BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - Anteseden dan Konsekuens Kepemimpinan Transformasional (Studi Pada Karyawan PT Pos Indonesia di Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Perubahan lingkungan dan teknologi yang cepat meningkatkan kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh perusahaan. Hal ini memunculkan kebutuhan organisasi terhadap pemimpin yang dapat mengarahkan dan mengembangkan usaha – usaha bawahan dengan kekuasaan yang dimiliki untuk mewujudkan efektifitas organisasi dan mencapai tujuan organisasi dalam membangun organisasi menjadi high- performance organizational.

Dasar ataupun inti dari penelitian ini adalah tentang kepemimpinan transformasional sebagai pemediasi pada variabel anteseden (kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural, kepercayaan kepada rekan kerja) dan variabel outcomes (turnover intention, OCB conscientiousness dan komitmen organisasional). Kami ingin menganalisis dan uji dampak dari kepemimpinan transformasional bagi kedua variabel tersebut. Para peneliti telah mengkonseptualisasikan berbagai bentuk reaksi yang dirasakan individu- individu dalam organisasi, antara lain partisipasi, kepuasan, ketidakpuasan, penerimaan, kepercayaan kepada manajemen, kepercayaan pada rekan kerja, komitmen organisasional, kinerja, keadilan organisasional, ketidakadilan, dan turnover .

Perilaku kepemimpinan transformasional dan turnover intention merupakan permasalahan yang seringkali dihadapi oleh suatu organisasi.

Konsep kepemimpinan transformasional telah diuji sebagai divalidasi kepemimpinan yang paling membangun digunakan ilmiah hari ini (Parry dalam Travaglione dan Connell, 2000). Hasil penelitian scara konsisten menyoroti pengaruh positif dari transformasi kepemimpinan pada hasil organisasi. Sebagai contoh transformasi kepemimpinan ditemukan mengakibatkan menurunkan niat untuk meninggalkan organisasi, peningkatan perilaku organisasi warga dan mengakibatkan komitmen organisasi kuat (Podsakoff, et al. dalam Travaglione dan Connell, 2000). Pemimpin yang mampu mengubah nilai dasar, kepercayaan dan sikap dari bawahan akan dapat meningkatkan kinerja melebihi level minimum yang diinginkan organisasi (Podsakoff, et al., 1990). Teori kepemimpinan memaparkan beberapa gaya kepemimpinan, salah satu diantaranya adalah tipe pemimpin yang mempengaruhi pengikut-pengikutnya untuk mengatasi kepentingan diri mereka demi kebaikan organisasi dan mampu menimbulkan efek yang mendalam terhadap pengikut-pengikutnya. Demikian juga dengan turnover intention (keinginan untuk keluar), semua organisasi pasti mengalami keluar masuknya karyawan namun suatu tingkat keluar masuknya karyawan yang tinggi berarti tinggi pula biaya operasional untuk perekrutan, seleksi, dan pelatihan untuk mengembangkan pengetahuan serta ketrampilan karyawan (Robbins, 2003).

Dalam penelitian ini kami akan meneliti seberapa pengaruh kepemimpinan transformasional dalam menurunkan turnover intention dan bagaimana kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap komitmen organisasional dan OCB conscientiousness. Dalam hubungan pengaruh ini ada Dalam penelitian ini kami akan meneliti seberapa pengaruh kepemimpinan transformasional dalam menurunkan turnover intention dan bagaimana kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap komitmen organisasional dan OCB conscientiousness. Dalam hubungan pengaruh ini ada

Disini terdapat masalah yang timbul yaitu jika semakin rendah kepercayaan pada manajemen, keadilan prosedural dan kepercayaan pada rekan kerja, dapat mempengaruhi peningkatan turnover intention serta penurunan komitmen serta OCB conscientiousness pada karyawan terhadap organisasi. Seperti pendapat dari Cook & Wall (dalam Travaglione dan Connell, 2000) literature manajemen cenderung untuk menekenkan pentingnya karyawan mempercayai manajer mereka karena diyakini bahwa ini mempromosikan pengaruh dan produktivitas yang lebih besar. Namun telah mencatat bahwa kepercayaan dalam kelompok rekan di tempat kerja juga merupakan bahan yang sangat penting dalam organisasi yang solid dan efektivitas. Sebagai contoh Robinson (1996) memberikan bukti bahwa jika kepercayaan didirikan ditempat kerja dan dipelihara organisasi mungkin dalam beberapa cara menjadi kebal terhadap dampak negative pelanggaran kontrak psikologis (seperti kepuasan kerja yang rendah, kinerja yang buruk dan tingginya turnover). Secara khusus, dimana perusahan memperoleh kepercayaan dari karyawan, kontrak persepsi pelanggaran kurang mungkin terjadi.

Kepemimpinan transformasional dan variabel anteseden merupakan suatu elemen yang saling mempengaruhi. Kedua elemen tersebut juga mempengaruhi ketiga variabel outcome itu sendiri. Kepemimpinan transformasional sangat berpengaruh pada turnover, komitmen organisasi dan OCB. Meskipun kami tahu bahwa kepemimpinan transformasional dan variabel anteseden berpengaruh pada variabel outcome, akan tetapi penelitian- penelitian terdahulu lebih fokus pada pengaruh kepercayaan pada rekan kerja dan turnover karyawan. Maka dari itu akan kami kaji pengaruh yang ada antara variabel anteseden, kepemimpinan transformasional dan variabel outcome.

Penulis mengambil sampel yakni karyawan pada PT. Pos Indonesia sebagai perusahaaan publik, agar tetap exsis ditengah ketatnya persaingan, PT Pos Indonesia harus selalu memperhatikan elemen-elemen yang ada didalam organisasi, terutama sumber daya manusia. Penting sekali mengkaji berbagai perilaku karyawan, terutama perilaku yang menyangkut kepemimpinan transformasional. Menurunnya level komitmen organisasi, turnover intention sebagai reaksi dari ketidakadilan dalam organisasi akan berdampak pada menurunnya kinerja karyawan dan performa organisasi secara keseluruhan.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : ”Anteseden dan Konsekuensi kepemimpinan

Transformasional (Studi pada Karyawan PT. Pos Indonesia di Surakarta)”

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Apakah tingkat kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural, dan tingkat kepercayaan kepada rekan kerja berpengaruh signifikan pada perilaku kepemimpinan transformasional karyawan PT. Pos Indonesia?

2. Apakah perilaku kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan pada turnover intention, OCB conscientiousness dan komitmen organisasional karyawan PT. Pos Indonesia?

3. Apakah perilaku kepemimpinan transformasional memediasi pengaruh tingkat kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural dan tingkat kepercayaan kepada rekan kerja pada turnover intention, OCB conscientiousness dan komitmen organisasional karyawan PT. Pos Indonesia?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui tingkat kepercayaan kepada manajemen, tingkat kepercayaan kepada rekan kerja dan keadilan prosedural berpengaruh signifikan pada perilaku kepemimpinan transformasional pada karyawan PT. Pos Indonesia.

2. Untuk mengetahui perilaku kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan pada turnover intention, OCB conscientiousness dan komitmen organisasional karyawan PT. Pos Indonesia.

3. Untuk mengetahui perilaku kepemimpinan transformasional memediasi pengaruh tingkat kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural dan tingkat kepercayaan kepada rekan kerja terhadap turnover intention, OCB 3. Untuk mengetahui perilaku kepemimpinan transformasional memediasi pengaruh tingkat kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural dan tingkat kepercayaan kepada rekan kerja terhadap turnover intention, OCB

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Instansi Sebagai sumber masukan atau informasi tambahan bagi PT. Pos Indonesia dalam rangka mewujudkaan High Performance Organization melalui pengurangan turnover intention, OCB conscientiousness, komitmen organisasi yang dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan karyawan kepada manjemen, keadilan prosedural, dan rekan kerja serta perilaku kepemimpinan transformasional.

2. Bagi Lembaga Pendidikan Sebagai salah satu sumber informasi untuk pengembangan penelitian- penelitian berikutnya yang berkaitan dengan pengaruh tingkat kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural, kepercayaan kepada rekan kerja dan perilaku kepemimpinan trasformasional terhadap turnover intention, OCB conscientiousness dan komitmen organisasional.

3. Bagi Penulis Sebagai sarana untuk melatih kemampuan analitis penulis melalui penerapan teori yang telah diperoleh selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi, terutama dalam bidang Manajemen Sumber Daya Manusia mengenai pengaruh tingkat kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural dan tingkat kepercayaan kepada rekan kerja terhadap turnover intention, OCB conscientiousness dan komitmen organisasional dengan perilaku kepemimpinan transformasional sebagai faktor pemediasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda pada orang-orang yang berbeda. Kepemimpinan didefinisikan dalam kaitannya dengan ciri- ciri individual, perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan peran, tempatnya pada suatu posisi administratif, serta persepsi oleh orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh. Beberapa definisi kepemimpinan yang dianggap cukup mewakili adalah:

1. Menurut Hemphil & Coons, kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared goal).

2. Menurut Katz & Kahn, kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasai.

3. Menurut Rauch & Behling, kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.

4. Menurut Hosking, para pemimpin adalah mereka yang secara konsisten memberikan kontribusi yang efektif terhadap orde sosial dan yang diharapkan dan dipersepsikan melakukannya.

5. Menurut Jacobs & Jacques, kepemimpinan adalah sebuh proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif dan 5. Menurut Jacobs & Jacques, kepemimpinan adalah sebuh proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif dan

6. Menurut Schein, kepemimpinan adalah kemampuan mengenal budaya luar untuk memulai pengembangan perubahan proses dari berbagai bentuk adaptasi.

7. Menurut Drath & Palus, kepemimpinan adalah proses memecahkan masalah secara bersama sehingga seseorang akan mengerti dan memberikan komitmen.

8. Menurut Richards & Engle, kepemimpinan adalah tentang artikulasi visi, pemberian nilai dan menciptakan suatu lingkungan dengan sesuatu yang dapat dikerjakan.(Yukl, 1994)

Kepemimpinan adalah sebuah arus antar hubungan yang berkembang yang padanya para pemimpin secara terus menerus membangkitkan tanggapan-tanggapan motivasional dari para pengikut dan memodifikasi perilaku mereka pada saat mereka menghadapi tanggapan atau perlawanan dalam sebuah proses arus dan arus balik yang tidak pernah berhenti (Burns dalam Yukl, 1994). Kepemimpinan transformasional dibangun di atas puncak kepemimpinan transaksional, yaitu pemimpin yang memotivasi pengikut mereka dalam arah tujuan yang ditegakkan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas.

Konsep kepemimpinan transformasional menurut Yukl (1994) didefinisikan sebagai pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan dan yang memiliki karisma. Kepemimpinan yang mentransformasi dapat dipandang baik sebagai Konsep kepemimpinan transformasional menurut Yukl (1994) didefinisikan sebagai pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan dan yang memiliki karisma. Kepemimpinan yang mentransformasi dapat dipandang baik sebagai

Arti seorang pemimpin yang mempunyai perilaku kepemimpinan transformasional adalah seorang pemimpin yang mempunyai kemampuan untuk mentrasformasikan organisasinya melalui keberhasilan dalam mentransformasikan karyawan untuk menjadi seorang individu yang baik, menjadi kelompok atau sebuah tim yang kompak dalam ruang lingkup organisasi dan kehidupan sosial yang saling menghargai, termasuk menghargai kemampuan dan ketrampilan karyawan serta mendukung mereka untuk selalu berinovasi dan berpikir kreatif (Maxon, 2005)

Keberadaan seorang pemimpin transformasional mempunyai arti yang sangat penting dalam suatu organisasi. Eksistensi dari pemimpin tersebut juga berperan sebagai seorang yang membangun sebuah kepercayaan dari karyawan kepada manajemen. Bass (dalam Yukl, 1994) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional tidak hanya merupakan pertukaran imbalan-imbalan untuk mendapatkan kepatuhan (contingent reward, active management by exception, passive management by exception ) tetapi lebih kepada ikatan emosi antara pemimpin dan pengikut, para pemimpin transformasional dapat mentrasformasi pengikut dengan bertindak sebagai seorang guru atau mentor

Prinsip-prinsip dasar dalam kepemimpinan transformasional yang akan menciptakan sebuah ikatan emosional dari pemimpin dan pengikut Prinsip-prinsip dasar dalam kepemimpinan transformasional yang akan menciptakan sebuah ikatan emosional dari pemimpin dan pengikut

1. Karisma (Idealized Influence) Seorang pemimpin transformasional mendapatkan karisma dari penilaian pengikut, pemimpin yang berkarisma akan mempunyai banyak pengaruh dan dapat menggerakkan bawahannya. Seorang pemimpin yang dipandang memiliki karisma oleh pengikutnya adalah pemimpin yang mampu mengambil keputusan yang tepat dalam kondisi yang sulit serta mampu mempertanggungjawabkan segala akibat yang mungkin akan terjadi, mampu menjaga kepercayaan yang diberikan oleh pengikutnya untuk tidak disalah-gunakan sehingga tercipta loyalitas kepada pemimpin untuk kemudian bersama-sama meraih tujuan organisasi.

2. Menginspirasikan motivasi (Inspirational motivation) Pemimpin yang inspirasional dapat mendeskripsikan tujuan bersama dan mampu menentukan mengenai apa yang dirasa penting serta apa yang dirasa benar tanpa menghalalkan segala cara, tetap berjalan di koridor yang beretika dan dalam pencapaian tujuan bersama, pemimpin menggunakan strategi yang dapat dibenarkan secara moral. Contoh tindakan pemimpin yang menginspirasikan motivasi diantaranya adalah selalu berkata optimis dalam menghadapi masalah, memberikan tantangan kepada pengikut dengan menerapkan standar yang tinggi.

3. Menstimulasi Pengetahuan (Intellectual stimulation) Pemimpin trasformasional dituntut untuk membuat pengikutnya memandang dan menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi dengan perspektif dan metode-metode baru. Pemimpin berusaha untuk mendayagunakan seluruh sumber daya yang ada untuk menciptakan suatu kondisi yang kondusif serta proposional agar pengikutnya mampu mengembangkan daya kreatifitas serta mampu melakukan inovasi dalam setiap penyelesaian masalah yang ada sehingga pemimpin dituntut untuk berbagi wewenang agar tercipta situasi yang diinginkan bagi tercapainya tujuan bersama.

4. Mempertimbangkan individu (Iindividu consideration) Seorang pemimpin harus mampu memperlakukan karyawannya secara spesifik (individu yang satu berbeda dengan yang lain) tetapi adil dalam memfasilitasi mereka untuk mencapai tujuan bersama. Pada dasarnya pemimpin harus melakukan pendekatan dan jaringan komunikasi interpersonal dengan bawahannya untuk dapat mengerti apa keinginan ataupun masalah yang dihadapi oleh masing-masing bawahan sehingga pemimpin tersebut mampu mengaplikasikan solusi yang berbeda bagi tiap bawahannya dengan menggunakan fasilitas yang sesuai dengan ide ataupun masalah dari bawahannya tersebut.

Perilaku kepemimpinan transformasional memungkinkan bagi seorang pemimpin untuk menciptakan visi dan lingkungan yang dapat memotivasi bawahannya agar mampu berprestasi di atas standar minimum Perilaku kepemimpinan transformasional memungkinkan bagi seorang pemimpin untuk menciptakan visi dan lingkungan yang dapat memotivasi bawahannya agar mampu berprestasi di atas standar minimum

1. Mengidentifikasi dan mengartikulasikan visi Perilaku atau tindakan yang menjadi bagian dari seorang pemimpin yang bertujuan untuk melakukan identifikasi peluang-peluang baru bagi divisi suatu organisasi atau organisasi itu sendiri yang bertujuan untuk mengembangkan, menyampaikan dan menginspirasi visi tentang masa depannya kepada orang lain.

2. Memberikan sebuah model yang tepat Perilaku yang menjadi bagian dari pemimpin di dalam memberikan sebuah contoh kepada bawahannya untuk bisa bekerja secara konsisten sesuai dengan nilai-nilai yang diberikan oleh pemimpin tersebut.

3. Mendukung tujuan-tujuan kelompok Perilaku yang menjadi bagian dari pemimpin yang mendorong kerjasama di antara bawahannya dan membuat mereka bekerja sama secara kelompok untuk meraih sebuah tujuan.

4. Harapan terhadap tingkat kinerja yang tinggi Perilaku yang menunjukkan harapan pemimpin terhadap kinerja bawahannya yang unggul, berkualitas, dan atau mempunyai tingkat kinerja yang tinggi.

5. Memberikan dukungan pribadi Perilaku atau tindakan yang menjadi bagian dari pemimpin yang mengindikasikan bahwa dia menghormati para bawahannya, dan hal ini berkaitan dengan perasaan dan kebutuhan pribadi mereka.

6. Dorongan intelektual Perilaku yang menjadi bagian dari pemimpin dengan memberikan tantangan bagi bawahannya untuk bisa mengkaji ulang beberapa asumsi mereka tentang pekerjaan mereka, dan berpikir kembali bagaimana hal tersebut bisa dikerjakan kembali dengan lebih baik.

Seorang pemimpin yang berperilaku transformasional memiliki beberapa kompentensi utama yang membedakan peran mereka dengan pemimpin yang lain. Kompentensi yang dimiliki ini dapat berfungsi sebagai tolok ukur kemampuan seorang pemimpin dalam organisasi untuk mengubah setiap komponen dalam organisasi tersebut agar berperan sesuai dengan kapasitas masing-masing untuk mendukung eksistensi organisasi serta mampu mengubah setiap individu untuk mempunyai kehidupan sosial yang lebih baik terhadap lingkungan internal organisasi.

B. Kepercayaan Pada Manajemen dan Rekan Kerja

Kepercayaan adalah pengharapan positif bahwa orang lain tidak akan bertindak secara oportunistik (baik melalui kata-kata, tindakan, atau keputusan) (Robbins, 2006). Kepercayaan dapat diartikan juga sebagai suatu sikap yang melibatkan bentuk harapan seseorang mengenai orang lain, misalnya tindakan, dimana kemudian hal itu mempengaruhi pilihan maupun sikap individu tersebut (Podsakoff, Mackenzie dan Bommer, 1990).

Kepercayaan adalah keinginan untuk mengandalkan pada sesuatu terhadap resiko. Keinginan ini berakar dari pengetahuan konsumen berdasarkankan pengalaman masa lalu, ini juga melibatkan harapan bahwa suatu peristiwa mendapatkan hasil yang positif, meskipun kemungkinan dari peristiwa tersebut mengakibatkan hasil negative .

Kepercayaan adalah konstruk komplek yang meliputi integritas, reliabilitas dan kepercayaan dari satu bagian ke yang lainnya. Kepercayaan didefinisikan sebagai keinginan untuk mengerahkan sesuatu kepada partner yang bias dipercaya. Kepercayaan menggambarkan bagian harapan dari sebuah koordinasi, menitik besar pada sebuah hubungan, kepercayaan dapat memperkuat komitmen.

Kepercayaan dalam suatu organisasi berfungsi untuk menyatukan seluruh elemen organisasi agar mampu berperan sesuai kapasitas masing- masing untuk mencapai tujuan organisasi. Brokner (dalam Akhirudin dan Aini, 2005) menyatakan bahwa ketika suatu organisasi dimana struktur organisasinya berada pada kondisi yang datar dan lebih banyak kelompok Kepercayaan dalam suatu organisasi berfungsi untuk menyatukan seluruh elemen organisasi agar mampu berperan sesuai kapasitas masing- masing untuk mencapai tujuan organisasi. Brokner (dalam Akhirudin dan Aini, 2005) menyatakan bahwa ketika suatu organisasi dimana struktur organisasinya berada pada kondisi yang datar dan lebih banyak kelompok

Pentingnya tingkat kepercayaan dalam suatu organisasi juga di ungkapkan oleh Podsakoff, et al. (1990) yang menyatakan bahwa tingkat kepercayaan pada pemimpin yang rendah tidak mungkin akan membuat pengikutnya atau bawahannya rela untuk mengorbankan kepentingan pribadinya untuk kepentingan kelompok maupun tujuan organisasi. Terdapat tiga jenis kepercayaan dalam hubungan organisasi:

1. Kepercayaan Berbasis Ketakutan : kepercayaan yang berdasarkan ketakutan akan tindakan balasan jika kepercayaan itu dilanggar

2. Kepercayaan Berbasis Pengetahuan : kepercayaan yang berdasarkan prediktabilitas perilaku yang berasal dari riwayat interaksi

3. Kepercayaan Berbasis Identifikasi : kepercayaan berdasarkan rasa saling memahami atas maksud masing-masing dan menghargai keinginan dan hasrat orang lain (Robbins, 2006).

Kepercayaan terhadap manajemen suatu organisasi merupakan faktor penting bagi pemimpin transformasional karena hal tersebut diperlukan untuk mengerahkan komitmen bawahan untuk mewujudkan visi dari seorang pemimpin (Maxon, 2005).

Faktor-faktor yang membangun suatu kepercayan karyawan terhadap manajemen dalam suatu organisasi tergantung pada bagaimana sikap seorang manajer, yang meliputi:

1. Keterbukaan, seorang manajer harus memberikan informasi kepada karyawan mengenai bagaimana suatu keputusan dibuat dengan jelas dan seorang manajer juga harus bisa berbagi ide dengan karyawan.

2. Integritas, dapat berwujud kejujuran, sebelum membuat keputusan atau mengambil tindakan, seorang manajer perlu bertindak secara obyektif, tidak memihak dalam penilaian kinerja dan memberi perhatian pada persepsi-persepsi yang sama dalam distribusi imbalan.

3. Konsistensi, tindakan manajer harus sejalan dengan tujuan sentral organisasi sehingga memproyeksikan suatu kebijakan yang mendapatkan kepercayaan, seorang manajer harus dapat menyelesaikan masalah yang terjadi berdasarkan pertimbangan- pertimbangan yang rasional.

4. Kompetensi, seorang manajer harus menghormati orang lain, menunjukkan kemampuan teknis, pengetahuan dan profesionalitas kerja serta memberikan perhatian khusus terhadap perkembangan komunikasi, negosiasi dan keterampilan antar pribadi yang lain.

5. Ketepatan janji, seorang manajer perlu menjaga komitmen, janji dan keputusan yang telah ditetapkan bersama.

6. Perhatian, seorangan manajer hendaknya memperhatikan hubungan interpersonal pada karyawannya, contoh memberi ucapan selamat atas hari ulang tahun karyawan, merayakan keberhasilan perusahaan dan lain-lain.

7. Pertahankan kepercayaan, berusaha menunjukkan pada karyawan bahwan seorang manajer adalah orang yang bijaksana dan dapat dipercaya.

Kepercayaan tercipta dalam suatu proses interaksi antar elemen organisasi yang membutuhkan waktu yang cukup lama. Steve dan Loraleigh (2005) mengungkapkan bahwa kepercayaan tidak terjadi secara tiba-tiba tetapi kepercayaan merupakan suatu proses yang terjadi secara perlahan-lahan kemudian terakumulasi, sehingga dasar dari kepercayaan adalah rangkaian proses untuk dapat dipercaya

Implementasi dari kepercayaan kepada rekan kerja dapat berwujud sikap saling terbuka antara sesama anggota organisasi, dalam hal ini rekan dalam satu tim ataupun rekan kerja sejawatan sehingga dapat menghilangkan adanya personal block yang dikhawatirkan akan mempengaruhi kinerja masing-masing karyawan dalam organisasi. Corporate gathering , dapat digunakan oleh organisasi sebagai sarana untuk mempererat hubungan personal antar karyawan sehingga dapat meningkatkan dan menjaga tingkat kepercayaan antar karyawan dalam organisasi.

( http://www.portalhr.com/beritahr/hubungan/1id750.html )

C. Turnover Intention

Turnover merupakan determinan dari keefektifan suatu organisasi, turnover adalah suatu proses dimana tenaga kerja, secara individu ataupun kelompok meninggalkan organisasi mereka dan dalam proses tersebut Turnover merupakan determinan dari keefektifan suatu organisasi, turnover adalah suatu proses dimana tenaga kerja, secara individu ataupun kelompok meninggalkan organisasi mereka dan dalam proses tersebut

Turnover merupakan masalah klasik yang sering dihadapi oleh organisasi karena tingginya tingkat turnover intention akan merugikan organisasi. Turnover yang tinggi akan menyebabkan meningkatnya biaya operasional organisasi, selain itu manajemen akan kehilangan banyak waktu untuk mencari karyawan baru sehingga masalah turnover menjadi perhatian khusus bagi sebuah organisasi.

Akibat dari turnover intention yang tinggi adalah tingginya biaya operasional organisasi karena adanya biaya tambahan untuk rekruitmen, seleksi serta pelatihan bagi karyawan baru. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari (Mathis dan Jackson, 2001) yang mengungkapkan bahwa turnover intention yang tinggi akan menimbulkan biaya yang tinggi untuk proses seleksi dan pelatihan bagi calon karyawan yang akan menempati posisi kosong tersebut, sehingga organisasi menjadi tidak efektif

Keberadaan turnover dibagi menjadi dua (2) bagian yaitu: voluntary turnover dan involuntary turnover. Voluntary turnover adalah keluarnya karyawan dari organisasi atas permintaan dari karyawan tersebut, biasanya berwujud pensiun dini dan pengunduran diri.

Involuntary turnover adalah keluarnya karyawan dari organisasi karena diberhentikan dari pekerjaannya oleh organisasi yang bersangkutan dan hal ini dapat berwujud Pemutusan Hubungan kerja atau PHK (Mathis dan Jackson, 2001). Kedua jenis turnover tersebut mempunyai latar belakang perbedaan yang signifikan. Involuntary turnover merefleksikan bahwa karyawan gagal dalam memperlihatkan kinerjanya sesuai dengan persyaratan yang diinginkan organisasi atau karyawan tersebut melanggar peraturan organisasi pada saat bekerja, sedangkan fenomena voluntary turnover terjadi karena ketidakpuasaan karyawan yang bersumber dari interpersonalitas karyawan tersebut, tugas dan tanggung jawab dalam pekerjaannya ataupun perilaku atasan serta rekan kerjanya atau tidak menutup kemungkinan karena ketidakpuasan mengenai peraturan/sistem yang diterapkan dalam organisasi tersebut. Voluntary turnover menjadi fokus dalam penelitian Trevor, Gerhart dan W Boudreau (1997) karena fenomena turnover intention lebih banyak terjadi pada voluntary turnover.

Voluntary turn over sendiri dibagi menjadi dua (2) yaitu voluntary turnover yang dapat dihindari (avoidable) dan voluntary turnover yang tidak dapat dihindari (unavoidable). Voluntary turnover yang dapat dihindari disebabkan karena alasan-alasan seperti suasana kerja yang lebih kondusif pada organisasi lain sehingga memicu karyawan untuk meninggalkan organisasi tempat mereka bekerja, kesejahteraan yang lebih terjamin, karyawan tidak puas atau bermasalah dengan kepemimpinan manajer di tempatnya bekerja kemudian adanya sistem distribusi imbalan dan hukuman yang tidak jelas dan terbuka. Keberadaan voluntary turnover Voluntary turn over sendiri dibagi menjadi dua (2) yaitu voluntary turnover yang dapat dihindari (avoidable) dan voluntary turnover yang tidak dapat dihindari (unavoidable). Voluntary turnover yang dapat dihindari disebabkan karena alasan-alasan seperti suasana kerja yang lebih kondusif pada organisasi lain sehingga memicu karyawan untuk meninggalkan organisasi tempat mereka bekerja, kesejahteraan yang lebih terjamin, karyawan tidak puas atau bermasalah dengan kepemimpinan manajer di tempatnya bekerja kemudian adanya sistem distribusi imbalan dan hukuman yang tidak jelas dan terbuka. Keberadaan voluntary turnover

D. Komitmen Organisasional

a) Pengertian Komitmen Organisasional

Steers (dalam Dewayani, 2007) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi), dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang karyawan terhadap organisasi/perusahaan tempat ia bekerja. Selain itu Steers berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana karyawan sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai dan sasaran organisasi.

Komitmen organisasi dedefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan– tujuannya serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu (Robbins, 2001). Mathis & Jackson (2001) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap di dalam organisasi tersebut. Jadi keterlibatan yang tinggi berarti memihak seseorang pada pekerjaannya yang khusus, komitmen pada organisasi Komitmen organisasi dedefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan– tujuannya serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu (Robbins, 2001). Mathis & Jackson (2001) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap di dalam organisasi tersebut. Jadi keterlibatan yang tinggi berarti memihak seseorang pada pekerjaannya yang khusus, komitmen pada organisasi

orgainisasi yang mempekerjakannya.

b) Dimensi dalam komitmen organisasi.

Allen dan Meyer (dalam Dewayani, 2007) mengemukakan adanya tiga dimensi dari komitmen organisasi yang merupakan pengembangan dari Three Component Model of Organizational Commitment. Ketiga dimensi tersebut adalah:

1. Affective Commitment (Komitmen Afektif), yaitu sikap dan kelekatan emosional karyawan, pada siapa karyawan mengidentifikasikan dirinya serta keterlibatan karyawan dalam suatu organisasi. Jika karyawan merasa diperlakukan dengan baik, misalnya mendapat gaji yang sesuai, atau turut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, cenderung mengembangkan komitmen afektif. Allen & Meyer (dalam Karina, 2007) menyatakan individu dengan komitmen affektif tinggi akan lebih mendukung kebijakan perusahaan dibandingkan yang lebih rendah, hal ini berarti bahwa individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan komitmen affektif yang lebih rendah.

2. Continuance Commitment (Komitmen Kontinuansi), yaitu komponen komitmen organisasi berdasarkan pada persepsi karyawan tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi. Ketika individu tidak lagi melanjutkan 2. Continuance Commitment (Komitmen Kontinuansi), yaitu komponen komitmen organisasi berdasarkan pada persepsi karyawan tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi. Ketika individu tidak lagi melanjutkan

3. Normative Commitment (komitmen normatif), yaitu adanya perasaan tentang kewajiban yang harus diberikan kepada organisasi tersebut. Komitmen organisasi juga dikenal dengan komitmen moral, yang merefleksikan persepsi individu terhadap norma, perilaku yang dapat diterima, yang timbul akibat adanya proses sosialisasi atau akibat budaya, serta dipengaruhi pula oleh organisasi tersebut. Komitmen normatif mengakar dalam benak individu, perasaan ’hutang’ pada organisasi yang timbul akibat perlakuan organisasi pada karyawan, misalnya dengan gaji yang mereka terima, atau dengan pelatihan-pelatihan yang mereka ikuti, perasaan tersebut terus tumbuh sampai karyawan merasa impas.

Ketiga komponen dalam komitmen organisasi tersebut dipandang sebagai komitmen dalam bentuk pernyataan psikologis yang menunjukkan karakter hubungan karyawan dengan organisasi tempatnya bekerja, untuk mencapai tujuan organisasi dan memberi implikasi untuk memutuskan karyawan tersebut akan tetap bekerja dalam organisasi tersebut atau keluar. Menurut Meyer et al. (dalam dewayani, 2007), karyawan dengan komitmen normatif tinggi, Ketiga komponen dalam komitmen organisasi tersebut dipandang sebagai komitmen dalam bentuk pernyataan psikologis yang menunjukkan karakter hubungan karyawan dengan organisasi tempatnya bekerja, untuk mencapai tujuan organisasi dan memberi implikasi untuk memutuskan karyawan tersebut akan tetap bekerja dalam organisasi tersebut atau keluar. Menurut Meyer et al. (dalam dewayani, 2007), karyawan dengan komitmen normatif tinggi,

E. Organizational Citizenship Behavior

Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku yang bukan merupakan bagian dari tugas yang telah dipersyaratkan secara formal bagi seorang karyawan tetapi secara keseluruhan mendorong fungsi efektif organisasi (Robbins, 2001). Selain definisi di atas, Organ (dalam Podsakoff, 1990) juga memberikan lima dimensi dari OCB :

1. Altruism, perilaku yang mempunyai pengaruh dalam membantu rekan kerja dalam bertugas.

2. Conscientiousness, perilaku yang menjadi bagian dari karyawan yang

melaksanakan tugas yang melebihi persyaratan minimum.

3. Sportsmanship, perasaan dari karyawan untuk menahan diri dari keluhan tentang hal-hal yang tidak disukai.

4. Courtesy, perilaku yang menjadi bagian individu untuk menggantikan orang lain dalam organisasi tentang perubahan yang mempengaruhi kerja mereka.

5. Civic Virtue, perilaku yang menjadi bagian individu yang mengindikasikan bahwa mereka berpartisipasi dalam perusahaan. Organ (dalam Robbins, 2001) menyatakan bahwa “OCB sebagai perilaku yang sekehendak hati, tidak secara langsung / eksplisit di ketahui dari sistem penghargaan formal, dan secara keseluruhan mendorong fungsi yang efektif dalam organisasi.”

Berdasarkan diatas, dapat disimpulkan bahwa OCB adalah perilaku yang dilakukan karyawan secara sukarela. Perilaku tersebut bukan sebagai akibat dari adanya sistem yang diberikan perusahaan secara formal kepada karyawan, yang berarti karyawan melakukan OCB bukan untuk mendapat penghargaan dari perusahaan. Perilaku ini sangat penting untuk mencapai efektifitas organisasi.

Conscientiousness adalah ciri bersungguh-sungguh dan hati-hati, atau cara bertindak menurut hati nurani seseorang. Hal ini mencakup unsur-unsur seperti disiplin diri, ketelitian, organisasi, musyawarah (kecenderungan untuk berpikir cermat sebelum bertindak), dan kebutuhan untuk bisa berprestasi. Ini adalah aspek yang secara tradisional disebut dengan karakter. Individu pada umumnya bekerja keras secara berhati-hati dan dapat diandalkan. Ketika dibawa ke sebuah keadaan yang darurat, mereka juga dapat bekerja keras, perfeksionis, dan kompulsif dalam perilaku mereka.Orang yang mempunyai kesadaran diri tidak selalu malas atau tidak bermoral, tetapi mereka cenderung lebih santai, kurang berorientasi tujuan, dan kurang dorongan untuk mencapai suatu keberhasilan.

Conscientiousness terkait dengan kinerja akademik yang sangat berpengaruh. Sejumlah besar penelitian menunjukkan perilaku conscientiousness merupakan salah satu prediktor kinerja yang terbaik di tempat kerja, dan setelah kemampuan mental umum diperhitungkan, yang lain empat dari lima kepribadian dirasa kurang membantu dalam memprediksi keberhasilan sebuah karir, para karyawan umumnya lebih Conscientiousness terkait dengan kinerja akademik yang sangat berpengaruh. Sejumlah besar penelitian menunjukkan perilaku conscientiousness merupakan salah satu prediktor kinerja yang terbaik di tempat kerja, dan setelah kemampuan mental umum diperhitungkan, yang lain empat dari lima kepribadian dirasa kurang membantu dalam memprediksi keberhasilan sebuah karir, para karyawan umumnya lebih

F. Keadilan Prosedural

Pertukaran yang adil antara masukan yang diberikan karyawan pada organisasi dan apa yang diperoleh merupakan elemen kunci dalam hubungan karyawan dengan organisasi. Teori keadilan, mengatakan bahwa manusia dalam hubungan-hubungan sosial mereka, berkeyakinan bahwa imbalan-imbalan organisasional harus didistribusikan sesuai dengan tingkat kontribusi individual (Cowherd dan Levine, dalam Pareke dan Bachri, 2003). Teori keadilan menurut Adam dalam Robbins. (2003), bahwa individu membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan/keluaran orang lain dan kemudian merespon untuk menghapuskan setiap ketidakadilan. Karyawan mengejar keadilan dalam pertukarannya dengan organisasi. Karyawan setuju untuk memberikan kontribusi khusus pada organisasi (misalnya bakat, pengalaman, waktu dan usaha) untuk keuntungan pengembalian yang diharapkan (misalnya upah, tunjangan tambahan, dan harapan promosi) proporsional sesuai dengan kontribusi. Teori keadilan klasik mengemukakan bahwa orang akan mengevaluasi keseimbangan antara masukan dan keuntungan, Pertukaran yang adil antara masukan yang diberikan karyawan pada organisasi dan apa yang diperoleh merupakan elemen kunci dalam hubungan karyawan dengan organisasi. Teori keadilan, mengatakan bahwa manusia dalam hubungan-hubungan sosial mereka, berkeyakinan bahwa imbalan-imbalan organisasional harus didistribusikan sesuai dengan tingkat kontribusi individual (Cowherd dan Levine, dalam Pareke dan Bachri, 2003). Teori keadilan menurut Adam dalam Robbins. (2003), bahwa individu membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan/keluaran orang lain dan kemudian merespon untuk menghapuskan setiap ketidakadilan. Karyawan mengejar keadilan dalam pertukarannya dengan organisasi. Karyawan setuju untuk memberikan kontribusi khusus pada organisasi (misalnya bakat, pengalaman, waktu dan usaha) untuk keuntungan pengembalian yang diharapkan (misalnya upah, tunjangan tambahan, dan harapan promosi) proporsional sesuai dengan kontribusi. Teori keadilan klasik mengemukakan bahwa orang akan mengevaluasi keseimbangan antara masukan dan keuntungan,

Suatu ketidakadilan dalam hubungan tenaga kerja adalah penurunan komitmen organisasi. Komitmen organisasi adalah sikap yang berkaitan dengan loyalitas pekerja terhadap organisasi dan merupakan proses yang berkelanjutan pada anggota organisasi untuk mengungkapkan perhatiannya pada organisasi dan hal tersebut berlanjut pada kesuksesan dan kesejahteraan (Luthans, 1998). Karyawan yang merasa masukan untuk organisasi lebih besar dibanding keuntungan yang diterima, maka akan menurunkan komitmen terhadap organisasi.

G. PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian yang dilakukan oleh Ferres, Travaglione dan Connel (2000) yang menunjukkan bahwa kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural dan kepercayaan kepada rekan kerja berpengaruh signifikan pada kepemimpinan transformasional dan perilaku kepemimpinan transformasional mempengaruhi turnover intention, komitmen dan OCB conscientiousness. Penelitian ini juga menyatakan bahwa perilaku kepemimpinan transformasional memediasi pengaruh tingkat kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural dan tingkat kepercayaan kepada rekan kerja terhadap turnover intention atau mengurangi frekuensi keinginan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya, komitmen karyawan terhadap organisasi dan OCB conscientiousness .

H. KERANGKA PEMIKIRAN

Kepercayaan pd

Turnover manajemen

intention

OCB prosedural

ness . Kepercayaan

Komitmen

pd rekan kerja

organisasi

Sumber : Ferres, Travaglione dan Connel (2000)

Gambar1

Kerangka Pemikiran

Uraian berdasarkan gambar tersebut adalah tingkat kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural dan tingkat kepercayaan kepada rekan kerja secara langsung dapat berpengaruh terhadap kepemimpinan transformasional. Sedangkan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap pemimpin diyakini mampu menekan turnover intention. Tingkat kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural dan kepercayaan kepada rekan kerja berpengaruh terhadap perilaku kepemimpinan transformasional. Dan kepemimpinan transformasional dalam penelitian ini berperan sebagai variabel pemediasi hubungan antara ketiga variabel anteseden terhadap variabel turnover intention, OCB conscientiousness, dan komitmen organisasional.

I. HIPOTESIS

Hipotesis yang ada dalam penelitian ini dirumuskan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Ferres, Travaglione dan Connel (2000) membuktikan bahwa tingkat kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural dan tingkat kepercayaan kepada rekan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku kepemimpinan transformasional suatu organisasi. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Albrecht dan Travaglione (dalam Ferres, Travaglione dan Connel, 2000) menyatakan bahwa dalam penelitian tersebut tingkat kepercayaan

perilaku kepemimpinan tranformasional. Berdasarkan penelitian tersebut, hipotesis 1 dirumuskan sebagai berikut: H1 : Tingkat kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural dan

berpengaruh

terhadap

tingkat kepercayaan kepada rekan kerja berpengaruh signifikan pada perilaku kepemimpinan transformasional (karyawan PT. Pos Indonesia).

Penelitian Ferres, Travaglione dan Connel (2000) membuktikan bahwa variabel perilaku kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan

intention, OCB conscientiousness .dan komitmen organisasi. Penelitian dari McCutcheon A., cCutcheon R., dan Campbell R.A. (2005) menyatakan bahwa perilaku kepemimpinan transformasional akan berpengaruh signifikan terhadap

terhadap

intensitas

turnover turnover

pada turnover intention, OCB conscientiousness . dan komitmen organisasional (karyawan PT. Pos Indonesia).

Penelitian Ferres, Travaglione dan Connel (2000) membuktikan bahwa ketika variabel kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural dan kepercayaan kepada rekan kerja serta perilaku kepemimpinan transformasional diuji secara bersamaan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel tersebut terhadap turnover intention, OCB conscientiousness. dan komitmen organisasional maka hasilnya, variabel kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural dan kepercayaan kepada rekan kerja berpengaruh terhadap turnover intention, OCB conscientiousness. dan komitmen organisasi dalam sebuah organisasai. Demikian juga dengan variabel perilaku kepemimpinan transformasional yang berpengaruh signifikan terhadap turnover intention, OCB conscientiousness dan komitmen organisasi. Penelitian ini juga Penelitian Ferres, Travaglione dan Connel (2000) membuktikan bahwa ketika variabel kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural dan kepercayaan kepada rekan kerja serta perilaku kepemimpinan transformasional diuji secara bersamaan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel tersebut terhadap turnover intention, OCB conscientiousness. dan komitmen organisasional maka hasilnya, variabel kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural dan kepercayaan kepada rekan kerja berpengaruh terhadap turnover intention, OCB conscientiousness. dan komitmen organisasi dalam sebuah organisasai. Demikian juga dengan variabel perilaku kepemimpinan transformasional yang berpengaruh signifikan terhadap turnover intention, OCB conscientiousness dan komitmen organisasi. Penelitian ini juga

Penelitian Ferres, Travaglione dan Connel (2000) menyatakan bahwa perilaku kepemimpinan transformasional merupakan variabel pemediasi pengaruh antara tingkat kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural dan tingkat kepercayaan kepada rekan kerja terhadap turnover intention, OCB conscientiousness dan komitmen organisasional. Berdasarkan penelitian tersebut, hipotesis 3 dirumuskan sebagai berikut: H3 : Perilaku kepemimpinan transformasional memediasi pengaruh

tingkat kepercayaan kepada manajemen, keadilan prosedural, tingkat kepercayaan kepada rekan kerja pada turnover intention, OCB conscientiousness . dan komitmen organisasional (karyawan PT. Pos Indonesia).

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian survai. Penelitian dengan metode survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan meminta tanggapan dari responden, baik langsung maupun tidak langsung. Kuesioner digunakan sebagi alat bantu dalam penelitian survei (Suliyanto,2006). Informasi ini diperoleh melalui permintaan keterangan - keterangan atau jawaban dari responden. Datanya berupa jawaban- jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, disebut juga dengan questionnaire methode (Marzuki, 2000). Data tersebut diperoleh dengan cara membagikan kuesioner kepada karyawan PT. Pos Indonesia.

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

a. Populasi

Populasi adalah jumlah dari keseluruhan obyek (satuan-satuan atau individu-individu) yang karakteristiknya hendak diduga (Djarwanto dan Subagyo, 1998). Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan tetap PT. Pos Indonesia, yang berjumlah 265 orang yang terbagi dalam 14 divisi.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang terdiri dari beberapa anggota yang dipilih dari populasi untuk diteliti (Sekaran, 2003).

Syarat utama dalam pengambilan sample suatu populasi adalah bahwa sampel harus mewakili populasi, dan sampel harus merupakan dalam bentuk kecil (miniature population). Sampel penelitian ini adalah para pegawai tetap di PT. Pos Indonesia Surakarta. Menurut Roscoe (dalam Sekaran, 2000), dalam menentukan jumlah sampel harus memperhatikan pedoman sebagai berikut:

1) Ukuran sampel lebih besar dari 30 dan kurang dari 500 adalah telah tercukupi untuk digunakan dalam semua penelitian.

2) Bila sampel dibagi menjadi sub-sub sampel, maka ukuran sampel minimal yang dibutuhkan untuk tiap kategori (laki-laki atau perempuan, junior atau senior, dan sebagainya) adalah 30.

3) Dalam penelitian multivariate (termasuk analisis multi regresi) ukuran sampel seharusnya beberapa kali (lebih baik 10x atau lebih) jumlah variabel yang digunakan dalam penelitian.

Penentuan jumlah sampel juga dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan estimasi kemungkinan maksimal, jumlah sampel besar

50 sudah dapat memberikan hasil yang valid, tetapi jumlah sampel sekecil ini tidak direkomendasikan dan ukuran sampel minimal dalam penelitian adalah minimal 100 responden (Hair et al., 1998). Berdasarkan uraian di atas jumlah sampel minimal yang akan digunakan dalam penelitian ini sejumlah 100 responden. Dengan tingkat respon rate yang diharapkan 80% maka sampel diambil 130 responden.

c. Teknik Sampling

Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan metode proporsional random sampling , yaitu teknik pengambilan sampel yang dalam pengambilan sampel memperhatikan unit / bagian kerja masing-masing yang ada dalam organisasi secara berimbang, sehingga sampel yang diambil dapat mewakili semua unit bagian kerja. (Djarwanto dan Subagyo, 1998). Kuesioner dibagikan lewat bagian personalia dari perusahaan tersebut. Perhitungan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel III.1 Daftar Distribusi Pengambilan Sampel Penelitian

No Bagian

Jumlah

Sampel yang diambil

Karyawan

1 Pelayanan 1

10 10/265 x 130 = 4.90 dibulatkan 5

2 Pelayanan 2

20 20/265 x 130 = 9.8 dibulatkan 10

3 Akuntansi

6 6 /265 x 130 = 2.94 dibulatkan 3

4 Keuangan

5 5 /265 x 130 = 2.45 dibulatkan 2

5 UPL

8 8 /265 x 130 = 3.92 dibulatkan 4

6 Paket

24 24/265 x 130 = 11.77dibulatkan 12

7 Teksar

15 15/265 x 130 = 7.35 dibulatkan 7

8 Pos Express

25 25/265 x 130 = 12.26dibulatkan 12

9 QC

8 8 /265 x 130 = 3.92 dibulatkan 4

10 Pos Log

20 20/265 x 130 = 9.8 dibulatkan 10

11 SDM

7 7 /265 x 130 = 3.43 dibulatkan 3

12 Antaran

68 68/265 x 130 = 33.35dibulatkan 33

13 SPP

35 35/265 x 130 = 17.16dibulatkan 17

14 Pemasaran

14 14/265 x 130 = 6.86 dibulatkan 7

Sumber: Data kepegawaian PT.Pos Indonesia Surakarta (2010)

C. Definisi Operasional

1. Variabel Independen