KONDISI PERKEBUNAN BULU CINA SEBELUM TAHUN 1974 2.1 Sejarah Perkebunan Tembakau Deli di Bulu Cina
BAB II KONDISI PERKEBUNAN BULU CINA SEBELUM TAHUN 1974
2.1 Sejarah Perkebunan Tembakau Deli di Bulu Cina
Menurut cerita nama Buluh Cina muncul karena dahulu di wilayah itu banyak terdapat tanaman bambu cina, di samping sebagian kawasan tersebut masih berupa tanaman semak- semak liar. Kemudian ketika datang pendatang dari Jawa dan melihat tanaman itu pertama kali langsung menyebut daerah itu dengan nama Buluh Cina. Buluh sebenarnya merupakan nama lain dari bambu, yang hingga kini masih dapat dijumpai di beberapa tempat di Bulu Cina.
enurut informan
perubahan sebutan dari buluh menjadi bulu itu terjadi pada sekitar tahun 1958, huruf H tidak
dipakai lagi ketika menyebut Buluh. Kebun Bulu Cina menggunakan kode BCA, dengan hasil tanaman tembakau Delinya memakai kode PPN 77. Sehingga di pelelangan Bremen untuk
mengetahui daun tembakau Deli dari kebun Bulu Cina menggunakan kode tersebut.
8 Selanjutnya dalam penulisan ini, penulis akan menggunakan kata Bulu Cina, karena tahun 1958 nama desa sudah menjadi Bulu Cina. 9 10 Wawancara , dengan Jemirin, Desa Bulu Cina, tanggal 3 Juli 2013.
Wawancara , dengan Dwi Tomo, Desa Blu Cina 21 September 2013. Daerah ini dahulu merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Deli di bawah pemerintahan Datuk Hamparan Perak. Status wilayah ini berubah sesuai pembagian wilayah setelah memasuki kemerdekaan. Kini Bulu Cina berstatus sebagai suatu desa yang berada di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis, Bulu Cina tergolong daerah yang terletak di kawasan Pesisir Timur Sumatera dengan jarak 30 km dari pusat Kota Medan dan 25 km dari pelabuhan Belawan.
Sejarah perkebunan di Bulu Cina tidak terlepas dari adanya penanaman tembakau di wilayah ini. Sebelum dimulainya penanaman Tembakau Deli, wilayah ini terkenal dengan
komoditas ladanya yang sudah diekspor sampai ke Pulau Pinang. Wilayah ini memang dikelola oleh Sri Sutan Ahmad untuk tanaman lada.
Kedatangan dua orang Belanda pertama (1864) yaitu Falk mewakili Van Leeuwen dan Elliot mewakili Maintsz & co yang bersedia ditugaskan oleh firmanya ke Deli, serta seorang lainnya Jacobus Nienhuys yang sedang bekerja dipertembakauan kongsi Van den Arend di Jawa Timur, membuat komoditi tembakau menjadi primadona di Sumatera Timur. Pengusahaan Jacobus Nienhuys atas tembakau Deli, membuat komoditas ini dihargai sangat eksklusif di pelelangan tembakau.
Tahun 1864-1872 merupakan tahap awal memperkenalkan tanaman tembakau Deli yang dipelopori J. Nienhuys. Tahap selanjutnya tahun 1873-1884 merupakan tahap perkembangan yang penuh dari tanaman tembakau Deli. Perkembangan perkebunan tembakau Deli semakin pesat dan animo pengusaha semakin meningkat pada tembakau Deli sehingga sudah terdapat 13 perkebunan di Deli, 1 di Langkat dan 1 di Serdang. Pada tahun 1872 tembakau Deli masih di 11 Disebutkan bahwa Bulu Cina sudah mengekspor lada dari tahun 1819-1822 sebanyak 12.141 pikul . Lihat Nasrul Hamdani, op.,cit., hal. 2. bawah tembakau Jawa, tetapi pada tahun 1884 nilai hasilnya telah jauh melampaui tembakau Jawa. Hasil tahun itu untuk tembakau Jawa sebanyak 122.806 pak dan tembakau Deli sejumlah 125 ribu pak sehingga perusahaan tembakau Deli menjadi produsen terkemuka di dunia. Pada tahun 1873 dibuka perkebunan Annidale dan Kesawan, dalam tahun 1874 perkebunan
Petersburg , 1876 Kebun Boedra. Kesemuanya beralaskan dari kontrak Mabar-Deli Tua. Pada
tahun 1877 dibuka perkebunan Timbang Deli dan Tasik di Langkat, dan tahun 1884 Kebun Kuta Limbaru (Sunggal).
Pada tahun 1882, selain membuka tabaksonderneming Lubuk Dalam di Afdeling Beneden Langkat, Deli Maatschappij juga membuka onderneming Boeloeh Tjina (Bulu Cina) di Afdeling Langkat. Tahun 1884 telah ada 12 maskapai, yaitu Marindal Medan, Petersburg, Tanjung Jati, Bandar Khalipah, Deli Tua, Kwala Begumit, Bekalia, Belawan, Lubuk Dalam,
12 Buluh Cina, dan Kota Limbaru. Dengan demikian tahun 1882 menandakan Kebun Bulu Cina
dibuka untuk penanaman tembakau secara aktif, yang sebelumnya wilayah ini difungsikan untuk penanaman lada.
Bangkitnya nilai untuk komoditi tembakau Deli, membuat bukan saja kawasan Bulu Cina strategis dan cocok untuk ditanami tembakau Deli, tetapi kawasan sekitar Bulu Cina juga dibuka untuk penanaman tembakau Deli. Seperti yang telah disebutkan, wilayah ini memang cocok untuk tanaman tembakau Deli karena berada pada posisi pesisir Sumatera Timur, juga di antara
Berikut batas-batas kebun Bulu Cina:
12 Tuanku Lukman Sinar Basarshah II , loc.,cit.
13 Topografi yang cocok untuk penanaman Tembakau Deli ialah dari wilayah Sungai Ular
(Serdang) sampai Sungai Wampu (Langkat), sehingga pada tahun 1891, dari 148 konsesi perkebunan Tembakau Deli hanya tinggal 51 perkebunan yang beroperasi karena menderita
: Kebun Kloempang Sebelah Timur
- : Kebun Tandem dan Kebun Tandem Ilir Sebelah Barat -
- Karakteristik daun tembakau Deli yang baik dapat ditentukan oleh faktor iklim dan tanah.
Sebelah Selatan : Kebun Sei Semayang
Iklim Deli terkenal sebagai iklim yang sangat sesuai untuk tembakau pembalut cerutu, karena sepanjang tahun turun hujan yang agak merata dan tidak ada musim kering yang panjang. Di Bulu Cina antara musim kemarau dan musim hujan tidak ada perbedaan yang sangat mencolok, sehingga cocok untuk komoditi tembakau Deli. Berikut keterangan jumlah curah hujan di Bulu Cina dalam tahun 1896-1899:
Tabel 1
Curah Hujan Bulu Cina tahun 1896-1899
No Bulan 1896 1897 1898 1899
15 AR HR AR HR AR HR AR HR
- 1 Januari. -
7
65 11 125 12 130
2 12 -
80 8 - 179
4
40 Februari.
3 Maart. - - 5 127 6 121
9
57 4 April. 5 116 12 160 13 127
7
41 kerugian yang disebabkan, kualitas tembakau Deli yang baik ialah yang berada di kawasan Sungai Ular dan Sungai Wampu. Lihat ibid.
14 AR = Aantal Regendagen yang berarti jumlah hujan per hari dalam jangka waktu satu bulan.
15 HR = Hoeveel Regen in Milimeters, yang berarti jumlah kuantitas hujan per bulan dalam satuan millimeter.
5 Mei. 10 172
77 11 118 13 136
Debu dan tanah liparistik 0,90 0,45 Tanah gembur dasitik 1,34 0,67
Tabel 2
Keadaan Tanah di Sumatera Timur
Jenis Tanah Harga Gulden (f.) per 0,5 Kg. Dollar ($) AS per PonFaktor lain yang mendukung ialah tanah yang baik, karena penanaman tembakau Deli menyebabkan adanya pengkajian geologi yang spesifik. Penelitian yang dilakukan J.H. Druif melahirkan suatu daftar inventaris yang rinci mengenai keadaan tanah di Sumatera Timur. salah satunya ialah pembagian tanah-tanah subur dan cocok untuk tanaman tembakau.
Sumber: Natuurkundig Tijjdschrift voor Nederlandsch-Indie
15 139 10 211 14 222 14 139 10 October. 19 290 13 174 17 277 19 413 11 November. 17 263 18 367 18 207 16 189 12 December. 20 344 15 257 16 326 16 163 Jaar 131 1826 144 2197 139 1540
9 September.
8
11
38 8 Augustus. 17 354
3
50 9 150 14 107 10 103 7 Juli. 10 114 11 109 7 159
6
91 6 Juni.
16
49 9 229
A. Tanah-tanah Gembur Lama
Liparistik-dasitik 1,51 0,75 Lahar dasitik-andesitik 1,70 0,90 Lahar Dasitik 1,99 0,99
B. Tanah-tanah Gembur Baru
Liparistik 1,16 0,58 Dasitik-andesitik 1,81 0,90
Sumber: Karl J. Pelzer, Toean Kebon dan Petani, Politik Kolonil dan Perjuangan Agraria 1868- 1947 , Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hal. 42.
Penggolongan tanah di atas sangat penting bagi perusahaan perkebunan karena kualitas dan harga tembakau Deli sangat bergantung pada tanah. Hal ini membuat harga dan produksi tembakau dari tanah dapat berbeda dengan tanah lainnya. Artinya, tanah inilah yang menentukan harga dan kualitas tembakau.
Pada tahun 1909 Kebun Bulu Cina mendapat tanah konsesi seluas 11.325 bidang, tetapi lahan yang telah digarap untuk penanaman tembakau hanya seluas 415 m². Tanah yang cukup luas ini yang dimiliki oleh Kebun Bulu Cina dikerjakan oleh para tenaga kerja, yang terdiri dari tenaga kerja tetap dan tenaga kerja kontrak. Sampai pada tahun 1909 jumlah kuli kontrak yang bekerja diperkebunan ini sudah sebanyak 1. 258 orang dan 160 orang adalah kuli tetap. Hasil
yang diperoleh dari perkebunan ini ditahun 1910 sebanyak 4350 pikul. Hal ini menggambarkan bahwa sumbangsih perkebunan Bulu Cina cukup besar dalam memproduksi tembakau Deli bagi perusahaan Deli Maatschappij.
Namun pada tahun 1911 hasil produksi tembakau Deli menurun menjadi 4.300 pikul, demikian juga kuli kontrak yang bekerja berkurang hingga 1.094 orang, tetapi kuli tetap 16 Satu pikul setara dengan 60,478982 kilogram atau sering disebut dengan membulatkannya menjadi 60,4 kilogram. meningkat sebanyak 196 orang. Menurunnya produksi tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap proses produksi tembakau di perkebunan Bulu Cina, karena di dalam memproduksi tembakau Deli pasti mengalami fluktuasi (naik-turunnya) hasil produksi. Hal ini mengambarkan bahwa hasil produksi perkebunan Bulu Cina sudah sangat aktif dan produktif dalam memproduksi tembakau Deli, yang pada waktu itu dipimpin oleh administratur yang bernama
17 Sijthof dan J.H. Blumer.
Kuli yang dipekerjakan di perkebunan memiliki jam kerja yaitu dari jam 07.00 wib sampai 17.00 wib. Bagi pekerja diberikan tempat tinggal yang disebut “pondok”. Pondok tersebut berupa rumah sederhana yang berdampingan, dan dihuni oleh para kuli yang berkeluarga. Bagi kuli yang belum berkeluarga disatukan dalam satu pondok dan dipisahkan berdasarkan suku masing-masing. Kuli yang bekerja di Bulu Cina terdiri atas Cina, Jawa, dan India. Orang Cina bertugas khusus untuk penanaman tembakau Deli (ahli). Mereka sudah sampai di ladang sebelum matahari terbit. Tugas yang mereka lakukan ialah untuk merawat tanaman tembakaunya yang masih muda, menyiram pesemaian, mencari ulat daun tembakau, atau menyiapkan lahan untuk ditanami. Mereka tetap bekerja sampai sesudah matahari terbenam dan hanya beristirahat satu-dua jam pada siang hari. biasanya setiap tuan kebun akan menghargai kinerja orang Cina karena cara bekerja dan prestasi kerja mereka yang luar biasa. Suku Jawa khusus untuk menggarap kebun seperti mencangkul, menyiapkan lahan dan melaksanakan pekerjaan lain di ladang yang tidak memerlukan keahlian. Orang India ditugaskan untuk menarik kereta lembu mengangkut hasil tembakau, baik ke bangsal pengeringan, ke gudang fermentasi, dan membawa tembakau sampai ke pelabuhan. Orang India atau disebut keling juga cocok untuk pekerjaan menggali tanah, tetapi terutama baik untuk menjadi kusir/penarik kereta lembu. Hal 17 Lihat lampiran 5 gambar 6. tersebut karena sebagai orang Hindu mereka selalu memperlakukan hewan penarik kereta itu dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Jadi setiap suku memiliki pekerjaan khusus. Faktor terpenting pembagian pekerjaan menurut bangsa dipertahankan agar tercipta efisiensi kerja yang
optimal.
Upah yang diterima para kuli sebesar 3 keping 5 sen untuk satu harinya dan diberikan setiap satu bulan sekali. Di samping upah, para kuli juga mendapatkan kebutuhan pokok seperti susu kaleng, minyak goreng, ikan asin setiap satu bulan sekali. Para kuli juga mendapat kain dari pihak perkebunan yang diberi setiap tiga bulan sekali. Selain itu, ada juga fasilitas kesehatan yang diberikan oleh pihak tuan kebun. Setiap buruh ataupun keluarganya yang sakit, maka akan dibawa oleh staf bagian kesehatan kebun ke rumah sakit. Buruh kebun Bulu Cina dikhususkan ke Rumah Sakit Bangkatan yang terletak di Binjai. Fasilitas kesejahteraan untuk pangan, sandang, papan, bahkan kesehatan diberikan oleh pihak kolonial, tetapi fasilitas pendidikan tidak disediakan, sehingga bagi buruh dan keluarganya kurang mendapat pendidikan pada masa
pemerintah kolonial.
Perkembangan tembakau Deli yang baik di Deli, membuat kawasan Bulu Cina juga
berkembang pesat. Pada tahun 1920 dibuka gudang pemeraman tembakau di perkebunan ini.
Sampai sekarang gudang pemeraman tembakau kebun Bulu Cina masih aktif dalam menjalankan proses produksi tembakaunya. Bukan hanya bangunan fisiknya yang dipertahankan, bahkan segala proses produksinya juga tetap dipertahankan sebagaimana awalnya sebagai warisan
18 Jan Breman, Menjinakkan Sang Kuli Politik Kolonial, Tuan Kebun, dan Kuli di Sumatra Timur pada Awal Abad ke-20 , 1997, Jakarta: PT Pusaka Utama Grafiti, hal. 98-99. 19 20 Hasil wawancara dengan Sumo Prawiro, desa Bulu Cina, tanggal 27 Juni 2013.
Lihat lampiran 13 gambar .
20
kolonial terdahulu. Pekerja di gudang pemeraman sampai saat ini masih menggunakan pakaian seragam seperti yang pernah diterapkan pada masa pemerintah kolonial. Seragam itu berupa kain kemeja putih pada bagian atas “baju” dan memakai kain sarung pada bagian bawah. Seragam dengan warna terang (putih) memang sengaja harus dikenakan oleh pegawai gudang pemeraman agar pakaian yang dipakai tidak mempengaruhi warna tembakau yang difermentasikan. Pekerja yang bekerja di gudang pemeraman tembakau terdiri dari pekerja wanita saja, tidak ada pekerja pria, kecuali para pegawai kantornya saja. Hal tersebut dikarenakan pekerjaan di gudang pemeraman dituntut ketelatenan serta keuletan para pekerja, sehingga cocok bagi buruh wanita.
Pada saat pemerintahan Jepang berkuasa di Sumatera Timur khususnya, maka administratur dan para asisten Belanda secara terpaksa harus keluar dari perkebunan itu. Bulu Cina pada masa pemerintahan Jepang tetap memproduksi komoditi tembakaunya, disamping itu juga menanam tanaman seperti jagung dan padi. Buruh tetap diberi upah setiap bulannya oleh pemerintah Jepang. Fasilitas kesehatan tetap berjalan sebagaimana mestinya yang diperuntukan bagi para kuli dan keluarganya, namun pembagian seperti susu kaleng, minyak goreng diganti dengan beras. Sandang yang biasa diterima tiga bulan sekali juga tidak diterima oleh para kuli yang bekerja di Bulu Cina. Sejak Jepang memerintah satu per satu kuli Cina dan India tidak
bekerja lagi di perkebunan. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa sampai sekarang mayoritas penduduk yang ada di Bulu Cina ialah suku Jawa, orang Cina sebagai minoritas,
sedangkan orang India sudah tidak ada lagi yang menetap di Bulu Cina.
2.2 Masa Nasionalisasi
21 Lihat lampiran 7, 8, 9, 10, 1 .
22
2 23 Wawancara, dengan Sumo Prawiro, Desa Bulu Cina, tanggal 27 Juni 2013.
Adanya kuli Cina dan India di Bulu Cina ditandai dengan adanya tempat peribadatanmasing- masing suku di Bulu Cina, yang dibangun pada masa kolonial dan tetap dilestarikan hingga sekarang. dan
“pencabutan hak”. Nasionalisasi adalah suatu peraturan yang menetukan bahwa pihak penguasa memaksakan semua atau segolongan tertentu untuk menerima (dwinght te godegen), hak-hak mereka atas semua atau beberapa macam benda tertentu beralih pada negara. Dengan demikian nasionalisasi adalah suatu cara peralihan hak dari dari pihak partekelir kepada negara secara
paksa.
Proses nasionalisasi terhadap warisan kolonial merupakan keputusan sejarah nasional dalam politik Indonesia. Keputusan tersebut diambil dalam kondisi politik internal yang tidak stabil. Salah satu alasan penting tindakan nasionalisasi harus dilakukan adalah bahwa pengambil- alihan ini merupakan bagian dari perjuangan untuk pembebasan Irian Barat dari tangan Belanda.
Dengan 7 pasal yang dituangkan dalam UU Nasionalisasi Perusahaan Belanda No.86 tahun 1958 dan disyahkan pada tangal 31 Desember 1958, serta berlaku surut (retroaktif) mulai tangal 3 Desember 1957, undang-undang ini berusaha untuk membebaskan negeri ini dari dominasi ekonomi pengusaha asing. Dalam pandangan pemerintah selanjutnya dikatakan, bahwa nasionalisasi ini pada akhirnya akan bertumpu pada dua tujuan yang saling berhubungan, yakni ekonomi dan keamanan negara. Untuk yang pertama, negara mempunyai peluang untuk meningkatkan ekonomi rakyat melalui likuidasi perusahaan Belanda dan sekaligus berpeluang untuk melakukan konsolidasi menyeluruh asset-asset bangsa. Sementara yang kedua,
24 25 Onteigening memiliki arti perampasan, dalam artian untuk proses nasionalisme.
Budiman Ginting, “ Refleksi Historis Nasionalisasi Perusahaan Asing di Indonesia: Suatu
Tantangan Terhadap Kepastian Hukum Atas Kegiatan Investasi di Indonesia”, dalam Jurnal Equality, Vol
12 No. 2 Agustus 2007, hal. 101
nasionalisasi bertujuan untuk memperkuat keamanan dan pertahanan Republik dari investasi
luar.
Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1959 berbunyi: (ayat 1) “Perusahaan- perusahaan milik Belanda yang dapat dikenakan nasionalisasi sesuai dengan bunyi pasal 1 Undang-Undang Nasionalisasi Perusahaan Belanda (UU No. 86/1958), maka perusahaan Belanda di Indonesia yang dinasionalisasi adalah: a. Perusahaan yang untuk seluruhnya atau sebagian merupakan milik perseorangan warganegara Belanda dan bertempat-kedudukan dalam wilayah Republik Indonesia; b. Perusahaan milik sesuatu Badan Hukum yang seluruhnya atau sebagian modal perseroannya atau modal pendiriannya berasal dari perseorangan warganegara Belanda dan Badan Hukum itu betempat-kedudukan dalam wilayah Republik Indonesia; c. Perusahaan yang letaknya dalam wilayah Republik Indonesia dan untuk seluruhnya atau sebagian merupakan milik perseorangan warganegara Belanda yang bertempat kediaman di luar wilayah Republik Indonesia; d. Perusahaan yang letaknya dalam wilayah Republik Indonesia dan merupakan milik sesuatu Badan Hukum bertempat-kedudukan dalam wilayah Kerajaan Belanda.
Pasal 1 Undang-undang Nasionalisasi No. 86 tahun 1958 merupakan jantung dari apa yang dimaui oleh negara dalam “balas dendam politik” terhadap Belanda. Pasal 1 tersebut berbunyi: “Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah Republik Indonesia yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik yang penuh dan bebas Negara Republik Indonesia”.
26 Edy Ikhsan, “Nasionalisasi Perkebunan Belanda di Sumatera Utara: Diantara Inkonsistensi dan Stigmatisasi”, dalam Makalah, hal. 1.
Di Sumatera Utara, melalui Pengumuman Penguasa Militer No PM/Peng 0010/12/57 pengambilalihan aset perusahaan Belanda dimulai. Pengumuman itu singkatnya berbunyi: (1) Perjuangan Pembebasan Irian Barat adalah perjuangan seluruh Rakyat Indonesia, di bawah pimpinan Pemerintah Republik Indonesia; (2) Tindakan dalam rangka pembebasan Irian Barat harus senantiasa dilaksanakan dengan tertib dan teratur… dst; (3) Penguasaan (peralihan kekuasaan) atas perusahaan-perusahaan dll. milik Belanda hanya dilakukan berdasarkan keputusan pemerintah atau penguasa militer dengan cara yang ditentukan; (4) … tindakan- tindakan liar dan di luar hukum tidak luput dari pemeriksaan dan tuntutan menurut hukum yang berlaku di negara kita; (5) Tindakan sendiri-sendiri terhadap perusahaan Belanda oleh orang-
orang atau golongan tidak dibenarkan… (6) dst… Peraturan Pemerintah No.4 tahun 1959 tentang Penentuan Perusahaan
Pertanian/Perkebunan tembakau milik Belanda menyebutkan adanya 38 perkebunan tembakau yang dinasionalisasi, dan 22 diantaranya adalah perkebunan tembakau yang berada di Sumatera Utara. Dalam dasar pertimbangan Peraturan Pemerintah tersebut disebutkan bahwa perusahaan pertanian/perkebunan tembakau merupakan cabang produksi yang penting bagi masyarakat dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Keduapuluh dua perkebunan tembakau dimaksud adalah sebagai berikut: (1) Bandar Klippa (Deli/Serdang), (2) Bulu Tjina (Deli/Serdang), (3) Helvetia (Deli/Serdang), (4) Klambir Lima (Deli/Serdang), (5) Kloempang (Deli/Serdang), (6) Kwala Begomit (Langkat), (7) Kwala Bingei (Langkat), (8) Mariendal (Deli/Serdang), (9) Medan Estate (Deli/Serdang), (10) Padang Brahrang (Langkat), (11) Roterdam AB 27 Berturut-turut setelah Pengumuman Penguasa Militer tersebut, keluarlah sejumlah peraturan
terkait lainnya yakni, Keputusan Penguasa Militer No. PM/KPTS-0042/12/57 tentang mengawasi
langsung semua Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda. Keputusan Penguasa Militer No. PM/KPTS- 0045/12/57 tentang Mengambil Alih Wewenang pada Semua Perusahaan-Perusahaan Belanda, Peraturan Penguasa Militer No. PM/PR-006/12/57 tentang Pembatasan Kebebasan Bergerak bagi Warga Negara Belanda.(Deli/Serdang), (12) Saentis (Deli/Serdang), (13) Sampali (Deli/Serdang), (14) Tandem (Deli/Serdang), (15) Tandem Ilir (Deli/Serdang), (16) Tandjoeng Djati (Langkat), (17) Timbang Langkat (Langkat), (18) Batang Kuis (Deli/Serdang), (19) Kwala Namoe (Deli/Serdang), (20) Pagar Marbau (Deli/Serdang), (21) Patoembah (Deli/Serdang), (22) Tanjong Morawa (Deli/Serdang). Dari 22 perkebunan tembakau Deli tersebut, maka point 1 sampai 16 yaitu dari Bandar Klippa sampai Tandjoeng Djati merupakan perkebunan yang ada di bawah naungan perusahaan NV. Vereenigde Deli Mij. Dari point 17 sampai 22 yaitu dari Timbang Langkat sampai Tanjong Morawa merupakan perkebunan yang berada di bawah naungan NV. Sinembah
.
Mij
Namun ada hal yang perlu diperhatikan bahwa bekas perusahaan perkebunan swasta Belanda yang diambilalih oleh pemerintah, tidak digabungkan dalam PPN yang sebelumnya ada.
Perkebunan digabung dalam organisasi pengelolaan perusahaan negara yang baru dibentuk, yaitu PPN Baru Pusat. Dengan terbentuknya PPN Baru, maka PPN yang telah ada sebelumnya disebut PPN Lama. Pada tahun 1960, struktur PPN Lama dan Baru dilebur menjadi Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perusahaan Negara (BPU-PPN) yang terbagi dalam berbagai unit kerja perkebunan, yaitu Unit Aceh, Unit Sumut (I-X), Unit Sumatera Selatan (I-II), Unit Jawa Barat (I-
VI), Unit Jawa Tengah (I-V), Unit Jawa Timur (I-X), dan PPN Perintis, serta Unit Penelitian. Tahun 1963 BPUPPN dibagi berdasarkan jenis usahanya, yaitu BPUPPN Karet, BPUPPN Gula, BPUPPN Tembakau, dan BPUPPN aneka tanaman yang masing-masing berstatus badan hukum dan memiliki 88 buah PPN. Pada tahun 1967 dilakukan pengecilan jumlah PPN dari 88 buah
28 Ibid ., hal. 5.
PPN menjadi 28 buah dan penghasupan BPU. Kemudian tahun1968 dibentuk perusahaan negara perkebunan (PNP).
Pada tahun 1969, kelembagaan perusahaan perkebunan negara mengalami perubahan kembali, yaitu melalui pengalihan bentuk dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan UU No. 9/1969 dan PP. No. 12/1969. Proses pengalihan bentuk PN ke PT itu dilakukan secara bertahap dan melalui penilaian akan kelayakannya. Sesuai dengan ketentuan PP No. 14 tahun 1968, Undang-undang No. 9 tahun 1969, PP No. 27 tahun 1971, PP No. 44 tahun 1973 dan Akte Notaris SHS Lomban Tobing, SH. No. 6 tanggal 1 April 1974,
maka berdiri Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP) IX. Dari pernyataan tersebutlah maka perkebunan Tembakau Deli di Buluh Cina berada di bawah pengelolaan PTP IX.
Jadi dapat dijelaskan pergantian nama perkebunan yang menaungi perkebunan Bulu Cina sebelum dan setelah di nasionalisasi yaitu: 1. : Kebun Bulu Cina berada di bawah naungan Deli Maatschapij.
Pada tahun 1869 2. : Deli Maatschapij berubah menjadi NV. VDM (Verinegde Deli
Pada tahun 1910 Maatscapij ), maka kebun Buluh Cina di bawah naungan NV. VDM.
3. : NV. VDM beralih menjadi PPN Baru, maka Kebun Bulu Cina di Pada tahun 1959 bawah naungan PPN Baru.
4. : PPN Baru berubah menjadi PPN Cabang Sumatera Utara unit Pada tahun 1960 Sumut-I, maka Kebun Bulu Cina di bawah naungan PPN cab. SUMUT unit SUMUT-I.
5. : PPN Sumut-I (khusus Tembakau) berubah menjadi PPN Pada tahun 1961 29 Tembakau Deli-II, maka Kebun Bulu Cina di bawah naungan PPN Tembakau Deli-II.
H. Silitonga, loc.,cit.
6. : PPN Tembakau Deli II berubah menjadi PNP IX.
Pada tahun 1968 7. : PNP IX berubah menjadi Perusahaan Perseroan PTP-IX, maka
Pada tahun 1974 Kebun Bulu Cina di bawah naungan PTP-IX.
8. : Perusahaan Perseroan PTP-IX berubah menjadi PTP Nusantara II Pada tahun 1996
(Persero) sampai pada saat ini, maka dengan demikian setelah tahun tersebut Kebun Bulu Cina di bawah naungan PTPN II.
Setelah menjalani proses nasionalisasi, PTP IX khususnya Perkebunan Bulu Cina, tetap memiliki konsistensi untuk memproduksi tembakau Deli. Mengingat pada Tri Darma Perkebunan yaitu untuk menghasilkan devisa dan rupiah bagi negara seefisien-efisiennya, memenuhi fungsi sosial diantaranya berupa memelihara/menambah lapangan kerja bagi warganegara Indonesia, serta memelihara kekayaan alam berupa pemeliharaan dan peningkatan
kesuburan tanah dan tanamannya, maka perkebunan ini tetap berusaha menjaga serta meningkatkan kuantitas baik kualitas produksi tembakaunya sampai saat ini. Dapat dikatakan bahwa walaupun Tembakau Deli tidak lagi sepopuler dahulu, namun tembakau Sumatera yang pernah menjadi primadona masih dapat dipertahankan.