BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Rekayasa Pembuatan Komposit Paduan Aluminium-Magnesium Menggunakan Karbon dengan Analisa Uji Tarik dan Mikrostruktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aluminium

2.1.1 Sejarah Aluminium

  Aluminium ditemukan kira-kira sekitar 160 tahun yang lalu dan mulai diproduksi skala industri sekitar 90 tahun yang lalu. Berikut sejarah perkembangan tentang penemuan aluminium 1.

  Pada tahun 1782, seorang ilmuwan Prancis bernama Lavoiser telah menduga bahwa aluminium merupakan logam yang terkandung di dalam alumina,

  2. Pada tahun 1807, ahli kimia Inggris bernama Humphrey Davy berhasil memisahkan alumina secara elektrokimia logam dan yang diperoleh dari pengujian tersebut adalah aluminium, 3. Pada tahun 1821, biji sumber aluminium ditemukan di Prancis Selatan, tepatnya di kota Lesbaux, yang dinamakan bauksit,

  4. Pada tahun 1825, ahli kimia Denmark, Orsted berhasil memisahkan aluminium murni dengan cara memanaskan aluminium chloride dengan kalium amalgam dan kemudian memisahkan merkuri dengan cara destilasi, 5. Pada tahun 1886, mahasiswa Oberlin College di Ohio, Amerika Serikat bernama Charles Martin – Hall menemukan dengan cara melarutkan alumina

  (Al2O3) dalam lelehan kliorit (Na3AlF6) pada temperatur 960 OC dalam bentuk kotak yang dilapisi logam karbon dan kemudian melewatkan arus listrik melalui ruang tersebut. Cara ini dikenal dengan proses Hall – Heroult, karena ini terjadi pada tahun yang sama dengan seorang Prancis yang bernama Paul Heroult, 6. Pada tahun 1888, ahli kimia Jerman Karlf Josef Bayern menemukan cara memperoleh alumina dari bauksit secara pelarutan kimia. Sampai saat ini cara

  Bayer masih digunakan untuk memproduksi alumina dari bauksit secara industry dan disebut dengan proses Bayer.

2.1.2. Sifat - Sifat Aluminium

  Aluminium telah menjadi salah satu logam industri yang paling luas penggunaannya di dunia. Aluminium banyak digunakan di dalam semua sektor utama industri seperti angkutan, konstruksi, listrik, peti kemas dan kemasan, alat rumah tangga serta peralatan mekanis. Adapun sifat-sifat aluminium antara lain sebagai berikut: 1.

  Ringan.

  Memiliki bobot sekitar 1/3 dari bobot besi dan baja, atau tembaga dan banyak digunakan dalam industri transportasi seperti angkutan udara.

  2. Tahan terhadap korosi.

  Sifatnya durabel sehingga baik dipakai untuk lingkungan yang dipengaruhi oleh unsur-unsur seperti air, udara, suhu dan unsur-unsur kimia lainnya,

  3. Kuat.

  Aluminium memiliki sifat yang kuat terutama bila dipadu dengan logam lain. Digunakan untuk pembuatan komponen yang memerlukan kekuatan tinggi seperti: pesawat terbang, kapal laut, bejana tekan, kendaraan dan lain-lain.

  4. Mudah dibentuk.

  Proses pengerjaan aluminium mudah dibentuk karena dapat disambung dengan logam/material lainnya dengan pengelasan, brazing, solder,

  adhesive bonding , sambungan mekanis, atau dengan teknik penyambungan lainnya.

  5. Konduktor panas.

  Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada mesin-mesin/alat-alat pemindah panas sehingga dapat memberikan penghematan energi.

  6. Memiliki ketangguhan yang baik.

  Dalam keadaan dingin dan tidak seperti logam lainnya yang menjadi getas bila didinginkan. Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada transportasi LNG dimana suhu gas cair LNG mencapai dibawah -150 ˚C.

7. Mampu diproses ulang-guna.

  Mendaur ulang kembali melalui proses peleburan dan selanjutnya dibentuk menjadi produk seperti yang diinginkan. Proses ulang-guna ini dapat menghemat energi, modal dan bahan baku yang berharga.

  2.1.3 Sifat Fisik Aluminium

Tabel 2.1 Sifat Fisik Aluminium

  (Sumber : https://www.google.co.id/search?q=tabel+fisik+aluminium&hl)

  2.1.4 Sifat Mekanik Aluminium Sifat teknik bahan aluminium murni dan aluminium paduan dipengaruhi oleh konsentrasi bahan dan perlakuan yang diberikan terhadap bahan tersebut.

  Aluminium terkenal sebagai bahan yang tahan terhadap korosi. Hal ini disebabkan oleh fenomena pasivasi, yaitu proses pembentukan lapisan aluminium oksida di permukaan logam aluminium segera setelah logam terpapar oleh udara bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Namun, pasivasi dapat terjadi lebih lambat jika dipadukan dengan logam yang bersifat lebih katodik, karena dapat mencegah oksidasi aluminium. a.

  Kekuatan tensil Kekuatan tensil adalah besar tegangan yang didapatkan ketika dilakukan pengujian tensil. Kekuatan tensil ditunjukkan oleh nilai tertinggi dari tegangan pada kurva tegangan-regangan hasil pengujian, dan biasanya terjadi ketika terjadinya necking. Kekuatan tensil bukanlah ukuran kekuatan yang sebenarnya dapat terjadi di lapangan, namun dapat dijadikan sebagai suatu acuan terhadap kekuatan bahan.

  Kekuatan tensil pada aluminium murni pada berbagai perlakuan umumnya sangat rendah, yaitu sekitar 90 MPa, sehingga untuk penggunaan yang memerlukan kekuatan tensil yang tinggi, aluminium perlu dipadukan. Dengan dipadukan dengan logam lain, ditambah dengan berbagai perlakuan termal, aluminium paduan akan memiliki kekuatan tensil hingga 580 MPa (paduan b.

  Kekerasan Kekerasan gabungan dari berbagai sifat yang terdapat dalam suatu bahan yang mencegah terjadinya suatu deformasi terhadap bahan tersebut ketika diaplikasikan suatu gaya. Kekerasan suatu bahan dipengaruhi oleh elastisitas, plastisitas, viskoelastisitas, kekuatan tensil, ductility, dan sebagainya.

  Kekerasan dapat diuji dan diukur dengan berbagai metode. Yang paling umum adalah metode Brinnel, Vickers, Mohs, dan Rockwell. Kekerasan bahan aluminium murni sangatlah kecil, yaitu sekitar 65 skala Brinnel, sehingga dengan sedikit gaya saja dapat mengubah bentuk logam. Untuk kebutuhan aplikasi yang membutuhkan kekerasan, aluminium perlu dipadukan dengan logam lain dan/atau diberi perlakuan termal atau fisik. Aluminium dengan 4,4% Cu dan diperlakukan quenching, lalu disimpan pada temperatur tinggi dapat memiliki tingkat kekerasan Brinnel sebesar 135.

  c.

  Ductility

  

Ductility didefinisikan sebagai sifat mekanis dari suatu bahan untuk

  menerangkan seberapa jauh bahan dapat diubah bentuknya secara plastis tanpa terjadinya retakan. Dalam suatu pengujian tensil, ductility ditunjukkan dengan bentuk neckingnya; material dengan ductility yang tinggi akan mengalami yang sangat sempit, sedangkan bahan yang memiliki ductility rendah,

  necking

  hampir tidak mengalami necking. Sedangkan dalam hasil pengujian tensil,

  ductility diukur dengan skala yang disebut elongasi. Elongasi adalah seberapa besar pertambahan panjang suatu bahan ketika dilakukan uji kekuatan tensil.

  Elongasi ditulis dalam persentase pertambahan panjang per panjang awal bahan yang diujikan. Aluminium murni memiliki ductility yang tinggi. Aluminium paduan memiliki ductility yang bervariasi, tergantung konsentrasi paduannya, namun pada umumnya memiliki ductility yang lebih rendah dari pada aluminium murni, karena ductility berbanding terbalik dengan kekuatan tensil, serta hampir semua aluminum paduan memiliki kekuatan tensil yang d.

  Modulus Elastisitas Aluminium memiliki modulus elastisitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan baja maupun besi, tetapi dari sisi strength to weight ratio, aluminium lebih baik. Aluminium yang elastis memiliki titik lebur yang lebih rendah dan kepadatan. Dalam kondisi yang dicairkan dapat diproses dalam berbagai cara.

  Hal ini yang memungkinkan produk-produk dari aluminium yang akan dibentuk pada dasarnya dekat dengan akhir dari desain produk.

  e.

  Recyclability (daya untuk didaur ulang) Aluminium adalah 100% bahan yang didaur ulang tanpa downgrading dari kualitas. Yang kembali dari aluminium, peleburannya memerlukan sedikit energy, hanya sekitar 5% dari energy yang diperlukan untuk memproduksi logam utama yang pada awalnya diperlukan dalam proses daur ulang.

  f.

  Reflectivity (daya pemantulan) Aluminium adalah reflektor yang terlihat cahaya serta panas, dan yang bersama-sama dengan berat rendah, membuatnya ideal untuk bahan reflektor misalnya perabotan ringan.

2.2. Magnesium

  2.2.1 Sejarah Magnesium Magnesia, daerah di Thessaly. Senyawa-senyawa magnesium telah lama diketahui. Black telah mengenal magnesium sebagai elemen di tahun 1755. Davy berhasil mengisolasikannya di tahun 1808 dan Busy mempersiapkannya dalam bentuk yang koheren di tahun 1831. Magnesium merupakan elemen terbanyak kedelepan di kerak bumi. Magnesium tidak muncul tersendiri, tetapi selalu ditemukan dalam jumlah deposit yang banyak dalam bentuk magnesite, dolomite dan mineral-mineral lainnya. Logam ini sekarang dihasilkan di AS dengan mengelektrolisis magnesium klorida yang terfusi dari air asin, sumur, dan air laut.

  Paduan magnesium (Mg) merupakan logam yang paling ringan dalam hal berat jenisnya. Magnesium mempunyai sifat yang cukup baik seperti alumunium, hanya saja tidak tahan terhadap korosi. Magnesium tidak dapat dipakai pada suhu diatas 150°C karena kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu. Sedangkan pada suhu rendah kekuatan magnesium tetap tinggi.

Gambar 2.1. Diagram fasa magnesium, suhu(°C) vs Mg(%) Magnesium dan paduannya lebih mahal daripada alumunium atau baja dan hanya digunakan untuk industri pesawat terbang, alat potret, teropong, suku cadang mesin dan untuk peralatan mesin yang berputar dengan cepat dimana diperlukan nilai inersia yang rendah. Magnesium mempunyai temperatur 650°C yang perubahan fasanya dapat dilihat pada gambar 2.8.

  Ketahanan korosi yang rendah ini maka magnesium memerlukan perlakuan kimia atau pengecekan khusus setelah benda dicetak. Paduan magnesium memiliki sifat tuang yang baik dan sifat mekanik yang baik dengan komposisi 9% Al, 0,5% Zn, 0,13% Mn, 0,5% Si, 0,3% Cu, 0,03% Ni dan sisanya Mg. Kadar Cu dan Ni harus rendah untuk menekan korosi.

  Magnesium adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Mg dan nomor atom 12 serta berat atom 24,31. Magnesium adalah elemen unsur terlarut ketiga terbanyak pada air laut. Logam alkali tanah ini terutama digunakan sebagai zat campuran (alloy) untuk membuat campuran alumunium- magnesium yang sering disebut "magnalium" atau "magnelium".Magnesium ialah logam yang berwarna putih perak dan sangat mengkilap dengan titik cair 651 C yang dapat digunakan sebagai bahan paduan ringan, sifat dan karakteristiknya sama dengan Aluminium.

  Perbedaan titik cairnya sangat kecil tetapi sedikit berbeda dengan Aluminium terutama pada permukaannya yang mudah keropos bila terjadi oxidasi dengan udara. Oxid film yang melapisi permukaan Magnesium hanya cukup melindunginya dari pengaruh udara kering, sedangkan udara lembab dengan kandungan unsur garam kekuatan oxid dari Magnesium akan menurun, oleh kerana itu perlindungan dengan cat atau lac (pernis) merupakan metoda dalam melidungi Magnesium dari pengaruh korosi kelembaban udara. Magnesium memiliki kekuatan tarik hingga 110 N/mm2 dan dapat ditingkatkan melalui proses pembentukan hingga 200 N/mm2.

  Magnesium merupakan salah satu jenis logam ringan dengan karakteritik sama dengan aluminium tetapi magnesium memiliki titik cair yang lebih rendah dari pada aluminium. Seperti pada aluminium, magnesium juga sangat mudah bersenyawa dengan udara (Oksgen).Perbedaannya dengan aluminium ialah dimana magnesium memiliki permukaan yang keropos yang disebabkan oleh serangan kelembaban udara karena oxid film yang terbentuk pada permukaan magnesium ini hanya mampu melindunginya dari udara yang kering.Unsur air dan garam pada kelembaban udara sangat mempengaruhi ketahanan lapisan oxid pada magnesium dalam melindunginya dari gangguan korosi.Untuk itu benda kerja yang menggunakan bahan magnesium ini diperlukan lapisan tambahan perlindungan seperti cat atau meni.

  2 Magnesium murni memiliki kekuatan tarik sebesar 110 N/mm dalam

  bentuk hasil pengecoran (Casting), angka kekuatan tarik ini dapat ditingkatkan melalui proses pengerjaan. Magnesium bersifat lembut dengan modulus elsatis yang sangat rendah. Magnesium memiliki perbedaan dengan logam-logam lain termasuk dengan aluminium, besi tembaga dan nickel dalam sifat pengerjaannya dimana magnesium memiliki struktur yang berada didalam kisi hexagonal sehingga tidak mudah terjadi slip. Oleh karena itu,magnesium tidak mudah dibentuk dengan pengerjaan dingin.Disamping itu, presentase perpanjangannya hanya mencapai 5 % dan hanya mungkin dicapai melalui pengerjaan panas.

  2.2.2 Sifat Fisik magnesium

Tabel 2.2 Sifat Fisik Magnesium

  (Sumber : http://bilangapax.blogspot.com/2011/02/magnesium-dan- paduannya.html)

2.2.3 Magnesium dan paduan magnesium

  Magnesium (Mg) adalah logam teknik ringan yang ada, dan memiliki karakteristik meredam getaran yang baik. Paduan ini digunakan dalam aplikasi struktural dan non-struktural dimana berat sangat diutamakan. Magnesium juga merupakan unsur paduan dalam berbagai jenis logam nonferro.

  Paduan magnesium khusus digunakan di dalam pesawat terbang dan komponen rudal, peralatan penanganan material, perkakas listrik portabel, tangga, koper, sepeda, barang olahraga, dan komponen ringan umum. Paduan ini tersedia sebagai produk cor/tuang (seperti bingkai kamera) atau sebagai produk tempa (seperti kontruksi dan bentuk balok/batangan, benda tempa, dan gulungan dan lembar plat). Paduan magnesium juga digunakan dalam percetakan dan mesin tekstil untuk meminimalkan gaya inersia dalam komponen berkecepatan tinggi.

  Karena tidak cukup kuat dalam bentuk yang murni, magnesium dipaduankan dengan berbagai elemen untuk mendapatkan sifat khusus tertentu, terutama kekuatan untuk rasio berat yang tinggi. Berbagai paduan magnesium memiliki pengecoran, pembentukan, dan karakteristik permesinan yang baik. Karena magnesium mengoksidasi dengan cepat (pyrophpric), ada resiko/bahaya kebakaran, dan tindakan pencegahan yang harus diambil ketika proses permesinan, grindling, atau pengecoran pasir magnesium. Meskipun demikian produk yang terbuat dari magnesium dan paduannnya tidak menimbulkan bahaya kebakaran selama penggunaannya normal.

  Sifat-sifat mekanik magnesium terutama memiliki kekuatan tarik yang sangat rendah.Oleh karena itu magnesium murni tidak dibuat dalam teknik.Paduan Unsur-unsur paduan dasar magnesium adalah aluminium, seng dan mangan.

  Penambahan Al diatas 11%, meningkatkan kekerasan, kuat tarik dan fluidity (keenceran) Penambahan seng meningkatkan ductility (perpanjangan relative) dan castability (mampu tuang).Penambahan 0,1 – 0,5 % meningkatkan ketahanan korosi.Penambahan sedikit cerium, zirconium dan baryllium dapat membuat struktur butir yang halus dan meningkatkan ductility dan tahan oksidasi pada peningkatan suhu.

  Berdasarkan hasil analisis terhadap diagram keseimbangan paduan antara Magnesium-Aluminium dan Magnesium- Zincum, mengindikasikan bahwa larutan padat dari Magnesium-Aluminium maupun Magnesium Zincum dapat meningkat sesuai dengan peningkatan Temperaturnya dimana masing-masing berada pada kadar yang sesuai sehingga dapat “strengthening-heat treatment” melalui metoda pengendapan. Hanya sedikit kadar “rare metal” (logam langka) dapat memberikan pengaruh yang sama kecuali pada Silver yang sedikit membantu termasuk pada berbagai jenis logam paduan lain melalui “ageing”.

  2.2.4 Penerapan Magnesium Paduan

  Magnesium paduan Cor yang dibentuk dengan cetakan pasir (Sand-Cast) banyak digunakan dalam pembuatan block-block engine pada Motor bakar, sedangkan Magnesium yang dibentuk dengan Pressure Die-Casting banyak digunanakan dalam pembuatan peralatan rumah tangga dan kelengkapan kantor. Magnesium Cor tempa dibentuk dengan cara extrusi dan digunakan sebagai Trap dan relling tangga. Magnesium paduan juga digunakan dalam Teknologi Nuclear sebagai tabung Uranium dimana Magnesium sangat rendah dalam penyerapan Neutron pada penampang lintang.

  2.2.5 Manfaat Magnesium

  a) Magnesium dapat digunakan untuk memberi warna putih terang pada kembang api dan pada lampu Blitz

  Senyawa MgO dapat digunakan untuk melapisi tungku, karena senyawa MgO memiliki titik leleh yang tinggi

  c) Senyawa Magnesim Hidroksida diguakan dalam pasta gigi untuk mengurangi asam yang terdapat di mulut dan mencegah terjadinya kerusakan gigi, sekaligus sebagai pancegah maag

  d) Membuat campuran logam semakin kuat dan ringan sehingga biasa digunakan pada alat-alat rumah tangga

  2.2.6 Efek samping penggunaan Magnesium

  a) Menghirup debu atau asap mengandung magnesium dapat mengiritasi

  saluran pernafasan dan dapat menyebabkan demam fume logam. Gejala dapat termasuk batuk, sakit dada, demam, dan leukositosis.

  b) Apabila tertelandapat menyebabkan sakit perut dan diare.

  c) Molten magnesium dapat menyebabkan luka bakar kulit serius.

  d) Konsentrasi tinggi dari debu dapat menyebabkan iritasi mekanis.

  e) Melihat api magnesium dapat menyebabkan cedera mata.

2.2.7 Penyimpanan dan Penanganan Magnesium

  a) Simpan dalam wadah yang tertutup rapat.

  b) Simpan di tempat yang kering dan berventilasi.

  c) Hindari tempat penyimpanan yang lembab

  d) Jauhkan dari oksidasi, klorin, bromin, yodium, asam,dan semua sumber api.

2.3. Karbon

Gambar 2.2 Karbon

  Karbon yang di proses sedemikian rupa sehingga pori – porinya terbuka, dan dengan demikian akan mempunyai daya serap yang tinggi. Karbon merupakkan karbon yang bebas serta memiliki permukaan dalam (internal surface), sehingga mempunyai daya serap yang baik. Keaktifan daya menyerap dari karbon ini tergantung dari jumlah senyawa kabonnya yang berkisar antara 85 % sampai 95% karbon bebas. Karbon yang berwarna hitam, tidak berbau, tidak terasa dan mempunyai daya serap yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kabon yang belum menjalani proses aktivasi, serta mempunyai permukaan yang luas, yaitu memiliki luas antara 300 sampai 2000 m/gram. Karbon ini mempunyai dua bentuk sesuai ukuran butirannya, yaitu karbon bubuk dan karbon granular (butiran). Karbon bubuk ukuran diameter butirannya kurang dari atau sama dengan 325 mesh. Sedangkan karbon granular ukuran diameter butirannya lebih besar dari 325 mesh.

  Karbon merupakan suatu bentuk arang yang telah melalui aktifasi dengan menggunakan gas CO2, uap air atau bahan-bahan kimia sehingga pori-porinya terbuka dan dengan demikian daya absorpsinya menjadi lebih tinggi terhadap zat warna dan bau. Karbon mengandung 5 sampai 15 persen air, 2 sampai 3 persen abu dan sisanya terdiri dari karbon. Karbon berbentuk amorf terdiri dari pelat- pelat datar, disusun oleh atom-atom C yang terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagonal datar dengan satu atom C pada setiap sudutnya.

  Pelat-pelat tersebut bertumpuk-tumpuk satu sama lain membentuk kristal- kristal dengan sisa hidrokarbon, ter dan senyawa organik lain yang tertinggal pada turunannya dan bahan hewani. Mutu karbon yang dihasilkan dari tempurung kelapa mempunyai daya serap tinggi, karena arang ini berpori-pori dengan diameter yang kecil, sehingga mempunyai internal yang luas. Luas permukaan arang adalah 2 x 104 cm2 per gram, tetapi sesudah pengaktifan dengan bahan kimia mempunyai luas sebesar 5 x 106 sampai 15 x 107cm2 per gram.

  2 tahap utama proses pembuatan karbon yakni proses karbonasi dan proses aktifasi. Dijelaskan bahwa secara umum proses karbonisasi sempurna adalah pemanasan bahan baku tanpa adanya udara sampai temperatur yang cukup tinggi untuk mengeringkan dan menguapkan senyawa dalam karbon. Pada proses ini terjadi dekomposisi termal dari bahan yang mengandung karbon, dan menghilangkan spesies non karbonnya. Proses aktifasi bertujuan untuk meningkatkan volume dan memperbesar diameter pori setelah mengalami proses karbonisasi, dan meningkatkan penyerapan. Pada umumnya karbon dapat di aktifasi dengan 2 (dua) cara, yaitu dengan cara aktifasi kimia dan aktifasi fisika.

  1. Aktifasi kimia, arang hasil karbonisasi direndam dalam larutan aktifasi sebelum dipanaskan. Pada proses aktifasi kimia, arang direndam dalam larutan pengaktifasi selama 24 jam lalu ditiriskan dan dipanaskan pada suhu 600 – 9000C selama 1 – 2 jam.

  2. Aktifasi fisika, yaitu proses menggunakan gas aktifasi misalnya uap air atau CO

  2 yang dialirkan pada arang hasil karbonisasi. Proses ini biasanya berlangsung pada temperatur 800 – 11000C.

  2.3.1 Kegunaan karbon :

  1. Pada pengolahan air untuk penjernihan dan mengurangi kesadahan dengan menyerap bau, rasa, warna, kaporit, kapur (CaCO3), logam berat.

  2. Pada pengolahan emas untuk menyerap konsentrasi emas (ore) dalam bentuk Carbon in pulp (CIP), Carbon in Leach (CIL), Carbon in Clear Solution (CIC) biasanya dari batok kelapa mesh 8-25

  3. Pada pemurnian gas dengan menyerap belerang, gas beracun, bau busuk, asap dan pencegahan racun.

  4. Pada pengolahan limbah untuk menyerap Bahan Beracun Berbahaya (B3) yaitu menyerap sianida yang terdapat pada limbah industri serat sintetik (akrilonitril), petrokimia, baja, pertambangan dan pelapisan logam (electroplating) dengan cara merendam karbon dengan larutan Cu2+ (0,5%) yang menghasilkan daya serap sianidamenjadi 82% dalam waktu 2jam. Untuk menyerap logam berat Raksa/Hg, Cadmium/Cd, Plumbum/Pb/Timbal, Cromium/Cr penyebab sakit kanker

  5. Penyegar/pembersih udara ruangan dari kandungan uap air/gas berbau/beracun, seperti pada mobil, kamar pendingin, botol obat-obatan serta peralatan-peralatan yang harus dilindungi dari proses perkaratan.

  6. Pada industri obat dan makanan sebagai penyaring, penghilang warna, bau dan rasatidak enak pada makanan.

  7. Pada bidang perminyakan dipakai sebagai bahan penyulingan bahan mentah dan zat perantara.

2.4. Uji Tarik

Gambar 2.3 Mesin Uji Tarik

  Mengetahui sifat – sifat suatu bahan, tentu kita harus mengadakan pengujian terhadap bahan tersebut. Ada empat jenis uji coba yang biasa dilakukan, yaitu uji tarik (tensile test), uji tekan (compresion test), uji torsi (torsion test), dan uji geser (shear test).

  Uji tarik adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian ini sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi di seluruh dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241. Dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkeraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly). Brand terkenal untuk alat uji antara lain adalah antara lain adalah Shimadzu, Instron dan Dartec.

  Bila suatu bahan di tarik (dalam hal ini suatu logam)sampai putus, kita akan mendapat profil tarikan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada gambar di bawah ini. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut. Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut “Ultimate Tensile Strength” disingkat dengan UTS, dalam bahasa Indonesia disebut tegangan tarik maksimum.

Gambar 2.4 Hasil dan kurva pengujian tarik

  2.4.1 Hukum Hooke (Hooke’s Law) Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut:

  

rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan

Stess adalah beban dibagi luas penampang bahan dan strain adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan

  F: gaya tarikan, A: luas penampang Stress:σ = F/A Strain:

  ε = ∆L/L∆L: pertambahan panjang, L: panjang awal Hubungan antara stress dan strain dirumuskan :

  E=σ/ε

  Untuk memudahkan pembahasan, Gambar diatas kita modifikasi sedikit dari hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara tegangan dan regangan (stress vs strain). Selanjutnya kita dapatkan Gambar 2, yang merupakan kurva standar ketika melakukan eksperimen uji tarik. E adalah gradien kurva dalam daerah linier, dimana perbandingan tegak

  (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama “Modulus Elastisitas” atau “Young Modulus”. Kurva yang menyatakan hubugnan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve)

Gambar 2.5 Kurva tegangan – regangan

  (Sumber : https://www.mengenal+uji+tarik+Azhari+Sastranegara) Bentuk bahan yang diuji, untuk logam biasanya disebut spesimen dengan dimensi seperti pada Gambar 2.6, berikut :

Gambar 2.6 Dimensi spesimen standar uji tarik E8 ASTM Volume 3

  (Sumber:https://www.google.co.id/search?q=Dimensi+spesimen+standar+uji+tari k+E8+ASTM+Volume+3) Perubahan panjang dari spesimen dideteksi lewat pengukur regangan (strain gage) yang ditempelkan pada spesimen seperti diilustrikan pada Gambar 4. Bila pengukuran regangan ini mengalami perubahan panjang dan penampang, terjadi perubahan nilai hambatan listrik yang dibaca oleh detektor dan kemudian dikonversi menjadi perubahan regangan.

  2.4.2 Detail Profil Uji Tarik dan Sifat Mekanik Logam Disini dibahas profil data dari tensile test secara lebih detail. Untuk keperluan kebanyakan analisa teknik, data yang didapatkan dari uji tarik dapat digeneralisasi seperti pada Gambar 2.6

Gambar 2.7 Profil data hasil uji tarik

  (Sumber : https://www.mengenal+uji+tarik+Azhari+Sastranegara) Sifat – sifat mekanik bahan dengan berpedoman pada hasil uji tarik seperti pada Gambar 2.7. Asumsikan uji tarik mulai dari titik O sampai D sesuai dengan dengan arah panah dalam gambar. o

  Batas elastis σE (elastic limit)

  Dalam Gambar 2.6 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan “nol” pada titik O (lihat inset dalam Gambar 2.6). Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A,hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan permanen

  

(permanent strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu kurang dari

  0,03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0,005%. Tidak ada standarisasi yang universal mengenai nilai ini. o Batas proporsional σp (proportional limit)

  Titik sampai dimana penerapan hukum Hooke masih bisa ditolerer. Tidak ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis. o

  Deformasi plastis(plastic deformation)

  Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada

gambar 2.6 yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing. o uy

  Tegangan luluh atas σ (upper yield stress)

  Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis. o ly

  Tegangan luluh bawah σ (loweryield stress)

  deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan lulu (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini. o y

  Regangan luluh ε (yield strain) o Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi palstis e

  Regangan elastis ε (elastic strain)

  Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula. o p

  Regangan plastis ε (plastic strain)

  Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan. o

  Regangan total(total strain)

  Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, ε = ε ε T e p + .Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis. o

  Tegangan tarik maksimum TTM(UTS, ultimate tensile strength)

  Pada Gbr. 2.6 ditunjukkan dengan titik C ( σ β ) ,merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik. o Kekuatan patah (breaking strength)

  Pada Gbr. 2.6 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan dimana bahan yang diuji putus atau patah. o

  Tegangan luluh pada data tanpa batas jelas antara perubahan elastis dan plastis

  Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang jelas, tegangan luluh biasanya didefenisikan sebagai tegangan yang menghasilkan regangan permanen sebesar 0,2 %, regangan ini disebut offset-strain (Gbr. 2.7)

Gambar 2.8 Penentuan tegangan luluh (yield stress) untuk kurva tanpa daerah linier

  Perlu u n ntuk diingat bahwa satuan SI untuk tegangan (stress) adalah Pa (Pascal,

2 N/m ) dan strain adalah besaran tanpa satuan.

2.4.3 Interpretasi hasil uji tarik:

  a. Kelenturan(ductility)

  Merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada uji tarik. Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan platis yang terjadi sebelum putus lebih dari 5 % bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle).

  b. Derajat kelentingan(resilience)

  Derajat kelentingan didefenisikan sebagai kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase perubahan elastis. Sering disebut dengan Modulus Kelentingan

  (Modulus of Resilience), dengan satuan strain energy per unit volume

  3

  (Joule/m atau Pa). Dalam Gbr. 2.3, modulus kelentingan ditunjukkan oleh luas daerah yang diarsir.

  c. Derajat ketangguhan(toughness)

  Kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam fase plastis sampai bahan tersebut putus. Sering disebut Modulus Ketangguhan (Modulus of Toughness). Dalam Gbr. 2.6, modulus ketangguhan sama dengan luas daerah dibawah kurva OABCD.

  d. Pengerasan regang (strain hardening)

  Sifat kebanyakan logam yang ditandai dengan naiknya nilai tegangan berbanding regangan setelah memasuki fase plastis.

  e. Tegangan sejati,regangan sejati(true stress, true strain)

  tidak dapat dipakai. Untuk itu dipakai defenisi tegangan dan regangan sejati, yaitu tegangan dan regangan berdasarkan luas penampang bahan secara real time. Detail defenisi tegangan dan regangan sejati ini dapat dilihat pada Gbr. 2.9.

Gambar 2.9 Tegangan dan regangan berdasarkan panjang bahan sebenarnya

2.5 Klasifikasi Aluminium

  2.5.1 Aluminium Murni

  Aluminium 99% tanpa tambahan logam paduan apapun dan dicetak dalam keadaan biasa, hanya memiliki kekuatan tensil sebesar 90 MPa, terlalu lunak untuk penggunaan yang luas sehingga seringkali aluminium dipadukan dengan logam lain.

  2.5.2. Aluminium Paduan

  Elemen paduan yang umum digunakan pada aluminium adalah silikon, magnesium, tembaga, seng, mangan, dan juga lithium sebelum tahun 1970. Secara umum, penambahan logam paduan hingga konsentrasi tertentu akan meningkatkan kekuatan tensil dan kekerasan, serta menurunkan titik lebur. Jika meningkatnya kerapuhan akibat terbentuknya senyawa, kristal, atau granula dalam logam. Namun, kekuatan bahan paduan aluminium tidak hanya bergantung pada konsentrasi logam paduannya saja, tetapi juga bagaimana proses perlakuannya hingga aluminium siap digunakan, apakah dengan penempaan, perlakuan panas, penyimpanan, dan sebagainya.

  2.5.3 Pengelompokan Jenis Paduan Aluminium

2.5.3.1 Paduan Aluminium-Silikon

  Paduan aluminium dengan silikon hingga 15% akan memberikan kekerasan dan kekuatan tensil yang cukup besar, hingga mencapai 525 MPa pada aluminium paduan yang dihasilkan pada perlakuan panas. Jika konsentrasi silikon lebih tinggi dari 15%, tingkat kerapuhan logam akan meningkat secara drastis akibat terbentuknya kristal granula silika.

Gambar 2.10 Fase paduan Al-Si, temperatur vs persentase paduan

  Paduan aluminium-tembaga juga menghasilkan sifat yang keras dan kuat, namun rapuh. Umumnya, untuk kepentingan penempaan, paduan tidak boleh memiliki konsentrasi tembaga di atas 5,6% karena akan membentuk senyawa CuAl2 dalam logam yang menjadikan logam rapuh.

Gambar 2.11 Diagram Fase Al-Cu, temperatur vs persentase paduan

  2.5.3.3 Paduan Aluminium-Magnesium

  Keberadaan magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup drastis, dari 660 oC hingga 450 oC. Namun, hal ini tidak menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan terjadi pada suhu di atas 60 oC. K eberadaan magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur tersebut.

Gambar 2.12 Diagram fase Paduan Al-Mg, temperatur vs persentase Mg

  2.5.3.4 Paduan Aluminium-Mangan

  Penambahan mangan memiliki akan berefek pada sifat dapat dilakukan pengerasan tegangan dengan mudah (work-hardening) sehingga didapatkan logam paduan dengan kekuatan tensil yang tinggi namun tidak terlalu rapuh. Selain itu, penambahan mangan akan meningkatkan titik lebur paduan aluminium.

Gambar 2.13 Diagram fase Al-Mn, temperatur vs konsentrasi Mn

2.5.3.5 Paduan Aluminium-Seng

  Paduan aluminium dengan seng merupakan paduan yang paling terkenal karena merupakan bahan pembuat badan dan sayap pesawat terbang. Paduan ini memiliki kekuatan tertinggi dibandingkan paduan lainnya, aluminium dengan

  

5,5% seng dapat memiliki kekuatan tensil sebesar 580 MPa dengan elongasi

sebesar 11% dalam setiap 50 mm bahan. Bandingkan dengan aluminium dengan

1% magnesium yang memiliki kekuatan tensil sebesar 410 MPa namun memiliki

elongasi sebesar 6% setiap 50 mm bahan.

Gambar 2.14 Diagram fase Al-Zn, temperatur vs persentase Zn

  2.5.3.6 Paduan Aluminium-Lithium

  Lithium menjadikan paduan aluminium mengalami pengurangan massa jenis dan peningkatan modulus elastisitas; hingga konsentrasi sebesar 4% lithium, setiap penambahan 1% lithium akan mengurangi massa jenis paduan sebanyak 3% dan peningkatan modulus elastisitas sebesar 5%. Namun aluminium-lithium tidak lagi diproduksi akibat tingkat reaktivitas lithium yang tinggi yang dapat meningkatkan biaya keselamatan kerja.

  2.5.3.7 Paduan Aluminium-Skandium

  Penambahan skandium ke aluminium membatasi pemuaian yang terjadi pada paduan, baik ketika pengelasan maupun ketika paduan berada di lingkungan yang panas. Paduan ini semakin jarang diproduksi, karena terdapat paduan lain yang lebih murah dan lebih mudah diproduksi dengan karakteristik yang sama, yaitu paduan titanium. Paduan Al-Sc pernah digunakan sebagai bahan pembuat pesawat tempur Rusia, MIG, dengan konsentrasi Sc antara 0,1-0,5% (Zaki, 2003, dan Schwarz, 2004).

2.5.3.8 Paduan Aluminium-Besi

  Besi (Fe) juga kerap kali muncul dalam aluminium paduan sebagai suatu "kecelakaan". Kehadiran besi umumnya terjadi ketika pengecoran dengan menggunakan cetakan besi yang tidak dilapisi batuan kapur atau keramik. Efek kehadiran Fe dalam paduan adalah berkurangnya kekuatan tensil secara signifikan, namun diikuti dengan penambahan kekerasan dalam jumlah yang sangat kecil. Dalam paduan 10% silikon, keberadaan Fe sebesar 2,08% mengurangi kekuatan tensil dari 217 hingga 78 MPa, dan menambah skala Brinnel dari 62 hingga 70. Hal ini terjadi akibat terbentuknya kristal Fe-Al-X, dengan X adalah paduan utama aluminium selain Fe.

2.5.4 Teori Mikrostruktur Aluminium-Magnesium menghasilkan 3 macam ingot Al-7075. Masing-masing paduan setelah itu dicetak.

  Ingot hasil peleburan ini dihomogenisasi pada suhu 500 C dilanjutkan dengan annealing pada suhu yang bervariasi. Selanjutnya 3 macam ingot Al-7075 yaitu jenis A, B dan C dikenai pencelupan dalam air (quenching). Pasca perlakuan tersebut logam paduan Al-7075 dianalisis struktur mikro atau microstructure test menggunakan mikroskop optik dengan metode Jenco guna mengetahui efek perlakuan terhadap sifat mekanik masing-masing khususnya grain size.

  Bahasan sekilas mengenai analisis struktur mikro logam paduan aluminium merupakan suntingan dari tesis Hadijaya (Kabid Pengembangan IT-

  IKAUT) yang berjudul : “Pengaruh Komposisi unsur dan Perlakuan Panas Terhadap Karakteristik Mekanik Logam Paduan Aluminium Sebagai Material Tabung Roket”.

  Paduan logam dalam bentuk dua fasa atau lebih yang dipanaskan pada suhu tertentu maka senyawa fasa akan larut-padat dalam satu fasa lain yang relatif homogen. Fasa yang relatif homogen tersebut bila didinginkan secara cepat akan membentuk fasa larut-padat super jenuh. Fasa larut-padat super jenuh akan mengalami aging sehingga terbentuk presipitat berupa partikel endapan fasa kedua yang halus dan tersebar merata yang mengakibatkan bahan menjadi keras. Pengerasan presipitasi akan menurun kekuatannya bila mengalami suhu overaging. Penguatan logam tanpa pengaruh suhu overaging dapat dilakukan dengan metode dispersi.

  Pengerasan dispersi merupakan pengerasan melalui proses memasukkan partikel-partikel dispersi dalam bentuk serbuk yang tercampur secara homogen. Partikel dispersi yang digunakan merupakan partikel yang sama sekali tidak larut dalam matriknya. Campuran serbuk logam tersebut dikenai proses kompaksi dan sintering dengan suhu pemanasan sampai mendekati titik cair logam matrik sehingga mengakibatkan terjadi ikatan yang kuat. Partikel dispersi tersebut semakin banyak terjadinya dislokasi. Dislokasi yang semakin banyak mengakibatkan dislokasi semakin rapat dan semakin sulit bergerak sehingga bahan akan semakin keras. Penguatan dengan cara penghalusan butir (grain refining) terjadi melalui struktur butir. Butir logam merupakan kumpulan sel- satuan yang berorientasi sama. Polikristal memiliki butir-butir yang orientasinya berbeda satu dengan yang lain. Pada saat deformasi terjadi, dislokasi akan bergerak pada bidang slip dan berusaha mencapai permukaan luar.

  Oleh karena orientasi setiap butir berbeda dengan yang lain, orientasi bidang slip pada butir-butir juga akan berbeda-beda. Sebagai akibatnya pergerakan dislokasi akan terhambat. Gerakan dislokasi yang akan menyeberangi batas butir memerlukan tegangan yang lebih besar sehingga dengan demikian batas butir akan menjadi penghalang dan penghambat gerakan dislokasi. Struktur butir memiliki batas-batas butir yang merupakan rintangan bagi pergerakan dislokasi. Butir yang semakin halus cenderung akan semakin memperbanyak batas butir. Batas butir yang banyak akan mengakibatkan gerakan dislokasi semakin sukar karena semakin banyak rintangan.

  Penghalusan butir dapat dilakukan melalui proses pembekuan dan proses rekristalisasi. Penguatan tekstur merupakan peningkatan kekuatan atau kekerasan melalui orientasi kristal. Logam dapat ditingkatkan kekuatannya dengan mengubah orientasi kristalnya. Pembentukan kristal logam agar memiliki orientasi pada arah tertentu dapat dilakukan dengan cara deformasi plastis misalnya dengan pengerolan (rolling).

  Pengukuran diameter butir dilakukan langsung menggunakan metode Jenco. Metode Jenco merupakan aplikasi program komputer dimana kamera yang terpasang pada mikroskop optik model Nikon dihubungkan dengan komputer.

  Hasil pemotretan di-transfer ke komputer untuk selanjutnya analisis struktur mikro khususnya diameter butir dapat diselesaikan. Analisis struktur mikro logam mikroskop optik melalui pembesaran (magnifikasi) 50x. Foto-foto struktur mikro A-7075 tersebut mewakili material A, B dan C yang dibuat dengan perbedaan komposisi unsur-unsur pemadunya.

  Pada pengetsaan logam problema yang biasanya dialami adalah dalam hal mendapatkan gambar butir-butir kontras yang membedakan butiran satu dengan lainnya. Tampilan gambar kontras yang diamati melalui mikroskop akan sangat membantu interpretasi kualitatif maupun kuantitatif yang berkaitan dengan keberhasilan dalam peng¬analisaan bahan. Metode pengetsaan yang dilakukan adalah metode kimia. Dalam teknik etching larutan pengetsa bereaksi dengan permukaan cuplikan oleh adanya pelarutan selektif sesuai dengan karakteristik elektrokimia yang dimiliki oleh masing-masing area per¬mukaan bahan. Selama pengetsaan, ion-ion positif dari logam meninggalkan permukaan bahan uji lalu berdifusi kedalam elektrolit ekivalen dengan sejumlah elektron yang ter-dapat dalam bahan tersebut.

  Dalam proses etching secara langsung, apabila ion metal tersebut meninggalkan permukaan bahan lalu bereaksi dengan ion-ion non logam dalam elektrolit sehingga membentuk senyawa tak larut, maka lapisan presipitasi akan terbentuk menempel pada permukaan bahan dengan berbagai jenis ketebalan. Ketebalan lapisan ini sebagai fungsi dari komposisi dan orientasi struktur mikro yang lepas kedalam larutan. Lapisan ini dapat menampilkan interferensi corak warna disebabkan karena variasi ketebalan lapisan dan ditentukan oleh mikrostruktur logam yang ada dibawahnya.

Gambar 2.15 Gambar perlakuan panas pada produk logam Al-7075

  Tampilan tofografi umum mengenai pengaruh perlakuan panas pada produk logam Al-7075 (kode A) pasca peleburan (casting) sampai pasca perlakuan panas (heat treatment) seperti pada gambar 2.15. Pada foto-foto tersebut tampak bahwa Al-7075 A setelah dilebur dan membeku pada kondisi tanpa perlakuan namun tidak memperlihatkan bentuk dendrit (Ao). Butir logam dengan bentuk dendrit biasanya memiliki banyak ruang-ruang kosong diantara butir yang dapat menyebabkan ikatan intermetalik logam lemah. Butir dendrit tidak terbentuk pada Al-7075 A karena efek solidifikasi cepat yang menggunakan air sebagai media pendingin logam tuang sehingga sebagian besar Al-7075 A mengalami pembentukan butir kolumnar. Pada pemanasan 100 C (A-100) pembentukan butir kolumnar tidak tampak kontras karena proses etsa yang dilakukan kurang beberapa detik. Perlakuan panas yang diikuti dengan pendinginan mendadak (di-quenching dengan air) mengakibatkan butir kolumnar menjadi pecah dan lebih halus pada pemanasan 250 C (A-250). Butiran halus dapat tersusun melalui proses annealing pada suhu pemanasan yang sedikit lebih tinggi dibawah titik lebur yaitu 400 C (A-400) akan tetapi kerapatan susunan butir tampak belum baik. Foto dengan kode A-550 menampakkan struktur mikro Al-7075 A belum memiliki kesergaman bentuk butir terutama pada area tengah efek laju pembekuan cepat hanya berlangsung dibagian tepi cetakan saja.

Gambar 2.16 Gambar struktur mikro logam A-7075 dengan komposisi jenis B Pada Gambar 2.16 tampak struktur mikro logam A-7075 yang dibuat dengan komposisi unsur jenis B. Foto dengan kode B-0 mengindikasikan bahwa efek pembekuan secara cepat menyebabkan terbentuk butir kolumnar (butir besar). Pemanasan selama 2 Jam pada suhu 100 C (B-100) kurang memberikan pengaruh yang berarti terhadap diameter butir. Pemanasan sampel B pada suhu 250 C (B-250) menunjukkan batas butir yang cukup baik namun belum seragam. Sampel dengan kode B-400 kurang lama proses etsanya sehingga tofografi mikrostruktur tidak terlihat jelas. Pemanasan sample B pada suhu 550 C (B-550) menunjukkan bentuk butir memanjang, relatif seragam namun masih terdapat porositas pada batas butir.

Gambar 2.17 Gambar struktur mikro logam A-7075 dengan komposisi jenis C

  Pada Gambar 2.17 tampak struktur mikro logam A-7075 yang dibuat dengan komposisi unsur jenis C. Sampel berkode C-0 tanpa perlakuan (kontrol) menunjukkan butir kolumnar. Sampel kode C-100 batas butir terlihat kurang kontras hal disebabkan karena kurang lama proses pengetsaan. Pemanasan pada suhu 250 C juga belum memberikan hasil yang baik pada Al-7075 C yaitu belum diperoleh pembentukan struktur butir yang seragam (C-250). Pembentukan butir dengan batas yang cukup kontras terjadi pada pemanasa 400 C akan tetapi porositas masih banyak terdapat pada batas butir. Pemanasan pada suhu 550 C menunjukkan batas butir yang cukup jelas dan lebih seragam dibandingkan dengan pemanasan pada suhu yang lebih rendah.

Gambar 2.18 Gambar struktur mikro logam A-7075 dari setiap jenis (A, B dan C) tanpa perlakuan panas

  Pada Gambar 2.18 tampak struktur mikro logam A-7075 dari setiap jenis (A, B dan C) pada kondisi tanpa perlakuan panas (kontrol). Masing-masing tidak diberi perlakuan panas (variabel kontrol). Oleh sebab itu memiliki bentuk butir besar. Pembentukan butir pada sampel B-0 tampak sedikit lebih baik dibandingkan dengan sampel A-0 dan C-0, hal ini disebabkan pengambilan area atau pencuplikannya mengambil posisi agak dibagian tepi coran.

Gambar 2.19 Gambar struktur mikro logam A-7075 dari setiap jenis (A, B dan C) doberikan perlakuan panas

  Pada Gambar 2.19 tampak struktur mikro logam A-7075 dari setiap jenis (A, B dan C) diberikan perlakuan panas pada suhu 100

  C. Masing-masing diberi perlakuan panas pada suhu 100 C namun pembentukan batas butir kontras hanya diperoleh pada sampel B-100. Sedangkan sampel A-100 dan C-100 mengalami kegagalan saat dilakukan proses etsa. Butir yang terbentuk oleh pemanasan suhu yang relatif rendah tersebut masih kolumnar.

2.6. Material Komposit

  2.6.1 Pengertian Material Komposit

  Komposit adalah suatu jenis bahan baru hasil rekayasa yang terdiri dari dua atau lebih bahan dimana sifat masing-masing bahan berbeda satu sama lainnya baik itu sifat kimia maupun fisikanya dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut (bahan komposit). Dengan adanya perbedaan dari material penyusunnya maka komposit antar material harus berikatan dengan kuat, sehingga perlu adanya penambahan wetting agent.

Gambar 2.20 Salah satu pengguna material komposit

  2.6.2. Tujuan Pembuatan Material Komposit

  Berikut ini adalah tujuan dari dibentuknya komposit, yaitu sebagai berikut :

  • Memperbaiki sifat mekanik dan/atau sifat spesifik tertentu
  • Mempermudah design yang sulit pada manufaktur
  • Keleluasaan dalam bentuk/design yang dapat menghemat biaya
  • Menjadikan bahan lebih ringan

  2.6.3. Penyusun Komposit

  Komposit pada umumnya terdiri dari 2 fasa:

  1. Matriks Matriks adalah fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar (dominan).

  Matriks mempunyai fungsi sebagai berikut : a) Mentransfer tegangan ke serat.