BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengalaman Karies Dan Karies Yang Tidak Dirawat Pada Lansia Di Kecamatan Medan Area Dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) terus meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah lansia di seluruh dunia diperkirakan 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di seluruh dunia penduduk lansia

  1 tumbuh dengan sangat cepat bahkan tercepat dibanding kelompok usia lainnya.

  Menurut data statistik penduduk Indonesia, lansia di atas 60 tahun pada tahun 2003 berjumlah 17.777.700 jiwa, sedangkan pada tahun 2004 berjumlah 18.097.700 jiwa. Peningkatan jumlah lansia ini mengisyaratkan bahwa perlu dilakukan peningkatan

  2

  kebutuhan pelayanan kesehatan bagi lansia. Peningkatan jumlah lansia di Indonesia terlihat pada sensus penduduk tiap lima tahun sekali menunjukkan bahwa pada tahun

  1

  2000 jumlah lansia sebesar 7,18% dari seluruh penduduk Indonesia. Badan kesehatan dunia WHO menyatakan bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta yang mengalami peningkatan dari jumlah lansia pada tahun 2005 yaitu 8,48%, merupakan

  

1,2

  jumlah penduduk lansia terbesar di dunia. Penduduk lansia di Indonesia biasanya tinggal bersama anaknya, terutama lansia yang sudah tidak mendapatkan penghasilan

  2,3 sendiri.

  Menua merupakan proses yang terjadi terus menerus secara alamiah. Proses menua berdampak pada kemunduran fisik, psikologis maupun sosial, sehingga dapat menimbulkan masalah, baik pada diri lansia itu sendiri maupun orang sekitarnya. Definisi lansia menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 adalah seorang yang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri

  2,3,4 untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. UU No. 13 tahun 1998 menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang

  4

  mencapai usia 60 tahun keatas. Departemen Kesehatan Republik Indonesia membagi lansia sebagai berikut: kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas, kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium, kelompok usia

  

2,3

lanjut (lebih dari 65 tahun) sebagai senium.

  Proses penuaan (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki

  1

  kerusakan yang diderita. Proses penuaan terjadi secara terus menerus dalam kehidupan manusia yang ditandai dengan perubahan-perubahan anatomik, fisiologik dan biomekanis dalam tubuh sehingga akan mempengaruhi fungsi sel, jaringan dan

  2,3,5 organ tubuh seperti perubahan pada rongga mulut.

  Pengalaman karies merupakan ukuran yang dinyatakan dengan angka dari suatu kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Penelitian epidemiologis telah membuktikan adanya hubungan antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Sensivitas parameter ini hampir mencapai 60%. Prevalensi karies pada gigi disedui dapat memprediksi karies pada gigi permanennya. Peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies. Kerentanan ini meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut dataran oklusal dan

  5 beroklusi dengan gigi antagonisnya.

  Masalah kesehatan gigi yang paling menonjol di Indonesia adalah masalah kehilangan gigi akibat karies gigi. Penyakit karies gigi dialami oleh 90% masyarakat Indonesia, hak ini terkait dengan masalah pemeliharaan kebersihan mulut. Pada golongan usia lanjut penyakit karies gigi lebih menonjol, karena adanya gangguan fisiologis yang berakibat terganggunya fungsi pengunyahan dan sendi rahang, sehingga mengganggu kenikmatan hidup. Namun demikian, penyakit ini sering tidak mendapat perhatian dari masyarakat dan perencanaan program kesehatan karena

  5 dianggap tidak membahayakan jiwa. Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukan nilai DMF yang lebih tinggi daripada laki-laki. Walaupun demikian, umumnya oral higiene wanita lebih baik sehingga komponen gigi yang hilang M (missing) lebih sedikit dari pria. Sebaliknya, laki-laki mempunyai komponen F (Filling) paling banyak dalam indeks

5 DMF.

  Perubahan pada rongga mulut akan menyebabkan terjadinya karies dan penyakit periodontal yang merupakan penyebab hilangnya gigi pada lansia. Karies terjadi karena demineralisasi jaringan permukaan gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung gula. Karies gigi bersifat kronis dan dalam perkembangannya membutuhkan waktu yang lama. Karies gigi pada tahap awal tidak menimbulkan rasa sakit namun pada tahap lanjut dapat menimbulkan rasa sakit, baik pada gigi yang terkena maupun daerah sekitar gigi tersebut. Karies gigi merupakan penyakit paling banyak ditemukan di rongga mulut bersama-sama dengan penyakit periodontal, sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut. Indikator untuk menilai karies gigi yang utama digunakan adalah indeks DMF-T yang merupakan penjumlahan indeks D+M+F, yang menunjukkan banyaknya kerusakan gigi yang pernah dialami seseorang karena karies gigi baik berupa D/Decay (gigi

  6,7 berlubang/karies), M/missing (gigi dicabut) serta F/filling (gigi ditumpat).

  Indeks DMFT merupakan angka yang menunjukan status karies gigi dan juga dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan karies. Indeks ini diperkenalkan oleh Klein, Palmer, Knutson pada tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang

  8,9

  terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi semua gigi kecuali molar tiga karena gigi molar tiga yang jarang tumbuh. Indeks ini tidak menggunakan skor, pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D (gigi yang karies/decay), M (gigi yang hilang/missing), F (gigi yang ditumpat/filling) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode D (decayed): gigi yang mengalami karies, terdiri atas karies yang belum ditambal, karies yang tidak dapat ditambal dan gigi yang terdapat tambalan sementara. M (missing) adalah gigi yang mengalami karies dan tidak dapat dirawat atau gigi yang sudah dicabut. F (filling) adalah gigi yang sudah ditambal karena karies. T (tooth) merupakan jumlah gigi. Skor DMFT adalah jumlah D+M+F, tiap gigi hanya

  6-9 dimasukkan dalam satu kategori saja, yaitu D, M, atau F.

  Kegagalan indeks DMFT untuk menyediakan informasi tentang keadaan klinis pada karies yang tidak dirawat menjadi landasan untuk pengembangan indeks

9 PUFA. Indeks PUFA diperkenalkan oleh Profesor Wim Van Palenstein-Heldermann

  untuk mengukur keparahan karies. Indeks ini menunjukkan keadaan karies gigi yang tidak segera ditangani sehingga berlanjut mengakibatkan kerusakan pada pulpa,

  9,10

  ulserasi, fistula dan abses. Indeks ini menilai ada tidaknya pulpa yang terlibat, ulserasi pada rongga mulut yang disebabkan sisa akar, fistula dan abses. Penilaian dilakukan secara visual tanpa menggunakan alat. Hanya satu skor ditetapkan per gigi. Huruf besar pada indeks digunakan untuk gigi permanen dan huruf kecil digunakan untuk gigi susu. Jadi, untuk seorang individu skor pufa dapat berkisar 0-20 untuk gigi desidui dan 0-32 skor PUFA untuk gigi permanen. Prevalensi PUFA dihitung sebagai

  10

  persentase dari populasi. Kriteria untuk PUFA/ pufa indeks adalah sebagai berikut:

  a) Keterlibatan Pulpa (P): pada saat pemeriksaan terlihat kamar pulpa telah terbuka dan kelihatan atau struktur korona gigi telah hancur dan hanya akar atau fragmen akar yang tertinggal; b) Ulserasi (U): pada saat pemeriksaan terlihat daerah berwarna merah pada bagian lidah atau mukosa bukal dan terlihat di daerah antagonisnya adanya fragmen sisa akar yang tajam; c) Fistula (F): saat pemeriksaan terlihat nanah yang keluar dari saluran sinus dan d) Abses (A): pada saat pemeriksaan adanya pembengkakan pada daerah sekitar gigi yang karies dan mengandung pus. Skor PUFA per orang diukur dengan cara yang sama seperti DMF-T dengan

  9-11 menjumlahkan P+U+F+A.

  Kebijakan WHO, kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dan penting dari kesehatan umum. Lansia rentan mengalami karies akar gigi dan penyakit jaringan penyangga gigi selain kondisi berkurangnya air liur dan menipisnya mukosa mulut serta resorbsi dari tulang alveolar yang akan memperparah kondisi gigi dan

  12 mulut lansia sehingga mengurangi asupan makanan.

  Kesehatan gigi sering disebut sebagai kesehatan rongga mulut, termasuk gigi geligi dan struktur serta jaringan pendukungnya bebas dari penyakit dan rasa sakit, berfungsi secara optimal, yang akan menjadikan percaya diri serta hubungan interpersonal dalam tingkatan paling tinggi. Kesehatan rongga mulut memegang peranan dalam kesehatan umum dan kualitas lansia. Keadaan mulut yang buruk, misalnya banyaknya gigi hilang sebagai akibat rusak atau trauma yang tidak dirawat, akan mengganggu fungsi dan aktifitas rongga mulut, sehingga akan mempengaruhi status gizi serta akan mempunyai dampak pada kualitas hidup. Penyebab utama kehilangan gigi pada lansia di Indonesia adalah karies dan penyakit periodontal.

  Prof. Lindawati Kusdhany menyatakan bahwa jumlah gigi <20 pada lansia sekitar 71%. RISKESDAS Tahun 2007 menyebutkan proporsi penduduk usia 65 tahun ke atas dengan fungsi gigi normal hanya 41,2%. Proporsi kehilangan gigi penduduk usia 65 tahun ke atas sebesar 17,6%. Hilangnya gigi berhubungan dengan

  13 kesulitan makan, rasa sakit, stres dan kesulitan dalam bersosialisasi.

  Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) 2008 menyatakan bahwa semakin meningkatnya usia maka pengalaman karies akan semakin meningkat. Prevalensi karies aktif akan meningkat hingga usia 35-44 tahun dan menurun kembali pada usia 65 tahun ke atas. Indeks DMFT untuk usia 35–44 tahun sebesar 4,41 yang meliputi komponen D sebesar 1,44, M sebesar 2,89 dan F sebesar 0,08 sedangkan indeks DMF-T untuk usia 60 tahun ke atas menunjukkan angka yang lebih besar atau meningkat yaitu sebesar 18,29 meliputi komponen D sebesar 1,16, M

  13 sebesar 16,99 dan F sebesar 0,14.

  Kerusakan gigi penduduk Propinsi Sumatera Utara 360 buah per 100 orang dimana komponen D, M, F dan indeks DMF-T sebesar 3,6 dengan masing-masing

  13

  nilai D-T=1,3, M-T=2,3, F-T=0,05, dan DF-T=0,02 yang berarti. Hal ini sejalan dengan penelitian Kartika dkk yang menyatakan indeks kesehatan gigi (DMFT) rata- rata pada lanjut usia >70 tahun adalah 15,57 ± 10,36. Berdasarkan tingginya indeks DMFT pada lanjut usia yang berdampak negatif maka diperlukan intervensi yang

  14 bertujuan memperbaiki kesehatan mulut.

  Menurut data Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) tahun 2013, prevalensi nasional masalah gigi dan mulut sebesar 19,4%. Tiga provinsi yang cukup tinggi empat belas provinsi mempunyai tingginya prevalensi masalah gigi dan mulut dibandingkan prevalensi nasional. Data indeks D, M, F dan indeks DMF-T Indonesia pada tahun 2013 sebesar 4,6 dengan nilai masing-masing D-T=1,6, M-

  

T=2,9, F-T=0,08 , yang berarti kerusakan gigi penduduk Indonesia 460 buah gigi per

  12

  100 orang. Masalah kesehatan gigi dan mulut di Malaysia meliputi prevalensi karies

  7

  pada usia 65-74 tahun 95,2% dan >75 tahun sebesar 94,1 %. Prevalensi karies yang tidak dirawat di Australia pada kelompok umur 55-74 tahun sebesar 22,6% sedangkan kelompok umur 75 tahun sebesar 22% dari jumlah populasi orang

  15

  populasi lansia pada tahun 2004-2006. Jumlah persentase keseluruhan DMFT di

  16 Kanada tahun 2004 sebesar 24,86 % dari jumlah penduduk Kanada.

  Dari kunjungan ke Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 28 Desember 2012 diperoleh informasi bahwa selama ini, perencanaan kebijakan kesehatan telah mengupayakannya, namun usaha ini belum maksimal sebab program- program kesehatan baik kesehatan umum maupun kesehatan gigi dan mulut untuk lansia yang berada di Panti Jompo di kota Yogyakarta belum maksimal, baik perencanaan tenaga kesehatan di panti jompo, maupun masyarakat harus memiliki

  5 pedoman pengetahuan tentang pengaruh kesehatan gigi terhadap kesehatan umum.

  Persentase lansia yang mempertahankan gigi geliginya mengalami peningkatan selama beberapa dekade terakhir. Hal ini akan meningkatkan kesehatan rongga mulut lansia tersebut. Gigi sangat diperlukan dalam hal berbicara, mengunyah dan mempertahankan posisi gigi lainnya. Lansia yang mengalami kehilangan gigi atau menggunakan gigitiruan yang tidak pas akan mengalami kekurangan asupan nutrisi akibat kesulitan dalam mengunyah makanan. Kehilangan gigi dapat dicegah dengan melakukan beberapa hal antara lain menyikat gigi secara teratur dua kali dalam sehari dengan sikat gigi lembut, makanan yang seimbang dan membatasi makanan yang

  17 manis, melakukan kunjungan ke dokter gigi secara teratur.

  Ramadhani menyatakan bahwa kehilangan gigi pada lansia yang berusia 60 tahun keatas disertai penggunaan gigi tiruan penuh akan meningkatkan status gizi pada lansia tersebut. Hal yang harus diperhatikan lansia yang menggunakan gigi tiruan antara lain menjaga kebersihan gigi tiruan, melepas gigi tiruan pada saat tidur, membilas gigi tiruan dengan air dingin atau hangat, jangan menggunakan air panas

  17 karena akan merusak gigi tiruan.

  Berdasarkan gambaran di atas peneliti ingin melakukan penelitian gambaran karies dan karies yang tidak dirawat pada lansia. Penelitian mengenai karies dan karies yang tidak dirawat pada lansia masih jarang dilakukan. Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Labuhan yang memiliki jumlah masyarakat yang mencukupi dan mudah diakses oleh peneliti.

  1.2 Permasalahan

  Bagaimana gambaran karies dan karies yang tidak dirawat pada lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan?

  1.3 Tujuan Penelitian

  a. Untuk mengetahui prevalensi karies (DMFT) pada lansia di Kecamatan

  Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan b.

  Untuk mengetahui rata-rata DMFT pada lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan

  c. Untuk mengetahui rata-rata DMFT berdasarkan jenis kelamin pada lansia di

  Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan

  d. Untuk mengetahui prevalensi karies tidak dirawat (PUFA) pada lansia di

  Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan

  e. Untuk mengetahui rata-rata PUFA pada lansia di Kecamatan Medan Area

  dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan f.

  Untuk mengetahui rata-rata PUFA berdasarkan jenis kelamin pada lansia di Kecamatan Medan Area dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan

1.4 Manfaat Penelitian a.

  Hasil penelitian yang diperoleh dapat memberikan informasi kepada para dokter gigi, dan praktisi kesehatan lain mengenai prevalensi dan rata-rata DMFT dan PUFA pada lansia b.

  Menambah bahan referensi tentang prevalensi dan rata-rata DMFT dan PUFA untuk Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi USU.

  c.

  Sebagai pengalaman pribadi peneliti untuk meneliti.

Dokumen yang terkait

Hubungan Karies Dan Karies Tidak Dirawat Dengan Kualitas Hidup Pada Masyarakat Dewasa Usia 20-40 Tahun Di Desa Deli Tua Kecamatan Namorambe

14 98 54

Pengalaman Karies Dan Karies Yang Tidak Dirawat Pada Lansia Di Kecamatan Medan Area Dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan

2 86 51

Hubungan Karies Yang Tidak Dirawat Dengan Indeks Massa Tubuh Pada Murid Sekolah Dasar Di Perumnas II Kecamatan Medan Denai

10 97 57

Kegemukan Dan Pengalaman Karies Gigi Pada Siswa Kelas V Dan Vi Sd Pahlawan Nasional Kecamatan Medan Tembung

0 48 42

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pengalaman Karies dan PUFA dengan Indeks Massa Tubuh pada Anak Usia 12-14 Tahun di Kecamatan Medan Helvetia dan Medan Tembung

0 0 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi - Hubungan Karies Dan Karies Tidak Dirawat Dengan Kualitas Hidup Pada Masyarakat Dewasa Usia 20-40 Tahun Di Desa Deli Tua Kecamatan Namorambe

0 3 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Karies - Perbedaan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Dan Pengalaman Karies Pada Siswa Pendidikan Formal (Sdit Alif) Dan Nonformal (Sd Yayasan Amal Shaleh) Di Kecamatan Medan Polonia

0 2 19

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Prevalensi Trauma Gigi Sulung Anterior Pada Anak Usia 1-4 Tahun Di Tk/Paud Dan Posyandu Kecamatan Medan Petisah Dan Medan Tuntungan

0 0 5

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Pernikahan Dini Pada Remaja Usia 15-19 Tahun Di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Tahu 2014

0 0 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lansia - Pengalaman Karies Dan Karies Yang Tidak Dirawat Pada Lansia Di Kecamatan Medan Area Dan Panti Jompo Guna Budi Bakti Kecamatan Medan Labuhan

0 0 7