BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif Paradigma Kajian - Path Dan Pengungkapan Diri (Studi Deskriptif Kualitatif Media Sosial Path sebagai Sarana Pengungkapan Diri Mahasiswa Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif/ Paradigma Kajian Riset adalah sebuah kegiatan menggambarkan sebuah objek.

  Menggambarkan sebuah objek terkadang menyulitkan. Becker mendefinisikan perspektif sebagai seperangkat gagasan yang melukiskan karakter situasi yang memungkinkan pengambilan tindakan, suatu spesifikasi jenis-jenis tindakan yang secara layak dan masuk akal dilakukan orang, standar nilai yang memungkinkan orang dapat dinilai (Mulyana,2001:5). Sedangkan Wimmer & Domininck dalam (Kriyantono, 2006: 48) menyebut pendekatan dengan paradigma, yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia. Perspektif tercipta berdasarkan komunikasi antar anggota suatu kelompok selama seseorang menjadi bagian kelompok tersebut.

  Menurut Mulyana, jenis perspektif atau pendekatan yang disampaikan oleh teoretisi bergantung pada bagaimana teoretisi itu memandang manusia yang menjadi objek kajian mereka. Adapun metodologi yang digunakan peneliti dalam pembahasannya adalah metode deskriptif kualitatif dengan paradigma konstruktivisme. Asumsi ontologis pada paradigma konstruktivisme menganggap realitas merupakan konstruksi sosial, kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Selain itu realita juga dianggap sebagai hasil konstruksi mental dari individu pelaku sosial, sehingga realitas dipahami secara beragam dan dipengaruhi oleh pengalaman, konteks dan waktu (Kriyantono,2006:51).

  Secara epistemologis, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Didalam paradigma ini, peneliti dan objek atau realitas yang diteliti merupakan kesatuan realitas yang tidak terpisahkan. Peneliti merupakan fasilitator yang menjembatani keragaman subyektivitas pelaku sosial dalam rangka merekonstruksi realitas sosial. Dari sisi aksiologis, peneliti akan memperlakukan nilai, etika, dan pilihan moral sebagai bagian integral dari penelitian dengan tujuan merekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti.

  Konstruktivisme atau constructivism mempunyai dampak yang luas sekali di bidang komunikasi. Menurut pandangan ini, para individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut kategori-kategori konseptual di dalam pemikirannya. Realitas tidak hadir dalam bentuk apa adanya tetapi harus disaring melalui cara seseorang melihat sesuatu. Konstruktivisme sebagian didasarkan pada teori dari George Kelly dalam (Budyatna dan Ganiem, 2011: 221) mengenai konsep-konsep pribadi atau personal constructs yang mengemukakan bahwa orang memahami pengalamannya dengan mengelompokkan dan membedakan peristiwa-peristiwa yang dialaminya menurut persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya. Perbedaan-perbedaan yang dipersepsikan tidaklah alamiah tetapi ditentukan oleh sejumlah hal-hal yang berlawanan di dalam sistem kognitif individu.

  Kompleksitas kognitif memainkan peranan yang penting di dalam komunikasi. Konsep-konsep antarpribadi terutama penting karena konsep-konsep tersebut mengarahkan bagaimana kita memahami orang lain. Para individu berbeda dalam kompleksitas dengan mana mereka memandang individu lainnya. Bila seorang individu sederhana dalam arti kognitif, individu cenderung melakukan stereotip kepada orang lain, sedangkan bila individu lebih memiliki perbedaan secara kognitif , maka individu akan melakukan perbedaan-perbedaan secara lebih halus dan lebih sensitif. Secara umum, kompleksitas kognitif mengarah kepada pemahaman yang lebih besar mengenai pandangan-pandangan orang lain dan kemampuan yang lebih baik untuk membingkai pesan-pesan dalam arti dapat memahami orang lain.

  Konstruktivisme pada dasarnya merupakan teori pilihan strategi atau

  

strategy-choice theory . Prosedur-prosedur penelitian para konstruktivis biasanya

  menanyakan para subjek untuk memilih tipe-tipe pesan yang berbeda dan mengklasifikasikannya yang berkenaan dengan kategori-kategori strategi (Budyatna dan Ganiem, 2011: 225).

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Komunikasi

  Berbicara tentang komunikasi, haruslah mengerti bagaimana arti dari komunikasi itu sendiri. Istilah komunikasi atau yang dalam bahasa inggris disebut

  communication di ambil dari bahasa Latin yaitu communis yang berarti “sama”.

  “Sama” disini memiliki maksud yakni memiliki makna yang sama. Ketika seseorang sedang berkomunikasi dalam bentuk percakapan dengan lawan bicaranya, hal ini dapat berlangsung jika keduanya memiliki kesamaan makna mengenai apa yang diperbincangkan. Maksudnya disini mengerti dari bahasa dan makna dari bahan yang diperbincangkan dalam komunikasi tersebut (Effendy, 2006: 9).

  Sedangkan Harold D. Lasswell dalam (Cangara, 2009 : 19) memiliki pendapat bahwa cara yang tepat untuk menjelaskan definisi komunikasi dengan menjawab beberapa pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendefenisikan komunikasi tersebut yaitu: “Siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa, dan apa pengaruhnya” (who?

  

Says what? In which channel? To whom? With what effect?) . Jika semua

  pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah terjawab maka hal tersebut merupakan defenisi dari komunikasi. Jawaban dari setiap pertanyaan pertanyaan tersebut dapat dijelaskan dengan melihat dari beberapa unsur-unsur komunikasi:

  • Siapa yang menyampaikan? / Who?

  Siapa yang menyampaikan? Merupakan kalimat lain dari: siapa sumber/ siapa pengirim? (Who?). Siapa sumber atau siapa pengirim pesan yang dimana disebut dengan komunikator. Penelitian ini membahas pengguna Path sebagai komunikator.

  • Apa yang di sampaikan? / Says what?

  Apa yang disampaikan? suatu yang disampaikan oleh pengirim (komunikator) kepada penerima adalah Pesan. Pesan biasanya dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi.

  Penelitian ini membahas tentang pesan yang di posting oleh pengguna di media sosial Path.

  • Melalui saluran apa? In which channel?

  Melalui saluran apa? Media yang dimaksud di sini ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam bentuknya. Selain indra manusia, ada juga saluran komunikasi seperti telepon, surat, telegram, yang digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi.

  Media dalam komunikasi masa adalah alat yang dapat menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, di mana setiap orang dapat melihat, membaca, dan mendengarnya. Berkat perkembangan teknologi komunikasi khususnya dibidang komunikasi massa elektronik yang begitu cepat, media massa elektronik makin banyak bentuknya, dan makin mengaburkan batas-batas untuk membedakan antara media komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi. Media komunikasi sendiri berkembang sangat cepat yakni dengan kemunculan internet yang merupakan media yang disebut-sebut sebagai media baru. Kemunculan internet manusia berkomunikasi, sebagaimana peneliti tertarik untuk meneliti sebuah media komunikasi yakni merupakan hasil inovasi dari kehadiran internet yang dinamakan media sosial.

  • Kepada siapa? To whom?

  Kepada siapa pesan disampaikan oleh komunikator?. Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau bisa dalam bentuk kelompok, partai atau Negara. Penerima biasa disebut dengan berbagai macam istilah seperti khalayak, sasaran, komunikan, atau dalam bahasa Inggris disebut

  

audience atau receiver. Penelitian ini membahas kepada penerima adalah

teman pengguna dalam media sosial Path.

  • Apa pengaruhnya? With what effect?

  Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Menurut De Fleur pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang setelah berkomunikasi.

2.2.2 Komunikasi Antarpribadi

  Komunikasi antar pribadi atau biasanya juga disebut komunikasi

  interpersonal merupakan satu proses sosial dimana orang orang yang terlibat di

  dalamnya saling mempengaruhi. Menurut De Vito komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang (komunikator) dan diterima oleh orang lain (komunikan) dengan efek dan umpan balik (jawaban balasan dari komunikan) yang langsung yang didapatkan oleh komunikator. Sementara hal ini juga dikemukakan oleh Effendy bahwa pada hakikatnya komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan seorang komunikan sama seperti yang De Vito kemukakan. Namun, Effendy menjelaskan komunikasi antar pribadi tersebut dianggap paling efektif ataupun paling berhasil dalam hal mengubah sikap, pendapat, atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis (Liliweri, 1997:12).

  Berdasarkan interaksinya, komunikasi antar pribadi memiliki definisi yang mengungkapkan bahwa komunikasi antar pribadi dilakukan dengan cara tatap muka, seperti halnya yang di ungkapkan oleh Rogers & Tan dalam (Liliweri, 1997: 12) yang mengungkapkan bahwasannya komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara dua orang atau lebih. Sedangkan komunikasi antar pribadi menurut Kathleen S. Verderber et.al, dalam (Budyatna & Ganiem,2011: 14) merupakan proses dimana orang membuat ataupun menciptakan dan mengelola hubungan mereka, dan melaksanakan tanggung jawab secara timbal balik antara satu dengan yang lain dalam menciptakan makna.

  Komunikasi antar pribadi berdasarkan konteks yang dimilikinya diungkapkan oleh Berger, Dainton & Stafford dalam (West & Turner, 2008: 36) yang mengatakan bahwa yang dibahas dalam komunikasi antar pribadi tersebut adalah bagaimana manusia menjalin hubungan dengan manusia lainnya, seperti bagaimana terciptanya suatu hubungan atau bagaimana suatu hubungan dimulai, bagaimana mempertahankan suatu hubungan, dan keretakan suatu hubungan.

  Komunikasi antar pribadi memiliki beberapa karaktersitik-karakteristik yang telah dirumuskan oleh Richard L. Weaver II dalam (Budyatna & Ganiem, 2011:15) yaitu:

  1) Komunikasi antar pribadi paling sedikit melibatkan dua orang

  2) Memiliki umpan balik langsung atau feedback dalam komunikasi antarpribadi hampir selalu memiliki umpan balik langsung. Feedback tersebut biasanya bersifat segera, nyata dan berkesinambungan.

  3) Komunikasi antar pribadi tidak harus tatap muka, kehadiran fisik tidak terlalu penting bagi komunikasi antar pribadi yang sudah berbentuk, adanya saling pengertian antara dua individu yang berkomunikasi yang membuat kehadiran fisik tidak menjadi terlalu penting. Tapi, Weaver juga mengatakan komunikasi antar pribadi yang dilakukan lewat media tidaklah ideal, walaupun komunikasi antar pribadi tanpa kehadiran fisik seperti bermedia dikarenakan jarak yang jauh masih dimungkinkan.

  4) Komunikasi antar pribadi tidak harus disengaja atau dengan kesadaran, ketika seseorang. Orang-orang itu mungkin mengkomunikasikan segala sesuatunya itu tanpa sengaja atau tanpa sadar, tetapi apa yang dilakukannya merupakan sebagai isyarat-isyarat yang dapat mempengaruhi anda.

  5) Menghasilkan beberapa pengaruh dan effect.Pengaruh atau efek disini tidak harus terjadi secara langsung ataupun segera dan nyata, tetapi suau komunikasi antar pribadi haruslah terjadi ataupun memiliki pengaruh.

  6) Tidak harus melibatkan atau menggunakan kata-kata

  Komunikasi antar pribadi dapat dilakukan tanpa menggunakan kata- kata yakni dengan melakukan komunikasi non-verbal. 7)

  Dipengaruhi oleh konteks Konteks adalah sesuatu yang mempengaruhi harapan-harapan partisipan meliputi; jasmaniah, sosial, sejarah, jiwa, dan kultur yang diperoleh para partisipan dan perilaku mereka selanjutnya.

  8) Dipengaruhi oleh kegaduhan atau noise. Kegaduhan/kebiasaan atau noise dapat bersifat external, internal, atau semantik.

2.2.2.1 Hubungan Komunikasi Antar Pribadi

  Berkomunikasi antar pribadi memiliki eskalasi hubungan. Ketika, seseorang berkomunikasi antar pribadi, seseorang tersebut pastilah menggolongkan lawan bicaranya. Seseorang dapat menggolongkan yang mana sahabat, yang mana hanya teman biasa dsb. Bagaimana seseorang berhubungan dan berkomunikasi dengan si A, si B, dan si C. Hubungan komunikasi antar pribadi memiliki beberapa tahap baik itu dari teman biasa menjadi sahabat, ataupun dari kekasih menjadi keluarga. Hubungan komunikasi antar pribadi menurut Duck & Gilmour dalam (Budyatna & Ganiem, 2011:36) diartikan sebagai sebuah serangkaian interaksi antara dua individu yang saling kenal satu sama lain.

  Hubungan komunikasi antar pribadi memiliki beberapa tahap yakni menurut Duck, Bythe, Rawlins, Argyle dan Furnham, juga Sillars dan Scott ,Olson dan Cromwel dalam (Liliweri, 1997: 54-58) yaitu:

  1) Tahap Perkenalan

  Tahap perkenalan dibagi oleh Berger menjadi tiga kategori yang disebut: (1) tahap pasif, yaitu tahap yang mengutamakan perhatian terhadap komunikan tanpa menanyakan apa-apa, seluruh situasi dan kondisi tetap sebagaimana apa adanya dan tidak dimanipulasi tahap ini ketika seseorang memperhatikan seseorang, sebelum ia memutuskan akan berkomunikasi atau tidak dengan seseorang; (2) tahap aktif, yaitu tahap mengajukan pertanyaan, memperhatikan dan mendengarkan komunikan, komunikan mulai memanipulasi situasi hubungan antarpribadi, tahap ini ketika seseorang baru memulai komunikasi; dan (3) tahap interaktif, ialah tahap memanipulasi komunikan agar komunikator bisa memperoleh informasi melalui prilaku komunikan, tahap ini dimana sudah saling berkomunikasi antara satu dengan yang lain, komunikasi yang terjalin aktif antara satu sama lain.

  2) Tahap persahabatan tahapan ini terjadi karena saling mengenal satu sama lain dengan baik. Argyle dan Henderson mengemukakan, persahabatan mempunyai beberapa fungsi, yaitu salng berbagi, selalu mendukung satu sama lain, membantu jika diperlukan, menghibur dan sebagainya

  3) Tahap keakraban dan keintiman pada tahapan ini terjadi karena dua pribadi memiliki banyak kesamaan sehingga membuat hubungan mereka menjadi satu bukan dua. Kelley menyebutkan keadaan seperti ini dapat menumbuhkan rasa cinta yang dapat menentukan relasi selanjutnya.

  4) Hubungan Suami dengan istri, setelah melewati beberapa tahap, tahap ini dapat terjalin dengan adanya pernikahan.

  5) Hubungan orang tua dan anak

  6) Hubungan persaudaraan

  De Vito (1997: 233) juga menjelaskan tahapan hubungan komunikasi antar pribadi, yang saling tumpang tindih dengan hubungan komunikasi antar pribadi diatas, yaitu: Gambar 2.1 Model hubungan lima tahap.

  Sumber: De Vito, 1997 1)

  Kontak. Tahap dimana pertama sekali bertemu sama halnya seperti tahap perkenalan yang dikutip oleh liliweri. Pada tahap kontak yang didefenisikan oleh De Vito ini beberapa persepsi alat indra digunakan. Pada tahap ini jyga seseorang biasanya memutuskan untuk melanjutkan hubungan atapun tidak sewaktu interaksi awal. 2)

  Keterlibatan. Tahap keterlibatan adalah tahap pengenalan lebih jauh, ketika seseorang mengikatkan dirinya untuk lebih mengenal orang lain dan juga mengungkapkan dirinya. Hal ini hampir sama dengan tahap perkenalan menurut para ahli diatas. 3)

  Keakraban. Pada tahap keakraban, seseorang mengikat dirinya lebih jauh pada orang ini. Pada tahap ini yang memungkinkan seseorang membina hubungan primer (primary relationship) dimana terjalin hubungan sahabat baik ataupun kekasih. 4)

  Perusakan. Dua tahap berikutnya merupakan penurunan hubungan, kerenggangan yang terjadi pada sebuah hubungan atau ketika ikatan di antara kedua pihak lemah. Pada tahap perusakan ini terjadi perasaan hubungan semakin jauh, atau sudah tidak sehat lagi. Jika tahap ini berlanjut, maka akan memasuki tahap pemutusan. 5)

  Pemutusan. Tahap pemutusan adalah pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua pihak.

2.2.3 Media baru dalam berkomunikasi

  Kehadiran teknologi komunikasi baru tersebut memiliki beberapa ciri sebagaimana diungkapkan Rogers (1986) yang menguraikan tiga ciri utama yang menandai kehadiran teknologi komunikasi baru yaitu: interactivity, de-

  

massification, dan asynchronous. Interactivity merupakan kemampuan sistem

  komunikasi baru (biasanya berisi sebuah komputer sebagai komponennya) untuk berbicara balik kepada penggunanya hampir seperti seorang individu yang berpartisipasi dalam sebuah percakapan. Ungkapan yang lain, media baru memiliki sifat interaktif yang tingkatannya mendekati sifat interaktif pada komunikasi antarpribadi secara tatap muka. Media komunikasi yang interaktif ini memungkinkan para partisipannya dapat berkomunikasi secara lebih akurat, lebih efektif, dan lebih memuaskan. De-massification atau tidak bersifat massal. Maksudnya, suatu pesan khusus dapat dipertukarkan secara individual diantara partisipan yang terlibat dalam jumlah yang besar. De-massification ini juga bermakna bahwa control atau pengendalian sistem komunikasi massa biasanya perpindah dari produsen pesan kepada konsumen media. Asynchronous bermakna bahwa teknologi komunikasi baru mempunyai kemampuan untuk mengirimkan dan menerima pesan pada waktu-waktu yang dikehendaki oleh setiap individu peserta (Rahardjo, 2011: 8-9).

  Hal ini telah disadari oleh Liliweri (1997:59) yang telah dituangkan dalam bukunya komunikasi antarpribadi tentang perubahan-perubahan komunikasi antar pribadi dalam bidang teknologi. Ia mengatakan paling tidak dalam dua puluh tahun pertama abad ke-20 ini sudah terjadi suatu kenyataan yang memperlihatkan penemuan-penemuan baru dalam bidang teknologi elektronika. Teknologi elektronika tersebut merupakan teknologi yang paling banyak mengemukakan teknologi komunikasi. Menurut Bride , manusia dapat bertahan hidup sebagai makhluk karena mampu mengorganisir, memperbaiki, mengembangkan dan meluaskan cara berkomunikasi. Usaha ini terlihat dari cara manusia mengirimkan pesan yang jelas melalui cara dan lain-lain (Liliweri, 1997: 59-60).

  Tentu ada perubahan penting sehubungan dengan munculnya media baru, berikut ini merupakan perubahan perubahan penting sehubungan dengan munculnya media baru menurut McQuail (Rahardjo,2011 :15) :

  1) Digitalisasi dan konvergensi semua aspek dari media

  2) Interaktivitas dan konektivitas jejaring yang meningkat. 3) Mobilitas dan delokasi pengiriman dan penerimaan (pesan). 4) Adaptasi publikasi dan peran-peran khalayak. 5)

  Munculnya beragam bentuk baru dari media ‘gateway’, yaitu pintu masuk untuk mengakses informasi pada Web atau untuk mengakses Web itu tersendiri. 6) Fragmentasi dan kaburnya ‘institusi media’. Lalu McQuail juga menguraikan ciri-ciri utama yang menandai perbedaan antara media baru dengan media lama (konvensional) berdasakan perspektif pengguna (Rahardjo,2011 :15-16 ):

  1) Interactivity : diindikasikan oleh rasio responden atau inisiatif dari pengguna terhadap tawaran dari sumber (pengirim pesan).

  2) Social presence (sociability): dialami oleg pengguna, sense of personal contact dengan orang lain dapat diciptakan melalui pengggunaan sebuah medium

  3) Autonomy: seorang pengguna merasa dapat mengendalikan isi dan menggunakannya dan bersikap independen terhadap sumber.

  4) Playfulness: digunakan untuk hiburan dan kenikmatan. 5)

  Privacy: diasosiasikan dengan penggunaan medium dan/ atau isi yang dipilih. 6)

  Personalization: tingkatan dimana isi dan penggunaan media bersifat personal dan unik.

  Perkembangan teknologi komunikasi membawa perubahan perubahan ataupun evolusi dari teori komunikasi sebagai akibat langsung maupun tidak langsung, berikut merupakan perubahan-perubahan yang dibawa oleh perkembangan teknologi komunikasi (Rahardjo, 2011: 13) :

  1) Dari pemusatan pada sumber dan pesan telah bergulir menuju pemusatan pada penerima dan makna.

  2) Dari arus komunikasi satu arah menuju arus sikuler atau spiral. 3)

  Dari tindak komunikasi statis menuju tindak komunikasi yang berorientasi pada proses. 4)

  Dari sebuah penekanan yang ekslusif mengenai transmisi informasi menuju penekanan pada interpretasi. 5)

  Dari public speaking menuju sebuah kerangka yang memperhatikan komunikasi dalam beragam konteks: antarpribadi, kelompok, organisasi, masyarakat, dan media. Sebagaimana Walther dalam (Severin & Tankard, 2008: 462) telah memberi sebutan komunikasi hiperpersonal yakni sebutan untuk komunikasi dengan perantara komputer yang secara sosial lebih menarik daripada komunikasi langsung. Walther juga memaparkan tiga faktor yang cenderung menjadikan partner komunikasi via komputer lebih menarik yaitu:

  1) E-mail dan jenis komputer lainnya memungkinkan presentasi diri yang sangat selektif, dengan lebih sedikit penampilan atau perilaku yang tidak diinginkan dibandingkan komunikasi langsung. Dengan kata lain, seseorang tidak harus kerepotan ketika berkomunikasi dengan orang lain melalui e-mail.

  2) Orang yang terlibat dakan komunikasi via komputer kadang kala mengalami proses atribusi yang berlebihan yang di dalamnya mereka membangun kesan stereotype tentang partner mereka. Kesan-kesan ini sering mengabaikan informasi negative, seperti kesalahan cetak, kesalahan ketik dan sebagainya.

  3) Ikatan intensifikasi bisa terjadi yang di dalamnya pesan-pesan postifif dari seorang patner akan membangkitkan pesan-pesan positif dari rekan satunya.

2.2.3.1 Teori New Media

  Teori New Media merupakan teori yang lahir dari teknologi komunikasi khususnya dunia maya yang dapat merubah masyarakat. Teori New Media memberi perhatian kepada bentuk-bentuk bagaimana media tersebut digunakan oleh masyarakat baik berupa informasi individu, kepemilikan penggetahuan hingga interaksi. Pembahasan utama dalam teori new media ini adalah kekuatan dari media dan dalam media itu sendiri, termasuk minat baru dalam karakteristik penyebaran dan penyiaran media. Media baru memiliki sifat interaktif (saling melakukan aksi antar hubungan) dan menciptakan sebuah pemahaman baru tentang komunikasi antar pribadi.

  Media baru dan media lama sangatlah berbeda. Melalui pendekatan interaksi sosial dan itegritas sosial media baru dan media lama dapat dilihat perbedaanya. Pendekatan interaksi sosial membedakan media dengan seberapa mirip media tersebut dengan model interaksi tatap muka. Media yang lebih lama memiliki peluang interaksi yang sedikit, media yang lebih menekankan penyebaran informasi dan sedikit adanya interaksi yang diciptakan seperti halnya radio, televisi. Sedangkan, media baru lebih memiliki interaksi didalamnya komunikator dengan komunikan bebas berkomunikasi dan berinteraksi. Hal ini yang membuat media baru menciptakan pemahaman baru tentang komunikasi antar pribadi (Littlejohn & Foss, 2009: 413). berjudul Cyberculture bahwa WWW (World Wide Web) merupakan sebuah informasi yang terbuka, fleksibel dan dinamis, yang memungkinkan manusia mengembangkan orientasi pengetahuan yang baru dan juga terlibat dalam dunia demokratis tentang pembagian kesamaan dan pemberian kuasa yang lebih interaktif dan berdasarkan masyarakat. Dunia maya memberikan tempat pertemuan semu yang memperluas dunia sosial, menciptakan peluang pengetahuan baru dan menyediakan tempat untuk berbagi pandangan secara luas (Littlejohn & Foss, 2009:413).

  Jelas saja berinteraksi ataupun berkomunikasi dengan media baru tidak seperti komunikasi tata muka. Media baru memberikan interaksi yang berbeda dan baru yang membawa penggunanya kembali pada hubungan pribadi dengan cara yang berbeda dan tidak dapat dilakukan oleh media yang sebelumnya. Pendekatan Integritas sosial, pendekatan ini bercerita tentang media merupakan sebuah “ritual” bagaimana manusia menggunakan media untuk menciptakan masyarakat. Pada pendekatan ini bagaimana media menyatukan manusia kedalam bentuk masyarakat dan memberi rasa saling memiliki antara satu dengan yang lainnya. Media baru membuat seseorang merasa sebagai bagian dari sesuatu yang besar dari dirinya, ketika media menjadi kebiasaan (Litllejohn & Foss, 2009: 414).

2.2.3.2 Uses and Gratification

  Uses and Gratification ataupun pendekatan penggunaan, kepuasan dan ketergantungan merupakan teori populer yang dimiliki komunikasi massa. Uses and Gratification ini memiliki fokus pada konsumen- anggota audiens- ataupun pengguna ketimbang pada pesannya. Seseorang bertanggung jawab dalam memilih media yang digunakannya untuk memenuhi kebutuhannya. Pandangan ini beranggapan bahwa media merupakan satu-satunya faktor yang mendukung bagaimana kebutuhan sesorang terpenuhi dan audiens dianggap sebagai perantara. Pengguna (sebagai individu) yang tahu kebutuhan apa yang ia butuhkan, dan memenuhinya dengan cara menggunakan media tertentu yang dapat memenuhi kebutuhannya tersebut (Littlejohn & Foss, 2009: 426).

  Katz menggambarkan logika yang mendasari pendekatan uses and gratification (Bungin, 2008: 286) : 1)

  Kondisi sosial psikologis seseorang Kebutuhan yang menciptakan

  3) Harapan-harapan terhadap

  4) Media massa atau sumber-sumber lain, yang membawa kepada

  5) Perbedaan pola pengguna media (atau keterlibatan dalam aktivitas lainnya) yang akhirnya akan menghasilkan

  6) Pemenuhan kebutuhan

  7) Konsekuensi lainnya

  2.2.3.3 Media sosial

  Media sosial atau juga disebut jejaring sosial adalah salah satu platform interaksi baru yang dimungkinkan dengan lahirnya web 2.0 yang bersifat interaktif. Pengguna internet yang semulanya hanyalah sebagai khalayak yang hanya bisa menyimak, sekarang bisa turut berpartisipasi (Melissa & Hamidati, 2011: 143).

  Hal ini dikuatkan dengan Boyn dan Ellison yang telah mendefinisikan situs jejaring sosial sebagai layanan berbasis web yang memungkinkan perorangan untuk (1) membangun profil umum atau semi umum dalam satu system yang terbatas, (2) menampilkan pengguna lainnya yang berkaitan dengan mereka dan (3) melihat-lihat dan mengamati daftar koneksi yang mereka miliki maypun daftar yang dibuat oleh pengguna lainnya dalam sistem tersebut (Melissa & Hamidati, 2011: 144).

  2.2.3.4 Path

Gambar 2.2 Tampilah fitur share pada Path

  Sumbe We all share the common urge to share, record and remember life.

  The beginning of history is defined by mankind’s first attempt to record

  life — etchings carved in the walls of the Lascaux caves. This impulse remained but the avenues for expression expanded with the creation of the typewriter, the camera, the personal computer, and now, the cell phone and mobile device. From oral storytelling, to the epic poem, to the fable, to the novel — methods to record and share life transformed with new technologies and the cultural shifts inspired by each. With the Internet came the blog, social networks, and a new culture of public journaling. Now a new era is upon us, the mobile era, defined by the fact that we carry devices equipped with keyboards, cameras, music, location-tracking, and our loved ones just a button-press away. The mobile era is deserving of a new way to tell our stories — in a new network, in a new type of journal. The designers and engineers at Path have dreamed up and realized the Smart Journal — a journal that’s with you everywhere you go, posts entries without your effort, combines photo, video, music, people, places, and text, and most importantly, includes your loved ones. Path upholds the expectations for privacy of both the mobile phone and the journal with its limited, intimate, more personal network. On Path you can share your thoughts, the music you’re listening to, where you are, who you’re with, when you wake and when you sleep, and your photos and videos. For those of you who enjoy sharing on networks like Twitter, Foursquare, and Facebook, we’ve made it simple to check-in, upload photos and videos, and tweet directly from Path. A feature we call Automatic enables Path to learn about you as you go about your daily routine. You can optionally choose to have your Path updated with stories about your life — automatically. Path is a journal that writes itself.Path is the modern journal for the modern age. Welcome to the mobile era, welcome to Path. Adapun value yang di miliki oleh Path adalah sebagai berikut:

  1) Simple. Path menyediakan cara sederhana penggunanya untuk membuat jurnal kehidupan /catatan kehidupan penggunanya yang dimana saja bisa digunakan.

  2) Personal. Path membantu penggunanya untuk secara otentik mengekspresikan diri sendiri dan berbagi kehidupan pribadinya dengan orang yang dicintainya.

  3) Quality. Path menyediakan untuk pernggunanya dengan kualitas jaringan, pengalaman superior, dan performa tercepat.

  4) Joy. Path menampilkan fitur yang menyenangkan untuk pengggunanya melalui desain, informasi, dan komunikasi.

   Smart. Path semestinya bisa mempelajari tentang kehidupan penggunanya seiring berjalannya waktu.

6) Private. Path adalah sesuatu yang di ciptakan dengan privasi.

  Penggunanya bisa mengkontrol privasi mengenai informasi dan pengalaman hidupnya.

  

Path memiliki tujuan untuk membantu penggunanya mengembangkan

  jaringan berkualitas tinggi untuk menghubungkan lebih mendalam dan berbagi momen pribadi dengan teman-teman terdekat dan keluarga.Tujuan diciptakannya

  

Path adalah untuk membina hubungan yang berkualitas untuk menawarkan

  kenyamanan untuk berbagi semua momen (http://service.path.com)

2.2.4 Penetrasi Sosial

  Teori penetrasi sosial (social penetration theory) merupakan teori yang menggambarkan suatu pola dalam pengembangan hubungan. Penetrasi sosial merujuk pada sebuah proses ikatan hubungan dimana individu-individu bergerak dari komunikasi superficial ataupun komunikasi yang tidak akrab menjadi komunikasi yang lebih intim. Menurut Altman dan Taylor, keintiman di sini lebih dari sekedar keintiman secara fisik, dimensi lain dari keintiman termasuk intelektual dan emosional dan hingga pada batasan di mana pasangan melakukan aktivitas bersama. Altman dan Taylor percaya bahwa hubungan orang sangat bervariasi dalam penetrasi sosial mereka. Dari suami-istri, supervisor-karyawan, pasangan main golf, dokter-pasien, hingga para teoritikus menyimpulkan bahwa hubungan “melibatkan tingkatan berbeda dari perubahan keintiman atau tingkat penetrasi sosial” (West & Turner, 2008 : 196). Asumsi teori penetrasi sosial (West & Turner, 2008:197):

  1) Hubungan-hubungan mengalami kemajuan dari tidak intim menjadi intim

  Hubungan komunikasi antara orang dimulai pada tahapan superficial ataupun tidak akrab dan bergerak pada sebuah kontinium menuju tahapan yang lebih intim. Sejalan dengan adanya waktu hubungan-hubungan mempunyai kesempatan untuk menjadi lebih intim.

2) Secara umum, perkembangan hubungan sistermatis dapat diprediksi.

  Asumsi kedua dari teori penetrasi sosial, berhubungan prediktabilitas. Secara khusus, para teoritikus berpendapat bahwa hubungan-hubungan berkembang secara sistematis dan dapat diprediksi.

  3) Perkembangan hubungan mencangkup depenetrasi (penarikan diri) dan disolusi.

  Ketika hubungan menjadi berantakan, dan yang terjadi adalah menarik diri (keruntuhan perlahan sebuah hubungan), kemunduran ini dapat menyebabkan terjadinya disolusi hubungan.

4) Pembukaan diri (self-disclosure) adalah inti dari perkembangan hubungan.

  Menurut Altman & Taylor hubungan yang tidak intim menjadi intim dikarenakan adanya keterbukaan diri antara satu dengan yang lain. Pembukaan diri membantu membentuk hubungan masa kini dan masa depan antara dua orang dan “membuat diri terbuka terhadap orang lain memberikan kepuasan yang intristik”. Membuka diri dapat membuat hubungan yang tadinya tidak terlalu akrab menjadi akrab. Teori ini membahas tentang bagaimana proses seseorang komunikator mendekati komunikan. Ketika seseorang ingin mengenal lebih jauh lawan bicaranya (komunikan). Altman dan Taylor menyebutnya sebagai analogi kulit bawang. Dimana terdapat banyak lapisan-lapisan yang ada tentang informasi diri seseorang komunikan. Lapisan terluar dari diri seseorang disebut dengan citra public (public image) yakni informasi diri tentang fisik (rambut, bentuk wajah, warna kulit, tinggi badan), usia, nama dll. Penetrasi sosial adalah teori yang bercerita tentang bagaimana seseorang komunikator ingin mengenal lebih jauh dengan komunikan. Setiap manusia disini dianalogikan oleh Altman dan Taylor sebagai bawang. Bawang adalah sebuah tanaman ubis (kbbi.web.id) yang memiliki lapisan-lapisan. Seseorang ingin mengenal orang lebih jauh pastilah bertahap melakukan pendekatannya sama seperti mengupas bawang. Lapisan paling dalam adalah informasi diri yang tidak sembarangan orang yang mengetahui. Penetrasi sosial memiliki tahapan proses penetrasi sosial (West & Turner, 2008:205):

  1) Orientasi : Membuka sedikit demi sedikit

  Tahap paling awal dari interaksi, disebut tahap orientasi, yang terjadi pada tingkat publik; seseorang hanya sedikit mengenai dirinya yang terbuka untuk orang lain. Selama tahapan ini, pertanyaan-pertanyaan yang dibuat biasanya hanya hal-hal klise dan merupakan gambaran hal-hal yang bersifat tidak akrab dari seorang individu. Dalam tahapan ini orang biasanya bertindak sesuai dengan cara yang dianggap baik secara sosial dan berhati-hati tidak melanggar harapan sosial. 2)

  Pertukaran penjajakan afektif: Munculnya diri Merupakan tahapan dimana perluasan daerah publik dari diri dan terjadi ketika aspek-aspek dari kepribadian seorang individu mulai muncul.

  3) Pertukaran penjajakan afektif: Komitmen dan Kenyamanan

  Pada tahap ini ditandai oleh persahabatan yang dekat dan pasangan yang intim. Dimana dalam tahapan ini komunikasi sering kali berjalan spontn dan individu membuat keputusan yang cepat, sering kali dengan sedikit memberikan perhatian untuk hubungan secara keseluruhan dalam tahap ini penggunaan personal idiom mulai muncul. 4)

  Pertukaran Stabil Tahap pertukaran stabil berhubungan dengan pengungkapan pemikiran, perasaan dan perilaku secara terbuka yang mengakibatkan munculnya spontanitas dan keunikan hubungan yang tinggi. Pada tahap ini dibangunnya sebuah system komunikasi personal.

2.2.5 Pengungkapan Diri

  Pengungkapan diri atau pembukaan diri (self-disclosure) menurut Johnson adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita di masa kini tersebut. Membuka diri berarti mengungkapkan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan yakni perasaan kita terhadap kejadian-kejadian yang baru saja dialami atau disaksikan (Supratiknya, 1995: 14).

  Pengungkapan diri menurut Jourard memiliki arti pembicaraan mengenai diri sendiri kepada orang lain sehingga orang lain mengetahui apa yang dipikirkan, dirasakan dan diinginkan oleh diri. Definisi tersebut sejalan dengan pendapat DeVito bahwa pengungkapan diri merupakan sebuah tipe komunikasi tentang informasi diri pribadi yang umumnya disembunyikan, namun di beritahukan atau disampaikan lewat komunikasi kepada orang lain (Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro Vol.3 No.2)

  Pengungkapan diri menurut Jourard memiliki tiga dimensi, yaitu dimensi keluasan (breadth), kedalaman (depth) dan target atau sasaran pengungkapan diri. Dimensi keluasan mengacu pada cakupan materi yang di ungkap dan semua materi tersebut dijabarkan dalam enam kategori informasi tentang diri sendiri, yaitu sikap dan pendapat; rasa dan minat; pekerjaan atau kuliah; uang; kepribadian; dan tubuh. Dimensi kedalaman pengungkapan diri mengacu pada empat tingkatan pengungkapan diri, yaitu: tidak pernah bercerita kepada orang lain tentang aspek diri, berbicara secara umum, bercerita secara penuh dan sangat mendetail, dan berbohong atau salah mengartikan aspek diri sendiri, sehingga yang diberikan kepada orang lain berupa gambaran diri yang salah. Pada dimensi orang yang dituju (target-person), sasaran pengungkapan diri terdiri atas lima orang yaitu ibu, ayah, teman pria, teman wanita, dan pasangan (Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro Vol.3 No.2).

  De Vito mengindentifikasi beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengungkapan diri. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri tersebut (De Vito,1997 : 62) :

  1) Besar Kelompok. Pengungkapan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil ketimbang dalam kelompok besar.

  2) Perasaan menyukai. Seseorang membuka diri kepada orang-orang yang disukai atau dicintainya. Ini tidak mengherankan, karena orang yang tidak disukai (dan barang kali menyukai kita) akan bersikap mendukung dan positif.

  3) Efek diadik. Seseorang melakukan pengungkapan diri bila orang yang menjadi lawan bicaranya melakukan pengungkapan diri juga. Efek diadik membuat seseorang menjadi aman dan nyatanya dapat memperkuat perilaku pengungkapan diri seseorang.

  4) Kompetensi. Orang yang kompeten lebih banyak melakukan pengungkapan diri ketimbang orang yang kurang kompeten.

  5) Kepribadian. Orang-orang yang pandai bergaul (sociable) dan ekstrovert melakukan pengungkapan diri lebih banyak ketimbang mereka yang kurang pandai bergaul dan lebih introvert. Perasaan gelisah juga mempengaruhi pengungkapan diri. Rasa gelisah adakalanya meningkatkan pengungkapan diri dan kali lain menguranginya sampai batas minimum. Orang yang kurang berani berbicara pada umumnya juga kurang mengungkapan diri ketimbang mereka yang merasa lebih nyaman dalam berkomunikasi. 6)

  Topik. Seseorang lebih cendrung membuka dirinya tentang topik tertentu ketimbang topik yang lain. Sebagai contoh seseorang lebih mungkin mengungkapkan informasi diri tentang pekerjaan atau hobinya ketimbang membuka diri tentang kehidupan seks atau situasi keuangannya. 7)

  Jenis Kelamin. Faktor terpenting yang mempengaruhi pengungkapan diri adalah jenis kelamin. Umumnya, pria lebih kurang terbuka ketimbang wanita. Judy C. Pearson berpendapat bahwa peran seks-lah (sex role) dan bukan jenis kelamin dalam arti biologis yang menyebabkan perbedaan dalam hal pengungkapan diri. Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi perilaku, perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai dan terdapat didalam diri orang yang bersangkutan. Kedalaman dalam pengungkapan diri seseorang tergantung pada situasi dan orang yang diajak berinteraksi. Jika orang yang berinteraksi menurut kita merupakan orang yang menyenangkan dan membuat kita merasa aman serta dapat membangkitkan semangat maka kemungkinan bagi kita untuk lebih membuka diri amatlah besar. Sebaliknya pada beberapa orang tertentu kita dapat saja menutup diri karena merasa kurang percaya kepada orang tersebut. Proses pengungkapan diri nampaknya individu-individu yang terlibat memiliki kecenderungan norma timbal balik. Bila seseorang menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi pada kita, kita akan cenderung memberikan reaksi yang sepadan. Pada umumnya kita mengharapkan orang lain memperlakukan kita sama seperti memperlakukan mereka. Manfaat dari pengungkapan diri menurut De Vito (1997: 63) :

  1) Pengetahuan diri

  Salah satu manfaat pengungkapan diri adalah mendapatkan perspektif baru tentang diri sendiri dan pemahaman yang lebih dalam mengenai perilaku diri sendiri. Jourard mengemukakan bahwa pengungkapan diri merupakan faktor penting dalam konseling dan psikoterapi, dan mengatakan bahwa orang membutuhkan bantuan seperti itu karena mereka tidak pernah sebelumnya membuka diri kepada orang lain secara memadai. 2)

  Kemampuan mengatasi kesulitan Argumen lain yang berkaitan erat adalah bahwa seseorang akan mampu menanggulangi masalah atau kesulitannya, khususnya perasaan bersalah, melalui pengungkapan diri. 3)

  Efisiensi komunikasi Pengungkapan diri memperbaiki komunikasi. Seseorang dapat memahami pesan-pesan dari orang lain, sebagian dikarenakan sejauh seseorang tersebut memahami orang lain secara individual. Seseorang dapat lebih memahami apa yang dikatakan orang lain jika seseorang tersebut tidak mengenal secara individual dengan orang yang diajaknya berkomunikasi tersebut.

  4) Kedalaman hubungan

  Barang kali alasan utama pentingnya pengungkapan diri adalah bahwa ini perlu untuk membina hubungan yang bermakna di antara dua orang. Tanpa pengungkapan diri, hubungan yang bermakna dan mendalam tidak mungkin terjadi. Selain memiliki manfaat, pengungkapan diri juga memiliki efek negatif. Berikut ini adalah resiko/bahaya mengungkapkan diri menurut De Vito (1997:65):

  1) Penolakan Pribadi dan Sosial

  Seseorang melakukan pengungkapan diri kepada orang lain, biasanya karena pertimbangan seseorang tersebut percaya dengan orang lain tersebut dan orang lain mendukung hal tersebut. Tentu saja ada kemungkinan orang tersebut menolak pengungkapan. Tidak semua orang yang mendengarkan pengungkapan diri, menerima perkataan dari pengungkapan diri tersebut. 2)

  Kerugian Material Adakalanya, pengungkapan diri mengakibatkan kerugian material. Seperti hal-nya seorang politisi yang mengungkapkan bahwa ia pernah dirawat psikiater mungkin akan kehilangan dukungan partai politiknya sendiri dan rakyat enggan memberikan suara baginya. 3)

  Kesulitan Pribadi Bila reaksi yang diberikan orang lain tidak sepert yang terduga, kesulitan intrapribadi dapat terjadi. Bila seseorang malah ditolak oleh orang lain dan bukan malah didukung setelah ia melakukan pengungkapan diri.

2.2.5.1 Jendela Johari

  Mengenal diri Tidak mengenal diri Diketahui Daerah Daerah orang lain Buta

  Terbuka Tidak Daerah Daerah diketahui Tertutup Gelap orang lain

Gambar 2.3 Jendela Johari

  Sumber: De Vito, 1997:37 Jendela Johari (Johari Window), jendela ini dibagi menjadi empat daerah atau kuadran yang berisi tentang diri (self) yang berbeda seperti pada gambar 2.3. Adapun penjelasan dari empat daerah tersebut (De Vito,1997:37) :

  1) Daerah Terbuka (Open Self)

  Daerah terbuka (open self) memiliki penjelasan mengenai semua informasi, perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, gagasan dan sebagainya yang diketahui oleh diri sendiri dan orang lain. Sebagai contohnya nama, warna kulit, dan jenis kelamin seseorang, sampai pada usia, keyakinan politik dan agama. 2)

  Daerah Buta (Blind Self) Daerah buta (blind self) memiliki penjelasan mengenai informasi tentang diri sendiri yang diketahui orang lain tetapi diri sendiri tidak mengetahuinya.

  3) Daerah Gelap (Unknown Self)

  Daerah gelap (unknown self) adalah bagian dari diri sendiri yang tidak diketahui, baik oleh diri sendiri maupun oleh orang lain. 4)

  Daerah Tertutup (Hidden Self) Daerah tertutup (hidden self) mengandung semua hal yang diri sendiri ketahui dan tentang orang lain tetapi hanya disimpan untuk diri sendiri.Ini adalah daerah tempat diri sendiri merahariakan segala sesuatu tentang diri sendiri dan tentang orang lain.

2.2.6 Hierarki Kebutuhan Maslow

  Konsep hierarki kebutuhan manusia ini diungkapkan oleh Abraham Harold Maslow dalam (Feist, 2010 : 331) yang mengatakan bahwa manusia memiliki lima kebutuhan dasar yang dimiliki oleh manusia, lima kebutuhan yang membentuk hierarki ini adalah kebutuhan konatif (conative needs), yang berarti bahwa kebutuhan-kebutuhan ini memiliki sifat ataupun karakter mendorong ataupun memotivasi. Kebutuhan-kebutuhan manusia di level rendah harus terpenuhi atau paling tidak cukup terpenuhi terlebih dahulu, sebelum kebutuhan- kebutuhan di level lebih tinggi menjadi hal yang memotivasi.

  Kebutuhan-kebutuhan ini, yang sering disebut Maslow sebagai kebutuhan- kebutuhan dasar pada diri manusia. Kebutuhan-kebutuhan tersebut bagaikan anak tangga yang dinaiki manusia dari bawah keatas, setelah manusia memenuhi kebutuhan dasar pertama, maka manusia akan menaiki anak tangga yang lebih tinggi dari sebelumnya. Kebutuhan di level rendah tersebut mempunyai prapotensi atau kekuatan yang lebih besar dibandingkan kebutuhan kebutuhan di level lebih tinggi; dengan demikian, kebutuhan-kebutuhan di level rendah ini harus terpenuhi atau cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi bisa aktif (Feist, 2010:331-332). Berikut merupakan penjelasan lima kebutuhan dasar Maslow tersebut: 1)

  Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan fisiologis (Physiological needs) merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari setiap manusia. Kebutuhan fisiologis biasanya mencangkup makanan, air, oksigen ataupun kebutuhan untuk bernafas, mempertahankan suhu tubuh, dan lain sebagainya. Kebutuhan fisiologis memiliki kekuatan/pengaruh yang paling besar dari semua kebutuhan pada level yang lebih tinggi lainnya (Feist, 2010:332). 2)

  Kebutuhan Keamanan Ketika seseorang telah memenuhi kebutuhan fisiologis mereka, mereka akan termotivasi dengan kebutuhan keamanan (safety needs), mencangkup keamanan fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan, dan kebebasan dari kekuatan-kekuatan yang mengancam, seperti perang, terorisme, penyakit, rasa takut, kecemasan, bahaya, kerusuhan, dan bencana alam (Feist, 2010:333).

  5

  4

  3

  2 Keterangan:

  1. Kebutuhan Fisiologis

  1

  2. Kebutuhan Keamanan

  3. Kebutuh Cinta dan Keberadaan

  4. Kebutuhan Penghargaan

  5. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Gambar 2.4 Tangga Hierarki Kebutuhan Maslow

  3) Kebutuhan Cinta dan Keberadaan

  Setelah seseorang telah memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan, ia akan menjadi termotivasi oleh kebutuhan akan cinta dan keberadaan (love belongingness needs), seperti keinginan untuk memiliki teman, keinginan untuk mempunyai pasangan dan anak; kebutuhan untuk menjadi bagian dari sebuah keluarga, sebuah perkumpulan, lingkungan masyarakat, atau Negara. Cinta dan Keberadaan meliputi beberapa aspek dari seksualitas dan hubungan dengan manusia lain dan juga kebutuhan untuk member dan mendapatkan cinta (Feist, 2010:334) . 4)

  Kebutuhan Penghargaan Setelah seseorang telah memenuhi kebutuhan cinta dan keberadaan, mereka bebas untuk mengejar kebutuhan dan penghargaan (esteem needs), yang meliputi penghormatan diri, kepercayaan diri, kemampuan, dan pengetahuan yang orang lain hargai tinggi (Feist, 2010:335) . 5)

Dokumen yang terkait

Path Dan Pengungkapan Diri (Studi Deskriptif Kualitatif Media Sosial Path sebagai Sarana Pengungkapan Diri Mahasiswa Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara)

6 82 136

Instagram Dan Presentasi Diri Mahasiswa (Studi Korelasional Penggunaan Instagram Terhadap Presentasi Diri Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara)

12 111 94

Twitter Dan Tingkat Keterbukaan Diri (Studi Korelasional tentang Fasilitas Twitter di Internet Terhadap Tingkat Keterbukaan Diri pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara)

1 45 125

Pengungkapan Diri Remaja Wanita Non Virgin (Perawan) (Studi Deskriptif Tentang Pengungkapan Diri Remaja Wanita Non Virgin Di Kota Bandung Mengenai Makna Virginitas "Keperawanan")

1 5 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif Paradigma Kajian - Proses Pengungkapan Diri(Self Disclosure) Kaum Gay (Studi Kasus Tentang Pengungkapan Diri(Self Disclosure) Kaum Gay Di Kota Medan)

0 0 22

BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Paradigma Penelitian - Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarpribadi Penarik Becak Wanita Di Kampus Universitas Sumatera Utara)

0 0 24

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian - Konstruksi Media Terhadap Jilbab di Majalah Noor

0 0 25

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif Paradigma Kajian - Komunikasi Keluarga Dalam Hubungan Jarak Jauh (Studi Deskriptif Kualitatif Peran Komunikasi Keluarga Terhadap Mahasiswa yang Tinggal Terpisah dengan Orangtua dalam Hubungan Harmonisasi di Kota Medan)

0 0 28

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori - Blog Dan Tingkat Keterbukaan Diri (Studi Korelasional Tentang Fasilitas Blog Di Internet Terhadap Tingkat Keterbukaan Diri Pada Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2013 Fisip Universitas Sumatera Utara)

0 0 24

Path Dan Pengungkapan Diri (Studi Deskriptif Kualitatif Media Sosial Path sebagai Sarana Pengungkapan Diri Mahasiswa Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara)

0 0 37