I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Partisipasi petani dalam kegiatan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (sl-ptt) di Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana untuk melaksanakan perubahan-perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat untuk jangka panjang, yang dilaksanakan oleh pemerintah serta didukung oleh partisipasi masyarakatnya (Mardikanto, 1996). Sektor pertanian mempunyai kontribusi penting terhadap perekonomian, selain itu sektor pertanian juga berperan dalam penyediaan kebutuhan pangan bagi manusia. Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan peningkatan pada kebutuhan pangan, untuk itu diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan.

Badan Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) pertanian telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas padi, diantaranya varietas unggul yang sebagian diantaranya telah dikembangkan oleh petani. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, badan LITBANG Pertanian juga telah menghasilkan dan mengempangkan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang ternyata mampu meningkatkan produktivitas padi dan efisiensi input produksi

Salah satu upaya dalam peningkatan produksi pangan adalah dengan menerapkan pola Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil padi dan efisiensi masukan produksi dengan memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara bijak. Pada dasarnya pengelolaan tanaman terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metode/strategi, bahkan filosofi bagi peningkatan produksi melalui cara mengelola tanaman, tanah, air dan unsur hara serta organisme pengganggu tanaman secara terpadu dan berkelanjutan. Melalui usaha tersebut diharapkan kebutuhan beras nasional dapat dipenuhi, pendapatan petani padi dapat ditingkatkan serta usaha Salah satu upaya dalam peningkatan produksi pangan adalah dengan menerapkan pola Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil padi dan efisiensi masukan produksi dengan memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara bijak. Pada dasarnya pengelolaan tanaman terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metode/strategi, bahkan filosofi bagi peningkatan produksi melalui cara mengelola tanaman, tanah, air dan unsur hara serta organisme pengganggu tanaman secara terpadu dan berkelanjutan. Melalui usaha tersebut diharapkan kebutuhan beras nasional dapat dipenuhi, pendapatan petani padi dapat ditingkatkan serta usaha

Pelaksanaan SL-PTT menggunakan sarana kelompok tani yang sudah terbentuk dan masih aktif. Kelompok tani yang dimaksud adalah kelompok tani yang dibentuk berdasarkan domisili atau hamparan, diusahakan yang lokasi lahan usahataninya masih dalam satu hamparan. Hal ini perlu untuk mempermudah interaksi antar anggota karena mereka saling mengenal satu sama lainnya dan tinggal saling berdekatan sehingga bila teknologi SL-PTT sudah diadopsi secara individu akan mudah ditiru oleh petani lainnya.

Peranan masyarakat dalam kegiatan SL-PTT sangatlah diperlukan, tanpa ada partisipasi masyarakat dalam kegiatan tersebut maka program tersebut tidak akan berjalan. Adapun fasilitas dalam SL-PTT berupa benih unggul, pupuk organik, pupuk anorganik serta bacteri chorin. Dalam pelaksanaan SL- PTT di Kecamatan Plupuh masih memiliki kendala. Dalam penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti kendala yang dihadapi yaitu tidak semua petani mampu menerapkan sistem jajar legowo yang merupakan salah satu komponen teknologi dalam PTT untuk itu diperlukan kajian yang mendalam mengenai partisipasi petani dalam kegiatan SL-PTT.

B. Perumusan Masalah

SL-PTT adalah bentuk sekolah yang seluruh proses belajar-mengajarnya dilakukan di lapangan. Melalui SL-PTT diharapkan terjadi percepatan penyebaran teknologi PTT dari peneliti ke petani peserta dan kemudian berlangsung difusi secara alamiah dari alumni SL-PTT kepada petani disekitarnya. Petani peserta SL-PTT diberi kebebasan memfokuskan ide, rencana dan keputusan bagi usahataninya sendiri. Mereka dilatih agar mampu membentuk dan menggerakkan kelompok tani dalam alih teknologi kepada petani lain. Melalui SL-PTT, petani diharapkan terpanggil dan bertanggung jawab untuk bersama-sama meningkatkan produksi padi dalam mewujudkan swasembada beras. Materi pendidikan yang di berikan dalam SL-PTT

mencakup aspek yang diperlukan oleh kelompok tani. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam penyampaian materi antara lain: pertama adalah aspek teknologi: ketrampilan dan pengetahuan, dalam SL-PTT, petani diberikan berbagai ketrampilan dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk menjadi manager dilahan usahataninya sendiri seperti analisis ambang ekonomi hama dan penyakit tanaman, analisis perubahan iklim, analisis kecukupan hara bagi tanaman dan efisiensi penggunaan air dengan sistem pengairan berselang; kedua aspek hubungan antar petani : interaksi dan komunikasi, SL-PTT mendorong petani untuk dapat bekerja sama, melakukan analisis secara bersama-sama, diskusi dan berkomunikasi dengan santun menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh orang lain; ketiga adalah aspek pengelolaan: manajer dilahan usahatani sendiri, dalam SL-PTT, petani peserta didorong untuk pandai menganalisis masalah yang dihadapi dan membuat keputusan tentang tindakan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.

Adanya program pengelolaan tanaman terpadu diharapkan mampu meningkatkan produktivitas padi serta mampu meningkatkan pendapatan petani. Demi kesuksesan program tersebut diperlukan partisipasi dari para petani agar kegiatan dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Akan tetapi, kegiatan ini juga mempunyai kendala seperti kurangnya kesadaran dari beberapa petani untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik sebuah rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan SL-PTT baik secara konsep maupun praktek?

2. Bagaimana karakteristik petani dalam kegiatan SL-PTT di Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen?

3. Bagaimana partisipasi petani dalam kegiatan SL-PTT di Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen?

4. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dan pendorong petani untuk berpartisipasi dalam kegiatan SL-PTT?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pelaksanaan SL-PTT baik secara konsep maupun paraktek

2. Mengkaji karakteristik petani peserta SL-PTT di Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen

3. Mengkaji partisipasi petani dalam kegiatan SL-PTT di Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen.

4. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dan pendorong petani untuk berpartisipasi dalam kegiatan SL-PTT

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan mengenai kegiatan sekolah lapang langsung dari lapangan.

2. Bagi Badan Pelaksana Penyuluhan (BPP) dan instansi terkait lainnya, sebagai masukan dalam menyusun program kerja yang lebih baik.

3. Bagi peneliti lain, sebagai pembanding dalam melakukan penelitian sejenis.

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pembangunan Pertanian Pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana untuk melaksanakan perubahan-perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat untuk jangka panjang, yang dilaksanakan oleh pemerintah dan ddukung oleh partisipasi masyarakatnya, dengan menggunakan teknologi yang terpilih (Mardikanto, 1996).

Pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai suatu proses yang ditujukan untuk selalu menambah produksi pertanian untuk tiap-tiap konsumen, yang sekaligus mempertinggi pendapatan dan produktivitas usaha tiap-tiap petani dengan jalan menambah modal dan skill untuk Pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai suatu proses yang ditujukan untuk selalu menambah produksi pertanian untuk tiap-tiap konsumen, yang sekaligus mempertinggi pendapatan dan produktivitas usaha tiap-tiap petani dengan jalan menambah modal dan skill untuk

Pembangunan pertanian adalah pembangunan sektor pertanian atau pembangunan usahatani, yang selalu mengacu kepada selalu tercapainya kenaikan produktivitas dan penerimaan usahatani untuk jangka waktu yang tidak terbatas, secara berkelanjutan lestari (Mardikato, 2007).

2. Penyuluhan Pertanian Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi petani dan keluarganya serta pelaku usaha pertanian lainnya agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya (Departemen Pertanian, 2005).

Penyuluhan, menurut Van Den Ban (1999), diartikan sebagai keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar. Pendidikan penyuluhan adalah ilmu yang berorientasi keputusan tetapi juga berlaku pada ilmu sosial berorientasi pada kesimpulan. Ilmu ini mendukung keputusan strategi

yang harus diambil dalam organisasi penyuluhan. Penyuluhan juga dapat menjadi sarana kebijaksanaan yang efektif untuk mendorong pembangunan pertanian dalam situasi petani tidak mampu mencapai tujuannya karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan. Sebagai sarana kebijakan, hanya jika sejalan dengan kepentingan pemerintah atau organisasi yang mendanai jasa penyuluhan guna mencapai tujuan petani.

Penyuluhan pertanian adalah suatu usaha atau upaya untuk mengubah perilaku petani dan keluarganya, agar mereka mengetahui dan mempunyai kemauan serta mampu memecahkan masalahnya sendiri dalam usaha atau kegiatan-kegiatan meningkatkan hasil usahanya dan tingkat kehidupannya (Kartasapoetra, 1994).

“Extension work is an out-school system of education in which adults and young people learn by doing. It is a partnership between the goverment, the land-grant colleges, and the people, which provides service and education designed to meet the needs of the people. Its fundamental objective is the development of the people” (Kelsey and Cannon, 1955).

Penyuluhan adalah sistem pendidikan luar sekolah di mana orang dewasa dan pemuda belajar dengan mengerjakan. Penyuluhan adalah hubungan kemitraan antara pemeritah, tuan tanah, dan masyarakat, yang menyediakan pelayanan dan pendidikan terencana untuk menemukan kebutuhan masyarakat. Tujuan utamanya adalah kemajuan masyarakat (Kelsey and Cannon, 1955).

Penyuluhan pertanian adalah proses penyebarluasan informasi yang berkaitan dengan upaya perbaikan cara-cara bertani dan berusaha tani demi tercapainya peningkatan produktivitas, pendapatan petani, dan perbaikan kesejahteraan keluarga/masyarakat yang diupayakan melalui kegiatan pembangunan pertanian (Mardikanto, 1993).

Wiriaatmadja (1986) dalam Basriansyah (2009) mengartikan penyuluhan pertanian adalah suatu system pendidikan luar sekolah untuk keluarga-keluarga tani dipedesaan, dimana merkea belajar sambil berbuat untuk menjadi mau, tahu dan bias menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang dihadinya secara baik, menguntungkan dan memuaskan. Jadi penyuluahan pertanian itu adalah suatu bentuk pendidikan yang cara, bahan dana sarananya disesuaikan kepada keadaan, kebutuhan dan kepentingan baik dari sasaran, waktu maupun tempat. Karena sifatnya yang demikian maka penyuluhan biasa juga disebut pendidikan non formal

The Food and Agriculture Organization of the United Nations Maunder (1972) in Hawkins et all (1982) has defined agricultural extention as : “an informal out-of-school educational service for training and influencing farmers (and their families) to adopt improved practices in crop and livestock production, management, conservation and marketing. Concern is not only with teaching and securing adoption of a particular improved parctice, but whit changing with outlook of the farmer to the point where he will The Food and Agriculture Organization of the United Nations Maunder (1972) in Hawkins et all (1982) has defined agricultural extention as : “an informal out-of-school educational service for training and influencing farmers (and their families) to adopt improved practices in crop and livestock production, management, conservation and marketing. Concern is not only with teaching and securing adoption of a particular improved parctice, but whit changing with outlook of the farmer to the point where he will

Penyuluhan pertanian adalah suatu pendidikan informal yang menyediakan jasa untuk pelatihan dan mempengaruhi petani (dan keluarganya) untuk memperbaiki hasil dan produksi ternak, pengelolaan, penyimpanan dan pemasaran. Perhatian utamanya tidak hanya dengan mengajar dan pengawasan adopsi dari fakta-fakta, melainkan dengan harapan adanya perubahan langsung dari petani dimana dia akan menerima dan secara inisiatif pribadi untuk terus mencari untuk meningkatkan bisnis di bidang pertanian.

Soeharto (2005) dalam Kartono (2008) mengatakan bahwa penyuluhan pertanian merupakan bagian dari sistem pembangunan pertanian yang merupakan sistem pendidikan di luar sekolah (pendidikan non formal) bagi petani beserta keluarganya dan anggota masyarakat lainnya yang terlibat dalam pembangunan pertanian, dengan demikian penyuluhan pertanian adalah suatu upaya untuk terciptanya iklim yang kondusif guna membantu petani beserta keluarga agar dapat berkembang menjadi dinamis serta mampu untuk memperbaiki kehidupan dan penghidupannya dengan kekuatan sendiri dan pada akhirnya mampu menolong dirinya sendiri. Selanjutkan dikatakan oleh Salim (2005) dalam Kartono (2008), bahwa penyuluhan pertanian adalah upaya pemberdayaan petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis melalui kegiatan pendidikan non formal dibidang pertanian, agar mampu menolong dirinya sendiri baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik, sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka dapat dicapai.

“Extension is an educational process for bringing about the maximum number of desirable changes among the people, which involves both learning & teaching & needs some tools or methods commonly known as extension-teaching methods” (Krishiworld, 2010).

Penyuluhan adalah suatu proses pendidikan untuk menghasilkan jumlah perubahan yang besar yang diinginkan yang melibatkan proses Penyuluhan adalah suatu proses pendidikan untuk menghasilkan jumlah perubahan yang besar yang diinginkan yang melibatkan proses

Dalam perencanaan dan pelaksanaan penyuluhan pertanian harus mencakup tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek yaitu untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih terarah dalam aktivitas usaha tani dipedesaan, perubahan-perubahan itu menyangkut tingkat pengetahuan, kecakapan atau kemampuan sikap dan motif tindakan petani.

a. Perubahan tingkat pengetahuan, meliputi perubahan-perubahan dari apa yang mereka sekarang telah mengetahuinya, sehingga tadinya bersifat kurang menguntungkan menjadi sesuatu yang lebih baik dan lebih menguntungkan.

b. Perubahan tingkat kecakapan atau kemampuan, meliputi perubahan- perubahan dalam hal kecakapan/kemampuan berpikir, apa yang pada mulanya kurang mendapat perhatian, tidak memberi gambaran- gambaran akan adanya hal-hal yang meguntungkan, belum terpikrkan dan tergambarkan daya dan cipta ketrampilan yang lebih efektif dan efisien, kini telah berubah menjadi cakap/mampu memperhatikannya, menggambarkan dan melaksanakan cara-cara dan ketrampilan yang lebih berdaya guna dan berhasil guna.

c. Perubahan sikap, meliputi perubahan-perubahan dalam perilaku dan perasaan yang didukung oleh adanya peningkatan kecakapan, kemampuan dan pemikiran.

d. Perubahan motif, meliputi perubahan-perubahan terhadap apa yang biasanya dan sebenarnya mereka kerjakan yang kurang menguntungkan sehingga menjadi perlakuan-perlakuan yang lebih menguntungkan yang didukung oleh keyakinan dan daya pemikirannya yang telah meningkat.

Tujuan penyuluhan jangka panjang yaitu agar tercapai peningkatan taraf hidup masyarakat petani, mencapai kesejahtreaan hidup lebih terjamin. Tujuan ini hanya dapat tercapai apabila para petani dalam masyarakat itu, Tujuan penyuluhan jangka panjang yaitu agar tercapai peningkatan taraf hidup masyarakat petani, mencapai kesejahtreaan hidup lebih terjamin. Tujuan ini hanya dapat tercapai apabila para petani dalam masyarakat itu,

a. Better farming, mau dan mampu mengubah cara-cara usaha taninya dengan cara-cara yang lebih baik.

b. Better business, berusaha yang lebih menguntungkan, misalnya menjauhi para pengijon, para lintah darat dan sebagainya.

c. Better living, menghemat, tidak berfoya-foya setelah melangsungkan panenan, menabung, bekerjasama memperbaiki higiene lingkungan, mendirikan industri-industri rumah dengan mengikutsertakan keluarganya guna mengisi kekosongan waktu menunggu panenan.

(Kartasapoetra, 1994).

3. Partisipasi Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan dalam sesuatu yang ditawarkan. Tindakan petani untuk berpartisipasi tidak lepas dari kemampuan diri serta perhitungan untung dan rugi. Dalam keadaan yang sewajarnya petani tidak akan melakukan hal-hal diluar kemampuannya atau yang merugikan dirinya. Kemampuan petani berkaitan dengan situasi lingkungan

melekat pada dirinya (Warsito, dalam Supadi, 2008). Petani merupakan subyek utama yang menentukan produktivitas usahatani yang dikelolanya. Secara naluri petani menginginkan usahataninya memberikan manfaat tertinggi dari sumberdaya yang dikelola. Produktivitas sumber daya usahatani bergantung pada teknologi yang diterapkan. Oleh karena itu kemampuan dan kemauan petani mengadopsi teknologi budidaya anjuran merupakan syarat mutlak tercapainya upaya pengembangan pertanian di suatu daerah (Supadi, 2008)

Upholf (1992) dalam Krisnanto (2007) mengartikan partisipasi sebagai gerakan masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan keputusan, dalam pelaksanaan kegiatan, ikut menikmati hasil dari kegiatan tersebut, dan ikut serta dalam mengevaluasinya. Konsep partisipasi masyarakat dalam pembangunan sudah mulai dikenalkan oleh pemerintah Upholf (1992) dalam Krisnanto (2007) mengartikan partisipasi sebagai gerakan masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan keputusan, dalam pelaksanaan kegiatan, ikut menikmati hasil dari kegiatan tersebut, dan ikut serta dalam mengevaluasinya. Konsep partisipasi masyarakat dalam pembangunan sudah mulai dikenalkan oleh pemerintah

Mubyarto (1984) dalam Ndraha (1990) mendefinisikan partisipasi sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnyansetiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri.

Participation is simply a process of taking part in different spheres of societal life: political, economic, social, cultural and others (Sidorenko, 2010).

Partisipasi adalah suatu proses yang sederhana dari pengambilan bagian didalam suatu lapisan sosial masyarakat yang berbeda : politik, ekonomi, sosial, budaya dan lainnya.

Cleaver dalam Cooke dan Kothari (2002) dalam Atmoko (2010) mengatakan bahwa partisipasi adalah sebuah instrumen atau alat untuk mencapai hasil dan dampak program/kebijakan yang lebih baik, sedangkan dalam argumen demokratisasi dan pemberdayaan, partisipasi adalah sebuah proses untuk meningkatkan kapasitas individu-individu, sehingga menghasilkan sebuah perubahan yang positif bagi kehidupan mereka.

Dussel (1981) dalam Mardikanto (2009) membedakan adanya beberapa jenjang kesukarelaan masyarakat untuk berpartisipasi yaitu :

a. Partisipasi spontan, yaitu peranserta yang tumbuh karena motivasi intrinsik berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinan sendiri.

b. Partisipasi terinduksi, yaitu peranserta yang tumbuh karena terinduksi oleh adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan) dari luar; meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebiasaan penuh untuk berpartisipasi b. Partisipasi terinduksi, yaitu peranserta yang tumbuh karena terinduksi oleh adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan) dari luar; meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebiasaan penuh untuk berpartisipasi

d. Partisipasi tertekan oleh alasan sosial-ekonomi, yaitu peran serta yang dilakukan karena takut akan kehilangan status sosial atau menderita kerugian/tidak memperoleh bagian manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan.

e. Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu peranserta yang dilakukan karena takut menerima hukuman dari peraturan/ketentuan-ketentuan yang sudah diberlakukan.

Margono Slamet (1985) dalam Mardikanto (1988) menyatakan bahwa tumbuh dan berkem-bangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh 3 (tiga) unsur pokok, yaitu: adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi, adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi, adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi.

a. Kesempatan Untuk Berpartisipasi Dalam kenyataan, banyak program pembangunan yang kurang memperoleh partisipasi masyarakat karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Di lain pihak, juga sering dirasakan kurangnya informasi yang disampaikan kepada masyarakat mengenai kapan dan dalam bentuk apa mereka dapat atau dituntut untuk berpartisipasi. Beberapa kesempatan yang dimaksud disini adalah :

1) Kemauan politik dari penguasa atau pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan, baik dalam pengambilan keputusan sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, 1) Kemauan politik dari penguasa atau pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan, baik dalam pengambilan keputusan sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi,

2) Kesempatan untuk memperoleh informasi pembangunan.

3) Kesempatan untuk memanfaatkan dan memobilisasi sumber daya.

4) Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi tepat guna.

5) Kesempatan untuk berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan menggunakan peraturan, perijinan dan prosedur kegiatan yang harus dilaksanakan.

6) Kesempatan untuk mengembangkan kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, menggerakkan dan mengembangkan serta memelihara partisipasi masyarakat.

b. Kemampuan Untuk Berpartisipasi Adanya

disediakan atau ditumbuhkan untuk menggerakkan partisipasi masyarakat akan tidak berarti bila masyarakatnya tidak mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi. Yang dimaksud dengan kemampuan adalah :

kesempatan-kesempatan

yang

1) Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan- kesempatan untuk membangun atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun.

2) Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki.

3) Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan menggunakan sumber daya dan kesempatan lain yang tersedia secara optimal.

c. Kemauan Untuk Berpartisipasi Kesempatan dan kemampuan yang cukup juga belum merupakan jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, jika mereka sendiri tidak mempunyai kemauan untuk membangun. Kemauan ditentukan oleh sikap mental yang mereka miliki, yang menyangkut :

1) Sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat pembangunan

2) Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada umumnya.

3) Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat puas diri.

4) Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah dan tercapainya tujuan pembangunan

5) Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk memperbaiki mutu hidupnya. Partisipasi tidak terjadi begitu saja, tetapi harus diniatkan. Seseorang harus mengurus prosesnya selama beberapa waktu, dan memperbolehkan yang lain untuk ikut terlibat dalam pengontrolan. Proses ini dijelaskan dalam 4 fase: Permulaan - Persiapan - Partisipasi – Keberlangsungan (Fleming, 2009).

Yadav (UNAPDI, 1980) dalam Mardikanto (2009) mengemukakan tentang adanya empat macam kegiatan yang menunjukkan partisipasi masyarakat di dalam kegiatan pembangunan, yaitu :

a. Partisipasi dalam pengambilan keputusan Partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkan melalui dibukanya forum yang memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi langsung di dalam paroses pengambilan keputusan tentang program-program pembangunan di wilayah stempat atau di tingkat lokal.

b. Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan diartikan sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai dan atau beragam bentuk korbanan lainnya yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima oleh masing-masing warga masyarakat yang bersangkutan.

c. Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi

Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan bukan saja agar tujuannya dapat dicapai seperti yang diharapkan, tetapi juga diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan.

d. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan, merupakan unsur terpenting yang sering terlupakan. Sebab tujuan pembangunan adalah untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan hasil pembangunan merupakan tujuan utama. Di samping itu, pemanfaatan hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program pembangunan yang akan datang.

Bentuk partisipasi yang ditunjukkan masyarakat juga berkaitan dengan kemauan politik (political will) penguasa untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi, tentang hal ini Dawam Raharjo (Mardikanto, 2009) mengemukakan adanya tiga variasi bentuk partisipasi, yaitu :

a. Partisipasi terbatas, yaitu partisipasi yang hanya digerakkan untuk kegiatan-kegiatan tertentu demi tercapainya tujuan pembangunan, tetapi untuk kegiatan tertentu yang dianggap menimbulkan kerawanan bagi stabilitas nasional dan kalangan pembangunan diatasi.

b. Partisipasi penuh (full scale participation) artinya partisipasi seluas- luasnya dalam segala aspek kegiatan pembangunan.

c. Mobilisasi tanpa partsipasi, artinya partisipasi yang dibangkitkan pemerintah, tetapi masyarakat tidak sama sekali diberi kesempatan untuk mempertimbangkan kepentingan pribadi dan tidak diberi kesempatan untuk turut mengajukan tuntutan maupun mempengaruhi jalannya kebijaksanaan pemerintah.

Bryant dan White (1982) dalam Ndraha (1990) mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat dapat digerakkan melalui : Bryant dan White (1982) dalam Ndraha (1990) mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat dapat digerakkan melalui :

b. Organisasi dan lembaga kemasyarakatan yang mampu menggerakkan dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

c. Peningkatan peranan masyarakat dalam pembangunan. Tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat diupayakan melalui :

a. Pemberian kesempatan yang dilandasi oleh pemahaman bahwa masyarakat memiliki kemampuan dan kearifan tradisional kaitannya dengan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidupnya dan bukannya pemberian kesempatan yang dilandasi oleh prasangka burukagar mereka tidak melakukan pengrusakan

b. Penyuluhan yang intensif dan berkelanjutan, yang tidak saja berupa penyampaian informasi tentang adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat, melainkan juga dibarengi dengan dorongan dan harapan-harapan agar masyarakat mau berpartisipasi, serta upaya yang terus menerus untuk meningkatkan kemampuannya untuk berpartisipasi

c. Berkaitan dengan dorongan dan harapan yang disampaikan, perlu adanya penjelasan kepada masyarakat tentang besarnya manfaat ekonomi maupun non ekonomi yang dapat secara langsung dan atau tak langsung dinikmati sendiri maupun yang akan dinikmati generasi mendatang. Dilain pihak, perlunya ada perubahan pemahaman, bahwa pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pertanian bukanlah biaya sosial (social cost) yang merupakan pemborosan, tetapi merupakan investasi sosial (social investment) yang akan memberikan manfaat untuk jangka waktu yang tidak terbatas.

(Mardikanto, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Goldsmith dan Blustain (1980) dalam Ndraha (1990) berkesimpulan bahwa masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika :

a. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau a. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau

b. Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang bersangkutan

c. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi kepentingan masyarakat setempat

d. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata berkurang jika mereka tidak atau kurang berperan dalam pengambilan keputusan.

4. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) adalah suatu pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani melalui perbaikan sistem/pendekatan dalam perakitan teknologi yang sinergis antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh petani serta bersifat spesifik lokasi (Departemen Pertanian, 2009).

Rahman and Nandeesha (2000) in Gaunt (2000) ICM technologies included the effects of balanced fertiliser, transplanting seedlings (earlier, fewer seedlings per hill and at a wider spacing) and IPM messages to reduce unnecessary use of pesticides

Teknologi pengelolaan tanaman terpadu mencakup penggunaan pupuk yang seimbang, persemaian (menggunakan bibit muda dan lebih sedikit dengan jarak yang lebar) dan pengelolaan hama terpadu untuk mengurangi penggunaan pestisida yang berlebih.

PTT adalah pendekatan dalam pengelolaan lahan, air, tanaman, Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan iklim secara terpadu dan berkelanjutan dalam upaya peningkatan produktivitas, pendapatan petani dan kelestarian lingkungan. Tujuan penerapan PTT padi adalah untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani padi serta melestarikan lingkungan produksi melalui pengelolaan lahan, air, tanaman, OPT dan iklim secara terpadu (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008).

Kartaatmadja (2000) dalam Wirajaswadi, et. al (2002) mengatakan bahwa filosofi pengelolaan tanaman terpadu adalah pemanfaatan

sumberdaya pertanian secara optimal sehingga petani memperoleh keuntungan maksimum secara berkelanjutan dalam sistem produksi yang memadukan komponen teknologi sesuai kapasitas lahan. Kata kunci dari pengelolaan tanaman terpadu adalah sinergis. Setiap komponen teknologi sumberdaya alam, dan kondisi sosial ekonomi memiliki kemampuan untuk berinteraksi satu sama lain. Dengan demikian akan tercipta suatu keseimbangan dan keserasian antara aspek lingkungan dan aspek ekonomi untuk keberlanjutan sistem produksi. Indikator keberhasilan pengelolaan tanaman terpadu yang paling penting adalah rendahnya biaya produksi, penggunaan sumberdaya pertanian secara efisien dan pendapatan petani meningkat tanpa merusak lingkungan. Pengelolaan pertanian terpadu memiliki potensi dan prospek cukup baik untuk mempertahankan produktivitas yang berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya alam dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Prinsip PTT mencakup empat unsur yaitu integrasi, interaksi, dinamis dan partisipatif.

a. Integrasi Dalam implementasinya dilapangan PTT mengintegrasikan sumber daya lahan, air, tanaman, OPT dan iklim untuk mampu meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada petani.

b. Interaksi PTT berlandaskan pada hubungan yang sinergis atau interaksi antara dua atau lebih komponen teknologi produksi.

c. Dinamis PTT bersifat dinamis karena selalu mengikuti perkembangan teknologi dan penerapannya disesuaikan dengan keinginan dan pilihan petani. Oleh karena itu, PTT selalu bercirikan spesifik lokasi. Teknologi yang dikembangkan melalui pendekatan PTT senantiasa memperhatikan c. Dinamis PTT bersifat dinamis karena selalu mengikuti perkembangan teknologi dan penerapannya disesuaikan dengan keinginan dan pilihan petani. Oleh karena itu, PTT selalu bercirikan spesifik lokasi. Teknologi yang dikembangkan melalui pendekatan PTT senantiasa memperhatikan

d. Partisipatif PTT juga bersifat partisipatif yang membuka ruang bagi petani untuk memilih, mempraktekkan dan bahkan memberikan saran kepada penyuluh dan peneliti untuk menyempurnakan PTT serta menyampaikan pengetahuan yang dimiliki kepada petani lain (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008).

5. Kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) SL-PTT adalah bentuk sekolah yang seluruh proses belajar mengajarnya dilakukan dilapangan. SL-PTT juga mempunyai kurikulum, evaluasi pra dan pasca kegiatan, dan sertifikat. Bahkan sebelum SL-PTT dimulai perlu dilakukan registrasi terhadap peserta yang mencakup nama dan luas lahan sawah garapan dan studi banding atau kunjungan lapang (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008).

SL-PTT adalah suatu tempat pendidikan non formal bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usaha tani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan lingkungan sehingga usaha taninya menjadi efisien, berproduktivitas tinggi dan berkelanjutan (Departemen Pertanian, 2009).

Farmers with limited experience will be able to access other information and techniques in planting from the “better” farmers thereby allowing them to improve on what they are doing (GRDB, 2007) Petani dengan kemampuan yang terbatas akan memperoleh akses

mengenai informasi dan teknik penanaman lebih baik dengan demikian petani dapat mencontoh apa yang dilakukan (GRDB, 2007)

The way farmers are trained in Farmer Field School is thus radically different from the way a teacher teaches students in a formal school or extension workers transfer technology. This standard model of the school with its emphasis on The way farmers are trained in Farmer Field School is thus radically different from the way a teacher teaches students in a formal school or extension workers transfer technology. This standard model of the school with its emphasis on

Cara petani melakukan pendidikan di sekolah lapang adalah sangat berbeda denga cara guru mengajar muridnya di pendidikan formal atau para alih teknologi. Pembelajaran dilakukan dengan memberikan perhatian pada peserta dan pada awalnya belajar pada pengalaman lalu melakukan perbaikan dalam hasil tanaman.

Kegiatan SL-PTT merupakan salah satu upaya pendampingan petani dalam rangka pelaksanaan program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Salah satu bentuk pendampingannya berupa kegiatan sekolah lapangan. Tujuannya, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani, kelompok tani dalam budi daya padi, memantapkan kesadaran petani dalam peningkatan melalui P2BN (Lampung Post, 2009).

Komponen dasar Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) terdiri dari 12 komponen yaitu :

a. Varietas unggul

b. Benih bermutu

c. Pengolahan tanah terpadu

d. Persemaian yang baik dengan benih efisien dan

e. Benih umur muda 14-18 hari dengan satu lubang satu-dua tanaman

f. Pola tanam jajar legowo

g. Penggunaan pupuk organik

h. Penggunaan pupuk an organik yang sesuai kebutuhan

i. Pengairan yang intermiten (terputus putus) j. Pengendalian gulma k. Pengendalian hama dan penyakit l. Panen (penggunaan power threaser dan terpal lebar) dan pasca panen

(penyimpanan yang baik) (THL TBP Pertanian, 2008).

Luas satu unit SL-PTT adalah berkisar antara 10-25 ha, satu unit LL (laboratorium lapangan) seluas minimal 1 ha. Pemilihan letak petak LL yang berada didalam areal SL-PTT terpilih dengan prioritas pertimbangan terletak dibagian pinggir areal SL-PTT sehingga berbatasan langsung dengan areal diluar SL-PTT, diharapkan penerapan teknologi SL-PTT mudah dilihat dan ditiru oleh petani diluar SL-PTT. Lokasi LL dapat berupa persawahan yang beririgasi, sawah tadah hujan, lahan kering dan pasang surut yang produksinya masih bisa ditingkatkan, diprioritaskan bukan daerah endemis hama dan penyakit, bebas dari bencana kekeringan kebanjiran dan sengketa, unit SL-PTT diusahakan berada dalam satu hamparan yang stategis dan muda dijangkau petani serta dipasang papan pelaksanaan SL/LL. Areal yang digunakan sebagai unit SL-PTT mendapat bantuan benih dan areal yang digunakan sebagai unit LL akan mendapat bantuan benih, pupuk urea, NPK dan pupuk organik. Tiap unit SL-PTT terdiri dari petani peserta yang berasal dari satu kelompoktani yang sama. Dalam setiap unit SL-PTT perlu ditetapkan seorang ketua peserta yang bertugas mengkoordinasikan aktivitas anggota kelompok, seorang sekretaris yang bertugas sebagai pencatat kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada setiap pertemuan dan seorang bendahara yang bertugas mengurusi masalah yang berhubungan dengan keuangan. Peserta SL-PTT akan

bersama-sama di petak percontohan/laboratorium lapangan, mendeskripsikan dan membahas temuan-temuan lapangan.

mengadakan

pengamatan

Peserta SL-PTT wajib mengikuti setiap tahap pertanaman dan mengaplikasikan kombinasi komponen teknologi yang sesuai spesifik lokasi mulai dari pengolahan tanah, budidaya, penanganan panen dan pasca panen. Adapun penentuan calon petani/kelompok tani SL-PTT adalah kelompok tani/petani yang dinamis dan bertempat tinggal dalam satu wilayah yang berdekatan, petani yang dipilih adalah petani aktif yang memiliki lahan ataupun penggarap/penyewa dan mau menerima teknologi baru, bersedia mengikuti seluruh rangkaian kegiatan SL-PTT serta Peserta SL-PTT wajib mengikuti setiap tahap pertanaman dan mengaplikasikan kombinasi komponen teknologi yang sesuai spesifik lokasi mulai dari pengolahan tanah, budidaya, penanganan panen dan pasca panen. Adapun penentuan calon petani/kelompok tani SL-PTT adalah kelompok tani/petani yang dinamis dan bertempat tinggal dalam satu wilayah yang berdekatan, petani yang dipilih adalah petani aktif yang memiliki lahan ataupun penggarap/penyewa dan mau menerima teknologi baru, bersedia mengikuti seluruh rangkaian kegiatan SL-PTT serta

Mekanisme pelaksanaan SL-PTT meliputi persiapan SL-PTT; mengorganisasikan kelas SL-PTT; menerapkan metode belajar orang dewasa, adapun tahapan belajar dalam SL-PTT adalah peserta memilih materi sesuai dengan teknologi spesifik lokasi, memacu peserta untuk berperan aktif dalam berdiskusi kelompok ataupun kegiatan lain dalam SL-PTT dan proses belajar melalui pengalaman dimulai dengan penghayatan langsung (pengamatan langsung) diikuti dengan pengungkapan pengalaman, pengkajian hasil dan pengambilan kesimpulan; menciptakan suasana yang menyenangkan; menghidupkan dinamika kelompok; monitoring dan evaluasi oleh pemandu lapangan, kegiatan monitoring dan evaluasi ditujukan untuk mengikuti, mengetahui kemajuan, pencapaian tujuan ataupun sasaran serta memberikan umpan balik upaya-upaya mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam SL-PTT dengan langkah-langkah: menilai tingkat partisipasi peserta pada setiap periode maupun selama periode kegiatan dari tingkat kehadiran maupun pencapaian materi, membandingkan ketepatan penerapan teknologi oleh peserta antara petunjuk dengan praktek lapang dalam LL, membandingkan tingkat pemahaman dan ketrampilan peserta sebelum dengan sesudah mengikutikegiatan, menyusun pertanyaan berdasarkan pengetahuan dan ketrampilan lapangan yang berkaitan dengan penerapan teknologi budidaya setelah itu pertanyaan diberikan secara tertulis maupun lisan kepada peserta sebelum dan sesudah melakukan kegiatan. serta membuat laporan oleh pemandu lapangan (Dinas pertanian, 2009).

B. Kerangka Berpikir

Sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SL-PTT) merupakan suatu pendidikan non formal bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usahatani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi

yang sesuai dengan kondisi sumber daya setempat secara siergis dan berwawasan lingkungan. Dalam pelaksanaan pengelolaan tanaman menurut PTT, diarahkan untuk menerapkan berbagai teknologi usahatani melalui penggunaan input produksi yang efisien berdasarkan spesifik lokasi sehingga mampu menghasilkan produktivitas tinggi untuk menunjang peningkatan produksi secara berkelanjutan. Dalam kegiatan SL-PTT petani akan dipandu untuk mengalami, mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan (melakukan/mengalami kembali), menghadapi dan memecahkan masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji bersama berdasarkan spesifik lokasi. Untuk tercapainya keberhasilan SL-PTT diperlukan partisipasi petani dalam kegiatan tersebut, agar peningkatan produksi dapat tercapai.

Dari penelitian pendahuluan, diperoleh informasi mengenai keunggulan dari program SL-PTT diantaranya dapat meningkatan produksi, meningkatkan kualitas hasil usahatani, menumbuhkan lingkungan pertanaman yang sehat serta sebagai sarana untuk memandirikan kelompok tani dan juga merupakan salah satu faktor yang mendorong petani untuk berpartisipasi dalam program tersebut. Untuk berpartisipasi dalam kegiatan SL-PTT diperlukan kemauan, kemampuan dari petani itu sendiri selain itu juga diperlukan kesempatan yang berupa informasi mengenai kegiatan tersebut. Adapun alur kerangka berpikir dapat digambarkan sebagai berikut :

Kondisi Internal SL-PTT petani meliputi :

1. Pendidikan

Keunggulan konsep dan

praktek : Formal

1. peningkatan produksi

2. Pendidikan Non

2. meningkatkan kualitas Formal

partisipasi

hasil usahatani 3. Luas Penguasaan

masyarakat

3. menumbuhkan Lahan

ditentukan :

lingkungan pertanaman 4. Pendapatan

· Kemauan untuk

berpartisipasi

yang sehat

· Kesempatan

4. sarana memandirikan

untuk

kelompok tani

kelemahan dalam praktek Kondisi Eksternal

berpartisipasi

: kesulitan dalam sumber meliputi :

· Kemampuan

untuk

permodalan

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir Partisipasi Petani Dalam Kegiatan

SL-PTT di Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen.

C. Dimensi Penelitian

1. Kondisi internal merupakan kondisi yang ada dalam petani itu sendiri meliputi pendidikan formal, pendidikan non formal luas penguasaan lahan dan pendapatan dan kondisi eksternal adalah kondisi yang berasal dari luar petani meliputi lingkungan sosial dan lingkungan ekonomi.

2. Kemauan adalah sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat pembangunan, kemauan yang dimaksud disini adalah keamauan dari petani untuk meninggalkan cara-cara lama atau pola pikir yang selama ini dianggap benar. Kesempatan adalah kesempatan untuk memperoleh informasi pembangunan, terkait kesempatan disini adalah kesempatan dari petani itu sendiri dalam memperoleh informasi-informasi yang dapat memajukan dan meningkatkan kesejahteraan mereka seperti informasi terkait dengan SL-PTT. Kemampuan adalah Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan untuk membangun atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun, kemampuan yang dimaksud disini adalah kemampuan petani dalam memahami informasi terkait SL-PTT dan apakah mereka mampu untuk menerapkan komponen teknologi yang ditawarkan.

3. Partisipasi petani dalam kegiatan SL-PTT adalah bentuk keikutsertaan petani dalam kegiatan meliputi:

a. Lingkup keterlibatan yaitu seberapa besar petani ikut menyumbangkan masukan berupa tenaga atau materi dalam melaksanakan sekolah lapang

b. Tingkat kesukarelaan yaitu kesukarelaan petani untuk terlibat dalam kegiatan SL-PTT

c. Bentuk partisipasi adalah bentuk partisipasi yang dilakukan oleh petani dalam kegiatan sekolah lapang

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik studi kasus tunggal. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, Kirk dan Miller (1986) dalam Moleong (2001) mendefinisikan penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang- orang tersebut dalam bahasanya dan dalam persistilahannya. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya yang memusatkan perhatian pada penemuan fakta-fakta (fact finding) sebagaimana keadaan sebenarnya (Nawawi dan Mimi, 2005). Studi kasus tunggal digunakan karena kasus yang diangkat menyatakan kasus penting dalam menguji suatu teori yang telah disusun dengan baik. Teori tersebut telah menspesifikan serangkaian proposisi yang jelas serta keadaan dimana proposisi-proposisi tersebut diyakini kebenarannya (Yin, 2000).

B. Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu cara pengambilan sampel dengan sengaja karena alasan-alasan tertentu yang

disesuaikan dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1995). Adapun jumlah desa terbanyak yang mengikuti pelaksanaan SL-PTT adalah di Kecamatan Plupuh dan Tanon. Pemilihan lokasi Kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) dilakukan secara purposive yaitu di Kecamatan Plupuh dengan pertimbangan karena jumlah desa yang mengikuti kegiatan SL-PTT di Kecamatan Plupuh merupakan salah satu jumlah desa terbanyak dibanding kecamatan lainnya. Selain itu, dibandingkan Kecamatan Tanon jumlah anggota peserta SL-PTT lebih banyak di Kecamatan Plupuh yaitu sebanyak 1.470 anggota sedangkan Kecamatan Tanon 1.315 anggota. Adapun rincian data jumlah desa yang mengikuti kegiatan SL-PTT dapat dilihat dari Tabel 1.dibawah ini : Tabel 1. Data Jumlah Desa yang Mengikuti Kegiatan SL-PTT

No Kecamatan Jumlah dusun yang mengikuti kegiatan SL-PTT

Sidoharjo Masaran Sumberlawang Kedawung Sambirejo Sukodono

Plupuh

Mondokan Gondang Sragen Karangmalang Gemolong Tanon Ngrampal Kalijambe Sambungmacan Jenar Gesi Miri Tangen

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sragen

Pelaksanaan kegiatan SL-PTT di Kecamatan Plupuh tidak dilaksanakan secara serentak diseluruh desa tetapi disesuaikan dengan jadwal tanam. Sasarannya merupakan petani padi yang ada di daerah tersebut.

C. Teknik Cuplikan (Sampling)

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive, hal ini digunakan untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. Pemilihan sampel diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data yang penting yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti.. Dalam penelitian ini jumlah sampling tidak ditentukan karena pada penelitian kualitatif yang penting bukan jumlahnya tetapi kelengkapan dan kedalaman informasi yang bisa digali.