Peran Negara Dalam hal Pembangunan

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan Human Development Report yang dilakukan oleh United
Nations Development Program pada tahun 1995, lebih dari tiga perempat
penduduk dunia tinggal di negara-negara berkembang, namun mereka semua
hanya menikmati 16% dari total pendapatan dunia-sedangkan 20%
penduduk di berbagai negara terkaya menikmati hampir 85% dari seluruh
pendapat global. Jurang kesenjangan yang terbuka lebar antara negara-negara
maju dan negara-negara berkembang adalah sebuah realita yang tidak dapat
kita semua pungkiri lagi. Negara-negara berkembang yang biasa dikenal
dengan negara-negara Dunia Ketiga membutuhkan pembangunan hampir di
segala bidang agar bisa mencapai taraf kehidupan yang sama dengan negaranegara maju, atau meskipun tidak bisa sejajar dengan taraf kesejahteraan di
negara-negara maju, setidaknya rakyat di negara-negara berkembang berhak
memiliki taraf hidup yang lebih baik daripada keadaan sebagian besar negaranegara berkembang yang kurang sejahtera seperti saat ini. Pertanyaannya
sekarang adalah apakah negara-negara dunia ketiga ini bisa berkembang dan
maju atau tidak, jika ya bagaimana caranya?
Melalui makalah ini saya sebagai penulis akan mengkaji mengenai
pembangunan negara, khususnya negara berkembang melalui perspektif
peran negara dalam pembangunan menuju kesejahteraan rakyat yang dalam
hal ini dipegang oleh kepala negara serta lembaga-lembaga negara dan

aparatur pemerintahan di negara tersebut.
Tujuan Negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
sebagaimana tertuang dalam pembukaan dan penjelasan UUD 1945. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan suatu Negara yang
bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, membentuk suatu
masyarakat adil dan makmur. Pemerintahan beserta seluruh aparaturnya
1|Peran Negara dalam Pembangunan

memiliki peran dan tanggung jawab terhadap pembangunan negara karena
pembangunan merupakan jembatan menuju kesejahteraan rakyat dan di
dalam sebuah tatanan negara terkandung lembaga-lembaga negara beserta
aparatur negara yang dapat melaksanakan pembangunan untuk seluruh rakyat
dan akhirnya mewujudkan tujuan negara itu sendiri, yaitu kesejahteraan
umum. Pembangunan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat
memiliki makna yang sangat luas. Pembangunan dapat dimaknai dari
berbagai sisi dan perspektif, baik dari segi sosial, ekonomi, budaya, politik
dan hal lain yang menyangkut hak serta kebebasan rakyat dalam suatu negara
atau pemerintahan.

Berdasarkan pentingnya kedudukan dan peran negara dalam
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa, maka penting pula bagi kita untuk
mengetahui seberapa besar peran tersebut dalam pembangunan dan kaitan
peran negara tersebut terhadap usaha pencapaian kesejahteraan rakyat.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, dalam makalah ini saya
akan memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan peran negara dalam
pembangunan, termasuk di dalamnya peran lembaga-lembaga negara beserta
aparatur pemerintahan yang memiliki peran dalam pembangunan sebagai
proses mewujudkan kesejahteraan rakyat.

C. TUJUAN
Melalui penulisan makalah ini tujuan yang ingin dicapai cukup
sederhana, yaitu agar pembaca mengetahui secara jelas mengenai peran negara
dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan negara berupa
perwujudan kesejahteraan rakyat. Dengan membaca makalah ini diharapkan
para pembaca dapat menyerap informasi yang akan saya paparkan didalam
makalah ini dan menjadi bertambah pengetahuannya mengenai kaitan antara
negara dan pembangunan.


2|Peran Negara dalam Pembangunan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar tentang Negara
Secara terminologi, Negara diartikan sebagai organisasi tertinggi
diantara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk
bersatu, hidup dalam suatu kawasan dan mempunyai pemerintahan yang
berdaulat.
Roger H. Soltau (Budiardjo, 2009:48) mengemukakan Negara
didefinisikan dengan alat (agency) atau wewenang (authority) yang
mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama
rakyat. Lain halnya dengan apa yang telah dikemukakan Harold J. Laski
(Budiardjo, 2009:48), menurutnya negara merupakan suatu masyarakat
yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat
memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau
kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Dari beberapa
pendapat tentang Negara, dapat dipahami secara sederhana bahwa yang
dimaksud dengan Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya
diperintah (governed) oleh sejumlah penjabat yang berhak menuntut dari

warga negaranya untuk taat pada peraturan perundang-undangan melalui
penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah untuk
mencapai suatu cita-cita bersama.
Untuk lebih memahami mengenai Negara, dibawah ini saya akan
memaparkan mengenai konsep Negara dan teori-teori serta sifat beserta
unsur-unsurnya.

1. Teori Terbentuknya Negara
Dalam proses terbentuknya suatu negara terdapat beberapa
teori, antara lain :
a) Terjadinya Negara secara Primer
3|Peran Negara dalam Pembangunan

Terjadinya negara secara primer membahas bagaimana asal mula
terjadinya negara di dunia. Menurut pandangan ini, untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya manusia selalu membutuhkan
bantuan manusia yang lainnya atau dengan kata lain manusia
harus berhubungan dengan manusia lain demi kelangsungan
hidupnya. Pada awalnya hubungan itu dalam bentuk keluarga,
kemudian berkembang dalam bentuk kelompok-kelompok lebih

besar, dipimpin oleh salah seorang dari mereka yang dianggap
terkemuka. Terbentuknya kelompok-kelompok itu didasari oleh
kesesuaian dan kesamaan, misalnya nasib, budaya, dan lain-lain.
b) Teori Perjanjian Masyarakat
Teori perjanjian masyarakat dipelopori oleh Thomas Hobbes,
John Locke dan J.J. Rousseau, menurut Thomas, rakyat di suatu
wilayah tertentu sepakat untuk membentuk suatu wilayah negara
dan menyerahkan hak-hak mereka kepada negara yang baru
dibentuk. John Locke mengatakan bahwa sebagian besar anggota
suatu masyarakat membentuk

persatuan

terlebih dahulu,

kemudian mereka menyatakan diri mereka menjadi warga negara
dari negara tersebut. Sedangkan Rousseau menyatakan bahwa
orang-orang membuat suatu perjanjian untuk membentuk negara,
tetapi mereka tidak sepenuhnya memberikan hak-hak mereka
kepada negara.

c) Teori Penaklukan
Menurut teori ini pihak-pihak atau kelompok-kelompok bangsa
tertentu yang kuat menaklukkan hak atau kelompok yang lain
dan pada akhirnya kelompok yang kuat mendirikan negara.
d) Teori Organis
Menurut teori organis negara lahir dan berkembang sebagai
halnya dengan kelahiran mahluk hidup lainnya. Negara akan
memiliki organ-organ seperti halnya dengan tubuh manusia dan
mahluk lainnya.

4|Peran Negara dalam Pembangunan

2. Sifat-Sifat Negara
Negara mempunyai sifat khusus yang merupakan manifestasi
dari kedaulatan yang dimilikinya dan yang hanya terdapat pada
asosiasi atau organisasi lainnya. Sebagaimana dikemukakan oleh
Prof. Miriam Budiardjo dalam buku karangannya, Dasar-Dasar Ilmu
Politik (2009:49), negara memiliki sifat-sifat seperti yang dijelaskan
di bawah ini.
a) Sifat Memaksa

Negara memiliki sifat memaksa dalam arti mempunyai kekuasan
untuk memakai kekerasan fisik secara legal agar peraturan
perundang-undangan ditaati dan dengan demikian penertiban
dalam masyarakat tercapai.
b) Sifat Monopoli
Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama
dari masyarakat.
c) Sifat mencakup semua
Semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua
orang tanpa kecuali.

3. Unsur Negara
Sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Miriam Budiardjo
dalam buku karangannya, Dasar-Dasar Ilmu Politik (2009:49), negara
terdiri atas beberapa unsur yang dapat diperinci sebagai berikut :
a) Wilayah
Setiap negara menduduki tempat tertentu di muka bumi dan
mempunyai perbatasan tertentu. Kekuasaan negara mencakup
seluruh wilayah, tidak hanya tanah, tetapi juga laut di
sekelilingnya dan angkasa di atasnya.

b) Penduduk
Setiap negara mempunyai penduduk, dan kekuasaan negara
menjangkau semua penduduk di dalam wilayahnya. Penduduk
5|Peran Negara dalam Pembangunan

dalam suatu negara biasanya menunjukkan beberapa ciri khas
dari kebudayaan, nilai-nilai politiknya, atau identitas nasionalnya
yang membedakan dari bangsa lain.
c) Pemerintah
Setiap negara mempunyai organisasi yang berwenang untuk
merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan yang
mengikat bagi seluruh penduduk di dalam wilayahnya.

4. Tujuan dan Fungsi Negara
Roger H. Soltau (Budiardjo, 2009:48) mengemukakan tujuan negara
ialah memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan
daya ciptanya sebebas mungkin. Akan tetapi setiap negara terlepas
dari ideologinya, menyelenggarakan beberapa minimum fungsi yang
mutlak diperlukan, yaitu :
a) Melaksanakan penertiban sebagai stabilisator

b) Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya
c) Pertahanan
d) Menegakkan keadilan

5. Hubungan antara Negara dan Pembangunan
Setiap negara memiliki tujuan yang menjadi target untuk
diwujudkan. Dari banyak tujuan dan target yang telah ditentukan,
kesejahteraan rakyat merupakan salah satu hal yang terus-menerus
diusahakan perwujudannya. Cara untuk menyejahterakan rakyat
adalah dengan memajukan pembangunan di berbagai sektor, seperti
sektor ekonomi , pendidikan, pertahanan dan keamanan serta sektor
yang lainnya.
Untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, pembangunan yang
dilaksanakan oleh negara bukanlah perkara mudah yang dapat
diselesaikan dalam waktu singkat, dibutuhkan proses cukup panjang
dengan

mengerahkan

segala


sumber

daya

yang

ada

agar

6|Peran Negara dalam Pembangunan

pembangunan dapat membuahkan kesejahteraan rakyat. Negara
memiliki lembaga-lembaga dan aparatur-aparatur yang memiliki
tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan yang
diatur melalui mandat kepala negara dengan didasari oleh tujuan dan
cita-cita nasional sehingga maju atau mundurnya pembangunan yang
dilakukan tentu berkaitan dengan kualitas dan kinerja lembaga serta
aparatur negara. Oleh karena itu pembangunan erat kaitannya dengan

negara, sebab negara lah yang mengatur segala proses pembangunan
dan negara pula lah yang menentukan arah pembangunan yang sesuai
dengan jati diri bangsa dan tujuan serta cita-cita nasional.

B. Konsep dan Teori Pembangunan
Pembangunan sepertinya menjadi suatu fenomena yang tidak
habis-habisnya dibahas dalam kerangka kajian keberlangsungan hidup
manusia. Fenomena ini melekat sebagai salah satu ciri kehidupan
manusia yang kerap mengalami perubahan menurut berbagai dimensi
yang ada. Konsep pembangunan biasanya melekat dalam konteks kajian
suatu perubahan, pembangunan disini diartikan sebagai bentuk perubahan
yang sifatnya direncanakan.
Dalam perkembangan lebih lanjut, suatu proses pembangunan
dapat dijadikan sebagai suatu ukuran untuk menilai sejauh mana nilainilai dasar masyarakat yang terlibat dalam proses ini bisa memenuhi
seperangkat kebutuhan hidup dan mengatasi berbagai masalah dari
dinamika masyarakatnya. Di Indonesia, kata pembangunan sudah menjadi
kata kunci bagi segala hal. Secara umum, pembangunan diartikan sebagai
usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Seringkali,
kemajuan yang dimaksudkan terutama adalah kemajuan material. Maka,
pembangunan seringkali diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh
satu masyarakat di bidang ekonomi, bahkan dalam beberapa situasi yang
7|Peran Negara dalam Pembangunan

sangat umum pembangunan diartikan sebagai suatu bentuk kehidupan
yang kurang diharapkan bagi ‘sebagian orang tersingkir’ dan sebagai
ideologi politik yang memberikan keabsahan bagi pemerintah yang
berkuasa untuk membatasi orang-orang yang mengkritiknya (Budiman,
1995: 1-2).
Pembangunan sebenarnya meliputi dua unsur pokok; pertama, masalah
materi yang ingin dihasilkan dan dibagi, dan kedua, masalah manusia
yang menjadi pengambil inisiatif menjadi manusia pembangun atau
manusia yang melaksanakan pembangunan. Bagaimanapun juga,
pembangunan pada akhirnya harus ditujukan pada pembangunan manusia
dalam

artian

peningkatan

kualitas

sumber

daya

manusia

dan

kreativitasnya.
Pembangunan tidak hanya berkaitan dengan produksi dan
distribusi barang-barang material. Pembangunan harus menciptakan
kondisi-kondisi manusia bisa mengembangkan kreativitasnya (Budiman,
1995: 13-14). Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses
transformasi masyarakat dari suatu keadaan pada keadaan yang lain yang
makin mendekati tata masyarakat yang dicita-citakan, dalam proses
transformasi itu ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu keberlanjutan
(continuity)

dan

perubahan

(change),

tarikan

antara

keduanya

menimbulkan dinamika dalam perkembangan masyarakat (Djojonegoro,
1996: 7).
Indonesia sebagai Negara Dunia Ketiga, dalam pembangunannya
selalu terkait dengan teori Modernisasi dan Teori Dependensi. Berikut ini
saya akan memaparkan mengenai kaitan tersebut.

1. Teori Modernisasi dan Pembangunan
8|Peran Negara dalam Pembangunan

Teori Modernisasi muncul pada pasca perang dunia kedua,
yaitu pada saat Amerika terancam kehilangan lawan dagang sehingga
terjadi kejenuhan pasar dalam negeri, dari keterlibatan Amerika inilah
negara-negara Eropa yang porak poranda seusai perang mulai
bangkit dari keterpurukannya, keterlibatan ini bukan saja banyak
‘menolong’ negara-negara Eropa, tetapi di balik itu justru banyak
memberikan keuntungan yang lebih bagi Amerika itu sendiri. Pada
perkembangannya kemudian, keberhasilan pembangunan yang
diterapkan pada negara-negara di Eropa ini memberikan pemikiran
lanjut untuk melakukan ekspansi pasar ke negara-negara Dunia
Ketiga, dan banyak memberikan bantuan untuk pembangunannya.
Dalam kenyataannya, keberhasilan yang pernah diterapkan di Eropa,
ternyata banyak mengalami kegagalan di negara-negara dunia Ketiga.
Penjelasan tentang kegagalan ini memberikan inspirasi terhadap
sarjana-sarjana sosial Amerika, yang kemudian dikelompokkan dalam
satu teori besar, dan dikenal sebagai Teori Modernisasi (Budiman,
dalam: Frank, 1984: ix).
Asumsi dasar dari teori modernisasi mencakup: (1) Bertolak
dari dua kutub dikotomis yaitu antara masyarakat modern
(masyarakat negara-negara maju) dan masyarakat tradisional
(masyarakat negara-negara berkembang); (2) Peranan negara-negara
maju sangat dominan dan dianggap positif, yaitu dengan menularkan
nilai-nilai modern disamping memberikan bantuan modal dan
teknologi. Tekanan kegagalan pembangunan bukan disebabkan oleh
faktor-faktor eksternal melainkan internal; (3) Resep pembangunan
yang ditawarkan bisa berlaku untuk siapa, kapan dan dimana saja
(Budiman, dalam : Frank, 1984: x).
Satu hal yang menonjol dari teori modernisasi ini adalah,
modernisasi seolah-olah tidak memberikan celah terhadap unsur luar
yang dianggap modern sebagai sumber kegagalan, namun lebih

9|Peran Negara dalam Pembangunan

menekankan sebagai akibat dari dalam masyarakat itu sendiri.
Asumsi ini ternyata banyak menimbulkan komentar dari berbagai
pihak, terutama dari kelompok pendukung Teori Dependensi,
sehingga timbul paradigma baru yang dikenal sebagai teori
Modernisasi Baru (Suwarsono-So, 1991: 58-61).
Penerapan modernisasi di Indonesia tampak kurang serasi,
karena pemahaman akan konsep modernisasi ini tidak seperti yang
dimaksudkan oleh konsep itu sendiri. Karena itu pula landasan
berpikir dan penggunaan teori dalam konsep pembangunan
masyarakat dengan modernisasi tampaknya kurang mendasar. Tidak
mengherankan apabila kemudian pembangunan yang telah dilakukan
selama tiga dasawarsa itu bisa terpuruk seketika oleh peristiwa
moneter, yang keadaan itu bisa menunjukkan bahwa model
pembangunan adalah tidak mendasar dan berakar pada masyarakat
Indonesia.
Pada saat melangsungkan pembangunan dengan mengacu
pada teori Rostow, mungkin terlupakan bahwa teori ini bisa berlaku
apabila keadaan masyarakat yang dibangun itu bersifat homogen.
Upaya untuk melakukan homogenisasi telah ditempuh melalui
berbagai

wujud

pembangunan

ekonomi,

termasuk

usaha

meningkatkan pendapatan masyarakat, dengan demikian peningkatan
ekonomi selalu dianggap akan mendorong peningkatan kualitas
kehidupan pada umumnya. Homogenitas melalui pengembangan
sektor ekonomi itu terkesan dipaksakan dari kondisi yang heterogen,
hal itu kemudian menjadikan pula ketimpangan pembangunan antar
daerah dan antar sektor. Modernisasi dilihat sebagai pertumbuhan
ekonomi belaka, yang melupakan pokok penting dalam kehidupan,
yaitu pembinaan budaya membangun dalam memenuhi kehendak dari
gerak kehidupan tersebut.
Kekeliruan lainnya adalah kurangnya diperhitungkan kondisi
obyektif masyarakat dalam menerima modernisasi, salah satu akibat

10 | P e r a n N e g a r a d a l a m P e m b a n g u n a n

yang terjadi adalah anomi. Masyarakat sudah menerima perubahan,
namun di sisi lain masih banyak bentuk-bentuk tradisi lama yang
belum atau sukar untuk ditinggalkan sehingga kehidupan berlangsung
diantara dua titik yang membuat kebingungan para pelakunya (Garna,
1999: 15). Apabila mengacu pada teori David McClelland tentang the
need for achievement (n-Ach), maka tingkat perkembangan
masyarakat sebenarnya bisa diukur dari besarnya dorongan untuk
berprestasi dalam masyarakat itu sendiri. Bentuknya bisa dari
perbandingan antara tingkat produksi dengan tingkat konsumsi,
masyarakat yang tidak ‘membangun’ adalah suatu bentuk kehidupan
yang tingkat konsumsinya lebih besar dari tingkat produksi.
Keberanian untuk mengambil resiko sepertinya tidak begitu dianggap
bernilai tinggi pada masyarakat Indonesia, bentuk yang paling umum
dari keadaan ini yaitu mentalitas sebagai pegawai (pegawai negeri)
masih mendominasi bursa tata kepegawaian dibandingkan bentukbentuk kemandirian lainnya. Bentuk dari rendahnya n-Ach ini adalah
belum berkembangnya kesadaran atau arti pentingnya tentang suatu
tanggung jawab atau disiplin sebagai suatu bentuk kesadaran dari
keterlibatan pihak-[ihak lain diluar kesadaran tentang dirinya sendiri.
Koentjaraningrat pernah memberikan satu solusi dari polemik
‘sikap mental orang Indonesia umumnya belum siap untuk
pembangunan’ pada satu acara seminar (1970), pendapat inilah yang
menunjukkan

bahwa

sebenarnya

Koentjaraningrat

melakukan

pendekatan melalui teori Modernisasi untuk menganalisa proses
pembangunan di atas. Pada karangan yang lain, Koentjaraningrat
(1979) melakukan pendekatan yaitu dengan menekankan pada
analisanya tentang sistem nilai yang hidup dalam masyarakat yang
tidak cocok dengan pembangunan atau ciri modern dari konsep
modernisasi. Masalah tentang sistem nilai dan pembangunan yang
ada di Indonesia mengacu pada orientasi sistem nilai budaya yang
sebelumnya dikembangkan oleh F. Kluckhohn dan F.L.Stroodbeck

11 | P e r a n N e g a r a d a l a m P e m b a n g u n a n

(1961). Dalam tulisannya ini Koentajraningrat membagi orientasi
nilai budaya dalam dua belahan waktu, sebelum dan sesudah revolusi.
Dikatakannya bahwa nilai budaya yang tidak mementingkan mutu
atau prestasi, orientasi waktu yang cederung ke masa lalu sehingga
melemahkan motivasi orang untuk menabung dan hidup hemat,
menganggap hidup selaras dengan alam sehingga timbul konsep
tentang nasib, menjunjung tinggi nilai konformisme, orientasi
hubungan manusia yang vertikal sehingga menghambat hasrat untuk
berdiri sendiri, tidak disiplin, kurang bertanggung jawab, dan
mentalitas menerabas sebagai produk setelah revolusi, adalah sebagai
mentalitas yang menghambat proses pembangunan (Koentjaraningrat,
1979: 43-53).

2. Teori Dependensi dan Pembangunan
Dua orang pemerhati masalah pembangunan di Indonesia,
Sritua Arief dan Adi Sasono (1984) berusaha melihat masalah
pembangunan ini dari sisi yang berbeda dengan apa yang
dikembangkan Koentjaraningrat sebelumnya; mereka menggunakan
teori Dependensi untuk menjelaskan persoalan pembangunan politik
eonomi Indonesia. Kajiannya dimulai dengan menguji kembali
warisan kolonial Belanda yang ditinggalkan, seperti kebanyakan
analisa sejarah yang lain tentang Indonesia, rentang waktu kajian
dimulai sejak diberlakukannya sistem tanam paksa. Bagi mereka,
pelaksanaan tanam paksa dijadikan sebagai ‘pangkal tolak untuk
melihat banguan struktural yang diwarisi Indonesia pada waktu
negara ini merdeka’ (Suwarsono-So, 1991: 131).
Arief dan Sasono berpendapat bahwa sistem tanam paksa
merupakan salah satu faktor terpenting yang bertanggung jawab
terhadap berkembang suburnya keterbelakangan dan kemiskinan di
Indonesia; selama masa tanam paksa tersebut telah terjadi pengalihan
12 | P e r a n N e g a r a d a l a m P e m b a n g u n a n

surplus ekonomi dari Indonesia ke Belanda dalam jumlah yang sangat
besar. Disamping itu tanam paksa juga telah menjadikan semakin
kecilnya jumlah petani yang berkecukupan, yang dengan kata lain
telah membantu memperbanyak kaum ‘proletariat desa’. Dalam
proses tanam paksa itu ternyata, pihak kolonial tidak ‘bekerja
sendirian’, disini ada keterlibatan pemerintah lokal dalam membantu
‘keberhasilan’ sistem tanam paksa. ‘Dalam proses eksploitasi ini telah
terjalin aliansi antara pemerintah kolonial Belanda di Indonesia dan
pihak-pihak penguasa feodal di Indonesia. Pertalian kerja sama yang
demikian tidak sulit untuk terjadi, keadaan yang membuat kaum
aristokrat dan kaum feodal Indonesia memperoleh keuntungan
ekonomis’ sekalipun jika dicermati, amat jauh lebih kecil bila
dibandingkan dengan yang diterima oleh pemerintahan kolonial
(Arief-Sasono, dalam Suwarsono-So, 1991: 132).
Dalam kajian kurun waktu yang berbeda Arief dan Sasono
mencoba menguji proses pembangunan Indonesia setelah era
kemerdekaan,

khususnya

pada

masa

pembangunan

ekonomi

pemerintahan orde baru; obyek kajiannya menggunakan lima tolok
ukur, yang akhirnya pada suatu kesimpulan bahwa situasi
ketergantungan dan keterbelakangan sebagian besar telah atau sedang
mewujud di Indonesia (Arief-Sasono, 1991: 134).
Lima tolok ukur yang digunakan yaitu : pertama, pertumbuhan
ekonomi, pada masa ini ditandai dengan semakin lebarnya perbedaan
antara kelompok yang mampu dan kelompok yang tidak mampu
dengan ciri golongan miskin ternyata menjadi semakin miskin;
keadaan ini bisa terjadi karena hancurnya industri kecil di perdesaan
diserta dengan berkurangnya kesempatan kerja di sektor pertanian
dengan tidak diimbangi oleh timbulnya peluang kerja di sektor
industri di perkotaan; kedua, penyerapan tenaga kerja, Industri yang
dikembangkan dengan semangat teknologi padat modal ternyata
13 | P e r a n N e g a r a d a l a m P e m b a n g u n a n

‘tidak banyak menyerap tenaga kerja’, sementara sektor pertanian
yang telah mengalami derasnya proses mekanisasi tidak lagi mampu
menampung tenaga kerja sebesar yang pernah dimiliki pada masa
sebelumnya. Dalam keadaan yang demikian, maka tenaga kerja tidak
memiliki pilihan lain yang tersedia, kecuali terjun dalam pasar tenaga
kerja sektor jasa; ketiga, proses industrialisasi, proses industrialisasi
yang terjadi di Indonesia merupakan proses industri subtitusi impor
yang dikembangkan memiliki sifat ketergantungan modal dan
teknologi asing yang tinggi, dengan demikian pertumbuhan ekonomi
yang terjadi bukan merupakan pertumbuhan ekonomi yang
bersentrum kedalam negeri, dan tidak berdasar pada dinamika yang
ada; keempat, pembiayaan pembangunan, karena sifat pertumbuhan
ekonomi yang dimiliki dan model industrialisasi yang dipilih, mau
tidak mau, hanya memiliki satu pilihan yaitu kebutuhan untuk selalu
memperoleh modal asing, fenomena yang jelas menggambarkan
suatu ketergantungan kepada fihak lain; kelima, persediaan bahan
makanan, bahwa sampai akhir tahun 1970 ternyata bangsa Indonesia
belum memiliki kemampuan swasembada pangan, sehingga tidk
mengherankan bila banyak dijumpai kebijakan yang mengarah pada
pencapaian tujuan ini.
Bangsa

Indonesia

tidak

bisa

luput

dari

fenomena

pembangunan, cepat atau lambat, besar atau kecil, mudah atau sukar,
proses pembangunan ini perlu untuk dilakukan. Berbagai cara untuk
mencapainya diupayakan, yaitu dengan pemanfaatan secara optimal
segala aspek sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada,
sehingga mempunyai peran penting dalam lingkup lokal maupun
global; sedemikian jauh jarak antara perbedaan tingkat kehidupan
antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat negara maju lainnya,
sehingga ‘harus’ dilakukan semacam ‘percepatan’ perubahan. Bahkan
Alisyahbana menekankan secara egas, bahwa perubahan masyarakat

14 | P e r a n N e g a r a d a l a m P e m b a n g u n a n

Indonesia itu harus mengacu pada nilai-nilai intelektualisme,
individuliasme, egoisme, dan materialisme seperti yang hidup pada
masyarakat Barat (Alisyahbana, 1988: 20), nilai-nilai mana yang
dianggap ekstrim atau bahkan tabu oleh sebagian besar warga
masyarakat Indonesia. Analisa tentang proses pembangunan itu tidak
semudah pengerjaan di belakang meja dan menurut alur logika saja,
karena proses ini mengandung berbagai nilai-nilai dan perkembangan
yang sulit untuk diperhitungkan, fenomena mana yang menjadikan
kajian tentang masalah-masalah sosial tidak kering dan mati.
Teori

Modernisasi

memberikan

solusi,

bahwa

untuk

membantu Dunia Ketiga termasuk kemiskinan, tidak saja diperlukan
bantuan modal dari negara-negara maju, tetapi negara itu disarankan
untuk meninggalkan dan mengganti nilai-nilai tradisional dan
kemudian melembagakan demokrasi politik (Garna, 1999: 9); justru
disinilah letak permasalahannya, karena teori pembnagunan menurut
persepsi Dunia Ketiga menghendaki bahwa tradisi dan nilai-nilainya
harus memberikan nuansa kepada keadaan modern yang hendak
dicapai (Koentajaraningrat, 1979: 69).
Sebenarnya baik teori Modernisasi maupun teori Dependensi
memiliki perhatian dan keprihatinan yang sama tentang masalah
pembangunan Dunia Ketiga, dan berupaya merumuskan kebijakan
pembangunan

yang

diharapkan

dapat

mempercepat

proses

penghapusan kemiskinan. Kedua perpektif ini memiliki dan
mengembangkan struktur teori yang dwikutub (Suwarsono-So, 1991:
114); teori Modernisasi menyebutnya sengan istilah tradisional dan
modern/maju, sedangkan teori Dependensi menggunakan istilah
sentral/metropolis dan pinggiran/satelit. Perbedaan antara teori
Modernisasi dan teori Dependensi mungkin tidak akan menemukan
titik temu bila teori-teori pendukungnya bersifat statis; salah satu
faktor yang menyebabkan teori itu kemudian berkembang, yaitu
15 | P e r a n N e g a r a d a l a m P e m b a n g u n a n

karena mereka banyak mendapatkan kritik baik dikalangan mereka
sendiri maupun dari pendekatan teori yang lain (Suwarsono-So,1991:
131-132). Adalah bijaksana apa yang dikemukakan Michael R. Dove
(1988) sebagai salah seorang pendukung teori modernisasi yang
mengatakan bahwa tradisional tidak harus berarti keterbelakangan,
budaya tradisional itu sangat dan selalu terkait dengan proses
perubahan ekonomi, sosial, dan politik dari masyarakat pada tempat
mana budaya tradisional itu melekat, dengan demikian budaya
tradisional tidak menganggu proses pembangunan (Dove, dalam:
Suwarsono-So, 1991: 66). Atau menyimak pendapat Cardoso (1973)
sebagai salah seorang pendukung teori Dependensi, yang mengatakan
bahwa negara-negara berkembang yang mengadakan kontak dengan
negara maju bisa berkembang ekonominya, tetapi perkembangan itu
hanya merupakan bayangan atau sertaan dari perkembangan ekonomi
negara-negara maju, sumber dari perkembangan itu sendiri tidak
terletak dalam dirinya (Cardoso, dalam: Frank, 1984: xvii).
C. Peran Negara Dalam Pembangunan
Negara yang sedang melaksanakan pembangunan pasti memiliki
tujuan utama yang ingin dicapai, salah satunya adalah tujuan-tujuan
nasional yang ambisius seperti peningkatan pendapatan perkapita,
mempermudah pertumbuhan ekonomi mandiri secara berkesinambungan,
dan memajukan kemakmuran rakyat secara bersama-sama. Berbagai
macam cara dilakukan sesuai dengan kondisi masing-masing negara
Setidaknya ada tiga alasan yang mendasari campur tangan
pemerintah dalam pembangunan, yakni: kegagalan pasar, memobilisasi
sumber dan dalam rangka alokasi sumber-sumber tersebut dan
argumentasi atittude/sikap atau psikologis. Negara lah satu-satunya
lembaga yang mempunyai kekuasaan otoritatif untuk mengalokasikan
sumber-sumber bantuan langka yang berguna untuk pembangunan. Tanpa
campur tangan negara, besar kemunkinan akan mendorong terjadinya
16 | P e r a n N e g a r a d a l a m P e m b a n g u n a n

misalokasi sumber-sumber tersebut, dan ini akan membuat program
pembangunan tidak berjalan efektif. Bagaimanapun negara tetap menjadi
aktor penting dalam proses pembangunan. Negara lah sebagai pelaku
otoritatif yang dapat dipercaya untuk menjamin berlakunya pasar secara
efektif. Negara merupakan satu-satunya institusi yang dapat berfungsi
untuk menangkal krisi ekonomi yang dihadapi oleh negara dengan
membatasi distorsi pasar dana meniadakan ketidakstabilan yang melekat
dalam sistem ekonomi pasar. Peran negara dapat dikatakan sebagai
“capitalist development state” yang berperan dalam menjaga agar
kebebasan pasar dan tingkat integrasi ekonomi nasional dengan ekonomi
internasional bersifat relatif, disesuaikan dengan situasi, kondisi dan
tempat tertentu.
Keberhasilan pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara
bangsa di dunia era globalisasi sekarang ini akan sangat ditentukan oleh
kemampuan negara tersebut di dalam melakukan adaptasi terhadap
perubahan-perubahan tersebut.
Menurut Kamal Mathur peranan negara dalam pembangunan dapat
dirinci dalam tiga perkara. Pertama dalam hal investasi. Pemerintah
mengeluarkan bermacam kebijakan agar dapat menarik sebanyak
mungkin investor supaya masuk ke dalam negeri. Misalnya, jaminan
investasi asing akan aman, bebas pembayarn bagi keuntungan investor,
dan infrastuktur yang memadai. Kedua, bidang perdagangan. Misalnya
kebijakan bea ekspor murah, bea impor yang tinggi, dan perlindungan
terhadap produk dalam negeri. Dan terakhir dalam hal keuangan, seperti
penangan masalah inflasi.
Setidaknya ada tiga alasan untuk mendukung peranan negara
dalam hal pembangunan. Pertama sebagai media penanganan kegagalan
pasar. Pasar bisa saja gagal dalam menentukan harga-harga faktor
produksi, sehingga pemerintah harus turut campur dalam hal ini. Kedua,
memobilisasi sumber dan dalam rangka alokasi sumber-sumber daya
tersebut. Negara berkembang memiliki masalah kelangkaan sumber daya,
17 | P e r a n N e g a r a d a l a m P e m b a n g u n a n

dan untuk menyelesaikannya, pemerintah harus dapat mengalokasikan
sumber daya yang terbatas.
Kemudian negara dapat berperan sebagai “capital development
state” yang menjaga agar kebebasan pasar dan tingkat integrasi ekonomi
nasional dengan ekonomi internasional bersifat relatif, sesuai situasi dan
kondisi di negara tersebut. Hal ini membutuhkan prisnsip entrepreneurial
bureaucracy, yaitu suatu sistem yang berorientasi mencari keuntungan,
mengekploitasi perubahan dan menjadikannya peluang. Dalam bahasa
sederhana ini berarti penggantian sistem birokrasi dengan sistem
wirausaha, yaitu menciptakan organisai-organisasi dan sistem yang
terbiasa dalam memperbaharui, secara berkala memperbaiki kualitasnya
tanpa ada dorongan dari luar.
Kekuatan pembangunan yang mestinya dapat dimanfaatkan oleh
negara dalam proses pembangunan di Indonesia adalah sebagai berikut:
Optimalisasi potensi sumber daya alam yang melimpah, baik pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan, minyak bumi dan hasil tambang
lainnya. Potensi komoditi perkebunan yang pada saat penjajahan
merupakan lokomotif pembangunan yang diekspor memenuhi pasar
dunia, adalah kenyataan yang apabila dapat dikelola secara profesional
akan merupakan salah satu penghasil devisa yang cukup besar contoh saat
ini: minyak kelapa sawit. Potensi hasil laut, belum sepenuhnya
dimanfaatkan, demikian pula dengan potensi hutan. Apabila negara dapat
mendorong industri berbasis produk kayu, ikan dan hasil laut lainnnya,
melalui suatu pola pengembangan terpadu, maka efek ganda yang timbul
demikian besar dan luar, antara lain: peningkatan pendapatan nelayan
lokal, sekaligus perluasan lapangan usaha/kerja dan pengentasan
kemiskinan (umumnya nelayan kecil di Indonesia, miskin). Demikian
pula dengan hasil hutan, khususnya kayu yang apabila diolah hingga
produk hilir akan merupakan potensi komoditi ekspor yang besar,
sekaligus menciptakan lapangan usaha/kerja.

18 | P e r a n N e g a r a d a l a m P e m b a n g u n a n

Potensi minyak bumi, belum sepenuhnya dieksploitasi, dan diolah
di dalam negeri. Apabila negara konsisten dengan suatu strategi khusus
dana optimalisasi eksplorasi minyak bumi, dan pengolahan minyak dalam
negeri, maka peran Indonesia sebagai pengekspor minyak akan tetap
dapat ditingkatkan, dengan nilai tambah yang lebih, ditengah kriris akibat
tingginya harga BBM seperti saat ini, mestinya peluang emas itu dapat
dinikmati.
Walaupun Indonesia merupakan negara yang majemuk, dari segi
suku, agama, dan terdiri dari pulau-pulau yang tersebar, namun belajar
dari pengalaman sejarah sejak kemerdekaan, peran negara dalam
penciptaan iklim demokrasi dan persatuan bangsa, walaupun melalui
aneka tantangan, tetapi masih merupakan salah satu modal bagi
pembangunan yang berkelanjutan. Posisi negara yang relatif kuat dalam
menghadapi masyarakat sipil yang dinamis dan majemuk merupakan
aspek strategis yang dibutuhkan bagi pembangunan.

19 | P e r a n N e g a r a d a l a m P e m b a n g u n a n

Bab III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembangunan yang dilakukan oleh negara sebenarnya memiliki
satu tujuan utama, yaitu kesejahteraan rakyat luas. Konsep kesejahteraan
menurut Nasikun (1993) dapat dirumuskan sebagai padanan makna dari
konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empaat indikator yaitu :
(1) rasa aman (security), (2) Kesejahteraan (welfare), (3) Kebebasan
(freedom), dan (4) jati diri (Identity). Di Indonesia, kata pembangunan
sudah menjadi kata kunci bagi segala hal. Secara umum, pembangunan
diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan
warganya. Seringkali, kemajuan yang dimaksudkan terutama adalah
kemajuan material. Maka, pembangunan seringkali diartikan sebagai
kemajuan yang dicapai oleh satu masyarakat di bidang ekonomi. Oleh
karena itu seringkali tolak ukur keberhasilan atau kemajuan pembangunan
adalah meningkatnya kesejahteraan material, yaitu kesejahteraan berupa
terciptanya kecukupan dari segi pangan, sandang dan papan. Singkatnya,
sejahtera berarti berkecukupan dan tidak mengalami kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan.
Negara sebagai penguasa tertinggi di tatanan suatu negara memiliki
kewajiban dan tanggung jawab untuk merealisasikan tujuan serta cita-cita
bangsa, yaitu perwujudan kesejahteraan di segala bidang. Pemerintahan

20 | P e r a n N e g a r a d a l a m P e m b a n g u n a n

negara pun akan menjadi sorotan jika dinilai gagal menciptakan
kesejahteraan dan stabilitas nasional. Berdasarkan kedudukan serta otoritas
yang dimilikinya, negara memiliki full power dalam mengarahkan
pembangunan ke arah yang lebih baik, oleh karena itu peran negara sangat
penting di dalam pelaksanaan pembangunan. Negara lah yang menentukan
arah pembangunan akan menuju kemajuan untuk mengejar negara-negara
lain atau sebaliknya, menuju kemunduran dan jauh tertinggal serta
terpuruk tak berdaya.
B. Saran
Saya sebagai penulis dengan penulisan makalah ini ingin
memberikan sedikit saran bahwa peranan negara dalam pelaksanaan
pembangunan harus benar-benar aktif dan positif. Karena negara harus
mempunyai sarana utama bagi rakyatnya terutama yang berkenaan dengan
upaya meningkatkan tingkat taraf hidup atau tingkat kemakmuran
rakyatnya. Dalam era globalisasi seperti saat ini, peranan pemerintah untuk
melakukan pembangunan merupakan kunci menuju masyarakat yang lebih
makmur. Pada awal pembangunan, investasi harus dilakukan dibidangbidang yang dapat meningkatkan ekonomi eksternal yakni yang mengarah
pada penciptaan overhead social dan ekonomi, seperti tenaga kerja,
angkutan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Untuk itu perlu adanya
perubahan-perubahan dan tindakan-tindakan dalam hal perubahan
kerangka kelembagaan, perubahan organisasi, over head sosial ekonomi,
pembangunan

pertanian,

pembangunan

industri,

dan

peningkatan

perdagangan luar negeri. Satu hal yang penting adalah mengenai
peningkatan

kinerja

lembaga-lembaga

dan

aparatur

negara

agar

pembangunan dapat membuahkan hasil maksimal, karena percuma saja
jika pembangunan diusahakan dalam berbagai bentuk, namun lembaga dan
aparatur pelaksana pembangunan tidak dapat mewujudkan pembangunan
secara baik dan maksimal, sehingga untuk mewujudkan pembangunan
yang menuju kesejahteraan, segala aspek harus ditingkatkan kualitasnya.

21 | P e r a n N e g a r a d a l a m P e m b a n g u n a n

DAFTAR PUSTAKA
Alisyahbana, Sutan Takdir. (1988). Kebudayaan Sebagai Perjuangan, Jakarta: PT
Dian Rakyat.
Budiman, Arif (terj.) Frank, Andre Gunder. (1984). Sosiologi Pembangunan Dan
Keterbelakangan Sosiologi, Jakarta: Pustaka Pulsar.
Budiardjo, Miriam. (2009) Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Budiman, Arif. (1995) Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Garna, Yudistira K. (1999). Teori Sosial Dan Pembangunan Indonesia : Suatu
Kajian Melalui Diskusi. Bandung: Primaco Academika.
Koentjaraningrat. (1984). Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, Jakarta:
Penerbit PT Gramedia.
Nasikun, Dr. (1996). Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. PT. Tiara
Wacana.Yogyakarta.
So, Alvin Y-Suwarsono. (1991). Perubahan Sosial Dan Pembangunan Di
Indonesia, Teori-Teori Modernisasi, Dependensi, Dan Sistem Dunia; Jakarta:
LP3ES.

22 | P e r a n N e g a r a d a l a m P e m b a n g u n a n