Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dalam Pencapaian Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD Dabin II Penawangan Semester II Tahun Pelajaran 2014/ 2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Mata Pelajaran IPS

  Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/ MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Di masa yang akan datang siswa akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis (Permendiknas No.22 Tahun 2006).

  Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan siswa akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan (Permendiknas No.22 Tahun 2006).

  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran IPS adalah disiplin ilmu sosial ataupun integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial seperti : sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, dan antropologi yang mempelajari masalah- masalah sosial yang nantinya dapat digunakan untuk menuju kedewasaan dan keberhasialan dalam hidup bermasyarakat.

  Mata pelajaran IPS dalam Permendiknas No.22 Tahun 2006 bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

  1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

  2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

  3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

  4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

  Dalam permendiknas No.22 Tahun 2006 juga disebutkan ruang lingkup mata pelajaran IPS, yangmeliputi aspek-aspek sebagai berikut:

  1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan

  2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan

  3. Sistem Sosial dan Budaya 4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.

  Kualifikasi kemampuan minimal siswa pada pembelajaran IPS dapat kita lihat pada Standar Kompetensi (SK) yang kemudian dijabarkan ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar merupakan sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dan sebagai rujukan penyusunan indikator dalam proses belajar mengajar. SK dan KD untuk mata pelajaran IPS SD kelas IV dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Pemetaan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  sumber

2. Mengenal

  2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan daya alam, kegiatan dengan sumber daya alam dan potensi lain di ekonomi, dan daerahnya. kemajuan teknologi di

  2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam lingkungan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. kabupaten/ kota dan

  2.3 Mengenal perkembangan teknologi produksi, provinsi. komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya.

  2.4 Mengenal permasalahan sosial di daerahnya. Dari pernyataan diatas tujuan dari mata pelajaran IPS adalah: siswa mampu mengenal konsep kehidupan masyarakat dan lingkungannya, mampu berfikir logis, kritis, mampu mempunyai keterampilan untuk mencari dan mengolah informasi, serta dapat berperan aktif dalam masyarakat. Ruang lingkup

  IPS adalah manusia, lingkungan, waktu, sosial dan kebudayaan serta ekonomi.

2.1.2 Model Pembelajaran Koopratif

  Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka berdiskusi dengan temannya (Trianto, 2007: 41). Siswa bekerja dalam kelompok untuk saling berdiskusi dengan temannya. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.

  Menurut Miftahul Huda (2011: 29) pembelajaran kooperatif merupakan aktifitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh suatu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

  Menurut Rusman (2011: 202) Model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Pembelajaran kooperatif menjadikan siswa belajar secara bersama dengan teman-temannya yang memiliki kemampuan dan latar belakang yang berbeda-beda. Tugas yang harus diselesaikan secara berkelompok menjadikan siswa untuk saling membantu menyelesaikan tugas dengan persamaan konsep pada materi yang hendak dimiliki siswa. Adanya persamaan tujuan merangsang siswa menemukan jalan tengah terbaik yang menguntungkan kelompok ditengah perbedaan pandangan. Jalan tengah inilah yang dituntutkan kelompok untuk dapat dikuasai oleh masing-masing anggotanya. Pembelajaran semacam ini secara nyata membantu siswa untuk saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Pencarian solusi dari tugas yang disajikan diharapkan menjadikan pembelajaran menantang dan menyenangkan. Akan timbul rasa kompetisi antar kelompok, yang memicu siswa untuk menemukan solusi terbaik bagi kelompok dan anggotanya.

  Berdasarkan penjelasan para ahli, pembelajaran kooperatif merupakan aktif dan bernuansa diskusi serta kerja sama. Untuk mewujudkannya dalam pembelajaran kooperatif, siswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang. Guru bertugas menyajikan permasalahan dan membimbing siswa untuk berdiskusi dalam kelompok mencari penyelesaian atau solusi permasalahan. Proses pencarian penyelesaian ini akan memberi berbagai peluang pada siswa untuk berinteraksi dengan teman dan belajar dari berbagai sumber. Kegiatan diskusi menjadikan siswa belajar mendengarkan dan mengungkapan ide dengan arah mencapai tujuan yang sama. Salah satunya adalah model pembelajaran tipe

  Mike A Match.

2.1.2.1 Model Pembelajaran tipe Make A Match

  Make A Match atau yang lebih dikenal dengan mencari pasangan

  dikembangkan oleh Lorna Curran. Menurut Miftahul Huda (2011:135) Dalam pengaplikasian Make A Match siswa mencari pasangan sambil mempelajari suatu konsep atau topik tertentu dalam suasana yang menyenangkan. Model ini dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Model ini dapat membangkitkan semangat siswa dengan mengikutsertakan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.

  Model pembelajaran tipe Make A Match juga memiliki beberapa keunggulan seperti siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan kepadanya melalui kartu, dan meningkatkan kreativitas belajar siswa menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Selain memiliki keunggulan, model pembelajaran tipe Make A Match memiliki kelemahan atau kekurangan seperti sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan bagus sesuai dengan materi palajaran, sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran, siswa kurang menyerapi makna pembelajaran yang ingin disampaikan karena siswa hanya merasa sekedar bermain saja, dan sulit untuk membuat siswa berkonsentrasi.

2.1.2.2 Langkah- langkah model pembelajran tipe Make A-Match

  Langkah-langkah penerapan model pembelajaran Make A-Match menurut Miftahul Huda (2011: 135) adalah sebagai berikut:

  1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa topik yang akan mungkin cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes atau ujian).

  2. Setiap siswa mendapatkan satu buah kartu.

  3. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.

  4. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang berhubungan. Langkah-langkah penerapan model pembelajaran tipe Make A Match menurut Rusman (2011: 223):

  1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/ topik yang cocok untuk sesi review (kartu jawaban dan kartu soal).

  2. Setiap siswa mendapatkan satu kartu.

  3. Siswa mencari pasangan sesuai kartu yang mereka pegang.

  4. Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

  5. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.

  6. Kesimpulan. Sedangkan langkah- langkah model pembelajaran tipe Make A Match menurut Suprijono (2011: 94):

  1. Guru membagi kelas menjadi tiga kelompok. Kelmpok pertanyaan, jawaban dan penilai.

  2. Atur posisi kelompok tersebut berbentuk huruf U.

  3. Guru memberikan tanda agar mereka mencari pasangan kartu yang cocok. yang sudah terbentuk wajib

  4. Pasangan-pasangan menunjukkan pertanyaan dan jawaban kepada kelompok penilai agar mendapatkan poin.

  5. Pelaksanaan Make A Match dapat diulangi hingga semua anak mengalami menjadi ketiga kelompok di atas. Penerapan langkah-langkah model pembelajaran tipe Make A Match di atas terdapat sedikit perbedaan, yaitu pada pembentukan kelompok ada yang membagi dalam dua kelompok dan ada yang tiga kelompok. Pembagian dua kelompok hanya terwujud dalam kelompok soal dan kelompok pertanyaan. yaitu kelompok penilai. Tugas kelompok penilai di sini adalah memberikan poin bila pasangan soal da jawaban itu benar sebelum waktu yang ditentukan berakhir. Guru dalam pembelajaran model pembelajaran Make A Match ini hanya memantau, mengarahkan dan membimbing saat proses belajar mengajar berlangsung.

  Dari paparan para ahli di atas maka model pembelajaran tipe Make A

  

Match adalah dimana siswa sangat berperan aktif dalam proses pembelajaran

  yaitu dengan cara mereka mencari pasangan sambil mempelajari konsep- konsep atau topik tertentu dalam mata pelajaran dengan suasana yang menyenangkan. Sedangkan langkah- langkah penerapan model pembelajaran tipe Make A Match adalah sebagai berikut:

  1. Guru menyiapkan dua kotak kartu yang berisi soal dan jawaban.

  2. Siswa dibagi dalam tiga kelompok, yaitu kelompok soal, jawaban, dan penilai.

  3. Setiap siswa dalam kelompok soal dan kelompok jawaban masing- masing mendapat satu buah kartu.

  4. Kelompok soal memikirkan kemungkinan jawaban dari kartu soal yang mereka pegang, dan kelompok jawaban memikirkan kemungkinan soal dari jawaban yang mereka pegang.

  5. Kelompok soal dan kelompok jawaban mulai mencari pasangan dari soal atau jawaban yang mereka pegang setelah terdengar bunyi peluit.

  6. Kartu yang telah dipasangkan diberikan kepada kelompok penilai untuk dikoreksi.

  7. Kelompok penilai memberikan poin jika kelompok tersebut benar dalam memasangkan kartu sebelum waktu yang telah ditentukan.

  8. Setelah batas waktu habis, maka dilakukan pergantian peran. Kelompok soal jadi kelompok penilai, kelompok jawaban menjadi kelompok soal, dan kelompok penilai sebagai kelompok jawaban.

  9. Selanjutnya melakukan langkah seperti yang tertulis pada nomor 5.

  10. Pertukaran peran dilakukan sampai semua kelompok merasakan

11. Siswa bersama guru menyimpulkan dan menutup pelajaran.

2.1.2.3 Sintak Model Pembelajaran Tipe Make A Match

  Menurut miftahul Huda (2014: 252) sintak model pembelajaran tipe Make

  

A match pada pelajaran IPS materi teknologi produksi, komunikasi dan

  transportasi, adalah sebagai berikut:

  1. Guru membagi siswa ke dalam 2 kelompok, kelompok pertanyaan dan jawaban.

  2. Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari/ mencocockkan kartu yang dipegang.

  3. Guru harus memeberi tahu jika waktu sudah habis, siswa yang belum menemukan pasangannya diminta untuk berkumpul sendiri.

  4. Guru memanggil satu pasanagan untuk persentasi

  5. Terakhir guru memeberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan dari pasangan yang memeberikan persentasi. Sintak model pembelajaran tipe Make A Match yang paparkan ahli di atas ada beberapa tahap, yaitu: guru menyampaikan materi atau siswa mempelajarinya di rumah, guru membagi siswa ke dalam 2 kelompok A dan B, guru menyampaikan peraturan pembelajaran yang dilakukan, guru memberi tahu kalau waktu habis saat siswa mencari pasangan dari kartu jawaban atau pertanyaan mereka, guru mencatat siswa yang sudah menemukan pasangan sebelum waktu habis dan siswa yang belum menemukan pasanagan diminta untuk berkumpul sendiri, siwa yang sudah menemukan pasangannya diminta untuk persentasi dan yang lain memperhatikan dan memberikan tanggapan, dan yang terakhir guru memberikan konfirmasi kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan jawaban pasangan yang persentasi.

  

2.1.2.4 Penerapan Model Pembelajaran tipe Make A Match Berdasarkan

Standar Proses

  Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses menyatakan bahwa Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

  (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ) secara lengkap dan sistematis. Yang di dalamnya memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.

  Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.

  1. Kegiatan Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran (Permendiknas No. 41 Tahun 2007).

  2. Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi (Permendiknas No. 41 Tahun 2007).

  3. Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut (Permendiknas No. 41 Tahun 2007).

  Berdasarkan uraian diatas pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Yang di dalamnya terdpat kegiatan pendahuluan, inti dan penutup. Pada kegiatan pendahuluan proses pembelajaran. Kegiatan inti dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan agar peseta didik berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, dilakukan secara sistematis melalui ekplorasi, elaborasi, dan konfirmasi untuk mencapai KD yang diajarkan. Kegiatan penutup merupakam kegiatan untuk mengakiri pembelajaran dapat di lakukan dengan membuat rangkuman, kesimpulan, umpak balik, tindak lanjut maupun evaluasi.

  Dalam melaksanakan model pembelajaran tipe Make A Match perlu menyusun sebuah RPP. Langkah-langkah dalam melaksanakan model pembelajaran tipe Make A Match adalah sebagai berikut:

  Pelaksanaan implementasi RPP, meliputi:

A) Kegiatan Awal 1. Membuka pelajaran dengan salam.

  2. Apersepsi dan motivasi.

  3. Menyampaikan tujuan pembelajaran

B) Kegiatan Inti

1. Eksplorasi

  a. Guru bertanya pada siswa, kalian berangkat ke sekolah naik apa? b. Guru menunjukkan gambar, misalnya tentang perkembangan teknologi dibidang transportasi.

  c. Guru meberikan informasi tentang perkembangan teknologi.

  d. Membetuk tiga kelompok (kelompok soal, kelompok jawaban, dan kelompok penilai).

  e. Menjelaskan peran masing-masing kelompok (kelompok soal, kelompok jawaban, dan kelompok penilai).

  f. Menjelaskan kartu-kartu yang akan dipakai dalam pembelajaran.

  g. Guru menyampaikan peraturan pembelajaran yang dilakukan.

2. Elaborasi

a. Siswa mencari pasangan dari kartu jawaban atau pertanyaan

  b. Memberi kesempatan pada kelompok penilai untuk melaksanakan peran dan menyampaikan hasil penilaiannya.

  c. Guru meminta satu pasangan untuk presentasi.

3. Konfirmasi

  a. Guru meberikan penguatan bagi pasangan yang benar dan membenarkan bagi pasangan yang kurang tepat.

  b. Guru memberi reward kepada siswa yang mendapatkan pasangan kartu tercepat.

  c. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan materi yang dipelajari hari ini.

C) Kegiatan Akhir 1. Siswa mengerjakan soal postest.

  2. Melakukan refleksi dengan bertanya, bagaimana anak-anak pembelajaran hari ini?

3. Mengakhiri pembelajaran dngan mengucapkan salam.

2.1.3 Hasil Belajar

  Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 58, Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

  Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2005: 22). Horwart Kingsley (Sudjana, 2005: 22) membagi tiga macam hasil belajar mengajar: (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita.

  Menurut Ahmad Sutanto (2013: 5) hasil belajar yaitu perubahan- perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai hasil kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu

  Hasil belajar yang menjadi objek penilaian berupa kemampuan- kemampuan baru yang diperoleh murid sesudah mereka mengikuti proses belajar mengajar tentang pelajaran tertentu. Pemerolehan baru tersebut akan terwujud dalam perubahan tingkah laku tertentu, seperti dari tidak tahu menjadi tahu tentang seluk-beluk gejala tertentu, serta dari tidak bisa menjadi cakap melakukan ketrampilan tertentu seperti membaca, membuat peta, mendayung, mengukir dan sebagainya (A. Supratiknya, 2012: 5 ).

  Menurut Gagne dalam (Purwanto, 2013: 2) hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di lingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan didalam dan diantara kategori-kategori.

  Dari pendapat para ahli yang telah dipaparkan, hasil belajar terdapat perbedaan diantaranya kemampuan baru yang dimiliki siswa dan perubahan tingkah laku siswa, yang sama- sama diperoleh dari pengalaman atau proses belajar mengajar tentang sesuatu. Perubahan itu pada aspek kognitif, psikomotorik, maupun afektif. Perolehan kemampuan baru ini terwujud dalam perilaku seperti dari tidak tahu menjadi tahu tentang seluk-beluk gejala tertentu, serta dari tidak bisa menjadi cakap melakukan ketrampilan tertentu seperti membaca, membuat peta, mendayung, mengukir dan sebagainya. Perubahan ini relatif menetap.

  Dari beberapa pendapat para ahli di atas maka hasil belajar merupakan hasil dari sebuah pengalaman yang berupa kemampuan-kemampuan dalam hal pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa dan terbentuknya konsep baru setelah siswa menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dengan pengalaman belajarnya siswa dapat mengkonstruksikan pengetahuan yang diperoleh untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari .

  Hasil belajar dapat kita ketahui melalui tes yang dilaksanakan diakhir pembelajaran atau setelah pembelajaran berlangsung. Penilaian pembelajaran IPS di SD dapat dilakukan melalui tes dan non-tes. Menurut Nana Sudjana (2011: 35) tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada bentuk tulisan (tes tertulis), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Jawaban yang diberikan siswa dianggap sebagai informasi yang mencerminkan sejauh mana pengetahuan siswa. Sedangkan bukan tes (nontes) sebagai alat penilai yang mencakup observasi, kuesioner, wawancara, skala, sosiometri, studi kasus, dll.

  Tes hasil belajar ada yang sudah dibakukan (standardized test), ada pula yang dibuat guru, yakni tes tidak baku. Pada umumnya penilaian hasil belajar di sekolah menggunakan tes buatan guru. Tes baku meski lebih baik dari tes buatan guru masih sangat langka karena dalam membuat tes baku memerlukan beberapa kali percobaan dan analisis dari segi reabilitas dan validitasnya. Dalam pembuatan alat ukur, hendaknya kita juga membuat kisi-kisi yang berupa matriks pemetaan soal yang menggambarkan berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar (KD), indikator, dan jenjang kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini bertujuan untuk mempermudah penilaian karena kisi-kisi dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Kisi-kisi yang di dalamnya terdapat:

  Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) 1. Indikator yang ingin dicapai 2. Tujuan pembelajaran 3. Bentuk instrumen soal 4. Nomer soal 5.

  

2.1.4 Hubungan Model Pembelajaran Koopratif tipe Make A Match dengan

Hasil Belajar IPS

  Model pembelajaran koopratif tipe Make A Match merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa saat proses pembelajaran. Dalam model pembelajaran koopratif tipe Make A Match siswa diberi kesempatan untuk belajar memahami suatu konsep atau materi secara mandiri. Kemudian mereka menginformasikan konsep atau materi yang telah ditemukan di depan kelas. Sehingga model pembelajaran koopratif tipe Make A Match membantu siswa dalam memahami materi dan dapat mendukung hasil belajar.

  Make A Match digunakan guru untuk memaksimalkan kerelibatan siswa pembelajaran. Model pembelajaran koopratif tipe Make A Match juga mampu menarik amtusias siswa saat mengikuti pembelajaran. Dengan adanya model pembelajaran koopratif tipe Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2.2 Kajian yang Relevan

  Berdasarkan hasil dari kajian pustaka yang dilakukan penulis, penulis menemukan beberapa hasil penelitian yang menggunakan Make A Match sebagai variabel tindakannya. Berikut ini adalah contoh penelitian dengan model kooperatif tipe Make A Match yang telah memberi bukti bahwa Make A Match berpengaruh pada hasil belajar siswa.

  Heni Kusumawati (2012) yang berjudul “Efektifitas Penggunaan Benda Kongkret pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match terhadap Hasil Belajar IPS Kelas IV SD Gugus Perkutut Tuntang Semarang semester II Tahun Ajaran 2011/2012”, menunjukkan bahwa penggunaan benda kongkret pada pembelajaran make a match terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD Gugus Perkutut Tuntang Semarang semester II Tahun Ajaran 2011/2012 mempunyai efektifitas yang besar. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikan equal variances

  

assumed dari hasil belajar mata pelajaran IPS kurang dari 0,05 yaitu 0,000. Hasil

  belajar siswa kelas IV SD Gugus Perkutut Tuntang Semarang semester II Tahun Ajaran 2011/2012 lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata tes pada kelompok eksperimen sebesar 90,69 sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh hasil rata-rata sebesar 72. Kelebihan dari model pembelajaran Maka A

  

Match ini adalah penggunaan benda kongkret yang membuat siswa semakin aktif

dan antusias dalam mencari pasangan dari kartu soal dan jawaban mereka.

  Kekurangannya adalah membutuhkan kehati-hatian dalam memilih benda kongkret yang sesuai dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

  Meta Purwati (2012) dengan judul “Pengaruh Teknik Pembelajaran Make A

  

Match dengan Menggunakan Media Gambar Terhadap Hasil Belajar IPA siswa

  Kab.Semarang Tahun Ajaran 2011/201 2” menunjukkan bahwa rata-rata kelas eksperimen mengalami peningkatan sebesar 18,5 dan pada kelas kontrol hanya

  8,2. Rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Kelas eksperimen memiliki rata-rata 71,8 sedangkan kelas kontrol hanya 65,3. Selain itu dari hasil uji t dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata terhadap hasil belajar IPA antara teknik pembelajaran Make A Match dengan menggunakan media gambar dan pembelajaran konvensional. Kelebihan dari model pembelajaran Make A Match ini menggunakan gambar-gambar yang akan dipakai pada salah satu kartu, entah itu pada kartu soal atau kartu jawaban. Selain itu, pemikiran siswa menjadi terbuka ketika mendapat kartu yang berupa soal atau pertanyaan yang bergambar. Kekurangan dari penelitian ini adalah siswa yang mendapat soal atau jawaban membutuhkan waktu yang lama dalam mengira-ngira dan mencocokkan soal atau jawaban atas kartu yang mereka dapatkan.

  Milya Angreranti (2012) dengan judul “Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap Hasil Belajar IPA Berdasarkan Gender Siswa Kelas V SDN Jetis 01 Kecamatan Karang Rayung Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012” menunjukkan adanya peningkatan. Saat pretest rata-rata siswa hanya 66,00 dengan skor minimal 48,00 dan nilai tertingginya 88,00. Setelah penelitian dilakukan, nilai postest siswa mengalami peningkatan. Nilai rata-rata mereka 83,00 dengan nilai minimal 70,00 dan nilai maksimalnya 95,00. Penelitian ini sudah cukup bagus karena semua siswa mendapat nilai di atas rata-rata dengan persentase 100%. Kelebihan dari penelitian ini adalah dapat mengaktifkan siswa yang memiliki karakteristik pemalu, pendiam, tidak percaya diri, dan cenderung pasif. Kekurangan dari penelitian ini adalah masih membedakan gender dalam menilai hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA.

  Dari beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran tipe Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terliat dari peningkatan hasil belajar siswa saat dilakukan saat dilakukan tes. Rata- rata kelas juga meningkat dan semua siswa nilainya diatas KKM. Model pembelajaran. Siswa menjadi aktif saat karena saat pembelajaran mereka mencari pasangan dari kartu yang meraka peroleh. Selain itu, pemikiran siswa menjadi terbuka ketika mendapat kartu yang berupa soal atau pertanyaan. Model pembelajaran koopratif tipe Make A Match juga dapat mengaktifkan siswa yang memiliki karakteristik pemalu, pendiam, tidak percaya diri, dan cenderung pasif.

  Penelitian yang akan dilakukan hampir sama. Perbedaannya adalah pada mata pelajaran. Persamaannya dari penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran tipe Make A Match dalam proses pembelajaran untuk menarik antusias siswa saat pemebelajaran dan lebih memahami apa yang diajarkan oleh guru supaya hasil belajar siswa meningkat dan tuntas.

2.3 Kerangka Berfikir

  Penggunaan model pembelajaran tipe Make A Match diharapkan dapat membantu kesulitan siswa dalam menyerap materi pembelajaran karena pembelajaran ini didesain lebih menyenangkan dari pada pembelajaran konvensioanal pada umumnya. Dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tipe Make A Match, siswa lebih aktif karena mereka membangun pengalaman dengan mencari pasangan dari kartu yang mereka pegang yang berupa kartu soal atau kartu jawaban. Siswa dapat berinteraksi dengan teman satu kelasnya saat mencari pasangan dari kartu yang didapatkannya.

  Saat mencari pasangan dari kartu jawaban atau pertanyaan mereka diberi batasan waktu hal ini melatih mereka untuk disiplin dan menghargai waktu yang diberikan. Setelah mereka menemukan pasangan dari kartu yang mereka pegang kemudian mereka persentasi satu persatu untuk melatih keberanian mereka mengungkapkan ide atau gagasan tentang suatu konsep. Selain itu siswa yang tidak persentasi memperhatikan dan memberikan tanggapan atas kecocokan pasangan yang persentasi. Guru bertindak hanya sebagai fasilitator saat siswa persentasi untuk memberikan konfirmasi kebenaran atau kecocokan dari pasangan siswa yang persentasi.

2.4 Hipotesis

  Penelitian ekperimen ini berpedoman pada landasan teori dan kerangka berpikir penelitian. Berdasarkan landasan teori serta kerangka berpikir, dirumuskan suatu hipotesis penelitian sebagai berikut:

  1. Ada perbedaan hasil belajar IPS siswa kelas IV dengan menggunakan model pembelajaran tipe Make A Match.

  2. Hasil belajar kelas ekperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Pembelajaran Teams-Games-Tournament dengan Permainan Clash-of-Clans untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 5 SD Negeri Salatiga 12 Kotamadya Salatiga Semester I Tahun Pelaja

0 0 22

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Pembelajaran Teams-Games-Tournament dengan Permainan Clash-of-Clans untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 5 SD Negeri Salatiga 12 K

0 0 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Pembelajaran Teams-Games-Tournament dengan Permainan Clash-of-Clans untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 5 SD Negeri Salatiga 12 Kotamadya Salatiga Semester I Tahun Pelaja

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Materi Volume Bangun Ruang Kubus dan Balok bagi Siswa Kelas V SD Negeri 2 Mojoteng

0 0 6

2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Materi Volume Bangun Ruang Kubus dan Balok b

1 5 17

3.1 Jenis, Subyek, Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Materi Vol

0 0 15

4.1.1 Deskripsi Pra Siklus - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Materi Volume Bangun Ruang Kubus dan Balok bagi Siswa

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Materi Volume Bangun Ruang Kubus dan Balok bagi Siswa Kelas V SD Negeri 2 Mojoteng

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Materi Volume Bangun Ruang Kubus dan Balok bagi Siswa Kelas V SD Negeri 2 Mojoteng

0 35 59

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dalam Pencapaian Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD Dabin II Penawangan Semester

0 0 8