas tanah diuji dengan menumbuhkan contoh tanah pada
medium agar.
5. Selanjutnya, botol dioven kering pada suhu 105°C selama satu jam dan setelah
dingin disimpan di dalam desikator hingga digunakan.
6. Suspensi mikroba yang akan disimpan (sel, spora atau konidia, miselia) dibuat
dalam larutan steril pepton 2% dalam akuades.
7. Suspensi mikroba (0,1 ml) diambil dengan pipet steril dan dimasukkan ke dalam
tiap botol yang telah disiapkan.
8. Botol dikembalikan ke desikator untuk disimpan di dalamnya atau setelah kering
diambil dan disimpan di ruangan.
9. Mikroba yang disimpan diuji viabilitasnya setiap tahun dengan menumbuhkan pada
medium agar.
10. Penumbuhan kembali bakteri dilakukan dengan cara mengambil secara aseptik
sebagian contoh tanah dari botol penyimpanan, memindahkan ke medium cair diikuti
dengan menggoreskan suspensi medium cair pada medium agar yang sesuai atau
langsung dengan menumbuhkan contoh tanah pada medium agar.

C. Metode Minyak Mineral

1) Defisini umum
Dasar teknik penyimpanan ini adalah mempertahankan viabilitas mik-roba dengan
mencegah pengering-an medium, sehingga waktu pere-majaan dapat diperpanjang
hingga beberapa tahun. Beberapa jenis jamur dapat bertahan hidup sampai 20 tahun.
Daya tahan hidup mikro-ba lebih baik apabila biakan disimpan pada suhu kulkas (4°C).
Mikroba yang akan dipelihara ditumbuhkan pada tabung berisi medium agar miring atau
medium cair (broth) yang sesuai, kemudian permukaan biakan ditutup dengan minyak
mineral steril setinggi 10-20 mm dari permukaan atas medium. Teknik ini sederhana,
tetapi kurang praktis untuk ditransportasi. Di samping itu, keberadaan minyak mine-ral
mengakibatkan peremajaan menjadi kotor.
2) Sasaran pengawetan
Pengawetan di dalam minyak mineral bisa juga digunakan untuk memelihara biakan
bakteri, khamir, dan jamur. Di dalam industri kimia, metode ini juga cocok untuk
mengawetkan mikroba jenis Saccharomyces Cerevisiae.
3) Metode pengawetan
Cara penyimpanan dalam minyak mineral menurut Elliot (1975) adalah sebagai
berikut:
1. Penyediaan tabung reaksi dengan tutup berdrat atau botol McCartney berisi
medium agar miring yang sesuai untuk mikroba yang akan dipelihara.
2. Penyediaan minyak mineral atau parafin cair steril, diautoklaf pada suhu 121°C
selama 60 menit.
3. Menumbuhkan mikroba yang akan disimpan dalam tabung agar miring selama 2448 jam dan memeriksa kemurnian biak-an untuk menghindari kontami-nasi.
4. Setelah mikroba tumbuh baik, parafin cair steril dimasukkan ke dalam botol
secukupnya, sehingga permukaan parafin atas berada 10-20 mm di atas permukaan
medium agar.
5. Botol biakan yang telah diberi parafin cair disimpan pada suhu ruang atau di
kulkas.
6. Uji viabilitas mikroba dan pemeliharaan isolat dilakukan secara periodik dan rutin,
paling tidak setiap tahun.
7. Penumbuhan kembali (recovery) mikroba (bakteri, khamir) dilakukan dengan cara
mengambil secara aseptik sebagian biakan dari tabung, memindahkan dan
mensuspensikan pada medium cair. Minyak mineral mengapung di permukaan suspensi
dan sebagian suspensi digoreskan pada medium agar yang sesuai. Biakan jamur
digoreskan langsung pada medium agar.
D. Metode In Vacuo dalam Gas Fosfopentaoksida

1) Definisi umum
Teknik penyimpanan ini disebut juga teknik Sordelli, karena mula-mula ditemukan
oleh Sordelli (Lapage et al., 1970b). Biakan mikroba disimpan dalam serum kuda yang
ditempatkan dalam tabung ge-las kecil atau ampul. Tabung ini di-tempatkan di dalam
tabung lain yang lebih besar berisi sedikit fosfopentaoksida (P 2O5) dan disimpan pada
suhu ruang atau di kulkas. Mikroba yang diawetkan dapat bertahan hidup dengan baik
selama 5-28 tahun, tergantung pada strain mikroba yang disimpan.
2) Sasaran pengawetan
Teknik ini sesuai untuk penyimpanan jangka panjang bakteri, khamir, mikroba etanol,
dan jamur. Di dalam pengawetan pembuatan etanol, mikroba yang sangat cocok adalah
jenis Saccharomyces Cerevisiae, Saccharomyces anamenesis, dan Zymomonas mobilis.
3) Metode pengawetan
Tahap penyimpanan in vacuo dalam senyawa P2O5 menurut Sordelli (Soriano, 1970)
adalah sebagai berikut:
1. Mikroba yang akan disimpan dibiakkan pada medium agar miring yang sesuai.
2. Suspensi pekat mikroba disediakan dari biakan mikroba menggunakan cairan steril
serum kuda dalam tabung steril.
3. Suspensi biakan (0,1-0,5 ml) dimasukkan ke dalam ampul atau botol kecil steril dan
ditutup rapat.
4. Ampul atau botol yang berisi suspensi mikroba dimasukkan ke dalam botol yang
lebih besar yang sebelumnya telah diisi P2O5 secukupnya.
5. Bagian luar tabung besar dipersempit dengan pemanasan api las, kemudian
dipasang pada pompa vakum, dievakuasi, dan ditutup dengan pemanasan api las.
6. Tabung yang berisi mikroba disimpan pada suhu ruang atau di kulkas.
7. Uji viabilitas bakteri dilakukan secara periodik dan rutin, paling tidak setiap tahun.
8. Penumbuhan kembali mikroba dilakukan dengan cara memotong tabung gelas
dengan pemo-tong kaca dan mengambil ta-bung kecil yang ada di dalam-nya. Tabung
dibuka dan isinya disuspensikan dengan menam-bahkan akuades steril atau me-dium
cair, kemudian menggo-reskan suspensi medium cair pada medium agar yang sesuai.
E. Metode Pengawetan Kriogenik

1) Definisi umum
Penyimpanan mikroba metode ini berada pada suhu sangat rendah (ultra-low
temperatures) dengan cara pembekuan dalam nitrogen cair yang bersuhu -196°C
memberi peluang peneliti menyimpan mikroba menggunakan teknik baku sederhana
yang telah dibuktikan keberhasilannya untuk menyimpan berbagai jenis mikroba dan

sel mamalia dengan kehilang-an viabilitas yang sangat rendah dan stabilitas genetik
yang tinggi Moore dan Carlson, 1975). Berbagai jenis bakteri dapat dibekukan langsung dalam medium tumbuhnya, tetapi penambahan senyawa krioprotektan seperti
gliserol atau dimethylsulfoxide (DMSO) dapat mengurangi dampak negatif (stress)
dari pembekuan. Krioprotektan lain yang dapat digunakan adalah meta-nol, gula
sakarida, pati, dan polyvi-nyl pyrollidone (PVP).
Pembekuan pada proses kriopreservasi sebaiknya dilakukan secara pelan-pelan
dan diatur hingga mencapai suhu -0°C atau -40°C, selanjutnya didinginkan dengan
cepat hingga mencapai suhu akhir pendinginan (-196°C). Pembekuan dengan cepat
dapat berakibat terbentuknya kristal es di ruang antarsel dan ketidakseimbangan
elektrolit yang dapat mematikan atau merusak sel. Pencairan biakan mikroba yang
disimpan sebaiknya dilakukan dengan cepat. Secara umum, bakteri, khamir, dan
jamur lebih tahan terhadap kerusakan pembekuan di-bandingkan dengan algae,
protozoa atau biak jaringan.
2) Sasaran pengawetan
Virus, bakteriofah, khamir, jamur, beberapa jenis algae, dan protozoa dapat
disimpan lama dalam kondisi beku dengan cara mereduksi sebagian besar aktivitas
atau kecepatan metabolismenya. Mikroba tersebut telah disimpan dalam freezer yang
bersuhu -20°C dan -70°C. Semakin rendah suhu penyimpanan, semakin kecil peluang
kehilangan viabilitasnya. Penyimpanan pada suhu lebih tinggi dari -70°C sebaiknya
tidak terlalu lama dilakukan, paling lama setahun.
Dalam industri pembuatan etanol, mikroba yang cocok dalam metode ini adalah
Saccharomyces Cerevisia, Endomycopsis burtonii, Saccharomyces anamenesis, dan
sejenisnya.
3) Metode Tahap Awal (Penyediaan Ampul)
Ampul adalah wadah berbentuk silindris terbuat dari gelas, yang memiliki ujung
runcing (leher) dan bidang dasar datar. Metode ini menggunakan ampul berukuran 1
ml) yang akan digunakan untuk menyimpan mikroba diberi label di dalamnya dengan
potongan kertas filter dan di bagian luarnya juga diberi label dengan menggunakan
spidol permanen. Ampul ditutup kertas aluminium dan disterilkan dengan oven
kering suhu 160°C.
4) Metode Tahap Penumbuhan Biakan
Biakan mikroba disiapkan seperti pada penyimpanan dengan teknik pengeringanbekuan. Biakan jamur dapat disediakan dengan cara menginokulasi 0,3 ml medium
agar yang sesuai langsung pada ampul dan diinkubasi hingga membentuk spora atau
konidia, dengan membuat suspensi spora atau konidia, atau dengan mengambil
potongan agar yang ditumbuhi miselia (jamur).
5) Metode Tahap Suspensi Sel dalam Medium Preservasi

Menggunakan pipet steril ukuran 5 ml dipindahkan 5 ml medium preservatif
misalnya larutan gliserol 5-10% atau DMSO 5% pada biakan miring mikroba. Biakan
disuspensikan pada medium preservatif menggunakan pipet Pasteur steril sehingga
terbentuk suspensi pekat mikroba. Suspensi mikroba dipindahkan ke dalam ampul
yang telah disediakan, 0,3-0,5 ml setiap ampul. Biakan jamur yang telah
ditumbuhkan dalam ampul dapat langsung ditambahkan 0,4 ml enceran preservatif.
6) Metode Penutupan Ampul
Penutupan ampul dilakukan menggunakan penangas api las. Ampul yang telah
dipotong, dipak sesuai dengan kebutuhan dan siap untuk disimpan.
7) Metode Penyimpanan Ampul
Ampul yang telah dipak dan diperiksa label luarnya ditempatkan pada freezer
bersuhu -30°C untuk prapembekuan secara perlahan. Setelah itu, ampul dipindahkan
dengan cepat ke alat kriogenik, yaitu alat penyimpan menggunakan nitrogen cair. Uji
viabilitas bakteri dilakukan secara periodik dan rutin, misalnya setiap tahun.
8) Metode Penumbuhan Kembali Mikroba
Ampul dikeluarkan dari tempat penyimpanan dan direndam pada suhu 37°C atau
dibiarkan beberapa saat pada suhu ruang untuk mencairkan isi ampul (thawing).
Secara aseptik leher ampul dipotong dengan pemotong kaca dan dipatahkan.
Beberapa tetes medium cair dimasukkan ke dalam ampul, dibiarkan beberapa saat
dan agak dikocok agar biakan cepat larut. Sebagian suspensi diambil dan
ditumbuhkan pada cawan medium agar yang sesuai. Koloni mikroba ditumbuhkan
pada medium agar miring.
F. Metode Pengeringan Cairan
Sumber: Machmud, M. 2015. Teknik Penyimpanan dan Pemeliharaan Mikroba.
Buletin AgroBio. 4 (1): 24-32.
1) Definis umum
Teknik pengeringan cairan adalah teknik pengawetan mikroba agar bebas dari
kelembaban dalam konsentrasi tinggi. Beberapa strain bakteri yang peka terhadap
proses kering beku dapat disimpan dengan cara pengeringan suspensi (liquid drying)
mikroba. Teknik ini dikembangkan oleh Annear pada tahun 1954, 1956, dan 1962
(Sly, 1983). Teknik ini dimodifikasi oleh Banno dan Saka-ne (1979). Keefektifan
teknik ini untuk penyimpanan khamir dibukti-kan oleh Banno et al. (1979).
2) Sasaran pengawetan
Pengawetan mikroba ini berhasil diteliti oleh Banno et al., tetapi juga berhasil digunakan untuk menyimpan bakteri, khamir, jamur, dan virus. Pada industri
pembuatan etanol, mikroba yang diawetkan adalah Saccharomyces Cerevisia, Pichia
stipitis, Zymomonas mobilis, Saccharomyces anamenesis, dan sejenisnya.

3) Metode pengawetan
Tahapan teknik pengeringan cairan adalah sebagai berikut:
1. Ampul steril bertutup kapas dan diberi label kertas filter di dalamnya
disediakan seperti untuk penyimpanan dengan teknik kering beku.
2. Suspensi pekat biakan mikroba (108 -109 sel/ml) dibuat dalam cairan pengawet
seperti larutan mist dessicant, pepton 1%, susu skim 1% atau Na-glutamat 1%.
3. Pada tiap ampul dimasukkan 0,1-0,3 ml suspensi mikroba, tutup kapas
dipasang dan digunting, kemudian dimasukkan ke dalam ampul hingga leher ampul
atau tepat di atas label.
4. Ampul dipasang pada alat pengering beku dan dila