Penggunaan metode problem posing dalam p (1)

Majalah Ilmiah Faktor

Vol. 1 No. 1 Januari 2013

PENGGUNAAN METODE PROBLEM POSING DALAM PROSES
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
ARYANTI AENI HIDAYAH
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika,
Fakultas Teknik, Matematika dan IPA
Universitas Indraprasta PGRI
LEONARD
[email protected]
Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Teknik, Matematika dan IPA
Universitas Indraprasta PGRI
Abstract. The Objective of the present study isto find out the effect of implementation of
problem posing method on the students learning outcome in mathematics. The study was
conducted in SMPN 209 Jakarta at academic year 2012/2013 using of experiment
method. There were 8th grade students as the sample of the study, selected through
random sampling. The data were gathered usinga test program. Data analysis was done by
using t-test. The result of the study has revealed that problem posing method affected the
students’ learning outcome in mathematics. Learning in mathematics by problem posing

method can make the students be active and creative, it was shown at competences of the
student to develop math’s problem themselves, manage, and to explore the information
for posing the mathematics’ problem that is solvable. Through instructional by problem
posing method can also improve the students’ activity in teaching and learning, especially
interacting and sharing ideas on both of the students each other and the teacher, so
learning activities is becoming meaningful.
Keywords: problem posing method, learning outcome, mathematics, operation ofthe
algebra
Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan metode
problem posing terhadap hasil belajar matematika. Penelitian ini dilakukan di SMPN 209
Jakarta pada tahun akademik 2012/2013 menggunakan metode eksperimen. Siswa kelas 8
sebagai sampel penelitian, yang dipilih melalui random sampling. Data dikumpulkan
dengan menggunakan instrument tes. Analisis data dilakukan dengan menggunakan t-test.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa metode problem posing mempengaruhi hasil
belajar matematika siswa. Pembelajaran matematika dengan metode problem posing
dapat membuat siswa aktif dan kreatif, hal itu ditunjukkan melalui kompetensi siswa
mengembangkan soal matematika itu sendiri, mengelola, dan untuk menggali informasi
untuk masalah matematika 'yang dipecahkan. Melalui pembelajaran dengan metode
problem posing juga dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar,
terutama berinteraksi dan berbagi ide pada siswa satu sama lain dan guru, sehingga

kegiatan belajar menjadi bermakna.
Kata kunci: metode problem posing, hasil belajar, matematika, operasi aljabar

1

Majalah Ilmiah Faktor

Vol. 1 No. 1 Januari 2013

PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yangbegitu pesat memberikan
perubahan lagi setiap aspek kehidupan manusia, termasuk aspek pendidikan. Untuk itu
diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu menjawab tantangan
dunia luar dan mampu mengembangkan IPTEK lebih baik lagi. Matematika mempunyai
peranan penting dalam aspek kehidupan manusia dan juga bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Hal ini disebabkan, matematika bermanfaat selain sebagai
bahasa dan alat perkembangan sains dan teknologi juga sebagai sarana berpikir logis,
inovatif, dan sistematis sehingga matematika dijadikan landasan kuat bagi perkembangan
teknologi.
Mengingat manfaat matematika tersebut maka para siswa pada tingkat pendidikan

dasar dan menengah dituntut untuk menguasai matematika. Namun realitayang ada
adalah sebagian besar siswa kesulitan dalam menguasai pelajaran matematika sehingga
rendahnya hasil belajar matematika siswa di Indonesia pada umumnya.Ada beberapa
faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika siswa, diantaranya proses
pembelajaran matematika yang ditemui secara umum lebih menekankan pada pencapaian
tuntunan kurikulum dan penyampaian materi semata daripada mengembangkan
kemampuan belajar dan membangun individu. Sebagian besar guru belum mampu
menciptakan suasana pemberian tugas yang menarik dan menyenangkan, sehingga siswa
kurang termotivasi dan merasa terbebani dalam belajar matematika. Selain itu, siswa
memiliki andil dalam menyebabkan rendahnya hasil belajar matematika misalkan
ketidakmampuan siswa dalam memahami dan menarik kesimpulan dari informasi konsep
yang diberikan guru, sehingga siswa kurang mampu dalam menyelesaikan soal
pemecahan masalah. Fenomena yang terjadi adalah siswa menjadi takut dan enggan
belajar matematika karena dalampikiran siswa dalam pelajaran matematikamasih
dianggap sulit dan menyeramkan.
Hal ini dialami oleh VII di SMP Negeri 209 Kramat Jati, Jakarta Timur. Mereka
marasa kesulitan untuk mempelajari matematika. Siswa memang kurang memiliki minat
dan motivasi terhadap pelajaran matematika. Hal ini dapat terlihat dari kurangnya
antusiasme dan keaktifan siswa selama proses belajar matematika berlangsung. Siswa
kurang berani untuk bertanya atau menjawab pertanyaan dari guru. Di sisi lain, siswa

mengalami kesulitan pada pembahasan aljabar yang bersifat abstrak. Pada pembelajaran
aljabar, siswa menemukan banyak sekali simbol-simbol huruf yang bersifat variabel.
Selain itu, metode pembelajaran yang sering dipakai oleh para guru adalah
metode konvensional dimana metode inimasih terpusat pada kegiatan guru sebagai
pemberi informasi (materi pelajaran) dan siswa hanya aktif membuat catatan materi, serta
mengerjakan latihan soal yang diberikan guru. Mereka tidak berkesempatan untuk
menemukan sendiri konsep yang diajarkan, karena siswa hanya belajar menghafal dan
kurang memahami materi pelajaran yang dipelajarinya.
Proses pembelajaran matematika akan berlangsung dengan baik jika dalam proses
belajar matematika di kelas berhasil membelajarkan siswa, baik dalam berpikir maupun
dalam bersikap. Dengan demikian guru perlu menciptakan kondisi belajar mengajar yang
efektif misalkan dengan melibatkan siswa secara aktif, menarik minat dan perhatian
siswa, membangkitkan motivasi siswa. Dalam penarapannya, guru dapat menggunakan
metode dan pendekatan yang bervariasi sesuai dengan pokok bahasan yang akan
diajarkan, tujuan pembelajaran yang diharapkan, serta kondisi siswa. Selain itu guru
harus memahami perbedaan siswa dalam belajar, ada siswa yang dapat belajar secara
individu tetapi ada juga siswa yang dapat belajar secara berkelompok. Oleh karena itu,
proses belajar mengajar yang harus dirancang dengan sedemikian rupa sehingga setiap
siswa dapat dilibatkan secara aktif.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa adalah dengan

menggunakan soal-soal. Soal-soal tersebut dapat dibuat oleh guru, siswa sendiri, maupun
siswa secara berkelompok, kemudian soal tersebut diselesaikan oleh siswa yang membuat
2

Majalah Ilmiah Faktor

Vol. 1 No. 1 Januari 2013

soal tersebut atau oleh siswa lain, dengan demikian siswa memiliki pengalaman yang
bervariasi dalam membuat soal dan mengerjakannya.
Dari uraian sebelumnya, maka metode problem posing (pengajuan
masalah/membuat soal) dapat menjadi alternatif bagi guru untuk meningkatkan
pemahaman siswa terhadap konsep matematika, khususnya dalam mengerjakan soal yang
beragam. Suryanto (Darnati, 2001: 4) menyatakan bahwa: Problem posing merupakan
istilah dalam bahasa Inggris sebagai padanan katanya digunakan istilah pembentukan
soal. Pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua macam kegiatan,
yaitu: (1) pembentukan soal baru ataupembentukan soal dari situasi atau dari pengalaman
siswa, dan (2) pembentukan soal dari soal lain yang sudah ada.
Menurut NCTM (As’ari, 2000: 42) problem posing (membuat soal) merupakan
”the heart of doing mathematics”, inti dari matematika. Oleh karena itu, NCTM

merekomendasikan agar para siswa diberi kesempatan sebesar-besarnya untuk mengalami
membuat soal sendiri (problem posing). Dengan pengajaran problem posing ini
diharapkan dapat memberi rangsangan belajar yang lebih terarah bagi siswa dalam
meningkatkan hasil-hasil belajar untuk mengetahui secara empiris apakah pengajaran
dengan menggunakan metode problem posing dapat efektif untuk meningkatkan hasil
belajar matematika siswa. Untuk itu kiranya diadakan suatu penelitian mengenai
penggunaan metode problem posing dalam pembelajaran matematika.
TINJAUAN PUSTAKA
Hasil Belajar Matematika
Belajar adalah proses yang akan dialami oleh setiap makhluk hidup. Dari proses
ini akan menimbulkan perubahan-perubahan ke arah yamg lebih baik. Misalnya saja
seorang bayi, dia tidak akan dapat langsung berjalan seperti orang tuanya, akan tetapi dia
akan belajar merangkak terlebih dahulu barulah bayi tersebut dapat berjalan. Hal ini
sejalan dengan pendapat Herman Hudojo (Widianto, 2008: 7) yang menyatakan
bahwa,”Belajar adalah perubahan dalam diri seseorang yang berlaku relatif lama disertai
usaha orang tersebut baru tidak mampu melakukan sesuatu menjadi mampu
mengerjakannya”. Writig (Syah, 2004: 64) mendefinisikan belajar sebagai: ”Any
relatively permanent change in an organism’s behavioral repertaire that occurs as a
result of experience”, artinya belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi
dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil

pengalaman. Menurut Aisyah dan Fatimah (2011: 84), ”belajar merupakan perubahan
tingkah laku”. Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan
pengalaman,sedangkan menurut Purwanto (Mailizar, 2011: 93), belajar adalah setiap
perubahan yang menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari latihan dan
pengalaman.
Proses belajar adalah kegiatan dan usaha yang dilakukan oleh individu untuk
mencapai perubahan tingkah laku sedangkan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku
yang sudah dimiliki atau dikuasai oleh individu tersebut. Pernyataan tersebut didukung
oleh pendapat Sudjana (2004: 22) yang menyatakan bahwa, “Hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya”. Sedangkan menurut Arikunto (Widiyanto, 2008: 11), ”Hasil belajar adalah
suatu akhir setelah mengalami proses belajar, dimana tingkah laku tampak dalam bentuk
perbuatan yang dapat diamati”. Dengan demikian hasil belajar dapat digunakan untuk
mengukur, menilai, dan mengevaluasi tingkat keberhasilan proses belajar siswa dalam
kurun waktu tertentu. Untuk melihat hasil belajar tersebut dapat dilakukan melalui tes
hasil belajar.
Penilaian hasil belajar dapat dilihat dari berbagai aspek atau ranah seperti yang
dinyatakan oleh Benyamin Bloom. Bloom (Budiningsih, 2005: 4-7) membagi hasil
balajar menjadi tiga ranah yaitu: 1) Ranah kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis dan evaluasi. 2) Ranah afektif mencakup penerimaan, partisipasi,

3

Majalah Ilmiah Faktor

Vol. 1 No. 1 Januari 2013

penilaian, atau penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup. 3) Ranah
psikomotorik terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa,
gerakan yang kompleks, penyesuian pola gerakan dan kreatifitas.
Berdasarkan uraian dapat dikatakan bahwa hasil belajar matematikaadalah proses
perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang relatif lama dan menetap yang disertai
melalui latihan dan pengalaman dalam bentuk perbuatan yang dapat diamati yaitu berupa
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia mengalami proses belajar
matematika.
Metode Problem posing
Problem posing adalah salah satu metode dalam mempelajari matematika yang
disarankan oleh NCTM (National Cauncil of Teacher of Mathematics). Hal tersebut
dikemukakan oleh NCTM karena problem posing merupakan ”The heart of doing
mathematics”, inti dari bermatematika. Oleh karenanya, NCTM (As’ari, 2000: 42)
merekomendasikan agar para siswa diberi kesempatan yang sebesar-besarnya untuk

mengalami membuat soal sendiri (problem posing).
Suryanto (Darnanti,2001: 4), menyatakan bahwa: Problem posing merupakan
istilah dalam bahasa inggris sebagai padanan katanya digunakan istilah pembentukan
soal. Pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua kegiatan, yaitu: (1)
pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari pengalaman siswa,
dan (2) pembentukan soal dari soal lain yang sudah ada. Hal ini didukung oleh Bharata
(2002: 13) yang menyatakan bahwa, ”Mengajukan Pertanyaan (problem posing)
mencakup dua macam kegiatan yaitu membuat pertanyaan baru atau pertanyaan dari
situasi/pengalaman siswa dan membuat pertanyaan dari siswa dan membuat pertanyaan
dari pertanyaan lain yang sudah ada”.
Menurut Suharta (2001: 2), ”Problem posing adalah perumusan masalah oleh
siswa dari situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum pemecahan masalah atau setelah
pemecahan masalah tersebut”. Sedangkan Suryanto (Gita, 1999: 23) menyatakan
bahwa,“Problem posing matematika adalah salah satu sistem kriteria penggunaan pola
pikir matematika atau kriteria berpikir matematika dan sangat sesuai dengan tujuan
pembelajaran matematika di sekolah”. Oleh karena itu guru perlu memberikan arahan
(situasi/kondisi/batasan) yang jelas didalam memberikan tugas pembuatan soal. Dalam
hal ini peran guru sangat diperlukan guna membimbing siswa dalam membuat soal,
supaya soal yang dibuat oleh siswa tidak keluar dari materi/pokok bahasan yang sedang
dipelajari. Dengan demikian peran guru-guru hanya sebagar fasilisator yang mengarahkan

siswa dalam membuat soal dan jawaban dari soal yang telah dibuat.
Proses belajar mengajar dengan metode problem posing ini secara garis besar
dikemukakan oleh As’ari (2000: 43) yang menyatakan bahwa: ”Pada kelas yang
menggunakan problem posing, pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan perumusan
soal sendiri oleh siswa. Setiap kali selesai pembahasan satu pokok bahasan, dan guru
sedang memberikan contoh kepada siswa tentang cara membuat soal, ke hadapan
beberapa siswa disampaikan beberapa situasi untuk diketahui. Selanjutnya berdasarkan
informasi yang diketahui itu para siswa diminta untuk membuat pertanyaan atau soal
yang terkait dengan hal-hal yang diketahui itu. Sesudah itu para siswa diminta untuk
menyelasaikan soal-soal mereka sendiri, dan bertukar soal dengan yang lain.”
Siswa yang telah terbiasa untuk merumuskan soal matematika, baik secara
langsung ataupun tidak langsung, akan mengalami kemajuan dalam menyelesaikan
masalah-masalah matematika. Hal itu didukung oleh Sutawijaya (Gita, 1999: 28) yang
menyatakan bahwa, ”Merumuskan kembali masalah atau pengajuan masalah (problem
posing) matematika merupakan salah satu cara untuk memperoleh kemajuan dalam
pemecahan masalah”.
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa problem posing adalah suatu cara
atau metode yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan siswa didalam
4


Majalah Ilmiah Faktor

Vol. 1 No. 1 Januari 2013

mempelajari matematika. Siswa dituntut secara aktif untuk menggunakan pola pikir
matematika, sehingga siswa dapat merumuskan kembali masalah matematika tersebut.
Terlibatnya siswa secara aktif dalam merumuskan masalah matematika, secara tidak
langsung akan membuat siswa lebih memahami konsep-konsep yang sedang diajarkan
dan siswa akan mengenal bentuk-bentuk soal yang sedang dipelajarinya. Hal ini dapat
mengakibatkan siswa dapat mengerjakan soal-soal yang diberikan kepadanya.
Metode Konvensional
Metode konvensional adalah metode pembelajaran yang digunakan dengan
memberikan keterangan terlebih dahulu definisi, prinsip dan konsep materi pelajaran serta
memberikan contoh-contoh latihan pemecahan masalah dalam bertuk ceramah,
demostrasi, tanya jawab dan penugasan. Pada pengajaran konvensional, guru memberikan
informasi yang berupa teori, generalisasi, hukum dan dalil beserta bukti-bukti yang
mendukung. Metode konvensional merupakan metode pembelajaran yang mengarah
kepada tersampaikannya isi pelajaran kepada siswa secara langsung.
Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional cenderung
berpusat kepada guru. Dalam model pembelajaran yang berpusat kepada guru hampir
seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan penuh oleh guru. Seluruh sistem diarahkan
kepada rangkaian kejadian yang rapi dalam lembaga pendidikan, tanpa ada usaha untuk
mencari dan menerapkan strategi belajar yang berbeda sesuai dengan tema dan kesulitan
belajar setiap individu.
Guru aktif memberikan penjelasan atau informasi pembelajaran secara terperinci
tentang materi pembelajaran. Guru lebih banyak melakukan aktifitas dibandingkan
dengan siswa-siswanya. Sebaliknya, para siswa berperan lebih pasif, tanpa banyak
melakukan kegiatan pengolahan bahan, karena menerima bahan ajaran yang disampaikan
oleh guru. Dalam menggunakan metode ini siswa tidak perlu mencari dan menemukan
sendiri fakta-fakta, konsep dan prinsip karena telah disajikan secara jelas oleh guru.
Siswa hanya menerima saja informasi yang diberikan guru. Pengajaran ini telah diolah
guru sehingga siap disampaikan kepada siswa, dan siswa diharapkan belajar dari
informasi yang diterimanya. Kemudian siswa mengikuti pola yang telah ditetapkan oleh
guru secara cermat. Siswa diharapkan dapat menangkap dan mengingat informasi yang
telah diberikan guru, serta dapat mengungkapkan kembali apa yang telah diperolehnya
ketika diberi pertanyaan oleh guru.
Metode konvensional sering dianologikan dengan metode ceramah, karena
sifatnya sama-sama memberikan informasi. Siswa mengerjakan latihan soal sendiri,
mungkin juga saling bertanya dan mengerjakan bersama dengan temanya atau disuruh
membuatnya di papan tulis, kegiatan guru memeriksa pekerjaan siswa secara individual
dan menjelaskan kembali secara klasikal. Metode mengajar yang biasa digunakan dalam
pengajaran konvensional adalah metode ceramah dan demostrasi.
Ciri umum dari metode konvensional adalah definisi dan teorema disajikan oleh
guru, contoh soal diberikan oleh guru dan kemudian latihan soal. Secara garis besar,
pelaksanaannya kurang menekankan aktivitas mental siswa, sehingga banyak orang
beranggapan bahwa metode konvensional menghasilkan belajar menghafal dan kurang
efektif belajar bermakna. Secara garis besar prosedur pembelajaran dengan metode
konvensional sebagai berikut: 1) Persiapan (preparation) yaitu guru menyiapkan bahan
selengkapnya secara sistematik dan rapi; 2) Pertautan (apperception) bahan terlebih
dahulu; 3) Penyajian (presentation) terhadap bahan yang baru; dan 4) Evaluasi
(recitation) yaitu guru bertanya dan siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari.
Dalam metode pengajaran terdapat keunggulan dan kelemahan dalam tiap
jenisnya. Begitu juga dalam pembelajaran menggunakan metode konvensional, terdapat
beberapa keunggulan dan kelemahan. Beberapa keunggulan metode konvensional adalah:
1) Guru mudah menguasai kelas; 2) Mudah mengorganisasikan tempat duduk kelas; 3)
Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar; 4) Mudah mempersiapkan dan
5

Majalah Ilmiah Faktor

Vol. 1 No. 1 Januari 2013

melaksanakannya; dan 5) Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik. Sedangkan
beberapa kelemahan dari metode konvensional adalah: 1) Metode ini hanya mungkin
dapat dilakukan pada siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara
baik; 2) Tidak dapat melayani perbedaan setiap individu baik dalam kemampuan,
pengetahuan, minat, bakat serta gaya belajar; 3) Sulit mengembangkan kemampuan siswa
dalam hal sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis; 4) Guru
memegang peranan yang dominan terhadap pencapaian tujuan pembelajaran; dan 5)
Pembelajaran bersifat satu arah yaitu berasal dari apa yang disampaikan guru saja
sehingga akan sulit untuk mengetahui sudah sejauh apa pemahaman siswa terhadap bahan
ajar, juga dapat membatasi pengetahuan siswa hanya sebatas apa yang disampaikan oleh
guru didepan kelas.
Tabel 1. Pembelajaran dengan metode problem posing dengan metode problem posing
dengan metode konvensional (Kadir 2011: 208)
Pembelajaran dengan Metode
Pembelajaran dengan Metode
Problem posing
Konvensional
1. Siswa
mendengarkan
dan 1. Siswa
mendengarkan
dan
memperhatikan penjelasan guru
memperhatikan penjelasan tentang
tentang materi pelajaran.
materi pelajaran guru
2. Siswa memperhatikan penjelasan 2. Siswa memperhatikan contoh soal
guru mengenai bagaimana cara
dan
penyelesaiannya
yang
membuat soal atau masalah dan
dijelaskan oleh guru.
penyelesaian.
3. Siswa menanyakan hal-hal yang 3. Siswa menanyakan hal-hal yang
dirasakan belum jelas.
dirasakan belum jelas.
4. Siswa membuat soal sebanyak 4. Siswa mengerjakan latihan soal
mungkin dari situasi masalah yang
yang diberikan guru.
diberikan
oleh
guru
dan
mempresentasikannya di depan kelas
serta menyelesaikan.
5. Siswa membuat soal atau masalah 5. Siswa bersama guru membahas
kembali kemudian menukarkannya
latihan soal yang dikerjakan oleh
soal tersebut dengan teman sekelas
siswa
dan menyelesaikannya.
METODE
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode
problem posing terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas VIII SMPN 209
Jakarta dengan jumlah sampel 60 siswa yang diambil menggunakan teknik purposive
sampling. Desain penelitian ini menggunakan posstest-only control group dimana ada 2
(dua) kelompok yang di pilih berdasarkan criteria tertentu. Kelompok pertama diberi
perlakuan dengan metode problem posing kemudian dilakukan pengukuran sedangkan
kelompok kedua diberi perlakuan dengan metode konvensional kemudian dilakukan
pengukuran. Untuk lebih jelas, desain penelitian dapat digambarkan dalam tabel 2.

Kelompok

Tabel 2. Desain Penelitian
Perlakuan

Test

(R) E

XE

YE

(R) K

XK

YK

6

Majalah Ilmiah Faktor

Vol. 1 No. 1 Januari 2013

Keterangan:
E : kelas yang diajarkan dengan metode problem posing
K : kelas yang diajarkan dengan metode konvensional
XE : perlakuan pada kelas yang diajarkan dengan metode problem posing
XK : perlakuan pada kelas yang diajarkan dengan metode konvensional
YE : tes pada kelas yang diajarkan dengan metode problem posing
YK : tes pada kelas yang diajarkan dengan metode konvensional
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Hasil Belajar Matematika Siswa yang Diajar dengan Metode Problem posing
Berdasarkan data hasil belajar matematika pada materi operasi bentuk aljabar
yang diajar dengan metode problem posing diperoleh rentangan nilai dari 68 sampai 91
dengan nilai rata-rata 81,9; modus 86, median 83,5; varians sebesar 39,01 dan standar
deviasi sebesar 6,25.
Tabel 3.Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen
(Metode Problem posing)
Nilai
Frekuensi Frekuensi
Frekuensi
No
Interval
Tengah
Absolut
Komulatif Relatif (%)
1
68-71
69,5
3
3
10
2
72-75
73,5
3
6
10
3
76-79
77,5
2
2
6,67
4
80-83
81,5
7
8
23,33
5
84-87
85,5
10
25
33,33
6
88-91
89,5
5
30
16,67

30
100
Dari tabel 3. dapat dilihat bahwa frekuensi absolut tertinggi berada pada rentang
83,5–87,5; frekuensi absulut terendah berada pada rentang 75,5–79,5 dan median data
terletak pada 83,5–87,5. Dengan demikian, data hasil belajar matematika siswa yang
diberi metode problem posing memiliki kecenderungan mengelompok di atas rata-rata
empirik.
Data Hasil Belajar Matematika Siswa yang Diajar dengan Metode Konvensional
Berdasarkan data hasil belajar matematika pada materi operasi bentuk aljabar
yang diajar dengan metode problem posing diperoleh rentangan nilai dari 68 sampai 91
dengan nilai rata-rata 65,9; modus 70,79; median 67,1; varians sebesar 37,0759 dan
standar deviasi sebesar 6,09.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelompok Kontrol
(Metode Konvensional)
No

Interval

1
2
3
4
5
6

50 – 53
54 – 57
58 – 61
62 – 65
66 – 69
70 – 73


Nilai
Tengah
51,5
55,5
59,5
63,5
67,5
71,5

Frekuensi
Absolut
2
1
3
7
5
12
30

7

Frekuensi
Komulatif
3
6
2
8
25
30

Frekuensi
Relatif (%)
6,67
3,33
10
23,33
16,67
40
100

Majalah Ilmiah Faktor

Vol. 1 No. 1 Januari 2013

Dari tabel 4. dapat dilihat bahwa frekuensi absolut tertinggi berada pada rentang 69–75,5;
frekuensi obsulut terendah berada pada rentang 53,5–57,5 dan median data terletak pada
65,5–69,5. Dengan demikian, data hasil belajar matematika siswa yang diberi metode
konvensional memiliki kecenderungan mengelompok diatas rata-rata empirik.
Uji Persyaratan Analisis Data
Normalitas
Dalam penelitian ini, uji normalitas data dianalisis dan diuji dengan teknik uji
Liliefors.Hipotesis statistik statistik yang diuji adalah:
H0: Data berasal dari populasi berdistribusi normal
H1: Data berasal dari populasi berdistribusi normal
Kriteria pengujian yaitu: terima H0 jika Lo< Ltabel, dan tolak H0 jika Lo>
Ltabel.Pengujian normalitas digunakan taraf signifikan α = 0,05, dengan n = 30, nilai Lt =
0,161 untuk kelas eksperimen dan n = 30, nilai Lt = 0,161 untuk kelas kontrol.
Rangkuman hasil perhitungan ditunjukan dalam tabel 3.
Tabel 5. Rangkuman hasil perhitungan uji normalitas data
hasil belajar matematika siswa
Kelompok
n
Lo
Lt
Kesimpulan
Eksperimen
30
0,1177
0,161
Berdistribusi Normal
Kontrol
30
0,1587
0,161
Berdistribusi Normal
Semua kelompok hasil belajar matematika yang diuji normalitasnya dengan uji
Liliefors memberikan nilai Lo atau nilai liliefors untuk hasil observasi lebih kecil
dibandingkan dengan nilai Ltabel pada taraf signifikan 0,05 dengan n = 30, nilai Ltabel =
0,161;sehingga disimpulkan bahwa seluruh kelompok data hasil belajar matematika
dalam penelitian ini dari populasi yang berdistribusi normal.
Homogenitas
Uji homogenitas yang digunakan adalah uji Fisher dengan taraf 5%yaitu, dari nilai hasil
belajar matematika yang diajar dengan metode problem posing (kelompok eksperimen)
dan dan nilai belajarmatematika yang menggunakan metode konvensional (kelompok
kontrol). Hipotesis statistik yang diuji adalah:
H0: �12 = �12 (varians kedua kelompok homogen)
H1: �12 ≠ �12 (varians kedua kelompok tidak homogen)
Pengujian dilakukan pada taraf signifikansi α = 0,05 dengan cara
membandingkan nilai Fhitung dengan nilai Ftabel. Kriteria pengujian yaitu: terima H0 jika
Fhitung < Ftabel dan tolak jika H0 jikaFhitung > Ftabel.Dari hasil pengujian pengujian diperoleh
nilai �ℎ� �� < � �� yaitu 1,08
�� yaitu 20,85 > 2,0021. Ini menyimpulkan bahwa H0
ditolak dan menerima H1, yang berarti ada perbedaan antara hasil belajar matematika
pokok bahasan Operasi Bentuk Aljabar yang menggunakan metode Problem posing
dengan hasil belajar matematika pokok bahasan Operasi Bentuk Aljabar yang
menggunakan metode Konvensional. Dan lebih jauh dapat dikatakan bahwa hasil belajar
matematika siswa yang diajar dengan metode problem posing lebih tinggi dibandingkan
hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan metode konvensional.

8

Majalah Ilmiah Faktor

Vol. 1 No. 1 Januari 2013

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil pengujian hipotesis, maka terbukti bahwa
terdapat pengaruh yang positif antara metode problem posing terhadaphasil belajar
matematika. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar dengan metode
problem posing lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang diajar dengan metode
konvensional. Perbedaan hasil belajar ini, terlihat dari skor rata-rata hasil belajar yang
diperoleh siswa dengan metode problem posing lebih tinggi dibandingkan dengan skor
rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan metode konvensional, maka dalam
penelitian ini guru matematika harus menciptakan metode belajar yang baik bagi siswa
agar dapat dilakukan pemilahan dan perlakuan yang tepat dalam proses kegiatan
pembelajaran matematika pada khususnya materi tentang operasi bentuk aljabar.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara umum penggunaan metode problem posing
memberikan kontribusi perolehan hasil belajar matematika pada kompetensi dasar operasi
bentuk aljabar yang lebih baik. Maka dalam implikasi dalam upaya peningkatan hasil
belajar matematika, hendaknya para guru dan pihak sekolah sekolah perlu menerapkan
metode problem posing dalam proses kegiatan belajar matematika agar kualitas
pendidikan dapat terlaksana dengan baik. Dengan demikian metode problem posing
merupakan salah satu faktor yang mendukung dalam pencapaian hasil belajar matematika
karena merupakanmodal dasar dalam meningkatkan hasil belajar matematika di sekolah.
Dengan metode problem posing akan mendorong motivasi dan kreatifitas siswa
untuk belajar khususnya dalam membuat soal hasil pikiran sendiri pada materi operasi
bentuk aljabar dan menemukan hasil temuan sehingga akan timbul perasaan bangga
dengan apa yang mereka kerjakan. Metode problem posing juga dapat digunakan sebagai
pedoman guru untuk mengetahui dan menganalisa siswa yang kurang kreatif dan kurang
mampu dalam menguasai pelajaran, sehingga gurudapat mengarahkan dan membimbing
siswa ke arah yang lebih baik.
Dalam pengujian hipotesis pada taraf signifikan 5% diperoleh thitung > ttabel(20,85 >
2,0021), maka Ho di tolak dan H1 diterima. Dengan demikian hipotesis teruji
kebenarannya dan secara signifikan diterima. Dengan demikian disimpulkan pula bahwa
terdapat pengaruh penggunaan metode belajar problem posing terhadap hasil belajar
matematika yang menggunakan metode problem posing lebih tinggi daripada yang
menggunakan metode konvensional.Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh As’ari
(2000: 45) tentang kemampuan siswa dalam membuat soal, baik ditinjau jenis soal,
struktur sintaksis, dan struktur semantiknya, tampak bahwa siswa yang diajar dengan
problem posing mengalami proses belajar yang positif. Di tinjau darikeaktifan belajar
siswa yang di lakukan Darnanti (2001: 7) menyatakan adanya keaktifan interaksi saat
pembelajaran berlangsung. Ini terlihat dari siswa yang berusaha sendiri saat menemui
kesulitan dalam menyusun atau menjawab soal meningkat 6,59% dari 17,8% menjadi
24,39%, yang meminta bantuan teman meningkat dari 17,08% atau dari 41,46% menjadi
58,54%sedangkan yang minta pada bantuan guru dari 41,46% menjadi 17,07% jadi
terdapat penurunan 24,39%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak tergantung kepada
guru, justru dapat berinteraksi antara siswa yang satu dengan yang lain, baik dari teman
kelompok maupun antar kelompok. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Kadir
(2011: 213) menyatakan bahwa hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan
aritmatika sosial yang diajar menggunakan pendekatan problem posing lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil belajar matematika yang diajar dengan metode konvensional.
Hal ini dilihat dari rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diberi pendekatan
problem posing sebesar 81,9 lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar matematika yang
menggunakan pendekatan keonvensional sebesar 65,9. Dengan demikian pendekatan
problem posing berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar matematika.
Hasil-hasil yang diperoleh dari beberapa temuan ini menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan metode problem posing memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengembangkan kreatifitas siswa melalui situasi masalah. Dengan kata lain situasi
9

Majalah Ilmiah Faktor

Vol. 1 No. 1 Januari 2013

masalah yang menarik, menantang, dan kontekstual dapat menginspirasikan para siswa
mengembangkan ide-ide kreatif baik individual maupun kelompok untuk mengajukan
ataumembuat soal matematika dengan tingkat kompleksitas yang beragam.
Berdasarkan temuan diatas terungkap bahwa pembelajaran dengan menggunakan
metode problem posing efektif dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa serta
dapam meningkatkan kemampuan siswa di dalam pemecahan masalah.Untuk itu
kedepannya pelaksanaan pembelajaran dengan metode problem posing agar lebih
ditingkatkan persentasinya dalam proses belajar mengajar, karena metode problem posing
sudah terbukti dan teruji lebih baik dari metode yang sudah umum digunakan disekolah
saat ini yaitu metode konvensioanal. Siswa jadi lebih kreatif, aktif dan lebih mandiri
tanpa harus banyak bergantung kepada guru dalam membuat soal baik dalam kegiatan
belajar mengajar berlangsung maupun pekerjaan rumah (PR).
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian diberikan
kesimpulan penelitian sebagai berikut:
Pembelajaran matematika dengan metode problem posing mampu membuat
siswa aktif dan kreatif. Hal ini terlihat dari kemampuan siswa mengembangkan soal
matematika sendiri berdasarkan informasi yang diberikan. Siswa mampu mengolah dan
mengeksplorasikan informasi yang ada dan mengajukan masalah atau soal-soal
matematika yang dapat diselesaikan. Melalui pembelajaran dengan metode problem
posing juga dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, khususnya
dalam berinteraksi dan sharing ide dengan siswa lain maupun dengaan guru sehingga
kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan pemahaman siswa terhadap konsep menjadi
lebih baik.
Hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan operasi bentuk aljabar yang
diajar dengan metode problem posing lebih tinggi di bandingkan dengan hasil belajar
matematika yang menggunakan metode konvensional. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata
hasil belajar matematika siswa yang diberi dengan metode problem posing sebesar 81,9
lebih tinggi daripada hasil belajar matematika yang menggunakan metode konvensional
sebesar 65,9. Dengan demikian metode problem posing berpengaruh signifikan terhadap
hasil belajar matematika.
Saran
Sebagai upaya dalam meningkatkan hasil belajar Operasi Bentuk Aljabar, maka
dapat dikemukakan saran sebagai berikut:
Untuk guru: 1) Mengingat banyak hal yang harus diperbaiki dalam peningkatan
hasil belajar Operasi Bentuk Aljabar siswa, maka perlu adanya upaya perubahan dalam
proses belajar mengajar di sekolah. Agar siswa dapat meningkatkan hasil belajar
matematika hendaknya guru menemukan beberapa metode atau strategi pembelajaran
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa; 2) Agar hasil belajar siswa dapat
ditingkatkan maka metode yang digunakan hendaknya merupakan metode yang
melibatkan aktivitas dan kreatifitas siswa dalam menjalani proses pembelajaran, dan
harus lebih mengedepankan pengajaran yang menyenangkan dalam membahas materi
pelajaran; dan 3) Sebaiknya pengajaran yang dilakukan disekolah pada umumnya dan
sekolah menengah kejuruan pada khususnya tidak hanya menggunakan metode
konvensional saja tetapi dapat pula menambahkan metode lain salah satunya adalah
metode Problem posing. Jenis metode yang akan digunakan dalam kegiatan belajar
mengajar harus disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan sehingga
mempermudah siswa dalam menerima materi pelajaran.
Untuk siswa, dapat membuka wawasan dan menambah pengetahuan siswa serta
mendorong terciptanya hasil belajar siswa menjadi lebih baik, maka dalam proses
10

Majalah Ilmiah Faktor

Vol. 1 No. 1 Januari 2013

pembelajaran hendaknya semaksimal mungkin memanfaatkan fasilitas yang terdapat
dilingkungan sekolah seperti Perpustakaan, Laboratorium, serta memanfaatkan teknologi
informatika seperti jaringan internet.
Untuk peneliti, yang berminat untuk melakukan penelitian serupa disarankan
untuk dapat melibatkan variabel lain dan objek penelitian yang lebih luas, serta
mempertimbangkan faktor-faktor psikologi siswa pada saat melakukan penelitian seperti
sikap, motivasi, gaya belajar, konsep dan lain-lain,sehingga hasil penelitian tidak sematamata diambil dari segi mengajar saja.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Siti dan Fatimah. 2011. Pengaruh kesulitan belajar khusus (learning
disability) terhadap prestasi belajar siswa SDN 01 Sempoa Situ Gintung
Ciputat. Faktor, Juli-Agustus 2011, 82-86.
As’ari, Abdul Rahman.2000. Pembelajaran matematika dengan pendekatan problem
posing. Buletin Pelangi Pendidikan, 17(2), 42–45.
Bharata, Hanida. 2002. Pembelajaran Problem posing dibandingkan dengan
Pembelajaran Biasa Terhadap Hasil Belajar Aritmatika. Bandung: Tesis tidak
dipublikasikan. Fakultas PascaSarjana.Universitas Pendidikan Indonesia.
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: RinekaCipta.
Darnati, Euis Tati. 2001. Upaya meningkatkan aktivitas belajar melalui pendekatan
problem posing pada pembelajaran matematika .Buletin Pelangi Pendidikan,
4(2), 4–7.
Gita,

Nyoman. 1999. Pengembangan strategi pengajuan
pembelajaran matematika di SMU.Aneka Widya ,32(1).

masalah

dalam

Kadir. 2011. Implementasi pendekatan pembelajaran problem posing dan
pengaruhnya terhadap hasil belajar matematika. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, 17(2), 203–213.
Mailizar. 2011. Pengaruh persepsi mahasiswa atas kompetensi pedagogik dosen dan
motivasi berprestasi mahasiswa terhadap hasil belajar mata kuliah aljabar
linear. Faktor, Sept-Okt 2011, 91-98.
Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Suharta, I GustiPuta. 2001. Peningkatan pemecahan masalah matematika melalui
pengintegrasi pengajuan masalah. Aneka Widya, 34(4).
Syah, Muhibin. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Widiyanto, Yohanes. 2008. Upaya Meningkatkan hasil Belajar Aljabar Kelas VII
SMPN 36 Jakarta Dengan Metode Problem posing. Jakarta: Skripsi Tidak
Dipublikasikan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Negeri Jakarta.

11