BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kehamilan - Gambaran Pelaksanaan Penentuan Usia Kehamilan dan Taksiran Tanggal Persalinan oleh Bidan pada Ibu Hamil di Puskesmas Helvetia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

  2.1. Definisi Kehamilan

  didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi (Adriaansz & Hanafiah, 2009).

  2.2. Penentuan Usia Kehamilan

  Usia kehamilan adalah masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat kelahiran, dihitung dari hari pertama haid terakhir. Penentuan usia kehamilan bisa dilakukan mulai dari antenatal sampai setelah persalinan. Pada masa antenatal ditentukan dengan cara sederhana yaitu dengan menghitung Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) dan kejadian-kejadian selama kehamilan yang penting (Damanik, 2008). Apabila usia kehamilan tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka sonografi mungkin sangat membantu (Cunningham et al., 2006).

Tabel 2.1. Parameter Klinis dalam Estimasi Usia Kehamilan*

  No. Prioritas untuk Estimasi Usia Kehamilan Estimasi Deviasi

  1. Fertilisasi in vitro <1 hari

  2. Induksi ovulasi 3-4 hari

  3. Catatan suhu basal tubuh 4-5 hari

  4. Ultrasonografi panjang ubun-ubun bokong ±0,7 minggu (CRL)

  5. Pemeriksaan fisik pada trimester pertama ±1 minggu (uterus normal)

  6. Ultrasonografi diameter biparietal sebelum 20 ±1minggu minggu

  7. Ultrasonografi volume kantong gestasi ±1,5 minggu

  8. Ultrasonografi diameter biparietal pada 20-26 ±1,6 minggu minggu

  9. Tanggal HPHT dari pencatatan (riwayat ±2-3 minggu baik)**

  10. Ultrasonografi diameter biparietal pada 26-30 minggu ±2-3 minggu

  11. Tanggal HPHT dari ingatan (riwayat baik)** 3-4 minggu

  12. Ultrasonografi diameter biparietal setelah 30 minggu 3-4 minggu

  13. Pengukuran tinggi fundus uteri 4-6 minggu

  14. Tanggal HPHT dari ingatan (riwayat buruk) 4-6 minggu

  15. Denyut jantung fetus pertama kali terdengar 4-6 minggu

  16. Persepsi adanya gerakan janin 4-6 minggu Keterangan:

  • Kaidahnya adalah untuk selalu menggunakan pilihan indikator yang lebih akurat daripada yang kurang akurat.
    • Riwayat baik mewajibkan adanya pengetahuan panjang siklus sebelumnya dengan siklus menstruasi yang teratur dan tidak adanya penggunaan pil kontrasepsi selama 6 bulan dihitung dari hari pertama haid terakhir. Sumber : Bowie & Andreotti, 1983

2.2.1. Metode HPHT

  Estimasi usia kehamilan berdasarkan Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) merupakan metode estimasi usia kehamilan yang paling banyak digunakan di dunia karena mudah digunakan dan tidak memerlukan biaya (Lynch & Zhang, 2007). Namun metode ini mengharuskan terpenuhinya beberapa syarat agar memberikan keakuratan yang baik (Bowie & Andreotti, 1983), yaitu:

1. Mengetahui tanggal HPHT yang akurat dan panjang siklus sebelumnya dengan siklus menstruasi yang teratur.

  Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus disertai pelepasan endometrium. Siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hari pertama keluarnya darah menstruasi pada siklus menstruasi yang terakhir disebut hari pertama haid terakhir. Interval rata-rata pengulangan menstruasi diperkirakan 28 hari, tetapi terdapat variasi yang cukup besar diantara wanita secara umum (Hanafiah, 2009).

  Gambar 1. Variasi Siklus Menstruasi Sumber: Johnson, 2008 Panjang siklus menstruasi yang normal adalah 21-35 hari (Palter & Olive,

  2002) dan kira-kira 97% wanita yang berovulasi siklus haidnya berkisar 18-42 hari. Jika siklusnya kurang dari 18 hari atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur, biasanya siklusnya tidak berovulasi (anovulatoar) (Hanafiah, 2009).

  Siklus menstruasi normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas dua fase dan satu saat, yaitu fase folikuler, saat ovulasi, dan fase luteal.

  Gambar 2. Siklus Menstruasi Sumber: Womack, 2011 Hari 1-5 adalah menstrual phase (disebut juga haid atau menstruasi) saat lapisan dalam uterus lepas dan keluar dalam bentuk darah, jaringan endometrium, dan mukus. Aktivitas ovarium minimal, sehingga level hormon estrogen dan progesteron menjadi relatif rendah. Ketika kadar hormon estrogen rendah, hipofisis anterior akan memfasilitasi pengeluaran follicle-stimulating hormone (FSH) lebih banyak dari luteinizing hormone (LH) – proses ini sebenarnya terjadi pada akhir di siklus sebelumnya dan berlanjut sampai menstrual phase pada siklus berikutnya.

  Hari 6-12 adalah proliferative, estrogenic, atau follicular phase. Pada fase ini FSH dan LH yang disekresi oleh hipofisis anterior menstimulasi pembentukan kantong berisi cairan yang disebut folikel. Setiap folikel merupakan tempat dari ovum yang berkembang, namun hanya satu folikel yang akan mencapai maturitas penuh. FSH kemudian menstimulasi folikel di dalam ovarium untuk mengeluarkan estrogen. Pengeluaran estrogen ini menyebabkan penebalan endometrium. Peningkatan kadar estrogen akan menghambat sekresi FSH dan meningkatkan kadar LH yang mencolok. Lonjakan LH membuat satu folikel menjadi matur.

  Hari 13-15 adalah ovulatory phase. Kira-kira 16-24 jam setelah lonjakan berkembang. Fertilisasi dapat terjadi dalam rentang waktu ini. Peristiwa ini disebut ovulasi, yang secara khas terjadi pada hari ke-14.

  Hari 16-23 adalah secretory, progestational, atau luteal phase disaat folikel yang telah kosong berubah menjadi struktur sel endokrin yang disebut korpus luteum. Korpus luteum ini mensekresikan progesteron dalam jumlah yang banyak dan estrogen dalam jumlah sedikit. Progesteron mempertahankan penebalan dinding uterus dan menyebabkan sel-sel uterus mengeluarkan hormon dan enzim lain untuk mempersiapkan endometrium sebagai tempat implantasi dari ovum yang sudah difertilisasi.

  Hari 24-28 adalah premenstrual phase. Jika ovum yang telah difertilisasi tidak implantasi pada lapisan uterus, korpus luteum akan berdegenerasi sehingga kadar progesteron dan estrogen akan menurun. Penurunan hormon ini akan berakibat dalam spasme pembuluh darah arteriol yang menyebabkan luluhnya endometrium. Akhirnya, kadar prostaglandin yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot uterus, yang akan mengeluarkan jaringan endometrium, darah, dan mukus (Johnson, 2008).

2. Tidak menggunakan pil kontrasepsi dalam 6 bulan terakhir.

  Kontrasepsi ialah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan (Albar, 2009). Metode kontrasepsi dibagi menjadi kontrasepsi hormonal dan kontrasepsi non-hormonal. Kontrasepsi hormonal adalah kontrasepsi yang menggunakan hormon seks steroid wanita seperti estrogen dan progesteron sintetis (Stubblefield & Olive, 2002). Kontrasepsi ini tersedia dalam bentuk oral, injeksi dan implan. Kontrasepsi oral adalah kombinasi estrogen dan progestin atau hanya progestin—mini pil dan merupakan jenis kontrasepsi hormonal yang paling banyak digunakan di dunia.

  Efek kontraseptif obat-obat yang mengandung steroid bersifat multipel, tetapi efek yang paling penting adalah mencegah ovulasi dengan menekan

  

gonadotropin-releasing factors dari hipotalamus. Dengan penekanan

gonadotropin releasing factors ini maka sekresi follicle stimulating hormone dan

  Estrogen saja dalam dosis yang memadai akan menghambat ovulasi dengan menekan gonadotropin. Estrogen ini juga mungkin akan menghambat implantasi dengan mengubah pematangan endometrium. Estrogen mempercepat transportasi ovum; namun progestin menyebabkan perlambatan.

  Progestin menyebabkan terbentuknya mukus serviks yang kental, sedikit, selular, dan menghambat perjalanan sperma. Kapasitasi sperma juga mungkin terhambat. Seperti estrogen, progestin juga menyebabkan endometrium menjadi kurang memungkinkan untuk implantasi blastokista. Akhirnya, progestin juga dapat menghambat ovulasi dengan menekan gonadotropin (Cunningham et al., 2006).

  Setelah kontrasepsi oral dihentikan, siklus ovulasi kembali dalam beberapa bulan (Stubblefield & Olive, 2002). Serupa dengan masa pascapartum, dalam 3 bulan setelah penghentian, paling tidak 90 persen wanita yang sebelumnya berovulasi secara teratur akan kembali mengalaminya. Bracken et al. mengamati penurunan angka konsepsi selama paling tidak enam siklus setelah penghentian kontrasepsi ini (Cunningham et al., 2006).

  Rumus Naegele dilakukan dengan cara menambahkan 7 hari ke hari pertama haid terakhir dan menghitung mundur 3 bulan. Rumus Naegele dilakukan dengan asumsi bahwa siklus haid rata-rata adalah 28 hari dengan ovulasi terjadi pada hari ke-14 dan lama kehamilan rata-rata 280 hari dari hari pertama haid terakhir. Kemungkinan kesalahan dalam perkiraan usia kehamilan dalam metode ini dapat terjadi dalam setidaknya 4 aspek (Ananth, 2007), yaitu: a.

  Panjang siklus menstruasi normal yang dapat berbeda-beda pada wanita.

  Bahkan pada wanita dengan panjang siklus menstruasi rata-rata, waktu terjadinya ovulasi dapat berbeda. Baird et al. melaporkan bahwa hanya 10% wanita dengan siklus menstruasi 28 hari dan teratur ovulasi terjadi tepat pada hari ke-14. Ditemukan dari 75% wanita yang diteliti, ovulasi terjadi dalam ± 4 hari dari hari ke-13 (Lynch & Zhang, 2007).

  b.

  Wanita dengan siklus menstruasi yang tidak teratur atau anovulatoar tidak dapat disertakan dalam asumsi bahwa ovulasi terjadi pada hari ke-14; pada merupakan keguguran kandungan spontan yang tidak diketahui.

  c.

  Perdarahan pada awal kehamilan mungkin sering disalahartikan sebagai periode menstruasi yang terlambat. Dengan demikian, dapat terjadi kesalahan dalam tanggal periode menstruasi terakhir sebanyak 4 minggu.

  d.

  Kesalahan dalam mengingat tanggal hari pertama haid terakhir.

  Dari penelitian yang dilakukan, Hall et al menemukan bahwa diantara 11.602 wanita yang diteliti, 79% mengetahui tanggal HPHT pastinya (pasti dalam ± 1 minggu), 13% secara mengira-ngira mengetahui tanggal HPHT pastinya (pasti dalam ± 2 minggu), dan 7% tidak dapat mengetahui tanggal HPHT pastinya (pasti dalam ± 4 minggu) (Lynch & Zhang, 2007).

  Untuk itu dalam menentukan usia kehamilan dengan menggunakan rumus Naegele diperlukan anamnesis yang cermat. Riwayat menstruasi sangatlah penting. Wanita yang mengalami menstruasi secara spontan dan teratur setiap sekitar 28 hari kemungkinan besar berovulasi pada pertengahan daur. Apabila daur menstruasinya secara bermakna lebih lama daripada 28 sampai 30 hari, maka ovulasi lebih besar kemungkinannya terjadi jauh setelah 14 hari; atau apabila interval terlalu lama dan tidak teratur, maka kemungkinan besar sebagian dari episode-episode perdarahan vagina yang diidentifikasi sebagai menstruasi didahului oleh anovulasi kronik. Tanpa menstruasi yang teratur, spontan, siklik, dan dapat diperkirakan yang mengisyaratkan siklus ovulatorik, maka usia kehamilan yang akurat sulit ditentukan.

  Perlu dipastikan juga apakah wanita yang bersangkutan menggunakan kontrasepsi steroid sebelum hamil. Wanita yang mengalami perdarahan lucut berulang teratur selagi menggunakan kontrasepsi biasanya menghentikan pemakaian kontrasepsi tersebut secara siklis dan langsung hamil tanpa mengalami perdarahan mirip menstruasi lebih lanjut. Namun, ovulasi mungkin belum pulih dalam 2 minggu setelah awitan perdarahan lucut terakhir, tetapi mungkin terjadi pada tanggal-tanggal selanjutnya yang sangat bervariasi. Dalam hal ini kita sulit memperkirakan waktu ovulasi (Cunningham et al., 2006).

  Dengan HPHT yang tidak pasti, USG sering digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan taksiran tanggal persalinan. HPHT tidak dapat dipercaya pada keadaan seperti: tanggal HPHT tidak diketahui dengan tepat, siklus haid rata-rata bukan 28 hari, siklus haid tidak teratur, ibu hamil tersebut baru berhenti mengkonsumsi pil kontrasepsi dalam tiga bulan terakhir, dan terjadi perdarahan awal kehamilan (Chudleigh & Thilaganathan, 2004). Perkiraan usia kehamilan dengan USG dilakukan dengan mengukur biometri janin. Banyak parameter yang telah digunakan untuk menentukan usia kehamilan. Parameter yang paling sering digunakan adalah: a.

  Mean Sac Diameter b. Pengukuran Kantung Gestasi c. Pengukuran Panjang Ubun-ubun Bokong (CRL)

  Pengukuran panjang ubun-ubun bokong dilakukan pada minggu 5-14 kehamilan dan merupakan cara yang paling akurat dalam menentukan usia kehamilan pada trimester pertama (Shan & Madheswaran, 2010).

  d.

  Diameter Biparietal (BPD) e. Panjang Tulang Femur (FL)

Tabel 2.2. Keakuratan Penentuan Usia Kehamilan dengan Ultrasonografi

  Usia Kehamilan Ukuran Ultrasonografi Rentang Keakuratan (minggu) <8 Ukuran kantong gestasi ±10 hari 8-12 Jarak kepala bokong ±7 hari 12-14 Jarak kepala bokong, ±14 hari

  BPD 15-20 BPD, HC, FL, AC ±10 hari 20-28 BPD, HC, FL, AC ±2 minggu >28 BPD, HC, FL, AC ±3 minggu

  BPD = biparietal diameter (diameter biparietal) HC = head circumference (lingkar kepala) FL = femur length (panjang femur) AC = abdominal circumference (lingkar abdomen) Sumber : Duroseau & Blakemore, 2002

2.3. Pertumbuhan Janin

  Kehidupan janin di dalam rahim (intrauterus) dibagi dalam fase-fase, yaitu: A.

  Fase Ovum, Zigot, dan Blastokista Fase perkembangan yang terjadi adalah : 1.

  Ovulasi 2. Fertilisasi ovum 3. Pembentukan blastokista bebas 4. Implantasi blastokista Hal ini dapat diidentifikasi selama 2 minggu pertama setelah ovulasi.

  Setelah implantasi vili korionik primitif segera berkembang. Dengan terbentuknya vili korionik, produk konsepsi sebaiknya disebut sebagai mudigah.

  B.

  Fase Mudigah Periode mudigah dimulai sejak awal minggu ketiga setelah ovulasi/fertilisasi, yang bersamaan dengan waktu perkiraan menstruasi berikutnya seharusnya dimulai. Pada saat ini, sebagian besar uji kehamilan yang mengukur gonadotropin korionik manusia (hCG) akan memberi hasil positif dan lempeng embrionik sudah terbentuk. Periode mudigah berakhir pada minggu ke-8 setelah fertilisasi. Pada waktu ini, semua struktur esensial sudah mulai berkembang.

  Fase Janin Fase ini terjadi 8 minggu setelah fertilisasi, atau 10 minggu setelah awitan menstruasi terakhir (Cunningham et al., 2006).

  7 Kelopak mata mulai

  28 Mata membuka; janin memutar kepala ke bawah; berat 1.300 g

  25 Trimester ke 3 mulai; berat 900 g; panjang, 25 cm

  10 Batas kehidupan bawah biasa; berat, 460 g; panjang, 19 cm

  20 Genitalia eksterna dapat dibedakan

  9 Masa janin mulai, panjang kepala pantat, 5cm;berat, 8 g

  8 Ovarium dan testes dapat dibedakan

  6 Hidung primitif, filtrum, palatum primer, panjang kepala-pantat, 21-23 mm

Tabel 2.3. Peristiwa-peristiwa Penting Perkembangan Prenatal

  5 Plakode lensa, mulut primitif, garis jari pada tangan

  4 Fusi neural fold pelipatan embrio ke dalam bentuk seperti- manusia; tunas lengan dan kaki muncul; panjang kepala (korona) sampai pantat, 4-5 mm

  3 Masa henti menstruasi pertama; mesoderm muncul (embrio trilaminar); somit mulai dibentuk

  2 Endoderm dan ektoderm muncul (embrio bilaminar)

  1 Fertilisasi dan implantasi; mulai masa embrional

  Minggu Peristiwa Perkembangan

  38 Cukup bulan Sumber : Needlman, 2000

2.4. Prematuritas

  Kelahiran prematur didefinisikan sebagai bayi yang dilahirkan sebelum lengkap 37 minggu. Berdasarkan usia kehamilan, ada 3 subkategori kelahiran prematur:

  Extremely preterm (<28 minggu) b.

  Very preterm (<32 minggu) c. Moderate to late preterm (32 - <37 minggu)

  Induksi persalinan atau seksio sesaria tidak boleh dilakukan sebelum lengkap 39 minggu kecuali ada indikasi medis (WHO, 2012). Kelahiran prematur terjadi secara spontan sebanyak 40%-50%, dengan sisanya disebabkan oleh preterm premature rupture of membranes (PPROM) sebanyak 25%-40% dan induksi persalinan atau seksio sesaria atas indikasi medis yang terlalu cepat sebanyak 20%-25% (Goldenberg, 2002).

  Penatalaksanaan kelahiran prematur termasuk pemakaian antibiotik, kortikosteroid antenatal atau induksi persalinan dilakukan berdasarkan usia kehamilan. Pada PPROM dengan usia kehamilan 34 minggu atau lebih, induksi persalinan dapat dilakukan secara elektif. Insidensi Respiratory Distress

  

Syndrome (RDS) dan morbiditas neonatus yang lahir pada 34 minggu tidak

  berbeda dengan yang lahir pada 35 dan 36 minggu. Intervensi seperti kortikosteroid dan antibiotik tidak lagi diindikasikan. Pada usia kehamilan 34 minggu, induksi kelahiran dengan PPROM menurunkan insidensi

  chorioamnionitis dan sepsis neonatal. Pada usia kehamilan 32 sampai 33 minggu,

  induksi kelahiran dilakukan apabila paru-paru janin sudah matang berdasarkan amniosintesis. Pada 24-32 minggu, berikan antibiotik dan kortikosteroid, monitoring infeksi dan komplikasi lainnya. Jika tidak ada bukti keadaan yang membahayakan janin dan persalinan tidak terjadi secara spontan, kehamilan ini harus dipertahankan sampai 34 minggu (Sayres, 2011).

2.4.1. Komplikasi Prematuritas

  Pada bayi prematur terdapat peningkatan risiko komplikasi neonatal dan kesulitan jangka panjang seperti:

Tabel 2.4. Komplikasi dan Ketidakmampuan Berhubungan dengan Prematuritas

  Neonatal Jangka Pendek Jangka Panjang Sindrom kegawatan pernapasan (RDS)

  Kesulitan makan dan gangguan pertumbuhan

  Cerebral palsy

  Perdarahan intraventrikular Infeksi Defisit sensoris

  Leukomalasia periventikular Apnea Kebutuhan pelayanan kesehatan khusus

  Paten duktus arteriosus Gangguan neurodevelopmental

  Incomplete catch-up growth

  Enterokolitis nekrotikans Retinopati Kesulitan di sekolah

  Infeksi Distonia transien Masalah tingkah laku Abnormalitas endokrin Penyakit paru-paru kronis Defisiensi nutrisi

  Sumber : Perkin Elmer, 2009

2.5. Postmaturitas

  Postmaturitas atau kehamilan memanjang adalah kehamilan 42 minggu lengkap (294 hari atau taksiran tanggal persalinan ditambah 14 hari) atau lebih sejak hari pertama haid terakhir (Gumus, Kamalak & Turhan, 2009). Penyebab tersering kehamilan memanjang adalah penentuan usia kehamilan yang tidak tepat (ACOG Practice Bulletin No. 55, 2004).

2.5.1. Komplikasi Postmaturitas

  Risiko kehamilan postmatur adalah: a. Risiko terhadap Janin

  Pada kehamilan pada 42 minggu terdapat peningkatan mortalitas perinatal 2 kali dibandingkan dengan kehamilan pada 40 minggu dan meningkat 4 kali lipat pada kehamilan 43 minggu dan 5 sampai 7 kali lipat pada kehamilan 44 minggu (Gumus, Kamalak & Turhan, 2009). Penyebab peningkatan kematian perinatal ini disebabkan oleh insufisiensi uteroplasenta, aspirasi mekonium, dan infeksi intrauteri. Kehamilan postterm juga merupakan faktor risiko independen untuk menyebabkan rendahnya pH arteri umbilikus pada saat melahirkan dan rendahnya skor Apgar pada 5 menit pertama (ACOG Practice Bulletin No. 55,

  Bayi lebih bulan mempunyai ukuran lebih besar dan daripada bayi cukup bulan dan mempunyai insidensi lebih tinggi untuk makrosomia. Komplikasi yang berkaitan dengan makrosomia adalah partus lama, cephalopelvic disproportion, dan distosia bahu dengan risiko kerusakan ortopedi dan neurologi (ACOG

  No. 55, 2004).

  Practice Bulletin

  Kira-kira 20% bayi lebih bulan mempunyai sindrom dismaturitas, dimana karakteristiknya menyerupai retardasi pertumbuhan intrauteri kronis yang disebabkan oleh insufisiensi uteroplasenta. Kehamilan ini mempunyai peningkatan risiko terhadap kompresi tali pusat karena oligohidramnion, aspirasi mekonium, dan komplikasi neonatus jangka pendek (seperti hipoglikemia, kejang, dan insufisiensi pernapasan) (ACOG Practice Bulletin No. 55, 2004).

  Peningkatan risiko kematian dalam 1 tahun pertama kehidupan juga dialami oleh bayi lebih bulan. Beberapa kematian ini disebabkan oleh komplikasi peripartum (seperti sindrom aspirasi mekonium), dan kebanyakan penyebab kematian ini tidak diketahui (ACOG Practice Bulletin No. 55, 2004).

  b.

  Risiko terhadap Ibu Hamil Risiko kehamilan lebih bulan terhadap ibu hamil adalah meningkatnya distosia persalinan, meningkatnya trauma perineum berat yang disebabkan oleh makrosomia, dan meningkatnya kemungkinan dilakukannya persalinan sesar. Persalinan seksio sesaria dapat mengakibatkan beberapa komplikasi, seperti endometritis, perdarahan, dan penyakit tromboemboli. Terakhir, kehamilan lebih bulan dapat menjadi sumber kecemasan yang besar bagi ibu hamil (ACOG Practice Bulletin No. 55, 2004).

  Penentuan usia kehamilan yang akurat sangat penting dalam meminimalisasi kesalahan diagnosis kehamilan memanjang (ACOG Practice

  

Bulletin No. 55, 2004). Penggunaan ultrasonografi dalam penentuan usia kehamilan menurunkan insidensi kehamilan memanjang secara signifikan (Roos

  

et al., 2010). Menurut Bennet et al. (2004), penggunaan ultrasonografi pada

  trimester pertama secara signifikan menunjukkan penurunan induksi persalinan pada kehamilan 41 minggu dan lebih (5%) dibandingkan dengan penggunaan

Dokumen yang terkait

Gambaran Pelaksanaan Penentuan Usia Kehamilan dan Taksiran Tanggal Persalinan oleh Bidan pada Ibu Hamil di Puskesmas Helvetia

0 45 93

Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Kehamilan Risiko Tinggi dengan Persiapan Persalinan pada Ibu Hamil Usia Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Bangsalsari Kabupaten Jember

0 15 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan - Pengetahuan Ibu Hamil tentang Asupan Zat Gizi Mikro selama Kehamilan di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan

0 1 32

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Kehamilan 1.1 Definisi Kehamilan - Stres Ibu Selama Menjalani Kehamilan di Kelurahan Belawan II Kecamatan Medan Belawan

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Perilaku Suami dalam Menghadapi Perubahan Psikologis Ibu Hamil dengan Emesis Gravidarum pada Kehamilan Trimester Pertama di Klinik Bidan Loly Medan Tahun 2012

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hamil Usia Dini - Analisis Faktor yang Memengaruhi Kehamilan Usia Dini di Kecamatan Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013

1 2 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemeriksaan Kehamilan - Pengaruh Karakteristik Ibu dan Dukungan Suami Terhadap Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care) di Wilayah Kerja Puskesmas Mandala Kecamatan Medan-Tembung

0 0 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia - Ekspresi Protein pada Kehamilan Preeklampsia Berat/Eklampsia dengan Kehamilan Normatens

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kehamilan 2.1.1. Pengertian Kehamilan - Pengaruh Pendidikan Gizi dan Kesehatan Terhadapa Pengetahuan Gizi, Praktik Gizi, dan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil di Rumah Bersalin Gratis Rumah Zakat Medan Tahun 2014

0 0 23

Gambaran Pelaksanaan Penentuan Usia Kehamilan dan Taksiran Tanggal Persalinan oleh Bidan pada Ibu Hamil di Puskesmas Helvetia

0 1 29