BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Gigi - Hubungan Karies Dan Karies Tidak Dirawat Dengan Kualitas Hidup Pada Masyarakat Dewasa Usia 20-40 Tahun Di Desa Deli Tua Kecamatan Namorambe

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies Gigi

  Ada tiga faktor utama yang memegang peranan terbentuknya lubang gigi, yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor waktu, yang digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang- tindih. Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat

  1 yang sesuai dan waktu yang lama.

  Karies gigi disebabkan oleh beberapa jenis bakteri penghasil asam yang dapat merusak karena reaksi fermentasi karbohidrat termasuk sukrosa, fruktosa, dan glukosa yang berasal dari sisa-sisa makanan di rongga mulut. Asam yang diproduksi tersebut mempengaruhi mineral gigi sehingga menjadi sensitif pada pH rendah. Gigi akan mengalami demineralisasi dan remineralisasi. Ketika pH turun menjadi di bawah 5,5, proses demineralisasi menjadi lebih cepat dari remineralisasi. Hal ini menyebabkan lebih banyak mineral gigi yang terurai dan membuat lubang pada gigi. Jika tidak ditangani, penyakit ini dapat menyebabkan nyeri, penanggalan gigi, infeksi, dan berbagai kasus berbahaya. Peningkatan prevalensi karies banyak dipengaruhi perubahan pola makan. Saat ini, karies gigi telah menjadi penyakit yang tersebar di

  11-2 seluruh dunia.

  Karies gigi pada awalnya tidak menimbulkan rasa sakit, namun selanjutnya dapat menimbulkan rasa sakit, baik pada gigi yang terkena maupun daerah sekitar gigi tersebut. Rasa sakit ini pada permulaannya didahului oleh sakit yang ringan pada saat gigi kontak makanan/ minuman dingin atau panas. Apabila lubang gigi dan invasi bakteri semakin dalam pada enamel dan dentin gigi, rasa sakit muncul sesekali dan semakin tajam. Apabila invasi bakteri sudah sampai ke pulpa gigi yang terdiri atas pembuluh darah dan syaraf gigi, maka terjadi infeksi pada pulpa yang disebut dengan pulpitis yang akan menyebabkan rasa sakit yang sangat dan berdenyut. Serangan bakteri yang terus-menerus pada pulpa akan menyebabkan pulpa meradang dan kemudian mati. Bila syaraf gigi sudah mati biasanya rasa sakit akan berakhir, namun keadaan ini dapat berlanjut lebih buruk lagi dengan terjadinya abses sekitar

  13 gigi yang menimbulkan rasa sakit yang sangat.

  Dalam proses peradangan pulpa, perubahan pulpa yang terkena infeksi umumnya kronis. Protein mengalami denaturasi dan toksin yang dibebaskan pada proses perusakan pulpa dapat menjalar dan menimbulkan reaksi yang bersifat infeksi

  14

  pada jaringan periodontal. Beberapa masalah yang akan timbul bila karies yang ada terus dibiarkan antara lain pulpitis, ulserasi, fistula dan abses alveolar.

  a.

  Pulpitis Pulpitis merupakan proses radang pada jaringan pulpa gigi, yang pada umumnya merupakan kelanjutan proses karies. Jaringan pulpa terletak di dalam jaringan keras gigi sehingga bila mengalami proses radang, secara klinik sulit untuk

  15 menentukan seberapa jauh proses radang tersebut terjadi.

  Selama ini radang pulpa ditentukan dengan adanya keluhan rasa sakit yang sifatnya subyektif. Secara patofisiologik, pulpitis dibagi menjadi pulpitis reversibel

  14,16 dan pulpitis ireversibel.

1. Pulpitis reversibel

  Pulpitis reversibel adalah inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali normal. faktor- faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis reversibel antara lain stimulus ringan atau sebentar seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase periodonsium yang dalam, dan fraktur email yang

  15,17 menyebabkan tubulus dentin terbuka.

  Pulpitis reversibel simtomatik ditandai dengan rasa sakit tajam yang hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin daripada panas. Tidak berlangsung secara spontan dan tidak berlanjut jika penyebabnya dihilangkan. Pulpitis reversibel asimtomatik dapat disebabkan karena karies yang baru mulai dan menjadi normal kembali setelah karies pada gigi direstorasi dengan

  14 baik.

2. Pulpitis ireversibel

  Pulpitis ireversibel merupakan perkembangan lanjut pulpitis reversibel, merupakan kondisi inflamasi pulpa yang persisten dan tidak dapat pulih kembali walaupun penyebabnya dihilangkan. Cepat atau lambat pulpa akan menjadi nekrosis. Pulpitis ireversibel dapat simtomatik atau asimtomatik yang disebabkan oleh stimulus noksius. Pulpitis ireversibel akut menunjukkan rasa sakit yang biasanya disebabkan oleh stimulus panas atau dingin, atau rasa sakit yang timbul secara spontan. Rasa sakit bertahan beberapa menit hingga berjam-jam, dan tetap ada setelah stimulus

  14,17 termal dihilangkan.

  18 Gambar 1. Pulpitis b.

  Ulserasi Ulserasi merupakan lesi yang berbentuk cekung yang berbatas jelas. Lokasi

yang paling umum terjadi ulser seperti pada bibir, mukosa bukal, dan lidah.

  

Traumatik ulser dapat disebabkan oleh gigi yang patah atau tajam, tambalan yang

kurang baik, iritasi gigi tiruan, iritasi kawat ortodontik, dan adanya kemungkinan luka

yang diakibatkan oleh diri sendiri seperti tergigit ketika makan atau kebiasaan

  16 menggigit bibir.

  Ulser ini dapat terjadi pada berbagai tingkatan usia dan jenis kelamin. Secara

klinis ulserasi biasanya permukaannya terlihat cekung dan berbentuk oval, nyeri serta

dikelilingi daerah eritema (kemerahan). Dasarnya ditutupi oleh eksudat fibrin,

biasanya berwarna kuning-kelabu dan pada tahap selanjutnya ditutupi oleh jaringan

  

granulasi dan regenerasi epithelium. Setelah pengaruh traumatik hilang, ulser akan

  16 sembuh dalam waktu dua minggu.

  19 Gambar 2. Ulserasi c.

  Fistula Karies gigi yang lama tidak dirawat menyebabkan peradangan pada sekitar fragmen akar gigi. Peradangan ini menyebabkan kerusakan tulang dan jaringan penyangga gigi. Peradangan yang lama dan infeksi karies gigi dapat menimbulkan nanah pada sekitar fragmen akar yang karies sebagai perlawanan tubuh terhadap bakteri, dan akhirnya nanah yang terkumpul akan keluar tubuh melalui permukaan yang terdekat. Daerah yang terdekat yaitu menembus tulang tipis dan mukosa bukal,

  17 melalui saluran yang disebut fistula.

  20 Gambar 3. Fistula d.

  Abses alveolar Abses alveolar adalah suatu kumpulan nanah yang terbatas pada tulang alveolar pada apeks akar gigi setelah kematian pulpa, dengan perluasan infeksi ke dalam jaringan periradikular melalui foramen apikal. Abses akut merupakan kelanjutan proses karies yang kemudian menyerang jaringan pulpa dan berkembang ke jaringan periradikular, yang dapat menyebabkan infeksi. Jika infeksi berkembang, pembengkakan menjadi lebih nyata dan meluas melebihi tempat semula. Gigi terasa lebih sakit, memanjang dan goyah. Kadang-kadang rasa sakit mereda atau hilang sama sekali sedangkan jaringan didekatnya tetap membengkak. Bila dibiarkan tanpa perawatan, infeksi mungkin berkembang menjadi osteitis, periostitis, selulitis atau osteomielitis. Nanah yang terkandung dapat keluar untuk membentuk suatu fistula,

  14,16 biasanya lubang pada mukosa labial atau bukal.

  21 Gambar 4. Abses

2.2 Indeks DMFT

  Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka mengenai keadaan suatu golongan/kelompok suatu penyakit gigi tertentu. Indeks dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan suatu penyakit mulai dari yang ringan sampai berat. Untuk mendapatkan data tentang status karies seseorang digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau seragam. Ada beberapa indeks yang

  1 biasa digunakan, seperti indeks DMFT Klein dan indeks DMFT menurut WHO.

  Indeks DMFT Klein diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Indeks ini berdasarkan fakta bahwa jaringan keras gigi tidak dapat sembuh dengan sendirinya. Prosedur pemeriksaannya yaitu setiap gigi diperiksa menggunakan kaca mulut, eksplorer/ sonde dan penerangan yang cukup. Setiap gigi diobservasi secara visual. Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena gigi molar tiga biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut atau tidak berfungsi. Indeks ini tidak menggunakan skor, pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D (gigi yang karies), M (gigi yang hilang) dan F (gigi yang ditumpat) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode. Rata-rata

  1,22 DMF adalah jumlah seluruh nilai DMF dibagi atas jumlah orang yang diperiksa.

  22 Kriteria untuk pencatatan indeks DMFT Klein :

  1. Decayed (D) dicatatat bila adanya lubang pada mahkota gigi yang rusak akibat proses karies.

  2. Missing (M) dicatat bila: hilangnya gigi permanen karena sudah dicabut akibat karies (missing extracted) dan gigi dengn lesi karies yang tidak dapat direstorasi lagi merupakan indikasi pencabutan (missing indicated) .

  3. Fillig (F) dicatat bila adanya gigi dengan tambalan atau restorasi yang sempurna.

2.3 Indeks PUFA

  Karies gigi yang tidak dirawat merupakan masalah kesehatan umum yang mendunia. Namun hanya ada data yang terbatas akibat klinis karies gigi yang tidak dirawat karena tidak adanya cara untuk mengukur prevalensi dan keparahan kondisi oral akibat karies yang tidak dirawat. Ketidakmampuan indeks DMF untuk memberikan informasi mengenai akibat karies yang tidak dirawat seperti abses, yang

  7,23 bahkan lebih serius dari karies merupakan dasar dari perkembangan indeks PUFA.

  Indeks PUFA/ pufa adalah indeks yang digunakan untuk menilai adanya DMFT/dmft dan menilai adanya pulpa yang terpapar, ulserasi mukosa mulut, fistula atau juga abses. Lesi di sekitar jaringan mukosa mulut yang tidak diakibatkan oleh gigi dengan pulpa yang terpapar sebagai akibat dari karies tidak di catat atau diperhitungkan. Penilaian ini dilakukan secara visual tanpa menggunakan sebuah alat. Hanya satu nilai/ skor yang diberikan pada satu gigi. Apabila ada keraguan mengenai perluasan dari infeksi odontogenik, maka diberikan nilai dasar (P/p untuk keterlibatan pulpa). Jika gigi sulung dan pengganti gigi tetapnya sudah erupsi dan keduanya dalam tahap infeksi odontogenik, kedua gigi tersebut akan diberikan skor. Huruf besar untuk gigi permanen dan huruf kecil untuk gigi sulung. Kode dan kriteria untuk

  7,23-4

  indeks PUFA adalah sebgai berikut: P/p: Keterlibatan pulpa dicatat apabila kamar pulpa terbuka, kelihatan atau struktur korona gigi rusak karena proses karies atau hanya akar gigi yang sisa.

  Probing tidak dilakukan untuk mendiagnosa keterlibatan pulpa.

  U/u: Ulserasi karena trauma bagian tajam gigi, dicatat apabila sisi yang tajam dari gigi dengan keterlibatan pulpa atau sisa akar menyebabkan traumatik ulser di sekitar jaringan lunak seperti lidah atau mukosa bukal.

  F/f: Fistula dicatat bila ada saluran pus yang berhubungan dengan gigi yang memiliki keterlibatan pulpa. A/a: Abses dicatat jika terdapat pembengkakan yang mengandung pus yang berhubungan dengan gigi yang memiliki keterlibatan pulpa. Skor PUFA/pufa per orang dihitung sama seperti perhitungan DMFT. Skor setiap individu berkisar antara 0-20 untuk pufa gigi primer dan 0-32 untuk PUFA gigi permanen. Prevalensi PUFA/ pufa dihitung dalam bentuk persentase dari populasi

  7,24 dengan skor PUFA/ pufa.

2.4 Karakteristik Dewasa Muda

  Setelah mengalami masa kanak-kanak dan remaja yang panjang, seorang individu akan mengalami masa dimana ia telah menyelesaikan pertumbuhannya dan mengharuskan dirinya untuk berinteraksi dengan masyarakat bersama dengan orang waktu yang paling lama dalam rentang hidup yang ditandai dengan pembagiannya menjadi 3 fase yaitu; masa dewasa muda (dewasa awal), masa dewasa madya, dan

  3 masa dewasa lanjut (usia lanjut/ dewasa akhir).

  Secara umum, mereka yang tergolong dewasa muda ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Orang dewasa muda berada dalam masa transisi, baik transisi secara fisik (physically transition) transisi secara intelektual (cognitive transition),

  3

  serta transisi peran sosial (social role transition). Masa dewasa muda umumnya berada pada kondisi fisik dan intelektual yang baik. Pada masa ini, mereka membuat keputusan karir dan membentuk hubungan yang intim. Secara fisik seorang dewasa muda menampilkan profil yang sempurna dalam arti bahwa pertumbuhan dan

  3,4 perkembangan aspek-aspek fisiologis telah mencapai posisi puncak.

2.5 Kualitas Hidup

  Tidak mudah untuk mendefinisikan kualitas hidup secara tepat. Pengertian mengenai kualitas hidup telah banyak dikemukakan oleh para ahli, namun semua pengertian tersebut tergantung siapa yang membuatnya. Seperti halnya definisi sehat, yaitu tidak hanya berarti tidak ada kelemahan atau penyakit, demikian juga mengenai pkualitas hidup, kualitas hidup bukan berarti hanya tidak ada keluhan saja, akan tetapi masih ada hal-hal lain yang dirasakan oleh penderita, bagaimana perasaan penderita

  25 sebenarnya dan apa yang sebenarnya menjadi keinginannya.

  Pada umumnya kualitas hidup dapat didefinisikan sebagai tingkatan kesenangan. Kualitas hidup merupakan konsep yang lebih luas dari status kesehatan seseorang dan status sosial. Literatur menyatakan ada beberapa komponen yang terdapat dalam kualitas hidup yaitu kemampuan fungsional (meliputi kehidupan sehari-hari, kemampuan untuk bekerja), tingkat kualitas sosial dan intearaksi dalam

  26 masyarakat, kesehatan psikologi, kesehatan fisik dan kepuasan hidup.

  Yang dimaksud dengan kualitas hidup menurut World Health Organization (WHO) adalah persepsi seseorang dalam konteks budaya dan norma yang sesuai dengan tempat hidup orang tersebut serta berkaitan dengan tujuan, harapan, standar

  27

  dan kepedulian selama hidupnya. Kualitas hidup yang baik ditemukan pada seseorang yang dapat menjalankan fungsi dan perannya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik, sesuai tahap perkembangannya. Kualitas hidup individu dapat dilihat dari lima hal, yaitu produktivitas kerja, kapabilitas intelektual, stabilitas emosi, perannya dalam kehidupan sosial, serta ditunjukkan dengan adanya kepuasan hidup

  28 yang baik dari segi materi maupun nonmateri.

  Secara umum terdapat 5 bidang (domain) yang dipakai untuk mengukur kualitas hidup berdasarkan kuesioner yang dikembangkan oleh WHO (World Health

  

Organization ), bidang tersebut adalah kesehatan fisik, kesehatan psikologik,

  keleluasaan aktivitas, hubungan sosial dan lingkungan, sedangkan secara rinci

  25, 27, 29

  bidang-bidang yang termasuk kualitas hidup adalah sebagai berikut :

  1. Kesehatan fisik (physical health): kesehatan umum, nyeri, energi dan vitalitas, aktivitas seksual, tidur dan istirahat.

  2. Kesehatan psikologis (psychological health): cara berpikir, belajar, memori dan konsentrasi.

  3. Tingkat aktivitas (level of independence): mobilitas, aktivitas sehari-hari, komunikasi, kemampuan kerja.

  4. Hubungan sosial (social relationship): hubungan sosial, dukungan sosial.

  5. Lingkungan (environment): keamanan, lingkungan rumah, kepuasan kerja.

2.6 Kualitas Hidup dan Kesehatan Rongga Mulut

  Definisi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan dapat diartikan sebagai respons emosi penderita terhadap aktifis sosial, emosional, pekerjaan, dan hubungan antar keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan yang ada, adanya kepuasan melakukan fungsi fisik, sosial dan

  25 emosional serta kemampuan mengadakan sosialisasi dengan orang lain.

  Konsep kualitas hidup yang dimaksud dalam penulisan ini dikembangkan dari konsep sehat WHO, yaitu respons individu dalam kehidupan sehari-hari terhadap fungsi fisik, psikis, dan sosial akibat karies yang tidak dirawat yang dialami individu. Konsep ini menekankan pentingnya pengukuran fungsi bukan hanya tidak adanya

  26 penyakit.

  Dalam bidang kedokteran gigi, dampak kesehatan mulut pada kemampuan fungsi dan kesejahteraan individu (dimensi kualitas hidup) dikenal sebagai Oral

  

Quality of Life (OQoL) . Oral Quality of Life merupakan suatu konsep yang mencakup

  kedua dampak fungsi sosial dan psikologis dari penyakit gigi dan mulut terhadap kesejahteraan dan kualitas hidup. Untuk mendefinisikan Oral Quality of Life, juga menggunakan 3 dimensi yang sama

  International Collaborative Study (ICS) II

  yang digunakan untuk kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup, yaitu simtom fisik penyakit gigi dan mulut, persepsi kesejahteraan, kemampuan fungsi (fungsi sosial dan psikologis) yang disebabkan oleh masalah kesehatan mulut. Oral

  

Quality of Life ataupun Oral Health-Related to Quality of Life yang mempunyai

  indikator-indikator kualitas hidup dengan demikian dapat digunakan untuk menilai

  30 dampak kesehatan mulut terhadap kualitas hidup.

2.7 Pengukuran Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Rongga Mulut

  Kondisi kesehatan rongga mulut mempunyai dampak pada kualitas hidup karena dapat mempengaruhi fisik dan psikologis seseorang. Sejak tahun 1990-an, alat ukur kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan rongga mulut telah dikembangkan. Alat ukur untuk menilai kesehatan mulut terhadap kualitas hidup telah dikembangkan mulai 20 tahun yang lalu, antara lain ada yang ditujukan untuk anak-anak (Child Oral Health Quality of Life Questionnaire), usia lanjut

  

(Geriatric/General Oral Health Assessment Index/ GOHAI), Oral Health Impact

Profile (OHIP-49), Oral Health Impact Profile (OHIP-14) (short version), Oral

  31 Impact on Daily Performance (OIDP) , Orthognatic Quality of Life Questionnaire.

  a.

  Oral Health Impcat Profile (OHIP-49) OHIP merupakan sosiodental indikator yang menggunakan indeks yang telah diberi bobot untuk mengukur persepsi masyarakat mengenai dampak sosial dan

  32

  kehidupan sehari-hari akibat dari kelainan gigi dan rongga mulut. OHIP digunakan di tahun 1988 oleh Adult Dental Health survey.

  OHIP berdasar dari model konsep kesehatan rongga mulut menurut Locker yang mengklasifikasikan keparahan, disabilitas, serta hambatan, yang selanjutnya dimodifikasi secara eksklusif pada konsep ketidakmampuan dan hambatan. Slade and Spencer mengadaptasi dan mengusulkan tujuh dimensi pengaruh kelainan rongga mulut terhadap kualitas hidup, yaitu: keterbatasan fungsi, nyeri fisik, ketidaknyamanan psikologis, ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikologis, ketidakmampuan sosial dan hambatan (handicap). Setiap dimensi ini menilai 7 pertanyaan untuk jenis pengalaman masalah (totalnya 49 pertanyaan), menjadi OHIP-

  49. OHIP-49 ini menanyakan nilai pengaruh kesehatan rongga mulut mereka dalam

  33 dimensi yang berbeda dari kehidupan mereka.

  34 Gambar 2. Model konsep kesehatan rongga mulut Locker’s b.

  Oral Health Impact Profile -14

  Oral Health Impact Profile - 14 (OHIP -14) adalah metode terkenal yang

  digunakan untuk mengidentifikasi dimensi dalam Oral Hygine Related Quality of Life

  (OHRQoL), karena merupakan satu instrumen yang paling popular untuk mengukur persepsi masyarakat terhadap dampak gangguan oral dengan kesejahteraan sosial atau kualitas hidup. OHIP – 14 dikembangkan sebagai versi pendek dari OHIP - 49 yang diadaptasi dari kerangka WHO dan digunakan untuk mengklasifikasikan gangguan dan cacat pada rongga mulut. OHIP - 14 terdiri dari 14 item terorganisir dalam tujuh sub skala, yang menangani aspek kesehatan mulut yang dapat membahayakan fisik,

  33-4 psikologis dan kesejahteraan sosial.

  OHIP telah digunakan di banyak negara untuk mengevaluasi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan rongga mulut. OHIP-14 menanyakan responden untuk menilai pengaruh kesehatan rongga mulut pada dimensi yang berbeda dari kehidupan sehari-hari mereka. Untuk setiap pertanyaan OHIP-14, subyek ditanya seberapa sering mereka memiliki pengalaman pengaruh kelainan rongga mulut pada waktu terdahulu dengan menggunakan skala Likert, : 0 = tidak pernah, 1 = sangat jarang, 2 = kadang-kadang, 3 = lumayan sering, 4 = sangat sering. Rentang skornya dari 0 (“tidak pernah” pada setiap pertanyaan) hingga 56 (“sangat sering” pada setiap pertanyaan). Oleh karena itu, nilai OHIP-14 tertinggi menggambarkan pengaruh

  33-4 negatif dari kelainan rongga mulut pada kualitas hidup (QoL).

  Tabel 1. Indeks OHIP-14 No Dimensi Kualitas Hidup Butir Pertanyaan

  1. Keterbatasan fungsi Sulit mengucapkan kata Tidak dapat mengecap dengan baik

  2. Rasa sakit Sakit di rahang Tidak nyaman mengunyah

  3. Ketidaknyamanan psikis Merasakan ketegangan/ stres Merasa cemas/ khawatir

  4. Ketidakmampuan fisik Diet kurang memuaskan Terhenti makan karena sakit gigi

  5. Ketidakmampuan psikis Sulit merasa rileks Merasa malu

  6. Ketidakmampuan social Cepat marah dengan orang lain Sulit mengerjakan pekerjaan sehari-hari

  7. Hambatan Hidup terasa kurang memuaskan Tidak dapat berfungsi

2.6 Kerangka Konsep

  DMF-T:

  • Decay Missing Filling

  PUFA:

Dokumen yang terkait

Analisa Aspergillus fumigatus dengan Menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Kultur Pada Sputum Penderita Batuk Kronis

0 0 15

3. Gaji karyawan 4. Lainnya, sebutkan _ - Gambaran Perilaku Ibu Terhadap Pemeliharaan Kesehatan Gigi Pada Anak di SD Negeri 064023 Kemenangan Tani Medan Tahun 2015

0 0 16

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Gambaran Perilaku Ibu Terhadap Pemeliharaan Kesehatan Gigi Pada Anak di SD Negeri 064023 Kemenangan Tani Medan Tahun 2015

1 2 32

Gambaran Perilaku Ibu Terhadap Pemeliharaan Kesehatan Gigi Pada Anak di SD Negeri 064023 Kemenangan Tani Medan Tahun 2015

0 0 25

GAMBARAN PERILAKU IBU TERHADAP PEMELIHARAAN KESEHATAN GIGI PADA ANAK DI SD NEGERI 064023 KEMENANGAN TANI TAHUN 2015 Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

1 2 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Kajian Pemilihan Moda Transportasi Antara Angkutan Kota dengan Monorel Menggunakan Metode Stated Preference (Studi Kasus: Rencana Pembangunan Monorel Kota Medan)

0 2 33

BAB I PENDAHULUAN - Kajian Pemilihan Moda Transportasi Antara Angkutan Kota dengan Monorel Menggunakan Metode Stated Preference (Studi Kasus: Rencana Pembangunan Monorel Kota Medan)

0 1 8

KAJIAN PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI ANTARA ANGKUTAN KOTA DENGAN MONOREL MENGGUNAKAN METODE STATED PREFERENCE (STUDI KASUS : RENCANA PEMBANGUNAN MONOREL KOTA MEDAN) TUGAS AKHIR - Kajian Pemilihan Moda Transportasi Antara Angkutan Kota dengan Monorel Menggun

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pengaruh Fluktuasi Kenaikan BBM Terhadap Penjualan Pedagang Pasar Tradisional Perumnas Simalingkar

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Efisiensi - AnalisisPengaruh Efesiensi Modal Kerja Terhadap Tingkat Likuiditas Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 3 17