STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN DAYA TARIK

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN DAYA TARIK
WISATA KHUSUS (KDTWK)
(Suatu Studi Komparatif Analisis SWOT Pada Dinas Pariwisata Propinsi Bali
Dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Musi Rawas)

Laporan Kunjungan Kerja (Studi Banding)
Dinas Pariwisata Propinsi Bali
Mata Kuliah : Seminar Ilmu Administrasi

OLEH :
ANTON MARDONI
NPM D2D012005

PROGRAM MAGISTER ILMU ADMINISTRASI (MIA)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BENGKULU
2013

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN DAYA TARIK
WISATA KHUSUS (KDTWK)
(Suatu Studi Komparatif Analisis SWOT Pada Dinas Pariwisata Propinsi Bali

Dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Musi Rawas)

Laporan Kunjungan Kerja (Studi Banding)
Dinas Pariwisata Propinsi Bali
Mata Kuliah : Seminar IlmuAdministrasi

Oleh :
Anton Mardoni
NIM. D2D012005

Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji
Pada tanggal 23 Nopember 2013

Dosen Pembimbing

Suratman S.IP M.Si.
NIP.197502022002121003

Mahasiswa


Anton Mardoni
NPM.D2D012005

ii

KATA PENGANTAR

Studi banding merupakan salah satu tugas mata kuliah seminar ilmu administrasi
yang wajib dilakukan oleh para mahasiswa dalam menempuh pendidikan
pascasarjana untuk memperoleh ilmu dan wawasan.
Laporan studi banding ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak yang dengan sangat terbuka member informasi dan masukan yang
sangat berarti bagi penulis.
Kami juga mengajukan terima kasih kepada berbagai pihak antara lain :
1. Bapak Drs. Ahmad Aminudin M.Si selaku Ketua Program PascaSarjana
Magister Ilmu Administrasi Universitas Bengkulu.
2. Bapak Drs. Panji Suminar Ph.D selaku Dosen mata kuliah seminar
administrasi.
3. Bapak Suratman S.IP M.Si selaku Dosen pembimbing.
Semoga laporan studi banding ini dapat berguna bagi para mahasiswa, dan pihak lain

yang tertarik terhadap masalah kebudayaan. Kritikdan saran sangat diharapkan untuk
perbaikan dalam studi banding selanjutnya.

Lubuklinggau, November 2013
Penulis

iii

DAFTAR ISI
Hal
Judul ………………...................................................................................................... i
Halaman Pengesahan ................................................................................................... ii
Kata Pengantar ……................................................................................................... iii
Daftar Isi …………...…….......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................................... 4
1.3 Lokasi Studi banding ........................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Teori Siklus Hidup Area Wisata ……………… ……………......................... 5
2.2.Teori Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Komunitas. .................................... 6
2.3.Analisis SWOT.................................………………... ..................................... 6
2.4.Konsep Kehidupan Masyarakat Bali............................. ................................... 8
2.5.Ragam Hias Tradisional Bali .......................................................................... 11

BAB III TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN
3.1.Temuan Lapangan ………………………....................................................... 14
3.2.Pembahasan ………………............................................................................. 15
3.2.1. Potensi Wisata Propinsi Bali................................................................. 15
3.2.2.Keterlibatan Stakeholder dalam Pengelolaan Kawasan Daerah
Tujuan Wisata Khusus Propinsi Bali……………………….…..……..16
3.2.3. Strategi Pengelolaan KDTWK Di Propinsi Bali .................................. 18
3.2.4. Potensi Wisata Kabupaten Musi Rawas .............................................. 19
3.2.5.Keterlibatan Stakeholderdalam Pengelolaan Kawasan Daerah
Tujuan Wisata KhususKabupatenMusiRawas ……..………………... 23
iv

3.2.6. Strategi Pengelolaan KDTWK Di Kabupaten Musi Rawas ……….... 24
BAB IVPENUTUP

4.1.Kesimpulan ………………………………..................................................... 26
4.2.Saran ………………………........................................................................... 26
Daftar Pustaka ………………………………………………………………......... 27
Lampiran

v

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Jika dilihat secara nyata, saat ini pembangunan yang terjadi di beberapa
kawasan wisata primadona di Bali sudah tidak terkendali lagi hingga melebihi
daya tampung dari kawasan itu sendiri, seperti misalnya Kuta. Berbagai
pembangunan fasilitas pariwisata dilakukan di kawasan-kawasan strategis
tersebut dalam upaya memenuhi kebutuhan tamu. Namun pembangunanpembangunan yang dilakukan sepertinya tidak efektif karena tidak memberikan
dampak yang signifikan terhadap perkembangan pariwisata di kawasan tersebut.
Ini yang mengakibatkan terjadinya kejenuhan pada perkembangan pariwisata
tersebut karena apa yang ditawarkan tidak sesuai dengan apa yang menjadi minat
dari wisatawan itu sendiri. Keadaan yang seperti inilah yang menuntut adanya
rencana pengembangan suatu pariwisata yang sedikit berbeda yang sesuai dengan

minat dari wisatawan tersebut untuk berkunjung. Seperti diketahui bahwa alam
serta budaya merupakan daya tarik dari Bali. Wisatawan yang datang ke Bali
sebagian besar karena alam dan budayanya. Bali memiliki berbagai potensi alam
dan budaya yang tersebar di seluruh wilayahnya. Salah satu daerah di Bali yang
keadaan alamnya masih lestari adalah Kabupaten Buleleng.
Kabupaten Buleleng yang memiliki wilayah hampir sepertiga dari pulau
Bali masih menyimpan potensi daya tarik wisata alam. Didukung dengan letak
kabupaten Buleleng yang Nyegare-Gunung yakni terletak diantara gunung dan
pesisir pantai, potensi alam daerah ini sangat luar biasa beragam dan indah.
Pemerintah Propinsi Bali dalam peraturan mengenai Rencana

Tata Ruang

Wilayah Propinsi Bali mengeluarkan kebijakan terkait dengan Desa Pancasari.
Pemerintah menetapkan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata
Khusus (KDTWK). Melihat potensi alam yang dimiliki oleh Desa Pancasari,
kawasan ini memang memiliki daya tarik wisata yang berbeda dengan daerah
tujuan wisata lainnya. Potensi yang sangat menarik ini tentu ingin diselamatkan
1


oleh Pemerintah sebagai salah satu aset pariwisata. Berdasar inilah kawasan
tersebut ditetapkan sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus.
Desa Pancasari merupakan salah satu desa yang terletak di kecamatan
Sukasada, Buleleng, berdekatan dengan daerah tujuan wisata Candi Kuning,
Bedugul. Berlokasi di dataran yang lebih tinggi tepatnya berbatasan dengan
wilayah Candi Kuning pada bagian selatan, dengan Desa Wanagiri pada bagian
utara, dan hutan Negara pada bagian barat dan timur , membuat desa ini memiliki
potensi alam pegunungan yang indah. Daya tarik wisata alam yang bervariasi
membuat Desa Pancasari diminati oleh para praktisi pariwisata. Pemerintah
Kabupaten Buleleng dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kemudian
mengelola kawasan ini dengan mengambil konsep pengembangan wisata alam.
Dimana potensi alam yang dimiliki oleh Desa Pancasari inilah yang merupakan
produk utama yang ditawarkan kepada wisatawan.
Sebagai suatu kawasan yang dikembangkan menjadi obyek wisata alam,
Desa Pancasari mengalami perkembangan baik dari segi fasilitas maupun atraksi
wisata. Berbagai pembangunan infrastruktur dilakukan untuk mendukung
perkembangan pariwisata di daerah ini. Penginapan dan restoran mulai
bermunculan baik dari yang standar maupun yang berkelas dalam rangka
memenuhi kebutuhan wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut. Tercatat
hingga akhir 2009 terdapat lima buah hotel, tiga restoran serta satu tempat

rekreasi yang telah ada di kawasan tersebut.
Berbagai atraksi wisata baik itu buatan atau tidak sebagai daya tarik juga
mulai

berkembang

yang

mana

pengelolaannya

dilakukan

oleh

pihak

swasta/masyarakat setempat. Beberapa wilayah hutan sudah digunakan sebagai
lintasan trekking. Selain itu, di daerah ini juga dibuat sebagai tempat perkemahan

dimana di titik tertentu sengaja disiapkan sebagai tempat untuk membuat tenda
dengan akses yang sangat mudah dengan fasilitas yang memadai seperti areal
parkir dan toilet dengan biaya yang sangat terjangkau. Masih banyak lagi atraksi
wisata lainnya yang dikelola oleh masyarakat setempat. Namun sistem

2

pengelolaan dari berbagai fasilitas wisata tersebut masih belum jelas. Jika
diselaraskan dengan kebijakan Pemerintah Daerah Propinsi Bali yang
menetapkan Desa Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus
(KDTWK), tentu ini sedikit berbeda dengan konsep daerah tujuan wisata khusus.
Jika ini ditetapkan sebagai daerah tujuan khusus maka seharusnya pembangunan
yang dilakukan didaerah ini lebih memperhatikan lingkungan. Yang menjadi
daya tarik utama dari daerah ini adalah tentunya alam. Jadi daya tarik inilah yang
dimaksimalkan pengembangannya. Sedangkan yang terjadi dilapangan berbeda
dengan konsep penetapan kebijakan pemerintah yang menetapkan Desa
Pancasari sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK).
Seperti yang telah dijabarkan, berbagai jenis akomodasi telah dibangun di
daerah wisata ini dari hotel berbintang hingga hotel non berbintang. Jumlah
keseluruhan akomodasi tersebut yang tercatat dalam dokumen resmi tergolong

memadai namun demikian terdapat isu-isu bahwa banyak pembangunan
akomodasi di daerah ini dalam jenis penginapan yang disebut dengan villa yang
dalam pegoperasiannya tidak memiliki ijin dari pihak yang berwewenang.
Termasuk pengelolaan dari penginapan-penginapan tersebut pun belum ada
kejelasannya. Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan pariwisata di daerah
ini juga belum terlihat secara nyata. ini dapat dilihat dari catatan di kecamatan
bahwa sebagian besar penduduk di daerah ini mata pencahariannya adalah
sebagai petani. Bahkan tidak ada catatan berapa jumlah penduduk setempat yang
terlibat sebagai karyawan swasta (termasuk industri pariwisata).
Disamping itu pemberdayaan potensi alam sebagai daya tarik dari daerah
yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK)
masih belum optimal. Pengelolaan atraksi wisata yang ada saat ini juga belum
optimal. Bahkan keterlibatan dari pihak terkait dalam hal ini Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata dapat dikatakan tidak maksimal. Sedangkan idealnya dalam suatu
pengembangan daerah tujuan wisata harus ada keterlibatan dari para
penyelenggara pariwisata yakni pihak pemerintah, swasta serta masyarakat.
3

1.2. Rumusan Masalah
Melihat fenomena di atas dengan berbagai permasalahannya, sangat

menarik menghasilkan suatu strategi pengelolaan pariwisata budaya sebagai daya
tarik wisata.
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa potensi-potensi pariwisata yang dimiliki Propinsi Bali dan Kabupaten
Musi Rawas agar dapat membentuk kawasan daya tarik wisata khusus?
2. Bagaimana keterlibatan stakeholder dalam pengelolaan kawasan daya tarik
wisata khusus?
3. Bagaimanakah program pengelolaan pembangunan kawasan daya tarik
wisata khusus?

1.3. Lokasi Studi Banding (Struktur Organisasi)
Bali dikenal luas karena keunikan budayanya, kekhasan yang tumbuh dari
jiwa agama hindu yang tidak dapat terlepaskan dari adat, tradisi, dan keseniannya
dalam masyarakat yang bercirikan sosial religius. Dalam Mempertahan keunikan
dan menjadikan budaya sebagai potensi daerah maka dibentuklah Dinas
Pariwisata sebagai suatu perangkat daerah berdasarkan Peraturan Daerah No. 6
Tahun 1992. Sejalan dengan bergulirnya sang kala, budaya Bali tidak menolak
kemajuan teknologi sepanjang teknologi tersebut menguatkan budaya bali. Oleh
karena visi Dinas Pariwisata Provinsi Bali adalah terwujudnya pariwisata budaya
yang berkualitas, berkelanjutan dan mempunyai daya saing berdasarkan tri hita
karana menuju bali yang mandara (maju, aman, damai dan sejahtera).

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Siklus Hidup Area Wisata
Menurut Butler (1980) siklus hidup suatu area wisata (tourism area life
cycle ) meliputi tahapan sebagai berikut:
- Exploration (eksplorasi/penemuan) yakni daerah tujuan wisata baru
ditemukan baik itu oleh wisatawan petualang, atau oleh pihak swasta,
pemerintah, yang dikunjungi secara terbatas. Pada tahap ini terjadi tingkat
interaksi yang tinggi antara masyarakat dan wisatawan.
- Involvement (keterlibatan) yaitu dengan meningkatnnya kunjungan maka
akaan muncul tahap involvement yang nantinya diikuti dengan local control.
Sebagian masyarakat lokal mulai menyediakan berbagai fasilitas yang
memang diperuntukan untuk wisatawan. Kontak antara wisatawan dengan
masyarakat lokal masih sangat tinggi. Disinilah suatu daerah menjadi destinasi
wisata.
- Development (pembangunan) yakni pada tahap ini dengan adanya local
control menunjukkan adanya peningkatan jumlah kunjungan secara drastis,
hingga terkandang melebihi jumlah penduduk. Investasi dari luar mulai masuk
dan promosi semakin intensif. Fasilitas lokal sudah mulai digantikan dengan
fasilitas standar internasional.
- Consolidation (konsolidasi) yakni dalam tahap ini yang diikiti dengan
intitusionalism menunjukkan bahwa pariwisata sudah dominan dalam struktur
ekonomi daerah dan dominasi ekonomi in dipegang oleh jaringan
internasional. Jumlah kunjungan wisatawan naik dari segi total number tapi
pada tingkat yang lebih rendah.
- Stagnation (stagnasi) pada tahap ini kapasitas berbagai faktor telah terlampaui
sehingga menimbulkan masalah ekonomi, sosial dan lingkungan. Pasca
stagnasi di bagi menjadi dua bagian yakni; decline (penurunan) dan
rejuvenation (peremajaan)
5

2.2. Teori Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Komunitas
Korten (1987) menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya berbasis
komunitas merupakan pendekatan dengan cirri-ciri sebagai berikut: prakarsa dan
proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara
bertahap harus diletakkan pada masyarakat itu sendiri, fokus utamanya adalah
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memobilisasi
sumber-sumber daya yang dimiliki masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
mereka, mentoleransi keanekaragaman lokal karena itu sifatnya amat fleksibal
dalam menyesuaikan diri dengan kondisi lokal, dalam pelaksanaan pembangunan
ditekankan pada social learning yang berinteraksi dalam komunitas mulai dari
proses perencanaan sampai pada evaluasi proyek dengan mendasarkan diri pada
saling belajar, proses pembentukan jaringan kerja (net working) antara birokrat
lembaga swadaya masyarakat, satuan-satuan organisasi tradisional yang mandiri
merupakan bagian integral dari pendekatan ini, baik untuk meningkatkan
kemampuan mengindentifikasi dan mengelola berbagai sumber maupun menjaga
keseimbangan antara struktur vertikal dan horizontal.

2.3. Analisis SWOT
Analisis SWOT merupakan singkatan dari Strength (S), Weakness (W),
Opportunities (O), dan Threats (T) yang artinya kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman atau kendala, dimana yang secara sistematis dapat membantu dalam
mengidentifikasi faktor-faktor luar (O dan T) dan faktor didalam pemerintah (S
dan W). Kata-kata tersebut dipakai dalam usaha penyusunan suatu rencana
matang untuk mencapai tujuan baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang. Petunjuk umum yang sering diberikan untuk perumusan adalah :
1. Memanfaatkan kesempatan dan kekuatan (O dan S). Analisis ini diharapkan
membuahkan rencana jangka panjang.

6

2. Atasi atau kurangi ancaman dan kelemahan (T dan W). Analisa ini lebih
condong menghasilkan rencana jangka pendek, yaitu rencana perbaikan
(short-term improvement plan).
Tahap awal proses penetapan strategi adalah menaksir kekuatan,
kelemahan, kesempatan, dan ancaman yang dimiliki organisasi. Analisa SWOT
memungkinkan organisasi memformulasikan dan mengimplementasikan strategi
utama sebagai tahap lanjut pelaksanaan dan tujuan organisasi, dalam analisa
SWOT informasi dikumpulkan dan dianalisa. Hasil analisa dapat menyebabkan
dilakukan perubahan pada misi, tujuan, kebijaksanaan, atau strategi yang sedang
berjalan.
Dapat disimpulkan bahwa analisis SWOT adalah perkembangan hubungan
atau interaksi antar unsur-unsur internal, yaitu kekuatan dan kelemahan terhadap
unsur-unsur eksternal yaitu peluang dan ancaman. Analisis SWOT adalah
metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan
(strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman
(threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah
yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan
threats). Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi
bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang
mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Analisa SWOT
dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang
mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar
matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths)
mampu mengambil keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang
ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah
keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities)yang ada, selanjutnya
bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada,
dan terakhir adalah bagimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang

7

mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah
ancaman baru

2.4. Konsep Kehidupan Masyarakat Bali
Sumber dari konsep kehidupan masyarakat Bali adalah hubungan dengan
Tuhan yang menciptakan dunia dan isinya dengan alam sebagai Bhuana Agung
dan manusia sebagai bhuana Alit. Dalam penerapannya, konsep tersebut
diwujudkan dengan filosofi Tri Hita Karana. Konsep Tri Hita Karana ini adalah
pandangan tentang terciptanya keselamatan. Digolongkan menjadi tiga unsur
yaitu :
1.

Pola hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), artinya hendaknya
manusia sujud kehadapannya-Nya atas segala karunia-Nya.

2.

Pola hubungan manusia dengan alam lingkungannya (Palemahan), artinya
manusia hendaknya selalu menjaga, memelihara dirinya sendiri dan alam
sekitarnya untuk menciptakan kehidupan yang damai, selamat dan sejahtera.

3.

Pola hubungan manusia dengan manusia (Pamongan), artinya manusia
diharapkan selalu menjalin rasa persahabatan dan kekeluargaan yang saling
pengertian dengan sesama manusia.
Penerapan dalam kehidupan konsep Tri Hita Karana dijabarkan sebagai

berikut :
o Tri Hita Karana pada Tuhan, adalah konsep Tritunggal
o Brahma sebagai pencipta
o Wisnu sebagai pemelihara
o Siwa sebagai pelebur
o Tri Hita Karana pada Alam yang disebut juga Tri Loka. Konsep ini terbagi :
-

Swah Loka adalah alam atas tingkatan yang mempunyai nilai suci, sakral,
dan sebagai tempat tujuan setelah mati yaitu moksa.

8

-

Bwah Loka adalah alam tengah mempunyai sifat netral, tingkatan untuk
kehidupan sekarang, terdapat unsur-unsur Panca Maha Bhuta yaitu :
udara, gas, cahaya, zat cair dan zat padat.

-

Bwur Loka, disebut juga samsara adalah bersifat kotor sehingga harus
berreinkarnasi.

o Tri Hita Karana pada manusia, terdiri dari :
-

Atma atau jiwa

-

Angga atau badan

-

Kaya atau tenaga

o Tri Hita Karana dalam kehidupan adalah tiga pandangan hidup yang harus
dilaksanakan secara utuh dalam kehidupan. Pandangan ini terdiri dari :
1.

Tatwa atau falsafah hidup yang harus dilandaskan nilai agama, mendasari
jiwa setiap sistem kehidupan masyarakat Bali.

2.

Susila sebagai aturan tingkah laku yang mencerminkan tenaga dari jiwa
atas. Susila juga disebut etika.

3.

Upakara atau kegiatan ritual sebagai wujud bentuk fisik. Upakara
memiliki makna cara manusia berhungan dengan Tuhannya.

9

o Desa Kala Patra adalah pandangan yang mengatur pelaksanaan dharma
dengan memperhitungkan tempat atau desa, waktu atau kala, dan keadaan
atau patra. Desa adalah pedoman berdasarkan tempat atau lingkungan tempat
perbuatan itu dilakukan. Kala adalah pedoman berdasarkan keadaan atau
peraturan. Konsep ini sebagai landasan kebijaksanaan yang diberlakukan
dalam masyarakat. Panca Yadnya adalah kegiatan upacara umat Hindu
berjumlah lima buah, yaitu : Dewa Yadnya, sembahyang kepada Tuhan dan
para Bhatara leluhur di Sanggah pemujaan dan Pura-pura Kahyangan.
Bhutha Yadnya, upacara untuk Bhuta dan Kala misalnya upacara kurban
(mecaru) supaya alam bersih dari rintangan. Manusia Yadnya, upacara
manusia untuk proses kehidupan manusia dari lahir hingga mati. Pitra
Yadnya, upacara meluhurkan arwah, supaya arwah mendapat tempat di surga.
Resi Yadnya, aturan kepada pandita yang memimpin upacara (Tim,1985: 93).
o Konsep kehidupan masyarakat Bali menjadi dasar pandangan terhadap
lingkungannya, misalnya bentuk hubungan antar umat seperti:
-

Melakukan persembahyangan di pura keluarga, pura klen, pura desa.

-

Tempat bersama, mulai dari pekarangan, banjar dan desa.

-

Kekerabatan atas dasar hubungan darah dan perkawinan.

-

Status sosial atas dasar hubungan golongan atau kasta.

-

Kesatuan daerah administratif.

-

Pemilikan tanah dalam ikatan subak

-

Keanggotaan kegiatan warga banjar atau krama desa dan sekhe-sekhe.
Seluruh bentuk sistem diatas, menjadi konsep kehidupan umat Hindu Bali

dengan tujuan untuk menjaga keteraturan dan ketertiban ikatan masyarakat dalam
tata kehidupan di Bali. Hal tersebut memerlukan pedoman untuk mengatur hak
dan kewajiban masyarakat sehingga setiap desa adat di Bali membuat aturan
yang sesuai dengan konsep kehidupan yang disebutkan diatas untuk mencapai
kesatuan berpikir dalam melaksanakan awig-awig desa. Awig-awig desa adalah
pedoman yang bertujuan mengatur tata kehidupan sosial , ekonomi, politik, dan
10

kegiatan agama disuatu lingkungan masyarakat Bali. Konsep kehidupan
masyarakat tradisional Bali adalah suatu pedoman yang harus dijalankan untuk
menjaga kelestarian dan keseimbangan antara makrokosmos dan mikrokosmos
yang dipersembahkan kepada Tuhan.

2.4. Ragam Hias Tradisional Bali

Ragam hias tradisional Bali adalah hiasan yang diterapkan pada arsitektur
tradisional Bali yang merupakan perwujudan dari keindahan Tuhan, alam dan
manusia yang mengeras dalam bentuk-bentuk bangunan (Rai Kalam : 1981: 20)
Perwujudan ragam hias tradisional Bali berlandaskan tatanan kehidupan
masyarakat Bali, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam filsafat
keagamaan, sehingga dalam mencari ide, mengolah dan menempatkan ragam
hias berdasarkan aturan-aturan tertentu dan bersumber dari unsur agama, alam,
manusia, tumbuhan dan binatang yang disarikan kedalam keindahan yang
harmonis. Sumber-sumber perwujudan ragam hias tradisional Bali adalah : Unsur
agama, pada penampilannya memperhatikan ketentuan-ketentuan etika sehingga
proses perancangan, pembuatan dan pemakaiannya selalu disertai upacara. Nilainilai agama divisualkan dalam tiga bentuk yaitu :
- Patung, yang memiliki nilai-nilai sakral selain sebagai elemen estetis. Patung
diwujudkan dalam tiga bentuk seperti wujud raksasa dengan badan kekar,
sikap berdiri atau duduk tinggi, kaki tegak, bertaring, mata bulat lengkap
dengan senjata di tangan. Penempatannya dibagian bawah sesuai dengan
tingkatannya. Wujud manusia dari para reshi dan patung pewayangan
ditempatkan ditengah atau alam madya sebagai tempat kehidupannya. Wujud
Dewa, patung-patung ini ditampilkan dalam sikap tenang dengan penempatan
pada bagian atas, sesuai alamnya di tempat utama.
- Relief, ditampilkan dalam dua dimensi, melukiskan cerita tentang ajaran
agama yang simbolis filosofis seperti : cerita mahabrata, ramayana, tantri dan
cerita-cerita lainnya yang mengandung nilai-nilai keagamaan

11

- Rerajahan, yaitu hiasan yang mengandung kekuatan menjiwai bangunan dan
isinya seperti simbol Tuhan pada puncak padmasana sebagai tempat
pemujaan. Kain dengan simbol Tuhan dan huruf-huruf magis yang dipasang
diatas pintu atau pada atap bangunan. Unsur Alam, ditempatkan apa adanya,
disesuaikan dengan namanya seperti : gunung mendukung sussana di darat,
Awan mendukung cerita di angkasa, batu mendukung suasana di air dan
pegunungan dan lain-lain. Unsur Tumbuhan, ragam hias ini diambil dari unsur
tumbuhan diwujudkan dalam bentuk simbolis dengan pendekatan tumbuhan
yang sebenarnya. Ragam hias dari unsur tumbuhan ditampilkan dalam tiga
tampilan yaitu : keketusan, kekarangan dan pepatran.
-

Keketusan adalah jenis ragam hias yang mengambil sebagian dari tumbuhan
yang

dipolakan

berulang,

diambil

dari

tumbuhan

yang

menjalar,

meperlihatkan jalar-jalar diantara bungan dan daun seperti keketusan masmasan, mote-motean dan lain-lain.
-

Kekarangan, adalah ragam hias yang diambil dari unsur tumbuhan tanaman
terurai seperti : karang simbar, karang bunga dan seterusnya.

-

Pepatran, Unsur tumbuhan yang ditampilkan dalam bentuk pepatran memiliki
jenis yang sangat banyakdan memiliki karakter tersendiri yang masih dapat
dibedakan seperti : Patra sari, diambil dari bentuk sari bunga, Patra bunbunan,
berasal dari tumbuhan berbatang menjalar yang dipolakan berulang diantara
bunga dan daun. Patra Punggel, diambil dari tanaman yang baru tumbuh
setelah dipotong dan lain-lain.
Unsur binatang, terdapat tiga perwujudan yaitu :
1. Patung, seperti Singa Ambara, garuda, naga, kera dan lain-lain.
2. Kekarangan seperti :
- Karang Boma yang diambil dari cerita bomantaka, adalah kepada
raksasa dengan mahkotanya , mata bulat, gigi rata, bertaring dengan
tangan kiri dan kanan sampai pergelangan dengan jari-jari terbuka,
12

ditempatkan diatas pintu yang berfungsi sebagai penjaga pintu dari
kekuatan-kekuatan buruk.
- Karang Sae, berbentuk kepala kelelawar raksasa lengkap dengan taring,
gigi runcing dan tangan kiri dan kanan memegang tangkai daun.
- Karang Asti, bentuk kepala gajah, mata bulat, gigi rata, gading dan
belalai.
- Karang Goak, bentuk kepala burung, mata bulat, paruh atas saja, lidah
terjulur, gigi runcing, dan taring.
- Karang tapel, tanpa bibir bawah, lidah terjulur, tanpa tangan.
- Karang Bentulu, bentuknya paling sederhana, bermata satu, bibir satu
dan hanya bagian atas, tanpa hidung, dan tanpa tangan.
- Patra Dasar, diekspresikan dari cerita kerajaan binatang (tantri),
diwujudkan secara realis dilengkapi dengan pepatran dari unsur
tumbuhan, seperti patra Garuda, patra Singa, patra Kera, patra Naga
dan lain-lain.

13

BAB III TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN

3.1. Temuan Lapangan
Studi banding yang dilakukan untuk mengetahui obyek yang alamiah,
untuk mengetahui potensi wisata yang dimiliki oleh Propinsi Bali terutama
Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK), bagaimana keterlibatan
stakeholder dalam pengelolaan Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK)
tersebut serta strategi pengelolaan yang tepat untuk Kawasan Daya Tarik Wisata
Khusus (KDTWK). Selain itu digunakan pula Analisis SWOT, yakni Strengths
(kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang), dan Threats
(ancaman).
Temuan lapangan pada saat dilaksanakannya studi bangding seperti arah
kebijakan pembangunan pariwisata bali yang meliputi:
- Partisipasi pada event-event pariwisata Internasional
- dan Sales Mission ke negara-negara pasar utama Bali
- Kerjasama ITOP Forum (Inter-Islands Tourism Policy)
- Kerjasama MPU ( Mitra Praja Utama )
- Fasilitasi kegiatan Fam Trip
- Promosi Dalam Negeri
- Pemanfaatan Website
- Pencetakan bahan-bahan promosi pariwisata
- Penyebaran bahan-bahan promosi pariwisata kepada KBRI
- Pembentukan GIPI (Gabungan Industri Pariwisata Indonesia) Bali
- Pembentukan BPPD (Badan Promosi Pariwisata Daerah) Bali
Pengembangan

Sumber

Daya

Pariwisata

dengan

dilaksanakannya

Pelatihan/Bintek Penjaga DTW, sertifikasi kompetensi dan sertifikasi usaha di
bidang pariwisata, penyuluhan sadar wisata kepada POKDARWIS pelajar, dan
masyarakat. Peningkatan kualitas destinasi pariwisata fasilitasi sarana dan
prasarana penataan kawasan DTW (Pembangunan Toilet,

Gapura, sarana
14

kebersihan, pembuatan jalan trekking, dll ), dan pengembangan desa wisata
berkelanjutan dan berbasis kerakyatan. Pembinaan usaha pariwisata dengan di
laksanakannya program : pembinaan usaha sarana pariwisata, pembinaan usaha
jasa pariwisata, dan pembinaan daya tarik wisata.

3.2. Pembahasan
3.2.1. Potensi Wisata Propinsi Bali
10 besar objek-objek wisata yang ada di Propinsi Bali ini dapat menarik
minat wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara, di antaranya
adalah:
1. Tanah Lot
2. Penelokan Batur
3. Kebun Raya Eka Karya
4. Ulun Danau Beratan
5. Tirta Empul
6. Uluwatu
7. Bali Safari Marine Park
8. Bedugul
9. Alas Pale Sangeh
10. Goa Gajah
Dalam rangka memacu kontribusi sektor pariwisata terhadap peningkatan
PAD dilakukan secara oftimal perbaikan infrastruktur pendukung dan
peningkatan intensitas promosi. Conton, yakni potensi fisik yang dimiliki
Propinsi Bali terkait dengan keadaan alam Desa yang masih alami yang sebagian
besar terdiri dari lahan pertanian, dan hutan. Daya tarik yang paling menonjol
adalah wisata agro di Kabupaten Buleleng yang memiliki daya tarik tersendiri.
Memiliki luas yang sedemikian rupa membuat berbagai aktivitas dapat dilakukan
di wisata agro tersebut.

15

Pengunjung dapat menikmati langsung aktivitas para petani yang sedang
menanam atau panen padi, suasana pedesaan masih sangat terasa. Bangunanbangunan pondok wisata yang masih bergaya lama disekitarnya masih bisa
dilihat di area sawah petani. Masih jarang terlihat bangunan-bangunan besar
bergaya modern terkecuali pondok wisata yang letaknya sudah diatur sedemikian
rupa sehingga tidak mengganggu pemandangan suasana pedesaan. Kesedian
fasilitas umum seperti jalan raya serta fasilitas komersil publik lainnya juga
terbatas. Fasilitas-fasilitas umum yang ada masih minim dan sangat sederhana.
Terlebih lagi terlihat aktivitas penduduk setempat yang masih melakukan tradisi
seperti ritual persembahyangan serta aktivitas kerja seperti bertani (bercocok
tanam) ataupun menangkap ikan. Bangunan-bangunan seperti bale banjar serta
pasar tradisional juga menambah suasana pedesaan di daerah ini. Bale-bale
banjar yang dibuat dengan gaya tradisional sesuai dengan filosofi Hindu
digunakan sebagai tempat berkumpulnya masyarakat desa apabila ada kegiatan
desa sedang berlangsung. Begitu pula dengan pasar yang masih berjalan dengan
sistem tradisional. Barang-barang yang dijual diletakkan sedemikian rupa dalam
wadah yang terbuat dari bahan-bahan alami. Sistem penjualannya pun masih
tradisional dimana para pembeli berhak menawar harga dari barang yang
ditawarkan oleh penjual.
Selain potensi fisik, Propinsi Bali juga memiliki potensi wisata non fisik.
Potensi non fisik yang dimaksud adalah potensi yang tidak berupa bangunan fisik
yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan wisatawan namun lebih menyagkut
segala sesuatu yang berupa adat istiadat atau kebiasaan serta budaya penduduk
setempat yang dapat menjadi suatu daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung.

3.2.2. Keterlibatan Stakeholder dalam Pengelolaan Kawasan Daerah Tujuan
Wisata Khusus Propinsi Bali
Dalam hal ini dijabarkan mengenai bagaimana keterlibatan masing-masing
stakeholder; masyarakat setempat, pihak swasta dan pemerintah dalam
16

pengelolaan pariwisata budaya di Kabupaen Buleleng sebagai kawasan daya tarik
wisata khusus. Masyarakat merupakan suatu sistem dimana bagian-bagian dari
sistem tersebut dapat saling mempengaruhi. Seperti yang dijabarkan dalam teori
fungsionalisme struktural yang menyatakan bahwa masyarakat haruslah
dipandang sebagai suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling berhubungan
satu sama lain. Dimana hubungan pengaruh mempengaruhi diantara bagianbagian tersebut adalah bersifat ganda dan timbal balik. Teori inilah yang
dipandang perlu untuk diterapkan dalam permasalahan keterlibatan masyarakat
dalam pengembangan serta pengelolaan pariwisata.
Permasalahan terkait dengan keterlibatan masyarakat yang ada di Propinsi
Bali dalam pengelolaan Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus juga dapat
dikaitkan pengkajiannya dengan teori pengelolaan sumber daya berbasis
komunitas. Teori tersebut menyatakan bahwa pengelolaan sumber daya berbasis
komunitas merupakan pendekatan dengan ciri-ciri; bahwa prakarsa dan proses
pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara bertahap
harus diletakkan pada masyarakat itu sendiri.
Terkait dengan permasalahan yang ada di Propinsi Bali, keterlibatan pihak
swasta dalam pengelolaan KDTWK juga masih minim. Ini terindikasi dari
ketidak tahuan mereka mengenai kebijakan pemerintah yang menetapkan
Kabupaten Buleleng sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus.
Pemerintah sebagai penyelenggara pariwisata adalah terlibat penuh dalam
pengambilan kebijakan. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan penuh memiliki
peranan penting dalam penyelenggaraan suatu kegiatan di suatu daerah. Untuk
itu pemerintah dalam membuat suatu kebijakan sebaiknya mampu menjalankan
kebijakan tersebut yang melibatkan masyarakat sebagai komponen utama dalam
suatu pembangunan.
Sesuai dengan permasalahan yang terjadi di Kabupaten Buleleng, bahwa
pemerintah Propinsi Bali telah menetapkan sebagai Kawasan Daya Tarik Wisata
Khusus. Sebagai kelanjutannya adalah seharusnya pemerintah Kabupaten

17

Buleleng sebagai pemegang autorisasi untuk membuat rancangan tata ruang
kembali berdasarkan dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah
Propinsi Bali. Tetapi pada kenyataannya pemerintah Kabupaten Buleleng belum
merancang hal tersebut. Penetapan kawasan-kawasan strategis, seperti kawasan
pariwisata, mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Propinsi
Bali.
Berbeda dengan konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan serta
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang menyatakan bahwa
keterlibatan masyarakat dalam pengembangan ataupun pengelolaan suatu
kawasan wisata sangat diperlukan bahkan sejak perencanaan, sosialisasi
mengenai kebijakan yang telah dibuat tersebut kepada masyarakat belum ada.
Masyarakat sebagai komponen penting dalam pengelolaan suatu kawasan wisata
tentu sangat penting untuk dilibatkan. Pemerintah seyogyanya mendiskusikan
dengan para tokoh masyarakat serta pihak swasta yang terlibat dalam kegiatan
pariwisata sebelum mengambil kebijakan tersebut.

3.2.3. Strategi Pengelolaan KDTWK Di Propinsi Bali
Selanjutnya diuraikan setiap strategi yang akan digunakan dalam
pengelolaan Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK).
1. Strategi SO (Strength Oppurtunity) merumuskan strategi menggunakan
kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada, menghasilkan:
inventarisasi daya tarik wisata yang ada di Propinsi Bali kemudian melakukan
pengelolaan yang berwawasan lingkungan, memaksimalkan kemudahan
aksesibilitas dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dan transportasi,
mengoptimalkan ketersediaan fasilitas umum serta membuat kebijakankebijakan terkait dengan penyelenggaraan pariwisata, melibatkan masyarakat
setempat dalam mewujudkan kepariwisataan.
2. Strategi WO (Weaknesess Oppurtunity) merumuskan strategi dengan cara
mengatasi segala kelemahan dalam rangka menggunakan peluang yang ada,
18

menghasilkan:

mengoptimalkan

pengelolaan

kawasan

tersebut

yang

berwawasan lingkungan dengan memaksimalkan potensi yang ada, perbaikan
segala sarana dan prasarana terkait dengan memudahkan aksesibilitas menuju
kawasan, mengoptimalkan koordinasi antara para stakeholder dalam
menentukan kebijakan terkait peningkatan kegiatan pariwisata, memberikan
pengarahan terhadap masyarakat untuk kesiapan mereka dalam berpariwisata.
3. Strategi ST (Strength Threats) merumuskan strategi dalam rangka
memanfaatkan segala kekuatan untuk menghadapi ancaman, menghasilkan:
memaksimalkan pengelolaan kawasan dengan menonjolkan kekuatan yang
ada serta mengelola segala fasilitas, sarana dan prasarana kepariwisataan
untuk memenuhi pasar, penentuan kebijakan yang jelas terkait dengan
pengelolaan pariwisata dengan segala komponennya, mengajak seluruh
komponen masyarakat untuk bersama-sama menciptakan situasi yang aman
dan kondusif demi berlangsungnya kegiatan pariwisata.
4. Strategi WT (Weaknesses Threats), merumuskan strategi dalam rangka
mengatasi

kelemahan

untuk

mengantisipasi

ancaman,

menghasilkan:

mengoptimalkan daya tarik yang ada dan segala fasilitas pariwisata yang
tersedia untuk dapat menarik para wisatawaan, memudahkan aksesibilitas,
memaksimalkan keterlibatan pihak terkait dalam penyelenggaraan pariwisata,
memberikan pelatihan serta pengertian terhadap masyarakat mengenai
pentingnya kegiatan pariwisata tersebut untuk kesejahteraan mereka sendiri.

3.2.4. Potensi Wisata Kabupaten Musi Rawas
Pembangunan

sektor

pariwisata

merupakan

bagian

integral

dari

Pembangunan Daerah Kabupaten Musi Rawas dan tidak terpisahkan dengan
pembangunan di sektor-sektor lainnya. Sektor pariwisata mempunyai potensi
yang cukup besar untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Objek-objek
wisata yang ada di Kabupaten ini dapat menarik minat wisatawan nusantara
maupun wisatawan mancanegara, di antaranya adalah:

19

1. Napalicin & Arung Jeram sungai Rawas Desa Napallicin Kec. Ulu Rawas
2. Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Kec. Ulu Rawas, BKL Ulu Terawas,
dan Kec. Karang Jaya
3. Cottage Forest Longe Melati III & Goa Alam Desa Napalicin Kec. Ulu Rawas
4. Air Terjun Sunga Kerali, Batu Kuning, Batu Bakul, Goa Bukit Kelun, Goa
Siro Gede dan Air Terjun Batu Ampar desa Kuto Tanjung Kec. Ulu Rawas
5. Danau Raya & Suku Kubu desa Sungai Jernih Kec. Rupit
6. Air Terjun Curup, Muara Tiku Kec. Karang Jaya
7. Perkampungan Suku Anak Dalam, Danau Eks Pertambangan BTM, Batu
Asam & Goa Harimau desa Tanjung Agung Kec. Karang Jaya
8. Danau Sukahati desa Sukahati Kec. Karang Jaya
9. Wisata Alam Curuq Telon, Air Terjun Ulu Pike desa Sukaraya Kec. Karang
Jaya
10. Air Terjun Tinggi, Air Terjun Sungai Talang, Air Terjun sungai Takuyung,
Air Terjun Yuk Mimbung dan Air Terjun Ulu sungai Bal desa Pasenan Kec.
BKL. Ulu Terawas.
11. Air Terjun Curup Embun dan Air Terjun Gunung Putih
12. Bukit Botak & Bukit Cogong desa Sukakarya
13. Air Terjun Satan , Danau Dam Satan, dan Air Terjun Kou Durian Remuk
Kecamatan Muara Beliti
14. Dam Irigasi Gegas Kec. Jayaloka
15. Dam Irigasi Bendungan Tikip Kec. Purwodadi
16. Sumber Air Panas dan Air Mancur desa Karya Sakti Kec. Muara Kelingi.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa kontribusi sektor pariwisata terhadap
PDRB masih relatif rendah. Kondisi ini juga mengindikasikan bahwa potensi
sektor pariwisata belum begitu banyak mendukung PAD Kabupaten Musi
Rawas. Dikatakan demikian, karena sektor ini merupakan sektor yang dikelola
langsung oleh daerah. Ke depan, dalam rangka memacu kontribusi sektor
20

pariwisata terhadap peningkatan PAD diperlukan upaya-upaya perbaikan
infrastruktur pendukung dan peningkatan intensitas promosi.
Contoh, di Kecamatan Ulu Rawas Kecamatan Ulu Rawas merupakan
kecamatan yang berdiri sekitar tahun 2002 hasil pemekaran dari Kecamatan
Rawas Ulu, Kecamatan Ulu Rawas terdiri dari Desa Kuto Tanjung, Desa
Napallicin, Desa Sosokan, Desa Muara Kuis, Desa Pulau Kidak, Desa Jangkat
dan Kelurahan Muara Kulam sendiri yang merupakan pusat Administrasi
Kecamatan Ulu Rawas, Kecamatan Ulu Rawas termasuk kecamatan yang
berpotensi, memilki banyak kekayaan alam yang belum terjamah oleh tangan
manusia, seperti jenis pertambangan : Emas, Batu Bara, Batu Besi, Timah dll,
cuma batu besi dan tambang Emas yang sekarang sudah mulai di gali oleh
pemerintah yang berlokasi di Desa Pulau Kidak, meskipun dalam skala kecil
namun kekayaan lainnya belum ada kabarnya. tapi baru-baru ini ada berita akan
dibukanya tambang Batu Bara yang berlokasi di Desa Kuto Tanjung tepatnya di
Sungai Keruh, namuan berita ini belum diketahui akan kepastiannya, di
Kecamatan Ulu Rawas Juga banyak sekali terdapat Objek wisata yang masih asri
yang akan membuat kita meras terhipnotis akan keindahan yang tersembunyi
dibalik ketertinggalannya, alhamdulliah semenjak Kabupaten Musi Rawas
dipimpin Oleh Bapak Ridwan Mukti, kini Kecamatan ulu Rawas telah terbuka
lebar infrastruktur yang akan membawa penghidupan bagi masyarakat Ulu
Rawas meskipun belum di aspal, namun telah memudahkan Masyarakat
berkomusikasi keluar daerah, jalan, tower sebagai teknologi canggih yang sangat
bermanfaat bagi masyarakat Ulu Rawas, dengan terbukany akses ke Kecamatan
Ulu Rawas mampu membuat terbuka mata para orang-orang terhebat diaerah kita
melihat betapa banyak sekali potensi yang tersimpan di Kecamatan Ulu Rawas,
hal ini terbukti, dua orang tertinggi di Propinsi kita yakni pertama Bapak Syahrial
Usman telah mengunjungi Kecamatan Ulu Rawas, dan tidak lama ini Yakni
Bapak H. Alex Nurdin selaku Gubernur telah mengunjung Kecamatan Ulu
Rawas bersama Bupati Musi Rawas, kedua petinggi tersebut terkagum-kagum
21

dan memuji betapa kayanya Sum-Sel khusus Kabupaten Musi Rawas,
mempunyai kecamatan yang selama ini orang belum tahu bahwa kecamatan Ulu
Rawas memiki berbagai potensi yang bisa menjadi Aset terbesar bagi Wilayah
kita, salah satu yang sangat mengagumkan adalah wisata yang terdapat di desa
Napallicin dikenal dengan wisata Goa Napllicin, Goa Napallicin sebenarnya
saudah lama dikenal oleh orang bahkan keluar negeri/mancanegara, hal ini
terbukti pada bangunan yang berdiri di Kecamatan Rawas Ulu dan Desa
Napallicin tetap dekat Goa Napallicin Kecamatan Ulu Rawas dengan diberi
Nama KUBU LODGE yang dibangun oleh Wisatawan mancanegara, seingat
penulis pada masa kecil dahulu setiap seminggu sekali pasti para wisatawan
mancanegara mengunjungi Goa Napallicin (KUBU LODGE) selama seminggu
kemudian ganti lagi dengan para pengunjung mancanegara lainnya. namun nasip
naas menimpa wisata tersebut, suatu musibah yang melanda perumahan
mancanegara tersebut sehingga mebuat terbakar habis semua. semejak itu
wisatawan mencanegara tidak ada lagi yang datang ke wisata tersebut. Legenda
dan Keindahan Goa Napallicin, konon menurut legenda yang dipercaya warga
setempat, dulunya bukit tersebut adalah sebuah kapal yang terdampar. Kemudian
lewatlah seorang pengembara sakti bernama Serunting Sakti atau Si Pahit Lidah.
Melihat ada kapal yang terdampar, Si Pahit Lidah berusaha untuk naik ke atasnya
namun tidak berhasil. Si Pahit Lidah pun menggumam, dan kemudian gumaman
(sumpah) itu membuat kapal berubah menjadi batu. Goa Batu Napalicin yang
berada pada ketinggian sekitar 20 meter dari jalan, di dalamnya terdapat lorong
sepanjang lebih kurang 1,5 kilometer. Lorong itu menghubungkan empat bukit,
Bukit Batu, Bukit Semambang, Bukit Payung, dan Bukit Karang Nato orang
setempat menyebutnya, Bukit Keratau. Lorongnya tidak luas, hanya bisa dilalui
dengan cara merunduk bahkan tiarap. Jarak bukit itu dari ibu kota kecamatan
sekitar 12 km, melalui jalan darat maupun sungai. Hingga kini, di dalam gua batu
masih tersimpan sejuta misteri. Di bagian depan, pengunjung langsung disuguhi
pemandangan yang artisik. Saat ini, para pengunjung yang umumnya wisatawan
22

lokal, akan disuguhi budaya setempat berupa tarian dan lagu daerah. Diiringi.
biola,

seorang

tetua

menghibur

pengunjung

disertai

anak-anak

yang

membawakan tarian menyambut tamu.
Memasuki lorong-lorong gua, kelelawar beterbangan. Titik-titik air dari
atas gua memberikan kesan mistis. Apalagi, sesekali kelelawar beterbangan.
Pada beberapa bagian memang gelap sehingga warga setempat memasang
beberapa obor bambu. Di bawah cahaya temaram, keindangan berbagai sisi gua
makin berbinar. Berbagai bentuk terlihat. Setidaknya kita butuh lebih dari empat
jam untuk menikmati berbagai sudut gua. Pada beberapa bagian, cahaya
menembus gua, terutama antara bukti yang satu dengan bukit yang lain. Celahcelah batu membiaskan bentuk artistik. Setelah menikmati Gua Batu Napalicin,
kita masih objek wisata Air Terjun Sungai Kerali (Desa Napalicin) dan Air
Terjun Batu Ampar, Desa Kota Tanjung. Lalu di Sungai Rawas, yang berada di
sisi Gua Napalicin, dapat digunakan untuk berarung jeram karena arusnya yang
deras dan beberapa rintangan alami juga terdapat di sepanjang sungai. Air terjun
Batu Ampar adalah bebatuan dari napal yang terhampar secara bertingkat. Dulu,
saat daerah itu masih alami, tempat tersebut sangat indah karena air terjunnya
mengalir secara bertingkat-tingkat. Di hamparan batu napal, terdapat lobanglobang kecil. Ketika sungai pasang, napal bertingkat tadi tenggelam oleh air.
Tapi ketika sungai surut, banyak sekali ikan yang terjebak di dalam lubang.
Masyarakat sekitar tinggal menangkap ikan yang terjebak di dalam lubang itu.
Objek wisata ini mungkin bisa dijadikan alternatif, terutama bagi yang hobi
berpetualang di alam yang masih asri dan perawan.

3.2.5. Keterlibatan Stakeholder dalam Pengelolaan Kawasan Daerah Tujuan
Wisata Khusus Kabupaten Musi Rawas
Kelurahan Muara Kulam adalah yang dahulu termasuk wilayah/desa
terpencil di kabupaten musi rawas dan termasuk kedalam wilayah kecamatan
rawas ulu, namun pada tahun 2002 kecamatan ulu rawas mengalami pemekaran
23

sehingga tinggal kecamatan baru yaitu kecamatan Ulu Rawas, Muara Kulam
Penduduknya terbanyak dari desa-desa lainnya sehingga Muara Kulam ditunjuk
sebagai Ibukota Kecamatan Ulu Rawa, mulai sejak itu Muara Kulam yang
awalnya sebuah Desa menjadi Kelurahan Muara Kulam Ibukota Kecamatan Ulu
Rawas, semenjak Muara Kulam menjadi Keluarahan terlihat banyak sekali
perubahan/kemajuan

yang

dibangun

pemerintah

serta

fasilitas-fasilitas

Kecamatan, mulai dari Kantor Camat, KUA, SATPOL dan Kantor dinas lainnya.
Kantor Eks Desa dulu, direhab dengan bagus sehingga menjadi kantor Kelurahan
yang menjadi pusat administrasi Lurah.
Masyarakat Ulu Rawas sendiri yang menjadi tradisi yang setiap hari-hari
besar mengunjungi/memenuhi wisata kebangga masyarakat kecamatan Ulu
Rawas. namun semenjak terbuka lebarnya infrastruktur jalan ke Kecamatan Ulu
Rawas kembali di kunjungi oleh wisatan lokal baik dari daerah Ulu Rawas bakan
dari luar daerah. pada kunjungan Gubernur Alex Nurdin, yang memberikan janji
untuk membangun kembali Wisata Goa Napallicin. bahkan beliau meyakinkan
bahwa wisata Goa Napalicin mampu membawa dampak yang lebih baik untuk
Sumatera Selatan, beliau berjanji untuk membangun fasilitas di kecamatan Ulu
Rawas dan Wisata Goa Napallicin dalam waktu dekat ini. dan juga Bupati Musi
Rawas meluncurkan program baru untuk membangun Anggropolitan Distrik Di
Kelurahan Muara Kulam Kecamatan Ulu Rawas.

3.2.6. Strategi Pengelolaan KDTWK Di Kabupaten Musi Rawas
Selanjutnya diuraikan setiap strategi yang akan digunakan dalam
pengelolaan Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus (KDTWK).
1. Strategi SO (Strength Oppurtunity) merumuskan strategi menggunakan
kekuatan

yang

dimiliki

untuk

memanfaatkan

peluang

yang

ada,

menghasilkan: merumuskan daya tarik wisata yang ada di Kabupaten Musi
Rawas, kemudian membuka infrastruktur yang akan membawa penghidupan
bagi masyarakat Ulu Rawas meskipun belum di aspal, namun telah
24

memudahkan Masyarakat berkomusikasi keluar daerah, jalan, tower sebagai
teknologi canggih yang sangat bermanfaat bagi masyarakat Ulu Rawas.
2. Strategi WO (Weaknesess Oppurtunity) merumuskan strategi dengan cara
mengatasi segala kelemahan dalam rangka menggunakan peluang yang ada,
menghasilkan:

merencanakan

pengelolaan

kawasan

wisata

dengan

meluncurkan program baru, dan membangun fasilitas pariwisata.
3. Strategi ST (Strength Threats) merumuskan strategi dalam rangka
memanfaatkan segala kekuatan untuk menghadapi ancaman, menghasilkan:
memaksimalkan pengelolaan kawasan dengan menonjolkan kekuatan yang
ada serta mengelola segala fasilitas kepariwisataan, penentuan kebijakan yang
jelas terkait dengan pengelolaan pariwisata dengan segala komponennya,
mengajak seluruh komponen masyarakat untuk bersama-sama menciptakan
situasi yang aman dan kondusif demi berlangsungnya kegiatan pariwisata.
4. Strategi WT (Weaknesses Threats), merumuskan strategi dalam rangka
mengatasi

kelemahan

untuk

mengantisipasi

ancaman,

menghasilkan:

mengoptimalkan daya tarik yang ada dan segala fasilitas pariwisata yang
tersedia untuk dapat menarik para wisatawaan, memudahkan aksesibilitas,
memaksimalkan keterlibatan pihak terkait dalam penyelenggaraan pariwisata,
memberikan pengertian terhadap masyarakat mengenai pentingnya kegiatan
pariwisata tersebut untuk kesejahteraan mereka sendiri.

25

BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Kawasan wisata di Propinsi Bali dan juga Kabupaten Musi Rawas
memiliki berbagai potensi alam yang sangat bagus yang menjadikan kawasan
tersebut memang cocok menjadi Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus
(KDTWK). Potensi-potensi yang dimiliki seperti hutanya yang sangat luas
dengan berbagai ragam tanaman di dalamnya, danaunya yang sangat indah,
keadaan alam yang masih alami serta suasana pedesaan yang masih sangat kental
terasa, menjadikan kawasan ini memiliki daya tarik tersendiri. Terlebih lagi
kegiatan sosial budaya masyarakat setempat yang masih sarat akan budaya
menjadikan kawasan ini lebih menarik lagi untuk dikunjungi. Berbagai aktivitas
aktivitas wisata pun dapat dilakukan di kawasan ini. Terutama kegiatan wisata
yang terkait dengan alam. Seperti sesuai dengan konsep pengelolan KDTWK.
Keterlibatan stakeholder dalam hal ini pemerintah, pihak swasta dan
masyarakat terkait dengan penyelenggaraan pariwisata di kawasan ini masih ada
kekurangan-kekurangan yang perlu ditutupi demi terselenggaranya kegiatan
pariwisata ini dengan baik. Pemerintah, pihak swasta dan masyarakat selaku
stakeholder harus saling berkoordinasi dan bekerja sama sesuai dengan perannya
masing-masing untuk menentukan kebijakan-kebijakan pariwisata. Kerja sama
serta koordinasi yang baik antara para stakeholder ini juga dibutuhkan untuk
menghindari terjadinya konfilk dalam penyelenggaraan kegiatan pariwisata.

4.2. Saran
1. Perlu ditingkatkannya upaya perbaikan infrastruktur pendukung dan
peningkatan intensitas promosi guna menarik minat wisatawan nusantara
maupun wisatawan mancanegara.
2. Hasil-hasil kegiatan kepariwisataan yang telah diraih hendaknya dapat
dijadikan contoh dan terus dikembangkan sesuai dengan kemampuan daerah
untuk mengelolanya.
26