Ikan tuna yang digunakan sebagai bahan b

Ikan tuna yang digunakan sebagai bahan baku pengolahan tuna kaleng harus
memenuhi persyaratan dalam SNI 01-2712.1-1992, yaitu (Eko, H.R dan Teuku
Muamar, 2007):
1. Ikan yang digunakan segar atau beku, utuh atau tanpa isi perut.
2. Bahan baku berasal dari perairan yang tidak tercemar
3. Bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan
pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat
alami lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan
kesehatan.
Berdasarkan medium jenis medium yang digunakan, produk tuna kaleng dibedakan
atas produk tuna in oil dan tuna in water/brine (Eko, H.R dan Teuku Muamar, 2007).
Berikut ini adalah proses pengalengan ikan tuna (Eko, H.R dan Teuku Muamar,
2007):
1. Penerimaan bahan baku
Pada tahap pemeriksaan bahan baku diambil 5% untuk dilakukan pengujian
terhadap suhu, kadar histamin, kadar garam dan organoleptik. Selain itu,
dilakukan pengujian honeycomb, brosis dan parasit dengan menggunakan
test
pack
pada
2

ekor
ikan
tuna.
Bahan baku yang dipindahkan dari mobil pengangkut ke cold storage tidak
boleh lebih dari 3 jam. Penyimapanan bahan baku dalam cold storage pada
suhu -18 C dan lama penyimpanan maksimal 3 bulan. Sebelum diolah ikan
tunah harus melalui proses pelelehan terlebih dahulu.
2. Penyiangan
Proses ini diawali dengan pemotongan tuna menjadi 7-8 bagian yang terbagi
menjadi 4 atau 5 bagian tengah, 1 bagian leher, 1 bagian kepala, dan 1
bagian ekor. Kemudian proses dilanjutkan dengan pengambilan isi perut dan
insang. Limbah dari proses penyiangan ini biasanya dimanfaatkan menjadi
tepung ikan.
3. Penyusunan dalam rak
Penyusunan bagian-bagian tuna dalam rak dipisahkan berdasarkan bagian
badan, ekor, dan kepala. Pemisahan ini dilakukan karena setiap bagian ikan
memiliki waktu pemasakan pendahuluan (precooking) yang berbeda.
4. Pemasakan pendahuluan (precooking)
Tujuan dari pemasakan pendahuluan ini adalah untuk memudahkan proses
pembersihan daging ikan, mengurangi kandungan air, lemak dan membuat

daging ikan menjadi lebih kompak. Proses pemasakan dilakukan di dalam
cooker dengan mengalirkan uap panas. Pengaliran uap panas dihentikan

apabila telah mencapai suhu 100C. Setelah diberi uap panas dilakukan
penyemprotan dengan air agar tekstur menjadi kompak.
5. Pendinginan
Pendinginan dilakukan dalam ruang pendingin selama ±3 jam. Pendinginan
ini bertujuan untuk membuat daging lebih kompak dan padat, sehingga
memudahkan proses pengolahan selanjutnya.
6. Pembuangan kepala dan kulit ikan
Proses pembuangan kepala dilakukan dengan tangan setelah diambil
dagingnya. Proses pembuangan kulit dilakukan menggunakan pisau tajam
dengan cara mengikis kulit sesuai arah otot daging ikan. Pada tahapan ini
juga dilakukan pembuangan tulang dan sisik.
7. Pembersihan daging
Pembersihan daging ikan bertujuan untuk memisahkan daging ikan dari
daging gelap, tulang yang terdapat dalam daging dan sisik yang masih tersisa
setelah proses skinning. Proses pembersihan daging ikan menghasilkan
beberapa bagian daging antara lain solid, chunk, flake, daging hitam, dan
daging cucian. Bagian daging ini nantinya disortir untuk memisahkan sisa

daging hitam atau coklat yang masih ada, tulang, dan sisik. Pensortiran juga
dimaksudkan untuk menghindari adanya brosis, honeycomb dan parasit pada
ikan sehingga mutu ikan tetap terjaga.
8. Pemotongan daging
Pemotongan dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan ukuran ikan yang
sesuai dengan kalengnya. Proses pemotongan dilakukan menggunakan
pisau yang tajam yang menghasilkan daging solid dan serpihan (flake).
Daging solid yang merupakan hasil utama pemotongan dikikis dengan pisau
dan menghasilkan serpihan yang nantinya diisikan ke dalam kaleng.
9. Pengisian daging ke dalam kaleng
Pengisian daging ke dalam kaleng dilakukan dengan cara menata daging ikan
ke dalam kaleng sesuai dengan tipe produk (solid, chunk, flake, standar, dan
grated). Daging solid yang diisikan dalam satu kaleng berjumlah 2-3
potongan, pengisian dilakukan sepadat mungkin sesuai dengan net weight,
oleh karenanya ditambahkan flake.
10. Penambahan medium
Medium yang digunakan dalam pengalengan tuna adalah minyak nabati atau
air garam. Pada medium minyak nabati biasanya ditambahkan garam
sebanyak 2,8% dari berat medium. Pengisian medium tidak boleh berlebih
karena mempengaruhi kaleng saat penutupan dan dapat menyebabkan

kaleng membengkak atau bocor. Pengisian medium harus sampai batas head

space atau 6-10% dari tinggi kaleng. Suhu medium tidak boleh kurang dari
70C, karena suhu yang tinggi akan membuat kondisi vakum yang semakin
tinggi.
11. Penutupan kaleng
Penutupan kaleng dilakukan dengan sistem double seaming secara otomatis
menggunakan vacuum seamer, yaitu mesin penutup kaleng yang sekaligus
dapat melakukan penghampaan udara dalam kaleng.
12. Sterilisasi
Proses sterilisasi diawali dengan penyusunan kaleng dalam keranjang
sterilisasi. Selanjutnya keranjang dimasukkan dalam retort dan disemprot
dengan air yang mengandung khlorin 2 ppm selama 10 menit. Proses
sterilisasi berlangsung pada suhu 120C selama 2,8 menit. Setelah proses
berakhir dilakukan pendingian dengan menyemprotkan air yang mengandung
klorin 2 ppm selama 30 menit untuk mencegah over cooking.
13. Pendinginan dan pemeraman kaleng
Ikan tuan kaleng yang masih dalam keranjang sterilisasi didinginkan dalam
runag terbuka selam 24 jam. Uji pemeraman dilakukan untuk mengetahui
kesempurnan sterilsasi. Pemeraman dilakukan dengan cara memasukkan

ikan kaleng yang telah dingin ke dalam suatu ruangan dengan suhu kamar
dengan posisi terbalik. Kemudian dilakukan pengecekan terhadap kerusakan.
Daging yang dianggap rusak adalah kaleng yang menggembung atau bocor.
Pemeraman dilakukan selama 7 hari.
14. Pelabelan
Label berisikan keterangan tentang ikan yang dikalengkan, medium yang
digunakan, berat bersih, nama produsen, tanggal kadaluarsa, dan kandungan
gizi.
15. Pengepakan
Tuna kaleng dipak dalam master carton. Desain master carton berisi tanggal
produksi, jenis produk, jumlah kaleng, dan nama produsen.
Karakteristik Limbah Perikanan
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah
yang dihasilkan dari kegiatan perikanan masih cukup tinggi, yaitu sekitar 20-30
persen. Produksi ikan yang telah mencapai 6.5 juta ton pertahun. Hal ini berarti
sekitar 2 juta ton terbuang sebagai limbah. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan
perikanan adalah berupa (Annonymousa, 2010):


1. Ikan curah yang bernilai ekonomis rendah sehingga belum banyak
dimanfaatkan sebagai pangan;
2. Bagian daging ikan yang tidak dimanfaatkan dari rumah makan, rumah
tangga, industri pengalengan, atau industri pemiletan;
3. Ikan yang tidak terserap oleh pasar, terutama pada musim produksi ikan
melimpah; dan
4. Kesalahan penanganan dan pengolahan.
Berdasarkan karakternya limbah dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu limbah
yang masih dapat dimanfaatkan dan sudah tidak dapat dimanfaatkan. Limbah
perikanan berbentuk padatan, cairan dan gas. Limbah tersebut ada yang berbahaya
dan sebagian lagi beracun. Limbah padatan memiliki ukuran bervariasi, mulai
beberapa mikron hingga beberapa gram atau kilogram (Annonymous a, 2010).
Penanganan Limbah
Limbah hasil perikanan dapat berbentuk padatan, cairan atau gas. Limbah
berbentuk padat berupa potongan daging ikan, sisik, insang atau saluran
pencernaan. Limbah ikan yang berbentuk cairan antara lain darah, lendir dan air
cucian ikan. Sedangkan limbah ikan yang berbentuk gas adalah bau yang
ditimbulkan karena adanya senyawa amonia, hidrogen sulfida atau keton. Berbagai
teknik penanganan dan pengolahan limbah telah dikembangkan. Masing-masing
jenis limbah membutuhkan cara penanganan khusus, berbeda antara jenis limbah

yang satu dengan limbah lainnya. Namun secara garis besarnya, teknik penanganan
dan pengolahan limbah dapat dibagi menjadi penanganan dan pengolahan limbah
secara fisik, kimiawi, dan biologis (Annonymousa, 2010).


Secara Fisik
Penanganan dan pengolahan limbah secara fisik dilakukan untuk
memisahkan antara limbah berbentuk padatan, cairan dan gas. Penanganan
dan pengolahan limbah secara fisik mampu melakukan pemisahan limbah
berbentuk padat dari limbah lainnya. Limbah padatan akan ditangani atau
diolah lebih lanjut sehingga tidak menjadi bahan cemaran, sedangkan limbah
cair dan gas akan ditangani atau diolah menggunakan teknik kimiawi dan
biologis (Annonymousa, 2010).
Secara fisik, penangan limbah dilakukan menggunakan penyaring
(filter). Bentuk saringan disesuaikan dengan kondisi dimana limbah tersebut
ditangani. Penyaring yang digunakan dapat berbentuk jeruji besi atau
saringan (Annonymousa, 2010).




Secara Kimiawi
Penanganan dan pengolahan limbah secara kimiawi dilakukan dengan
menggunakan senyawa kimia tertentu untuk mengendapkan limbah sehingga
mudah dipisahkan. Pada limbah berbentuk padat, penggunaan senyawa
kimia dimaksudkan untuk menguraikan limbah menjadi bentuk yang tidak
mencemari lingkungan (Annonymousa, 2010).



Secara Biologis
Pengolahan limbah secara biologis dilakukan dengan menggunakan tanaman
dan mikroba. Jenis tanaman yang digunakan dapat berupa eceng gondok,
duckweed, dan kiambang. Jenis mikroba yang digunakan adalah bakteri,
jamur, protozoa dan ganggang. Pemilihan jenis mikroba yang digunakan
tergantung dari jenis limbah. Bakteri merupakan mikroba yang paling sering
digunakan pada pengolahan limbah secara biologis. Bakteri yang digunakan
bersifat
kemoheterotrof
dan
kemoautotrof. Bakteri

kemoheterotrof
memanfaatkan bahan organisk sebagai sumber energi, sedangkan bakteri
kemoautotrof memanfaatkan bahan anorganik sebagai sumber energi
(Annonymousa, 2010).
Jamur yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan limbah secara
biologis bersifat nonfotosintesa dan bersifat aerob. Protozoa yang digunakan
dalam penanganan dan pengolahan limbah bersel tunggal dan memiliki
kemampuan bergerak (motil). Ganggang digunakan pada penanganan dan
pengolahan limbah secara biologis karena memiliki sifat autotrof dan mampu
melakukan fotosintesa. Oksigen yang dihasilkan dari fotosintesa dapat
dimanfaatkan oleh mikroba (Annonymousa, 2010).

Pemanfaatan limbah perikanan berupa kepala ikan, sirip, tulang, kulit dan daging
merah telah digunakan dalam beberapa hal, yaitu berupa daging lumat (minced fish)
untuk bahan pembuatan produk-produk gel ikan seperti bakso, sosis, nugget dan
lain-lain. Selain itu dapat dibuat tepung, konsentrat, hidrolisat dan isolat protein ikan.
Sebagai pakan ternak, ikan dapat diolah menjadi tepung, bubur dan larutan-larutan
komponen ikan



SILASE

Silase ikan adalah ikan utuh atau sisa-sisa ikan yang diawetkan dalam kondisi asam
dengan penambahan asam (silase kimia) atau dengan fermentasi/kemampuan
bakteri asam laktat (silase biologis). Silase ikan yang dihasilkan berbentuk cair
karena protein ikan dan jaringan struktur lainnya didegradasi menjadi unit larutan
yang lebih kecil oleh enzim yang terdapat pada ikan (Rusmana, Deny dan Abun,
2006).
Pengolahan limbah ikan tuna secara kimiawi (silase kimiawi) merupakan proses
pengawetan dalam kondisi asam pada tempat atau wadah dengan cara
menambahkan asam mineral, asam organik atau campurannya. Prinsip pengawetan
ini adalah dengan penurunan pH dari bahan tersebut sehingga aktivitas bakteri
pembusuk menjadi terhambat. Asam organik yang biasa digunakan adalah asam
formiat dan propionate (Rusmana, Deny dan Abun, 2006).
Pengolahan limbah ikan tuna secara biologis (silase biologis) merupakan proses
biokimia yang secara aktif dilakukan oleh kelompok bakteri asam laktat dengan
penambahan sumber karbohidrat melalui fermentasi dalam keadaan anaerob. Silase
ikan biologis umumnya dibuat dengan menambahkan karbohidrat pada ikan yang
telah digiling. Sumber karbohidrat yang digunakan dapat berupa tepung tapioka,
molases, dedak ataupun sumber karbohidrat lainnya disertai dengan ataupun tanpa

penambahan ragi dan starter kultur. Pada proses silase secara biologis, bakteri
asam laktat akan merubah gula menjadi asam organik yang mengakibatkan

terjadinya penurunan pH. Proses fermentasi untuk perubahan karbohidrat menjadi
asam laktat adalah secara anaerob dan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (Rusmana,
Deny dan Abun, 2006):


Mula-mula pati dalam karbohidrat di uraikan menjadi maltosa,



Molekul-molekul maltosa dipecah menjadi molekul glukosa oleh enzim
maltase dan



Bakteri asam laktat mengubah glukosa menjadi asam laktat.

Ciri-ciri silase yang baik adalah sebagai berikut (Rusmana, Deny dan Abun, 2006):
1. Penurunan pH cepat. Semakin lama fermentasi berlangsung, makin cepat
penurunan pH dan nilai pH akhir akan semakin rendah lagi.
2. Kandungan asam laktat tinggi.
3. Kandungan asam amonia rendah (NH3).
4. Sedikit bakteri coli dan bakteri pembentuk anaerobik pembentuk spora.
5. Tidak ada bakteri patogen seperti Salmonella sp. dan Staphylococcus sp.
6. Bau yang bisa diterima (berbau amis, tidak ada bau busuk).
7. Gas yang terjadi selama fermentasi sedikit.
8. Stabil dalam bentuk basah selama enam bulan dan dalam bentuk kering lebih
dari setahun.


GELATIN

Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada pada kulit, tulang, dan
tulang rawan. Proses perubahan kolagen menjadi gelatin melibatkan tiga perubahan
berikut (Junianto, dkk, 2006):
1. Pemutusan sejumlah ikatan peptida untuk memperpendek rantai
2. Pemutusan atau pengacauan sejumlah ikatan camping antar rantai
3. Perubahan konfigurasi rantai
Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti gliserol, propilen
glycol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton, karbon
tetraklorida, benzen, petroleum eter dan pelarut organik lainnya (Junianto, dkk,
2006).
Gelatin tulang ikan

Pada tahap persiapan dilakukan pencucian pada kulit dan tulang. Kulit atau tulang
dibersihkan dari sisa-sisa daging, sisik dan lapisan luar yang mengandung depositdeposit lemak yang tinggi. Untuk memudahkan pembersihan maka sebelumnya
dilakukan pemanasan pada air mendidih selama 1-2 menit. Proses penghilangan
lemak dari jaringan tulang yang biasa disebut degresing, dilakukan pada suhu antara
titik cair lemak dan suhu koagulasi albumin tulang yaitu antara 32-80C sehingga
dihasilkan kelarutan lemak yang optimum (Junianto, dkk, 2006).
Pada tulang, sebelum dilakukan pengembungan terlebih dahulu dilakukan proses
demineralisasi yang bertujuan untuk menghilangkan garam kalsium dan garam
lainnya dalam tulang, sehingga diperoleh tulang yang sudah lumer disebut ossein.
Asam yang biasa digunakan dalam proses demineralisasi adalah asam klorida
dengan konsentrasi 4-7%. Proses demineralisasi ini sebaiknya dilakukan dalam
wadah tahan asam selama beberpa hari sampai dua minggu (Junianto, dkk, 2006).
Selanjutnya pada kulit dan ossein dilakukan tahap pengembungan (swelling) yang
bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan mengkonversi kolagen menjadi
gelatin. Pada tahap ini perendaman dapat dilakukan dengan larutan asam organik
seperti asam asetat, sitrat, fumarat, askorbat, malat, suksinat, tartarat dan asam
lainnya yang aman dan tidak menusuk hidung. Sedangkan asam anorganik yang
biasa digunakan adalah asam hidroklorat, fosfat, dan sulfat. Jenis pelarut alkali yang
umum digunakan adalah sodium karbonat, sodium hidroksida, potassium karbonat
dan potassium hidroksida (Junianto, dkk, 2006).
Asam mampu mengubah serat kolagen triple heliks menjadi rantai tunggal,
sedangkan larutan perendam basa hanya mampu menghasilkan rantai ganda. Hal
ini menyebabkan pada waktu yang sama jumlah kolagen yang dihidrolisis oleh
larutan asam lebih banyak daripada larutan basa. Karena itu perendaman dalam
larutan basa membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghidrolisis kolagen.
Menurut Utama (1997), tahapan ini harus dilakukan dengan tepat (waktu dan
konsentrasinya) jika tidak tepat akan terjadi kelarutan kolagen dalam pelarut yang
menyebabkan penurunan rendemen gelatin yang dihasilkan (Junianto, dkk, 2006).
Tahapan selanjutnya, kulit dan ossein diekstraksi dengan air yang dipanaskan.
Ekstraksi bertujuan untuk mengkonversi kolagen menjadi gelatin. Suhu minimum
dalam proses ekstraksi adalah 40-50C hingga suhu 100C. Ekstraksi kolagen
tulang dilakukan dalam suasana asam pada pH 4-5 karena umumnya pH tersebut
merupakan titik isoelektrik dari komponen-komponen protein non kolagen, sehingga
mudah terkoagulasi dan dihilangkan. Apabila pH lebih rendah perlu penanganan
cepat untuk mencegah denaturasi lanjutan (Junianto, dkk, 2006).
Larutan gelatin hasil ekstraksi kemudian dipekatkan terlebih dahulu sebelum
dilakukan pengeringan. Pemekatan dilakukan untuk meningkatkan total solid larutan
gelatin sehingga mempercepat proses pengeringan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan evaporator vakum, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu
40-50C atau 60-70C. Pengecilan ukuran dilakukan untuk lebih memperluas
permukaan bahan sehingga proses dapat berlangsung lebih cepat dan sempurna.
Dengan demikian gelatin yang dihasilkan lebih reaktif dan lebih mudah digunakan
(Junianto, dkk, 2006).
Diagram alir pembuatan gelatin tulang ikan tuna (Junianto, dkk, 2006):
Tulang ikan
Degreasing (penghilangan lemak)

Direndam pada air mendidih selama 30 menit
Pengecilan ukuran 2-5 cm2

Demineralisasi (perendaman dalam HCl 5%, 48 jam)

Ossein

Pencucian demean air mengalir hingga pH netral (6-7)

Ekstraksi dalam waterbath pada suhu 90C selama 7 jam

Ekstrak disaring

Dipekatkan dengan evaporator

Dikeringkan dengan oven pada suhu 50C selama 24 jam

Pengecilan ukuran/penepungan

Gelatin
Gelatin Kulit Ikan
Metode yang digunakan pada ekstraksi gelatin dari ikan tuna ini yaitu metode asam,
sedangkan asam yang digunakan yaitu asam sitrat. Kulit ikan dibersihkan dari
daging yang masih melekat, kemudian dicuci bersih, dan dibuang sisiknya dan
dibersihkan dari daging yang melekat, kemudian dicuci bersih. Kulit yang sudah
dicuci direndam dalam campuran larutan kapur dan Natrium sulfida dengan
konsentrasi masing-masing 3% dari berat ikan selama 48 jam. Kulit ikan kemudian
diangkat dari rendaman, kemudian dicuci bersih dan dibuang sisik dan daging yang
masih melekat. Kulit ikan diputar di dalam molen dengan ditambahkan air sebanyak
400% (b/b), dan ammonium sulfat 1% (b/b) selama 30 menit. Kemudian kulit ikan
ditambahkan enzim protease 1% (b/b) kemudian diputar kembali selama 2 jam
dengan kecepatan 12 rpm. Proses ini disebut proses enzimatis (Dewi, F.R. dan
Widodo, 2009).
Proses selanjutnya adalah proses asam. Setelah, melalui proses enzimatis ikan
dicuci bersih lalu direndam dengan larutan asam sitrat pH 3 selama 12 jam, dicuci

bersih hingga mencapai pH netral atau pH 7. Setelah pH netral tercapai kulit ikan
kemudian diektraksi dengan perbandingan air 1:2 pada waterbath dengan suhu
60°C selama 3 jam. Ekstrak disaring menggunakan kapas, kain blacu dan saringan.
Ekstrak disimpan dalam chilling room sehingga larutan tersebut menjendal. Gelatin
yang sudah menjendal kemudian dimasukkan ke dalam pemanas bersistem
evaporasi, yang dapat memekatkan larutan gelatin tersebut. Hasil dari evaporai
tersbut dimasukkan ke dalam ekstuder, putar ekstuder sehingga menghasilkan miemie gelatin. Pengeringan larutan gelatin dapat dilakukan dengan penggunaan udara
kering (terhumidifikasi) dan pemanasan. Pemanasan dilakukan bertahap di bawah
40°C hingga mencapai penurunan kadar air paling tidak 70%. Setelah tercapai suhu
pengeringan dinaikan menjadi 50-55°C sampai diperoleh gelatin kering (24-36 jam).
Penghalusan dilakukan dengan menggunakan blender sehingga diperoleh granula
sebesar gula pasir (Dewi, F.R. dan Widodo, 2009).
Diagram alir pembuatan gelatin kulit ikan tuna (Dewi, F.R. dan Widodo, 2009):
Kulit Ikan Tuna

Pengapuran
Direndam dalam larutan kapur 3%, Na2S 3%, dan air 600% selama 48 jam

Dibersihkan dari sisa daging

Enzimatis
Kulit direndam dalam air 400%, [(NH4)2SO4] 1%, kemudian diputar selama 30 menit
Enzim protease 1% putar kembali 2 jam

Dicuci sampai bersih

Direndam dalam larutan asam sitrat pH 3 selama 12 jam
Dicuci dengan air mengalir sampai pH netral (6-7)

Kulit diekstraksi dengan perbandingan 1:3 dalam waterbath
Selama 2 jam pada suhu 60° C

Filtrat disaring menggunakan kapas, kain blacu dan saringan

Penjendelan dalam ruang pendingin selama 24 jam

Pemekatan menggunakan evaporator

Pengeringan 24-36 jam suhu 45° C-50° C

Pembentukan flake gelatin menggunakan blender


Pemanfaatan limbah tulang ikan sebagai sumber kalsium

Selama ini yang direkomendasikan sebagai sumber kalsium terbaik adalah susu.
Tetapi harga susu bagi sebagian masyarakat masih terhitung mahal, oleh karena itu
perlu dicari alternatif sumber kalsium yang lebih murah, mudah didapat dan tentu
saja mudah diabsorbsi. Kalsium yang berasal dari hewan seperti limbah tulang ikan
sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Tulang ikan
merupakan salah satu bentuk limbah dari industri pengolahan ikan yang memiliki
kandungan kalsium terbanyak diantara bagian tubuh ikan, karena unsur utama dari
tulang ikan adalah kalsium, fosfor dan karbonat. Ikan tuna merupakan komoditas
perikanan Indonesia yang banyak menghasilkan devisa (terbesar kedua setelah
udang) (Trilaksani, W., et al, 2006).
Peningkatan nilai produksi ikan tuna dari tahun ke tahun menunjukkan nilai yang
cukup tajam. Peningkatan volume produksi ini akan meningkatkan volume limbah
hasil industri pengolahan tuna tersebut. Pemanfaatan limbah tulang ikan tuna
sebagai sumber kalsium merupakan salah satu alternatif dalam rangka menyediakan
sumber pangan kaya kalsium sekaligus mengurangi dampak buruk pencemaran
lingkungan akibat dari pembuangan limbah industri pengolahan tuna. Diagram alir
pembuatan (Trilaksani, W., et al, 2006):

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah kadar kalsium, fosfor, air, abu,
protein, lemak, pH, derajat putih, daya serap air, kemudahan melarut, densitas
kamba dan bioavailabilitas kalsium. Tepung tulang ikan yang dihasilkan dalam
penelitian ini mengandung kalsium tertinggi 39,24 % dan fosfor 13,66 % yang
diperoleh dari kombinasi perlakuan autoclaving 2 (dua) jam dan perebusan 3 (tiga)
kali. Kadar air pada tepung tulang sebesar 5,60 %, abu 81,13 %bb, protein 0,76 %bb
dan lemak 3,05 %bb. Nilai beberapa parameter fisik tepung yaitu derajat putih 64,7
%, densitas kamba 8,14 g/ml, pH 7,13, daya serap air 14,5 % dan kemudahan
melarut sebesar 4,45 % pada menit ke 15, 29,20 % pada menit ke 180. Nilai
bioavailabilitas kalsium tepung sebesar 0,86 %. Nilai ini diperoleh dari hasil
pengukuran tepung dengan kadar kalsium tertinggi (Trilaksani, W., et al, 2006).


Tepung Hidrolisat Protein

Substitusi dan fortifikasi hidrolisat protein ke dalam olahan produk pangan bertujuan
untuk (Trilaksani, W., et al, 2006):
1. Peningkatan konsumsi protein ikani masyarakat yang jauh dari pantai;
2. Menanggulangi masalah KEP/KKP maupun gizi ganda;

3. Meningkatkan nilai tambah komuditi, hingga dapat meningkatkan pendapatan,
kesempatan berusaha, dan kesempatan kerja di pedesaan pantai; dan
4. Mendapatkan bahan dalam perumusan model teknologi pengolahan limbah
pengalengan ikan tuna yang layak secara teknis ekonomis. Keluaran yang
diharapkan adalah teknologi yang mampu menghasilakan tepung hidrolisat
protein bermutu, serta tidak membayangkan kesehatan (pencernaan) apabila
dikonsumsi.
Serangkaian penelitian yang dilaksanakan di Lab. Ilmu dan Teknologi Pangan,
Unibraw; Lab. Faperikan Unibraw; terdiri dari 3 tahap kegiatan, yaitu: (1) pembuatan
tepung THPI daging merah ikan tuna; (2) aplikasi THPI ke dalam olahan produk
pangan fortifikasi (burger dan mie kering); dan (3) aplikasi THPI ke dalam olahan
produk pangan subtitusi (bakso dan sosis) (Trilaksani, W., et al, 2006).
Produksi perikanan laut Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat dan
berkembang. Disamping kekayaan ikan di kawasan Indonesia yang berlimpah serta
usaha untuk meningkatkan hasil tangkapnya yang terus menerus dilaksanakan,
ternyata baru mencapai nilai 35% saja yang dapat dicapai. Dari data yang dapat
dikumpulkan, setiap musim masih terdapat antara 25-30% hasil tangkapan Ikan Laut
yang akhirnya harus menjadi ikan sisa atau ikan buangan yang disebabkan karena
berbagai hal (Trilaksani, W., et al, 2006):
1. Keterbatasan pengetahuan dan sarana para nelayan di dalam cara
pengolahan ikan. Misalnya, hasil tangkapan tersebut masih terbatas sebagai
produk untuk dipasarkan langsung (ikan segar), atau diolah menjadi ikan asin,
pindang, terasi serta hasil-hasil olahannya.
2. Tertangkapnya jenis-jenis ikan lain yang kurang berharga ataupun sama
sekali belum mempunyai nilai di pasaran, yang akibatnya ikan tersebut harus
dibuang kembali.
Diantara bahan alami, ikan tercatat sebagai bahan yang sangat cepat membusuk.
Karenanya begitu ikan tertangkap, maka proses pengolahan dalam bentuk
pengawetan dan pengolahan harus segera dilakukan. Juga selama pengolahan
ikan, masih banyak bagian-bagian dari ikan, baik kepala, ekor, maupun bagianbagian yang ditermanfaatkan akan dibuang. Tidak mengherankan kalau sisa ikan
dalam bentuk buangan dan bentuk-bentuk lainnya berjumlah cukup banyak, apalagi
kalau ditambah dengan jenis-jenis ikan lainnya yang tertangkap tetapi tidak
mempunyai nilai ekonomi. Ditambah lagi, ikan-ikan sisa dan yang terbuang tersebut
secara langsung maupun tidak langsung banyak membawa problema lingkungan di
kawasan pesisir, minimal dalam bentuk gangguan terhadap kebersihan, sanitasi dan
kesehatan lingkungan (Trilaksani, W., et al, 2006).


Pemanfaatan Limbah Ikan sebagai Pupuk Organik

Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas dan
hanya 1/5 saja merupakan daratan. Dengan kondisi yang lebih banyak perairannya
tinggi maka akan muncul potensi yang besar dalam bidang perikanan. Banyak
bagian-bagian dari ikan, baik kepala, ekor, maupun bagian-bagian yang tidak
dimanfaatkan akan dibuang. Tidak mengherankan kalau sisa ikan dalam bentuk

buangan dan bentuk-bentuk lainnya berjumlah cukup banyak, apalagi kalau
ditambah dengan jenis-jenis ikan lainnya yang tertangkap tetapi tidak mempunyai
nilai ekonomi. Ditambah lagi, ikan-ikan sisa dan yang terbuang tersebut secara
langsung maupun tidak langsung banyak membawa problema lingkungan di
kawasan pesisir, minimal dalam bentuk gangguan terhadap kebersihan, sanitasi dan
kesehatan lingkungan (Annonymousb, 2010).
Untuk memaksimalkan potensi perikanan dan banyaknya ikan yang terbuang sia-sia
tanpa ada nilai ekonomisnya maka perlu dilakukan suatu terobosan baru dalam
memanfaatkan setiap bagaian dalam bidang perikanan salah satunya adalah
dengan memanfaatkan limbah ikan atau mungkin ikan-ikan yang tidak ekomomis
penting dan ikan yang terbuang sia-sia. Pemanfaatan ini, salah satunya adalah
menjadikan pupuk organik. Bahan baku ikan untuk memproduksi pupuk organik
sangat dipengaruhi oleh kandungan lemaknya. Kemungkinan besar lama waktu
proses pembuatan pupuk organik tergantung dari kandungan lemaknya. Dengan
kandungan lemak yang tinggi, kemungkinan besar bahwa prosesnya akan lambat
atau tidak sempurna. Berbeda dengan kandungan lemak yang sedikit, maka hasil
pupuknya akan termasuk yang terbaik (Annonymous b, 2010).
Pupuk organik lengkap yang terbuat dari bahan baku ikan memiliki kualitas sebagai
pupuk yang lebih dibandingkan dengan pupuk organik lain, apalagi kalau
dibandingkan dengan pupuk kompos, pupuk kandang, ataupun pupuk hijau. FAO
telah menetapkan kriteria dasar untuk pupuk jenis ini, yakni: kandungan unsur makro
harus mempunyai nilai minimal N (12%), P (8%), dan K (6%) disamping kandungan
unsur mikro seperti Ca, Fe, Mg, Cu, Zn, Mn, dan sebagainya. Kandungan protein
dan lemak yang tinggi akan menghambat pertumbuhan dari tanaman pangan
tersebut. Perlu adanya terobosan baru untuk mengurangi kandungan lemak dan
protein tersebut sebelum diterapkan menjadi pupuk organik (Annonymous b, 2010).
Limbah Pengolahan Ikan biasanya berbau, untuk menghilangkan bau busuk limbah
pengolahan tepung ikan dapat digunakan bakteri asam laktat dan untuk produk
pupuk yang dibuat dari limbah pengolahan ikan yang telah dihilangkan bau
busuknya juga dapat ditingkatkan kandungan haranya. Keunggulan pupuk ini adalah
(Annonymousb, 2010):
1. Pupuk yang dihasilkan merupakan pupuk organik yang unsur haranya lebih
lengkap dibandingkan dengan pupuk anorganik;
2. Membuat daun tanaman hias menjadi lebih mengkilap, bunga lebih banyak
dan bertahan lebih lama;
3. Bahan baku melimpah dan murah, karena memanfaatkan limbah pengolahan
ikan;
4. Harga jual kompetitif jika dibandingkan dengan produk impor yang sangat
mahal;
5. Konsep back to nature melalui pertanian organik.
Kelemahan
dari limbah cair pengolahan tepung ikan untuk dijadikan pupuk cair adalah bau
busuk yang sangat menyengat dan membuat kepala pusing. Masalah bau busuk
dapat diatasi antara lain dengan menurunkan pH limbah cair, memberi aerasi,

menambahkan bahan penyerap bau, menggunakan mikroba yang mempercepat
proses dekomposisi dan merombak senyawa yang menimbulkan bau. Proses
menghilangkan bau busuk dari limbah cair pengolahan tepung ikan untuk dijadikan
bahan baku pupuk cair dilakukan dengan menurunkan pH limbah ikan dari 8,0
menjadi 6,0 dengan penambahan HCl, menambahkan molases, dan menginokulasi
limbah ikan dengan kultur bakteri asam laktat. Kultur ini diinkubasi pada shaker
dengan memberikan aerasi secara terputus selang dua jam dengan dikocok pada
120 rpm. Dengan cara ini bau busuk limbah ikan hilang dalam waktu inkubasi lima
hari (Annonymousb, 2010).
Limbah cair pengolahan tepung ikan yang telah dihilangkan bau busuknya dijadikan
sebagai bahan baku pembuatan pupuk. Pupuk dibuat dengan menambahkan batuan
fosfat alam untuk meningkatkan kandungan unsur Phospat (P) dan kelarutan batuan
fosfat ditingkatkan dengan menambahkan mikroba pelarut fosfat. Inkubasi
dilanjutkan selama dua hari lagi. Kandungan hara pupuk cair tergantung pada jenis
dan ukuran ikan, sehingga kandungan unsur hara limbah ikan bervariasi dari 15002000 ppm N, 300 ppm P dan 3000-4000 ppm K, pH sekitar 6,5 (Annonymous b,
2010).


Pemanfaatan Limbah Ikan sebagai Tepung Ikan

Dalam kegiatan industri pengalengan ikan selalu menghasilkan limbah ikan yang
sebenarnya masih dapat dimanfaatkan untuk membuat tepung ikan. Tepung ikan
dapat dimanfaatkan untuk campuran makanan ternak seperti unggas, babi dan
makanan ikan. Tepung ikan mengandung protein, mineral dan vitamin B. Protein
ikan terdiri dari asam amino yang tidak terdapat pada tumbuhan. Kandungan gizi
yang tinggi pada tepung ikan dapat meningkatkan produksi dan nilai gizi telur,
daging ternak dan ikan. Kandungan gizi tepung ikan tergantung dari jenis ikan yang
digunakan sebagai bahan bakunya. Tepung ikan yang berkualitas tinggi
mengandung komponen-komponen sebagai berikut (Annonymousa, 2009):


Air 6-100 %



Lemak 5-12 %



Protein 60-75 %



Abu 10-20 %

Selain itu karena dibuat dari kepala dan duri ikan maka tepung ikan juga
mengandung (Annonymousa, 2009):


Ca fosfat



Seng



Yodium



Besi



Timah



Mangan



Kobalt



Vitamin B 2 dan B 3

Bahan baku tepung ikan dapat berupa (Annonymous a, 2009):


Limbah ikan dari industri pengalengan ikan



Ikan kurus: ikan-ikan kecil misalnya teri (Solepherus sp.)



Ikan gemuk: ikan petek (Leioguanathus sp.)

Berikut ini adalah cara pembuatan tepung ikan (Annonymous a, 2009):
1. Bahan limbah dipotong kecil-kecil dalam bak pencucian dengan air yang
mengalir.
2. Dilakukan penggaraman selama 30 menit.
3. Khusus untuk ikan gemuk tambahkan air hingga terendam dan dimasak
selama 1 jam. Untuk ikan kurus dimasak dalam dandang selama 30 menit,
kemudian ikan yang sudah matang dimasukkan ke dalam alat pengepres.
4. Ikan yang telah di pres digiling.
5. Ikan yang telah dipres dikeringkan pada suhu 60-65 0Celcius selama 6 jam di
dalam alat pengering untuk ikan basah, dan ikan kering dikeringkan dengan
sinar matahari.
6. Ikan yang telah dipres dan kering digiling sampai lembut.
7. Tepung ikan siap dipasarkan.
Meningkatkan mutu dengan program Vucer (Annonymous a, 2009):


Memperkenalkan teknik desalting pada ikan asin yang akan digunakan
sebagai bahan baku tepung ikan. Teknik desalting dapat dilakukan dengan
cara merendam ikan asin di dalam larutan berkonsentrasi gararn rendah
selama 12 jam. Proses ini mampu mengurangi kadar garam, meningkatkan
kadar protein, dan secara otomatis akan menaikkan harga jual produk.



Perubahan waktu perebusan ikan dari 30 menit menjadi hanya 5 menit, yang
dilakukan setelah air mendidih. Hal ini ternyata mampu memelihara nilai gizi
ikan, terutama protein yang tidak banyak larut atau terbuang akibat
perebusan.



Pengadaan peralatan pengepres ikan yang telah direbus. Hal ini mampu
meningkatkan kapasitas produksi. menurunkan kadar air, menurunkan kadar
lemak dan rneningkatkan kadar protein tepung ikan. Juga menurunkan
presentase ikan yang busuk akibat lamanya proses penjemuran.



Pengadaan lantai penjemuran dengan disain seperti penjemur padi. Hal ini
mempercepat proses penjemuran menjadi hanya satu dari 2-3 hari
sebelumnya.



Pengadaan peralatan pengayak yang mampu menghasilkan ukuran tepung
ikan yang lebih seragam, yaitu 60 mesh.

Dari segi mutu dan harga telah terjadi peningkatan. Kadar protein meningkat dari
47,5% menjadi 54% setelah pelaksanaan Program Vucer, dan kadar air menurun
dari 13,7% menjadi 10,4% (Annonymousa, 2009).


KOLAGEN
o Pemecahan struktur kolagen menjadi gelatin
Molekul dasar pembentuk kolagen disebut tropokolagen yang mempunyai
struktur batang dengan BM 300.000, dimana di dalamnya terdapat tiga
rantai polipeptida yang sama panjang, bersama-sama membentuk
struktur heliks. Tiap tiga rantai polipeptida dalam unit tropokolagen
membentuk struktur heliks tersendiri, menahan bersama-sama dengan
ikatan hidrogen antara group NH dari residu glisin pada rantai yang satu
demean group CO pada rantai lainnya. Cincin pirolidin, prolin, dan
hidroksiprolin membantu pembentukan rantai polipeptida dan
memperkuat
triple
heliks
(Wong,
1989).
Tropokolagen akan terdenaturasi oleh pemanasan atau perlakuan dengan
zat seperti asam, basa, urea, dan potassium permanganat. Selain itu,
serabut kolagen dapat mengalami penyusutan jika dipanaskan di atas
suhu penyusutannya (Ts). Suhu penyusutan (Ts) kolagen ikan adalah 45C.
Jika kolagen dipanaskan pada T>Ts (misalnya 65-70C), serabut triple
heliks yang dipecah menjadi lebih panjang. Pemecahan struktur tersebut
menjadi lilitan acak yang larut dalam air inilah yang disebut gelatin
(Junianto,2006).
Sifat unik gelatin adalah meleleh ketika dipanaskan dan akan mudah
menjadi padat kembali apabila didinginkan. Bersama-sama dengan air,
gelatin akan dengan mudah membentuk gel koloid semi-padat. Jelly yang
dibuat dari gelatin mempunyai tekstur yang meleleh di dalam mulut
untuk kemudian mengeluarkan semua cita rasa yang dikandungnya.
Keunggulan lain gelatin adalah sifatnya sebagai sebuah protein
amphoteric dengan titik isoionik antara 5 hingga 9, tergantung pada
bahan baku serta cara memprosesnya. Sebuah komponen disebut
amphoteric apabila ia bisa bertindak sebagai asam dan basa sekaligus.
Gelatin sangat kaya dengan asam amino glisin (Gly) (hampir 1/3sepertiga

dari total asam amino), prolin (Pro) dan 4-hidroksiprolin (4Hyd). Struktur
gelatin yang umum adalah: -Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4Hyp-Gly-Pro-. Satu
hal yang perlu dicatat adalah kandungan 4Hyd juga berpengaruh pada
kekuatan gelatin. Makin tinggi asam amino ini, kekuatan gel juga lebih
baik. Meskipun mayoritas diturunkan dari hewan, gelatin sebenarnya
tergolong memiliki nilai biologis yang rendah. Gelatin memiliki sedikit
kandungan triptophan (Trp) yang merupakan salah satu asam amino
esensial, serta rendah dalam sistein (Cys) dan tirosin (Tyr), sehingga
sering juga dianggap protein tidak lengkap (Jaswir,2007).
o Kolagen pada kulit Hewan
Pada temperatur tertentu kolagen kulit akan mengkerut, temperatur
kerut dari kulit bervariasi tergantung pula pada spesies hewannya.
Misalnya kolagen ikan akan mengkerut pada temperatur yang lebih
rendah dari pada kolagen kulit sapi. Kolagen kulit domba juga mengkerut
pada temperatur yang lebih rendah dari pada kulit sapi dengan
temperatur kerut masing-masing adalah sekitar 60ºC untuk kulit domba
dan
67°C
untuk
kulit
sapi
(Herlandria,
2009).
Serabut kolagen atau kulit mentah akan mengkerut kurang lebih seper
tiga atau seperempat dari panjang semula jika dipanaskan dalam medium
air panas pada suhu tertentu. Pemendekan serabut kolagen disebabkan
karena hilangnya atau berubahnya rantai ikatan silang dari serat kolagen.
Suhu kerut dari sampel yang berasal dari berbagai macam bagian pada
kulit yang sama berbeda antara 2-3ºC. Suhu kerut untuk kulit yang sama,
bagian kulit yang susunannya padat akan lebih tinggi dari pada bagian
kulit yang susunannya kurang padat. Suhu kerut digunakan untuk menilai
type ikatan dalam kolagen dan perubahan strukturnya, disamping itu
digunakan untuk menilai kestabilan struktur kolagen (Herlandria, 2009).
o Kolagen
adalah senyawa protein sebagai bahan utama yang diperlukan untuk
menyusun kulit, tulang, gigi, otot dan sel-sel di dalam tubuh kita. Fungsi
kolagen untuk meningkatkan kesehatan dan juga metabolisme sel. 75%
dari lapisan kulit disusun dan dibentuk oleh kolagen. Manfaat dari
Collagen adalah (Annonymousc, 2010):
1. Meningkatkan penampilan kulit anda
2. Meningkatkan elastisitas kulit mudah yang lebih kuat
3. Menghambat kulit menjadi keriput
4. Menjaga kelembaban kulit anda


Produk Kolagen
1. Cangkang kapsul

2. Casing sosis
Casing kolagen biasanya berbahan baku dari kulit hewan besar. Keuntungan
dari penggunaan casing ini adalah dapat diwarnai, bisa dimakan, dan melekat
pada produk. Casing selulosa biasanya berbahan baku pulp. Keuntungan
casing selulosa adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah. Casing
selulosa sangat keras dan dianjurkan untuk tidak dimakan (Fesya, 2008).
3. Kosmetik (krim, suntikan untuk menghalskan wajah).


Fungsi-fungi kolagen (Annonymousd, 2010):
1. Mempertahankan kelembaban dan mencegah kerutan. Kolagen merupakan
komponen utama dalam kulit kita. Lebih dari 71% protein dalam sel-sel kulit
terdiri dari kolagen, dimana berkaitan erat dengan pertumbuhan, pemulihan
dan nutrisi kulit. Sebagai tambahan, kolagen mempertinggi regenerasi selsel, membantu memelihara elastisitas kulit, melembutkan dan membuat kulit
lebih bercahaya. Kolagen juga efektif menghilangkan kerutan dan mecegah
proses penuaan.
2. Memulihkan masalah kulit. Apabila kolagen disuntikkan ke dalam kulit yang
terluka, maka ia akan menstimulasi pertumbuhan sel-sel kulit baru dan
menyediakan support ke kulit. Kolagen sangat efektif untuk memulihkan
masalah kulit seperti parut, kerusakan jaringan-jaringan subkutaneus,
pengucupan epithelium,kerutan dan kerusakan jaringan-jaringan yang
lembut lainnya.
3. Mempercantik dan menyuburkan rambut. Nutrisi dalam jaringan
subkutaneus kulit kepala sangat penting untuk memelihara kesehatan
rambut. Kandungan kolagen dalam lapisan korium merupakan pusat
perbekalan nutrisi kepada epidermis serta rambut dan kuku. Kekurangan
kolagen dapat menyebabkan rambut kelihatan kering dan bercabang, kuku
menjadi kusam dan mudah pecah.
4. Mengencangkan payudara. Efek kolagen untuk mengencangkan payudara
sudah diketahui umum. Payudara sebenarnya terbentuk oleh jaringanjaringan penyambung dan jaringa- jaringan lemak, yang merupakan peranan
penting dalam penyediaan penyokong kemontokan payudara. Kolagen
merupakan komponen utama dari jaringan-jaringan penyambung dan
bertindak dengan protein polisakarida untuk membentuk satu jaringan yang
kuat untuk menyokong dan mengencangkan payudara agar cantik dan
menawan.
5. Melangsingkan badan sewaktu tidur. Pembakaran lemak (retrogresi) adalah
proses yang diperlukan untuk melangsingkan badan. Kolagen hidrolisis
dapat meningkatkan proses penghancuran dan pembakaran lemak, tetapi
harus dijalankan dalam keadaan tidur. Dengan mengambil kolagen hidrolisis,
anda dapat melangsingkan badan semasa tidur.

6. Menguatkan tulang. 70-80% daripada tulang terdiri daripada kolagen.
Penyatuan gentian kolagen yang secukupnya adalah penting untuk
membentuk kerangka tulang yang kuat. Oleh itu, kolagen juga dikenali
sebagai kerangka tulang. Masalah osteoporosis dan kaki kejang adalah
berawal dari kehilangan kolagen yang membentuk 80% daripada jumlah
kepadatan tulang. Sedangkan kehilangan kalsium, magnesium dan fosferus
hanya 20%. Pengambilan kalsium tambahan sebenarnya tidak dapat
menangani masalah tersebut. Hanya dengan pengambilan kolagen yang
mencukupi dapat mengembalikan kepadatan tulang yang normal, dan juga
dapat memperlambat osteoporosis untuk 10 tahun kedepan.
7. Mencerahkan kulit dan Mengurangi pigmen. Kolagen dapat merapatkan selsel dan mempercepatkan pembentukan sel-sel baru. Dengan fungsi ini,secara
efektif dapat mencegah pengumpulan pigmen dan racun , membantu
mencerahkan kulit dan mengurangi pigmentasi.
8. Menunda proses penuaan kulit. Kolagen penting untuk memelihara
kecantikan dan keceriaan kulit. Gejala-gejala penuaan secara wajar semakin
kentara apabila usia meningkat karena kandungan kolagen dalam kulit
semakin berkurang , dan kulit yang mana mengerut kekurangan air akan
mengakibatkan kulit kering dan kusam.


Tipe
Kolagen
Protein kolagen pada keadaan segar berwarna putih. Diameternya berkisar
antara 1-12 mikron. Beberapa serabut bergabung menjadi berkas serabut yang
lebih besar. Dalam keadaan segar bersifat lunak, dan sangat kuat. Susunan
serabut kolagen bergelombang, karenannya bersifat lentur. Benang serabut
kolagen yang paling halus yang dapat dilihat dengan mikroskop cahaya adalah
fibril dengan tebal kurang lebih 0,3 sampai 0,5 µm. Selanjutnya fibril ini disusun
oleh satuan serabut yang lebih kecil yang disebut miofibril dengan diameter 45
sampai 100nm. Miofibril ini hanya terlihat dengan mikroskop elekron dan
tampak mempunyai garis melintang khas dengan periodisitas 67 nm
(Annonymousb,
2009).
Serabut kolagen memiliki daya tahan tarik tinggi. Serabut kolagen dijumpai pada
tendon, ligamen, kapsula, dll. Serabut ini bening dan terlihat garis memanjang.
Bila kolagen direbus akan menghasilkan gelatin. Serabut kolagen dapat dicerna
oleh pepsin dan enzim kolagenase. Paling tidak telah dikenal 2 jenis serabut
kolagen dengan variasi pada urutan asam amino dari rantai α (alfa). Dari 20 jenis
tersebut, ada 6 tipe kolagen yang yang paling utama dan secara genetik berbeda.
Keenam tipe kolagen tersebut adalah (Annonymousb, 2009):

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen mutu terpadu pada Galih Bakery,Ciledug,Tangerang,Banten

6 163 90

Efek ekstrak biji jintan hitam (nigella sativa) terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin

2 59 75

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46

Perancangan media katalog sebagai sarana meningkatkan penjualan Bananpaper : laporan kerja praktek

8 71 19

Pengaruh Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung yang Terdaftar di BPK RI)

24 152 62

Peranan bunga kredit sebagai sumber dana bagi PT.Bank Jabar Cabang Soreang Bandung : laporan kerja praktek

2 62 68