Kirtan Pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh Di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan: Kajian Struktur Tekstual Dan Melodi

(1)

KIRTAN

PADA IBADAH MINGGUAN MASYARAKAT SIKH

DI GURDWARA TEGH BAHADUR POLONIA MEDAN:

KAJIAN STRUKTUR TEKSTUAL DAN MELODI

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN

O L E H

NEHEMIA HERWINKA SILABAN NIM: 070707016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(2)

KIRTAN PADA IBADAH MINGGUAN MASYARAKAT SIKH DI GURDWARA TEGH BAHADUR POLONIA MEDAN: KAJIAN STRUKTUR MELODI DAN TEKSTUAL

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

NEHEMIA HERWINKA SILABAN NIM : 070707016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Muhamad Takari, M.Hum, Ph.D. Drs. Bebas Sembiring, M.Si. NIP. 196512211991031001 NIP.195703131991031001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam

bidang ilmu Etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(3)

PENGESAHAN

DITERIMA OLEH:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP

Panitia Ujian: Tanda Tangan

1. Drs, Muhammad Takari, M.A., Ph.D 2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd.

3.Drs. Bebas Sembiring, M.Si. 4.


(4)

DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196512211991031001


(5)

ABSTRAKSI

Melalui skripsi ini, penulis akan menganalisis Kirtan yang disajikan dalam ibadah mingguan masyarakat Sikh, di rumah ibadah Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan, dalam dua fokus utama yaitu tekstual dan melodi. Perlu diketahui bahwa Kirtan

merupakan istilah bahasa Sanskerta yang berarti kegiatan mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa. Kegiatan ini bisa berupa menyampaikan atau berbicara tentang keagungan-keagungan Tuhan Yang Maha Esa dan bisa berupa menyanyikan nama-nama suci Tuhan untuk mengagungkan Tuhan. Kirtan atau lebih lengkap lagi, sankirtan (mengagungkan bersama-sama atau beramai-ramai), adalah proses yang dianjurkan untuk mencapai kesucian dan kedamaian hati. Agama Sikh berdiri di penghujung abad ke-15 dan awal abad ke-16. Kata Sikh sendiri berarti “murid” atau “pengikut.”

Pendekatan yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun dalam proses kerjanya penulis melakukan pengamatan terlibat, peneliti sebagai partisipant observer, wawancara, studi pustaka (termasuk pustaka online dalam jejaring dunia maya), perekaman kegiatan, transkripsi, dan analisis laboratorium. Penelitian ini berfokus kepada pendapat informan dalam konteks studi emik, namun diimbangi dengan penafsiran-penafsiran berdasarkan kaidah ilmiah yang disebut dengan pendekatan etnik oleh penulis.

Dari metode dan teknik tersebut di atas didapatkan hasil penelitian sebagai berikut. (a) Teks Kirtan merupakan teks yang diambil dari kitab suci agama Sikh yang diberi nama Guru Granth Sahib. Isinya secara umum adalah puji-pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut dengan Waheguru. (b) Struktur melodinya secara umum adalah strofik yaitu melodi yang sama atau hampir sama menggunakan teks yang terus menerus berbeda, karena itu dapat diklasifikasikan sebagai musik logogenik. Tangga nada yang digunakan adalah berasal dari sistem raga India, khususnya menggunakan interval-interval mikrotonal. Ritmenya berdasar kepada sistem tala yang menggunakan meter 4 yang disebut dengan laghu. Dengan demikian, struktur melodi berakar dari tradisi musik India, khususnya Hindustani (India Utara).


(6)

ABSTRACT

Thoroughout this thesis, I will be analyzed Kirtan which is performing in Sikh socio-religious sosciety weekly praying in Gurdwara Tegh Bahadur Temple, Polonia Medan temple, especially in two main focuses, textual and melody. For the reader knowing, that Kirtan is a terminology in Sanskrit language which mean activity to praying the One God. This activity is fill by the religious chanting text which its thema about the Great of God and the Holy Name in Sikh religious systems. Kirtan or sankirtan mean praying in the group, which aim to the goal of the holy and peace heart. The Sikh relligion began in the end of 15th century or the first decade of 16th century. The word Sikh in the gramatical means as “student” or “followers.”

The scientific approaches, I use qualitative research method. In the work process the writer use partisipant observation as a partisipant observer, interview, literature study (and online literature in the internet), recording of activities, transcription, and laboratory analysis. This research focused in the informants view in the context of emic study, but I use the explain basic on scientific procedures which called etic approach.

Basic on these methods and technics, the writes discovere from this research as follows. (a) The Kirtan texts is come from Sikh Holy Book called Guru Granth Sahib. The thema of this texts are praying to The One God, called Waheguru. (b) The melodic structure, generally can be classified as strophic, which use same or near form melody and differetnt texts, we will be catogorized it as logogenic music. The Kirtan melodic basic on

raga system in India music culture, specifically use the microtonal intervals. The rhythm of Kirtan melody, basic on time dimensions tala system in India music, use meter 4 which called laghu. In generally, Kirtan melody can be speak rooted from India music tradition, especially Hindustani (North India) music.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala pujian dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih dan anugrah-Nya yang begitu besar yang telah menolong dan menyertai hidup penulis, memberikan kebaikan-kebaikan lebih dari penulis bayangkan dan minta. Bahkan dalam penyelesaian skripsi ini kekuatan dan pengertian yang baru penulis selelu peroleh dari-Nya. Skripsi ini berjudul “Studi Deskriptif Kirtan Pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh Di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan: Kajian Struktur Tekstual dan Melodi.” Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak hambatan yang penulis rasakan. Begitu juga dengan kejenuhan yang membuat penulis bosan dalam menyelesaikan skripsi ini. Namun, berkat orang-orang yang ada di sekitar penulis, membuat penulis kembali semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai, ayahanda Pdt. Antoni Silaban, M.Th. dan ibunda Ruslan Samosir. Terima kasih buat segala cinta kasih serta ketulusan kalian sehingga saya bisa seperti sekarang, terima kasih buat perhatian yang tak pernah putus-putus khususnya selama pengerjaan skripsi ini, terimakasih buat motivasi-motivasi yang kalian berikan sehingga saya tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih buat doa-doa yang kalian panjatkan sehingga saya mendapatkan kekuatan dan penghiburan dari Tuhan. Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada abang terkasih Eben Ezer Silaban, S.Sn dan juga kepada adik-adik Jepri Silaban, Philip Silaban, dan Joice Sania Silaban yang terkasih. Terimakasih buat doa, dukungan, dan semangat yang telah kalian berikan kepada saya.


(8)

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Begitu juga segenap jajaran di Dekanat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs. M. Takari, M.Hum., Ph.D. sebagai Ketua Departemen Etnomusikologi dan juga sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I penulis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk nasehat-nasehat, ilmu serta pengalaman yang telah Bapak berikan kepada saya selama berkuliah. Kiranya Tuhan selalu membalaskan semua kebaikan yang Bapak berikan. Kepada yang terhomat Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si. Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk perhatian, ilmu dan semua kebaikan yang Bapak berikan. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan Bapak.

Terima kasih juga kepada Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd. selaku sekretaris Departemen Etnomusikologi FIB USU, yang telah membantu lancarnya administrasi kuliah saya selama ini, serta ilmu yang diberikan. Begitu pula untuk Ibu Adry Wiyanni Ridwan, S.S., sebagai pegawai adminitrasi di Departemen Etnomusikologi FIB USU yang telah membantu semua urusan administratif dan pendekatannya.

Terima kasih juga ditujukan kepada yang terhormat seluruh seluruh staf pengajar Departemen Etnomusikologi USU yang telah banyak memberikan pemahaman-pemahaman baru dan wawasan kepada penulis selama penulis menjalani perkuliahan. Kepada seluruh dosen di Etnomusikologi, Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D., Ibu Drs. Heristina Dewi, M.Pd., Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Fadlin, M.A., Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Arifni Netrosa, SST,M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si., Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., Bapak Drs. Dermawan Purba, M.Si., Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum..


(9)

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu sekalian yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup Bapak/Ibu sekalian. Sungguh ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan karena telah belajar dari orang-orang hebat seperti Bapak/Ibu sekalian. Biarlah kiranya ilmu yang saya dapatkan dari bapak-ibu sekalian bisa saya aplikasikan dalam kehidupan dan pendidikan selanjutnya. Biarlah Tuhan membalaskan semua jasa-jasa Bapak/Ibu sekalian.

Kepada semua informan yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini; Ibu Raj Bir, Maninder Singh, dan Balwant Singh dan informan-informan lain yang tidak bisa saya sebutkan. Sungguh pengalaman yang berharga bisa berkenalan dengan kaum Sikh yang sangat ramah. Kiranya Tuhan membalaskan kebaikan kalian.

Kepada abang rohani dan sekaligus juga pemurid saya Daniel Limbong, S.Sn. yang yang senantiasa memotivasi, mendoakan, dan membantu saya bahkan dalam segala kesibukannya sekalipun. Kepada teman-teman KTB IMPERATIF Jepri Supomo Purba, S.E. dan Jansudin Saragih, S.S., walaupun kalian jauh dan sibuk dalam pekerjaan tapi tetap bisa memberikan waktu untuk mendoakan dan memotivasi saya. Serta kepada murid dan adik-adik rohani saya Daniel Zai, Denata Rajagukguk, dan Bincar Pasaribu terima kasih buat doa dan dukungan kalian.

Kepada semua Abang/kakak, adik-adik dan saudara/i saya di IMPERATIF (Ikatan Mahasiswa Pemimpin Rasional dan Kreatif) yang telah mengajari saya tentang proses hidup, segala suka dan duka bersama dengan kalian semakin mengasah karakter saya untuk menjadi pribadi yang benar dan dewasa, ucapan terima kasih mungkin tidak akan cukup untuk menggantikan semua itu. Semoga kita tetap setia kepada Tuhan Yesus dan tetap menjaga nilai-nilai kita yang sudah kita pelajari selama ini dimanapun kita berada.

Kepada rekan saya ketika penelitian yaitu Andro Mahardika, S.Sn. dan Marini Pratiwi Sinaga, S.Sn. terimakasih atas kerjasama yang telah kita bangun. Kepada saudara-saudari saya Etno 2007: Adi Suranta Ginting, Arah, Batoan Sihotang, Beripana Sitepu,


(10)

Bonggud Tyson Sidabutar, Chrismes Manik, Dussel, Evendy Waruwu, Freddy Purba, Fuad Tahan Simarmata, Jakup Sinulingga, Jaya Surbakti, Jeremia Barus, Kiki Alpinsyah, Risky Syahreza, Salmon Sembiring, Tumpal Saragih, terimakasih buat tahun-tahun yang telah kita miliki di Etnomusikologi. Saya sangat bangga bisa menjadi bagian orang-orang hebat seperti kalian. Sungguh pengalaman yang tidak terlupakan bisa menjadi bagian hidup kalian. Hal tersebut merupakan kenangan yang tidak bisa saya lupakan. Saya percaya kita semua akan menjadi orang-orang yang hebat. Semoga kita tetap bersahabat dan menjadi orang-orang yang berhasil di masa mendatang. Juga kepada senior dan junior di Etnomusikologi terutama stambuk 2004-2012 terimakasih buat hari-hari saya di perkuliahan yang begitu bersemangat karena kalian semua.

Terima kasih juga kepada teman-teman band saya, Old fellas dan The One Purpose; Paul Oktavianus Manik, Alfred William, Richard, Risa Hutapea dan bang Sophian. Saya sangat bangga dan terhormat bisa bermain musik bersama-sama dengan kalian, semoga cita-cita kita kedepan dapat terwujud. Kepada seluruh teman-teman saya di GSJA Sukacita Polonia dan keluarga yang selalu mendoakan saya, saya mengucapkan terimakasih buat seluruh doa dan dukungannya.

Medan, Desember 2012 Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI V

ABSTRACT Vi

KATA PENGANTAR Vii

DAFTAR ISI Viii

DAFTAR TABEL Xiii

DAFTAR GAMBAR Xiv

DAFTAR BAGAN Xv

DAFTAR ISTILAH Xvi

BAB I: PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Pokok Permasalahan 11

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 12

1.3.1 Tujuan Penelitian 12

1.3.2 Manfaat Penelitian 12

1.4 Konsep dan Teori 13

1.4.1 Konsep 13

1.4.2 Teori 16

1.5 Metode Penelitian 19

1.5.1 Studi Kepustakaan 19

1.5.2 Penelitian Lapangan 21

1.5.2.1 Observasi 22

1.5.2.2 Wawancara 22

1.5.2.3 Perekaman atau Dokumentasi 23

1.5.3 Kerja Laboratorium 24

1.6 Lokasi Penelitian 24

BAB II: MASYARAKAT SIKH DI KOTA MEDAN YANG HETEROGEN

26

2.1 Gambaran Umum Kota Medan 26

2.1.1 Letak Geografis Kota Medan 26

2.1.2 Iklim 26

2.1.3 Luas Wilayah 27

2.1.4 Demografi 28

2.2 Kedatangan Ajaran Sikh di Kota Medan 29 2.2.1 Populasi Masyarakat Penganut Agama Sikh 31

2.2.2 Sistem Kekerabatan 32

2.2.3 Sistem Mata Pencaharian 33

2.2.4 Bahasa 36

2.3 Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur 37

2.3.1 Definisi Sikh 37

2.3.2 Pokok Ajaran Sikh 38

2.3.3 Ciri-ciri penampilan Pengikut Agama Sikh 39


(12)

2.4 Gurdwara Tegh Bahadur 41 2.4.1 Riwayat Singkat Guru Tegh Bahadur 41 2.4.2 Riwayat Singkat Gurdwara Tegh Bahadur 42 2.4.3 Komponen dan Denah Bangunan Gurdwra Tegh Bahadur 42 BAB III DESKRIPSI KIRTAN PADA IBADAH MINGGU SIKH 49

3.1 Pengertian Kirtan 49

3.2 Komponen Ibadah 51

3.2.1 Tempat Ibadah 51

3.2.2 Waktu Ibadah 51

3.2.3 Benda dan Peralatan Ibadah 52

3.2.4 Pemimpin dan Peserta Ibadah 52

3.3 Jenis Musisi dalam Sikh 54

3.3.1 Rababi 54

3.3.2 Ragi 54

3.3.3 Dhadhi 55

3.4 Tujuan Mengadakan Ibadah 56

BAB IV ANALISIS TEKSTUAL 57

4.1 Pengenalan 57

4.2 Logogenik 58

4.3 Analisis Semiotik Tekstual Kirtan 59

BAB V LATAR BELAKANG BUDAYA MUSIK, TRANSKRIPSI DAN ANALISIS 66

5.1 Kebudayaan Musik India 66

5.2 Teknik Transkripsi 69

5.2.1 Simbol dalam Notasi 70

5.3 Analisis Melodi 72

5.3.1 Tangga Nada (Scale) 72

5.3.2 Nada Dasar (Pitch Center) 73

5.3.3 Wilayah Nada (Range) 74

5.3.4 Jumlah Nada (Frequency of Note) 74

5.3.5 Jumlah Interval 75

5.3.6 Pola Kadensa (Cadence Patterns) 76

5.3.6.1 Pola yang terdapat di akhir Melodi 76

5.3.6.2 Pola yang terdapat di pertengahan Melodi 76

5.4 Formula Melodik (Melody Formula) 76

5.4.1 Analisik Bentuk, Frasa, dan Motif pada Kirtan 77

5.4.2 Kontur (Contour) 79

5.5 Analisis Siklus Ayat-ayat Amrit Kirtan Halaman 363 80

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 84

5.1 Kesimpulan 84

5.2 Saran 85

Daftar Pustaka 87


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Medan 27

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2010

28 Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Kota Medan Berdasarkan Agama dan

Persentasenya

29 Tabel 2.4 Toko Sports milik masyarakat Sikh di Kota Medan 35

Tabel 2.5 Hari-hari Besar Agama Sikh 40


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pria dan Wanita Sikh 39

Gambar 2.2 Gurdwara Tegh Bahadur Polonia 42

Gambar 2.3 The Guru Throne 43

Gambar 2.4 Chanani Sahib 43

Gambar 2.5 Rumalla 44

Gambar 2.6 Palki Sahib 45

Gambar 2.7 Nishan Sahib 45

Gambar 2.8 Chaur Sahib 46

Gambar 2.9 Langar atau tempat makan di Gurdwara 47

Gambar 2.10 Makanan dan minuman di Langar 47

Gambar 2.11 Denah Lokasi Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan.

48

Gambar 3.1 Pemusik yang Sedang Melakukan Kirtan 51 Gambar 3.2 Altar Tempat Pemusik yang Sejajar dengan Chanani 52 Gambar 3.3 Pengikut Sikh sedang Memberikan Persembahan 52


(15)

DAFTAR BAGAN


(16)

DAFTAR ISTILAH

Amrit Kirtan Kitab yang berisi lagu-lagu Kirtan yang liriknya diambil dari kitab Guru Granth Sahib.

Analisis Penguraian suatu pokok permasalahan atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

Ardas Doa.

Asadivaar nyanyian yang dibawakan di awal ibadah, berisi 24 bait yang dikutip dari Guru Granth Sahib, lirik pada

Asadivaar tidak dapat berubah, selalu sama pada setiap ibadah, tetapi melodi musiknya tergantung pada pemusik yang membawakan Asadivaar tersebut

Balada sajak sederhana yang mengisahkan cerita rakyat yang mengharukan, terkadang dinyanyikan dan terkadang berupa dialog.

Bhai Sebutan untuk pemimpin agama Sikh.

Chanani Kanopi yang menutupi Sri Guru Granth Sahib Ji.

Chanting Pembacaan Kitab yang dilantunkan secara musikal.

Chaur sahib Bendera Sikh.

Dhadhi Kelompok musisi Sikh yang terbentuk dari masyarakat

awam sebagai bentuk perjuangan atas tiarani penguasa muslim di Punjabi India.

Gurdwara Tempat beribadah agama Sikh.

Gurmukhi Aksara Sikh.

Golak sistem manajemen keuangan di setiap gurdwara

Gurbani Firman Tuhan.

Hymne Nyanyian pujian.

Ilmiah Memenuhi syarat ilmu pengetahuan. Identifikasi Tanda pengenalan diri.

Kirtan Pembacaan Kitab Suci Sikh secara musikal.

Kaur Nama belakang yang dipakai untuk perempuan Sikh.

Khalsa Peraturan pada agama Sikh.

Katha Membaca Sri Guru Granth Sahib Ji dan menjelaskan.

Kesh Rambut panjang yang tidak dipangkas.

Kangha Sisir.

Kara Gelang besi

Kachha Celana panjang dalam

Kirpan Pedang atau pisau kecil.

Kirt temai Memperoleh penghasilan dengan bekerja keras, kreatif, produktif dan jujur.

Langar Dapur bebas yang terletak di setiap gurdwara.

Logogenic Nyanyian yang lebih mementingkan kata-kata daripada

melodi.

Majemuk Terdiri dari beberapa bagian atau beragam.

Musikal Bersifat musik.

Manji sahib Tempat tidur kecil untuk meletakkan Sri Guru Granth Sahib Ji.


(17)

Naam Japna Mengingat nama Tuhan dengan beribadah.

Nam Nama Tuhan.

Nishan sahib Serat buatan manusia yang ditempelkan dalam logam yang ditempatkan di pegangan kayu.

Patrilineal Garis keturunan ditentukan oleh seorang laki-laki.

Palki sahib Tempat Sri Guru Granth Sahib Ji.

Pribumi Penghuni asli.

Rababi Kelompok musisi yang berkembang di zaman Guru

Nanak.

Ragi Kelompok musisi yang dimulai oleh Guru Arjan

bertugas untuk melakukan Kirtan didalam dan diluar India.

Religi Suatu kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati diatas manusia.

Referensi Sumber acuan.

Rumala Kain untuk menutupi Sri Guru Granth Sahib Ji.

Sangat Lembaga suci.

Sabad Himne religius yang terdapat dalam Sri Guru Granth

Sahib Ji.

Sat Kebenaran abadi.

Singh Nama belakang yang dipakai untuk laki-laki Sikh.

Stropic Nyanyian atau melodi yang diulang dengan teks yang

berbeda.

Sikh Agama yang berasal dari daerah Punjab oleh Guru

Nanak pada abad ke-16.

Suku bangsa Golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan budaya.

Sri Guru Granth

Sahib Ji Kitab suci agama Sikh

Tekstual Yang berhubungan dengan teks.

Vaar syair pujian kepahlawan atau balada yang umumnya menceritakan legenda seperti cerita pahlawan rakyat Punjabi atau peristiwa sejarah.

Vaisakhi Hari jadi agama Sikh.

Waheguru Sebutan Tuhan dalam agama Sikh.

Wand Chekna Membagikan makanan atau makan bersama-sama

.


(18)

ABSTRAKSI

Melalui skripsi ini, penulis akan menganalisis Kirtan yang disajikan dalam ibadah mingguan masyarakat Sikh, di rumah ibadah Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan, dalam dua fokus utama yaitu tekstual dan melodi. Perlu diketahui bahwa Kirtan

merupakan istilah bahasa Sanskerta yang berarti kegiatan mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa. Kegiatan ini bisa berupa menyampaikan atau berbicara tentang keagungan-keagungan Tuhan Yang Maha Esa dan bisa berupa menyanyikan nama-nama suci Tuhan untuk mengagungkan Tuhan. Kirtan atau lebih lengkap lagi, sankirtan (mengagungkan bersama-sama atau beramai-ramai), adalah proses yang dianjurkan untuk mencapai kesucian dan kedamaian hati. Agama Sikh berdiri di penghujung abad ke-15 dan awal abad ke-16. Kata Sikh sendiri berarti “murid” atau “pengikut.”

Pendekatan yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun dalam proses kerjanya penulis melakukan pengamatan terlibat, peneliti sebagai partisipant observer, wawancara, studi pustaka (termasuk pustaka online dalam jejaring dunia maya), perekaman kegiatan, transkripsi, dan analisis laboratorium. Penelitian ini berfokus kepada pendapat informan dalam konteks studi emik, namun diimbangi dengan penafsiran-penafsiran berdasarkan kaidah ilmiah yang disebut dengan pendekatan etnik oleh penulis.

Dari metode dan teknik tersebut di atas didapatkan hasil penelitian sebagai berikut. (a) Teks Kirtan merupakan teks yang diambil dari kitab suci agama Sikh yang diberi nama Guru Granth Sahib. Isinya secara umum adalah puji-pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut dengan Waheguru. (b) Struktur melodinya secara umum adalah strofik yaitu melodi yang sama atau hampir sama menggunakan teks yang terus menerus berbeda, karena itu dapat diklasifikasikan sebagai musik logogenik. Tangga nada yang digunakan adalah berasal dari sistem raga India, khususnya menggunakan interval-interval mikrotonal. Ritmenya berdasar kepada sistem tala yang menggunakan meter 4 yang disebut dengan laghu. Dengan demikian, struktur melodi berakar dari tradisi musik India, khususnya Hindustani (India Utara).


(19)

ABSTRACT

Thoroughout this thesis, I will be analyzed Kirtan which is performing in Sikh socio-religious sosciety weekly praying in Gurdwara Tegh Bahadur Temple, Polonia Medan temple, especially in two main focuses, textual and melody. For the reader knowing, that Kirtan is a terminology in Sanskrit language which mean activity to praying the One God. This activity is fill by the religious chanting text which its thema about the Great of God and the Holy Name in Sikh religious systems. Kirtan or sankirtan mean praying in the group, which aim to the goal of the holy and peace heart. The Sikh relligion began in the end of 15th century or the first decade of 16th century. The word Sikh in the gramatical means as “student” or “followers.”

The scientific approaches, I use qualitative research method. In the work process the writer use partisipant observation as a partisipant observer, interview, literature study (and online literature in the internet), recording of activities, transcription, and laboratory analysis. This research focused in the informants view in the context of emic study, but I use the explain basic on scientific procedures which called etic approach.

Basic on these methods and technics, the writes discovere from this research as follows. (a) The Kirtan texts is come from Sikh Holy Book called Guru Granth Sahib. The thema of this texts are praying to The One God, called Waheguru. (b) The melodic structure, generally can be classified as strophic, which use same or near form melody and differetnt texts, we will be catogorized it as logogenic music. The Kirtan melodic basic on

raga system in India music culture, specifically use the microtonal intervals. The rhythm of Kirtan melody, basic on time dimensions tala system in India music, use meter 4 which called laghu. In generally, Kirtan melody can be speak rooted from India music tradition, especially Hindustani (North India) music.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki budaya, yang digunakan sebagai respon dalam menjawab tantangan alam. Kebudayaan ini mencakup semua unsurnya seperti bahasa, organisasi sosial dan politik, teknologi, pendidikan, ekonomi, kesenian, dan agama atau sistem religi. Kesemua unsur ini diwujudkan dalam bentuk gagasan atau ide, aktivitas atau kegiatan, dan juga benda-benda atau artefak.

Dalam sistem religi misalnya, sebelum datangnya agama-agama besar dunia di Sumatera Utara, masyarakat di kawasan ini mempercayai adanya makhluk-makhluk gaib yang menghuni tempat-tempat tertentu. Mereka juga mempercayai roh-roh nenek moyang yang dapat membantu menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupannya. Oleh karena itu mereka selalu memuja roh-roh nenek moyangnya. Sistem kepercayaan dinamisme dan animisme seperti itu masih dapat dilacak sisa-sisanya pada berbagai sistem religi yang dianut masyarakat natif Sumatera Utara, misalnya dalam Pemena, Parmalim, atau juga Perbegu.

Setelah datangnya agama-agama besar dunia seperti Hindu, Budha, Islam, dan Kristen, maka sebahagian besar etnik di Sumatera Utara menganut agama ini, terutama Islam dan Kristen (Protestan dan Katolik). Namun berbagai unsur agama Hindu juga masih bisa dilacak dalam kebudayaan etnik di Sumatera Utara ini. Berbagai konsep dan terapan agama Hindu ini wujud dalam sistem religi Pemena. Begitu juga adanya hubungan budaya Hindu dengan masyarakat di Sumatera Utara


(21)

dapat dilacak melalui keturunan seperti marga Sembiring Brahmana, Colia, juga berbagai terminologi yang berkaitan dengan peradaban India sperti debata, nariiti, daksina, dan lainnya. Juga dalam bentuk artefak seperti Candi Portibi di Tapanuli bahagian Selatan.

Namun demikian, Sumatera Utara sebagai daerah tujuan migrasi berbagai etnik Nusantara dan Dunia, mengalami berbagai polarisasi keagamaan. Masyarakat natifnya menganut agama Islam dan Kristen, dengan berbagai kontinuitasnya yang diperoleh dari masa animisme, Hindu, dan Budha. Selain itu ada pula kelompok-kelompok etnik pendatang yang membawa budaya dan agamanya di kawasan ini. Misalnya orang Bali membawa agama Hindu Dharma Bali, orang-orang dari Indonesia Timur membawa agama Kristen Protestan yang terintegrasi dalam Gereja Protestan Indonesia Bahagian Barat (GPIB), orang-orang Tionghoa yang membawa agama Budha (berkarakter budaya China) juga Taoisme, Konfusianisme, dan lainnya. Demikian pula masyarakat yang berasal dari India seperti suku Tamil, Hindustani, dan lainnya membawa agama Hindu, Islam, dan Sikh, yang tentu saja berkarakter budaya India. Melalui skripsi ini penulis akan mengkaji keberadaan masyarakat beragama Sikh yang nenek moyangnya berasal dari India, khususnya aktivitas pembacaan Kirtan pada ibadah mingguan di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan, dengan fokus perhatian pada kajian struktur melodis dan tekstual.

Sikh merupakan agama yang berasal dari Punjab India yang didirikan oleh Guru Nanak Dev Ji1

1

Guru Nanak Dev Ji adalah Guru pertama dan juga salah satu pendiri agama Sikh. Beliau hidup di masa pertengahan abad kelima belas sampai tiga dasawarsa awal abad keenambelas. Beliau dianggp orang suci, yang membawa perintah-perintah Tuhan Yang maha Esa untuk keselamatan manusia baik di dunia maupun di akhirat nantinya.

(1469-1539) pada akhir abad 15 dan awal abad 16. Tujuan ia mendirikan agama baru ini adalah menjadikan semua agama yang diterima oleh semua orang India (agar tidak terjadi konflik antara Islam dan Hindu), dengan


(22)

demikian ia menggabungkan ciri-ciri terbaik agama Hindu dan Islam, yaitu memakai ritual keagamaan terutama dari agama Hindu dan memiliki konsep monoteisme (bertuhan satu saja) seperti agama Islam.

Sikh berkembang dengan pesat dan menyebar ke hampir seluruh wilayah dunia, dan tidak terkecuali dengan Indonesia. Masuk melalui pedagang-pedagang India asal Punjabi pada awal abad 19. Sikh bertahan sebagai suatu agama yang dianut oleh kebanyakan suku bangsa Punjabi yang tinggal dan hidup di Indonesia. Di Indonesia, agama Sikh berada di bawah naungan Parisada Hindu Dharma Indonesia.

Tengku Luckman Sinar (1991) menyatakan bahwa dalam tahun 1930 sudah lebih dari 5000 orang masyarakat Sikh tersebar di Sumatera Utara antara lain Medan, Binjai, Lubuk Pakam, Kisaran, Pematang Siantar, Perbaungan, Tebing Tinggi, dan lain-lain. Suku bangsa Punjabi yang ada di Sumatera Utara ini juga membawa serta kebudayaannya antara lain: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian (Koentjaraningrat 1980:203-204).

Ada tiga bagian dalam setiap ibadah Sikh, yaitu : (1) Asadivaar, (2) Kirtan, dan (3) Ardas. Asadivaar, adalah nyanyian yang dibawakan di awal ibadah, berisi 24 bait yang dikutip dari Guru Granth Sahib,2

Kirtan adalah bagian kedua pada ibadah Sikh, Kirtan lebih bersifat kontekstual, artinya lirik dan melodi tergantung pada upacara/ibadah apa yang

lirik pada Asadivaar tidak dapat berubah, selalu sama pada setiap ibadah, tetapi melodi musiknya tergantung pada pemusik yang membawakan Asadivaar tersebut.

2

Guru Granth Sahib adalah nama kitab suci agama Sikh, isinya berasal dari ajaran-ajaran 10 guru pendiri agama tersebut yang terdiri dari 1430 halaman. Agak berbeda dengan agama-agama lain seperti Kristen yang kitab sucinya adalah Injil (Bibel), Islam kitab sucinya Al-Qur’an, Yahudi kitab sucinya Taurat, maka umat Sikh memandang kitabnya adalah rangkaian yang terintegrasi dengan para sepuluh gurunya. Bahkan Kitab Guru Granth Sahib ini merupakan “guru yang kesebelas.”


(23)

sedang berlangsung di Gurdwara. Apabila upacara kematian maka lirik dan melodi musiknya akan terdengar sedih, sedangkan apabila upacara perkawinan isinya akan tentang kebahagiaan, setiap liriknya diambil dari Guru Granth Sahib.

Kemudian Ardas adalah bagian terakhir pada setiap ibadah umat Sikh. Ardas

adalah pembacaan ayat tanpa menggunakan alat musik oleh Bhai.3

Ardas, Kirtan, dan Asadivaar merupakan cara masyarakat Sikh untuk dekat kepada Waheguru.

Gaya membacanya dapat dideskripsikan sebagai teknik chanting yaitu penyajian teks-teks keagamaan yang dibawakan secara melodis.

Menurut penjelasan para informan, setiap harinya penganut agama Sikh di India melakukan ketiga bagian ibadah ini di Gurdwara. Di Indonesia agak berbeda, yaitu dipusatkan pada hari minggu di setiap Gurdwara, karena hari tersebut adalah hari libur nasional.

4

Dalam hal ini penulis tertarik untuk mengkaji tentang Kirtan pada Ibadah mingguan Sikh. Kirtan merupakan salah satu ritual penting dalam kehidupan keagamaan Sikh yang diturunkan oleh kesepuluh Guru

Asadivaar dan Kirtan adalah nyanyian yang diiringi oleh melodi musik harmonium, ritme tabla, dan terkadang juga dengan iringan simbal kecil sebagai pembawa tempo. Sedangkan Ardas merupakan doa penutup yang berisi permohonan maaf sekiranya saat ibadah mereka melakukan kesalahan dan harapan mereka terhadap Waheguru.

5

3

Istilah ini merujuk kepada pengertian yaitu pendeta pada agama Sikh. Tgas pokoknya adalah menyampaikan ajaran-ajaran guru Sikh kepada umatnya. Juga mempimpin ibadah-ibadah agama Sikh baik di Gurdwara atau tempat-tempat lainnya.

4

Waheguru adalah nama Tuhan penganut agama Sikh. Penyebutan nama-nama Tuhan ini, dalam konteks agama-agama di dunia juga muncul berbagai sebutan. Dalam agama Islam, Tuhan mereka disebut dengan Allah. kemudian pada umat Yahudi, Tuhan ini disebut dengan Yahweh. Dalam agama Hindu Tuhan Yang Maha Kuasa disebut dengan Sang Hyang Widhi (dalam agama Hindu Dharma Bali ditambahi dengan Sang Hyang Widhi Wase). Dalam religi Parrmalim di Sumatera Utara, Tuhan disebut dengan Debata Mula Jadi na Bolon.

pendiri agama ini. Kirtan

5

Dalam konteks sejarah dan kepercayaan agama Sikh ini ada sepuluh guru dalam ajaran Sikh, yaitu: (1) Sri Guru Nanak Dev Ji, (2) Sri Guru Anggad Dev Ji, (3) Sri Guru Amardas Ji, (4) Sri


(24)

merupakan istilah bahasa Sanskerta yang berarti kegiatan mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa. Kegiatan ini bisa berupa menyampaikan atau berbicara tentang keagungan-keagungan Tuhan Yang Maha Esa dan bisa berupa menyanyikan nama-nama suci Tuhan untuk mengagungkan Tuhan. Kirtan atau lebih lengkap lagi,

Sankirtan (mengagungkan bersama-sama atau beramai-ramai), adalah proses yang dianjurkan di dalam Kitab Veda6

Dalam Kirtan mereka menyanyikan Gurbani

untuk mencapai kesucian dan kedamaian hati.

7

yang berasal dari kitab Guru Granth Sahib dan buku Amrit Kirtan8

Gurdwara

. Gurbani merupakan peninggalan dari kesepuluh Guru Sikh pendahulu mereka. Bhai menyanyikan Kirtan sambil memainkan harmonium, dan diiringi dengan pemain tabla oleh Bhai yang lain sambil menyanyikan Kirtan. Setiap orang dapat melakukan Kirtan, tidak ada batasan dan aturan tertentu dalam melakukannya. Saat Bhai melakukan Kirtan, para jemaah dapat juga menyanyikannya bersama-sama.

9

Guru Raamdas Ji, (5) Sri Guru Arjan Dev Ji, (6) Sri Guru Hargobind Sahib Ji, (7) Sri Guru Har Rai Ji, (8) Sri Guru Har Krishan Sahib Ji, (9) Sri Guru Tegh Bahadur Sahib Ji, (10) Sri Guru Gobind Singh Ji.

6

Kitab suci agama Hindu disebut Veda atau dalam sebutan bahasa Indonesia Weda. Kitab initerdiri dari: Rig Veda, Yajur Veda, Atharva Veda, dan Sama Veda. Menurut Malm (1977) Rig Veda adalah teks suci keagaamn Hindu dalam bentuk yang paling awal dan tetap dipertahankan. Beberapa teksnya dirancang kembali dalam bentuk yang disebut Yajur Veda. Sama Veda terdiri dari teks-teks pilihan dari sumber yang yang dipergunakan pada upacara keagamaan Hindu. Atharva Veda adalah sekumpulan teks-teks yang berbeda, diturunkan dari magik keagamaan rakyat dan mantera-mantera. Rig Veda dan Sama Veda di India dapat dianalogikan dengan lagu-lagu tradisi keagamaan di barat pada Gereja Katolik dan Kristen Ortodoks, meskipun kedua bentuk ini nyatanya dipertunjukkan dan diketahui oleh hanya sekelompok orang tertentu saja. Teks-teks dan teori awalnya dianggap sebagai dasar dari beberapa gaya yang lebih akhir.

7

Gurbani adalah tulisan suci kaum Sikh, Gurbani dapat diartikan juga sebagai kata-kata Tuhan. Gurbani ini dipandang sebagai wahyu dan perkataan Tuhan yang dijelmakan dalam bentuk tulisan, yang diajarkan dari satu generasi ke generasi umat Sikh berikutnya.

8

Amrit Kirtan adalah buku yang berisikan lirik-lirik Kirtan yang diambil dari kitab induknya yaitu Guru Granth Sahib.

9

Gurdwara adalah tempat beribadah kaum Sikh, wara artinya gerbang, Gurdwara atinya gerbang menuju Guru. Gurdwara dapat dikenali dari jauh dengan tiang bendera yang tinggi yang diujungnya berkibar bendera Nishan Sahib (bendera kaum Sikh).

(tempat ibadah Sikh) merupakan pusat peribadatan kaum Sikh, setiap minggunya selalu ada ibadah yang dilakukan disini. Dimulai dari kegiatan


(25)

walaupun tidak semua hal dipertahankan seperti aslinya, misalnya kegiatan Asadivar

yang seharusnya dilakukan pada pagi-pagi subuh sebelum matahari terbit tetapi pada

Gurdwara Polonia dilakukan pada pukul 09.00 WIB untuk menunggu kedatangan umat terlebih dahulu.10

Berdasarkan wawancara dengan Maninder Singh dan Balwant Singh (Bhai

sementara di Gurdwara Tegh Bahadur), setiap orang dapat melakukan Kirtan, mereka dapat melakukannya di mana saja dan kapan saja, walaupun ternyata setelah wawancara lebih lanjut Kirtan itu dinyanyikan berdasarkan waktu-waktu tertentu.

Kirtan adalah cara dimana manusia mendekatkan diri kepada Tuhan, dalam Kirtan

kita memuji Tuhan, memuliakan keagungan dan kebesaran Tuhan. Pada umumnya melodi yang dimainkan tetap atau berulang-ulang, tetapi teksnya berubah-ubah. Ini disebut strofik. Atau dengan kata lain, Kirtan lebih mengutamakan kata-kata dibandingkan melodi atau disebut logogenic (logogenik).11

Menurut Koentjaraningrat, dalam melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan religi, didorong oleh suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut dengan emosi keagamaan (religious emotion), yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi (Koentjaraningrat 1990: 376-378). Emosi keagamaan

10

Berdasarkan pengamatan lapangan dan wawancara yang penulis lakukan dengan para informan dan jemaah di Gurdwara Tegh Bahadur.

11Yang dimaksud logogenik adalah satu kebudayaan musik etnik atau musik dunia,

yang ciri khas utamanya adalah menggunakan dan menumpukan teks yang dikomunikasikan secara verbal. Biasanya menggunakan salah satu atau perpaduan unsur-unsur ritme, melodi, atau harmoni. Dalam kebudayaan musik logogenik ini, unsur sastra dan folklor mendapat peranan penting. Namun agak berbeda dengan bahasa sehari-hari, teks dipertunjukan melalui lagu bukan bahasa sehari-hari. Dengan demikian nyanyian jenis ini selalu menggunakan bahasa yang digayakan dan mengandung unsur-unsur perlambangan. Ada kalanya bersifat rahasia seperti pada mantra. Seterusnya, jika sebuah kebudayaan musik mengutamakan aspek melodi atau ritme saja, bukan menekankan kepada teks, maka musik seperti ini dapat dikategorikan sebagai budaya musik melogenik. Musik seperti ini, lebih menumpukan pertunjukan pada aspek komunikasi bukan lisan terutama menggunakan dimensi waktu dan ruang. Untuk mengkaji makna yang diungkapkan melalui ritme, melodi, atau bunyi-bunyian lainnya, diperlukan pemahaman dan penafsiran dengan cara menelitinya, terutama apa yang ingin dikomunikasikan pencipta musik atau senimannya, yang bisa dijejaki melalui pemikiran mereka (lihat Malm, 1977).


(26)

yang mendorong tindakan-tindakan yang bersifat religi ini tampak pada Kirtan yang dilantunkan secara musikal atau yang mengandung kombinasi nada, ritme, dan dinamika yang dilakukan masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur di Kelurahan Polonia Medan.

Dari kenyataan religius, sosial, dan budaya seperti tergambar di atas, maka pembacaan Kirtan dalam ibadah mingguan umat Sikh di Medan amatlah menarik untuk dikaji menurut etnomusikologi, sebagai ilmu dasar penulis selama kuliah di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Bahwa pembacaan Kirtan mengandung unsur-unsur musik baik dimensi ruang maupun waktu. Lebih menarik lagi secara sainntifik Kirtan ini memiliki dimensi religius, sejarah, sosial, dan budaya.

Etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan, dengan terang-terangan dinobatkan oleh para ilmuwannya berada dalam dua kelompok disiplin, yaitu ilmu humaniora dan ilmu sosial sekali gus. Etnomusikologi memberikan kontribusi keunikannya dalam hubungannya bersama aspek-aspek ilmu pengetahuan sosial dan aspek-aspek ilmu humaniora, dalam caranya untuk melengkapi satu dengan lainnya, mengisi penuh kedua pengetahuan itu. Keduanya akan dianggap sebagai hasil akhir darinya sendiri; keduanya dipertemukan menjadi pengetahuan yang lebih luas (Merriam, 1964).

Disiplin etnomusikologi biasanya secara tentatif paling tidak menjangkau lapangan-lapangan studi lain sebagai suatu sumber stimulasi (stimulus) baik terhadap etnomusikologi itu sendiri maupun disiplin saudaranya. Ada beberapa cara yang dapat dijadikan nilai pemecahan terhadap masalah-masalah ini. Studi teknis dapat memberitahukan kita banyak tentang sejarah kebudayaan. Fungsi dan penggunaan musik adalah sebagai suatu yang penting dari berbagai aspek lainnya pada


(27)

kebudayaan, untuk mengetahui kerja suatu masyarakat. Musik mempunyai interelasi dengan berbagai tumpuan budaya; ia dapat membentuk, menguatkan, saluran sosial, politik, ekonomi, linguistik, religi, dan beberapa jenis perilaku lainnya. Teks nyanyian melahirkan beberapa pemikiran tentang suatu masyarakat, dan musik secara luas dipergunakan sebagaimana analisis makna terhadap prinsip struktur sosial. Etnomusikolog seharusnya tidak bisa menghindarkan diri dengan masalah-masalah simbolisme (perlambangan) di dalam musik, pertanyaan tentang hubungan antara berbagai seni, dan semua kesulitan pengetahuan apa itu estetika dan bagaimana strukturnya. Ringkasnya, masalah-masalah etnomusikologi bukan hanya terbatas kepada teknik semata--tetapi juga tentang perilaku manusia. Etnomusikologi juga tidak sebagai sebuah disiplin yang terisolasi, yang memusatkan perhatiannya kepada masalah-masalah esoterisnya saja, yang tidak dapat diketahui oleh orang selain yang melakukan studi etnomusikologi itu sendiri. Tentu saja, etnomusikologi berusaha mengkombinasikan dua jenis studi, untuk mendukung hasil penelitian, untuk memecahkan masalah-masalah spektrum yang lebih luas, yang mencakup baik ilmu humaniora ataupun sosial.

Ilmu pengetahuan humaniora lebih memfokuskan perhatian kepada nilai-nilai kemanusiaan dibandingkan dengan ilmu pengetahuan sosial, dan lebih menaruh perhatian kepada nilai kebebasan dalam mendeskripsikan perilaku manusia. Pernyataan ini, secara umum memang benar, yang kembali mendiskusikan dan menanyakan metode-metode dari menanyakan muatan lapangan studinya. Begitu juga, penting untuk menyatakan bahwa ilmu pengetahuan humaniora sangat melibatkan nilai-nilai, dan ini menjadi titik kuncinya. Dengan demikian, fokus ilmu-ilmu humaniora dibangun di atas kritik pengujian dan evaluasi dari produk manusia di dalam urusan kebudayaan (seni, musik, sastra, filsafat, dan religi), sedangkan


(28)

fokus ilmu pengetahuan sosial adalah cara manusia hidup bersama, termasuk aktivitas-aktivitas kreatif mereka.

Berdasarkan sejarah perkembangan etnomusikologi, terjadi gabungan dua disiplin yaitu muskologi dan etnologi. Musikologi selalu digunakan dalam mendeskrip-sikan struktur musik yang mempunyai hukum-hukum internalnya sendiri--sedangkan etnologi memandang musik sebagai bahagian dari fungsi kebudayaan manusia dan sebagai suatu bahagian yang menyatu dari suatu dunia yang lebih luas. Secara eksplisit dinyatakan oleh Merriam sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but tidakes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam, 1964:3-4).

Berdasarkan kutipan di atas, menurut Merriam, para pakar etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada pembahagian bidang kajian ilmu. Oleh karena itu, selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan, yaitu musikologi dan etnologi. Kemudian menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampurkan kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan


(29)

penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini, dapat ditandai dari literatur-literatur yang dihasilkannya. Seorang sarjana menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bahagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan ini. Pada saat yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengandaikan kembali suatu aura reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di sini, penekanan etnologi yang dilakukan oleh para sarjana ini tidak seluas struktur komponen suara musik sebagai suatu bahagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas. Dengan demikian meneliti musik religi umat Sikh berarti pula ikut mengembangkan disiplin etnomusikologi.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang dituturkan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi tentang Kirtan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur yang akan difokuskan pada nyanyian

Kirtan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh. Penelitian ini akan dibuat ke dalam karya tulis ilmiah dengan judul: Studi Deskriptif Kirtan pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan: Kajian Struktur Melodi dan Tekstual.


(30)

1.1.1 Pokok Permasalahan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat batasan masalah untuk menghindari ruang lingkup pembahasan yang meluas. Selain itu, batasan masalah juga berguna untuk memfokuskan pokok pembahasan dalam tulisan ini.

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah sebagai beriku:

1. Bagaimana proses jalannya kegiatan pembacaan Kirtan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh dan komponen-komponen pendukungnyadi Gurdwara Tegh Bahadur Kecamatan Medan Polonia? Pokok masalah ini akan dijawab dengan deskripsi persiapan ibadah, jalannya ibadah, dan sesudah ibadah. deskripsi yang penulis lakukan berasal dari pengamatan lapangan yang dilakukan berulang kali, untuk dapat menyiasati pola-pola yang digunakan dan kemungkinan penambahan dan pengurangannya.

2. Bagaimana struktur melodi dan tekstual Kirtan yang disajikan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan? Untuk menjawab struktur melodi Kirtan penulis akan mentranskripsi dan menganalisisnya berdasarkan delapan unsur melodi yaitu: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, jumlah nada, interval, formula melodi, pola-pola kadensa, dan kontur. Sementara pokok masalah tentang struktur tekstual

Kirtan akan dijawab dengan analisis strutur teks yang menjadi bahagian dari Kitab Suci Guru Granth Sahib, garapan kalimat, frase, suku kata, dan tentu saja makna teks dalam konteks pemikiran dan penafsiran umat Sikh, terutama yang dijelaskan oleh para informan kunci.


(31)

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.2.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan skripsi adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh hasil deskripsi jalannya kegiatan Kirtan pada ibadah masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan.

2. Memperoleh hasil analisis melodis dan tekstual Kirtan pada ibadah masyarakat Sikh di Gurdawara Tegh Bahadur Polonia Medan.

1.2.2 Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang jalannya kegiatan Kirtan pada Ibadah Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan.

2. Sebagai salah satu referensi ilmiah yang dapat memberikan suatu kajian terhadap ibadah religi yang mengandung unsur-unsur musikal kepada disiplin ilmu etnomusikologi khususnya, dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

3. Sebagai salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian.

4. Memperluas pengetahuan dan wawasan penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama masa studi di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

5. Dapat memberikan gambaran bagaimana ibadah dalam agama Sikh yang menyebar keluar wilayahnya dan memasuki wilayah baru, yaitu dari Punjab India ke Medan Sumatera Utara.


(32)

1.3 Konsep dan Teori 1.3.1 Konsep

Menurut Melly G. Tan (dalam Koentjaraningrat 1990:21), konsep merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan antara variabel-variabel mana yang kita inginkan untuk menentukan hubungan empiris. Maka dari itu, penulis akan memaparkan beberapa konsep yang berhubungan dengan tulisan ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (1995:37), kajian atau analisis adalah penguraian suatu pokok permasalahan atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dengan demikian, kata analisis dalam penulisan ini berarti hasil analisa objek penelitian. Adapun yang menjadi objek penelitian yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah Ibadah rutin mingguan Sikh dan pokok pembahasan difokuskan pada Kirtan yang disajikan secara musikal serta makna teks yang terdapat di dalamnya.

Musik adalah kejadian bunyi atau suara dapat dipandang dan dipelajari jika mempunyai kombinasi nada, ritem dan dinamika sebagai komunikasi secara emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan atau tidak berhubungan dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 8).12

Kirtan pada Ibadah masyarakat Sikh dapat penulis nyatakan sebagai bahan kajian etnomusikologi karena mengandung unsur musikal atau dapat dikategorikan sebagai nyanyian. Di dalamnya terdapat kombinasi yang mengandung unsur nada, ritem dan dinamika.

Dari pengertian musik tersebut, dapat dipahami bahwa musikal merupakan hal yang berkenaan atau mengandung unsur musik.

12

Music Culture of the Pasific, the Near East and Asia karya William P. Malm tahun 1977 yang dialihbahasakan menjadi Kebudayaan Musik Pasifik, Timur Tengah dan Asia oleh Muhammad Takari, Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara pada tahun 1993.


(33)

Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, berpidato dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1995:1024). Dari pengertian teks tersebut, maka tekstual merupakan hal yang berhubungan atau berkaitan dengan teks. Sesuai dengan tulisan ini, maka pengertian teks yang dipakai adalah kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan yang kemudian akan dianalisa makna yang terkandung dalam teks tersebut.

Pengertian masyarakat (society dalam Bahasa Inggris) dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary sixth edition (2000: 1226) adalah sebagai berikut.

people in general, living together in communities; (2) a particular community of people who share the same customs, laws, etc; (3) a group of people who join together for a particular purpose; (4) the group of people in a country who are fashionable, rich and powerful; (5) the state of being with other people

Artinya secara harfiah, orang-orang yang secara umum hidup bersama dalam komunitas; sebuah komunitas khusus oleh orang-orang yang berbagi dalam adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama dan sebagainya; sekelompok orang-orang yang saling terikat untuk tujuan khusus; sekelompok orang-orang-orang-orang dalam satu negara yang modern, kaya dan berkuasa; tempat di mana tinggal dengan orang lain).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang-orang yang tergabung dalam satu komunitas yang mempunyai kebiasaan atau adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama, kepentingan atau tujuan yang sama, dan banyak persamaan lain yang saling terikat satu dengan yang lain.

Kata Sikh yang dalam bahasa Punjabi: sikha, berasal dari bahasa Sansekerta


(34)

Menurut pasal I dari “Rehat Maryada“ (norma dan ketentuan tingkah laku dalam

Sikh), seorang Sikh didefinisikan sebagai “setiap manusia yang setia percaya pada Yang Kekal; Kesepuluh Guru, dari Sri Guru Nanak Dev sampai Sri Guru Gobind Singh; Sri Guru Granth Sahib, ucapan-ucapan dan ajaran dari sepuluh Guru dan baptisan yang diwariskan oleh Guru kesepuluh, dan yang tidak berutang setia kepada agama lain”. Di antara perpindahan atau migrasi orang-orang Sikh, ada perbedaan pendapat yang meningkat tentang apa arti menjadi seorang Sikh terutama dalam pengertian sebuah bangsa, dan kelompok etnis-agama.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Balwant Singh dan Maninder Singh (11 September 2011), kata Sikh berarti “belajar terus-menerus.” Kemudian umat Sikh harus hidup dalam kesederhanaan dan percaya hanya kepada satu Tuhan yang disebut dengan Waheguru.

Gurdwara dalam bahasa Punjabi  memiliki arti gerbang

menuju Guru, adalah tempat para pengikut Sikh beribadah. Gurdwara dapat dikenali dari jauh dengan adanya tiang bendera yang tinggi dan ada bendera Sikh pada ujungnya yang disebut Nishan Sahib.13 Gurdwara pertama dibangun di Kartapur, di pinggir sungai Ravi wilayah Punjab oleh Guru pertama Sikh, Guru Nanak Dev Ji.

Nama Gurdwara Tegh Bahadur sendiri diambil dari nama salah satu Guru pendiri Sikh, yaitu Guru Tegh Bahadur, Guru kesembilan Sikh. Guru Tegh Bahadur lahir pada 20 Maret 1665, ayahnya Guru Har Gobind merupakan Guru ke-enam Sikh, dan anaknya Guru Gobind Singh merupakan Guru ke-sepuluh atau yang terakhir pada agama Sikh.

13

Bendera lambang Sikh berwarana jingga yang ada pada setiap Gurdwara di seluruh dunia ini.


(35)

1.3.2 Teori

Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natura yang ingin diteliti. Teori merupakan abstraksi dari pengertian atau hubungan dari proporsi atau dalil. Menurut Kerlinger (1973) teori adalah sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu dengan lainnya, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena (Moh. Nazir 1988:21). Untuk itu, penulis menggunakan teori sebagai landasan untuk membahas dan menjawab pokok permasalahan yang ada.

Untuk melihat sistem upacara keagamaan, maka penulis menggunakan teori upacara oleh Koentjaraningrat (2002:377). Secara khusus teori ini mengandung 4 aspek yang menjadi perhatian khusus yaitu: (1) tempat upacara keagamaan dilakukan; (2) saat-saat upacara keagamaan dijalankan; (3) benda-benda dan alat upacara; dan (4) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.

Untuk menganalisis struktur musik dalam Kirtan, penulis menggunakan teori

weighted scale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh William P. Malm. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu (1) tangga nada, (2) nada dasar (pitch center), (3) wilayah nada, (4) jumlah nada, (5) jumlah interval, (6) pola kadensa, (7) formula melodik, dan (8) kontur (Malm dalam terjemahan Takari 1993:13).

Dalam menganalisa teks-teks dalam Kirtan, penulis menggunakan teori William P. Malm. Ia menyatakan bahwa dalam musik vokal, hal sangat penting diperhatikan adalah hubungan antara musik dengan teksnya. Apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini disebut silabis. Sebaliknya bila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatik. Studi tentang teks juga memberikan kesempatan untuk menemukan hubungan antara aksen dalam


(36)

bahasa dengan aksen pada musik, serta sangat membantu melihat reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan pewarnaan kata-kata dalam puisi (Malm dalam terjemahan Takari 1993:15).

Selain itu, untuk mendalami makna-makna religius yang hendak disampaikan melalui teks Kirtan ini, penulis menggunakan teori semiotik. Teori semiotik adalah kajian tentang tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda. Menurut Sobur (dalam Sartini, 2011), bahwa semiotik atau semiotika berasal dari kata Yunani

semeion yang berarti “tanda”. Istilah semeion tampaknya diturunkan dari kedokteran

hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi dan diagnostik inferensial.

Bahasa adalah interaksi, dan semua interaksi adalah multimodal. Implikasinya adalah bahasa adalah semiotik multimodal karena merupakan tanda atau simbol yang dihasilkan dalam komunikasi manusia. Ilmu semiotik meliputi studi seluruh tanda-tanda tersebut baik tanda visual, tanda yang dapat berupa imaji dalam lukisan dan foto dalam seni dan fotografi, tanda pada kata-kata, bunyi-bunyi, imaji bahasa tubuh, ekspresi wajah, warna, dan semua unsur-unsur komunikasi. Imaji adalah gambaran yang terbentuk dari sebuah objek visual. Gramatika didalam bahasa menjelaskan kata, klausa, frasa, kalimat, dan teks. Sedangkan gramatika visual memperlihatkan orang, tempat, dan benda-benda dikombinasikan dengan kompleksitas dan perluasan penjelasan visual dari sebuah objek. Fokus gramatika visual adalah pada deskripsi estetika imaji dan cara komposisi imaji yang digunakan untuk menarik perhatian penyaksi atau pembaca (Kress dan van Leeuwen, 1996:1).

Grammar goes beyond formal rules of correctness. It is a means of representing patterns of experience…. It enables human beings to build a mental picture of reality, to make sense of their experience of what goes on around them and inside them (Halliday, 1985: 101)


(37)

Analoginya adalah struktur visual merealisasikan makna-makna sebagaimana struktur linguistik melakukannya, dengan demikian menyebabkan berbeda interpretasi dari pengalaman dan berbeda bentuk interaksi sosial. Makna dapat direalisasikan dalam bahasa, sedangkan komunikasi visual diekspresikan kedua-duanya baik dalam verbal maupun dalam visual. Walaupun kekedua-duanya berbeda, misalnya bahasa melalui pilihan antara kelas kata dan semantik, namun di dalam komunikasi visual ekspresi dilakukan melalui sistem pilih, pada beberapa hal seperti: penggunaan warna dan struktur komposisi yang menonjol. Bahasa visual belum dipahami secara universal karena bahasa visual itu spesifik secara budaya, misalnya komunikasi visual dalam dunia barat berbeda dengan dalam dunia timur.

Dalam mendukung kajian struktur melodi Kirtan penulis menggunakan metode transkirpsi. Dalam etnomusikologi transkirpsi merupakan suatu proses penotasian bunyi menjadi simbol yang dapat dilihat atau diamati, dan simbol-simbol tersebut disebut dengan notasi. Dalam melakukan transkripsi, penulis berpedoman pada teori yang dinyatakan oleh Charles Seeger tentang notasi perskriptif dan notasi deskriptif yang didapat penulis selama mengikuti perkuliahan di etnomusikologi. (1) notasi perskriptif adalah notasi yang bertujuan sebagai petunjuk atau suatu alat untuk membantu mengingat bagi seorang penyaji bagaimana ia harus menyajikan sebuah komposisi musik, (2) notasi deskriptif adalah notasi yang dimaksudkan untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca.14

14

Materi kuliah dalam mata kuliah Transkripsi/ Analisa I pada tanggal 29 Januari 2009. Dalam pembahasan, nantinya penulis akan menggunakan notasi deskriptif. Alasannya adalah karena dalam penulisan ini akan memberikan informasi dan kajian yang mendetail yang terdapat dalam komposisi Kirtan.


(38)

1.4 Metode Penelitian

Metode ilmiah adalah segala jalan atau cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan (Koentjaraningrat 1980:41). Sedangkan penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip; suatu penyelidikan yang amat cerdik untuk menetapkan sesuatu (menurut kamus Webster’s New International dalam Moh. Nazir 1988:13). Jadi, metode penelitian adalah cara kerja yang dipakai untuk menyelidiki fakta atau kenyataan yang ada dalam rangka memahami objek penelitian yang bersangkutan.

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif yang mengutamakan kualitas data. Data yang disajikan dalam bentuk kata-kata atau kalimat dan datanya adalah data sekunder seperti dokumen dan dalam penelitian-penelitian yang menggunakan metode pengamatan terlibat atau participant observation (M. Sitorus 2003:25). Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

1.4.1 Studi Kepustakaan

Hal pertama yang penulis lakukan adalah melakukan studi kepustakaan dengan cara mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek pembahasan. Penulis mencari dan mengumpulkan informasi dan referensi dari skripsi yang ada di Departemen Etnomusikologi. Selain mempelajari bahan-bahan yang diperoleh dari skripsi yang telah ada, penulis juga mempelajari bahan lain seperti buku dan artikel.

Agar kajian penulis ini tidak tumpang tindih dengan penelitian-penelitian terdahulu, khususnya yang dilakukan oleh para penulis dari Departemen


(39)

Etnomusikologi, maka perlu dideskripsikan tulisan-tulisan berupa skripsi. Di antaranya adalah sebagai berikut.

(1) Andro Mahardika Hutabarat, 2012. Studi Analisis Melodis Harmonium dan Pola Ritem Tabla Dalam Mengiringi Ibadah Sikh Di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan. Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini sama dengan objek penelitian penulis sama-sama menggunakan data yang berada di Gudwara Tegh Bahadur Polonia. Namun Andro mahardika Hutabarat khusus menganalisis melodi harmonium dan tabla dalam mengiringi ibadah umat Sikh. Penulis sendiri menitikberatkan pada kajian Kirtan, suatu pembacaan dan sekaligus lantunan yang diidentifikasi dalam teks suci umat Sikh.

(2) Semanpreet Kaur. 2012, yang menulis tajuk Kelas Sosial dan Ilmu Sosial pada Interaksi Agama Sikh di Medan. Skripsi Sarjana Departemen Ilmu Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi yang berbasis ilmu sosial (sosiologi) ini lebih menekankan kepada kelas-kelas sosial dan interaksi umat Sikh yang ada di Medan. Skripsi ini melihat pola-pola sosial yang terjadi di dalam masyarakat Sikh.

(3) Zulkifli Lubis, seorang dosen di Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik USU, . 2005, menulis penelitian yang bertajuk Kajian Awal Tentang Komunitas Tamil dan Punjabi di Kota Medan-Jurnal Antropologi Sosial Budaya ETNOVISI Volume 1 Nomor 3. Medan: USU. Zulkifli Lubis menyoroti secara antropologis tentang keberadaan masyarakat dan kebudayaan Tamil dan Punjabi di Kota Medan.

(4) Liat Roy P. Malau, 2004, menulis skripsi yang bertajuk Kajian Musikal dan Tekstual Pembacaan Sutra Amitabha pada Upacara Uposatha


(40)

Masyarakat Buddha Mahayana di Vihara Borobudur Medan Sumatera Utara. Medan: USU. Skripsi ini menyoroti ibadah berupa pembacaan Sutra Amitabha dalam upacara upostha masyarakat Budha yang terintegrasi di Vihara Borobudur Medan. Skripsi ini menjadi bahan perbandingan bagi penulis dalam melihat dan menganalisis teks Kirtan.

(5) Rina Simanjuntak, 2011, menulis skripsi yang berjudul Studi Analisis Musikal dan Tekstual Pembacaan Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji pada Upacara Pahila Parkas Dihara Masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Kota Tebing Tinggi. Skripsi Sarjana Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini memfokuskan perhatian pada pembacaan kitab suci umat Sikh dengan lokus penelitian di Tebing Tinggi. Bagaimanapun skripsi ini dengan rinci mengenalisis musik dan teks kitab suci tersebut dalam upacara pahila parkas dihara.

1.4.2 Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan adalah semua kegiatan yang dilakukan penulis berkaitan dengan pengumpulan data di lapangan yang terdiri dari observasi, wawancara, dan perekaman. Observasi dilakukan dengan cara mengamati secara berulang-ulang peristiwa atau kegiatan ibadah yang melibatkan Kirtan dalam masyarakat Sikh khususnya di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan. Wawancara mendalam dan terfokus dilakuakan baik kepada infrman pangkal dan terutama adalah informan kunci atau informan pokok. Wawancara diarahkan pendalamannya kepada dua pokok masalah yang dikaji yaitu makna teks dan struktur melodi Kirtan. Perekaman dilakukan dalam dua format, yang pertama adalah format gambar, seperti yang dapat dilihat dalam beberapa gambar dalam skripsi ini. Forman kedua adalah dalam bentuk


(41)

video yang berformat avi (audiovisual interchange). hasil rekaman audiovisual ini kemudian diolah dalam bentuk transkripsi secara notasi musik dan kemudian dianalisis menurut kaidah-kaidah yang berlaku di dalam disiplin etnomusikologi.

1.4.2.1Observasi

Pengumpulan data dengan cara observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Metode observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit (Burhan Bungin 2007:115).

Observasi yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk mengetahui langsung detail Kirtan pada masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur. Selain melakukan pengamatan langsung dalam ibadah masyarakat Sikh, penulis juga menjalin komunikasi dan persahabatan dengan pelaku upacara lainnya yang adalah masyarakat Sikh itu sendiri.

1.4.2.2Wawancara

Wawancara adalah salah satu metode yang dipakai untuk memperoleh data yang tidak didapat melalui observasi.

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide atau panduan wawancara (Moh. Nazir 1988: 234).

Lebih lanjut M. Sitorus (2003:32-33) menjelaskan tentang bentuk-bentuk wawancara.


(42)

Format pertanyaan yang digunakan pada pedoman wawancara pada dasarnya sama dengan format pertanyaan kuesioner, yaitu berstruktur, tidak berstruktur, atau kombinasi keduanya. Bila ditinjau dari segi pelaksanaannya, wawancara berstruktur disebut juga wawancara terpimpin karena pewawancara telah membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci. Sebaliknya, wawancara tidak berstuktur disebut wawancara bebas karena pewawancaranya bebas menanyakan apa saja. Selain itu dikenal wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan terpimpin. Di sini, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal yang akan ditanyakan.

Metode wawancara yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah wawancara berstruktur, tidak berstruktur, dan kombinasi keduanya. Langkah awal yang penulis lakukan adalah menyiapkan dan menyusun sejumlah pertanyaan yang terperinci sebelum bertemu dengan informan. Kenyataan di lapangan yang dihadapi penulis adalah sering kali pertanyaan-pertanyaan lain juga muncul selain dari pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya akibat dari percakapan yang berkembang dari pertanyaan yang sudah disediakan dan rasa ingin tahu yang tinggi. Dalam wawancara selanjutnya, penulis menggunakan wawancara kombinasi dengan menyiapkan pedoman yang merupakan garis besar tentang hal yang akan ditanyakan.

Dalam penelitian ini penulis menentukan Ibu Raj Bir sebagai informan kunci karena beliau adalah pemusik di Gurdwara Tegh Bahadur dan sebagai informan pangkal penulis menentukan Maninder Singh dan Balwant Singh karena mereka adalah Bhai sementara di Gurdwara Tegh Bahadur. Selain itu penulis juga mewawancarai beberapa jemaat yang hadir.

1.4.2.3Perekaman atau Dokumentasi

Untuk mendokumentasikan data yang berhubungan dengan Kirtan di Gurdwara Tegh Bahadur, penulis menggunakan kamera digital dan handycam sebagai media rekam. Adapun spesifikasi kamera SLR yang digunakan adalah merk


(43)

Canon 550d, sedangkan spesifikasi handycam yang digunakan adalah merk Sony Handycam CMOS Carl Zeiss Vario-Sonnar T* dengan menggunakan kaset Sony Mini DVD.

1.4.3 Kerja Laboratorium

Keseluruhan informasi dan bahan yang dikumpulkan dan diperoleh dari studi kepustakaan dan hasil penelitian lapangan kemudian diolah, diseleksi, dan disaring dalam kerja laboratorium untuk dijadikan data sesuai dengan objek penelitian untuk penulisan skripsi. Data yang dipergunakan untuk penulisan skripsi ini adalah data-data yang sesuai dengan kriteria disiplin ilmu etnomusikologi.

Setelah data dikumpulkan, proses selanjutnya adalah menganalisis data. Menurut Burhan Bungin (2007:153), ada dua hal yang ingin dicapai dalam analisis data kualitatif, yaitu: (1) menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut; dan (2) menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena sosial tersebut. Dengan menggunakan cara analisis ini, hasil penelitian akan diungkapkan secara deskriptif berdasarkan data-data yang diperoleh. Analisis kualitatif yang digunakan oleh penulis, dipakai untuk membahas komponen pendukung Kirtan pada masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadur. Komponen pendukung tersebut adalah pemimpin ibadah, teks nyanyian, alat musik, dan masyarakat Sikh yang ada di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan.

1.5 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Gurdwara Tegh Bahadur jalan Polonia, Kelurahan Polonia Medan.. Alasan memilih lokasi tersebut karena merupakan satu


(44)

dari empat Gurdwara yang terdapat di Sumatera Utara dan setiap minggunya diadakan ibadah rutin bagi masyarakat Sikh di tempat tersebut. Tempat ibadah Sikh ini dikunjungi jamaah Sikh setiap hari Minggu atau kalau diperlukan juga di hari-hari lain. Namun bagaimanapun, dalam konsep masyarakat Sikh, tempat ini adalah pusat dari ibadah agama Sikh, baik secara komunal atau juga secara individual. Tempat ibadah dalam konsepo agamam Sikh juga adalah seabai rumah Tuhan yang disebut dengan Waheguru. Di rumah iadah ini para umat Sikh melakukan berbagai kegiatan terutama kegiatan yang langsung memohon kepada Tuhan berupa doa-doa dan harapan bagi setiap umat Sikh. Rumah ibadah ini memiliki nilai sacral dan suci bagi mereka. Oleh karena itu, kesucian rumah ibadah yaitu Gurdwara Tegh bahadur ini perlu diajaga, baik kebersihan fisiknya dan juga kebersihan perilaku umatnya.


(45)

BAB II

MASYARAKAT SIKH

DI KOTA MEDAN YANG HETEROGEN

2.1.1 Gambaran Umum Kota Medan 2.1.2 Letak Geografis Kota Medan

Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut.

Secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai, dan lain-lainnya. Sumber alam ini dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan pokok, industri, dan keperluan seharai-harai masyarakatnya. Ada yang juga diekspor ke luar negeri.

2.1.3 Iklim

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia pada tahun 2001 berkisar antara 23,2 - 24,3 dan suhu maksimum berkisar antara 30,8 - 33,2 serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 23,3 - 24,1 dan suhu maksimum berkisar antara 31,0 - 33,1 .


(46)

Kelembaban (humiditas) udara di wilayah Kota Medan rata-rata berkisar antara 84 – 85 %. Kecepatan angin rata sebesar 0,48 m/detik, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 104,3 mm. Hari hujan Kota Medan pada tahun 2011 rata-rata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 226,0 mm (menurut Stasiun Sampali) dan 299,5 mm pada Stasiun Polonia.

2.1.4 Luas Wilayah

Medan adalah kota berpenduduk 2 juta orang memiliki areal seluas 26.510 hektar yang secara administratif dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan.

Tabel 2.1:

Luas Wilayah Kota Medan

No. Kecamatan Luas (Km²)

1 Medan Tuntungan 20,68

2 Medan Selayang 12,81

3 Medan Johor 14,58

4 Medan Amplas 11,19

5 Medan Denai 9,05

6 Medan Tembung 7,99

7 Medan Kota 5,27

8 Medan Area 5,52

9 Medan Baru 5,84

10 Medan Polonia 9,01

11 Medan Maimun 2,98

12 Medan Sunggal 15,44

13 Medan Helvetia 13,16

14 Medan Barat 6,82

15 Medan Petisah 5,33

16 Medan Timur 7,76

17 Medan Perjuangan 4,09

18 Medan Deli 20,84

19 Medan Labuhan 36,67

20 Medan Marelan 23,82

21 Medan Belawan 26,25

Total 265,1


(47)

2.1.5 Demografi

Jumlah penduduk kota Medan berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 adalah sebanyak 2.109.339 jiwa. Terdiri dari 1.040.680 jiwa laki-laki dan 1.068.659 jiwa perempuan.

Tabel 2.2:

Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2010

No Kecamatan Laki-laki Perempuan Laki-laki dan Perempuan

1 Medan Tuntungan 39.729 42.245 81.974

2 Medan Selayang 48.587 50.780 99.367

3 Medan Johor 60.912 62.557 123.469

4 Medan Amplas 58.320 59.456 117.776

5 Medan Denai 71.346 70.496 141.842

6 Medan Tembung 65.760 69.003 134.763

7 Medan Kota 35.258 37.603 72.861

8 Medan Area 47.590 48.801 96.391

9 Medan Baru 18.838 23.351 42.189

10 Medan Polonia 25.897 26.655 52.552

11 Medan Maimun 19.402 20.517 39.919

12 Medan Sunggal 55.164 57.262 112.426

13 Medan Helvetia 70.880 73.698 144.478

14 Medan Barat 34.596 36.117 70.713

15 Medan Petisah 29.590 32.572 62.162

16 Medan Timur 52.438 55.970 108.408

17 Medan Perjuangan 45.171 48.791 93.962

18 Medan Deli 84.671 82.521 167.192

19 Medan Labuhan 56.795 54.696 111.491

20 Medan Marelan 70.903 68.917 139.820

21 Medan Belawan 48.833 46.751 95.584

TOTAL 1.040.680 1.068.659 2.109.339


(48)

Tabel 2.3:

Jumlah Penduduk Kota Medan Berdasarkan Agama dan Persentasenya Agama Jumlah Persentase

Islam 1.422.237 67,80 %

Katolik 37.552 1,79%

Protestan 425.253 20,27%

Hindu 9.296 0,44%

Budha 184.807 8,81%

Kong Hu Chu 370 0,01%

Lainnya 339 0,01%

Tidak terjawab 491 0,02% Tidak ditanyakan 17.265 0,82%

Total 2.097.610 100%

Sumber: BPS Kota Medan (2012)

2.2 Kedatangan Ajaran Sikh di Kota Medan

Ajaran Sikh yang datang di Medan dibawa oleh suku bangsa Punjabi yang berasal dari daerah Amritsar dan Jullundur di kawasan Punjab-India Utara sudah ada di Indonesia dan telah menyebar ke berbagai daerah, seperti halnya di Sumatera Utara. Datangnya suku bangsa Punjabi dalam jumlah yang cukup besar, sehingga sekarang menetap dan membentuk suatu komunitas di berbagai wilayah di Sumatera Utara.

Sejarah kedatangan suku bangsa Punjabi di Sumatera Utara mempunyai dua versi. Versi pertama, menyatakan bahwa kedatangan suku bangsa Punjabi ke Sumatera Utara dimulai pada akhir abad ke 19, untuk bekerja sebagai buruh kontrak pada perkebunan tembakau raya milik Belanda (Sandhu dan Mani 1993:85). Lebih lanjutnya, Veneta (1998:23) juga menjelaskan bahwa suku bangsa Punjabi yang datang ke Indonesia khususnya ke Sumatera Utara adalah para pria yang belum


(49)

menikah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan bekerja di perkebunan milik Belanda.

Sistem yang diterapkan oleh perkebunan Belanda adalah sistem kontrak, sistem kontrak yang dimaksud yaitu pihak pengusaha perkebunan mengambil atau mendatangkan tenaga kerja buruh yang mau bekerja kepada mereka dan mereka diharuskan bekerja selama beberapa tahun sesuai dengan isi kontrak. Para buruh juga harus mematuhi semua peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak perkebunan. Hal ini disebabkan, karena sistem yang digunakan adalah sistem kontrak. Setelah masa kontrak mereka habis, para buruh dapat menentukan hidup mereka sendiri dan ada juga membuat pilihan untuk tetap tinggal di Sumatera Utara atau kembali ke negara asal mereka. Banyak di antara mereka kembali ke negara asalnya dan menikah dengan wanita satu sukunya. Banyak juga di antara mereka yang merasa betah tinggal di Indonesia, sehingga dari antara mereka kembali lagi ke Indonesia dengan membawa keluarga dari negara asalnya.

Versi kedua, menyatakan bahwa kedatangan suku bangsa Punjabi ke Sumatera Utara dimulai sejak abad ke 18 melalui Aceh atau Sabang, dengan tujuan berdagang dan selanjutnya menetap dan menyebar di berbagai tempat di Sumatera Utara. Penyebaran suku bangsa Punjabi di Sumatera Utara di antaranya di Kota Medan, Pematang Siantar, Tebingtinggi, Kisaran, Binjai, dan lain sebagainya. Di Kota Medan, suku bangsa Punjabi menyebar ke berbagai wilayah seperti halnya di Kelurahan Polonia.


(50)

2.2.1 Populasi Masyarakat Penganut Agama Sikh

Tommy Santokh Singh yang merupakan seorang pemerhati kebebasan beragama dari kelompok Sikh mengatakan bahwa jumlah penganut agama Sikh yang ada di Indonesia kurang lebih mencapai 1 juta orang dengan penganut terbanyak berada di Sumatera Utara. Namun, menurut Tommy, mungkin saja jumlah penganut agama Sikh lebih dari 1 juta orang. Hal ini tidak dapat diketahui secara pasti karena agama Sikh masih belum diakui sebagai agama resmi sehingga dalam penulisan Kartu Tanda Penduduk (KTP), masyarakat Sikh masih dianggap sebagai Hindu.15 Namun, menurut Master Tjung Teck yang menulis tentang agama Sikh mengatakan bahwa umat Sikh mencapai 80.000 jiwa di Indonesia, kebanyakan di Medan, Jakarta, Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Binjai, Palembang. Jumlah terbesar dari pengikut Sikh yang ada di Indonesia berada di Sumatera Utara dengan jumlah sekitar 10.000 jiwa. Hal ini dapat ditandai dengan adanya 7 rumah ibadah umat Sikh yang tersebar di Sumatera Utara, antara lain di Pematang Siantar, Binjai, Tebing Tinggi, dan 4 lainnya terdapat di Medan, yang masing-masing berada di Kecamatan Medan Barat Kelurahan Petisah Tengah, serta di Kecamatan Medan Polonia terdapat 3 rumah ibadah yang terletak di dua kelurahan, yaitu 2 buah di Kelurahan Polonia dan 1 buah di Kelurahan Sari Rejo.

15


(1)

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Sikh merupakan agama termuda ke 5 terbesar di dunia. Perkembangannya sangat pesat yang dimulai dari Amritsar India ke seluruh dunia dan juga Indonesia. Masuk ke Indonesia melalui pedagang dan juga prajurit yang dibawa oleh tentara Inggris pada awal abad 19. Di Indonesia Sikh belum menjadi agama resmi, mereka hanya diakui sebagai suatu kepercayaan dan berada di bawah naungan Parisada Hindu Dharma Indonesia.

Masyarakat Sikh tersebut membawa serta ajaran agama dan kebudayaan mereka, dan salah satunya adalah Kirtan. Kirtan merupakan nyanyian yang diiringi instrumen musik India yang isinya merupakan pujian kepada Tuhan dan riwayat para Guru pembawa ajaran mereka. Kirtan dinyanyikan pada waktu-waktu tertentu dan merupakan kegiatan ritual rutin Masyarakat Sikh. Saat mereka mengadakan acara pernikahan, kematian ataupun syukuran, Kirtan merupakan hal wajib yang akan dilaksanakan dalam acara tersebut.

Sama seperti agama-agama atau kepercayaan yang lain, Sikh juga melakukan ritual rutin setiap minggunya yang diadakan pada hari minggu dan disini juga Kirtan dinyanyikan oleh Pendeta, pemain musik dan masyarakat yang hadir. Ibadah berlangsung di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia yang dimulai sejak jam 09.00 WIB sampai jam 13.00 WIB.

Lirik-lirik Kirtan berasal dari Guru Granth Sahib; kitab suci Sikh dan diturunkan ke buku Amrit Kirtan sedangkan melodi atau musiknya berdasarkan


(2)

85

buku Amrit Kirtan hal 363 yang ditulis oleh Guru Nanak. Teksnya berisi tentang puji-pujian kepada Tuhan.

Kirtan yang dibahas dalam tulisan ini terdiri dari 10 ayat. Bentuk atau pola nyanyiannya adalah stropic atau gaya nyanyian yang diulang dengan teks yang baru atau berbeda. Dengan kata lain, pembacaan Kitab ini adalah nyanyian yang lebih mementingkan kata-kata daripada melodi atau disebut dengan logogenic. Gaya musik vokal yang dipakai dalam pujian ini adalah melismatis dan juga sillabis.

Melismatis adalah apabila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada. Sedangkan silabis adalah apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata.

6.2 Saran

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam membuat tulisan ini. Untuk itu, bagi para peneliti selanjutnya diharapkan untuk semakin menyempurnakannya.

Bagi para peneliti selanjutnya, peneliti juga berharap supaya mengkaji kegiatan-kegiatan ritual, musik dan kebudayaan oleh suku Punjabi atau agama Sikh ini. Karena dalam bidang ilmu etnomusikologi masih sangat sedikit yang membahas tentang kebudayaan dari masyarakat ini.

Bagi pemilik kebudayaan ini yaitu masyarakat Sikh, penulis berharap dapat memberikan pengetahuan tentang eksistensi atau keberadaan budayanya. Dan penulis berharap supaya masyarakat Sikh tetap mempertahankan dan meningkatkan kesatuan komunitas dengan menjalankan kebudayaan-kebudayaan yang ada pada masyarakat itu sendiri.


(3)

Demikian saya menyelesaikan tulisan ini, semoga dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang positif terhadap apresiasi budaya dan pengetahuan terhadap ilmu pengetahuan secara umum dan bidang etnomusikologi secara khusus.


(4)

87

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka.

Hornby, A. S. 2000. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English sixth edition. New York: Oxford University Press.

Hutabarat, Andro Mahardika. 2012. Studi Analisis Melodis Harmonium dan Pola Ritem Tabla Dalam Mengiringi Ibadah Sikh Di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan. Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Kaur, Semanpreet. 2012. Kelas Sosial dan Ilmu Sosial pada Interaksi Agama Sikh di Medan. Skripsi Sarjana Departemen Ilmu Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Kerlinger, Fred N. 2010. Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta. Gadjah Mada Unity Press Indonesia.

Koentjaraningrat. 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Koentjaraningrat. 1981. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT.

Gramedia, Indonesia.

Lubis, Zulkifli. 2005. Kajian Awal Tentang Komunitas Tamil dan Punjabi di Kota Medan-Jurnal Antropologi Sosial Budaya ETNOVISI Volume 1 Nomor 3. Medan: USU.

Malau, Liat Roy P., Kajian Musikal dan Tekstual Pembacaan Sutra Amitabha pada Upacara Uposatha Masyarakat Buddha Mahayana di Vihara Borobudur Medan Sumatera Utara. Medan: USU.

Malm, William P. 1977. Music Culture of the Pasific, the Near East, and Asia

(terjemahan). Medan. Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Manurung, Eva Yanthi. 2010. Samelan. Medan: USU.

Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Simanjuntak, Rina. 2011. Studi Analisis Musikal dan Tekstual Pembacaan Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji pada Upacara Pahila Parkas Dihara Masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Kota Tebing Tinggi. Skripsi Sarjana Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.


(5)

Silaban, Eben Ezer. 2009. Studi Deskriptif Upacara Sacapme dan Penggunaan Musik pada Sembahyang Malam Tahun Baru Gong Xi Fat Cai di Vihara Pekong Kelurahan Polonia dalam Budaya Masyarakat Tionghoa Agama Budha di Medan. Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Sinar, Tengku Luckman. 1991. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Seni Budaya Melayu.

Singh, Justice Choor. ----. Sikhism. Singapore: Ludwinia Printer Pte Ltd.

Sitorus, M. 2003. Berkenalan dengan Sosiologi jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Supanggah, Rahayu. 1995. Etnomusikologi. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, Indonesia.

Veneta. 1998. Tokoh Sport Orang Punjabi; Suatu Studi Antropologi Tentang Budaya Korporasi Bisnis Perdagangan Alat-alat Olahraga di Medan. Skripsi Departemen Antropologi FISIP USU.


(6)

89

DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Raj Bir

Umur : 47 tahun

Alamat : Jalan Starban Gg. Imam Polonia Medan Pekerjaan : Pemusik dan Guru

2. Nama : Kernel Singh Umur : 54 Tahun

Alamat : Jalan Polonia no 172 Medan Pekerjaan : Bhai

3. Nama : Maninder Singh Umur : 19 Tahun

Alamat : India (calon Bhani yang praktik di Indonesia dan tinggal di Gurdwara Tegh Bahadur)

Pekerjaan : Calon Bhai

4. Nama : Balwant Singh Umur : 25 Tahun

Alamat : India (calon Bhani yang praktik di Indonesia dan tinggal di Gurdwara Tegh Bahadur)