BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dislipidemia Pada Penyakit Ginjal Kronis - Hubungan Lipid Profile Dan Left Ventricular Mass Index ( LVMI ) Pada Pasien Pgk Dengan Hemodialisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dislipidemia Pada Penyakit Ginjal Kronis

  Dislipidemia sering terjadi pada pasien-pasien dengan gagal ginjal, bahkan jauh sebelum menjadi gagal ginjal tahap akhir, sehingga dislipidemia mungkin berperan dalam perkembangan gagal ginjal, namun hal ini masih kontroversi. Masih belum jelas apakah dislipidemia yang menyebabkan gagal ginjal atau apakah kerusakan ginjal dan proteinuria yang menyebabkan dislipidemia. Dislipidemia berhubungan dengan penyakit kardiovaskular pada pasien-pasien dengan dan tanpa diabetes mellitus, dan sering berhubungan dengan nefropati diabetik. Kadar lipid yang tidak normal berperan dalam terjadinya penyakit aterosklerosis mikro dan makrovaskular. Pasien yang awalnya dengan fungsi ginjal yang normal dengan hiperlipidemia umumnya tidak berkembang menjadi insufisiensi ginjal, karena glomerulus yang normal memiliki mekanisme untuk mencegah penumpukan lipoprotein. Namun, gangguan ginjal yang telah ada sebelumnya dengan adanya gangguan fungsi mesangial merupakan suatu keadaan

  1,2 yang menyebabkan terjadinya penumpukan lipoprotein di glomerulus ginjal.

  Hiperlipidemia umum terjadi pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal. Jenis lipid dan lipoprotein yang tidak normal pada penyakit ginjal bervariasi, termasuk hipertrigliseridemia, hiperkolesterolemia, dan peningkatan LDL dengan HDL yang rendah , normal, atau meningkat. Beberapa studi observasi dan prospektif menunjukkan bahwa HDL yang rendah merupakan salah satu penentu penilaian terhadap penurunan fungsi ginjal. Suatu studi komunitas menunjukkan adanya hubungan antara laju filtrasi glomerulus (GFR) dan penyakit kardiovaskular aterosklerosis pada pasien-pasien dengan kreatinin serum > 1,6 mg/dl (pada pria) dan 1,4 mg/dl (pada wanita), dengan peningkatan kreatinin 0,3 mg/dl dalam 3 tahun dimana nilai resiko relative (RR) dari pasien-pasien tersebut yaitu 1,4 untuk trigliserida, 1,18 untuk total kolesterol, 1,16 untuk lipoprotein(a),

  1,2,3,6 1,13 untuk LDL, dan 0,78 untuk HDL. Pada pasien dengan mikroalbuminuria dan hipertensi esensial, yang umumnya berhubungan dengan penyakit ginjal kronik, terjadi peningkatan kadar LDL, trigliserida, apolipoprotein B (apo B), lipoprotein (a) dan penurunan HDL. Lipoprotein dinilai dari komposisi apolipoprotein. Beberapa studi tentang pengukuran kadar apolipoprotein menunjukkan bahwa penyakit ginjal tahap awal dan lanjut mempengaruhi perubahan karakteristik pada metabolisme lipoprotein, profil plasma apolipoprotein dan apo B. Lipoprotein yang mengandung apo-B ditemukan dalam VLDL, IDL, dan LDL. Ada beberapa tipe lipoprotein yang mengandung apo-B, yang ditandai oleh komposisi spesifik dari apolipoprotein minor (apo C,apo E), dan komposisi lipid ( trigliserida dan kolesterol), bahan- bahan metabolik dan yang relatif bersifat aterogenik. Sebagaimana sindroma nefrotik dan proteinuria berat berhubungan dengan peningkatan pembentukan kolesterol ; lipoprotein yang kaya akan apo B yaitu LDL dan VLDL. Penurunan yang signifikan nilai rasio apo A-I/apo C-III plasma adalah tanda gangguan lipid pada penyakit ginjal. Rasio ini menggambarkan penurunan kadar apo A-I dan apo A-II, peningkatan yang sedang dari apo B dan apo E, dan peningkatan kadar apo C III yang bermakna. Keadaan hiperlipidemia ini disebabkan oleh gangguan katabolisme lipoprotein yang mengandung apo B karena menurunnya aktivitas enzim lipolitik oleh perubahan komposisi pada lipoprotein yang menyebabkan sedikitnya substrat untuk lipolisis, dan berkurangnya ambilan lipoprotein melalui

  1,3,6,7 reseptor.

  Tingginya resiko komplikasi kardiovaskular pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir berhubungan dengan faktor resiko tradisional (termasuk dislipidemia), faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit ginjal kronik, dan faktor-faktor risiko, seperti inflamasi dan hiperhomosisteinemia. Kadar kolesterol total dapat sama atau bahkan lebih rendah pada pasien gagal ginjal tahap akhir yang non diabetik dibandingkan populasi umumnya, hal ini merupakan tanda adanya malnutrisi pada pasien ESRD. Kadar kolesterol yang rendah berhubungan dengan tampilan klinis yang buruk pada beberapa pasien, namun pada beberapa studi menyatakan bahwa tingginya kadar kolesterol total dan LDL memprediksi kematian yang disebabkan karena kejadian kardiovaskular pada pasien diabetes dengan dialisis. Oleh karena itu, menurut rekomendasi,

  1,8 dislipidemia pada pasien-pasien dengan gagal ginjal sebaiknya diterapi.

  Tingginya kadar trigliserida, rendahnya HDL, dan tingginya lipoprotein (a) dapat terlihat pada pasien-pasien dengan hemodialisis dan peritoneal dialisis. Namun, hemodialisis dapat menurunkan keadaan dislipidemia ini, kadang-kadang menghasilkan kadar kolesterol total dan LDL yang normal dengan atau tanpa

  1,3,6,8 peningkatan kadar lipoprotein aterogenik (Gambar 2.1).

  ↓HDL ↓HL Uremic Activity Dyslipidemia ↑TG More Atherogenic Lipid fraction ↑Lp(a) Oxidative modification Generation of reactive Accelerated of LDL oxygen species atherosclerosis ↑ Progression of CKD

  6 Gambar 2.1. Mekanisme Uremik Dislipidemia pada Gagal Ginjal Kronik.

2.2 Mekanisme interaksi antara penyakit ginjal dan dislipidemia

  Beberapa hipotesis menganggap adanya hubungan antara ekskresi albumin urin, penyakit ginjal dan abnormalitas lipid. Penyakit ginjal dapat meningkatkan kadar lipid dan keadaan abnormal lipid berhubungan dengan penyakit ginjal ini dapat menyebabkan komplikasi pada kardiovaskular. Pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal, peningkatan total kolesterol, LDL, dan lipoprotein (a) dapat terjadi secara sekunder karena kehilangan protein dari urin. Bahkan penyakit ginjal tahap awal dapat menyebabkan perubahan-perubahan pada lipoprotein yang bersifat aterogenik. IDL yang meningkat pada penyakit ginjal bersifat aterogenik

  1 karena ukurannya dan kemampuan untuk penetrasi arterial intima.

  Selain hal diatas, keadaan lipid yang abnormal juga dapat berperan pada kerusakan ginjal. Dengan adanya penyakit ginjal, lipoprotein dapat berperan dalam terjadinya kerusakan ginjal melalui suatu cara yang sama dengan pengaruhnya terhadap aterosklerosis. Kemungkinan hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa fungsi ginjal yang membaik dengan pemberian obat-obat yang menurunkan kadar lipid. Data eksperimental mendukung hipotesis bahwa dislipidemia berperan pada kerusakan glomerulus dan interstitial parenkim ginjal. Sel-sel glomerulus mesangial dan sel otot polos pembuluh darah memiliki kesamaan yaitu bahwa akumulasi lipid di dalam sel mesangial, analog dengan proses aterosklerotik pada sel otot polos, dapat menyebabkan glomerulosklerosis. LDL menyebabkan monosit berikatan dengan sel endotel, dan ikatan ini merupakan faktor penting pada proses inflamasi

  1,9 glomerular.

2.3. Lipid pada Pasien Hemodialisis

  Dialisis sangat efektif untuk mengurangi gejala uremik dan tampilan klinis dari toksisitas uremik. Mulainya terapi pengganti ginjal dapat mempengaruhi karakteristik dari dislipidemia pada pasien dengan gagal ginjal tahap akhir (Tabel

  2

  2.1). Pasien-pasien hemodialisis biasanya terjadi peningkatan konsentrasi trigliserida, menurunnya kadar HDL, dan peningkatan konsentrasi lipoprotein(a) dan LDL yang teroksidasi. Nilai kolesterol total dan LDL dalam batas normal atau berkurang pada pasien-pasien ini, dimana lipoprotein yang mengandung

  3,8 apolipoprotein B biasanya didominasi partikel LDL yang kecil (Gambar 2).

Tabel 2.1. Efek Gagal Ginjal dan Terapi Pengganti Ginjal terhadap Lipid

3 Profile .

  LDL-C sdLDL TRG HDL-C Lp(a) ↔ OR ↓ ↑ ↑ ↓ ↑

  Predialysis CKD ↑ ↑ ↔ OR ↑ ↓ OR ↔ OR ↑ ↑

  Nephrotic syndrome ↔ OR ↓ ↑ ↑ ↓ ↑

  Hemodialysis ↑ ↑ ↑ ↓ ↑

  Peritoneal Dialysis Renal Transplantation ↑ ↑ ↑ ↑ ↓

Gambar 2.2. Gambaran Bentuk Lipoprotein pada Subjek yang Normal,

  8 Pasien dengan Hemodialisis dan Peritoneal Dialisis.

  Patofisiologi mekanisme yang mendasari perubahan metabolisme lipoprotein pada pasien hemodialisis umumnya sama dengan individu gagal ginjal sebelum dialisis. Namun, prosedur dialisis dapat menghasilkan gangguan tambahan terhadap homeostasis lipid seperti peningkatan kecepatan katabolisme dari apolipoprotein AI. Meskipun efek netral dialisis terhadap profil lipid, dialisis tertentu mempengaruhi metabolism lipoprotein dan memodifikasi tampilan dislipidemia pada pasien-pasien hemodialisis. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan membran high-flux polysulfone atau cellulose triacetate menurunkan kadar trigliserida serum, juga meningkatkan apolipoprotein AI dan HDL dibandingkan dengan membran low-flux. Selain itu, tipe dialisat dapat juga memperngaruhi kadar lipoprotein pada pasien hemodialisis, dimana penggunaan dialisat bikarbonat dapat menyebabkan peningkatan kadar HDL dibandingkan

  3 menggunakan dialisat asetat.

  Faktor lain yang dapat mempengaruhi metabolism lipoprotein pada pasien hemodialisis adalah penggunaan berulang heparin sebagai antikoagulan. Heparin membebaskan lipoprotein lipase dari permukaan endotel, sehingga penggunaan kronik dapat menghasilkan kekurangan lipoprotein lipase dan terjadi gangguan terhadap katabolisme lipoprotein yang kaya akan trigliserida. Namun, hal ini masih kontroversi karena beberapa studi yang menguji penggunaan heparin pada pasien hemodialisis yang menginduksi dislipidemia menyatakan hasil yang berlawanan. Penelitian terakhir menyatakan bahwa penggunaan pengikat fosfat (phosphate binder) yaitu sevelamer hydrochloride menurunkan konsentrasi

  3 kolesterol total dan apolipoprotein B secara signifikan pada pasien hemodialisis.

  

2.4 Tahap awal Penyakit Ginjal Kronik dan pengaruhnya pada

kardiovaskular

  Awal terjadinya penyakit ginjal kronis berhubungan dengan peningkatan kejadian berhubungan dengan penyakit kardiovaskular. Pasien-pasien dengan PGK kemungkinan mendapat tiga tipe penyakit kardiovaskular, yaitu aterosklerosis, arteriosklerosis, dan kardiomiopati bila dibandingkan dengan individu dengan fungsi ginjal yang normal pada usia dan jenis kelamin yang sama. Penyakit aterosklerosis pada pasien PGK berbeda dengan populasi dengan aterosklerosis umumnya. Pada kedua grup aterosklerosis ditandai oleh adanya plak. Namun, pada pasien-pasien PGK dengan dialisis, aterosklerosis diperburuk oleh meningkatnya frekuensi lesi kalsifikasi, peningkataan ketebalan dinding pembuluh darah medial dan kalsifikasi yang mempengaruhi pembuluh darah

  10,11 berukuran sedang dan besar.

  Selain yang disebutkan di atas, pasien PGK memiliki prevalensi yang tinggi akan terjadinya arterosklerosis dan remodelling dari arteri besar.

  Remodelling arteri-arteri besar ini disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor seperti overload tekanan yang menyebabkan hipertrofi dinding dan peningkatan rasio

  tebal dinding pembuluh darah dengan lumen yang menyebabkan overload aliran. Juga terjadi peningkatan diameter arteri dan tebal dinding dengan penurunan

  compliance arteri seperti yang ditentukan oleh aortic pulse wave velocity dan 10,11 pengukuran impedance.

  Proses-proses vaskular ini bersama-sama menghasilkan hilangnya daya

  compliance dinding pembuluh darah, penurunan compliance aorta, dan

  peningkatan tekanan nadi, dan faktor-faktor ini merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kardiovaskular. Hilangnya compliance sering berhubungan dengan peningkatan tekanan darah sistolik dan tekanan nadi, yang menghasilkan hipertrofi ventrikel kiri (LVH), penurunan fungsi cadangan arteri koroner dan perfusi koroner yang menyebabkan menurunnya cadangan

  10,11 mikrosirkulasi miokardial.

2.5 Patofisiologi penyakit kardiovaskular pada pasien dengan penyakit ginjal kronik

2.5.1 Faktor Risiko Tradisional

  a. Hipertensi

  Penyakit ginjal kronis tahap awal berhubungan dengan tekanan darah diastolik dan sistolik. Dengan adanya penyakit ginjal kronis, hipertensi yang telah ada sebelumnya dapat menjadi lebih buruk, atau hipertensi baru dapat berkembang karena peningkatan volume plasma (retensi garam dan air), peningkatan aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron dan aktivitas simpatis, dan akumulasi substansi vasoaktif endogen dalam sirkulasi. Tanpa kontrol yang efektif terhadap hipertensi dan retensi air dan garam, tekanan darah memburuk secara bertahap dan menyebabkan berkembangnya kerusakan ginjal, yang

  11 kemudian memicu siklus yang sama kembali.

  b. Proteinuria atau microalbuminuria

  Mikroalbuminuria berhubungan dengan peningkatan resiko CAD, LVH, dan infark miokard. Adanya proteinuria selama 6 tahun berhubungan dengan peningkatan kematian penyakit kardiovaskular dan penyakit jantung koroner. Proteinuria dapat dihasilkan oleh beberapa tipe kerusakan glomerulus, juga dihasilkan oleh kerusakan tubulus berhubungan dengan berkembangnya gagal

  11,12 ginjal.

  c. Diabetes Mellitus

  Diabetes mellitus terutama DM tipe 2 secara umum menyebabkan penyakit ginjal kronik, antara 40-45% pasien dialisis di Amerika Serikat menderita diabetes mellitus. Adanya DM merupakan faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Kombinasi diabetes dan PGK kemungkinan memperburuk penyakit kardiovaskular pada pasien-pasien dengan terapi pengganti ginjal dan transplantasi ginjal. Kontrol glikemik yang optimal penting untuk mencegah onset penyakit aterosklerosis dan untuk mencegah perkembangan

  11,12 aterosklerosis pada pasien-pasien dengan diabetes mellitus dan PGK.

d. Dislipidemia

  Selama perkembangan PGK, terjadi dislipidemia yang ditandai dengan akumulasi dari sebagian partikel metabolism trigliserida yang dikarenakan abnormalitas kadar lipoprotein lipase ataupun fungsinya, yang menghasilkan

  11 hipertrigliseridemia, dan secara signifikan menurunkan kadar HDL.

  

2.5.2 Faktor risiko non tradisional pada pasien-pasien penyakit ginjal

kronik:

  Beberapa faktor resiko non tradisional seperti kadar C-reactive protein, lipoprotein (a), homocystein, dan fibrinogen berhubungan dengan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular pada populasi umumnya. Beberapa studi memperlihatkan hubungan antara peningkatan C-reactive protein, lipoprotein (a), fibrinogen dan homosistein, dengan peningkatan mortalitas pada pasien-pasien

  11 dialisis.

  

2.5.3 Faktor resiko Uremia yang berhubungan dengan penyakit

kardiovaskular

  Efek dari uremia dapat secara independen sebagai faktor resiko tradisional dan nontradisional penyakit kardiovaskular. Faktor-faktor yang berperan dalam peningkatan resiko penyakit kardiovaskular karena penurunan fungsi ginjal adalah : adanya anemia, pembesaran ventrikel kiri (LVH) dan peningkatan indeks massa ventrikel kiri (LVMI), mikroinflamasi kronik, peningkatan stress oksidatif, kalsifikasi vaskular dan peningkatan kadar biomarker kerusakan /stress miokard

  11-16 (Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Patogenesis gagal ginjal kronik dan penyakit

  14 kardiovaskular.

  

2.6. Hipertrofi Ventrikel Kiri ( Left Ventricle Hypertrophy) atau

Peningkatan LVMI ( Left Ventricle Mass Index)

  LVH terjadi pada > 80% pasien-pasien dialisis. Diasumsikan bahwa LVH berkembang sejak awal PGK dan memburuk secara bertahap bersama dengan perkembangan PGK. Pada pasien PGK tahap akhir, hipertensi juga sebagai penyebab LVH, namun perubahan struktural ventrikel kiri dan fibrosis miokard dapat disebabkan oleh faktor nonhemodinamik, seperti peningkatan kadar angiotensin II, hormon paratiroid , endotelin, dan aldosteron dan peningkatan aktivitas sistem syaraf simpatis dengan peningkatan kadar katekolamin

  11,12,17,18 plasma.

  Hipertrofi ventikel kiri (LVH) merupakan salah satu faktor risiko terbesar kematian dan kejadian kardiovaskular baik pada populasi umum maupun dengan penyakit jantung. Paoletti et al menunjukkan bahwa pekembangan LVH berhubungan dengan peningkatan risiko kematian mendadak karena jantung. Peningkatan massa ventrikel kiri berhubungan dengan kondisi-kondisi patologi seperti obesitas, hipertensi, dan adanya mekanisme adaptasi jantung yang menyebabkan peningkatan pompa jantung. Hipertrofi ventrikel kiri ini umum terjadi pada pasien-pasien dengan gagal ginjal tahap akhir yaitu dengan angka prevalensi 70-80 %, oleh karena itu pengukuran massa ventrikel kiri dapat dipakai

  11,19,20 untuk menilai keluaran klinis pada pasien-pasien gagal ginjal tahap akhir.

  Penanganan anemia, kontrol volume, dan penggunaan ACE-inh dan ARB merupakan dasar untuk mencegah berkembangnya LVH. Studi lainnya yang menilai LVMI (left ventricle mass index) pada 161 pasien hemodialisis menunjukkan bahwa peningkatan LVMI berhubungan dengan peningkatan resiko

  2

  kejadian kardiovaskular, dimana peningkatan LVMI sebesar 1 g/m per bulan berhubungan dengan peningkatan 62% resiko kejadian kardiovaskular yang fatal

  11 dan non fatal.