SUBYEK PAJAK Konsep di Indonesia dan Beb

SUBJEK PAJAK DAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
Ahmad Yusuf
Birochi Puspo Raharjo
Indriani Natasya
Rahmat Stiady
Tigor Ramadhan Lubis
Mahasiswa Program D-IV Akuntansi Kurikulum Khusus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk menyajikan perbandingan konsep Subjek Pajak di Indonesia, Amerika Serikat,
dan Jepang dilihat dari sisi peraturan dan pembahasan terkait pengenaan pajak berganda untuk subjek
pajak yang mendapat penghasilan dari luar negeri karena perbedaan peraturan di masing-masing negara.
Keywords : Indonesia, Amerika, Jepang,Subjek Pajak , Pajak Berganda

A. Pendahuluan
Subjek pajak adalah istilah dalam peraturan perundang-undangan perpajakan untuk
perorangan (pribadi) atau organisasi (kelompok) berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Menurut M. Saleh Ismail (2012) meskipun tidak ditentukan secara eksplisit
dalam UU KUP, namun dapat didefinisikan bahwa Subjek Pajak adalah orang, atau badan atau
kesatuan lainnya yang memenuhi persyaratan subjektif1. Subjek pajak juga dapat dikatakan sebagai
pihak yang dituju oleh undang-undang perpajakan untuk dikenakan pajak2. Seseorang atau suatu
badan yang merupakan subjek pajak, bukan berarti orang atau badan itu punya kewajiban pajak.

Apabila dalam peraturan perundang-undangan perpajakan tertentu seseorang atau suatu badan
dianggap subjek pajak dan mempunyai atau memperoleh objek pajak, maka orang atau badan itu
jadi punya kewajiban pajak dan disebut wajib pajak.

Sumber: M. Saleh Ismail (2012)
Pengertian Subjek pajak tentunya akan berbeda-beda sesuai dengan urgensinya. Terlebih lagi ada
beberapa jenis pajak yang berlaku di Indonesia, di antaranya berupa pajak Pusat seperti Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM),
Pajak Bumi dan Bangunan Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (PBB P3), dan Bea Meterai,
serta Pajak daerah seperti Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan,
1
2

Ismail, M. Saleh.2012.Subjek Pajak.Surabaya:Narotama
http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=234

Pajak Bumi dan Bangunan pedesaan dan perkotaan (PBB P2), dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan/atau Bangunan (BPHTB). Kali ini, pembahasan tentang subjek pajak ini akan kami batasi hanya
pada Subjek Pajak Penghasilan(PPh).
B. Subjek Pajak Penghasilan (PPh) Indonesia

Menurut Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1983, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
de ga UU No. 6 Tahu
te ta g Pajak Pe ghasila , Pajak Pe ghasila dikenakan terhadap
Subjek Pajak atas Pe ghasila a g diteri a atau diperoleh dala tahu pajak . Pasal i i diu ah
ketika pe eri tah e etapka UU No. Tahu
, a g se elu
a er u i Pajak Pe ghasila
dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan
a g diteri a atau diperoleh a sela a satu tahu pajak . Arti a ah a pe gu aha
e jadi
Subjek Pajak dilakukan demi menjaga konsistensi atas pengenaan terhadap Pajak Penghasilan,
karena setiap pemungutan Pajak Penghasilan harus memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif.
Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (1) dijelaskan, bahwa yang menjadi subjek pajak dalam Pajak
penghasilan adalah :
1) Orang pribadi (Perseorangan).
Orang Pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal di Indonesia, atau pun tidak
bertempat tinggal di Indonesia.
2) Warisan yang belum terbagi, sebagai satu kesatuan.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti,
menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi

sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang
berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan. Warisan yang belum terbagi yang
ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap sebagai
subjek pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya.
3) Badan.
Pe gertia
ada
e urut Pasal A gka UU KUP adalah seku pula ora g da atau odal
yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik
Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapu n, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi yang sejenis, embaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk
reksadana. Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan,
atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.
Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek pajak tanpa
memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah,
misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan
merupakan subjek pajak. Namun, terdapat unit tertentu dari badan pemerintah yang
dikecualikan sebagai subjek pajak, yang memenuhi kriteria:
1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah;

3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah;
dan
4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
4) Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Bentuk Usaha Tetap ditentukan sebagai subjek pajak tersendiri sebagai Subjek Pajak Luar Negeri,
sekalipun tatacara pengenaannya serta ketentuan administrasi perpajakannya sama dengan
wajib pajak dalam negeri. Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (5), UU No. 36 Tahun 2008-PPh,
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Bentuk Usaha Tetap, adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, atau yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia, yang dapat berupa:
a)

b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
m)
n)

o)

p)

Tempat kedudukan manajemen ;
Cabang perusahaan ;

Kantor perwakilan ;
Gedung kantor ;
Pabrik ;
Bengkel ;
Gudang ;
Ruang untuk promosi dan penjualan ;
Pertambangan dan penggalian sumber alam ;
Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi ;
Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan ;
Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan
lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan ;
Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas ;
Agen atau pegawai asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang dapat menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia ;
dan
Computer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan usaha melalui
internet.
Computer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan usaha melalui

internet.

Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of
business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin,
peralatan, gudang dan komputer atau agen elektronik atau peralatan otomatis (automated
equipment) yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan aktivitas usaha melalui internet. Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan
digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen yang

kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau badan yang
tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) dan Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN)
Subjek Pajak dapat dibedakan atas subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri
sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang PPh.
Subjek Pajak dalam negeri adalah:
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;
b. orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
c. orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk

bertempat tinggal di Indonesia;
d. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
e. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Subjek Pajak luar negeri adalah:
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
b. orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
c. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
d. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
e. orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
f. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,yang yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Pemilihan batas waktu, yaitu 183 hari, sebagai penentu apakah subjek pajak dikatakan
sebagai SPDN atau SPLN, kurang lebih mengacu pada peraturan kependudukan di Indonesia.
Saat bermula dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif
Kewajiban pajak subjektif yang berkenaan dengan subjek pajak diatas, diatur dalam Pasal 2A
UU Pajak Penghasilan, yaitu mengenai kapan dimulai dan kapan berakhir sebagai berikut.
Subjek Pajak
Orang Pribadi

Badan
Subjek Pajak Kewajiban Pajak Subjektif:
Kewajiban Pajak Subjektif:
Dalam Negeri
 Dimulai:
saat
orang
pribadi  Dimulai pada saat badan
(SPDN)
dilahirkan, berada, atau berniat
didirikan
atau
bertempat
untuk
bertempat
tinggal
di
kedudukan di Indonesia
Indonesia,
 Berakhir pada saat dibubarkan

atau tidak lagi bertempat
 Berakhir pada saat meninggal dunia
kedudukan di Indonesia
atau meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya.
(Pasal 2A ayat (2) a UU PPh)

(Pasal 2A ayat (1) UU PPh)
Subjek Pajak Kewajiban Pajak Subjektif:
Kewajiban Pajak Subjektif:
Luar Negeri
 Dimulai pada saat orang pribadi  Dimulai pada saat badan
(SPLN)
menerima
atau
memperoleh
menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia,
penghasilan dari Indonesia,
 Berakhir pada saat orang pribadi  Berakhir pada saat badan tidak

tidak
lagi
menerima
atau
lagi menerima atau memperoleh
memperoleh penghasilan tersebut.
penghasilan tersebut.
(Pasal 2A ayat (4) UU PPh)

(Pasal 2A ayat (4) UU PPh)

B. Tidak Termasuk Subjek Pajak
Pengecualian sebagai subjek pajak diatur dalam Psl 3 UU PPh, dimana dalam pasal tersebut
dikemukakan bahwa yang tidak termasuk sebagai Subjek Pajak adalah :
a)
b)

Kantor Perwakilan Negara Asing ;
Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka, yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka, dengan syarat :
1. Bukan Warga Negara Indonesia;
2. Tidak menerima penghasilan lain diluar tugas dan jabatannya;
3. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan yang sama (azas timbal balik).
c) Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
terakhir dengan PMK No.215/PMK.03/2008 tentang Penetapan Organisasi-Organisasi
Internasional dan Pejabat-Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk
Subjek Pajak Penghasilan s.t.b.k.d.t.d. PMK No.166/PMK.011/2012, dengan syarat :
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
2. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
selain pemberian pinjaman kepada Pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota.
d) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan (sebagaimana dimaksud huruf c), dengan syarat bukan WNI, dan di
Indonesia tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia.
Penjelasan Pasal 3 huruf (a) dan (b) tersebut diatas, menerangkan bahwa sesuai dengan
kelaziman yang berlaku secara Internasional, bahwa badan perwakilan negara asing beserta pejabatpejabatnya, serta orang yang diperbantukan, serta tinggal bersama mereka dengan syarat bukan
WNI, tidak melakukan kegiatan lain, serta negara asing tersebut memberikan perlakauan yang sama
(azas timbal balik), dikecualikan sebagai subjek pajak. Pengecualian tersebut tidak berlaku, apabila
mereka memperoleh penghasilan lain di Indonesia, diluar jabatannya atau mereka adalah WNI.
Dengan demikian apabila pejabat perwakilan suatu negara asing, memperoleh penghasilan lain

diluar jabatannya, maka ia termasuk subjek pajak yang dapat dikenakan pajak atas penghasilan
tersebut. Namun apabila negara asal pejabat tersebut memberikan pembebasan pajak kepada
perwakilan Indonesia, atas penghasilan lain diluar tugas dan jabatannya, maka kembali lagi berlaku
asas timbal balik.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pasal 3 huruf (c) dan (d), diatur lebih lanjut dalam PMK
seperti disebut diatas. Yang dimaksud dengan organisasi Internasional adalah
organisasi/badan/lembaga/asosiasi /perhimpunan/forum antar pemerintah atau non pemerintah
yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama Internasional dan dibentuk dengan aturan tertentu
atau kesepakatan bersama, sedangkan yang dimaksud dengan pejabat perwakilan organisasi
Internasional adalah pejabat yang diangkat langsung oleh induk organisasi Internasional yang
bersangkutan untuk menjalankan tugas atau jabatan dalam organisasi tersebut di Indonesia.
Selanjutnya dikemukakan bahwa organisasi Internasional bukan merupakan subjek pajak
penghasilan apabila memenuhi syarat sebagai berikut ;
a) Indonesia menjadi anggota organisasi didalamnya dan;
b) tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain pemberian pinjaman kepada Pemerintah yang dananya berasal dari
iuran para anggota.
Organisasi-organisasi internasional yang berbentuk kerjasama teknik dan atau kebudayaan
tidak termasuk Subjek Pajak Penghasilan apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
a) kerjasama teknik tersebut memberi manfaat pada Negara/Pemerintah Indonesia;
b) tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Pejabat perwakilan dari organisasi Internasional tersebut diatas, bukan merupakan subjek
pajak penghasilan, apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
a) Bukan Warga Negara Indonesia; dan
b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia
Organisasi Internasional dan pejabat perwakilan organisasi Internasional yang tidak
memenuhi syarat tersebut diatas, dikenakan Pajak Penghasilan, sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Misalnya seorang pejabat perwakilan organisasi Internasional diluar tugas
pokoknya contoh menjadi pengajar bahasa asing di lembaga kursus swasta, atau pembicara
pada suatu seminar, kemudian mendapat honor, maka honor tersebut dikenakan
pemotongan PPh Psl 21, atau Psl 26, oleh penyelenggaranya.
Mengenai Organisasi Internasional yang dikecualikan sebagai subjek pajak, seperti dimaksud
diatas secara garis besar dapat disebut disini yaitu :
a) Badan-Badan Internasional dari PBB (terdapat 15 organisasi)
b) Colombo Plan (ada 8 organisasi)
c) Kerjasama Tehnik (terdapat 18 kerjasama tehnik)
d) Kerjasama Kebudayaan (ada 4 kerjasama kebudayaan)
e) Organisasi –Organisasi Internasional lainnya (terdapat 54 badan)
f) Organisasi Swasta Internasional (terdapat 18 organisasi). Apabila ada organisasi
internasional, tapi tidak termasuk dalam daftar dimaksud, maka organisasi internasional
tersebut menjadi subjek pajak.3

3

http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/02/pengertian-subjek-pajak.html

Potensi Pajak Berganda dari Ketentuan Perpajakan di Indonesia
Pajak Berganda bisa terjadi karena banyak negara menerapkan system yang hampir
seragam. Hal ini terjadi karena adanya globalisasi yang menyebabkan tiap negara dapat memperoleh
informasi yang memungkinkan negara mereka dapat menerapkan system perpajakan yang paling
efektif. Sehingga praktik-praktik yang dianggap efektif dari tiap negara dapat ditiru oleh negara lain.
pajak berganda akan timbul karena atas suatu objek pajak dan subjek pajak yang sama dikenakan
pajak lebih dari satu kali sehingga menimbulkan beban yang berat bagi subjek pajak yang dikenakan
pajak tersebut. Beberapa sebab terjadinya pajak berganda internasional, yaitu4:
1. Subjek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa negara, yang dapat
terjadi karena:
i. Domisili rangkap
ii. Kewarganegaraan rangkap
iii. Bentrokan atas domisili dan asas kewarganegaraan.
2. Objek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa negara.
3. Subjek pajak yang sama dikenakan pajak di negara tempat tinggal berdasarkan atas wold
wide income, sedangkan di negera domisili dikenakan pajak berdasarkan asas sumber.
Undang-undang PPh merupakan hukum nasional yang berlaku di Indonesia. Begitu pula
dengan Hukum di negara lain. Perbedaan dalam masing-masing peraturan akan menyebabkan
potensi pengenaan pajak berganda contohnya berupa dual claim residen. Misalnya jika seorang
warga negara Indonesia berada di luar negeri selama tiga bulan. Sedangkan pada negara tersebut
berlaku peraturan bahwa orang pribadi yang tinggal dan melakukan usaha lebih dari 30 hari,
dikenakan pajak penghasilan. Kondisi tersebut dapat membuat WNI tersebut dikenai pajak
berganda. Hal ini terjadi karena di Indonesia, terdapat batas 183 hari untuk menentukan wajib pajak
tersebut berstatus wajib pajak luar negeri atau wajib pajak dalam negeri. Jangka waktu WNI tadi
yaitu tiga bulan, tidak dapat membuat WNI tadi melepas status WPDN-nya dari Indonesia. Namun,
dengan jangka waktu tiga bulan di negara tujuan, membuat WNI tersebut dikenai kewajiban pajak
sesuai peraturan yang berlaku di negara tersebut.
Untuk mencegah pengenaan pajak berganda salah satu caranya adalah dengan Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda. Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah yaitu perjanjian
antara 2 negara untuk menghindari pajak berganda untuk memajukan investasi antara 2 negara
tersebut5. Perjanjian ini digunakan oleh penduduk dua negara untuk menentukan aspek perpajakan
yang timbul dari suatu transaksi di antara mereka. Penentuan aspek perpajakan tersebut dilakukan
berdasarkan klausul-klausul yang terdapat dalam tax treaty yang bersangkutan sesuai jenis transaksi
yang sedang dihadapi.
Payung hukum persetujuan penghindaran pajak berganda atau P3B ini adalah Pasal 32A
Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh). Berdasarkan pasal ini Pemerintah berwenang untuk
melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda
dan pencegahan pengelakan pajak.
Perlakuan terhadap Penghasilan Tenaga Kerja Indonesia

4
5

http://ekonomister.blogspot.com/2009/05/pajak-internasional.html
http://adithpurnama04.blogspot.com/2012/04/normal-0-false-false-false.html

Dalam rangka memberikan kepastian atas perlakuan Pajak Penghasilan bagi orang pribadi
Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri, Direktur Jenderal Pajak menetapkan Peraturan
Direktur Jenderal pajak Nomor Per-2/PJ/2009 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Pekerja
Indonesia di Luar Negeri. Peraturan tersebut mengatur tentang :
1) Yang dimaksud Pekerja Indonesia di Luar Negeri : Orang pribadi WNI yang bekerja di luar
negeri >183 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Oleh karena itu ditetapkan sebagai Subjek
Pajak Luar Negeri (SPLN),
2) Penghasilan dari luar negeri sehubungan dengan pekerjaan di luar negeri dan telah dikenai
pajak di luar negeri, tidak dikenai PPh di Indonesia,
3) Dalam hal Pekerja Indonesia menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, maka
penghasilan tersebut dikenai PPh sesuai ketentuan yang berlaku.
Dengan begitu, jika TKI bekerja di Luar Negeri lebih dari 183 hari maka jadi subjek pajak luar
negeri. Dengan para TKI menjadi WPLN, maka administrasi perpajakan Indonesia tidak dapat
menjangkau mereka karena administrasi perpajakan Indonesia hanya menjangkau Wajib Pajak
Dalam Negeri (WPDN). Menurut Pasal 2A UU PPh kewajiban subjektif dari orang pribadi subjek pajak
dalam negeri akan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya. Sedangkan untuk TKI, kemungkinan mereka untuk meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya juga masih belum pasti. Sehingga terjadi kerancuan apakah mereka termasuk WPDN atau
WPLN.
Untuk menyikapi kerancuan antara WPLN dan WPDN pada TKI, maka TKI disarankan untuk
e gajuka per oho a
o -efektif sesuai de ga Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No.SE 89/PJ/2009. Dalam surat edaran tersebut disebutkan bahwa salah satu syarat untuk menjadi WP NE
yaitu “Wajib Pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada atau bekerja di luar
negeri lebih dari 183 dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.” Status NE tidak akan
menghapus NPWP tetapi ada keuntungan bagi Wajib Pajak NE yang tidak menyampaikan SPT yaitu
tidak diterbitkan Surat Teguran.
C. Subjek Pajak Penghasilan Amerika Serikat
Warga negara Amerika dan penduduk asing adalah subjek pajak atas pendapatannya yang
diperoleh di seluruh dunia. Warga negara Amerika dan penduduk asing dapat dikecualikan dari
pengenaan pajak bila memiliki penghasilan paling tinggi $97.600 (untuk tahun 2013) dari
pendapatan diluar negeri ditambah biaya perumahan jika mereka memenuhi tes kualifikasi yang
ditentukan dan jika mereka mengajukan pengembalian pajak untuk mengklaim pengecualian.
Penduduk asing yang tidak bertempat tinggal di amerika merupakan subjek pajak Amerika
atas penghasilan yang secara efektif diperoleh sehubungan dengan perdagangan atau hubungan
bisnis dengan Amerika dan atas penghasilan tetap atau ditentukan di Amerika, pendapatan tahunan
atau periodik, laba atau penghasilan (penghasilan investasi umum termasuk dividen royalti dan
pendapatan sewa). Penghasilan investasi di Amerika dikenakan pajak pada gross basis dengan tarif
tetap 30%.
Status Kependudukan untuk Kepentingan Perpajakan

Kependudukan untuk tujuan pajak penghasilan umumnya tidak dipengaruhi oleh status
imigrasi seseorang. Umumnya, warga asing dapat dianggap penduduk asing jika mereka penduduk
tetap sah pe ega g gree ard atau jika se ara fisik telah berada cukup lama berada di Amerika
dengan tes kehadiran subtansial. Dengan adanya tes kehadiran substansial, warga asing dianggap
menjadi penduduk Amerika jika memenuhi kondisi dibawah ini:



Seseorang berada di Amerika Serikat untuk paling tidak 31 hari selama tahun berjalan.
Seseorang dianggap berada untuk paling tidak 183 hari selama 3 tahun berturut-turut pada
masa periode tes termasuk tahun berjalan, menggunakan formula tertimbang dengan
persentase sebagai berikut:
o Tahun berjalan – 100%
o 1 tahun sebelumnya – 33,33%
o 2 tahun sebelumnya – 16,67%

Ada beberapa pengecualian atas keberadaan seseorang saat pelaksanaan tes:




Hari dimana keberadaan seseorang di US sebagai pelajar, pengajar atau pelatih, atau jika ada
kondisi kesehatan yang menghambat keberangkatan, tidak dihitung.
Seseorang mungkin diakui sebagai bukan penduduk Amerika berdasarkan kedekatan
hu u ga seperti ta ho e de ga egara lai .
Perjanjian pajak penghasilan bilateral dapat membatalkan aturan pajak domestik Amerika
bagi penduduk ganda.

Pada situasi tertentu, akan menjadi bermanfaat bagi seseorang untuk dianggap penduduk amerika
dengan tujuan pajak penghasilan.
Keringanan pajak berganda dan perjanjian pajak
Kredit pajak luar negeri adalah sarana yang digunakan oleh individu di Amerika Serikat
untuk menghindari atas pengenaan pajak dua kali dari Negara asing dan dari Amerika Serikat.
Umumnya, kredit pajak luar negeri memungkinkan WP AS untuk mengurangi pajaknya sesuai jumlah
pajak penghasilan yang telah dibayar ke pemerintah asing atau sesuai pada batasan-batasan sesuai
ketentuan berlaku.
Kredit pajak luar negeri umumnya terbatas dan jumlahnya lebih rendah dari pajak yang telah
sebenarnya dibayar atau yang masih harus dibayar ke pemerintah asing. Keterbatasan ini karena ada
pengklasifikasian menjadi 2 kategori pendapatan yaitu kategori pendapatan pasif dan kategori
pendapatan umum , yang meliputi pendapatan dari jasa pribadi .
Aturan khusus berlaku bagi orang asing non-residen yang merupakan penduduk dari negaranegara yang memiliki perjanjian pajak penghasilan dengan Amerika Serikat. Amerika Serikat telah
menandatangani perjanjian pajak ganda dengan 58 negara salah satunya dengan Indonesia yang
ditandatangani pada 11 Juli 1988 tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Republik Amerika Untuk Penghindaran Pajak Berganda Dan Pencegahan Pengelakan
Pajak Berkenaan Dengan Pajak Atas Penghasilan.

Perjanjian Pajak Berganda antara Indonesia dengan Amerika Serikat
Berdasarkan Tax Treaty antara Indonesia dengan Amerika Serikat, maka ketentuan
mengenai penduduk asing tidak lagi mengikuti ketentuan yang ditetapkan AS akan tetapi mengikuti
perjanjian pajak berganda yang telah ditandatangani oleh kedua negara tersebut.
Sesuai pasal 4 perjanjian pajak Indonesia-AS, penduduk suatu Negara pihak pada perjanjian
ialah setiap orang/badan, yang menurut Negara tersebut dapat dikenakan pajak di Negara tersebut
berdasarkan domisili, tempat kehadiran, tempat pendirian, tempat kedudukan manajemen, atau
dasar lainnya yang sifatnya serupa. Untuk kepentingan perpajakan Amerika Serikat, dalam hal
part ership, estate atau trust, istilah pe duduk suatu Negara pihak pada perja jia i i ha a
berlaku sepanjang penghasilan yang diperoleh partnership, estate, atau trust tersebut dapat
dikenakan pajak AS sebagaimana penghasilan yang diperoleh penduduk, baik penghasilan tersebut
ada ditangannya maupun penghasilan tersebut ada di tangan pihak lain.
Orang pribadi menjadi penduduk dikedua Negara pihak pada perjanjian maka
a. Ia akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia mempunyai
tempat tinggal tetap. Apabila ia mempunyai tempat tinggal tetap di kedua Negara Pihak
pada Perjanjian atau sama sekali tidak mempunyai tempat tinggal tetap di salah satu Negara
tersebut, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia
mempunyai hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat (tempat yang menjadi
pusat perhatiannya);
b. jika Negara Pihak pada Perjanjian yang menjadi pusat perhatiannya tidak dapat ditentukan,
ia akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia mempunyai
tempat yang biasa ia gunakan untuk berdiam;
c. jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara Pihak pada Perjanjian atau
sama sekali tidak mempunyainya di salah satu Negara tersebut, ia akan dianggap sebagai
penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia menjadi warga negara; dan
d. jika ia menjadi warga negara dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian atau sama sekali tidak
menjadi warga negara salah satu Negara tersebut, maka pejabat-pejabat yang berwenang
dari Negara Pihak pada Perjanjian akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan persetujuan
bersama.
Tempat tinggal tetap dalam hal ini adalah tempat di mana orang pribadi menetap bersama
keluarganya.
D. Subjek Pajak Jepang
Jepang merupakan negara yang sistem perpajakannya cukup kompleks. Di Jepang, misalnya
untuk individu yang merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di mana
berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang berkewajiban membayar pajak penghasilan atas
keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang.
Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar
negeri berkewajiban untuk membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari
sumber-sumber di Jepang. Asas ini sama dengan yang dipakai di Indonesia.
Secara umum, jenis pajak di Jepang dibagi seperti berikut ini.

Sedangkan untuk subjek pajak dibagi seperti berikut:
Jenis Subjek Pajak
Keterangan
Resident
Dianggap memiliki domisili di Jepang apabila:
mempunyai pekerjaan di Jepang yang mewajibkan dia berada di Jepang
terus-menerus dalam jangka waktu 12 bulan atau lebih (jika dia berniat
tinggal selama waktu 12 bulan atau lebih sejak awal, maka status residen dia
sandang sejak kedatangannya di Jepang).
berkewarganegaraan Jepang atau bergantung kepada negara Jepang, dalam
arti mempunyai ikatan yang kuat seperti pekerjaan atau kewajiban
perpajakan
Sebaliknya seseorang dianggap tidak mempunyai domisili di Jepang apabila
memenuhi keadaan seperti berikut :
atau mempunyai pekerjaan di luar Jepang yang mewajbkan dia berada di
Jepang terus-menerus dalam jangka waktu 12 bulan atau lebih;
atau tidak mempunyai kewarganegaraan Jepang atau secara umum
bergantung kepada negara selain Jepang, dalam arti mempunyai ikatan yang
kuat seperti pekerjaan atau kewajiban perpajakan dengan negara di luar
Jepang
Permanen Resident
Seseorang diklasifikasikan sebagai permanen residen, apabila memenuhi
keadaan sebagai berikut:
mempertahankan domisilinya atau bertempat tinggal di Jepang selama satu
tahun atau lebih; dan memiliki kewarganegaraan Jepang; atau
berdomisili ataupun bertempat tinggal di Jepang dalam 5 tahun atau lebih
(akumulasi) dalam periode 10 tahun
Akan tetapi sampai dengan 31 Maret 2006, penduduk Jepang bisa dianggap
bukan permanen residen, jika:
Mempunyai hak tetap atas tempat tinggal di luar negara Jepang;
Tidak mempunyai niat tetap untuk tinggal di Jepang;
Berdomisili di Jepang lima tahun atau kurang
Non-permanent
Seseorang diklasifikasikan sebagai permanen residen, apabila memenuhi
Resident
keadaan sebagai berikut :

mempertahankan domisilinya atau bertempat tinggal di Jepang selama satu
tahun atau lebih;
tidak memiliki kewarganegaraan Jepang;
berdomisili ataupun bertempat tinggal di Jepang dalam 5 tahun atau kurang
dalam periode 10 tahun
Nonresiden adalah seseorang yang tidak memenuhi kualifikasi sebagai
nonpermanen residen ataupun permanen residen.
Seseorang yang datang dan tinggal atau bekerja di Jepang selama kurang
dari 12 bulan adalah nonresiden.
Sementara seorang ekspatriat di Jepang akan menjadi nonresiden sejak hari
kepulangannya ke negeri asalnya.
Penghitungan pajak untuk nonresiden di Jepang hanya akan dihitung
berdasarkan penghasilan yang bersumber dari Jepang saja, tarifnya yaitu
tarif flat sebesar 20%. (tarif ini sama dengan di Indonesia di UU PPh pasal 26)

Non-Resident

Diagram

berikut

menggambarkan

prinsip

pemajakan

di

Jepang.

Corporate Tax yang dibayarkan oleh badan di Jepang terdiri dari :
a. Corporation tax (national tax)
b. Business tax (local tax)
c. Prefectural and municipal inhabitant taxes (local tax)
Status Perpajakan Badan
Dalam menentukan tempat kedudukan badan untuk tujuan perpajakan, Jepang
e ggu aka ko sep pla e of head offi e or ai offi e , uka ko sep effe ti e pla e of
a age e t . Jadi, su jek pajak ada Jepa g adalah ada a g ka tor pusat a erkeduduka di
Jepang. Pada umumnya, tidak ada perbedaan yang material antara kantor cabang (Branch) dari
suatu badan luar negeri yang berkedudukan di Jepang dengan badan yang memang didirikan di
Jepang (Domestic Company) dalam hal perhitungan penghasilan yang dikenakan pajak. Hal ini
dikarenakan biaya-biaya yang dikoreksi fiskalnya sama saja. Praktik ini mirip dengan di Indonesia
dimana BUT diperlakukan sama dengan subjek pajak Badan.

Di Jepang Badan dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Perusahaan yang tergolong Small dan Medium adalah perusahaan yang jumlah Paid-in
Capital dalam satu tahun fiskalnya tidak melebihi 100 juta Yen.
b. Perusahaan yang tergolong large dengan jumlah modal lebih dari 100 juta yen.
Pemajakan terhadap Permanent Establisment (Bentuk Usaha Tetap)
Peraturan perpajakan Jepang mengatur tentang BUT. Yang dimaksud dengan BUT (versi
Jepang) adalah:
1. Kantor cabang, pabrik atau Bangunan tetap lain yang digunakan untuk
a) Kantor cabang (branch), sub-branch, pabrik, atau gudang
b) Pertambangan, penggalian, atau tempat eksplorasi sumber daya alam
c) Tempat lainnya yang digunakan untuk bisnis atau kegiatan sejenis
Yang dikecualikan dari pengertian PE antara lain :
I.
Tempat kegiatan bisnis yang semata-mata digunakan untuk membeli barang untuk
perusahaan di luar negeri
II.
Tempat kegiatan bisnis yang semata-mata digunakan untuk menyimpan barang
untuk perusahaan di luar negeri
III.
Tempat kegiatan bisnis yang semata-mata digunakan untuk advertising, promosi,
menyediakan informasi, survey pasar, penelitian dasar, atau aktivitas pendukung
perusahaan luar negeri lainnya.
2. Konstruksi yang dirakit maupun proyek serupa yang dibawa oleh perusahaan luar negeri ke
Jepang dalam waktu lebih dari 1 tahun 3
3. Seseorang yang sesuai kontrak mewakili negara lain untuk bekerja di Jepang, seperti : 1 Kantor
cabang, pabrik, atau bangunan tetap lain yang digunakan untuk :
• Co tra t o ludi g age t
• Order-fulfilling agent
• Order-securing agent
Agen yang berkedudukan bebas dikecualikan dari pengertian PE. Jika negara agen berasal telah
mengadakan Tax Treaty dengan Jepang, maka pengertian PE akan mengikuti Tax Treaty tsb.
Pemajakan Terhadap Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap)
P3B Indonesia- Jepang
Persetujuan antara pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Jepang tentang
Penghindaran Pajak Berganda Dan Pencegahan Pengelakan Pajak Yang Berhubungan Dengan PajakPajak Atas Pendapatan atau yang kemudian disebut P3B Indonesia- Jepang yang ditandatangani
pada 3 Maret 1982 dan mulai berlaku pada 1 Januari 1983. P3B Indonesia- Jepang merupakan
langkah yang diambil kedua negara dalam mengatasi perbedaan pengaturan pemajakan terhadap
residen maupun non-residen. Contohnya di Indonesia orang Jepang yang tinggal lebih dari 183 hari
di Indonesia dianggap sebagi Subjek Pajak Dalam Negeri (UU PPh Pasal 2). Sedangkan Jepang masih
dianggap sebagai residen. Pasal 4 angka 2 dari P3B Indonesia-Jepang menyatakan bahwa
berdasarkan ketentuan ayat 1, seseorang atau suatu badan merupakan penduduk dari
kedua Negara, maka untuk tujuan persetujuan ini pejabat yang berwenang dari masing-

masing Negara, berdasarkan permufakatan kedua belah pihak akan menentukan tempat
kedudukan seseorang atau badan tersebut.
Menurut OECD6 dalam Model Tax Convention on Income and Capital, untuk kasus dimana
dua negara mengklaim residen seseorang sesuai undang-undang di masing-masing negara maka
untuk menentukan negara mana yang tepat mengklaim seseorang tersebut sebagai residen adalah
berdasarkan faktor berikut:








Permanent home
Center of vital interest
Habitual abode
Citizenship.

Secara garis besar P3B indonesia-Jepang banyak membahas tentang apa saja yang termasuk
BUT dan obyek pajak seperti deviden, bunga dsb.
E. Simpulan dan Saran
Dari pemaparan yang telah kami sampaikan di atas, simpulan yang dapat kami ambil adalah
sebagai berikut:
1. Terdapat kemiripan dasar penentuan batas waktu menjadi subjek pajak baik antara
Indonesia, Amerika dan Jepang, yaitu berdasarkan peraturan kependudukan masing-masing
negara.
2. Terdapat kemiripan asas penentuan subjek pajak yang dipakai antara Indonesia dan Jepang
yaitu asas domisili dan sumber. Berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang berkewajiban
membayar pajak penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang
diperoleh di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk
(non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar
pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di Jepang.
3. Subjek Pajak dalam peraturan perpajakan Indonesia dapat dibedakan menjadi orang pribadi,
warisan yang belum dibagi, badan, dan badan usaha tetap. Selain itu, dapat juga dibagi
menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri
4. Peraturan perpajakan Indonesia memungkinkan terjadinya pengenaan pajak berganda bagi
subjek pajak luar negeri yang mendapatkan penghasilan di Indonesia, maupun wajib pajak
Indonesia yang mendapatkan penghasilan di luar negeri. Untuk menghindari pengenaan
pajak berganda tersebut dibuatlah perjanjian P3B antara Indonesia dan negara-negara mitra.
Saran yang dapat kami berikan adalah perlunya Indonesia meningkatkan kemampuan IT-nya
untuk meningkatkan kinerjanya. Seperti halnya green card di Amerika & residence card di Jepang,
Indonesia memerlukan sebuah system untuk mengidentifikasi subjek pajak luar negeri yang
mendapatkan penghasilan di Indonesia.

6

Seperti yang dikutip oleh Swilling John

F. Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.03/2008 tentang Penetapan OrganisasiOrganisasi Internasional dan Pejabat-Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang
Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan s.t.b.k.d.t.d. Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 166/PMK.011/2012
Hamzah, Amir. Sistem Perpajakan Jepang. http://prezi.com/smrrml8ygwfd/copy-of-sistemperpajakan-jepang/ diakses 17 Oktober 2014
http://ekonomister.blogspot.com/2009/05/pajak-internasional.html,
Pajak
Internasional,
diakses 19 Oktober 2014
Perpajakan Internasional, http://adithpurnama04.blogspot.com/2012/04/normal-0-false-falsefalse.html diakses tanggal 19 Oktober 2014
Swiling, John. When Two Countries Claim an Individual as Resident, What's the Recourse? .
http://www.us.kpmg.com/microsite/tax/ies/tea/summer2003/stories/article06.htm
diakses 17 Oktober 2014
Scribd. Sistem Perpajakan di Negara Jepang. https://id.scribd.com/doc/127490194/MakalahPajak-Jepang-jenis-jenis-pajak-dan-tata-cara-perpajakan-di-Jepang, diakses 17 Oktober
2014
TKI di Luar Negeri. http://pajaktaxes.blogspot.com/2011/03/tki-di-luar-negeri.html, diakses 17
Oktober 2014
Worldwide personal tax guide 2013 – 2014 United States of America. ,
http://www.pajakonline.com/engine/treaty/view.php?id=71&l=id

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24