PENERAPAN KOLABORASI MEDIA ALAT PERAGA D

PENERAPAN KOLABORASI MEDIA ALAT PERAGA DAN APLIKASI
AUTOPLAY UNTUK MEMOTIVASI SISWA DALAM BERPIKIR KRITIS
PADA MATERI SISTEM SARAF DI MAN 1 CIREBON
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan kualitas suatu bangsa sangat tergantung kepada peningkatan
kualitas pendidikan yang ada pada bangsa tersebut. Kualitas pendidikan tentu
bukan menjadi sesuatu hal

yang

mudah

untuk

diwujudkan. Kualitas

pendidikan bergantung kepada bagaimana pembelajaran yang dijalankan pada
sebuah sistem pendidikan itu sendiri. Begitu pun dalam mewujudkan mutu
pembelajaran akan sangat dipengaruhi oleh mutu guru dan bagaimana praktek

pembelajarannya diimplementasikan (Anggraeni, 2011; Wahyuningsih, 2012;
Suartama, 2010).
Proses pembelajaran merupakan proses transformasi informasi baik ilmu
pengetahuan maupun materi pembelajaran yang disampaikan guru ataupun
sumber lain kepada siswa atau pun penerima informasi lain melalui alat atau
media tertentu (Kwartolo, 2005; Muhammad, 2011; Wijanarko & Purnomo,
2014). Penyampaian informasi atau pesan dalam pembelajaran dapat dilakukan
dalam berbagai cara baik secara verbal maupun non verbal sehingga informasi
atau pesan yang disampaikan guru dapat diterima dengan baik oleh siswa, akan
tetapi tidak dapat dipungkiri kemungkinan kegagalan penerimaan informasi atau
pesan bisa saja terjadi dalam proses pembelajaran, untuk itu penggunaan media
pembelajaran yang tepat dapat membantu proses penyampaian informasi atau
pesan dalam pembelajaran berlangsung secara efektif (Criticos, 1996; Gagne,
1985; Sadiman, dkk.,1990).
Berdasarkan hal di atas, salah satu faktor penentu berhasil atau tidak
berhasilnya proses pembelajaran berlangsung adalah media pembelajaran.
Banyak upaya yang dilakukan guna meningkatkan mutu pembelajaran. Akan
tetapi

dalam prakteknya penggunaan media pembelajaran


kerap

kali

mendapatkan kendala seperti terbatasnya jumlah media dan kemampuan

memaksimalkan pemanfaatan media (Maila, 2014; Obeidat

&

Al-Share,

2012). Berdasarkan hal tersebut, keberadaan media ini menjadi penting adanya,
karena pendekatan, metode

atau

strategi apapun yang digunakan dalam


pembelajaran tidak akan memberikan manfaat dan makna apapun terhadap
peningkatan mutu pembelajaran selama dalam penggunaan dan pemanfaatan
media

pembelajaran

tidak

optimal (Haryoko, 2010; Sunaengsih, 2015;

Nurseto, 2011).
Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai
edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik.
Interaktif yang bernilai edukatif di karenakan kegiatan belajar mengajar di
lakukan, di arahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah di rumuskan
sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan
pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna
kepentingan pengajaran. Ada tiga aspek yang membedakan anak didik yang satu
dengan yang lainnya, yaitu aspek intelektual, psikologis, dan biologis. Ketiga
aspek tersebut diakui sebagai akar permasalahan


yang

melahirkan

bervariasinya sikap dan tingkah laku anak didik sekolah. Hal itu pula yang
menjadi tugas cukup berat bagi guru dalam mengelola kelas dengan baik.
Masalah pengelolaan kelas memang tidak pernah absen dari agenda guru. Media
merupakan sumber belajar adalah alat bantu yang berguna dalam kegiatan
belajar mengajar. Alat bantu dapat mewakili sesuatu yang tidak dapat di
sampaikan guru via kata-kata atau kalimat. Keefektifan daya serap anak didik
terhadap bahan pelajaran yang sulit dan rumit dapat terjadi dengan bantuan alat
bantu. Kesulitan anak didik memahami konsep dan prinsip tertentu dapat di atasi
dengan bantuan alat bantu. Bahkan alat bantu di akui dapat melahirkan umpan
balik yang baik dari anak didik. Dengan memanfaatkan taktik alat bantu yang
akseptabel, guru dapat menggairahkan belajar anak didik
Pandangan masyarakat sekarang ini, memperlihatkan suatu fakta kalau
mutu pembelajaran pada sekolah terakreditasi A jauh lebih berkualitas. Hal ini
karena ketersediaan


media

pembelajaran yang memadai pada sekolah

terakreditasi A menjadi salah satu penyebab timbulnya pandangan tersebut.
Walaupun demikian pada kenyataannya masih ada kelas yang belum merasakan

media pembelajaran karena terbatasnya media tersebut dan keterbatasan yang
dimiliki seorang guru dalam membuat media inovatif seperti halnya membuat
alat peraga maupun aplikasi autoplay hal ini berdasarkan hasil observasi yang
telah dilakukan pada MAN 1 Cirebon,. Ini pun yang menjadi salah satu latar
belakang

peneliti

untuk

menganalisa

bagaimana


media

pembelajaran

berpengaruh terhadap berpikir kritis siswa dengan judul penelitian penerapan
kolaborasi media alat peraga dan aplikasi autoplay untuk memotivasi siswa
dalam berpikir kritis

pada materi sistem saraf di MAN 1 Cirebon. Karena

berdasarkan hasil observasi juga kelas yang telah tersedia media pun masih
belum merangsang siswa untuk berpikir kritis Dalam penggunaan media tersebut
diharapkan bisa memotivasi siswa untuk lebih berpikir kritis, dimana proses
berpikir kritis sangat diperlukan bagi peserta didik agar nilai kognitif siswa tidak
hanya pada pemahaman belaka tetapi hingga proses menganalis hingga
mensintesis suatu materi pembelajaran biologi terutama pada sub materi system
saraf., karena kompetensi inti dan kompetensi dasar peminatan kelompok
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam SMA dalam mata pelajaran biologi
menyebutkan salah satu Kompetensi Inti yang harus diberikan kepada siswa

adalah “memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual konseptual
dan prosedural berdasarkan rasa ingin tahuannya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dll. Berdasarkan Kompetensi

Dasar 3.10 menganalisis

hubungan antara struktur jaringan penyusun organ pada sistem koordinasi dan
mengaitkannya dengan proses koordinasi sehingga dapat menjelaskan peran
saraf dan hormon dalam mekanisme koordinasi dan regulasi serta gangguan
fungsi yang mungkin terjadi pada sistem koordinasi manusia melalui studi
literatur, pengamatan, percobaan, dan simulasi dengan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai dari kompetensi dasar tersebut yaitu dapat memahami dan
menjelaskan peran saraf dan hormon dalam mekanisme koordinasi dan regulasi
beserta gangguan-ganguan yang mungkin terjadi pada sistem koordinasi. Oleh
karena itu sangat penting memotivasi siswa dalam hal membangkitkan proses
berpikir kritis siswa
Proses berpikir kritis adalah Menurut Fister (1995), apabila seseorang
sedang melakukan proses berpikir kritis berarti menjelaskan bagaimana

sesuatu itu dipikirkan. Belajar berpikir kritis berarti belajar bagaimana bertanya,

kapan bertanya, dan apa metode penalaran yang dipakai. Seorang siswa hanya
dapat berpikir kritis atau bernalar sampai sejauh ia mampu menguji
pengalamannya, mengevaluasi pengetahuan, ide-ide, dan mempertimbangkan
argumen sebelum mencapai suatu justifikasi yang seimbang. Menjadi seorang
pemikir yang kritis juga meliputi pengembangan sikap-sikap tertentu seperti
keinginaan untuk bernalar, keinginan untuk ditantang, dan hasrat untuk mencari
kebenaran. Apabila dikaitkan dengan pendapat Nasution,

pemahaman yang

segera diistilahkan dalam kamus Weber sebagai pengertian intuisi kebenarannya
masih harus diselidiki dengan cara analitis.
Berpikir kritis didefinisikan oleh Elaine adalah kemampuan untuk
mengatakan sesuatu dengan percaya diri. Bepikir kritis memungkinkan siswa
untuk menemukan kebenaran dari suatu informasi. Sebuah proses terorganisir
yang memungkinkan siswa mengevaluasi bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang
mendasari pernyataan orang lain terjadi dalam berpikir kritis. Tujuan dari
berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Pemahaman
membuat siswa mengerti maksud di balik ide sehingga mengungkapkan makna di
balik suatu kejadian

Alat peraga adalah sebuah media yang dibuat semirip mungkin dengan
keadaan asli suatu organ atau suatu konsep yang ada pada materi biologi yang
mana dimaksudkan untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsinya yang mirip
dengan kondisi aslinya hal ini dimaksudkan untuk mempermudah siswa dalam
hal memahami materi biologi yang sulit seperti halnya pada materi system saraf.
AutoPlay Media Studio merupakan perangkat lunak untuk membuat
perangkat lunak multimedia dengan mengintegrasikan berbagai tipe media
misalnya gambar, suara, video, teks dan flash ke dalam presentasi yang dibuat.
AutoPlay Media Studio selain canggih juga banyak digunakan karena lebih
mudah dan memiliki kualitas media pembelajaran yang sangat bagus

B. Identifikasi Masalah
1. Siswa masih belum bisa untuk berpikir kritis walaupun media telah
digunakan

2. Penggunaan media masih terbatas pada penggunaan power point
yang biasa-biasa saja
3. Hasil belajar atau evaluasi siswa yang masih rendah
4.


Kurangnya perhatian siswa tentang buku catatan tersendiri
sehingga siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi.

5. Rendahnya minat siswa untuk memahami mata pelajaran.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka peneliti hanya
mengambil pentingnya penggunaan media dalam memotivasi siswa untuk
berpikir kritis terutama pada materi-materi yang memiliki konsep system
dan kinerja yang rumit seperti level kognitif analisis, evaluasi dan sintesis.
Yang dalam hal ini media yang digunakan adalah alat peraga dan aplikasi
autoplay.

D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara memotivasi siswa untuk dapat berpikir kritis pada
pembelajaran system saraf ?
2. Bagaimana presentase siswa yang sudah mampu untuk berpikir kritis
dalam pembelajaran system saraf ketika media alat peraga dan
autoplay digunakan?
3. Adakah hubungan yang signfikan pada penerapan media alat peraga

dengan motivasi berpikir kritis siswa?
4. Adakah hubungan yang signfikan pada penerapan media autoplay
dengan motivasi berpikir kritis siswa?
5. Adakah hubungan yang signfikan pada penerapan media alat peraga
dan media autoplay dengan motivasi berpikir kritis siswa?
6. Apa saja soal-soal yang tepat untuk memotivasi siswa dalam berpikir
kritis di materi system saraf?
7. Apa sajakah kendala yang ditemukan ketika penerapan media dalam
memotivasi siswa untuk berpikir kritis?

E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian itu sendiri adalah
1. Mengetahui cara memotivasi siswa untuk dapat berpikir kritis pada
pembelajaran system saraf
2. Mengetahui presentase siswa yang sudah mampu untuk berpikir
kritis dalam pembelajaran system saraf ketika media alat peraga
dan autoplay digunakan
3. Mengetahui hubungan yang signfikan pada penerapan media alat
peraga dengan motivasi berpikir kritis siswa?
4. Mengetahui hubungan yang signfikan pada penerapan media
autoplay dengan motivasi berpikir kritis siswa?
5. Mengetahui hubungan yang signfikan pada penerapan media alat
peraga dan media autoplay dengan motivasi berpikir kritis siswa?
6. Mengetahui soal-soal yang tepat untuk memotivasi siswa dalam
berpikir kritis di materi system saraf
7. Mengetahui kendala yang ditemukan ketika penerapan media
dalam memotivasi siswa untuk berpikir kritis

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Bagi sekolah ataupun guru dapat menggunakan alat peraga dan
penerapan aplikasi autoplay dapat menjadi bahan masukan guna
meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mencapai target belajar
siswa yang diinginkan dalam mengikuti pelajaran biologi.
Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi sarana belajar
untuk jadi seorang pendidik agar siswa dapat mengikuti pelajaran
dengan baik dan meningkatkan motivasi belajar siswa dan cara
berpikir siswa dalam menerima pelajaran sehingga hasil belajar yang
diharapkan memuaskan terutama pada pembelajaran biologi.
2. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi guna
penelitian ini lebih lanjut yang berkaitan dengan pencapaian proses
berpikir kritis dan juga target belajar yang diinginkan di dalam
mengikuti semua pelajaran biologi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Berpikir kritis
Oleinik T. (2003) mengatakan bahwa proses pembelajaran yang
dapat meningkatkan

kemampuan

berpikir

kritis

siswa

adalah

pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) dan
berlangsung dalam konteks sosial. Pembelajaran kontekstual merupakan
model pembelajaran yang mampu mendorong siswa mengkonstruksikan
pengetahuan yang telah diperolehnya melalui pola pikir mereka sendiri.
Salah satu pembelajaran yang berpusat pada siswa dan bisa dilakukan
oleh guru untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah
dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran
berbasis masalah merupakan pembelajaran yang dipusatkan pada siswa
melalui pemberian masalah dari dunia nyata di awal pembelajaran.
Setiap manusia telah dikaruniai potensi untuk berpikir. Melalui
pembinaan yang tepat, pendidikan, pembelajaran, dan pengamatan yang
baik, kemampuan berpikir manusia juga akan dapat berkembang dengan
baik.
Salah satu berpikir yang menuntut kemampuan berpikir tingkat
tinggi adalah berpikir kritis, karena dalam berpikir kritis siswa dituntut
untuk berpikir secara beralasan
penalarannya

serta

dan

reflektif

dengan

menggunakan

membuat keputusan tentang apa yang harus

dilakukannya. Sehingga berpikir kritis itu berbeda dengan berpikir
biasa. Berpikir kritis menurut Edgen dan Kauchak, (2012:120) “Berpikir
kritis adalah kemampuan dan kecenderungan untuk membuat dan
melakukan asesmen terhadap kesimpulan yang didasarkan pada bukti.”
Sedangkan menurut Fisher, (1997:10) definisi dari berpikir kritis
adalah “Interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap
observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi”. Ia mendefinisikan
berpikir kritis sebagai proses aktif, karena ia melibatkan tanya jawab dan
berpikir tentang pemikiran diri sendiri.
Hampir setiap siswa memiliki kemampuan atau ketrampilan

berpikir.
Kemampuan berpikir akan mengarahkan pada pola bertindak
setiap

individu dalam praktek di lingkungan masyarakat kelak.

Kemampuan seseorang untuk berhasil dalam hidupnya ditentukan oleh
kemampuan berpikirnya. Ada banyak jenis kemampuan berpikir, salah satu
diantaranya yaitu kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis
merupakan ketrampilan seseorang dalam menggunakan proses berpikirnya
untuk menganalisis argumen dan memberikan interpretasi berdasarkan
persepsi melalui logical reasoning, analisis asumsi dan interpretasi
logis (Hamzah, 2008:134). Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa seorang pemikir kritis akan menggunakan akal pikirannya untuk
menelaah sesuatu dengan hati-hati.
Seorang pemikir kritis juga mempunyai kecenderungan
batin untuk: (1) Mencari kejelasan masalah; (2) Mencari
alasan; (3) Berusaha mendapatkan informasi sebanyak
mungkin; (4) Menggunakan dan menyebutkan sumber yang
handal; (5) Memperhatikan situasi keseluruhan; (6) Berusaha
konsisten dengan pokok permasalahan; (7) Berperan teguh
akan dasar permasalahan; (8) Mencari alternatif; (9)
Berpikiran terbuka; (10) Mengambil atau berganti posisi
karena bukti dan alasan yang cukup; (11) Mencari ketepatan
secermat mungkin (12) Memecahkan persoalan secara teratur
pada bagian-bagian keseluruhan; (13)
Menggunakan
ketrampilan berpikir kritis; dan (14) Sensitif terhadap
perasaan, tahap pengetahuan dan derajat kecanggihan pihak
lain (Marzano, et al, 1988).
Karakteristik kemampuan berpikir kritis menurut Carin dan Sound
dibagi menjadi beberapa kategori diantaranya yaitu mengklasifikasi,
mengasumsi, berhipotesis, membuat kesimpulan, mengukur, merancang
sebuah penyelidikan, mengamati, membuat grafik, meminimalkan
kesalahan percobaan, mensintesis, mengevaluasi, dan menganalisis (Carin
dan Sound, 1989:160).
Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan dapat
menganalisis ide atau gagasan
mengklasifikasi

dan

ke

arah

membedakan

yang

lebih

spesifik,

secara

tajam,

memilih,

mengidentifikasi, mengkaji serta mengembangkannya ke arah yang lebih

sempurna. Selain itu, siswa juga mampu mengembangkan diri dalam
membuat keputusan serta menyelesaikan masalah. Seseorang yang mampu
berpikir kritis akan dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara tepat,
mengumpulkan berbagai informasi yang dibutuhkan, mampu secara
kreatif dan efisien memilah- milah informasi sehingga sampai pada
kesimpulan

dan

keputusan

yang

dapat

dipercaya

serta

dapat

dipertanggungjawabkan.
Pengembangan dari kemampuan berpikir kristis yang berkaitan
dengan kehidupan siswa itu sangat penting. Hal tersebut dapat dilatih
dengan mengasah pemahaman pikiran dan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah, yang dapat menuntun siswa untuk berpikir logis
dan rasional.
Kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang
tepat

dalam berpikir dan bekerja, dan membantu dalam menentukan

keterkaitan sesuatu dengan yang lainnya dengan lebih akurat. Oleh sebab
itu kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan

dalam

pemecahan

masalah/pencarian solusi. Pengembangan kemampuan berpikir kritis
merupakan integrasi

beberapa bagian pengembangan kemampuan,

seperti

(observasi),

pengamatan

analisis,

penalaran,

penilaian,

pengambilan keputusan, dan persuasi. Semakin baik pengembangan
kemampuan- kemampuan ini, maka kita akan semakin dapat mengatasi
masalah-masalah/proyek komplek dan dengan hasil yang memuaskan.
(Dikutip dari http://ediconnect.blogspot.com/2012/03/teori-belajarberpikir-kritis.html)
Posisi Kemampuan Berpikir Kritis dalam Proses Pembelajaran Siswa
Proses pembelajaran sangat berkaitan erat dengan pembentukan
dan penggunaan kemampuan berpikir. Siswa akan lebih mudah mencerna
konsep dan ilmu pengetahuan apabila di dalam dirinya sudah ada struktur
dan strata intelektual sehingga ketika ia berhadapan dengan bahan atau
materi pembelajaran, ia mudah menempatkan, merangkai dan menyusun
alur logis, menguraikan dan mengobjeksinya (Muslich, 2009:216).
Ciri–ciri dari proses pembelajaran yang baik menurut Sugandi,

(2000:25) antara lain: (1) Pembelajaran dilakukan secara sadar dan
direncanakan secara sistematis; (2) Pembelajaran dapat menumbuhkan
perhatian dan motivasi siswa dalam belajar; (3) Pembelajaran dapat
menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang bagi siswa; (3)
Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan
menarik; (4) Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman
dan menyenangkan bagi siswa; (5) Pembelajaran dapat membuat siswa
siap menerima pelajaran baik secara fisik maupun psikologis.
Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara
sadar dan sengaja. Tujuan pembelajaran menurut Sugandi, dkk (2000:25)
adalah membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman, dan
dengan pengalaman itulah tingkah laku yang dimaksud meliputi
pengetahuan,

ketrampilan,

dan

nilai

atau norma berfungsi sebagai

pengendali sikap dan prilaku siswa. Tujuan pembelajaran menggambarkan
kemampuan atau tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai oleh siswa
setelah mereka mengikuti suatu proses pembelajaran.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran adalah suatu
proses yang melibatkan guru dengan semua komponen tujuan, bahan,
metode dan alat serta penilaian. Jadi proses pembelajaran merupakan
suatu sistem yang saling terkait antar komponennya di dalam mencapai
suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Beberapa

uraian

tentang

proses

pembelajaran

di

atas,

menunjukkan bahwa adanya suatu keterkaitan satu sama lain. Sebagai
seorang calon guru, kita harus paham secara mendalam mengenai arti
belajar dan pembelajaran secara luas. Dalam suatu proses pembelajaran,
aspek berpikir itu merupakan aspek yang sangat penting bagi siswa. Dari
hal-hal yang kecil saja, sebagai makhluk rasional, manusia tentu selalu
terdorong untuk memikirkan hal-hal yang ada di sekelilingnya. Kemudian
dalam suatu permasalahan juga pasti dibutuhkan pemikiran-pemikiran
cerdas yang berguna untuk memecahkan permasalahan tersebut. Ide dari
pemikiran- pemikiran inilah yang bisa disebut dengan hasil dari berpikir
secara kritis.

Oleh karena itu, tidak heran jika akhir-akhir ini di dalam suatu
proses pembelajaran mulai ditanamkan kemampuan berpikir kritis pada
siswa. Disamping karena kemampuan berpikir kritis sangat penting bagi
pola pikir siswa, berpikir kritis sekarang juga dipandang luas sebagai
suatu

kompetensi

dasar,

seperti membaca dan menulis yang perlu

dikuasai (Fisher, 2009). Sehingga tidak heran jika berpikir

kritis

dianggap perlu untuk dimasukkan ke dalam proses pembelajaran siswa
baik di dalam maupun di luar kelas.
Untuk mengasah kemampuan berpikir kritis pada diri siswa, guru
tidak mengajarkan secara khusus dalam suatu mata pelajaran. Akan tetapi,
dalam setiap mata pelajaran terutama Kewirausahaan aspek berpikir
kritis

sebaiknya mendapatkan tempat yang utama. Maksudnya adalah

dalam setiap proses pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas,
harus

mampu

menumbuhkan

dan

meningkatkan

pemahaman,

pengetahuan serta ketrampilan dari para siswa untuk bisa memecahkan
suatu permasalahan dalam kehidupan nyata.
Kemampuan berpikir kritis yang baik, dapat membentuk sikapperilaku yang rasional. Jadi, meningkatkan kemampuan berpikir kritis
sangat perlu dan penting untuk
sekarang

yang

penuh

dikembangkan

terlebih

pada

dengan permasalahan-permasalahan

masa
atau

tantangan-tantangan hidup. Dengan demikian tidak berlebihan apabila
dalam proses pembelajaran guru seringkali mengharuskan para siswa
untuk mempunyai kemampuan berpikir kritis, agar para siswa juga mampu
menghadapi berbagai permasalahan atau tantangan hidup.
Tujuan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
menurut Zaini, dkk diantaranya: (1) mengembangkan kecakapan
menganalisis; (2) mengembangkan kemampuan mengambil kesimpulan
yang masuk akal dari pengamatan;
menghafal;

(4)

(3)

memperbaiki

kecakapan

mengembangkan kecakapan, strategi, dan kebiasaan

belajar; (5) belajar fakta-fakta; (6) belajar konsep-konsep dan teori.
(Sugiyarti, 2005:28)
Maksud dari tujuan pembelajaran tersebut adalah agar bisa

terbentuknya siswa yang mampu berpikir netral, objektif, beralasan
ataupun logis. Dengan terbiasa berpikir kritis dalam proses pembelajaran,
siswa juga akan terbiasa merefleksi dirinya untuk menggunakan potensi
berpikirnya secara maksimal. Sehingga daya pikir dan nalarnya terus
terasah karena terbiasa digunakan untuk berpikir secara kritis. Akan tetapi
hal ini tidak akan berhasil jika guru juga tidak membentuk suatu
pembelajaran yang aktif di dalam kelas. Sehingga dalam hal ini, guru juga
harus mempunyai pemikiran dan pandangan yang luas supaya dapat
menciptakan inovasi pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa serta
dapat membentuk karakter siswa yang bisa berpikir kritis.
B. Alat Peraga
Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran sesuai dengan
pendapat Dale (dalam Arsyad 2009:10) yang terkenal dengan kerucut
(cone of experience) bahwa pengalaman belajar seseorang 75% diperoleh
melalui indera lihat (mata), 13% melalui indera dengar (telinga), dan
selebihnya melalui indera lain”. Dengan kata lain, materi yang bersifat
konkrit dapat dijelaskan dengan bantuan alat peraga karena dapat
membantu pesan atau materi yang disampaikan dengan kelebihannya
menarik indera, menarik minat siswa dan membantu dalam memahami
materi. Di samping alasan tersebut pengembangan alat peraga diperkuat
oleh hasil penelitian dari Hartati (2010:128) yang menyimpulkan bahwa
”pengembangan

alat

peraga

tersebut

secara

signifikan

mampu

meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik dan hasil belajar”.
Selain itu, Alat peraga yang digunakan untuk menyampaikan materi
akan menjadi lebih efektif dalam menambah pengetahuan dan pemahaman
siswa. Seperti yang dikatakan oleh Soelarko (1995) bahwa penggunaan alat
peraga mempunyai nilai-nilai: untuk meletakkan dasar-dasar yang nyata
dalam berfikir, mengurangi terjadinya verbalisme, memperbesar minat dan
perhatian peserta didik untuk belajar, meletakkan dasar perkembangan
belajar agar hasil belajar bertambah mantap, memberikan pengalaman yang
nyata untuk dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri pada setiap
peserta

didik,

menumbuhkan

pemikiran

yang

teratur

dan

berkesinambungan, membantu tumbuhnya pemikiran dan berkembangnya
kemampuan berbahasa, memberikan pengalaman yang tidak mudah
diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi dan
pengalaman belajar yang lebih sempurna.
C. Media Aplikasi Autoplay
Penggunaan media pembelajaran yang tepat mampu menstimulasi
daya pikir siswa dan siswa akan belajar mencari tahu sendiri bagaimana
ilmu tersebut mampu dicerna oleh peserta didik, sehingga belajar menjadi
lebih berkesan dan menyenangkan, pembelajaran tetap berada dibawah
pengontrolan pihak sekolah agar tidak memberi efek negatif dengan
ketersediaan media tersebut apalagi dengan menggunakan media teknologi.
Menurut Suharsi (2010:90) “Media pembelajaran merupakan bagian
integral dalam sistem pembelajaran”. Terdapat berbagai macam media
pembelajaran dengan penggunaan yang tepat sesuai dengan materi
pembelajaran

agar

mendapat

manfaat

dari

penggunaan

penggunaan media harus didasarkan pada pemilihan

tersebut.

yang tepat

sehingga dapat memperbesar arti dan fungsi dalam menunjang efektivitas
dan efisiensi proses belajar mengajar.
Pengertian Media Secara Umum adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber (pemberi pesan) kepada
penerima pesan sehingga dapat merangsang fikiran dan perasaan serta
minat dan perhatian siswa sedemikian rupa sehingga informasi yang
disampaikan dapat terjadi pada sasaran atau si penerima.
Secara umum media juga dipandang sebagai sesuatu hadiah yang
didalamnya termasuk baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat
lunak (software). Sehingga media itu sendiri sebagai alat penghubung
antara pemberi pesan (komunikator) kepenerima pesan (komunikan).
Bahwa komunikator bertujuan efektif dan efisien terhadap pesan. Media
pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan guru mengajar
dari siswa belajar, baik secara langsung maupun tidak langsung hingga
siswa dapat menerima sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan

sebagai hasil belajar.
Media menurut Gagne adalah “Berbagai jenis komponen dalam
lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa belajar”. Kesalahan dalam
pembelajaran dapat saja terjadi karena kesalahan dalam menggunakan
media belajar. Penggunaan media yang kurang tepat akan menghambat
pesan-pesan yang seharusnya tersalur dalam kegiaan pembelajaran. Agar
pesan sampai pada siswa makan dalam kegiatan pemeblajaran harus
terjadi interaksi yang baik antara guru dan siswa. Menurut Wigatama
(2009: 295) kegunaan media pembelajaran adalah:
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis
(lisan/tulisan).
2. Mengatasi keterbatasan ruang dan waktu serta daya indera, misalnya:
a. Objek yang terlalu besar: dapat diganti dengan realitas,
gambar, film, atau model.
b. Objek yang kecil: dibantu oleh proyektor mikro, film atau gambar
c. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu
dengan timelapse atau highspeed photography.
d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi dimasa lalu ditampilkan
dengan rekaman film, video, foto atau secara verbal.
e. Objek-objek yang terlalu kompleks (mesin) dapat disajikan
dalam model, diagram, dan lain-lain.
f. Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim)
dalam bentuk film gambar.
3. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat
mengatasi sikap pasif peserta didik. Dalam hal ini media
pembelajaran berguna untuk:
a. Menimbulkan kegairahan belajar
b. Kemungkinan interaksi lebih langsung antara anak didik
dengan lingkungan dengan kenyataan
c. Kemungkinana anak didik belajar sendiri menurut kemampuan
dan minatnya.
AutoPlay Media Studio merupakan perangkat lunak untuk membuat
perangkat lunak multimedia dengan mengintegrasikan berbagai tipe media
misalnya gambar, suara, video, teks dan flash ke dalam presentasi yang
dibuat. AutoPlay Media Studio selain canggih juga banyak digunakan
karena lebih mudah dan memiliki kualitas media pembelajaran yang sangat
bagus
D. Penelitian yang Relevan

Menurut Alfan dan Edy (2015) pada penelitian perbandingan media
pembelajaran (autoplay media studio) sebagai alat bantu pembelajaran
memperbaiki cd player siswa kelas XI di SMK negeri 3 Surabaya Hasil
penelitian menunjukan: (1) Perangkat pembelajaran yang dikembangkan
memiliki persentase rata-rata sebesar 79,06% dari hasil validasi oleh para
ahli, (2) Respon siswa terhadap media Autoplay Media Studio secara
keseluruhan adalah positif dengan rata-rata persentase respon siswa sebesar
87,03% dan termasuk dalam kriteria respon sangat baik, dan (3) Dari Hasil
belajar siswa diperoleh thitung sebesar 24.451 dan ttabel sebesar 2,07. ini
berarti thitung>ttabel, dapat disimpulkan untuk terima H1 dan tolak H0
dengan hasil belajar siswa yang menggunakan media Autoplay Media Studio
lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang menggunakan model
pembelajaran langsung.
Menurut Zulhelmi, Adlim, Mahidin (2017) bahwa pada pengaruh media
pembelajaran interaktif terhadap peningkatkan keterampilan berpikir kritis
siswa menunjukkan hasil analisis data, didapatkan

sebagai

pemanfaatan

materi termokimia

media

pembelajaran

interaktif

pada

berikut:

terjadi peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa. Peningkatan tertinggi
terjadi pada memfokuskan pertanyaan indikator dengan N-Gain sebesar
74,583% dan terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis antara kelas
eksperimen dengan kelas kontrol dengan nilai rata-rata hasil belajar kelas
eksperimen sebesar 76,75, dan kelas kontrol sebesar 70,5. dengan hasil
analisis uji t sebesar thitung 2,107 > ttabel 2,093, maka dapat
disimpulkan bahwa pemanfaatan media pembelajaran interaktif pada materi
termokimia terdapat perbedaan nyata terhadap peningkatan keterampilan
berpikir kritis siswa.
Menurut

Fransina Th. Nomleni, James E.Merukh () bahwa dalam

penelitiannya yang berjudul pengaruh penggunaan alat peraga dari bahan
bekas tentang sistem peredaran darah pada manusia terhadap hasil belajar
biologi siswa kelas XI SMA Negeri 7 kota kupang tahun ajaran 2014/2015
dimana kelas yang diajarkan dengan bantuan alat peraga tentang sistem
peredaran darah (kelas eksperimen XI MIA 3) jumlah siswa yang

mencapai KKM ≥70 mencapai 31 orang siswa atau 100 %. Dengan
demikiana disimpulkan bahwa: HO diterima jika thitung< dari ttable atau
sebaliknya HO ditolak dan H1 diterima jika thitung> dari ttabel. Derajat
bebas (db) = (N1+N2-2) yaitu (31+31-2) = 60. Dengan taraf signifikan 5%
atau 0,05 adalah 2,000 maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat
peraga dalam pembelajaran menunjukkan hasil belajar siswa yang lebih
baik daripada kelas yang tidak menggunakan media alat peraga selain itu,
hal ini bisa terlihat dari antusias siswa ketika mengikuti pelajaran antara
siswa yang diajar dengan alat peraga sangat antusias sampai akhir jam
pelajaran, sedangkan pada kelas yang tidak menggunakan media alat peraga
saja terlihat bahwa siswa cepat bosan. Pemilihan media yang tepat
berpengaruh terhadap perhatian siswa di dalam kelas dan berlanjut pada
meningkatnya hasil belajar siswa.
Melihat dari segi antusias siswa maka secara tidak langsung dapat
memotivasi siswa menuju pada ranah berpikir kritis seperti salah satu
indikatornya adalah keaktifan dan proses Tanya jawab secara kesinambungan
dari media yang telah disediakan.
E. Kerangka berpikir
Berdasarkan deskripsi teoritis yang telah di atas, selanjutnya diajukan
kerangka berpikir dan model hubungan antar masing-masing variable dalam
penelitian ini. sesuai dengan ruang lingkup penelitian yaitu tentang penerapan
kolaborasi media alat peraga dan aplikasi autoplay untuk memotivasi siswa dalam
berpikir kritis pada materi sistem saraf di MAN 1 Cirebon

dapat

diduga predictor yang mempengaruhi motivasi siswa dalam berpikir kritis adalah
penerapan media alat peraga dimana menjelaskan mekanisme kerja saraf
menghantarkan impuls yang dipadukan dengan media autoplay sebagai media
evaluasi ketika pembelajaran selesai dilakukan. Keseluruhan faktor tersebut
mempunyai kaitan yang sangat erat antara variabel satu dengan variabel lainnya.
1. Hubungan media alat peraga dengan motivasi berpikir kritis siswa
2. Hubungan media autoplay dengan motivasi berpikir kritis siswa

3 Hubungan media alat peraga dan autoplay dengan motivasi berpikir
kritis siswa
Maka dalam hal ini bila dijabarkan keterkaitan antara variabelnya adalah
1 Variabel X1 terhadap Y
2. Variabel X2 terhadap Y
3 Variabel X1 dan X2 terhadap Y
F. Hipotesis Penelitian
1. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan penggunaan media alat
peraga dalam memotivasi siswa agar dapat berpikir kritis serta factor
yang mempengaruhinya
2. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan penggunaan media
autoplay dalam memotivasi siswa agar dapat berpikir kritis serta
factor yang mempengaruhinya.
3. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara penggunaan
media alat peraga dan media autoplay dalam memotivasi siswa agar
dapat berpikir kritis serta factor yang mempengaruhinya.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis regresi.
Ragam penelitian ini adalah penelitian yang terstruktur yag dimulai dari
pengujian hipotesis, sedangkan jenis penelitian bersifat non eksperimental.
Penelitian korelasional untuk mengetahui bagaimana penggunaan alat peraga
(X1), penggunaan media autoplay (X2) terhadap motivasi berpikir kritis Siswa
(Y).
Pengumpulan data variabel bebas dan variable terikat dilakukan dengan
angket dan tes. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui predictor yang
paling kuat dan predictor yang paling lemah diantara variable bebas terhadap
variable terikat.
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:
1. Berpikir kritis adalah menurut Fister (1995), apabila seseorang sedang
melakukan proses berpikir kritis berarti menjelaskan bagaimana sesuatu
itu dipikirkan. Belajar berpikir kritis berarti belajar bagaimana bertanya,
kapan bertanya, dan apa metode penalaran yang dipakai. Seorang siswa
hanya dapat berpikir kritis atau bernalar sampai sejauh ia mampu menguji
pengalamannya,

mengevaluasi

pengetahuan,

ide-ide,

dan

mempertimbangkan argumen sebelum mencapai suatu justifikasi yang
seimbang
2. Alat peraga adalah sebuah media yang dibuat semirip mungkin dengan
keadaan asli suatu organ atau suatu konsep yang ada pada materi biologi
yang mana dimaksudkan untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsinya
yang mirip dengan kondisi aslinya

3. AutoPlay Media Studio merupakan perangkat lunak untuk membuat
perangkat lunak multimedia dengan mengintegrasikan berbagai tipe media
misalnya gambar, suara, video, teks dan flash ke dalam presentasi yang
dibuat. AutoPlay Media Studio selain canggih juga banyak digunakan
karena lebih mudah dan memiliki kualitas media pembelajaran yang
sangat bagus
C. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di MAN 1 Cirebon dengan penelitiannya dilakukan
pada kelas control dan kelas exsperimen di kelas XI pada konsep materi system
saraf.
D. Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah kelas XI antara kelas control dan kelas
experiment. Dengan pengambilan sample berdasarkan
E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
Menurut Suharsimi Arikunto (2006:222) metode pengumpulan data adalah
cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk teknik pengumpulan data.
Berdasarkan sifat masalahnya, yaitu pemanfaatan gambar peneliti bermaksud
untuk menguji hipotesis karena hasilnya akan dihitung dengan menggunakan
statistik
1.

Instrumen penelitian
Instrumen merupakan alat bantu yang digunakan untuk mengumpulkan
data. Instrumen pada penelitian kuantitatif menggunakan angket, lembar
observasi atau lainya. Penelitian ini menggunakan angket tertutup dimana
jawaban sudah disediakan oleh peneliti sehingga responden tinggal
memilih. Angket ini menggunakan skala libert. Menurut Sugiyono
(2010:134) skala likerrt digunakan untuk mengukur sikap atau pendapat
seseorang atau sejumlah kelompok terhadap sebuah fenomena sosial
dimana jawaban setiap item instrument mempunyai gradasi dari sangat
positif sampai sangat negative. Pengisian angket ini dengan cara setiap
responden harus memilih satu diantara 4 alternatif jawaban yang ada dari
masing-masing item, tidak ada jawaban benar atau salah, setiap jawaban

mempunyai skor berbeda. Melalui skala Likert variable-variabel yang akan
diukur dijabarkan menjadi indikator-indikator. Adapun skoruntuk masingmasing alternatf jawaban adalah
a. Variabel motivasi berpikir kritis
1)

Skor 1 untuk alternatif jawaban Tidak Sesuai

2)

Skor 2 untuk alternatif jawaban Kurang Sesuai

3)

Skor 3 untuk alternatif jawaban Sesuai

4)

Skor 4 untuk alternatif jawaban Sangat Sesuai

b. Variabel alat peraga dan media autoplay
1) Skor 1 untuk alternatif jawaban Kurang Baik
2) Skor 2 untuk alternatif jawaban Cukup Baik
3) Skor 3 untuk alternatif jawaban Baik
4) Skor 4 untuk alternatif jawaban Sangat Baik
Adapun kisi-kisi penyusunan instrumen angket adalah sebagai berikut:
1.

Lingkungan Sekolah
Indikator dari angket variabel Lingkungan sekolah dapat dilihat
dari table berikut ini:

No Indikator

No.item

jumlah

1

Keadaan sekitar sekolah

1,2,3,4

4

2

Keadaan gedung

5,6,7,8

4

3

Sarana & prasarana sekolah.

9,10,11

3

4

Suasana sekolah

11,12,13,14

4

5

Relasi siswa dengan teman-temanya

15,16

2

6

Relasi siswa dengan guru

17,18

2

7

Relasi siswa dengan staf sekolahan

19*,20

2

8

Tata tertib di sekolah

21,22*,23

3

sekolah & fasilitas sekolah

*nomor item dengan pertanyaan negatif.
3. Peran guru dalam proses pembelajaran
Indikator dari angket variabel Metode pembelajaran guru dapat
dilihat dari table berikut ini:
No Indikator

No.item

jumlah

1

Sebagai informator

1,2,3

3

2

Sebagai organisator

4,5

2

3

Sebagai motivator

6,7*,8*

3

4

Sebagai direktor

9,10,11

3

5

Sebagai inisiator

12,13,14

3

6

Sebagi transmitter

15,16,17

3

7

Sebagai fasilisator

18,19,20

3

8

Sebagai mediator

21,22

2

9

Sebagai evaluator

23,24,25

3

*nomor item dengan pertanyaan negatif.
2.

Motivasi Belajar
Indikator dari angket variabel Motivasi belajar dapat dilihat dari
table berikut ini:

No Indikator

No.item

jumlah

1
2
3
4
5

Tekun menghadapi tugas
Ulet menghadapi kesulitan.
Keinginan mendalami materi yang diberikan.
Senang dan rajin penuh semangat.
Dapat mempertahankan pendapatnya

1,2*,3*,4
5,6,7
8,9,10,11
12,13,14,15*
16,17,18

4
3
4
4
3

6
7

Berprestasi sebaik mungkin.
Senang mencari dan memecahkan masalah.

19,20,21
22,23

3
2

8

Minat terhadap masalah yang belum diketahui

24,25,26

3

*nomor item dengan pertanyaan negatif.

a. Validitas Instrumen

Validitas

instrument

berhubungan

dengan

kesesuaian

dan

kecermatan fungsi alat ukur yang digunakannya. Suatu alat pengukur
dikatakan valid jika benar-benar sesuai dan menjawab tentang variabel
yang diukur. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan kevalidan
atau keahlian suatu instrument. Menurut Sugiyo (2004:109), sebuah

instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yag diteliti
secara tepat. Validitas instrument dalam penelitian ini dilakukan dengan
validitas konstruk dan validitas isi. Menurut Sugiyo (2004:141), validitas
kontruk dilakukan dengan mengkonsultasikan indikator-indikator yang
digunakan

dalam

instrument

pada

ahli

dibidangnya

sehingga

pengembangan indikatornya sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Validitas

isi

dilakukan

dengan

mengembangkan

kisi-kisi

instrument menjadi butir-butir (item) pertanyaan. Sehubungan validitas
alat ukur, Suharsimi Arikunto (2002:145), membedakan dua macam
validitas alat ukur yaitu validitas logis dan validitas empiris. Validitas
logis merupakan validitas yang diperoleh melalui cara-cara yang benar
sehingga menuntut logika yang akan dapat dicapai suatu tingkat validitas
yang dikehendaki. Validitas empiris adalah validitas yang diperoleh
dengan jalan mengujjicobakan instrument pada sasaran yang sesuai
dalam penelitian.

Uji validitas instrument dimaksudkan untuk mendapatkan alat
ukur yang sahih dan terpercaya. Pengujian validitas logis dalam
penelitian ini, dilakukan dengan jalan mengkonsultasikan kisi-kisi
instrument yang telah disusun kepada ahli, dalam hal ini adalah dosen
yang ahli di bidang pendidikan.

Selesai angket disusun dan diuji coba validitas logis dan
reliabilitas, angket tersebut diujicobakan pada 30 siswa dari SMK yang
memiliki karakteristik yang hampir sama di luar sampel penelitian untuk
mengetahui validitas item soal. Menurut Sugiyanto (2010:177)
instrument yang diujicobakan pada sampel dimana populasi diambil

dengan jumlah anggota sampel yang digunakan sekitar 30 orang. Hasil
uji coba ini diketahui sejauh man validitas dan reabilitas instrument yang
akan digunakan dalam pengambilan data.

Pengujian validitas adalah pengujian yang digunakan untuk
mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam
melakukan fungsinya sebagai alat ukur. Nilai validitas yang dicari
dengan menggunakan rumus koefisien korelasi product moment dari Karl
Person

(Suharsimi

Arikunto,2006:170).

Pengujian

dilakukan untuk mengukur validitas instrument.

=

Keterangan:

r xy

= Koefisien korelasi

N

= Jumlah responden

= Total perkalian skor item dan total

validitas

ini

= Jumlah skor item

= Jumlah skor total

= Jumlah kuadrat skor item

= Jumlah kuadrat skor total Suharsimi Arikunto, 2006:170)

Pengujian validitas empiris dapat menggunakan teknik analisis
butir, yaitu dengan cara mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor
totalnya. Menurut Sutrisno Hadi (1987:27) suatu butir dikatakan valid
apabila rpq>r–tabel pada taraf signifan 5% pada pengujian satu sisi.

F.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah suatu cara yag dilakukan untuk mengolah data
agar dihasilkan suatu kesimpulan yang tepat. Analisis yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi analisa deskriptif dan pengujian hipotesis dengan
menggunakan regresi dua prediktor.

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

PERANCANGAN DAN ANALISIS ALAT UJI GETARAN PAKSA MENGGUNAKAN FFT (FAST FOURIER TRANSFORM)

23 212 19

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

PENGARUH DOSIS LIMBAH MEDIA JAMUR TIRAM DAN KONSENTRASI LARUTAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) ABITONIK TERHADAP SEMAI KAYU MANIS [Cinnamomum camphora (l,) J. Presi]

12 141 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

EFEKTIVITAS PENGAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI MEDIA LAGU BAGI SISWA PROGRAM EARLY LEARNERS DI EF ENGLISH FIRST NUSANTARA JEMBER

10 152 10

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

EVALUASI ATAS PENERAPAN APLIKASI e-REGISTRASION DALAM RANGKA PEMBUATAN NPWP DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG KARANG TAHUN 2012-2013

9 73 45