SOLIDARITAS dalam MASYARAKAT MULTIKULTURAL TUB
SOLIDARITAS MASYARAKAT MULTIKULTURAL TUBAN DI TENGAH
KEBERAGAMAN DAN KEBHINEKAAN KEHIDUPANNYA
Kata Pengantar
Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena berkat limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dalam esai bebas ini saya membahas mengenai Solidaritas Masyarakat
Multikultural Tuban di Tengah Keberagaman dan Kebhinekaan Kehidupannya.
Esai ini dibuat dengan berbagai literatur dan beberapa bantuan dari berbagai pihak
terutama dari dosen mata kuliah Antropologi yang setia mendampingi selama di Tuban,
Bapak Mohammad Adib, drs., M.Si untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan
selama mengerjakan esai ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan esai ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada esai ini. Oleh
karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun saya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat saya harapkan untuk
penyempurnaan esai selanjutnya.
Akhir kata semoga esai ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Surabaya, 29 September 2014
Penyusun
Konsep Pokok
Solidaritas adalah perasaan setia kawan (KBBI, 2014). Sedangkan menurut seorang
ahli, solidaritas menunjukkan pada suatu keadaan antar individu dan atau kelompok yang
didasarkan perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama, yang diperkuat oleh
pengalaman emosional bersama (Paul Johnson, 1980). Bisa disimpulkan bahwa solidaritas
adalah perasaan setia kawan yang dimiliki oleh suatu kelompok, kelompok yang dimaksud
dalam esai ini adalah masyarakat multikultural Tuban. Masyarakat Multikultural sendiri
adalah masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas (kelompok) yang secara kultural
dan ekonomi terpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda satu sama lain
(Furnival, 2014).
Keberagaman dan kebhinekaan sebenarnya memiliki artian yang sama yaitu adanya
perbedaan dalam suatu golongan atau kelompok. Kebhinekaan berasal dari kata Bhinneka
yang terdapat dalam semboyan bangsa Indonesia yang berarti berbeda-beda. Perbedaan
tersebut terlihat di dalam kehidupan masyarakat Tuban. Keberagaman dalam berbagai bidang,
mulai dari agama, pekerjaan, etnis, karakter penduduk, dan sebagainya yang kesemuanya itu
dapat bersatu membangun Kabupaten Tuban yang damai dan sejahtera tanpa diiringi konflik.
Keberagaman yang paling menonjol di Tuban adalah agama. Mayoritas penduduk di
Tuban beragama Islam. Selain itu, Tuban juga disebut kota seribu wali karena terdapat
makam Sunan Bonang yang merupakan salah satu dari kesembilan wali yang menyebarkan
agama Islam di pulau Jawa. Makamnya sangat ramai dikunjungi para penziarah dari dalam
kota maupun dari luar. Selain makam, ada masjid jami’ yang memang sangat besar dan
lokasinya dekat dengan alun-alun. Meskipun mayoritas Islam, ada juga agama lain yang
dianut penduduk Tuban, yaitu agama Konghucu yang kebanyakan pemeluknya adalah warga
keturunan etnis Tionghoa. Mereka memang minoritas, tetapi mereka juga mempunyai tempat
ibadah yang sangat terkenal, yaitu Klenteng Kwan Sing Bio. Klenteng tersebut dianggap
sangat sacral karena menghadap langsung ke arah laut.
Pembahasan
Registrasi dan Pelepasan di Kampus C UNAIR
Pada Sabtu pagi tanggal 11 Oktober 2014, saya sudah berencana akan
mengikuti Study Excursie ke Tuban. Sebenarnya, diberitahukan bahwa rombongan
akan harus sudah berada di depan Rektorat pukul 05.30, tetapi saya baru bangun jam
5 pagi jadinya terlambat datang karena masih menjemput teman saya. Sesampai saya
di sana, saya langsung menuju tempat presensi kehadiran untuk tanda tangan,
kemudian mendapatkan seragam, buku, pin, dan ID Card yang dipakai selama
kegiatan ini.
Setelah itu, semua peserta berkumpul di depan Kantor Rektorat untuk
melaksanakan upacara pelepasan. Tentu saja, yang memberikan sambutan di upacara
tersebut adalah pimpinan Universitas Airlangga yang kebetulan waktu itu diwakili
oleh wakil rektor 1, Prof. Dr. H. Syahrani, Apt., MS. Tidak lupa juga dinyanyikan lagu
kebangsaan Indonesia Raya dan Hymne Airlangga. Beliau menyampaikan tentang
pentingnya mempelajari masyarakat multikultural, khususnya yang ada di Kabupaten
Tuban. Hal itu menjadi sangat penting mengingat bangsa Indonesia akan menghadapi
AFTA 2015 yang menjadikan warga negara asing dapat dengan mudah masuk ke
negara kita dan meningkatkan keberagaman di negara Indonesia yang tercinta ini.
Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus harus mulai mempersiapkan diri
menghadapi itu semua, salah satunya adalah dengan mempelajari masyarakat
multikultural ini.
Kemudian, beliau juga membahas bahwa kita adalah generasi emas bangsa
karena di tahun 2045, yang mana di tahun tersebut negara Indonesia diprediksikan
akan menjadi negara yang besar, kita akan akan menjadi pemimpin bangsa di kala itu.
Untuk mempersiapkan diri sebagai calon pemimpin bangsa dibutuhkan wawasan yang
luas tentang pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa di tengah keberagaman
masyarakat Indonesia. Seusai beliau menyampaikan sambutan, pemberi sambutan
dilanjutkan oleh Pak Adib yang selalu bersemangat. Kembali beliau mengingatkan
tentang keenam kata penyemangat yang beliau kreasikan sendiri. Itupun yang akan
membuat kegiatan ini semakin berwarna nantinya.
Seperti biasa, ditutup dengan doa yang sangat hikmat. Semua yang mengikuti
upacara pelepasan tersebut menundukkan kepala memohon kepada Tuhan yang Maha
Esa agar memberikan kelancaran terhadap kegiatan ini. Kemudian, peserta memasuki
bus masing-masing dan menuju ke Tuban. Saya berharap kegiatan ini akan
bermanfaat dan menyenangkan.
Lokasi 1 : Kantor Bupati Tuban
Lokasi pertama yang dikunjungi di Tuban adalah Pendopo Kantor Bupati
Tuban. Di situ, kami para peserta mendapatkan kuliah tentang multikultural dari
Wakil Bupati Tuban, Ir. H. Noor Nahar Husein dan Wakil Rektor 1 Universitas
Airlangga. Bapak Husein lebih condong menjelaskan tentang kabupaten Tuban itu
sendiri. Beliau juga bercerita bahwa di Tuban tidak selalu damai dan pernah ada
konflik, yaitu pada tahun 2006 warga Kabupaten Tuban beramai-ramai membakar
pendopo. Untunglah, pendopo sekarang sudah direnovasi dan telah pulih kembali.
Aksi tersebut dikarenakan tidak sembarang orang yang bisa masuk ke pendopo dan
setelah kejadian tersebut, setiap orang bisa masuk ke pendopo tanpa ada larangan lagi.
Pada awalnya, saya menganggap bahwa menjadi bupati itu pasti pekerjaannya
mudah, apalagi hanya sebagai wakil. Saya juga beranggapan mengatur masyarakat
yang multikultural di Indonesia ini cukup mudah karena kedamaian sangat terjaga di
Indonesia. Namun, semua itu ternyata salah. Memimpin suatu daerah merupakan hal
yang sangat sulit. Itu dikarenakan kita menjadi tumpuan dari sekian banyak orang di
daerah atau wilayah yang kita pimpin. Tentu saja, tanggung jawab yang dibebankan
begitu berat. Orang-orang berharap banyak kepada sang pemimpin. Kemudian tentang
mengatur masyarakat multikultural Indonesia, setelah mengetahui bahwa pernah ada
konflik seperti itu, tentu saja saya berpikir bahwa hal itu tidaklah semudah yang saya
bayangkan. Itu dikarenakan karakter bangsa Indonesia memang beragam dan tidak
semuanya berjiwa lembut dan damai.
Lokasi 2 : Makam Sunan Bonang dan Masjid Agung Tuban
Lokasi kedua yang dikunjungi adalah Masjid Agung Tuban dan Makam Sunan
Bonang. Lokasi kedua ini cukup dekat dengan lokasi pertama karena hanya dibatasi
oleh alun-alun Tuban. Pendopo berada di sebelah timurnya alun-alun, sedangkan
masjid di seberang baratnya sehingga bisa ditempuh hanya dengan jalan kaki. Dari
kejauhan terdengar seorang ustadz yang sedang mengajari santrinya untuk mengaji.
Suara tersebut mengingatkan saya akan suasana kampung halaman di Pasuruan yang
terkenal sebagai kota santri. Di masjid jami’ itu saya menyempatkan sholat sebelum
melanjutkan perjalanan ke makam Sunan Bonang.
Seusai sholat, saya dan peserta lain bergegas menuju makam yang sangat
terkenal dan ramai dikunjungi peziarah tersebut. Itulah makam Sunan Bonang.
Setelah bertanya kepada sang penjaga makam, ternyata yang berkunjung ke makam
tersebut bukan hanya orang Muslim, melainkan juga dari agama Konghucu dan
Nasrani. Bahkan pendeta pun ada yang datang ke makam itu. Akan tetapi, dengan
syarat kalung salibnya harus dimasukkan dan tidak diperlihatkan selama di makam
Sunan Bonang.
Pelajaran yang bisa dipetik dari kunjungan ke makam Sunan Bonang adalah
manusia ketika telah mati yang diingat bukan ketampanan dan kekayaannya,
melainkan jasa-jasanya kepada masyarakat semasa hidupnya. Jadilah manusia yang
bermanfaat agar kelak engkau selalu dikenang. Memang tidak ada manusia yang
sempurna di dunia ini, tetapi cukup jadilah yang terbaik dari dirimu maka itu akan
membuatmu menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama.
Lokasi 3 : Mangrove Center, Desa Jenu, Kabupaten Tuban
Hari mulai malam. Rombongan sekarang menuju ke Mangrove Center untuk
beristirahat karena penginapan berada di situ. Pada awalnya, saya mengira
penginapannya akan seperti hotel, ternyata hanya sekedar gazebo yang diberi tirai.
Namun, itu tidak menurunkan semangat saya untuk tetap mengikuti kegiatan ini.
Malam harinya, ada kuliah dari pemilik mangrove center tersebut yang intinya
memotivasi peserta Study Excursie untuk terus berjuang dalam hidup dan tidak lupa
berdoa agar mencapai kesuksesan yang diimpikan.
Di penginapan tersebut sangat tidak kondusif menurut saya. Banyak nyamuk,
dinginnya angin pantai, dan berbagai cobaan lainnya. Akan tetapi, itu membuat saya
menyadari bahwa hidup di dunia ini tidak selalu mulus dan enak, terkadang memang
banyak rintangan dan hambatan yang menghalangi kita untuk mencapai tujuan. Di
situ saya belajar bahwa sebagai manusia kita harus kuat dan tabah serta senantiasa
bersyukur terhadap apa yang kita peroleh.
Malam itu, ada pentas seni yang diiringi oleh hangatnya api unggun dan
diikuti seluruh peserta. Tiap regu menampilkan masing-masing kreasinya yang
umumnya bertemakan kebudayaan nasional. Semuanya bergembira saat itu. Pentas
seni itu menunjukkan bahwa Indonesia kaya akan kebudayaan dan di antara
keberagaman terdapat rasa untuk selalu bersatu sebagai bangsa Indonesia.
Keesokan paginya, dimulai dengan senam pagi yang dipimpin oleh salah
seorang peserta dari study excursie itu sendiri. Kami semua mengikutinya dengan
penuh semangat karena senam pagi memang memiliki banyak manfaat. Kemudian,
kegiatan dilanjutkan dengan menanam mangrove dan bersih-bersih pantai. Kebetulan
saya kebagian tugas menanam mangrove. Saya sangat senang karena memperoleh
ilmu tentang tata cara menanam mangrove sehingga wawasan saya semakin
meningkat. Ternyata menanam bakau tidak semudah yang saya bayangkan. Medan
menanamnya pun cukup berbahaya. Setelah itu saya dan beberapa peserta yang lain
diberi tugas untuk berkunjung ke tambak ikan dan udang. Setelah semua kegiatan di
pagi itu selesai, semuanya membereskan barang-barang dan berangkat ke Klenteng
Kwan Sing Bio.
Lokasi 4 : Klenteng Kwan Sing Bio
Jarak antara klenteng dengan pantai tidak cukup jauh dan hanya membutuhkan
beberapa menit untuk sampai di klenteng tersebut. Sesampai rombongan di klenteng,
kami disambut dengan ramah oleh pengelola klenteng yang tentunya beragama
konghucu. Beliau bercerita bahwa dulunya masih beragama Nasrani, tetapi kemudian
setelah mengetahui bahwa konghucu mengajarkan sesuatu yang lebih baik jadi beliau
berganti ke konghucu. Di klenteng tersebut, kami mendapatkan berbagai penjelasan
tentang sejarah klenteng dan agama Konghucu. Tidak banyak yang dilakukan, hanya
mendengarkan penjelasan dari pengelola klenteng. Setelahnya, kami sangat tersanjung
karena disuguhkan makanan halal oleh mereka. Ternyata, agama Konghucu juga
mengajarkan untuk berbagi. Mungkin itulah yang membuat kabupaten Tuban ini bisa
menjadi daerah yang kondusif bagi agama non Islam yang menjadi mayoritas di
Tuban.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Masyarakat multikultural di Kabupaten Tuban memberikan contoh kepada daerah lain
di Indonesia bahwa walaupun terdapat beberapa agama di daerah tersebut, mereka masih bisa
bersatu dan menghindari konflik antar umat beragama. Mereka menunjukkan bahwa
solidaritas mampu meredam timbulnya konflik. Mereka juga menunjukkan bahwa kerukunan
antar agama dan saling membantu memang diperbolehkan asalkan masih dalam hal
kehidupan bukan tentang akidah dan kepercayaan. Kabupaten Tuban juga membuktikan
bahwa mereka itu mampu untuk bangkit kembali setelah adanya konflik tahun 2006.
Saran
Sebaiknya daerah-daerah lain di Indonesia yang rawan konflik, seperti Ambon dan
Poso, meniru apa yang diterapkan oleh kabupaten Tuban agar konflik internal daerah dapat
diredam. Masyarakat multikultural bukan merupakan sebuah rintangan melainan sebuah
keuntungan bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang maju. Oleh karena itu, sebaiknya
pengelolaan masyarakat multikultural harus ditingkatkan.
Daftar Pustaka
1. Moeis, S. (2008). PERKEMBANGAN KELOMPOK DALAM MASYARAKAT
MULTIKULTURAL. 1st ed. [ebook] Bandung: JURUSAN PENDIDIKAN
SEJARAH, FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL,
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Tersedia pada:
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/195903051989011SYARIF_MOEIS/MAKALAH__5.pdf [Diakses tanggal 5 Nov. 2014].
2. Hidayah, N. (2014). MASYARAKAT MULTIKULTURAL. 1st ed. [ebook] Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta. Tersedia pada:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/MASYARAKAT
%20%20MULTIKULTURAL.pdf [Diakses tanggal 5 Nov. 2014].
3. Airlangga, U. (2014). Buku Panduan Study Excursie 2014. Surabaya: Universitas
Airlangga.
STUDY EXCURSIE 2014
TUGAS INDIVIDU PESERTA
ESAI BEBAS
SOLIDARITAS MASYARAKAT MULTIKULTURAL TUBAN DI TENGAH
KEBERAGAMAN DAN KEBHINEKAAN KEHIDUPANNYA
DISUSUN OLEH :
FIRSTA WAHONO FEBRIANTO
011411131022
(ANGGOTA KELOMPOK A3 STUDY EXCURSIE)
PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014
KEBERAGAMAN DAN KEBHINEKAAN KEHIDUPANNYA
Kata Pengantar
Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena berkat limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Dalam esai bebas ini saya membahas mengenai Solidaritas Masyarakat
Multikultural Tuban di Tengah Keberagaman dan Kebhinekaan Kehidupannya.
Esai ini dibuat dengan berbagai literatur dan beberapa bantuan dari berbagai pihak
terutama dari dosen mata kuliah Antropologi yang setia mendampingi selama di Tuban,
Bapak Mohammad Adib, drs., M.Si untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan
selama mengerjakan esai ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan esai ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada esai ini. Oleh
karena itu saya mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun saya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat saya harapkan untuk
penyempurnaan esai selanjutnya.
Akhir kata semoga esai ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.
Surabaya, 29 September 2014
Penyusun
Konsep Pokok
Solidaritas adalah perasaan setia kawan (KBBI, 2014). Sedangkan menurut seorang
ahli, solidaritas menunjukkan pada suatu keadaan antar individu dan atau kelompok yang
didasarkan perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama, yang diperkuat oleh
pengalaman emosional bersama (Paul Johnson, 1980). Bisa disimpulkan bahwa solidaritas
adalah perasaan setia kawan yang dimiliki oleh suatu kelompok, kelompok yang dimaksud
dalam esai ini adalah masyarakat multikultural Tuban. Masyarakat Multikultural sendiri
adalah masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas (kelompok) yang secara kultural
dan ekonomi terpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda satu sama lain
(Furnival, 2014).
Keberagaman dan kebhinekaan sebenarnya memiliki artian yang sama yaitu adanya
perbedaan dalam suatu golongan atau kelompok. Kebhinekaan berasal dari kata Bhinneka
yang terdapat dalam semboyan bangsa Indonesia yang berarti berbeda-beda. Perbedaan
tersebut terlihat di dalam kehidupan masyarakat Tuban. Keberagaman dalam berbagai bidang,
mulai dari agama, pekerjaan, etnis, karakter penduduk, dan sebagainya yang kesemuanya itu
dapat bersatu membangun Kabupaten Tuban yang damai dan sejahtera tanpa diiringi konflik.
Keberagaman yang paling menonjol di Tuban adalah agama. Mayoritas penduduk di
Tuban beragama Islam. Selain itu, Tuban juga disebut kota seribu wali karena terdapat
makam Sunan Bonang yang merupakan salah satu dari kesembilan wali yang menyebarkan
agama Islam di pulau Jawa. Makamnya sangat ramai dikunjungi para penziarah dari dalam
kota maupun dari luar. Selain makam, ada masjid jami’ yang memang sangat besar dan
lokasinya dekat dengan alun-alun. Meskipun mayoritas Islam, ada juga agama lain yang
dianut penduduk Tuban, yaitu agama Konghucu yang kebanyakan pemeluknya adalah warga
keturunan etnis Tionghoa. Mereka memang minoritas, tetapi mereka juga mempunyai tempat
ibadah yang sangat terkenal, yaitu Klenteng Kwan Sing Bio. Klenteng tersebut dianggap
sangat sacral karena menghadap langsung ke arah laut.
Pembahasan
Registrasi dan Pelepasan di Kampus C UNAIR
Pada Sabtu pagi tanggal 11 Oktober 2014, saya sudah berencana akan
mengikuti Study Excursie ke Tuban. Sebenarnya, diberitahukan bahwa rombongan
akan harus sudah berada di depan Rektorat pukul 05.30, tetapi saya baru bangun jam
5 pagi jadinya terlambat datang karena masih menjemput teman saya. Sesampai saya
di sana, saya langsung menuju tempat presensi kehadiran untuk tanda tangan,
kemudian mendapatkan seragam, buku, pin, dan ID Card yang dipakai selama
kegiatan ini.
Setelah itu, semua peserta berkumpul di depan Kantor Rektorat untuk
melaksanakan upacara pelepasan. Tentu saja, yang memberikan sambutan di upacara
tersebut adalah pimpinan Universitas Airlangga yang kebetulan waktu itu diwakili
oleh wakil rektor 1, Prof. Dr. H. Syahrani, Apt., MS. Tidak lupa juga dinyanyikan lagu
kebangsaan Indonesia Raya dan Hymne Airlangga. Beliau menyampaikan tentang
pentingnya mempelajari masyarakat multikultural, khususnya yang ada di Kabupaten
Tuban. Hal itu menjadi sangat penting mengingat bangsa Indonesia akan menghadapi
AFTA 2015 yang menjadikan warga negara asing dapat dengan mudah masuk ke
negara kita dan meningkatkan keberagaman di negara Indonesia yang tercinta ini.
Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus harus mulai mempersiapkan diri
menghadapi itu semua, salah satunya adalah dengan mempelajari masyarakat
multikultural ini.
Kemudian, beliau juga membahas bahwa kita adalah generasi emas bangsa
karena di tahun 2045, yang mana di tahun tersebut negara Indonesia diprediksikan
akan menjadi negara yang besar, kita akan akan menjadi pemimpin bangsa di kala itu.
Untuk mempersiapkan diri sebagai calon pemimpin bangsa dibutuhkan wawasan yang
luas tentang pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa di tengah keberagaman
masyarakat Indonesia. Seusai beliau menyampaikan sambutan, pemberi sambutan
dilanjutkan oleh Pak Adib yang selalu bersemangat. Kembali beliau mengingatkan
tentang keenam kata penyemangat yang beliau kreasikan sendiri. Itupun yang akan
membuat kegiatan ini semakin berwarna nantinya.
Seperti biasa, ditutup dengan doa yang sangat hikmat. Semua yang mengikuti
upacara pelepasan tersebut menundukkan kepala memohon kepada Tuhan yang Maha
Esa agar memberikan kelancaran terhadap kegiatan ini. Kemudian, peserta memasuki
bus masing-masing dan menuju ke Tuban. Saya berharap kegiatan ini akan
bermanfaat dan menyenangkan.
Lokasi 1 : Kantor Bupati Tuban
Lokasi pertama yang dikunjungi di Tuban adalah Pendopo Kantor Bupati
Tuban. Di situ, kami para peserta mendapatkan kuliah tentang multikultural dari
Wakil Bupati Tuban, Ir. H. Noor Nahar Husein dan Wakil Rektor 1 Universitas
Airlangga. Bapak Husein lebih condong menjelaskan tentang kabupaten Tuban itu
sendiri. Beliau juga bercerita bahwa di Tuban tidak selalu damai dan pernah ada
konflik, yaitu pada tahun 2006 warga Kabupaten Tuban beramai-ramai membakar
pendopo. Untunglah, pendopo sekarang sudah direnovasi dan telah pulih kembali.
Aksi tersebut dikarenakan tidak sembarang orang yang bisa masuk ke pendopo dan
setelah kejadian tersebut, setiap orang bisa masuk ke pendopo tanpa ada larangan lagi.
Pada awalnya, saya menganggap bahwa menjadi bupati itu pasti pekerjaannya
mudah, apalagi hanya sebagai wakil. Saya juga beranggapan mengatur masyarakat
yang multikultural di Indonesia ini cukup mudah karena kedamaian sangat terjaga di
Indonesia. Namun, semua itu ternyata salah. Memimpin suatu daerah merupakan hal
yang sangat sulit. Itu dikarenakan kita menjadi tumpuan dari sekian banyak orang di
daerah atau wilayah yang kita pimpin. Tentu saja, tanggung jawab yang dibebankan
begitu berat. Orang-orang berharap banyak kepada sang pemimpin. Kemudian tentang
mengatur masyarakat multikultural Indonesia, setelah mengetahui bahwa pernah ada
konflik seperti itu, tentu saja saya berpikir bahwa hal itu tidaklah semudah yang saya
bayangkan. Itu dikarenakan karakter bangsa Indonesia memang beragam dan tidak
semuanya berjiwa lembut dan damai.
Lokasi 2 : Makam Sunan Bonang dan Masjid Agung Tuban
Lokasi kedua yang dikunjungi adalah Masjid Agung Tuban dan Makam Sunan
Bonang. Lokasi kedua ini cukup dekat dengan lokasi pertama karena hanya dibatasi
oleh alun-alun Tuban. Pendopo berada di sebelah timurnya alun-alun, sedangkan
masjid di seberang baratnya sehingga bisa ditempuh hanya dengan jalan kaki. Dari
kejauhan terdengar seorang ustadz yang sedang mengajari santrinya untuk mengaji.
Suara tersebut mengingatkan saya akan suasana kampung halaman di Pasuruan yang
terkenal sebagai kota santri. Di masjid jami’ itu saya menyempatkan sholat sebelum
melanjutkan perjalanan ke makam Sunan Bonang.
Seusai sholat, saya dan peserta lain bergegas menuju makam yang sangat
terkenal dan ramai dikunjungi peziarah tersebut. Itulah makam Sunan Bonang.
Setelah bertanya kepada sang penjaga makam, ternyata yang berkunjung ke makam
tersebut bukan hanya orang Muslim, melainkan juga dari agama Konghucu dan
Nasrani. Bahkan pendeta pun ada yang datang ke makam itu. Akan tetapi, dengan
syarat kalung salibnya harus dimasukkan dan tidak diperlihatkan selama di makam
Sunan Bonang.
Pelajaran yang bisa dipetik dari kunjungan ke makam Sunan Bonang adalah
manusia ketika telah mati yang diingat bukan ketampanan dan kekayaannya,
melainkan jasa-jasanya kepada masyarakat semasa hidupnya. Jadilah manusia yang
bermanfaat agar kelak engkau selalu dikenang. Memang tidak ada manusia yang
sempurna di dunia ini, tetapi cukup jadilah yang terbaik dari dirimu maka itu akan
membuatmu menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama.
Lokasi 3 : Mangrove Center, Desa Jenu, Kabupaten Tuban
Hari mulai malam. Rombongan sekarang menuju ke Mangrove Center untuk
beristirahat karena penginapan berada di situ. Pada awalnya, saya mengira
penginapannya akan seperti hotel, ternyata hanya sekedar gazebo yang diberi tirai.
Namun, itu tidak menurunkan semangat saya untuk tetap mengikuti kegiatan ini.
Malam harinya, ada kuliah dari pemilik mangrove center tersebut yang intinya
memotivasi peserta Study Excursie untuk terus berjuang dalam hidup dan tidak lupa
berdoa agar mencapai kesuksesan yang diimpikan.
Di penginapan tersebut sangat tidak kondusif menurut saya. Banyak nyamuk,
dinginnya angin pantai, dan berbagai cobaan lainnya. Akan tetapi, itu membuat saya
menyadari bahwa hidup di dunia ini tidak selalu mulus dan enak, terkadang memang
banyak rintangan dan hambatan yang menghalangi kita untuk mencapai tujuan. Di
situ saya belajar bahwa sebagai manusia kita harus kuat dan tabah serta senantiasa
bersyukur terhadap apa yang kita peroleh.
Malam itu, ada pentas seni yang diiringi oleh hangatnya api unggun dan
diikuti seluruh peserta. Tiap regu menampilkan masing-masing kreasinya yang
umumnya bertemakan kebudayaan nasional. Semuanya bergembira saat itu. Pentas
seni itu menunjukkan bahwa Indonesia kaya akan kebudayaan dan di antara
keberagaman terdapat rasa untuk selalu bersatu sebagai bangsa Indonesia.
Keesokan paginya, dimulai dengan senam pagi yang dipimpin oleh salah
seorang peserta dari study excursie itu sendiri. Kami semua mengikutinya dengan
penuh semangat karena senam pagi memang memiliki banyak manfaat. Kemudian,
kegiatan dilanjutkan dengan menanam mangrove dan bersih-bersih pantai. Kebetulan
saya kebagian tugas menanam mangrove. Saya sangat senang karena memperoleh
ilmu tentang tata cara menanam mangrove sehingga wawasan saya semakin
meningkat. Ternyata menanam bakau tidak semudah yang saya bayangkan. Medan
menanamnya pun cukup berbahaya. Setelah itu saya dan beberapa peserta yang lain
diberi tugas untuk berkunjung ke tambak ikan dan udang. Setelah semua kegiatan di
pagi itu selesai, semuanya membereskan barang-barang dan berangkat ke Klenteng
Kwan Sing Bio.
Lokasi 4 : Klenteng Kwan Sing Bio
Jarak antara klenteng dengan pantai tidak cukup jauh dan hanya membutuhkan
beberapa menit untuk sampai di klenteng tersebut. Sesampai rombongan di klenteng,
kami disambut dengan ramah oleh pengelola klenteng yang tentunya beragama
konghucu. Beliau bercerita bahwa dulunya masih beragama Nasrani, tetapi kemudian
setelah mengetahui bahwa konghucu mengajarkan sesuatu yang lebih baik jadi beliau
berganti ke konghucu. Di klenteng tersebut, kami mendapatkan berbagai penjelasan
tentang sejarah klenteng dan agama Konghucu. Tidak banyak yang dilakukan, hanya
mendengarkan penjelasan dari pengelola klenteng. Setelahnya, kami sangat tersanjung
karena disuguhkan makanan halal oleh mereka. Ternyata, agama Konghucu juga
mengajarkan untuk berbagi. Mungkin itulah yang membuat kabupaten Tuban ini bisa
menjadi daerah yang kondusif bagi agama non Islam yang menjadi mayoritas di
Tuban.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Masyarakat multikultural di Kabupaten Tuban memberikan contoh kepada daerah lain
di Indonesia bahwa walaupun terdapat beberapa agama di daerah tersebut, mereka masih bisa
bersatu dan menghindari konflik antar umat beragama. Mereka menunjukkan bahwa
solidaritas mampu meredam timbulnya konflik. Mereka juga menunjukkan bahwa kerukunan
antar agama dan saling membantu memang diperbolehkan asalkan masih dalam hal
kehidupan bukan tentang akidah dan kepercayaan. Kabupaten Tuban juga membuktikan
bahwa mereka itu mampu untuk bangkit kembali setelah adanya konflik tahun 2006.
Saran
Sebaiknya daerah-daerah lain di Indonesia yang rawan konflik, seperti Ambon dan
Poso, meniru apa yang diterapkan oleh kabupaten Tuban agar konflik internal daerah dapat
diredam. Masyarakat multikultural bukan merupakan sebuah rintangan melainan sebuah
keuntungan bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang maju. Oleh karena itu, sebaiknya
pengelolaan masyarakat multikultural harus ditingkatkan.
Daftar Pustaka
1. Moeis, S. (2008). PERKEMBANGAN KELOMPOK DALAM MASYARAKAT
MULTIKULTURAL. 1st ed. [ebook] Bandung: JURUSAN PENDIDIKAN
SEJARAH, FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL,
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. Tersedia pada:
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/195903051989011SYARIF_MOEIS/MAKALAH__5.pdf [Diakses tanggal 5 Nov. 2014].
2. Hidayah, N. (2014). MASYARAKAT MULTIKULTURAL. 1st ed. [ebook] Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta. Tersedia pada:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/MASYARAKAT
%20%20MULTIKULTURAL.pdf [Diakses tanggal 5 Nov. 2014].
3. Airlangga, U. (2014). Buku Panduan Study Excursie 2014. Surabaya: Universitas
Airlangga.
STUDY EXCURSIE 2014
TUGAS INDIVIDU PESERTA
ESAI BEBAS
SOLIDARITAS MASYARAKAT MULTIKULTURAL TUBAN DI TENGAH
KEBERAGAMAN DAN KEBHINEKAAN KEHIDUPANNYA
DISUSUN OLEH :
FIRSTA WAHONO FEBRIANTO
011411131022
(ANGGOTA KELOMPOK A3 STUDY EXCURSIE)
PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014