Perkebunan Tembakau Deli di Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak (1974-1996)

(1)

PERKEBUNAN TEMBAKAU DELI DI KEBUN BULU CINA PTP IX KECAMATAN HAMPARAN PERAK (1974-1996)

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan O

l e h

Mustika Agustina H Nim. 090706034

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERKEBUNAN TEMBAKAU DELI DI KEBUN BULU CINA PTP IX KECAMATAN HAMPARAN PERAK (1974-1996)

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

l e h

Mustika Agustina H Nim. 090706034

Pembimbing

Dra. Ratna, M.S. Nip 131415907

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

Perkebunan Tembakau Deli di Kebun Bulu Cina PTP IX Kecamatan Hamparan Perak (1974-1996)

Yang diajukan oleh Nama : Mustika Agustina H

Nim : 090706034

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh Pembimbing

Dra. Ratna, M.S. Tanggal, Agustus 2013

N.I.P : 131415907

Ketua Departeman Sejarah

Drs. Edi Sumarno, M.Hum. Tanggal, Agustus 2013 N.I.P : 196409221989031001

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(4)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

Perkebunan Tembakau Deli di Kebun Bulu Cina PTP IX Kecamatan Hamparan Perak (1974-1996)

Skripsi Sarjana DIKERJAKAN O

l e h

Mustika Agustina H 090706034

Pembimbing

Dra. Ratna, M.S. Nip. 131415907

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian

Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk melengkapi Salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Dalam bidang Ilmu Sejarah.

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(5)

Lembar Persetujuan Ketua Jurusan

DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN SEJARAH

Ketua Departemen

Drs. Edi Sumarno M.hum N.I.P. 196409221989031001


(6)

Lembar Pengesahan Skripsi oleh Dekan dan Panitia Ujian

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.

Pada : Hari : Tanggal :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A N.I.P : 195110131976031001

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. (………)

2. (………)

3. (………)

4. (………)


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih, berkat serta setianya yang tidak terhingga berupa bimbingan, kekuatan, dan pertolongan yang tiada hentinya diberikan kepada penulis. Atas berkat limpahannya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan, meskipun banyak hambatan serta tantangan.

Penulisan skripsi ini juga tidak akan terwujud tanpa bantuan, kerja sama dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis juga ingin mengungkapkan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Dr. Syahron Lubis,

M.A yang telah memberikan segala bantuannya selama proses perkuliahan.

2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum. selaku ketua Departemen Imu Sejarah yang telah

banyak memberikan dorongan, arahan, kemudahan, serta bimbingan yang bermakna kepada penulis, yang juga merupakan dosen yang mampu memupuk semangat para mahasiswa khususnya penulis dalam menjalani perkuliahan . Ibu Dra. Nurhabsyah, M.Si. sebagai Sekretaris Departemen Ilmu Sejarah yang telah membeikan dukungan serta nasehat kepada penulis.

3. Ibu Dra. Ratna, M.S., sebagai Dosen Pembimbing dalam penulisan skripsi ini yang

sangat banyak memberi semangat, masukan, serta meluangkan waktu untuk membimbing penulis, juga yang mengerti akan kekurangan penulis dalam penulisan skripsi ini guna member arahan yang sangat bermakna sehingga skripsi ini dapat terselesaikan .

4. Ibu Dra. Nina Karina selaku Dosen Wali yang telah memberikan nasehat terhadap


(8)

Administrasi di Departemen Ilmu Sejarah, terima kasih penulis ucapkan atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan selama ini, semoga membuahkan hasil kesuksesan bagi penulis.

5. Bapak T. M. Tarigan selaku Administratur Kebun Bulu Cina dan Bapak Dwi selaku

Kepala Tanaman Tembakau di Bulu Cina yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis untuk memperoleh data dan fakta. Juga Abang Duwan yang telah memberikan waktu untuk membantu penulis dalam mendekati para informan. Juga kepada seluruh informan yang telah memberikan informasi guna mendukung penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Harta terindah dalam hidup penulis, keluarga tercinta, Ayahanda T. Hutahaean dan

Ibunda Kendarsih yang telah mendidik , membesarkan, serta memberikan kasih sayang yang tidak terhingga dari penulis lahir hingga menapaki proses akhir perkuliahan. Orang tua yang selalu memberikan dukungan materil dan moril yang berkelimpahan yang tidak mungkin penulis dapat membalas semuanya. Kepada adik ku Rio L. S. Hutahaean dan Yolanda T. Hutahaean yang juga membantu penulis untuk semangat dalam mengerjakan karya ini.

7. Sahabat-sahabatku seangkatan stambuk 2009 “stambuk paling istimewa” bagi penulis;

Elisa, Wifky, Toti, Hendra, Alpha, Roni, Ratna, Nia, Nurlailisa, Rona, Shinta, Dara, dalam kebersamaan kita selama menjalani perkuliahan yang tak akan pernah dilupakan oleh penulis dalam suka maupun duka, kalian selalu berada di hati penulis, kalian merupakan teman terindah yang dikaruniakan oleh Tuhan, canda serta tawa yang selalu kita kenang walaupun akhirnya kita berpisah dalam perkuliahan tetapi kalian sahabat


(9)

terhebat bagi penulis. Juga teman-teman seangkatan lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

8. Juga kakak kelompok penulis Meisya dan teman kelompok “SERAFIM” yang selalu

membimbing dalam spiritual dan ketaatan penulis, serta mengingatkan akan kesalahan yang telah penulis perbuat dalam menapaki dunia ini.

9. Terakhir yang teristimewa kepada seseorang Diaz Cristmastian Sembiring dan keluarga

atas segala curahan, pengorbanan, kesabaran serta seluruh waktu dan kasih sayang yang telah diberi kepada penulis dalam mendampingi, menemani, serta membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yang merupakan pemberian Tuhan yang paling istimewa dalam hidup penulis.

Akhirnya untuk semua pihak-pihak yang telah membantu penulis yang tidak seluruhnya disebutkan dalam penyusunan skripsi ini, saya mengucapkan terima kasih. Semoga Tuhan YME dapat membalas kebaikan yang telah diberikan dengan balasan yang berlimpah. Penulis juga mengharapkan semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca.


(10)

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan kasih penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Juga penulis ucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung baik dari segi moril dan materil.

Atas segala usaha dan bantuan dari berbagai pihak, skripsi dengan judul “Perkebunan Tembakau Deli di Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak (1974-1996)” ini telah selesai ditulis. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan perkuliahan sekaligus untuk meraih gelar kesarjanaan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penulis juga menyadari bahwa hasil karya ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna karena keterbatasan yang dimiliki oleh penulis. Maka dari itu, dengan kerendahan hati penulis meminta maaf serta mengharapkan segala kritik dan saran demi perbaikan serta menuju kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat dinikmati bagi kita sekalian sebagai pemerhati sejarah.

Akhir kata penulis ucapkan terimakasih atas perhatian para pembaca dan pemerhati sejarah, kiranya Tuhan YME menyertai kita sekalian.

Medan, Juli 2013


(11)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Perkebunan Tembakau Deli di Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak (1974-1996)”. Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk menjelaskan bagaimana keadaan tanaman tembakau Deli di Bulu Cina sebelum proses nasionalisasi, menjelaskan keadaan tanaman tembakau Deli perkebunan Bulu Cina dalam naungan P.T. Perkebunan IX, serta menjelaskan faktor-faktor yang mendukung perkebunan Bulu Cina tetap bertahan dalam penanaman tembakau Deli. Untuk mencapai tujuan penelitian, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah yaitu, melalui proses heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sumber diperoleh melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.

Dari hasil penelitian ini maka perkebunan Bulu Cina ini ialah milik pengusaha Belanda yang berada di bawah naungan Deli Maatschapij. Perkebunan ini terletak di Kecamatan Hamparan Perak. Kebun Bulu Cina inilah salah satu kebun yang pada waktu itu mengubah wajah Sumatera Timur menjadi wilayah yang potensial akan tembakaunya. Setelah memasuki masa nasionalisasi, Belanda meninggalkan Indonesia pada tahun 1958. Kemudian tahun 1974 merupakan tonggak sejarah bagi Kebun Bulu Cina, karena kebun ini dikelola oleh pemerintah Republik Indonesia. Melalui proses pada tahun 1869 Kebun Bulu Cina di bawah Deli Maatschapij, tahun 1910 berada di bawah naungan NV. VDM, tahun 1959 di bawah naungan PPN Baru, 1960 Kebun Bulu Cina dikelola oleh PPN Cabang Sumatera Utara cabang Sumut-I, tahun 1961 di bawah naungan PPN Tembakau Deli-II, tahun 1968 oleh PNP IX, tahun 1974 lah Kebun Bulu Cina resmi dikelola oleh PTP-IX dan 1996 PTP IX berubah menjadi PTP Nusantara II.

Setelah di bawah naungan pengelolaan PTP IX, perkebunan ini banyak mengalami perubahan. Perubahan terjadi pada luas areal perkebunan, produksi perkebunan, juga pemasaran perkebunan. Banyak terjadi kemerosotan pada perkebunan ini setelah nasionalisasi dilancarkan. Namun walaupun terjadi kemerosotan, tanaman tembakau tetap konsisten diproduksi, karena ada pasar yang menampung hasil dari tembakau Deli, juga menjaga nama Indonesia khususnya Sumatera Utara sebagai penghasil tembakau Deli. Tidak hanya itu kesejahteraan tenaga kerja juga turut diperhatian oleh pihak PTP IX. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkebunan Bulu Cina merupakan perkebunan warisan kolonial yang masih tetap bertahan sampai saat ini.


(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..i

ABSTRAK………ii

DAFTAR ISI………iii

DAFTAR TABEL………v

DAFTAR DIAGRAM………..vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………..1

1.2Rumusan Masalah………4

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian ………...4

1.4Tinjauan Pustaka………..5

1.5Metode Penelitian………7

BAB II KONDISI PERKEBUNAN BULU CINA SEBELUM TAHUN 1974 2.1Sejarah Perkebunan Tembakau Deli di Bulu Cina ………..10

2.2Masa Nasionalisasi………..18

BAB III KONDISI PERKEBUNAN TEMBAKAU DELI DI BULU CINA (1974-1996) 3.1Areal Perkebunan ……….25

3.2Sistem Manajemen………28


(13)

3.4Produksi Perkebunan……….36

3.5Pemasaran Tembakau……….40

BAB IV EKSISTENSI PERKEBUNAN BULU CINA………51

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan………57

5.2 Saran………..59

DAFTAR SUMBER..………...61

DAFTAR INFORMAN………....63 LAMPIRAN


(14)

Daftar Tabel

Tabel 1 Curah Hujan Bulu Cina ………13 Tabel 2 Keadaan Tanah di Sumatera Timur……….14 Tabel 3 Penggunaan Luas Lahan Kecamatan Hamparan Perak………25


(15)

Daftar Diagram

Diagram 1 Produksi Ekspor Tembakau Sumatera Tahun 1974 - 1981 ………42 Diagram 2 Produksi Ekspor Tembakau Sumatera Tahun 1982 - 1989 ………43 Diagram 3 Produksi Ekspor Tembakau Sumatera Tahun 1990 - 1996 ………44


(16)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Perkebunan Tembakau Deli di Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak (1974-1996)”. Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk menjelaskan bagaimana keadaan tanaman tembakau Deli di Bulu Cina sebelum proses nasionalisasi, menjelaskan keadaan tanaman tembakau Deli perkebunan Bulu Cina dalam naungan P.T. Perkebunan IX, serta menjelaskan faktor-faktor yang mendukung perkebunan Bulu Cina tetap bertahan dalam penanaman tembakau Deli. Untuk mencapai tujuan penelitian, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah yaitu, melalui proses heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sumber diperoleh melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.

Dari hasil penelitian ini maka perkebunan Bulu Cina ini ialah milik pengusaha Belanda yang berada di bawah naungan Deli Maatschapij. Perkebunan ini terletak di Kecamatan Hamparan Perak. Kebun Bulu Cina inilah salah satu kebun yang pada waktu itu mengubah wajah Sumatera Timur menjadi wilayah yang potensial akan tembakaunya. Setelah memasuki masa nasionalisasi, Belanda meninggalkan Indonesia pada tahun 1958. Kemudian tahun 1974 merupakan tonggak sejarah bagi Kebun Bulu Cina, karena kebun ini dikelola oleh pemerintah Republik Indonesia. Melalui proses pada tahun 1869 Kebun Bulu Cina di bawah Deli Maatschapij, tahun 1910 berada di bawah naungan NV. VDM, tahun 1959 di bawah naungan PPN Baru, 1960 Kebun Bulu Cina dikelola oleh PPN Cabang Sumatera Utara cabang Sumut-I, tahun 1961 di bawah naungan PPN Tembakau Deli-II, tahun 1968 oleh PNP IX, tahun 1974 lah Kebun Bulu Cina resmi dikelola oleh PTP-IX dan 1996 PTP IX berubah menjadi PTP Nusantara II.

Setelah di bawah naungan pengelolaan PTP IX, perkebunan ini banyak mengalami perubahan. Perubahan terjadi pada luas areal perkebunan, produksi perkebunan, juga pemasaran perkebunan. Banyak terjadi kemerosotan pada perkebunan ini setelah nasionalisasi dilancarkan. Namun walaupun terjadi kemerosotan, tanaman tembakau tetap konsisten diproduksi, karena ada pasar yang menampung hasil dari tembakau Deli, juga menjaga nama Indonesia khususnya Sumatera Utara sebagai penghasil tembakau Deli. Tidak hanya itu kesejahteraan tenaga kerja juga turut diperhatian oleh pihak PTP IX. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkebunan Bulu Cina merupakan perkebunan warisan kolonial yang masih tetap bertahan sampai saat ini.


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Tanaman tembakau sudah sejak lama menjadi komoditi ekspor di Sumatera Timur.1

Dua orang Belanda yaitu Falk dari Van Leeuwen dan kedua Elliot dari Maintsz & co bersedia ditugaskan oleh firmanya ke Deli. Seorang lain Jacobus Nienhuys yang sedang bekerja dipertembakauan kongsi Van den Arend di Jawa Timur, juga diajak turut ke Deli. Mereka berangkat pada bulan Mei 1863. Tanggal 7 Juli 1863 mereka tiba di Deli. Sultan Mahmud Perkasa Alam menyambut mereka dengan penuh harapan. Rumah kediaman Raja Abidin di Labuhan disediakan sultan untuk mereka tempati.

Ini berarti bahwa tembakau sudah menjadi tanaman yang diproduksi disamping tanaman-tanaman lain untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Kedatangan Belanda ke wilayah pantai Timur Sumatera membawa wajah baru bagi wilayah ini. Belanda membuat tembakau menjadi sangat terkenal di dunia serta membawa keberuntungan bagi pengelolanya.

2

Jacobus Nienhuys merupakan orang yang tetap bertahan di Deli mencoba menggunakan modalnya yang ada untuk membuka kebun percobaan. Percobaan itu dilakukan di tanah konsesi

1

Mohammad Said menyebutkan bahwa tembakau merupakan hasil tanaman yang diekspor ke Penang. Catatan Netscher mengenai tembakau yang diekspor dari Pelabuhan Deli ke luar negeri di tahun 1862 sebanyak 500 pikul. Jumlah ini jika ditambah dengan konsumsi dalam negeri sendiri menggambarkan betapa besar sudah produksi tembakau yang dihasilkan oleh pribumi sendiri lama sebelum Belanda datang. Lihat Mohammad Said, Koeli Kontrak Tempo Doeloe dengan Derita dan Kemarahannya, Medan: Percetakan Waspada, 1977, hal. 21.

2


(18)

yang diberikan oleh Sultan.3

Kualitas Tembakau Deli yang baik dan terus meningkat membuat komoditi ini menjadi pohon yang mendatangkan keuntungan. Kekayaan dari tembakau inilah yang dipresentasekan lewat ungkapan De Millionen uit Deli (berjuta-juta dari Deli), dan tanah Deli dijuluki sebagai Het Dollar Land atau bermakna negeri dolar.

Pada tahun 1864 J. Nienhuys berhasil mendapat sebanyak 50 bal tembakau. Produksi pertama ini menghasilkan uang bagi usaha Nienhuys dengan nilai 48 sen per ½ kilo tembakau. Tahun 1865 kebun Nienhuys menghasilkan 189 bal tembakau dengan mutu terbaik, di pelelangan Rotterdam bernilai 149 sen per ½ kilogram. Hal ini membuat tembakau yang berasal dari wilayah Sumatera Timur dijuluki sebagai Tembakau Deli. Produksi tembakau yang bermutu baik ini juga dikelola di wilayah Kesultanan Deli, sehingga jelaslah sebutan bagi tembakau di wilayah ini yaitu Tembakau Deli.

4

Keuntungan yang terus menerus diperoleh membuat banyak pemodal membuka usaha perkebunan. Pada 1872 telah terdapat 13 perkebunan di Deli, 1 di Langkat dan 1 di Serdang. Diakhir tahun bertambah lagi 44 perkebunan di Deli, pada tahun 1873 dibuka perkebunan Annidale dan Kesawan, 1874 dibuka perkebunan Petersburg, 1876 dibuka perkebunan Boedra serta perkebunan lainnya. Sampai pada tahun 1884 terdapat 12 perkebunan yaitu Marindal Medan, Peterburgs, Tanjung Jati, Bandar Kalipah, Deli

Tua, Kwala Begumit, Bekalia, Belawan, Lubuk Dalam, Buluh Cina, dan Kota Limbaru.5

Pada tahun 1891 dari 148 buah konsesi perkebunan Tembakau Deli hanya tinggal 51 buah saja yang beroperasi karena menderita kerugian. Ternyata hanya kawasan tanah dari sungai

3

Konsesi ini memakai waktu 20 tahun, lima tahun pertama bebas dari membayar sewa, sesudah itu $200,- per tahun. ibid.

4

Nasrul Hamdani, “Tembakau Deli Pohon Berdaun Emas dari Sumatera”, 2011, dalam Seri Informasi Sejarah no. 26/2011, Banda Aceh: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh, hal. 14.

5

Tuanku Lukman Sinar Basarshah II. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatra Timur. Medan: Yayasan Serdang, hal. 311.


(19)

Ular (Serdang) sampai sungai Wampu (Langkat) saja yang cocok untuk ditanami Tembakau Deli. Perkebunan Bulu Cina merupakan salah satu perkebunan di wilayah Deli yang memproduksi tembakau Deli. Daerah yang secara geografis pada waktu itu merupakan daerah yang cocok untuk ditanami komoditi tembakau karena berada di antara sungai Wampu dan sungai Ular. Oleh sebab itu, perkebunan tembakau Deli di Bulu Cina dapat bertahan dalam memproduksi tembakau Deli.

Setelah Belanda meninggalkan Indonesia, Perkebunan Bulu Cina menjadi salah satu perkebunan yang juga diambilalih oleh Pemerintah Republik Indonesia yang dikenal sebagai proses nasionalisasi. Pada tahun 1957 perkebunan V.D.M (Verinegde Deli Matschappij) dengan 17 perkebunan tembakau dan Sanembah dengan 5 perkebunan tembakau yaitu: Kwala Bingei, Kwala Begumit, Tandem Hilir, Bulu Cina, Tandem, Timbang Langkat, Tanjung Jati, Padang Brahrang, Medan Estate, Sampali dan lainnya bergabung menjadi satu. Sesuai dengan ketentuan PP No. 14 tahun 1968, Undang-undang No. 9 tahun 1969, PP No. 27 tahun 1971, PP No. 44 tahun 1973 dan Akte Notaris SHS Lomban Tobing, SH. No. 6 tanggal 1 April 1974, maka berdiri

Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP) IX.6

Setelah menjalani proses nasionalisasi, PTP IX khususnya Perkebunan Bulu Cina tetap memiliki konsistensi untuk memproduksi tembakau Deli. Mengingat pada Tri Darma Perkebunan yaitu untuk menghasilkan devisa dan rupiah bagi negara secara seefisien-efisiennya, memenuhi fungsi sosial diantaranya berupa memelihara/menambah lapangan kerja bagi warganegara Indonesia, serta memelihara kekayaan alam berupa pemeliharaan dan peningkatan

Dari pernyataan tersebutlah maka perkebunan tembakau Deli di Bulu Cina berada di bawah pengelolaan PTP IX.

6

H. Silitonga, Industri Perkebunan Besar di Indonesia Profil dan Petunjuk, 1989, Jakarta: Departemen Pertanian, hal. 245.


(20)

kesuburan tanah dan tanamannya,7 maka perkebunan ini tetap berusaha menjaga serta meningkatkan kuantitas baik kualitas produksi tembakaunya. Akan tetapi setelah bertahan, justru pada tahun 1996 perkebunan tembakau Deli di Bulu Cina mengalami kemerosotan.

Skop temporal penelitian diawali tahun 1974 hingga 1996. Penetapan tahun 1974 sebagai skop awal penelitian ini adalah untuk mengkaji keadaan perkebunan tembakau Bulu Cina dalam menapaki proses nasionalisasi. Proses nasionalisasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, berdampak pada perkebunan tembakau Deli di Bulu Cina masuk ke dalam naungan PT. Perkebunan IX. Batas akhir skop temporal pada tahun 1996 merupakan tahun perkebunan tembakau Deli di Bulu Cina tidak lagi berada di dalam naungan PT. Perkebunan IX. Hal tersebut disebabkan PT. Perkebunan IX dan PT. Perkebunan II bergabung menjadi PT. Perkebunan Negara II. Walaupun mengalami pergantian struktural, perkebunan Bulu Cina tetap mencoba bertahan. Skop temporal yang diteliti merupakan waktu yang cukup panjang. Namun untuk melihat suatu perubahan maka layaklah tahun ini untuk diteliti, karena dari tahun tersebut memperlihatkan fluktuasi tembakau Deli sebagai komoditi handal bagi wilayah ini sampai memperlihatkan kemundurannya. Maka dari pembahasan di atas diangkatlah penelitian berjudul PERKEBUNAN TEMBAKAU DELI DI KEBUN BULU CINA PTP IX KECAMATAN HAMPARAN PERAK (1974-1996).

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah berfungsi untuk menentukan pokok permasalahan yang akan dikaji di dalam pengembangan penulisan. Di samping itu rumusan masalah dapat membimbing agar penulisan ini dapat terarah dengan baik dan konsisten.

7


(21)

Adapun permasalahan yang akan dikembangkan di dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana keadaan tembakau Deli sebelum tahun 1974?

2. Bagaimana dinamika tembakau Deli pada tahun 1974-1996?

3. Mengapa komoditas tembakau Deli di perkebunan Bulu Cina dapat bertahan?

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

Kajian tentang Perkebunan Tembakau Deli di Bulu Cina Kecamatan Hamparan Perak (1974-1996) ini memiliki tujuan serta manfaat bagi para pembacanya. Tujuan dan manfaat ini berguna bagi kalangan akademisi maupun bagi orang-orang yang memerlukannya.

Adapun tujuan yang dimaksud ialah:

1. Menjelaskan keadaan tanaman tembakau Deli di Bulu Cina sebelum tahun 1974.

2. Menjelaskan dinamika tembakau Deli perkebunan Bulu Cina pada tahun 1974-1996.

3. Menjelaskan alasan yang mendukung perkebunan Bulu Cina tetap bertahan dalam

penanaman tembakau Deli.

Manfaat yang diharapkan di dalam penelitian ini ialah:

1. Memberi dukungan kepada perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di dalam kajian

sejarah agraria.

2. Memperkaya historiografi Indonesia di dalam penelitian perkebunan.

3. Sebagai sumber inspirasi bagi para akademisi, sejarawan, dan pemerintah yang ingin

meneliti mengenai sejarah agraria serta pengalihan fungsi lahan dalam komoditinya.

4. Sebagai sumber informasi bagi peneliti lain yang juga ingin membahas mengenai Bulu


(22)

1.4Tinjauan Pustaka

Penulisan karya ilmiah ini sangat diperlukan keakuratan data untuk lebih menonjolkan sisi objektifitas data. Maka dari itu, penting bagi penulis menggunakan beberapa referensi ataupun literatur yang mendukung keberadaan suatu fakta pada penulisan. Tinjauan pustaka memiliki arti buku-buku ataupun sumber-sumber yang diperlukan dalam penulisan, yang memiliki kedekatan bahkan menyokong permasalahan yang akan kita teliti sehingga penjelasan yang akan kita berikan kuat adanya.

H. Mohammad Said dalam bukunya Koeli Kontrak Tempo Doeloe dengan Derita dan Kemarahannya (1977), penting bagi penulis karena memberikan penjelasan minat penanaman modal asing ke wilayah Deli. Buku ini juga memberi informasi orang Belanda yang pertama berkunjung untuk membuka perkebunan Tembakau Deli. Informasi yang ada juga menjelaskan produksi tembakau yang telah ada bahwa jauh sebelum Belanda datang, bahkan merupakan jumlah yang sangat besar unuk mencukupi kebutuhan dalam negeri.

Tuanku Lukman Sinar Basarshah II dalam bukunya Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, memberi penjelasan mengenai kuantitas perkebunan-perkebunan yang ada di wilayah Sumatera Timur. Buku ini juga menyajikan info berdirinya perkebunan tembakau Deli di Bulu Cina, yang dahulunya perkebunan lada. Buku ini juga memberi penjelasan perkembangan tanaman tembakau (1873-1881), kepentingan perkebunan, juga perkembangan perkebunan (1884-1900).

Nasrul Hamdani dalam Seri Informasi Sejarah No. 26/2011 yang berjudul Tembakau Deli

Pohon Berdaun Emas dari Sumatera (2011), menjelaskan ungkapan De Millioenen uit Deli (berjuta-juta dari Deli). Buku ini mempresentasekan bahwa tanaman tembakau Deli membawa


(23)

dunia baru bagi wilayah Sumatera Timur. Buku ini juga menjelaskan bagaimana pohon Tembakau Deli diungkapkan bagai pohon berdaun emas, karena keuntungan yang diberikan kepada pengelola perkebunan Tembakau Deli.

Buku Jan Breman, Menjinakkan Sang Kuli Politik Kolonial, Tuan Kebun, dan Kuli di Sumatera Timur pada Awal Abad Ke-20 (1997), merupakan literatur yang sangat penting. Memperlihatkan sistem di dalam perkebunan yang sedang berjalan. Buku ini juga memuat data statistik menyangkut misalnya, produksi tembakau Deli pada saat zaman keemasannya.

Buku Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo dalam bukunya Sejarah Perkebunan di Indonesia Kajian Sosial – Ekonomi (1991), memberi informasi bagaimana pasang surut suatu perkebunan dari awal yang bersifat tradisional hingga menjadi PNP yaitu era periode 1956-1980an.

Karl J. Pelzer dalam karyanya yang berjudul Toean Keboen dan Petani Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria di Sumatera Timur 1863-1947 (1985), menggambarkan keadaan sejarah Sumatera Timur, keadaan geografis Sumatera Timur serta bagaimana pembukaan perkebunan di Sumatera Timur. Hal ini berarti menunjukkan kapabilitas wilayah Deli yang akan dijadikan perkebunan sangat memberikan keuntungan yang tinggi.

1.5Metode Penelitian

Metode penelitian di dalam ilmu sejarah merupakan suatu desain, yang dipergunakan guna mencapai sasaran penelitian. Rancangan itu disusun sedemikian rupa hingga menghasilkan suatu penelitian yang objektif. Di tahapan ini berisi cara-cara yang dipakai saat mengolah suatu data, mulai mengumpulkan data dan fakta, menilainya, menganalisis hingga menulisnya kembali.


(24)

1. Heuristik

Pengumpulan sumber bagi penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan dan lapangan. Studi kepustakaan dimaksud untuk mengumpulkan sumber tertulis. Sumber tertulis ini dapat diperoleh dari Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan RISPA, kantor Kepala Desa Bulu Cina dan kantor perkebunan Bulu Cina. Sumber-sumber tertulis yang berhasil dikumpulkan misalnya Toean Keboen dan Petani Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria karya Karl J. Pelzer, Parijs van Soematra karya Alexander Avan. Tembakau, Negara dan Keserakahan Modal Asing karya Herjuno Ndaru Kinasih, Rika Febriani dan Sulistyoningsih. Menjinakkan Sang Kuli Politik Kolonial, Tuan Kebun dan Kuli di Sumatera Timur pada Awal Abad Ke-20 karya Jan Bremen, Sejarah Perkebunan di Indonesia Kajian Sosial-Ekonomi karya Sartono Kartodirjo dan Djoko Suryo. Bangun dan Rubtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur oleh Tuanku Luckman Sinar Basarshah II. Tembakau Deli ‘Pohon Berdaun Emas’ dari Sumatera karya Nasrul Hamdani, dan Koeli Kontrak Tempo Doeloe dengan Derita dan Kemarahannya karya H. Mohammad Said. Di samping itu laporan dari Direktorat Tata Guna Tanah Direktorat Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri, yaitu laporan Propinsi Sumatera Utara Luas Penggunaan Tanah Kecamatan 1973, dan Laporan Tahunan BCU-PNP 1969-1973 oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, yang berjudul Data Statisktik Tanaman Tembakau.

Di samping sumber tulisan tersebut di atas, penulis juga melakukan pengumpulan sumber-sumber lisan. Sumber-sumber-sumber lisan diperoleh melalui teknik wawancara. Adapun informan yang terpilih antara lain yaitu dengan kepala tanaman tembakau yang memiliki jabatan dan ahli di perkebunan Buluh Cina yaitu Dwi Tomo. Juga kepala gudang yang menjabat pada masa PTP IX yaitu Nyono. Di samping itu wawancara juga dilakukan kepada orang yang dahulu mengetahui keadaan perkebunan dan juga merupakan bekas kuli kontrak pada masa pengelolaan Belanda


(25)

yaitu Sumo Prawiro. Teknik wawancara yang dilakukan dengan menggunakan interview guide. Interview guide berguna untuk mengarahkan wawancara kepada sasaran penelitian.

2. Kritik

Tahapan ini berfungsi untuk menguji keorisinilan sumber yang digunakan pada saat penelitian. Pada tahapan ini terdapat dua penilaian yaitu kritik intern dan kritik ekstern. Kritik intern menguji sumber yang kita gunakan memuat isi yang kita cari. Kritik ekstern mengenai pengujian kredibilitas keorisinilan suatu sumber. Pada tahapan ini merupakan tahapan agar mendekatkan penulis dengan sisi keobjektifitasan.

3. Interpretasi

Merupakan tahapan ketiga dari metode sejarah. Pada tahapan ini penulis menginterpretasikan sumber yang diperoleh agar menjadi suatu data yang objektif. Pada tahapan ini penulis menghasilkan suatu data sementara mengenai perkebunan tembakau Deli sebelum memasuki tahapan penulisan. Disinilah terdapat penafsiran dari fakta-fakta yang ada menjadi suatu kerangka bangunan dari fakta yang dikumpulkan.

4. Historiografi

Pada tahapan ini merupakan suatu tahapan terakhir dari metode sejarah. Merupakan suatu bentuk penulisan akhir dari metode ini. Pada tahap ini, peneliti menjabarkan secara kronologis dan sistematis fakta-fakta yang diperoleh agar menghasilkan tulisan yang ilmiah dan bersifat objektif.


(26)

BAB II

KONDISI PERKEBUNAN BULU CINA SEBELUM TAHUN 1974 2.1 Sejarah Perkebunan Tembakau Deli di Bulu Cina

Menurut cerita nama Buluh Cina muncul karena dahulu di wilayah itu banyak terdapat tanaman bambu cina, di samping sebagian kawasan tersebut masih berupa tanaman semak-semak liar. Kemudian ketika datang pendatang dari Jawa dan melihat tanaman itu pertama kali langsung menyebut daerah itu dengan nama Buluh Cina. Buluh sebenarnya merupakan nama lain dari bambu, yang hingga kini masih dapat dijumpai di beberapa tempat di Bulu Cina.

Selanjutnya kata Buluh Cina berubah sebutannya menjadi Bulu Cina8. Menurut informan

perubahan sebutan dari buluh menjadi bulu itu terjadi pada sekitar tahun 1958, huruf H tidak

dipakai lagi ketika menyebut Buluh.9 Kebun Bulu Cina menggunakan kode BCA, dengan hasil

tanaman tembakau Delinya memakai kode PPN 77. Sehingga di pelelangan Bremen untuk

mengetahui daun tembakau Deli dari kebun Bulu Cina menggunakan kode tersebut.10

8

Selanjutnya dalam penulisan ini, penulis akan menggunakan kata Bulu Cina, karena tahun 1958 nama desa sudah menjadi Bulu Cina.

9Wawancara

, dengan Jemirin, Desa Bulu Cina, tanggal 3 Juli 2013.

10

Wawancara, dengan Dwi Tomo, Desa Blu Cina 21 September 2013.


(27)

Daerah ini dahulu merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Deli di bawah pemerintahan Datuk Hamparan Perak. Status wilayah ini berubah sesuai pembagian wilayah setelah memasuki kemerdekaan. Kini Bulu Cina berstatus sebagai suatu desa yang berada di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis, Bulu Cina tergolong daerah yang terletak di kawasan Pesisir Timur Sumatera dengan jarak 30 km dari pusat Kota Medan dan 25 km dari pelabuhan Belawan.

Sejarah perkebunan di Bulu Cina tidak terlepas dari adanya penanaman tembakau di wilayah ini. Sebelum dimulainya penanaman Tembakau Deli, wilayah ini terkenal dengan

komoditas ladanya yang sudah diekspor sampai ke Pulau Pinang.11

Tahun 1864-1872 merupakan tahap awal memperkenalkan tanaman tembakau Deli yang dipelopori J. Nienhuys. Tahap selanjutnya tahun 1873-1884 merupakan tahap perkembangan yang penuh dari tanaman tembakau Deli. Perkembangan perkebunan tembakau Deli semakin pesat dan animo pengusaha semakin meningkat pada tembakau Deli sehingga sudah terdapat 13 perkebunan di Deli, 1 di Langkat dan 1 di Serdang. Pada tahun 1872 tembakau Deli masih di Wilayah ini memang dikelola oleh Sri Sutan Ahmad untuk tanaman lada.

Kedatangan dua orang Belanda pertama (1864) yaitu Falk mewakili Van Leeuwen dan Elliot mewakili Maintsz & co yang bersedia ditugaskan oleh firmanya ke Deli, serta seorang lainnya Jacobus Nienhuys yang sedang bekerja dipertembakauan kongsi Van den Arend di Jawa Timur, membuat komoditi tembakau menjadi primadona di Sumatera Timur. Pengusahaan Jacobus Nienhuys atas tembakau Deli, membuat komoditas ini dihargai sangat eksklusif di pelelangan tembakau.

11

Disebutkan bahwa Bulu Cina sudah mengekspor lada dari tahun 1819-1822 sebanyak 12.141


(28)

bawah tembakau Jawa, tetapi pada tahun 1884 nilai hasilnya telah jauh melampaui tembakau Jawa. Hasil tahun itu untuk tembakau Jawa sebanyak 122.806 pak dan tembakau Deli sejumlah 125 ribu pak sehingga perusahaan tembakau Deli menjadi produsen terkemuka di dunia. Pada tahun 1873 dibuka perkebunan Annidale dan Kesawan, dalam tahun 1874 perkebunan Petersburg, 1876 Kebun Boedra. Kesemuanya beralaskan dari kontrak Mabar-Deli Tua. Pada tahun 1877 dibuka perkebunan Timbang Deli dan Tasik di Langkat, dan tahun 1884 Kebun Kuta Limbaru (Sunggal).

Pada tahun 1882, selain membuka tabaksonderneming Lubuk Dalam di Afdeling Beneden Langkat, Deli Maatschappij juga membuka onderneming Boeloeh Tjina (Bulu Cina) di Afdeling Langkat. Tahun 1884 telah ada 12 maskapai, yaitu Marindal Medan, Petersburg, Tanjung Jati, Bandar Khalipah, Deli Tua, Kwala Begumit, Bekalia, Belawan, Lubuk Dalam,

Buluh Cina, dan Kota Limbaru.12

Bangkitnya nilai untuk komoditi tembakau Deli, membuat bukan saja kawasan Bulu Cina strategis dan cocok untuk ditanami tembakau Deli, tetapi kawasan sekitar Bulu Cina juga dibuka untuk penanaman tembakau Deli. Seperti yang telah disebutkan, wilayah ini memang cocok untuk tanaman tembakau Deli karena berada pada posisi pesisir Sumatera Timur, juga di antara Sungai Ular (Serdang) dan Sungai Wampu (Langkat).

Dengan demikian tahun 1882 menandakan Kebun Bulu Cina dibuka untuk penanaman tembakau secara aktif, yang sebelumnya wilayah ini difungsikan untuk penanaman lada.

13

12

Tuanku Lukman Sinar Basarshah II, loc.,cit.

Berikut batas-batas kebun Bulu Cina:

13

Topografi yang cocok untuk penanaman Tembakau Deli ialah dari wilayah Sungai Ular (Serdang) sampai Sungai Wampu (Langkat), sehingga pada tahun 1891, dari 148 konsesi perkebunan Tembakau Deli hanya tinggal 51 perkebunan yang beroperasi karena menderita


(29)

- Sebelah Timur : Kebun Kloempang

- Sebelah Barat : Kebun Tandem dan Kebun Tandem Ilir

- Sebelah Selatan : Kebun Sei Semayang

Karakteristik daun tembakau Deli yang baik dapat ditentukan oleh faktor iklim dan tanah. Iklim Deli terkenal sebagai iklim yang sangat sesuai untuk tembakau pembalut cerutu, karena sepanjang tahun turun hujan yang agak merata dan tidak ada musim kering yang panjang. Di Bulu Cina antara musim kemarau dan musim hujan tidak ada perbedaan yang sangat mencolok, sehingga cocok untuk komoditi tembakau Deli. Berikut keterangan jumlah curah hujan di Bulu Cina dalam tahun 1896-1899:

Tabel 1

Curah Hujan Bulu Cina tahun 1896-1899

No

Bulan

1896

1897

1898

1899

AR14 HR15 AR HR AR HR AR HR

1 Januari. - - 7 65 11 125 12 130

2 Februari. - - 12 80 8 179 4 40

3 Maart. - - 5 127 6 121 9 57

4 April. 5 116 12 160 13 127 7 41

kerugian yang disebabkan, kualitas tembakau Deli yang baik ialah yang berada di kawasan Sungai Ular dan Sungai Wampu. Lihat ibid.

14

AR = Aantal Regendagen yang berarti jumlah hujan per hari dalam jangka waktu satu bulan.

15

HR = Hoeveel Regen in Milimeters, yang berarti jumlah kuantitas hujan per bulan dalam satuan millimeter.


(30)

5 Mei. 10 172 11 49 9 229 16 91

6 Juni. 6 50 9 150 14 107 10 103

7 Juli. 10 114 11 109 7 159 3 38

8 Augustus. 17 354 8 77 11 118 13 136

9 September. 15 139 10 211 14 222 14 139

10 October. 19 290 13 174 17 277 19 413

11 November. 17 263 18 367 18 207 16 189

12 December. 20 344 15 257 16 326 16 163

Jaar 131 1826 144 2197 139 1540

Sumber: Natuurkundig Tijjdschrift voor Nederlandsch-Indie

Faktor lain yang mendukung ialah tanah yang baik, karena penanaman tembakau Deli menyebabkan adanya pengkajian geologi yang spesifik. Penelitian yang dilakukan J.H. Druif melahirkan suatu daftar inventaris yang rinci mengenai keadaan tanah di Sumatera Timur. salah satunya ialah pembagian tanah-tanah subur dan cocok untuk tanaman tembakau.

Tabel 2

Keadaan Tanah di Sumatera Timur

Jenis Tanah Harga

Gulden (f.) per 0,5 Kg.

Dollar ($) AS per Pon A. Tanah-tanah Gembur Lama

Debu dan tanah liparistik 0,90 0,45


(31)

Liparistik-dasitik 1,51 0,75

Lahar dasitik-andesitik 1,70 0,90

Lahar Dasitik 1,99 0,99

B. Tanah-tanah Gembur Baru

Liparistik 1,16 0,58

Dasitik-andesitik 1,81 0,90

Sumber: Karl J. Pelzer, Toean Kebon dan Petani, Politik Kolonil dan Perjuangan Agraria 1868-1947, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hal. 42.

Penggolongan tanah di atas sangat penting bagi perusahaan perkebunan karena kualitas dan harga tembakau Deli sangat bergantung pada tanah. Hal ini membuat harga dan produksi tembakau dari tanah dapat berbeda dengan tanah lainnya. Artinya, tanah inilah yang menentukan harga dan kualitas tembakau.

Pada tahun 1909 Kebun Bulu Cina mendapat tanah konsesi seluas 11.325 bidang, tetapi lahan yang telah digarap untuk penanaman tembakau hanya seluas 415 m². Tanah yang cukup luas ini yang dimiliki oleh Kebun Bulu Cina dikerjakan oleh para tenaga kerja, yang terdiri dari tenaga kerja tetap dan tenaga kerja kontrak. Sampai pada tahun 1909 jumlah kuli kontrak yang bekerja diperkebunan ini sudah sebanyak 1. 258 orang dan 160 orang adalah kuli tetap. Hasil

yang diperoleh dari perkebunan ini ditahun 1910 sebanyak 4350 pikul.16

Namun pada tahun 1911 hasil produksi tembakau Deli menurun menjadi 4.300 pikul,

demikian juga kuli kontrak yang bekerja berkurang hingga 1.094 orang, tetapi kuli tetap Hal ini menggambarkan bahwa sumbangsih perkebunan Bulu Cina cukup besar dalam memproduksi tembakau Deli bagi perusahaan Deli Maatschappij.

16

Satu pikul setara dengan 60,478982 kilogram atau sering disebut dengan membulatkannya menjadi 60,4 kilogram.


(32)

meningkat sebanyak 196 orang. Menurunnya produksi tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap proses produksi tembakau di perkebunan Bulu Cina, karena di dalam memproduksi tembakau Deli pasti mengalami fluktuasi (naik-turunnya) hasil produksi. Hal ini mengambarkan bahwa hasil produksi perkebunan Bulu Cina sudah sangat aktif dan produktif dalam memproduksi tembakau Deli, yang pada waktu itu dipimpin oleh administratur yang bernama

Sijthof dan J.H. Blumer.17

Kuli yang dipekerjakan di perkebunan memiliki jam kerja yaitu dari jam 07.00 wib sampai 17.00 wib. Bagi pekerja diberikan tempat tinggal yang disebut “pondok”. Pondok tersebut berupa rumah sederhana yang berdampingan, dan dihuni oleh para kuli yang berkeluarga. Bagi kuli yang belum berkeluarga disatukan dalam satu pondok dan dipisahkan berdasarkan suku masing-masing. Kuli yang bekerja di Bulu Cina terdiri atas Cina, Jawa, dan India. Orang Cina bertugas khusus untuk penanaman tembakau Deli (ahli). Mereka sudah sampai di ladang sebelum matahari terbit. Tugas yang mereka lakukan ialah untuk merawat tanaman tembakaunya yang masih muda, menyiram pesemaian, mencari ulat daun tembakau, atau menyiapkan lahan untuk ditanami. Mereka tetap bekerja sampai sesudah matahari terbenam dan hanya beristirahat satu-dua jam pada siang hari. biasanya setiap tuan kebun akan menghargai kinerja orang Cina karena cara bekerja dan prestasi kerja mereka yang luar biasa. Suku Jawa khusus untuk menggarap kebun seperti mencangkul, menyiapkan lahan dan melaksanakan pekerjaan lain di ladang yang tidak memerlukan keahlian. Orang India ditugaskan untuk menarik kereta lembu mengangkut hasil tembakau, baik ke bangsal pengeringan, ke gudang fermentasi, dan membawa tembakau sampai ke pelabuhan. Orang India atau disebut keling juga cocok untuk pekerjaan menggali tanah, tetapi terutama baik untuk menjadi kusir/penarik kereta lembu. Hal

17


(33)

tersebut karena sebagai orang Hindu mereka selalu memperlakukan hewan penarik kereta itu dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Jadi setiap suku memiliki pekerjaan khusus. Faktor terpenting pembagian pekerjaan menurut bangsa dipertahankan agar tercipta efisiensi kerja yang

optimal.18

Upah yang diterima para kuli sebesar 3 keping 5 sen untuk satu harinya dan diberikan setiap satu bulan sekali. Di samping upah, para kuli juga mendapatkan kebutuhan pokok seperti susu kaleng, minyak goreng, ikan asin setiap satu bulan sekali. Para kuli juga mendapat kain dari pihak perkebunan yang diberi setiap tiga bulan sekali. Selain itu, ada juga fasilitas kesehatan yang diberikan oleh pihak tuan kebun. Setiap buruh ataupun keluarganya yang sakit, maka akan dibawa oleh staf bagian kesehatan kebun ke rumah sakit. Buruh kebun Bulu Cina dikhususkan ke Rumah Sakit Bangkatan yang terletak di Binjai. Fasilitas kesejahteraan untuk pangan, sandang, papan, bahkan kesehatan diberikan oleh pihak kolonial, tetapi fasilitas pendidikan tidak disediakan, sehingga bagi buruh dan keluarganya kurang mendapat pendidikan pada masa

pemerintah kolonial.19

Perkembangan tembakau Deli yang baik di Deli, membuat kawasan Bulu Cina juga

berkembang pesat. Pada tahun 1920 dibuka gudang pemeraman tembakau di perkebunan ini.20

18

Jan Breman, Menjinakkan Sang Kuli Politik Kolonial, Tuan Kebun, dan Kuli di Sumatra Timur pada Awal Abad ke-20, 1997, Jakarta: PT Pusaka Utama Grafiti, hal. 98-99.

19

Hasil wawancara dengan Sumo Prawiro, desa Bulu Cina, tanggal 27 Juni 2013.

20

Lihat lampiran 13 gambar 20.

Sampai sekarang gudang pemeraman tembakau kebun Bulu Cina masih aktif dalam menjalankan proses produksi tembakaunya. Bukan hanya bangunan fisiknya yang dipertahankan, bahkan segala proses produksinya juga tetap dipertahankan sebagaimana awalnya sebagai warisan


(34)

kolonial terdahulu.21

Pada saat pemerintahan Jepang berkuasa di Sumatera Timur khususnya, maka administratur dan para asisten Belanda secara terpaksa harus keluar dari perkebunan itu. Bulu Cina pada masa pemerintahan Jepang tetap memproduksi komoditi tembakaunya, disamping itu juga menanam tanaman seperti jagung dan padi. Buruh tetap diberi upah setiap bulannya oleh pemerintah Jepang. Fasilitas kesehatan tetap berjalan sebagaimana mestinya yang diperuntukan bagi para kuli dan keluarganya, namun pembagian seperti susu kaleng, minyak goreng diganti dengan beras. Sandang yang biasa diterima tiga bulan sekali juga tidak diterima oleh para kuli yang bekerja di Bulu Cina. Sejak Jepang memerintah satu per satu kuli Cina dan India tidak bekerja lagi di perkebunan.

Pekerja di gudang pemeraman sampai saat ini masih menggunakan pakaian seragam seperti yang pernah diterapkan pada masa pemerintah kolonial. Seragam itu berupa kain kemeja putih pada bagian atas “baju” dan memakai kain sarung pada bagian bawah. Seragam dengan warna terang (putih) memang sengaja harus dikenakan oleh pegawai gudang pemeraman agar pakaian yang dipakai tidak mempengaruhi warna tembakau yang difermentasikan. Pekerja yang bekerja di gudang pemeraman tembakau terdiri dari pekerja wanita saja, tidak ada pekerja pria, kecuali para pegawai kantornya saja. Hal tersebut dikarenakan pekerjaan di gudang pemeraman dituntut ketelatenan serta keuletan para pekerja, sehingga cocok bagi buruh wanita.

22

Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa sampai sekarang mayoritas penduduk yang ada di Bulu Cina ialah suku Jawa, orang Cina sebagai minoritas,

sedangkan orang India sudah tidak ada lagi yang menetap di Bulu Cina.23

2.2 Masa Nasionalisasi

21

Lihat lampiran 7, 8, 9, 10, 12.

22

Wawancara, dengan Sumo Prawiro, Desa Bulu Cina, tanggal 27 Juni 2013.

23

Adanya kuli Cina dan India di Bulu Cina ditandai dengan adanya tempat peribadatanmasing-masing suku di Bulu Cina, yang dibangun pada masa kolonial dan tetap dilestarikan hingga sekarang.


(35)

Istilah nasionalisasi mencakup tiga pengertian “konfiskasi”, “onteigening”24 dan “pencabutan hak”. Nasionalisasi adalah suatu peraturan yang menetukan bahwa pihak penguasa memaksakan semua atau segolongan tertentu untuk menerima (dwinght te godegen), hak-hak mereka atas semua atau beberapa macam benda tertentu beralih pada negara. Dengan demikian nasionalisasi adalah suatu cara peralihan hak dari dari pihak partekelir kepada negara secara

paksa.25

Proses nasionalisasi terhadap warisan kolonial merupakan keputusan sejarah nasional dalam politik Indonesia. Keputusan tersebut diambil dalam kondisi politik internal yang tidak stabil. Salah satu alasan penting tindakan nasionalisasi harus dilakukan adalah bahwa pengambil-alihan ini merupakan bagian dari perjuangan untuk pembebasan Irian Barat dari tangan Belanda. Dengan 7 pasal yang dituangkan dalam UU Nasionalisasi Perusahaan Belanda No.86 tahun 1958 dan disyahkan pada tangal 31 Desember 1958, serta berlaku surut (retroaktif) mulai tangal 3 Desember 1957, undang-undang ini berusaha untuk membebaskan negeri ini dari dominasi ekonomi pengusaha asing. Dalam pandangan pemerintah selanjutnya dikatakan, bahwa nasionalisasi ini pada akhirnya akan bertumpu pada dua tujuan yang saling berhubungan, yakni ekonomi dan keamanan negara. Untuk yang pertama, negara mempunyai peluang untuk meningkatkan ekonomi rakyat melalui likuidasi perusahaan Belanda dan sekaligus berpeluang untuk melakukan konsolidasi menyeluruh asset-asset bangsa. Sementara yang kedua,

24

Onteigening memiliki arti perampasan, dalam artian untuk proses nasionalisme.

25

Budiman Ginting, “ Refleksi Historis Nasionalisasi Perusahaan Asing di Indonesia: Suatu Tantangan Terhadap Kepastian Hukum Atas Kegiatan Investasi di Indonesia”, dalam Jurnal Equality, Vol 12 No. 2 Agustus 2007, hal. 101


(36)

nasionalisasi bertujuan untuk memperkuat keamanan dan pertahanan Republik dari investasi luar.26

26

Edy Ikhsan, “Nasionalisasi Perkebunan Belanda di Sumatera Utara: Diantara Inkonsistensi dan Stigmatisasi”, dalam Makalah, hal. 1.

Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1959 berbunyi: (ayat 1) “Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang dapat dikenakan nasionalisasi sesuai dengan bunyi pasal 1 Undang-Undang Nasionalisasi Perusahaan Belanda (UU No. 86/1958), maka perusahaan Belanda di Indonesia yang dinasionalisasi adalah: a. Perusahaan yang untuk seluruhnya atau sebagian merupakan milik perseorangan warganegara Belanda dan bertempat-kedudukan dalam wilayah Republik Indonesia; b. Perusahaan milik sesuatu Badan Hukum yang seluruhnya atau sebagian modal perseroannya atau modal pendiriannya berasal dari perseorangan warganegara Belanda dan Badan Hukum itu betempat-kedudukan dalam wilayah Republik Indonesia; c. Perusahaan yang letaknya dalam wilayah Republik Indonesia dan untuk seluruhnya atau sebagian merupakan milik perseorangan warganegara Belanda yang bertempat kediaman di luar wilayah Republik Indonesia; d. Perusahaan yang letaknya dalam wilayah Republik Indonesia dan merupakan milik sesuatu Badan Hukum bertempat-kedudukan dalam wilayah Kerajaan Belanda.

Pasal 1 Undang-undang Nasionalisasi No. 86 tahun 1958 merupakan jantung dari apa yang dimaui oleh negara dalam “balas dendam politik” terhadap Belanda. Pasal 1 tersebut berbunyi: “Perusahaan-perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah Republik Indonesia yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dikenakan nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik yang penuh dan bebas Negara Republik Indonesia”.


(37)

Di Sumatera Utara, melalui Pengumuman Penguasa Militer No PM/Peng 0010/12/57 pengambilalihan aset perusahaan Belanda dimulai. Pengumuman itu singkatnya berbunyi: (1) Perjuangan Pembebasan Irian Barat adalah perjuangan seluruh Rakyat Indonesia, di bawah pimpinan Pemerintah Republik Indonesia; (2) Tindakan dalam rangka pembebasan Irian Barat harus senantiasa dilaksanakan dengan tertib dan teratur… dst; (3) Penguasaan (peralihan kekuasaan) atas perusahaan-perusahaan dll. milik Belanda hanya dilakukan berdasarkan keputusan pemerintah atau penguasa militer dengan cara yang ditentukan; (4) … tindakan-tindakan liar dan di luar hukum tidak luput dari pemeriksaan dan tuntutan menurut hukum yang berlaku di negara kita; (5) Tindakan sendiri-sendiri terhadap perusahaan Belanda oleh

orang-orang atau golongan tidak dibenarkan… (6) dst…27

Peraturan Pemerintah No.4 tahun 1959 tentang Penentuan Perusahaan Pertanian/Perkebunan tembakau milik Belanda menyebutkan adanya 38 perkebunan tembakau yang dinasionalisasi, dan 22 diantaranya adalah perkebunan tembakau yang berada di Sumatera Utara. Dalam dasar pertimbangan Peraturan Pemerintah tersebut disebutkan bahwa perusahaan pertanian/perkebunan tembakau merupakan cabang produksi yang penting bagi masyarakat dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Keduapuluh dua perkebunan tembakau dimaksud adalah sebagai berikut: (1) Bandar Klippa (Deli/Serdang), (2) Bulu Tjina (Deli/Serdang), (3) Helvetia (Deli/Serdang), (4) Klambir Lima (Deli/Serdang), (5) Kloempang (Deli/Serdang), (6) Kwala Begomit (Langkat), (7) Kwala Bingei (Langkat), (8) Mariendal (Deli/Serdang), (9) Medan Estate (Deli/Serdang), (10) Padang Brahrang (Langkat), (11) Roterdam AB

27

Berturut-turut setelah Pengumuman Penguasa Militer tersebut, keluarlah sejumlah peraturan terkait lainnya yakni, Keputusan Penguasa Militer No. PM/KPTS-0042/12/57 tentang mengawasi langsung semua Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda. Keputusan Penguasa Militer No. PM/KPTS-0045/12/57 tentang Mengambil Alih Wewenang pada Semua Perusahaan-Perusahaan Belanda, Peraturan Penguasa Militer No. PM/PR-006/12/57 tentang Pembatasan Kebebasan Bergerak bagi Warga Negara Belanda.


(38)

(Deli/Serdang), (12) Saentis (Deli/Serdang), (13) Sampali (Deli/Serdang), (14) Tandem (Deli/Serdang), (15) Tandem Ilir (Deli/Serdang), (16) Tandjoeng Djati (Langkat), (17) Timbang Langkat (Langkat), (18) Batang Kuis (Deli/Serdang), (19) Kwala Namoe (Deli/Serdang), (20) Pagar Marbau (Deli/Serdang), (21) Patoembah (Deli/Serdang), (22) Tanjong Morawa (Deli/Serdang). Dari 22 perkebunan tembakau Deli tersebut, maka point 1 sampai 16 yaitu dari Bandar Klippa sampai Tandjoeng Djati merupakan perkebunan yang ada di bawah naungan

perusahaan NV. Vereenigde Deli Mij. Dari point 17 sampai 22 yaitu dari Timbang Langkat

sampai Tanjong Morawa merupakan perkebunan yang berada di bawah naungan NV. Sinembah Mij.28

Namun ada hal yang perlu diperhatikan bahwa bekas perusahaan perkebunan swasta Belanda yang diambilalih oleh pemerintah, tidak digabungkan dalam PPN yang sebelumnya ada. Perkebunan digabung dalam organisasi pengelolaan perusahaan negara yang baru dibentuk, yaitu PPN Baru Pusat. Dengan terbentuknya PPN Baru, maka PPN yang telah ada sebelumnya disebut PPN Lama. Pada tahun 1960, struktur PPN Lama dan Baru dilebur menjadi Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perusahaan Negara (BPU-PPN) yang terbagi dalam berbagai unit kerja perkebunan, yaitu Unit Aceh, Unit Sumut X), Unit Sumatera Selatan II), Unit Jawa Barat (I-VI), Unit Jawa Tengah (I-V), Unit Jawa Timur (I-X), dan PPN Perintis, serta Unit Penelitian. Tahun 1963 BPUPPN dibagi berdasarkan jenis usahanya, yaitu BPUPPN Karet, BPUPPN Gula, BPUPPN Tembakau, dan BPUPPN aneka tanaman yang masing-masing berstatus badan hukum dan memiliki 88 buah PPN. Pada tahun 1967 dilakukan pengecilan jumlah PPN dari 88 buah

28Ibid

., hal. 5.


(39)

PPN menjadi 28 buah dan penghasupan BPU. Kemudian tahun1968 dibentuk perusahaan negara perkebunan (PNP).

Pada tahun 1969, kelembagaan perusahaan perkebunan negara mengalami perubahan kembali, yaitu melalui pengalihan bentuk dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan UU No. 9/1969 dan PP. No. 12/1969. Proses pengalihan bentuk PN ke PT itu dilakukan secara bertahap dan melalui penilaian akan kelayakannya. Sesuai dengan ketentuan PP No. 14 tahun 1968, Undang-undang No. 9 tahun 1969, PP No. 27 tahun 1971, PP No. 44 tahun 1973 dan Akte Notaris SHS Lomban Tobing, SH. No. 6 tanggal 1 April 1974,

maka berdiri Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP) IX.29

1. Pada tahun 1869 : Kebun Bulu Cina berada di bawah naungan Deli Maatschapij.

Dari pernyataan tersebutlah maka perkebunan Tembakau Deli di Buluh Cina berada di bawah pengelolaan PTP IX.

Jadi dapat dijelaskan pergantian nama perkebunan yang menaungi perkebunan Bulu Cina sebelum dan setelah di nasionalisasi yaitu:

2. Pada tahun 1910 : Deli Maatschapij berubah menjadi NV. VDM (Verinegde Deli

Maatscapij), maka kebun Buluh Cina di bawah naungan NV. VDM.

3. Pada tahun 1959 : NV. VDM beralih menjadi PPN Baru, maka Kebun Bulu Cina di

bawah naungan PPN Baru.

4. Pada tahun 1960 : PPN Baru berubah menjadi PPN Cabang Sumatera Utara unit

Sumut-I, maka Kebun Bulu Cina di bawah naungan PPN cab. SUMUT unit SUMUT-I.

5. Pada tahun 1961 : PPN Sumut-I (khusus Tembakau) berubah menjadi PPN

Tembakau Deli-II, maka Kebun Bulu Cina di bawah naungan PPN Tembakau Deli-II.

29


(40)

6. Pada tahun 1968 : PPN Tembakau Deli II berubah menjadi PNP IX.

7. Pada tahun 1974 : PNP IX berubah menjadi Perusahaan Perseroan PTP-IX, maka

Kebun Bulu Cina di bawah naungan PTP-IX.

8. Pada tahun 1996 : Perusahaan Perseroan PTP-IX berubah menjadi PTP Nusantara II

(Persero) sampai pada saat ini, maka dengan demikian setelah tahun tersebut Kebun Bulu Cina di bawah naungan PTPN II.

Setelah menjalani proses nasionalisasi, PTP IX khususnya Perkebunan Bulu Cina, tetap memiliki konsistensi untuk memproduksi tembakau Deli. Mengingat pada Tri Darma Perkebunan yaitu untuk menghasilkan devisa dan rupiah bagi negara seefisien-efisiennya, memenuhi fungsi sosial diantaranya berupa memelihara/menambah lapangan kerja bagi warganegara Indonesia, serta memelihara kekayaan alam berupa pemeliharaan dan peningkatan

kesuburan tanah dan tanamannya,30

30

Ibid., hal. 5-6.

maka perkebunan ini tetap berusaha menjaga serta meningkatkan kuantitas baik kualitas produksi tembakaunya sampai saat ini. Dapat dikatakan bahwa walaupun Tembakau Deli tidak lagi sepopuler dahulu, namun tembakau Sumatera yang pernah menjadi primadona masih dapat dipertahankan.


(41)

BAB III

PERKEBUNAN BULU CINA TAHUN 1974-1996

Tahun 1974 sampai tahun 1996 menjelaskan bahwa perkebunan Bulu Cina berada di bawah naungan PTP IX. PTP IX mengelola seluruh perkebunan warisan kolonial yang mengelola tanaman tembakau Deli dan salah satunya adalah perkebunan yang ada di Bulu Cina. Hal ini menunjukkan Kebun Bulu Cina memang telah mengelola tembakau Deli sejak pembukaan pertama oleh Belanda. Kebun Bulu Cina di bawah naungan PTP IX tetap berupaya untuk meneruskan usaha kolonial dalam memproduksi tembakau Deli. Ditangan pengusaha kolonial tembakau Deli ini dapat mendatangkan keuntungan yang besar, sehingga PTP IX tetap berupaya untuk menciptakan kembali keadaan tanaman tembakau Deli yang dianggap menjadi tanaman primadona di Sumatera Timur.


(42)

3.1 Areal Perkebunan

Setelah nasionalisasi dilancarkan oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1957, di daerah Bulu Cina yang termasuk dalam Kecamatan Hamparan Perak masih didominasi oleh tanaman Tembakau Deli. Hal tersebut terbukti dari tabel penggunaan lahan di Kecamatan Hamparan Perak berikut ini. Berikut penggunaan luas lahan yang terdapat di Kecamatan Hamparan Perak tahun 1973, yaitu:

Tabel 3

Penggunaan Luas Lahan Kecamatan Hamparan Perak

No Jenis Penggunaan Luas (ha) Luas (%)

1 Kampung, Emplasemen 2.950 9,99

2 Sawah : 1xpadi setahun 2.990 10,05

2xpadi setahun 2.840 9,67

3 Perkebunan Besar : Karet - -

Kelapa - -

Kelapa Sawit - -


(43)

Sisal - -

Coklat - -

Tembakau Deli 11.980 39,96

Mayang - -

4 Perkebunan Rakyat : Jeruk - -

Karet - -

Kelapa - -

Kemenyan - -

Kopi - -

Cengkeh - -

Tembakau - -

Rambutan - -

Nanas - -

Salak - -

Pisang - -

Randu - -

5 Pertanian Tanah

Kering : Sayur-sayuran - -

Campuran 2.160 7, 27

Ladang - -

Tegalan 300 1,02

6 Hutan : Belukar - -


(44)

Rawa 6.557 22,04

Sejenis / Kemenyan - -

Semak Belukar - -

7 Danau / Tanah Rawa - -

8 Tanah Tandus / rusak - -

9 Alang-alanng (padang pengembalaan) - -

Jumlah 29.777 100,00

Sumber : Direktorat Jenderal Agraria Depdagri

Tabel di atas menjelaskan bahwa penggunaan luas lahan Kecamatan Hamparan Perak masih mempertahankan lahan perkebunan untuk memproduksi tanaman tembakau Deli. Pada tabel tersebut terlihat secara jelas penggunaan lahan untuk tanaman tembakau Deli memiliki luas 11.980 ha, sedangkan pemukimam penduduk memiliki luas 2.950 ha. Hal tersebut menunjukkan

bahwa penggunaan lahan masih didominasi untuk perkebunan tembakau Deli.

Luas awal areal perkebunan Bulu Cina ketika Pengusaha Belanda pertama sekali

membuka perkebunan adalah seluas kurang lebih 11.325 bidang31. Setelah dinasionalisasi luas

areal untuk perkebunan di Bulu Cina sebesar 2.905 ha. Luas areal perkebunan tersebut sampai sekarang masih tetap diperpanjang dengan mengunakan Hak Guna Usaha No. 420/05/1988

tanggal 11 Mei 1988 dengan luas 2.905,81 ha.32

31

Luas 1 bidang tanah setara dengan 0,8 Ha.

32

Heri Hermawan, Profil Desa/Kelurahan, 2012, Medan: Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, hal. 7.

Dengan demikian berarti setelah nasionalisasi luas penggunaan lahan untuk penanaman tembakau Deli berkurang, walaupun tanamannya tetap dipertahankan untuk tetap diproduksi.


(45)

Adapun pembagian areal setelah dinasionalisasi adalah, untuk areal tembakau Deli seluas 1.239,57 ha, untuk penanaman jati seluas 106,00 ha, areal sungai, parit, jalan dan pasar-pasar kebun seluas 221,66 ha. Luas emplasment atau bangunan perusahaan seluas 135,56 ha. Areal untuk lapangan olahraga seluas 5,5 ha, tanah wakaf seluas 3,00 ha, rawa-rawa seluas 15,70 ha dan kebun sayur seluas 110,49 ha.

3.2 Sistem Manajemen

Pada awal beroperasinya perkebunan Bulu Cina, perkebunan ini dipimpin oleh hanya seorang administratur yang merangkap tugas sebagai pimpinan umum, pengelola dan kepala perkebunan di Kebun Bulu Cina. Struktur organisasi di Kebun Bulu Cina pada masa PTP IX adalah sebagai berikut:

Skema Susunan Organisasi Perkebunan Bulu Cina Masa PTP IX

Sumber: PTPN 2 Kebun Bulu Cina

ADMINISTRATUR

KTU Asisten Kepala

A dan B

Asisten Kongsi 1-7

Mandor Tanam Krani

Kantor

Kepala Pengolahan


(46)

Umumnya tingkat pendidikan seorang administratur dan asisten kepala dan pengolahan berasal dari perguruan tinggi yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Perkebunan. Sementara untuk jabatan asisten kongsi dan asisten gang dan kepala tata usaha dapat diangkat dari mereka yang berpendidikan setara dengan Sekolah Menengah Atas. Jabatan administratur dan asisten kepala biasanya dipilih dan ditempatkan langsung dari direksi. Adapun mandor berasal dari mereka yang memiliki tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama, sedangkan krani memiliki kemampuan untuk menulis. Para karyawan harian umumnya hanya memiliki tingkat pendidikan (Sekolah Dasar) bahkan ada yang tidak pernah sekolah.

Administratur adalah pimpinan tertinggi di perkebunan yang bertugas mengendalikan pelaksanaan yang dilakukan pada perkebunan dan mengelola semua faktor produksi. Selain itu, ia juga bertanggung jawab kepada pemilik perkebunan atau direksi atas segala hal yang beroperasi di dalam perkebunan tersebut. Asisten kepala merupakan pimpinan pelaksana yang bertugas memimpin kegiatan dalam bidang tanaman dan melakukan pengawasan di dalam mengkordinasi tugas-tugas setiap asisten pada tiap-tiap kongsi dalam usaha mencapai sasaran kualitas serta kuantitas yang telah ditentukan. Asisten kongsi mempunyai tugas memberikan pengarahan, mengawasi dan mengendalikan segala kegiatan dalam tiap-tiap kongsi dan afdeling yang dipimpinnya. Di samping itu ia juga bertanggung jawab atas afdeling yang ditanganinya. Asisten pengolahan memiliki tugas untuk mengarahkan kinerja para buruh yang ada di gudang pemeraman. Kepala tata usaha memiliki tugas untuk mengarahkan para pegawai yang bekerja di kantor administrasi perkebunan.


(47)

Penyediaan tenaga kerja tidak kalah pentingnya bagi perkebunan. Tenaga kerja di perkebunan Bulu Cina merupakan tenaga kerja kontrakan dari Jawa yang direkrut oleh pengusaha Belanda. Masa kontrak berlangsung selama 2-3 tahun, dan bila masa kontraknya sudah habis mereka mendapat kesempatan untuk memperpanjang kontraknya lagi selama tiga tahun. Sistem ini dipakai untuk menyiasati agar para pekerja yang berasal dari luar tidak pulang ke tempat asalnya. Sistem ini sudah diberlakukan oleh Belanda di Sumatera Timur yang dikenal

dengan Poenale Sanctie33

Sistem kontrak ini telah menyebabkan orang-orang Jawa ini kemudian menjadi penduduk mayoritas Desa Bulu Cina. Pengusaha perkebunan tidak menutup kesempatan bagi penduduk yang berasal dari desa lain, yang juga merupakan orang-orang Jawa keturunan bekas buruh perkebunan sebelumnya untuk bekerja di Kebun Bulu Cina tersebut. Orang-orang Jawa yang menjadi buruh di perkebunan cenderung untuk menetap dan membuat pemukiman di Desa bulu Cina. Ada beberapa faktor yang membuat orang Jawa tetap bermukim di sekitar perkebunan, antara lain: (1) mereka kurang mendapatkan pendidikan yang layak sehingga kemampuan yang mereka miliki hanya untuk menjadi pekerja di perkebunan; (2) jiwa dan kemampuan yang mereka miliki sudah terbiasa hidup dalam lingkungan pertanian (persawahan/ perkebunan); (3) masyarakat Jawa merasa lebih enak untuk tinggal serta bermukim dengan kelompok sesukunya karena merasa lebih nyaman dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari; (4) disamping itu beberapa keturunan para buruh sudah menganggap Desa Bulu Cina merupakan kampung halamannya, sehingga mereka tetap tinggal di Bulu Cina. Hal lain adalah karena setelah nasionalisasi buruh perkebunan merupakan pekerjaan dengan penghasilan yang dapat menjamin kebutuhan hidup buruh dan para keluarga, sehingga apabila mereka keluar dari pekerjaan

.

33 Poenale Sanctie

yaitu merupakan sebuah ordonansi (aturan) yang mengatur hubungan kerja antara kuli dan tuan kebun.


(48)

tersebut mereka merasa belum tentu mendapatkan fasilitas yang disediakan oleh perkebunan. Situasi ini tentunya memudahkan pihak perkebunan untuk merekrut tenaga kerja, karena telah tersedia di wilayah perkebunan. Berbeda dengan orang Cina yang telah menjadi penduduk minoritas di Bulu Cina, banyak yang telah keluar dari areal perkebunan. Faktor yang mendorong orang Cina keluar dari pekerjaan itu ialah karena mereka bisa menjalankan perekonomian di bidang perdagangan selain agraria, sehingga tidak menyulitkan bagi mereka untuk keluar dari wilayah perkebunan.

Setelah PT. Perkebunan IX mengelola kebun Bulu Cina, maka sistem kontrak untuk mengikat para pekerja diubah. Kontrak yang dipakai tidak lagi berlaku untuk 2-3 tahun masa kerja seperti kebijakan kolonial terdahulu. PT. Perkebunan IX menetapkan sistem kontrak yang berlaku ialah sepanjang 30 tahun masa kerja. Pada masa kolonial sangat tertutup kesempatan bagi para kuli kontrak untuk memperoleh kenaikan jabatan, karena para buruh memang secara sengaja diciptakan untuk menjadi tenaga murah demi mencapai keuntungan yang besar. Pada masa PT. Perkebunan IX dengan masa kontrak 30 tahun, tidak menutup kesempatan bagi para buruh untuk naik jabatan. Seperti halnya informan Nyono, memulai karir dengan menjadi buruh harian di perkebunan Buluh Cina, lalu naik menjadi karyawan tetap hingga menjadi kepala kantor di perkebunan Bulu Cina. Dengan demikian pada masa PT. Perkebunan IX karir pekerja tidak hanya berada pada level itu saja, tetapi diberi kesempatan untuk memiliki jabatan lebih tinggi.

Tenaga kerja yang bekerja di perkebunan ini umumnya adalah pekerja sebagai buruh harian, buruh tanam, dan buruh bangunan. Tenaga kerja buruh harian dan buruh tanam biasanya ditempatkan di areal lapangan perkebunan. Buruh harian yang ditempatkan di lapangan memiliki tugas untuk mencangkul lahan, membersihkan tanaman tembakau dari rumput-rumput liar, dan


(49)

memberi pupuk pada setiap tanaman. Buruh tanam ditugaskan menanam tembakau di ladang-ladang yang dipersiapkan dan memetik daun-daun tembakau yang sudah cukup umur untuk dipanen. Ada juga buruh/tenaga kerja di tempatkan di bangsal perkebunan. Buruh yang ditempatkan di bangsal memiliki tugas seperti memilih daun-daun tembakau yang berkualitas bagus, mencucuk daun-daun tembakau dengan tali rami, menggantungkan bambu-bambu yang berisi tembakau di bangsal, serta mengasapi daun-daun tembakau. Buruh/tenaga kerja yang ditempatkan di gudang pemeraman bertugas untuk memilih daun-daun tembakau yang bagus untuk dieramkan ke gudang, mensortir daun-daun berdasarkan kualitasnya serta menggulung daun-daun tembakau ke dalam satu gulungan besar (bal) untuk siap diekspor ke luar negeri.

Tidak semua pekerja di perkebunan Bulu Cina adalah laki-laki, terdapat juga tenaga kerja wanita. Biasanya pekerja wanita ditempatkan pada pekerjaan yang lebih ringan dibandingkan dengan laki-laki. Di areal lapangan perkebunan pekerja wanita bertugas untuk membersihkan tanaman dari rumput, memetik daun-daun tembakau. Di bangsal mereka biasanya bertugas untuk mencucuk daun tembakau dengan tali rami, sedangkan di gudang pemeraman ditempatkan para tenaga kerja wanita. Sepeti yang telah disebutkan, ditugaskan para pekerja wanita di gudang pemeraman karena pekerja wanita dianggap lebih ulet dan teliti. Setiap harinya para buruh bekerja berdasarkan jam kerja yang sudah ditentukan, yaitu sekitar 8 jam. Para buruh masuk kerja pada pukul 07.00 wib sampai pukul 16.30 wib, diselingi dengan waktu istrirahat yang 1,5 jam yaitu pukul 12.00 wib sampai 13.30 wib.

Penghasilan atau imbalan yang diterima seorang pekerja di perkebunan Bulu Cina dapat digolongkan menjadi 3 bentuk berupa:


(50)

Sistem penggajian di Indonesia secara keseluruhan menggunakan gaji pokok didasarkan pada tingkat kepangkatan dan mutu kerja. Gaji pokok ini kemudian dibagikan kepada para karyawan dalam setiap bulannya secara rutin. Gaji yang diterima tersebut sesuai dengan jabatan dan kinerja masing-masing karyawan. Pada masa PT. Perkebunan IX gaji atau upah buruh yang diterima setiap bulannya adalah sebagai berikut untuk buruh harian dan buruh tanam sebesar Rp. 27.000,00, untuk para mandor tanam sebesar Rp. 30.000,00, dan untuk jajaran asisten sudah sebesar Rp. 80.000,00. Pembagian upah tersebut diberi dalam dua tahap yaitu pada gaji kecil dan gaji besar. Gaji kecil diberi pada pertengahan bulan, sedangkan gaji besar diberi pada akhir bulan. Gaji kecil diberi sebesar ¼ dari keseluruhan upah buruh, sedangkan gaji besar diberi dari sisa keseluruhan setelah dipotong gaji kecil. Apabila ada karyawan yang bekerja lembur, maka ia akan diberi gaji/upah tambahan sekitar 1/7 dari gaji pokok. Lembur yang diberikan pada karyawan biasanya selama 3-4 jam. Bila para karyawan bekerja selama 30 hari efektif dalam setiap bulan, maka jam kerja yang diluar efektif kerja diberi upah sebesar 1,5 kali lipat per harinya dari gaji pokok per hari.

b. Natura

Tunjangan ini dibagikan kepada setiap karyawan dalam bentuk natura. Pada masa kolonial para pekerja mendapat beras, minyak goreng, susu, ikan asin, bakal kain, tetapi semenjak pengelolaan PT. Perkebunan IX para buruh/karyawan hanya mendapat beras catu saja yang dibagikan setiap setengah bulan sekali. Para buruh mendapat porsi 0,6 ons per hari, istri para buruh juga mendapat porsi sebanyak ½ kg per hari, dan untuk tanggungan anak-anak para buruh mendapat 3 ons per harinya. Porsi tersebut diakumulasikan dalam pembagiannya setiap setengah bulan sekali.


(51)

c. Fringe Benefits (tunjangan)

Fringe Benefits adalah tunjangan di luar gaji yang diterima seseorang sehubungan dengan jabatan dan pekerjaannya. Tunjangan tambahan ini dapat berbentuk dana yang disisihkan oleh perusahaan untuk dana pensiun, asuransi kesehatan dan keadaan dinas lainnya.

PT. Perkebunan IX melalui pengelolaan kebun Bulu Cina memberikan jaminan sosial kepada para buruh/karyawannya. Jaminan sosial merupakan salah satu usaha yang diberikan perusahaan untuk meningkatkan gairah kerja buruh/karyawan yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja pada karyawan tersebut. Jaminan sosial yang diberikan kepada karyawan adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan Kesehatan

Setiap karyawan baik itu karyawan harian tetap maupun karyawan harian lepas berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari dokter yang ditunjuk oleh perusahaan, termasuk obat dan perawatan. Perkebunan Bulu Cina menyediakan pelayanan kesehatan seperti memberi jaminan biaya kesehatan bagi setiap buruh perkebunan dan juga anggota keluarganya. Para buruh beserta istri dan anaknya mendapatkan jaminan kesehatan, yang apabila mereka sakit maka tidak akan dikenakan biaya sedikitpun. Dengan kata lain semua biaya perobatan ditanggung oleh perusahaan. Rumah sakit bagi buruh perkebunan di Bulu Cina bernama Rumah Sakit Bangkatan yang berada di wilayah Binjai. Rumah sakit Bangkatan merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh PT. Perkebunan IX, tetapi bagi buruh yang tidak ingin berobat


(52)

kerumah sakit umum tersebut, disediakan satu poliklinik yang berada tidak jauh dari kantor perkebunan Bulu Cina. Poliklinik memiliki fasilitas tenaga medis seperti dokter, bidan dan perawat sebagai tenaga kesehatan di perkebunan tersebut. Apabila buruh ataupun anggota keluarga yang sakit dan harus dirujuk ke rumah sakit maka perusahaan akan memberikan biaya bagi buruh tersebut sebagai biaya pergantian perobatan.

2. Tunjangan Hari Raya dan Hari Natal

Tunjangan pada hari besar keagamaan diberikan kepada karyawan dengan ketentuan yang telah ditetapkan perusahaan dan diterima setiap tahunnya. Tunjangan ini diberi kepada para buruh sebesar upah 1 bulan. Tunjangan ini hanya diberi kepada karyawan tetap, sedangkan buruh/karyawan harian lepas tidak mendapat tunjangan hari raya dan hari natal.

3. Tancim (bonus tahunan)

Tancim merupakan istilah yang ada di perkebunan. Tancim ini adalah bonus tahunan yang diberikan kepada staf perkebunan. Pada dasarnya pemberian bonus tahunan di perkebunan Bulu Cina ini diberikan berdasarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam setahun. Bonus ini diberikan sebesar tiga bulan gaji pokok dan diberikan kepada para buruh setiap bulan Oktober. Bonus tahunan ini diberikan kepada karyawan tetap, sedangkan karyawan harian tidak mendapat bonus ini.


(53)

Setiap karyawan yang bekerja di perkebunan ini baik pria maupun wanita berhak

memperoleh cuti selama 12 hari kerja per tahunnya.34

a. Tempat tinggal

Para karyawan juga mendapat cuti sebanyak 25 hari yang dapat diambil 5 tahun sekali, apabila mengambil cuti jenis ini maka karyawan tidak mendapat cuti per tahun seperi biasanya.

Hal-hal di atas adalah upaya perkebunan untuk menyejahterakan para karyawan yang bekerja di kebunan Bulu Cina. Disamping itu, ada usaha lain yang dilakukan oleh PT. Perkebunan IX untuk kesejahteraan karyawan kebun Bulu Cina yaitu diberi fasilitas-fasilitas untuk karyawan perkebunan seperti:

PT. Perkebunan IX kebun Bulu Cina memberikan fasilitas berupa perumahan yang dibangun khusus bagi karyawan/buruh tetap. Rumah itu dihuni secara gratis selama mereka masih bekerja di perusahaan hingga masa pensiun. Artinya buruh tetap akan mendapatkan satu rumah perkebunan yang disediakan oleh perusahaan. Pola perumahan perkebunan yang di bangun memiliki luas yang sama dan saling berdekatan antara rumah yang satu dengan rumah yang lainnya. Rumah yang disediakan memiliki luas tanah 1.500 m² termasuk keseluruhan rumah dan halaman rumah. Setiap rumah memiliki dua kamar tidur, satu ruang tamu, satu dapur dan toilet.

Hampir seluruh bangunan perumahan perkebunan ini berdindingkan papan, memiliki lantai semen dan beratapkan seng. Akan tetapi berbeda dengan buruh yang tidak mendapatkan rumah, mereka akan diberikan tunjangan sebesar 25% dari gaji pokok yang mereka terima setiap bulannya untuk dapat menyewa rumah ataupun membuat rumah sendiri.

34


(54)

b. Pendidikan

Dalam bidang pendidikan perusahaan memberikan bantuan bagi anak-anak buruh. Program ini dapat membantu meringankan beban buruh perkebunan. Bantuan ini diberikan oleh perusahaan yaitu Bantuan Anak Sekolah (BAS) yang diberikan pada awal ajaran baru dimulai. Dari wawancara, mayoritas para buruh menyatakan bahwa anak mereka dapat melanjutkan

pendidikan mereka ke universitas.35

1. Menghasilkan devisa maupun rupiah dengan cara efisien.

Berdasarkan penjelasan di atas maka kesejahteraan buruh/karyawan sudah diberikan semaksimal mungkin sesuai dengan daya perusahaan. Selain mendapat gaji pokok para pekerja juga mendapat kesejahteraan lainnya seperti pembagian natura, pelayanan kesehatan, cuti, bonus tahunan, tunjangan hari raya dan lainnya. Walaupun buruh/karyawan harian tidak mendapatkan sebagian dari kesejahteraan tersebut, tetapi upaya untuk menyejahterakan buruh yang dimiliki perkebunan sudah dilaksanakan.

3.4 Produksi Perkebunan

Dalam sejarah pembangunan nasional peranan Perkebunan Besar Negara dimanfaatkan sebagai wahana pembangunan (agent of development). “Tri Dharma Perkebunan” mengarahkan agar bidang perkebunan mampu secara baik dalam memproduksi. Isi Tri Dharma Perkebunan yaitu:

2. Memenuhi fungsi sosial, diantaranya berupa memelihara dan menambah lapangan kerja

bagi warga negara Indonesia.

35


(55)

3. Memelihara kekayaan alam berupa pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah dan tanamannya.

Sebagai wahana pembangunan, perkebunan-perkebunan besar digerakkan untuk membina masyarakat petani, mampu menerapkan kemajuan-kemajuan teknologi, serta merehabilitasi

pabrik-pabrik dan perluasan areal.36

Salah satu yang paling penting dalam perkebunan adalah produksi yang dihasilkan. Dengan adanya produksi yang telah dihasilkan, dapat dilihat bahwa perkebunan tersebut mengalami perkembangan atau kemerosotan. Jenis tanaman komoditi dari perkebunan Bulu Cina sejak awal dibuka oleh pihak Belanda hingga tahun 1996 adalah masih tanaman tembakau Deli. Orang Belanda menyebut tembakau Deli dengan istilah Deli tabak atau tabak van Deli. Tekstur liat-elastik daun tembakau dari Deli ini menjadikannya pembungkus cerutu nomor satu di dunia. Tembakau berasal dari kawasan yang dinamai Christopher Columbus ‘dunia baru’. Tanaman yang dinamai Tobacco oleh orang-orang Hispaniola itu telah dikonsumsi pribumi Amerika sebagai bahan utama rokok, menghirup asap yang dihasilkan dari pembakaran daun tembakau yang dikeringkan dengan cara mengulung daun keringnya atau menggunakan pipa hisap.

Demikian juga dengan perkebunan Bulu Cina turut berperan serta sebagai salah satu perkebunan yang melakukan kegiatan perekonomian agar dapat berinteraksi secara baik dan mampu bersaing dengan beberapa perkebunan lainnya. Melalui upaya tersebut perkebunan Bulu Cina tetap dapat tumbuh dan berkembang di dalam melaksanakan usahanya dengan baik.

37

36

H. Silitonga, 1989, op. cit., hal. 3.

37

Nasrul Hamdani, op.,cit., hal. 8.

Tembakau Deli digunakan sebagai pembalut cerutu (dekblad), karena tembakau Deli memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:


(56)

1. Warna yang rata dan baik

2. Supel, elastis dan tipis

3. Bentuk daun yang baik

4. Warna abu pada cerutu berwarna putih

5. Daya bakar baik

6. Rasa dan aroma yang baik38

Perkebunan tembakau Deli Bulu Cina tetap melakukan upaya untuk menghasilkan mutu daun tembakau Deli terbaik. Salah satu cara untuk mempertahankan mutu/kualitas yang baik ialah dengan cara menggunakan sistem produksi dari warisan kolonial. Adapun tahapan produksi yang digunakan untuk penanaman tembakau Deli ialah sebagai berikut:

a. Pembibitan

Tahap ini memiliki beberapa proses yaitu, media “Blotong/Kompos”. Kandungan tingkat keasamannya harus dinormalkan dengan ukuran PH 6,8. Tanah “bawah jati” kandungan humusnya yang sudah jadi diayak dan dipersiapkan setinggi 15 cm. Pasir kali juga diayak dan dipersiapkan sebelum dua bulan untuk pembibitan. Kesemuanya dicampur dengan komposisi (5 untuk tanah, 3 untuk blotong, dan 2 untuk pasir). Setelah dicampur maka komposisi tersebut dimasak. Media pembibitan tersebut dikukus hingga 5-10 ember dengan suhu kurang dari 100°-110° celcius selama 10-15 menit.

Media tersebut dibongkar dan diletakkan di bak “steril” dengan ukuran persegi 8x2 m. Maka untuk satu ladang (0,8 Ha) dibutuhkan 17 drum. Bibit tembakau sudah harus dipersiapkan 40 hari sebelum penanaman. Bibit tersebut direndam 3 hari dan bila sudah berkecambah ditandai

38


(57)

dengan munculnya bintik putih, ditabur pada umur 15 hari. Bibit harus jagur39

b. Persiapan Lahan

, sehat, kuat dan tidak terkena penyakit. Bibit yang ditabur harus dipelihara dengan memberikan pupuk, pengendalian hama dan penyakit. Tahap selanjutnya melakukan proses penyiraman yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air untuk pertumbuhan bibit. Langkah berikutnya membuka payungan tembakau yang bertujuan untuk meningkatkan intensitas sinar matahari sehingga mudah beradaptasi ketika ditanam di lapangan. Tahap terakhir menyeleksi bibit yang sehat dan biasanya tinggi bibit mencapai 8-15 cm.

Proses awal persiapan lahan ialah dengan cara membabat yang tujuannya membersihkan lahan dari segala jenis gulma dan membakar sisa rumput yang telah di babat. Membongkar kembali tungul atau akar yang masih tersisa dari babatan. Memperbaiki saluran parit induk dan mendalamkan parit, membuat sumur tanah sebagai sumber air saat penyiraman tanaman dan sesudah ditanam. Selanjutnya bibit-bibit yang sudah terpilih dipindahkan pada media lahan yang dipersiapkan.

c. Panen dan Pengeringan Tembakau di Bangsal

Hasil panen tembakau Deli dihasilkan yang terbaik apabila, daun yang dipanen tidak cacat, tidak robek, tidak memar, cukup ukuran, dan tidak busuk. Biasanya pada saat panen, pemetikan pertama setelah berumur antara 40-42 hari. Pemetikan dilakukan di pagi hari dan kuantitas satu pohon hanya dua daun yang layak dipetik dari pangkal pohon (yang dikenal daun pasir). Tanaman yang telah dipetik ditutup dengan tanah dan di pupuk lagi (disebut tutup kaki 1), hingga tutup kaki 2. Daun yang dipetik dimasukkan ke dalam keranjang bambu dan diangkut

39

Jagur adalah istilah yang digunakan dalam perkebunan tembakau, yang menandakan bahwa tanaman tembakau tersebut berkualitas baik, sehat dan kuat.


(58)

mengunakan mobil truk. Di bangsal daun tersebut dicucuk dengan tali rami, lalu digantung dengan bambu anak atau bambu neon selama 18 hari. Kapasitas satu bambu anak tersebut sebanyak 40 daun. Bambu-bambu yang berisi daun tembakau, diasapi dan untuk ukuran satu kamar besar diletakkan lima tungku pengasapan. Tungku pengasapan berisi sekam, kayu, briket dan batubara. Daun yang telah melewati proses pengasapan, kemudian dipindahkan ke gudang fermentasi.

d. Pengolahan Tembakau Kering di Gudang Fermentasi

Untuk pengolahan tembakau di gudang fermentasi biasanya di masukkan ke ruangan yang biasa disebut ruang stafel. Ruang stafel adalah ruang fermentasi tembakau tanpa oksigen

(reaksi an aerob), setelah dari ruang stafel kemudian dimasukkan ke kamar pilih. Pada kamar

pilih akan dipilih tembakau menurut kualitasnya masing-masing, kemudian tembakau tersebut ditimbang/ pengebalan. Pengebalan tembakau biasanya diukur dengan berat 80 kg untuk satu balnya. Tembakau yang di bal dibawa ke bangsal pengembun untuk diembunkan dan dipilih

sesuai merek tembakau. Biasanya tembakau pasir diembunkan selama 16-18 hari, kaki I40 selama

18-20 hari, dan kaki II selama 20-22 hari. Upaya lainya ialah karyawan pada gudang fermentasi diharuskan untuk memakai pakaian yang berwarna terang. Warna terang dapat mempengaruhi pemeraman tembakau sehingga daun-daun tembakau memiliki struktur warna yang terang juga.41

3.5 Pemasaran Tembakau

Pemasaran tembakau tidak hanya untuk konsumsi dalam negeri tetapi juga untuk pemasaran keluar negeri. Inilah keistimewaan dari tembakau Deli yaitu pemasaran seluruh

40

Kaki I adalah sebutan untuk tanaman tembakau yang sudah mengalami pemetikan sekali.

41


(59)

produksinya dikhususkan untuk memenuhi selera kosumen di luar negeri. Hal ini dikarenakan Tembakau Deli ini memiliki cita rasa serta kualitas yang tinggi di kalangan penikmat tembakau.

Tembakau yang diekspor adalah tembakau cerutu (Tembakau Deli, Tembakau Vorstenlanden, Tembakau Besuki Na-Oogst) dan tembakau pipa (Tembakau Lumajang). Kebun Bulu Cina ialah kebun yang memproduksi tembakau cerutu, sehingga membuat hasil dari produksi Kebun Bulu Cina dikhususkan untuk diekspor. Tembakau yang dipasarkan ke luar negeri ialah jenis-jenis tembakau yang berkualitas tinggi dan dapat mencapai harga yang baik. Menurut kualitasnya tembakau cerutu dapat dipakai sebagai pembungkus cerutu (cigar wrapper, dekblad), pembalut (cigar binder, omblad) dan pengisi (filler), yang sedikit banyak berkaitan dengan letak daun tembakau pada pohonnya.

Dalam pemasaran digunakan sistem pemasaran terpusat (Centralized Marketing System atau CMS) dengan pusat pemasaran di Bremen (Jerman Barat) di bawah koordinasi Badan Pengawasan dan Pemasaran Tembakau Indonesia di luar negeri (BPPTI). Tembakau-tembakau

cerutu berkualitas baik (dekblad, omblad, filler mutu baik) dipasarkan dengan cara lelang dan

dilengkapi dengan penjualan di luar lelang (onderhands), keduanya dilaksanakan di Bremen. Filler mutu sedang dan rendah di pasarkan di luar lelang dengan pengapalan langsung ke negara

tujuan, tetapi tetap di bawah koordinasi BPPTI.42

42

H. Silitonga, op.,cit., hal. 34.

Berikut diagram yang menunjukkan produksi tembakau Deli yang di ekspor oleh PT. Perkebunan IX:


(60)

Sumber: PTPN II Tanjung Morawa

Pada tahun 1974 sampai tahun 1981 PT. Perkebunan IX sudah aktif dalam memproduksi tembakau. Tahun 1974 sudah memasarkan 18.000 bal setara dengan 1.080.000 kg. Pada tahun 1975 memasarkan 25.000 bal setara dengan 1.500.000 kg. Tahun 1976 sudah mengekspor 31.000 bal. Tahun 1977 merupakan pemasaran yang paling tinggi yaitu sekitar 35.000 bal. Tahun 1978 sebanyak 23.000 bal dan tahun 1979 14.000 bal tembakau. Tahun 1980 sebanyak 9.000 bal dan 1981 sebanyak 10.000 bal tembakau. Diagram di atas menjelaskan bahwa tahun 1974 sampai tahun 1977 menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan, sedangkan tahun 1977 sampai 1981 terjadi kemerosotan.

0 5 10 15 20 25 30 35 40

1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981

Ju ml a h b a l (0 0 0 ) Diagram 1

Produksi Ekspor Tembakau Sumatera Tahun 1974 - 1981


(61)

Sumber : PTPN II Tanjung Morawa

Diagram di atas menunjukkan produksi ekspor tembakau 1982-1989. Tahun 1982 menunjukkan produksi ekspor mencapai 16.000 bal tembakau. Tahun 1983 produksi ekspor sudah mencapai 18.000 bal. Tahun 1984 sudah menggambarkan 17.000 bal tembakau. Tahun 1985 produksi ekspor mencapai sebesar 21.000 bal tembakau, dan tahun 1987 sudah mencapai 16.000 bal tembakau. Tahun 1988 sebesar 12.000 bal tembakau, dan tahun 1989 sudah menunjukkan 16.000 bal tembakau.

0 5 10 15 20 25

1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989

Ju

ml

a

h

b

a

l

(0

0

0

)

Diagram 2

Produksi Ekspor Tembakau Sumatera Tahun 1982 - 1989


(1)

80

Sumber : Koleksi pribadi penulis, tanggal 27 Juni 2013.

Lampiran 15

Gambar 24

Rumah Pegawai di Perkebunan Bulu Cina

Sumber : Koleksi pribadi penulis, tanggal 27 Juni 2013.

Gambar 25

Rumah Pegawai di Perkebunan Bulu Cina


(2)

Sumber : Koleksi pribadi penulis, tanggal 27 Juni 2013.

Lampiran 16

Gambar 26


(3)

82

Sumber : Koleksi pribadi penulis, tanggal 27 Juni 2013.

Gambar 27

Rumah Pegawai di Perkebunan Bulu Cina

Sumber : Koleksi pribadi penulis, tanggal 27 Juni 2013.


(4)

Lampiran 15

PEMBELI TEMBAKAU SUMATERA DI PELELANGAN

TAHUN 1981 – 1991 (BAL)

I. Industri 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991

STK 2.552 2.575 1.588 1.453 1.951 - - -

-Nobel 300 378 571 268 361 994 864 720 601 920 553

Schmit Junior 393 - - - -

Arnodl Andre 1.174 574 772 461 426 722 763 940 424 662 551

Engelhardt 66 - - - -

Danneman - 550 667 380 259 604 308 268 - 316 -

Rinn&Cloos 386 88 231 44 33 189 349 108 - 128 -

Agio 605 340 348 439 531 575 479 924 437 330 362

La Paz 455 - 305 209 327 49 - 174 158 635 99

Wintermans 457 568 330 401 279 69 109 438 117 1.044 201

OudKampen 80 113 157 95 257 272 241 353 178 459 426

CadenaClaassen 137 132 109 140 163 - 39 - 75 43 20


(5)

84

Ritmeaster - - - 156 - - - -

Schimmelpenninck 286 - - 54 - - - 34

Burger 685 659 - 283 617 - 399 381 376 331 165

Villeger 919 336 458 279 517 783 36 389 137 301 183

Freeman 704 1.538 849 - - -

-Seita - 453 289 - - 94 - - 714 838 118

Austria Wien - - - 73 97 - - 139 -

Hofnar - - - 142 - - 175 - -

Schwering&Hasse - - - 465 - - - - -

SigarNeos - - - 56 - 70 159 - 131

TBEVVD Elst - - - 124 869 - 356 123 132

El Guajiro - - - 154 -

PeOlifant - - - 64 -

JumlahIndustri 9.589 8.557 6.973 5.326 5.932 5.643 4.625 5.117 4.137 6.487 2.975

II. PEDAGANG

Ankersmit 836 1.627 513 1.035 1.008 2.109 1.472 1.481 937 748 1.252

HellmeringKohne CS 1.647 690 2.697 732 1.625 1.524 3.148 1.442 2.126 2.619 624

Franz Krag 326 794 932 210 561 994 1.713 594 1.175 - -


(6)

Lancotab 142 - - - -

A.L. Van Beek/Leafoo 118 - - 51 128 - - - -

Koch Scheltema 164 55 50 - - 170 - - - - -

Gazan V.D. Linden 289 549 246 391 317 619 219 - - - -

Lippoel - - - 87 113 169 - - - -

-TEIC 346 590 - 438 - 831 - - - - -

Aucana - - - 81 84 - - - 34