ASPEK HUKUM TRANSAKSI JUAL BELI BERBASIS

ASPEK HUKUM TRANSAKSI JUAL-BELI
BERBASIS E-COMMERCE DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA
Aal Lukmanul Hakim, S.H., M.H.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Djuanda Bogor
-------------------------------------------------------------------------------------------------------Abstract

:

Internet today has become a pattern of community life in various aspects of
life. One is the aspect of economic life, where the Internet used as a means to
carry out commercial transactions, known by the term e-commerce
conducted by the bussines to business (B to B) and business to consumer (B
to C). From buy-sell transaction activity conducted based e-commerce are no
doubt lead to legal problems to be overcome. The writing is done with the
normative legal penelitain method that uses secondary data on major legal
materials, both primary legal materials, secondary legal materials and legal
materials in which tertiary analysis was performed with qualitative methods
normative. The results showed that the activity-based e-commerce
transactions are already getting the settings with the birth of Act No. 28 of
2008 on Information and Electronic Transaction, as well as in some cases
the agreement (contract) based buy-sell e-commerce is still subject to

general settings in the Indonesian Civil Code. Thus, the guarantee of legal
certainty regarding the legal act transaction-based e-commerce is already
being met.

Keywords

:

Electronic transactions, buy and sell, E-Commerce

-------------------------------------------------------------------------------------------------------PENDAHULUAN

P

erkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dihasilkan peradaban
manusia pada abad millenium sekarang
ini merupakan evolusi yang senantiasa
berubah dan meningkat setiap saat yang
tentunya berdampak langsung pada pola

perilaku masyarakat menuju masyarakat
modern yang tidak dapat terlepas pada
teknologi bahkan pada satu titik manusia
memiliki ketergantungan pada teknologi
tersebut.
Salah satu perkembangan yang
sangat pesat dalam ilmu pengetahuan
diantaranya terjadi pada teknologi
bidang telekomunikasi, informasi dan
komputer yang pada saat sekarang
menuju kepada revolusi teknologi
informasi. Terlebih dengan konvergensi
perkembangan teknologi informasi dan
teknologi komunikasi menyebabkan
semakin bervariasinya bentuk jasa
fasilitas telekomunikasi yang ada, serta
semakin canggihnya teknologi informasi
yang berkembang saat ini. Hal ini

menurut Ahmad M. Ramli,1 dengan

mensitir pendapat Alvin Toffler,
mengindikasikan bahwa peradaban
teknologi informasi yang merupakan ciri
dari masyarakat gelombang ketiga telah
nampak. Toffler menguraikan bahwa
peradaban yang pernah dan sedang
dijalani manusia terbagi menjadi tiga
gelombang. Gelombang pertama mulai
dari 8000 SM sampai akhir 1700 M,
pada tahapan ini perdaban manusia
ditandai dengan perdaban agraris dan
pemanfaatan energi yang terbarukan.
Gelombang kedua berlangsung antara
tahun 1700 M hingga 1970-an dengan
munculnya revolusi industri. Dan,
gelombang ketiga ini sudah mulai jelas
bentuknya, ditandai dengan kemajuan
teknologi komunikasi dan informasi.
Saat ini telah lahir suatu rezim
hukum baru yang dikenal dengan hukum

1

Ahmad M. Ramli, Dinamika Konvergensi
Hukum Telematika dalam Sistem Hukum
Nasional, Tanpa Tahun, Hal. 1

1

ciber atau hukum telematika. Hukum
siber
atau
cyber
law,
secara
internasional digunakan untuk istilah
hukum yang terkait dengan pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi.
Demikian pula, hukum telematika yang
merupakan perwujudan dari konvergensi
hukum telekomunikasi, hukum media,

dan hukum informatika. Istilah lain yang
juga digunakan adalah hukum teknologi
informasi
(law
of
information
technology), hukum dunia maya (virtual
world law), dan hukum mayantara.
Istilah-istilah tersebut lahir mengingat
kegiatan yang dilakukan melalui
jaringan sistem komputer dan sistem
komunikasi, baik dalam lingkup lokal
maupun global (Internet) dengan
memanfaatkan teknologi informasi
berbasis
sistem
komputer
yang
merupakan sistem elektronik yang dapat
dilihat secara virtual.

Tahun 1969 ketika Departemen
Pertahanan Amerika, U.S. Defense
Advanced Research Projects Agency
(DARPA)
memutuskan
untuk
mengadakan riset tentang bagaimana
caranya menghubungkan sejumlah
komputer sehingga membentuk jaringan
organik. Program riset ini dikenal
dengan nama ARPANET. Pada tahun
1970, sudah lebih dari 10 komputer
yang berhasil dihubungkan satu sama
lain sehingga mereka bisa saling
berkomunikasi dan membentuk sebuah
jaringan.2
Semakin
berkembangnya
teknologi di bidang jaringan komputer,
menyebabkan pada gilirannya medium

internet ini dijadikan sarana interaksi
dalam berbagai aspek keidupan secara
global. Pada hari ini, dengan sangat
mudahnya seseorang dapat terhubung
dengan orang lain dari belahan bumi
lain tanpa harus bertatap muka
melakukan hubungan komunikasi yang
lancar. Perkembangan ini pun semakin
2

Eddy Purwanto et. al., “Pengantar World Wide
Web”, tanpa tahun, hal. 1.

masuk ke setiap aspek kehidupan
manusia, tak pelak lagi salah satunya
aspek kegiatan komersil.3
Tahun 1992, muncul istilah surfing
the internet. Tahun 1994, situs internet
telah tumbuh menjadi 3000 alamat
halaman, dan untuk pertama kalinya

virtual-shopping atau e-retail muncul di
internet.4
Berbagai
situs,
baik
perorangan maupun organisasi korporasi
banyak memilih media dunia maya ini
sebagai alternatif marketing produk dan
jasanya. Sebuat saja diantara sekian
banyaknya situs yang menawarkan
produknya
adalah
http://www.belbuk.com., sebagai salah
satu contoh.5
Pada situs tersebut setiap orang
yang membutuhkan buku dalam
berbagai kategori apapun tersedia di
situs ini. Ada 7 tahap bertransaksi pada
situs tersebut, mulai dari memasukan ke
chart belanja buku apa yang ingin

dibeli, halaman transaksi dengan
mendaftarkan
diri
(e-mail
dan
password) dan melakukan log in,
kemudian memilih metode pengiriman
barang, selanjutnya memilih metode
pembayaran berupa transfer bank dan
Paypal,6 setelah itu pembeli harus
melakukan
pra-tinjau,
kemudian
melakukan konfrmasi pembayaran, dan
3

Komersil : bersifat berdagang; secara dagang.
Lihat, W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum
Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
Cetakan IX 1986, hal. 517.

4
Ibid.
5
Lihat, http://www.belbuk.com/
6
PayPal adalah salah satu alat pembayaran
(Payment procesors) menggunakan internet
yang terbanyak digunakan didunia dan
teraman. Pengguna internet dapat membeli
barang di ebay, lisensi software original,
keanggotaan situs, urusan bisnis, mengirim
dan menerima donasi/sumbangan, mengirim
uang ke pengguna PayPal lain di seluruh
dunia dan banyak fungsi lainnya dengan
mudah dan otomatis menggunakan internet
atau
mobile.
Lihat,
http://www.paypalindonesia.com/info-37.html, diakses pada 01 Desember 2010, Pkl.
11:28 WIB.


2

terakhir proses pengiriman dimana
barang dengan harga yang telah
disepakati dikirim dalam 1-2 hari setelah
konfirmasi pembayaran melalui transfer
bank atau paypal.
Dari contoh transaksi jual-beli
pada situs belbuk.com di atas, baik
pengguna internet yang menjadi pembeli
potensial maupun pihak produsen dalam
waktu yang sama tidak bertemu secara
langsung.
produsen
menawarkan
produknya hanya melalui tampilan
gambar
dan
spesifikasi
yang
ditampilkan secara elektronik pada layar
komputer, begitu juga pembeli potensial
menerima penawaran barang hanya
dengan melihat tampilan yang disajikan
dan atau bisa langsung mendapat
tawaran melalui e-mail.
Semua transaksi yang penulis
suguhkan dalam sebuah contoh tersebut
adalah yang penulis maksudkan sebagai
transaksi berbasis e-commerce. Bahwa
e-commerce adalah suatu transaksi
perdagangan (jual-beli), baik organisasi
maupun individual, dengan mekanisme
elektronik yang dilakukan sala satunya
pada jaringan internet.7 Lebih luas lagi,
e-commerce
merupakan
lingkup
perdagangan yang dilakukan secara
elektronik, dimana di dalamnya
termasuk:8
1. Perdagangan via Internet (Internet
Commerce)

7

Lihat,http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_
elektronik, diakses pada 02 Desember 2010,
Pkl. 08:11 WIB. Perdagangan elektronik atau
e-dagang
(bahasa
Inggris:
Electronic
commerce,
juga
e-commerce)
adalah
penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran
barang dan jasa melalui sistem elektronik
seperti internet atau televisi, www, atau
jaringan komputer lainnya. E-dagang dapat
melibatkan
transfer
dana
elektronik,
pertukaran data elektronik, sistem manajemen
inventori otomatis, dan sistem pengumpulan
data otomatis.
8
Wiwied Widianingsih, “E-Commerce”,
wiwied.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files
/slide_E-Commerce.pdf. diakses pada 02
Desember 2010, pkl. 09:04 WIB.

2. Perdagangan dengan fasilitas Web
Internet (Web-Commerce)
3. Perdagangan
dengan
sistem
pertukaran data terstruktur secara
elektronik
(Electronic
Data
Interchange/EDI).
Apabila dibandingkan dengan
proses
perdagangan
tradisional
(manual),
e-commerce
memiliki
beberapa keunggulan. Bagi Konsumen :
harga lebih murah, belanja cukup pada
satu tempat. Bagi Pengelola bisnis :
efisiensi, tanpa kesalahan, tepat waktu.
Bagi
Manajemen:
peningkatan
pendapatan,
loyalitas
pelanggan.
Dengan
keuntungan-keuntungan
tersebut yang menjadikan e-commerce
menjadi alternatif perluasan bisnis bagi
para pelaku usaha dan sudah menjadi
bagian dari gaya idup manusia modern
di era teknoogi sekarang ini.
Akan
tetapi,
disamping
keuntungan secara ekonomis yang akan
didapatkan oleh para pelaku ecommerce, dari sisi hukum, e-commerce
juga
menimbulkan
beberapa
permasalahan hukum yang pada
akhirnya menuntut adanya regulasi yang
mengatur tentang transaksi komersial
berbasis e-commerce ini. Hal ini timbul
akibat adanya perbedaan karakteristik
antara transaksi perdagangan jual-beli
tradisional dengan transaksi jual-beli
berbasis
e-commerce.
Beberapa
permasalahan yang timbul dalam
transaksi jual-beli e-commerce antara
lain :9
1. Otentikasi subyek hukum yang
membuat transaksi melalui internet;
2. Saat perjanjian berlaku dan memiliki
kekuatan mengikat secara hukum ;
3. Obyek
transaksi
yang
diperjualbelikan;
4. Mekanisme peralihan hak;

9

Ellen Liena Christine et. al., Hubungan Hukum
Antara Pelaku E-commerce, Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi Malangkuçeçwara, tanpa
tahun, hal. 3.

3

5. Hubungan
hukum
dan
pertanggungjawaban para pihak
yang terlibat dalam transaksi baik
penjual, pembeli, maupun para
pendukung
seperti
perbankan,
internet service provider (ISP), dan
lain-lain;
6. Legalitas
dokumen
catatan
elektronik serta tanda tangan digital
sebagai alat bukti;
7. Mekanisme penyelesaian sengketa;
8. Pilihan hukum dan forum peradilan
yang berwenang dalam penyelesaian
sengketa.
Dalam
ledakan
teknologi
informasi dan
komunikasi
yang
sedemikian rupa tersebut, membawa
dampak pada setiap aspek kehidupan.
Salah satu aspek yang sangat mengalami
lonjakan tinggi taraf perkembangannya
adalah aspek kehidupan ekonomi dalam
setiap sektornya, khususnya sektor
perdagangan yang nota bene dalam
perkembangannya
memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi.
Dengan semakin populernya teknologi
Internet, seolah-olah menyebabkan
terjadinya “penciutan” dunia dengan
semakin
memudarnya
batas-batas
negara akibat aktivitas dunia maya yang
tidak terbatas pada ruang dan waktu.
Internet dapat mengirimkan data dan
informasi dari setiap belahan dunia
kapan saja dan di mana saja. Dengan
akses teknologi dan informasi yang tak
terbatas tersebut, merupakan jawaban
bagi ekspektasi masyarakat yang
membutuhkan suatu aktivitas transaksi
ekonomi yang memiliki tingkat efisiensi
waktu dan biaya serta keakuratan dan
fleksibilitas. Dengan begitu, transaksi
perdagangan
dengan
menggunkan
sarana teknologi informasi melalui
jaringan komputer atau yang lebih
dikenal dengan istilah e-commerce10 pun
menjadi pilihan tepat.
10

E-commerce merujuk pada semua bentuk
transaksi komersial yang menyangkut
organisasi dan individu yang didasarkan pada

Transaksi
perdagangan
elektronik
(e-commerce)
dengan
menggunakan media Internet menjadi
pilihan masayarakat dunia karena
melalui
wahana
ini
ditawarkan
kemudahan-kemudahan antara lain :
1. Internet sebagai jaringan publik
yang sangat besar dengan biaya
relatif murah, cepat dan kemudahan
akses;
2. Menggunakan
elektronik
data
sebagai
edia
penyampaian
pesan/data sehingga dapat dilakukan
pengirimandan penerimaan nformasi
secara mudah dan ringkas, baik
dalam bentuk data elektronik analog
maupun digital.
Dengan kemudahan-kemudahan
tersebut
tentunya
masyarakat
menjadikan Internet sebagai sarana guna
melakukan transaksi perdagangan (jualbeli). Akan tetapi yang senantiasa
menjadi isu dalam hal jual-beli
pedagangan dengan transaksi elektronik
ini adalah isu tentang aspek hukum dari
transasksi yang dilakukan. Hal ini
beraitan dengan kepastian hukum dari
transaksi tersebut seperti yang sudah
disebutkan sebelumnya
Hal lain juga terkait dengan
perlindungan hukum bagi para pihak
yang saling terkait dalam hubungan
hukum transaksi elektronik tersebut. Hal
ini terkait dengan kekuatan pembuktan
dokumen-dokumen yang jual-beli yang
dilakukan melalui Internet, apakah
dokumen tersebut dapat dijadikan alat
bukti sebagaimana dokumen pada
transaksi jual-beli konvensional yang
pada dasarnya berbasis dokumen fisik
kertas (paper based transaction) .
Dengan latar belakang itulah,
penulis akan menguraikan masalahmasalah tersebut dalam bentuk analisis
yuridis terhadap jual-beli berbasis ecommerce tersebut.
pemrosesan dan transmisi data yang
digitalisasikan, termasuk teks, suara dan
gambar.

4

PEMBAHASAN
Negara Indonesia sebagai negara
hukum memiliki tujuan hidup bernegara
salah satunya adalah melindungi seluruh
warga negaranya dalam setiap aspek
kehidupan, tidak terkecuali dalam aspek
perekonomian
dalam
rangka
mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.11
Dengan demikian sudah menjadi
kewajiban konstitusional negara guna
melindungi setiap warga negaranya
dengan salah satu jalannya membentuk
suatu sistem hukum yang menjamin
kepastian hukum dalam setiap perbuatan
hukum. Begitu juga berbagai transaksi
perdagangan – selanjutnya dalam tulisan
ini disebut jual-beli-saja – yang
menuntut
adanya
kepastian
dan
perlindungan hukum sehingga setiap
transasksi yang dilakukan mendapat
legitimasi hukum dan memperoleh nilai
kepastian.
Berkembang pesatnya teknologi
Internet juga dimanfaatkan sebagai
sarana melakukan transaksi jual-beli
yang sering kali menimbulkan beberapa
permasalahan
hukum.
Hal
ini
disebabkan oleh karena transaski dengan
sarana Internet – atau lebih dikenal
dengan istilah e-commerce - tidak sama
dengan transaksi jual-beli secara
tradisional. Pada transaski jual-beli
tradisional semua aktivitas transaksi
mulai dari penawaran sampai kepada
penutupan perjanjian dilakukan dengan
menitikberatkan pada fisik dokumen
berbentuk tertulis (papered based
transaction) dan bahkan dilakukannya
negosiasi secara tatap muka langsung.
11

Dalam pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4
disebutkan tujuan dibentuknya Negara
Indonesia yaitu : “...untuk membentuk suatu
Pemerintah
Negara
Indonesia
yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan
kesejahteraan
umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan
ketertiban
dunia
yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial....”

berbeda sama sekali dengan hal tersebut,
pada transaksi e-commerce aktivitas
transaksi sejak dilakukannya penawaran
oleh pihak penjual (produsen) sampai
dengan lahirnya kesepakatan perjanjian
jual-beli dan pelaksanaannya, semua
menggunakan sarana berbentuk data
elektronik
dengan
memanfaatkan
jaringan koneksi komputer, sehingga
transaksi jual-beli tersebut dapat
dilakukan dimana saja, kapan saja dan
dengan cara yang sangat fleksibel.
Dengan karakteristiknya yang unik
tersebut,
terkadang
menimbulkan
masalah
kepastian
hukum.
Permasalahan yang lebih luas terjadi
pada bidang keperdataan karena
transaksi elektronik untuk kegiatan
transaksi jual-beli berbasis e-commerce
telah menjadi bagian dari perniagaan
nasional dan internasional. Kenyataan
ini menunjukkan bahwa konvergensi di
bidang teknologi informasi, media, dan
informatika (telematika) berkembang
terus tanpa dapat dibendung, seiring
dengan ditemukannya perkembangan
baru di bidang teknologi informasi,
media, dan komunikasi.
Secara yuridis kegiatan pada ruang
siber tidak dapat didekati dengan ukuran
dan kualifikasi hukum konvensional saja
sebab jika cara ini yang ditempuh akan
terlalu banyak kesulitan dan hal yang
lolos dari pemberlakuan hukum.
Kegiatan dalam ruang siber adalah
kegiatan virtual yang berdampak sangat
nyata meskipun alat buktinya bersifat
elektronik.
Di sinilah peran negara yang
mempunyai kewajiban guna melindungi
warga negaranya dengan menjalankan
fungsi perlindungan melalui regulasi
hukum yang mengatur transaksi ecommerce tersebut, sehingga kepastian
hukum tercapai dan kesejahteraan bisa
terwujud.
Jika dilihat daris segi yuridis,
sebenarnya transaksi jual-beli sebagai

5

salah satu bentuk perjanjian sudah diatur
secara umum dalam Kitab Undangundang Hukum Perdata, khususnya
Buku III dengan titel tentang Perikatan.
Akan tetapi pengaturan pada Buku III
KUHPdt tersebut hanya menyentuh
transaksi
jual-beli
dalam
model
tradisional, KUHPdt tidak mengatur
sama sekali tentang transaksi ecommerce. Baru pada tahun 2008
dengan disahkannya Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik –
selanjutnya disebut UU ITE – Indonesia
memiliki regulasi yang mengatur
tentang
pemanfaatan
teknologi
informasi dan komunikasi.
Dalam UU ITE tersebut telah
dilakukan perluasan penafsiran terhadap
norma-norma, khususnya pada bidang
keperdataaan yang berkaitan dengan ecommerce dalam hal ini transaksi jualbeli yang pada saat ini sudah sangat luar
biasa perkembangannya. Selengkapnya
pengaturan tersebut diuraikan di bawah
ini dengan tetap mengacu kepada
pengaturan pada Buku III KUHPdt
sebagai ketentuan umum dari suatu
transaksi perjanjian jual-beli.
A. Aspek Hukum Perjanjian JualBeli
Berbicara
tentang
transaksi
perjanjian jual-beli berbasis e-comerce
tidak terlepas pada konsep jual-beli yang
diatur secara umum dalam Pasal 1457
s.d 1540 KUHPdt.
Dalam faham undang-undang,
yang dimaksud dengan perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih (Ps. 1313
KUHPdt). Sedangkan dalam teori baru
yang diungkapkan oleh Van Dunne,12
yang dimaksud dengan perjanjian adalah
suatu hubungan hukum antara dua pihak
12

Salim H. S, Hukum Kontrak : Teoir & Teknik
Penyusunan Kontrak, Penerbit Sinar Grafika,
Jakarta, Cetakan Keempat, 2006, hal. 25.

atau lebih berdasarkan kata sepakat untk
menimbulkan akibat hukum. Agaknya
pengertian perjanjian teori baru ini lebih
jelas
dan
lengkap
dbandingkan
pengertian pada Pasal 1313 KUHPdt,
karena dalam teori baru tersebut dengan
jelas bahwa perjanjian timbul akibat
adanya suatu perbuatan hukum dan
hubungan hukum, dengan tujuan adanya
suatu akibat hukum bagi para pihak
yang melakukan perjanjian tersebut.
Dalam perspektif hukum, suatu
hubungan hukum perjanjian akan
melahirkan suatu perikatan bagi para
pihak sebagai dasar perjanjian tersebut
dapat dilaksanakan. Perikatan adalah
hubungan yang terjadi di antara dua
orang atau lebih, yang terletak dalam
harta kekayaan, dengan pihak yang satu
berhak atas prestasi dan pihak lainnya
wajib
memenuhi
prestasi
itu.13
Walaupun demikian, tidak semua
perjanjian dapat melahirkan perikatan
dan oleh karenanya para pihak belum
tentu terikat guna melaksanakan prestasi
tertentu yang sudah disepakati. Untuk
itu, suatu perjanjian agar dapat memiliki
sifat mengikat, haruslah memenuhi
syarat sah yang menjadikan perjanjian
itu mengikat para pihak.
Dalam Pasal 1320 KUHPdt,
ditentukan bahwa suatu perjanjian
menjadi sah14 apabila memenuhi empat
hal, yaitu : Pertama, sepakat mereka
yang mengikatkan dirinya. Yang
dimaksud dengan sepakat adalah adanya
kesesuaian (bertemunya) pernyataan
kehendak bebas para pihak atau
tercapainya suatu konsensus. Kehendak
13

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum
Bisnis, Penerbit Alumni, Bandung, 1994, hal.
3.
14
Syarat sah adalah sesuatu yang ketiadaannya
akan menyebabkan ketiadaan apa yang
disaratkan. Dengan demikian, syarat sah
perjanjian adalah hal-hal yang harus ada dan
dipenuhi agar perjanjian itu timbul dan
mengikat. Dengan tidak ada atau tidak
dipenuhinya syarat sah perjanjian, secara
otomatis perjanjian tersebut dapat dianggap
tidak ada atau tidak mengikat.

6

bebas disini adalah suatu kesepakatan
yang betul-betul tanpa ada pengaruh dari
luar diri para pihak, yakni kesepakatan
yang bukan disebabkan karena adanya
kehilafan (Ps. 1321 KUHPdt), paksaan
(Ps. 1323 KUHPdt), dan kesepakatan
yang disebabkan adanya suatu penipuan
(Ps. 1328 KUHPdt). Yang juga perlu
diperhatikan adalah bahwa yang
bersesuaian itu adalah pernyataan para
piha tentang kehendaknya, karena
kehendak itu bersifat abstrak sedangkan
pernyataan atas kehendak itulah yang
konkrit dan dapat dijadikan dasar bahwa
telah terjadinya suatu persesuaian
kehendak.
Untuk dapat mengetahui dengan
jelas kehendak para pihak ini ada
beberapa cara guna menyatakan
kehendak, yaitu :15
1. Bahasa yang sempurna dan tertulis;
2. Bahasa yang sempurna secara lisan;
3. Bahasa yang tidak sempurna asal
dapat diterima oleh pihak lawan;
4. Bahasa isyarat asal dapat diterima
oleh pihak lawannya;
5. Diam atau membisu tetapi asal
dipahami atau diterima pihak lawan.
Kedua, kecakapan untuk membuat
suatu perikatan. Kecakapan yang
dimaksud adalah kemampuan para pihak
guna melakukan perbuatan hukum yng
berkaitan dengan perjanjian yang akan
dilakukannya. Bahwa setiap orang
menurut Undang-undang dianggap
cakap untuk membuat perikatanperikatan, kecuali yang ditentukan lain
oleh Undang-undang dan dinyatakan
tidak cakap. Pasal 1330 KUPdt
menentukan bahwa tidak cakap untuk
membuat perjanjian adalah :
1. Orang-orang yang belum dewasa;16

15

Sudikno Mertokusumo dalam Salim HS. et.
al., Perancangan Kontrak & Memorandum of
Understanding (MoU), Penerbit Sinar Grafika,
Jakarta, Cetakan Pertama 2007, hal. 10.
16
Orang belum dewasa adalah mereka yang
belum mencapai umur genap dua puluh satu

2. Mereka yang ditaruh di bawah
pengampuan;17
3. Orang-orang perempuan, dalam halhal yang ditetapkan oleh undangundang, dan pada ummnya semua
orang kepada siapa undang-undang
telah
melarang
membuat
perjanjian.18
Ketiga, suatu hal tertentu. Bahwa
benda yang akan dijadikan pokok
perjanjian sedikitnya harus dapat
ditentukan jenisnya dan hanya barangbarang yang dapat diperdagangkan saja
dapat menjadi pokok suatu perjanjian.
Yang dimaksud dengan barang dalam
perdagangan adalah barang-barang yang
sedikit banyaknya dapat ditentukan jenis
dan jumlahnya. Adalah tidak sah apabila
perjanjian dilakukan untuk melakukan
jual-beli angin (udara) lepas yang belum
jelas angin (udara) yang mana yang
akan dijadikan pokok perjanjian,
contohnya. Berbeda dengan perbuatan
hukum jual-beli angin pada praktik
Tambal Ban, bahwa angin yang dibayar
adalah angin yang dimanpatkan kedalam
ban dan angin itulah yang menjadi
pokok perbuatan hukum perjanjiannya.
Keempat, suatu sebab yang halal.
Dalam Pasal 1320 KUHPdt atau pasalpasal selanjutnya tidak ada penjelasan
tentang apa yang dimaksud dan
termasuk ke dalam sebab yang halal.
Aka tetapi dalam Pasa 1337 KUHPdt
dinyatakan secara a contrario bahwa
suatu sebab adalah terlarang, apabila
dilarang oleh undang-undang, atau
tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. (Ps.
330 KUHPdt).
17
Orang di bawah pengampuan adalah setiap
orang dewasa yang sealu berada dalam
keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap
walaupun kadang-kadang mereka cakap
menggunakan pikirannya. Termasuk juga
orang dewasa yang boros. (Ps. 433 KUHPt).
18
Berdasarkan Pasal 31 Undang-undang Nomor
: 1 Tahun 1974 tentang perkawinan Jo. Surat
Edaran Mahkamah Agung Nomor : 3 Tahun
1963, seorang Isteri juga dapat melakukan
perbuatan hukum.

7

apabila berlawanan dengan kesusilaan
baik atau ketertiban umum. Dalam
doktrin hukum perjanjian, bahwa yang
dimaksud dengan sebab yang halal
adalah bukan hubungan sebab-akibat,
melainkan isi atau maksud dari
perjanjian.
Keempat syarat tersebut di atas
dikelompokkan menjadi dua kelompok.
Syarat pertama dan kedua disebut syarat
subjektif, karena berkaitan dengan
subjek perjanjian. Syarat ketiga dan
keempat disebut syarat objektif, karena
berkaitan dengan objek perjanjian.
Kedua kategori syarat sah perjanjian
tersebut mempunyai akibat hukum yang
berlainan. Apabila syarat subjektif tidak
terpenuhi,
perjanjiannya
dapat
dibatalkan, dalam artian salah satu pihak
dapat meminta pembatalan perjanjian
yang sudah dilakukan, tetapi apabila
tdak ada yang merasa berkeberatan dan
tidak dilakukan pembatalan, perjanjian
tersebut tetap dianggap sah. Ketegori
kedua adalah syarat objektf. Apabila
syarat objektif tidak terpenuhi, maka
perjanjian yang dilakukan adala batal
demi hukum, dalam arti dianggap tidak
pernah ada perjanjian.
Dengan dipenuhinya semua syarat
sah perjanjian seperti yang telah
diuraikan tersebut, suatu perjanjian
memiliki akibat hukum yang harus
ditaati oleh para pihak atau dengan kata
lain suatu perjanjian memiliki kekuatan
mengikat. Hal itu disebabkn bahwa
semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya, seperti yang
diatur dalam Pasal 1338 KUHPdt. Kata
“semua” berarti merujuak kepada semua
jenis perjanjian apapun yang dibuat,
sedangkan kata “sah” berbarti semua
bentuk perjanjian itu harus dibuat
berdasarkan dan tunduk pada aturan
Pasal 1320 KUHPdt. Dan oleh karena
itu, suatu perjanjian tidak dapat ditarik
kembali selain dengan sepakat kedua
belah pihak, atau karena alasan-alasan

yang oleh undang-undang dinyatakan
cukup untuk itu.
Walaupun perjanjian yang sah itu
mengikat dan tidak dapat dibatalkan
oleh para pihak tanpa ada kesepakatan,
dalam hukum perjanjian juga dikenal
adanya pengecualian tentang hal
tersebut. Suatu perjanjian dapat saja
dimintakan
pembatalan
oleh
Kreditur/Berpiutang terhadap semua
tindakan
Debitur/Berutang
yang
merugikan Kreditur/Berpiutang (actio
pauliana). Hal tersebut diatur dalam
Pasal 1341 KUHPdt.
Jual-beli sebagai salah satu bentuk
perjanjian yang ada dan dikenal dalam
KUHPdt juga tidak luput dari ketentuan
umum tentang perjanjian, baik syarat
sah maupun akibat hukum dari
perjanjian yang telah dilakukan dengan
memenuhi unsur syarat sah. Jual-beli
merupkan
perjanjian
bernama
(benoemde verbintenis) sebaaimana
dimaksud dalam Pasal 1319 KUHPdt.
Yang dimaksud perjanjian bernama
ialah suatu perjanjian yang memiliki
nama khusus yang disebut dan diatur
dalam KUHPdt.
Pasal 1415 KUHPdt memberikan
pengertian tentang jual-beli sebagai
berikut :
”Jual-beli adalah suatu perjanjian, dengan
mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu
kebendaan, dan pihak lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan”.

Dari pengertian tersebut, nilai
esensial dari suatu hubungan hukum
jual-beli adalah adanya barang yang
menjadi pokok perjanjian dan adanya
harga atas barang tersebut yang telah
disepakati sebelumnya oleh para pihak.
Selain itu, bahwa alam perjanjian jualbeli barang yang disepakati dengan
harga tertentu itu harus diserahkan dari
penjual kepada pembeli, baik diserahkan
secara nyata dan atau secara yuridis.
Penyerahan ini merupakan penyerhan
fisik barangnya sekaligus penyerahan

8

hak milik yang melekat atas barang
tersebut.
Jual-beli dianggap telah terjadi
seketika setelah para pihak (penjual dan
pembeli) sepakat terhadap barangnya
dan juga harga yang akan dibayar atas
barang tersebut, sekalipun barang yang
disepakati belum diserahkan dan harga
atas barang tersebut belum dibayarkan
(Pasal 1458 KUHPdt). Walaupun
demikian, bahwa hak milik atas barang
yng dijadikan pokok perjanjian belum
tentu mejadi milik pembeli sebelum
diadakan penyerahan (levering) barang
tersebut sesuai dengan Pasal 612, 613
dan 616KUHPdt.
Dalam Pasal 612 KUHPdt
disebutkan
bahwa
penyerahan
kebendaan bergerak dilakukan dengan
penyerahan nyata ole atau atas nama
pemilik, atau penyerahannya dilakukan
dengan menyerahkan kunci-kunci atas
benda itu. Penyerahan semacam ini
dikecualikan untuk kebendaan bergerak
tak bertubuh.
Pasal 613 KUHPdt mengatur
tentang penyerahan benda-benda berupa
piutang atas nama dan kebendaan tak
bertubuh lain dimana penyerhannya
dilakukan dengan jalan membuat sebuah
akta otentik atau akta di bawah tangan,
yang menjelaskan pemindahan hak
kepemilikan
atas
suatu
benda.
Penyerahn bentuk ini yang disebut
dengan penyerahan yuridis.
Pasal 616 KUHPdt mengtur
penyerahan benda-benda tidak bergerak
yang
harus
dilakukan
dengan
pengumuman akan
akta yang
bersangkutan pada Kantor Penyimpan
Hipotik.
Dengan lahirnya perjanjian jualbeli, timbulah akibat hukum bagi para
pihak dalam jual-beli tersebut. Hak
Penjual adalah menerima pembayaran
harga atas barang yang telah disepakati.
Adapun kewajiban Pejual adalah :
1. Menyatakan dengan tegas perjanjian
jual beli tersebut;
2. Menyerahkan barang;

3. Menanggung pembeli (Ps. 1473
KUHPdt);
4. Mengembalikan kepada pembeli
segala sesuatu yang dikeluarkan
pembeli,
segal
biaya
yang
dikeluarkan untuk barangya atau
semata-mata untuk kesenangan atau
perhiasan;
5. Menanggung cacat tersembunyi,
kecuali telah diperjanjikan (Ps. 1504
KUHPdt);
6. menembalikan harga pembelian
yang
diterima,
jika
penjual
mengetahui barang yang telah dijual
mnegandung cacat, serta mengganti
segala biaya, kerugian dan bunga
kepada pembeli;
7. mengembalikan
uang
harga
pembelian jika barangnya musnah
akibat cacat tersembunyi.
Kewajiban pembeli adalah sebagai
berikut :
1. Membayar harga pembelian , pada
watu dan tempat sebagaimana
ditetapkan menurut perjanjian (Ps.
1513 KUHPdt);
2. Membayar bunga dari harga
pembelian, jika barang yang dijual
dan diserahkan memberi hasil atau
lain pendapatan.
Dalam KUHPdt juga diatur
mengenai hak membeli kembali bagi
penjual (Ps. 1519). Kekuasaan unuk
membel kembali barang yang telah
dijual daiterbitkan dari suatu janji,
dimana penjualdiberikan hak untuk
mengambil kembali barang yang
dijualnya, dengan mengembalikan harga
pembelian asal.
Penjual yang menggunakan janji
membeli
kembali
tidak
saja
diwajibkanmengembalikan
seluruh
harga pembelian asal, tetapi juga
diwajibkan menganti semua biaya
menurut hukum yang telah dikeluarkan
untuk mnyelenggarakan pembelian serta
penyerahannya, begitu pula biaya yang
menyebabkan barangnya yang dijual

9

bertambah
harganya,
tambahnya ini.

sejumla

B. Legalitas
Jual-beli
E-Commerce

Berbasis

Dalam KUPdt sebagai sumber
utama hukum perjanjian yang menjadi
aturan umum tentang hubungan hukum
perjanjian, di dalamnya tidak ditemukan
pengaturan tentang transaksi jual-beli
dengan menggunakan media elektronik.
Akan tetapi di wetboek tersebut
tercantum asas tentang kebebasan
berkontrak yang dinyatakan dalam Pasal
1338 KUPdt yang berbunyi : “semua
perjanjian yang dibuat secar sah berlaku
sebagai undang-undang bai mereka yang
membuatnya. Menurut Subekti,19 isi
Pasal 1338 tersebut tiada lain bahwa tiap
perjanjian mengikat para pihak dan
orang leluasa untuk membuat perjanjian
apa saja, asal tidak melangar ketertiban
umum atau kesusilaan.
Selain itu, kebebasan berkontrak
juga mengandung pengertian kebebasan
yang meliputi :
1. Kebebasan
untuk
menentukan
kehendak untuk menutup atau tidak
menutup perjanjian.
2. Kebebasan untuk memilih dengan
pihak mana akan ditutup suatu
perjanjian;
3. Kebebasan untuk menetapkan isi
perjanjian;
4. Kebebasan
untuk
menetapkan
bentuk perjanjian;
5. Kebebasan untuk menetapkan cara
penutupan perjanjian.
Dengan sifat terbuka yang terdapat
dalam Buku III KUPdt ini, membuka
peluang kepada semua pihak untuk
melakukan hubungan hukum perjanjian
dalam bentuk apapun dan melalui media
apapun, termasuklah di dalamnya media
internet dengan ketentuan bahwa apapun
19

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata,
Penerbit Intermasa, Jakarta, Cetakan XXXII,
2005, hal. 127.

jenis perjanjian yang dibuat tunduk pada
peraturan umum yang datur dalam
ketentuan umum mengenai perjanjian (Ps.
1319KUPdt).
1. Autentikasi20 Para Pihak
Hal yang paling esensial dalam
perjanjian jual-beli adalah adanya barang
yang menjadi pokok perjanjian dan harga
yang disepakati atas barang tersebut. Ketika
satu pihak menyatakan sepakat tentang
barang yang menjadi pokok perjanjian dan
sepakat tentang harga yang akan dibayar
atas barang itu, pada detik itulah suatu
perjanjian jual-beli lahir. Dengan kata lain,
perjanjian jual-beli lahir ketika adanya
kesepakatan atas barang dan harga.
Persoalannya akan lain ketika
perjanjian jual-beli tersebut dilakukan
dengan media internet, karena para pihak
tidak bertemu secara langsung, lantas
bagaimana dapat diketahui kesepakatan
tersebut telah terjadi.
Ada banyak cara utuk menyatakan
kehendak
yang
merupakan
bentuk
kesepakatan,
salah
satunya
dengan
menggunakan media tertulis. Pada jual-beli
tradisional, pernyataan kesepakatan yang
dilakukan melalui media tulisan (surat)
ditentukan dengan adanya tanda-tangan21
“tinta basah” yang menunjukkan otentikasi
seseorang yang menyatakan kesepakatan
tersebut. Sementara dalam perjanjian jualbeli berbasis e-commerce, tanda-tangan
“tinta basa” tersebut diganti dengan tanda
tangan elektronik yang menjamin bahwa
para pihak tidak bisa mengingkari
keberadaannya sebagai pihak dalam
transaksi yang dilakukan, dengan fungsi
yang sama dengan tanda-tangan tradisional.
Tanda tangan digital merupakan satu
tandatangan
elektronik
yang
dapat
digunakan untuk membuktikan keaslian
20

Autentik : dapat dipercaya; benar; asli. Lihat,
W.J.S Poerwadarminta, Op. Cit. hal. 65.
Autentikasi dapat diartikan suatu proses untuk
mengetahui kebenaran, keaslian sesuatu.
21
Ketentuan tentang pembubuhan tanda-tangan
dapat ditemukan dalam Pasal 44 ayat (1)
Undang-undang Nomor : 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, yang berkaitan
dengan pembuatan akta otentik. Tanpa ada
penjelasan lebih lanjut tentang pengertian,
cara dan bentuk tanda-tangan.

10

identitas pengirim dari suatu pesan atau
penandatangan dari suatu dokumen, dan
untuk memastikan isi yang asli dari pesan
atau dokumen itu sudah dikirim tanpa
perubahan. Dengan demikian, pihak yang
menerima informasi elektronik dalam hal ini
menerima pernyataan kehendak tentang
kesepakatan jual-beli, dapat menjadikan
informasi elektronik itu sebagai dasar
bahwa kesepakatan telah terjadi. Pentingnya
tanda-tangan elektronik dijadikan dasar
untuk autentikasi didasarkan pada sifat
tanda-tangan elektronik itu sendiri yang
otentik, tak bisa/sulit ditulis/ditiru orang
lain. Pesan dan tandatangan pesan tersebut
juga dapat menjadi barang bukti, sehingga
penandatangan tak bisa menyangkal bahwa
dulu ia tidak pernah menandatanganinya.
Sifat lain yang khas dari tanda-tangan
elektronik adalah hanya sah untuk dokumen
(pesan) itu saja atau salinannya yang sama
persis. Tandatangan itu tidak isa
dipindahkan ke dokumen lainnya, meskipun
dokumen lain itu hanya berbeda sedikit. Ini
juga berarti bahwa jika dokumen itu diubah,
tandatangan digital dari pesan tersebut tidak
lagi sah.
Selanjutnya tanda tangan dapat
diperiksa dengan mudah, termasuk oleh
pihak - pihak yang belum pernah bertatap
muka langsung dengan penandatangan.
Adapun arti penting adanya suatu
tanda-tangan adalah untuk :22
1. Mengidentifikasi penandatanganan.
2. Menjamin
keaslian
mengenai
penandatanganan.
3. Mengikat penandatanganan pada inti
dokumen.
4. Membuktikan adanya maksud untuk
terikat pada isi kontrak yang
ditandatangani.
Dalam Undang-undang Nomor : 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE), disebutkan
bahwa Tanda Tangan Elektronik adalah
tanda tangan yang terdiri atas informasi
elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau
22

Yosrila, Aspek Hukum Pembubuhan Cap Ibu
Jari/Cap Jempol Dalam Pembuatan Akta
Otentik,
Program
Studi
Magister
Kenotariatan,
Program
Pascasarjana
Universitas Diponegoro, Semarang, 2006, hal.
58.

terkait dengan infromasi elektronik23
lainnya yang digunakan. sebagai alat
verifikasi dan autentikasi (cetak tebal oleh
Penulis).
Autentikasi ini sangat diperlukan
dalam sebuah perjanjian jual-beli untuk
menghindari kehilafan atau kesesatan
mengenai subjek hukum yang menjadi
lawan janji. Hal ini sangat menentukan,
karena kepakatan yang diberikan yang
diakibatkan karena adanya kehilafan atau
kesesatan atas lawan janji adalah bukan
kesepakatan sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 1320 KUHPdt.
Walaupun demikian, menurut Pasal
1322 ayat (2) KUHPdt kehilafan itu tidak
menjadi sebab suatu pembatalan, jika
kehilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya
orang dengan siapa seorang bermaksud
membuat suatu perjanjian, kecuali jika
perjanjian itu telah dibuat terutama karena
mengingat dirinya orang tersebut. Dalam
hal ini, J. Satrio24 berpendapat bahwa orang
hanya dapat mengemukakan kesesatan
mengenai diri lawan janjinya sebagai dasar
untuk pembatalan perjanjian kalau persoon
lawan janji tersebut penting untuk
pelaksanaan perjanjian yang ditutup. Di sini
kecakapan/kualitas lawan janji arus menjadi
pokok/tujuan
diadakannya
perjanjian
tersebut.
Dengan
adanya
tanda-tangan
elektronik ini pihak lawan janji dapat mengautentikasi suatu informasi elektronik
adalah benar dan asli dikirimkan oleh
“benar-benar” lawan janjinya. Dengan
demikian, kesepakatan yang dilakukan
merupakan kesepakatan sempurna.
Tanda Tangan Elektronik dalam
Transaksi Elektronik juga berfungsi sebagai
persetujuan Penanda Tangan atas Informasi
23

Informasi Elektronik adalah satu atau
sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar,
peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic
mail), telegram, teleks, telecopy atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
simbol, atau perforasi yang telah diolah yang
memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang
yang mampu memahaminya. Lihat, Pasal 1
angka 1 UU ITE.
24
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang
Lahir Dari Perjanjian, Buku I, Penerbit Citra
Aditya, Bandung, 2001, hal. 311.

11

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang ditandatangani dengan Tanda Tangan
Elektronik tersebut dengan segala akibat
hukum yang ditimbulkannya.
Tidak semua tanda tangan elektronik
memiliki akibat hukum dan kekuatan
hukum mengikat. Tanda tangan elektronik
memiliki akibat hukum dan kekuatan
hukum mengikat harus memenuhi beberapa
syarat, yaitu :
a. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik
terkait hanya kepada Penanda Tangan;
b. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik
pada saat proses penandatanganan
elektronik hanya berada dalam kuasa
Penanda Tangan;
c. Segala perubahan terhadap Tanda Tangan
Elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
d. Segala perubahan terhadap Informasi
Elektronik yang terkait dengan Tanda
Tangan Elektronik tersebut setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
e. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk
mengidentifikasi
siapa
Penandatangannya; dan
f. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan
bahwa Penanda Tangan telah memberikan
persetujuan terhadap Informasi Elektronik
yang terkait.

2. Saat Berlaku dan
Perjanjian Jual-Beli

Mengikatnya

Bahwa yang menjadikan suatu
perjanjian jual-beli itu berlaku dan mengikat
para pihak adalah apabila perjanjian tersebut
sah menurut undang-undang, yakni seperti
yang disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPdt.
Begitu juga dalam perjanjian jual-beli
berbasis
e-commerce,
bahwa
suatu
perjanjian jual-beli melalui internet
dianggap sah apabila memenuhi syarat sah
suatu kontrak elektronik. Hal ini dapat
diketahui dalam Pasal 47 ayat (2) R.P.P
Penyelenggaraan Informasi dan Transaksi
Elektronik (PITE) walaupun dalam redaksi
yang berbeda dengan Pasal 1320 KUHPdt,
yaitu :
a. Terdapat kesepakatan para pihak;
b. Dilakukan oleh subjek hukum yang cakap
atau yang berwenang mewakili sesuai
ketentuan ketentuan peraturan perundangundangan;

c. Terdapat hal tertentu;
d. Objek transaksi tidak boleh bertentangan
dengan undang-undang.
Selain dari syarat sah tersebut, dalam
Pasal 48 ayat (4) RPP-PITE tersebut
dicantumkan adanya kewajiban yang harus
ada dalam suatu perjanjian jual-beli berbasis
e-commerce, sebagai berikut :
a. Data/informasi para pihak;
b. Objek dan spesifikasi;
c. Persyaratan Transaksi Elektronik;
d. Harga dan biaya;
e. Prosedur dalam hal terdapat pembatalan
dilakukan oleh para pihak;
f. Ketentuan yang memberikan hak kepada
pihak yang dirugikan untuk dapat
mengembalikan barang dan/atau meminta
penggantian barang jika terdapat cacat
tersembunyi; dan
g. Pilihan hukum penyelesaian Transaksi
Elektronik.

Seperti halnya dalam jual-beli
tradisional, bahwa perjanjian jual-beli
dianggap tela terjadi seketika setelah
para pihak mencapai sepakat tentang
kebendaan dan harga atas barangnya,
meskipun
kebendaan
itu
belum
diserahkan, dan harga juga belum
dibayarkan. Begitu juga dalam jual-beli
berbasis e-commerce, bahwa lahir dan
mulai berlakunya suatu perjanjian jualbeli berbasis e-commerce adalah ketika
tercapainya kesepakatan para pihak,
kecuali
dijanjikan
lain.
Dimana
kesepakatan terjadi pada saat penawaran
transaksi yang dikirim oleh Pengirim
telah diterima dan disetujui oleh
Penerima. Jadi, dengan kata lain suatu
perjanjian elektronik itu lahir ketika
penawaran transaksi telah dikirim oleh
Pengirim dan telah diterima oleh
Penerima. Tetapi saat terjadinya
kesepakatan seperti demikian dapat saja
disimpangi oleh para pihak dengan
mengadakan
perjanjian
tentang
bagaimana kesepakatan itu akan
tercapai. Mengenai kapan waktu
pengiriman dan penerimaan tersebut
dijelaskan dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2)
UU-ITE.

12

Kecuali diperjanjikan lain, waktu
pengiriman suatu Informasi Elektronik
dan/atau
Dokumen
Elektronik
ditentukan
pada
saat
Informasi
Elektronik
dan/atau
Dokumen
Elektronik telah dikirim dengan alamat
yang benar oleh Pengirim ke suatu
Sistem Elektronik yang ditunjuk atau
dipergunakan Penerima dan telah
memasuki Sistem Elektronik yang
berada di luar kendali Pengirim. Dan
jika tidak diperjanjikan lain, waktu
penerimaan suatu Informasi Elektronik
dan/atau
Dokumen
Elektronik
ditentukan
pada
saat
Informasi
Elektronik
dan/atau
Dokumen
Elektronik memasuki Sistem Elektronik
di bawah kendali Penerima yang berhak.
Dari uraian di atas, bahwa berlaku
dan mengikatnya perjanjian jual-beli
elektronik terjadi sesuai dengan
kemauan para pihak, tetapi apabila para
pihak tidak menentukan tentang kapan
harus dicapainya detik kesepakatan,
maka ketentuan yang ada pada UU-ITE
dan aturan pelaksanaanya yang berlaku.
Yang perlu diperhatikan juga
adalah
tentang
sera
terima
barang/penyeraan/levering yang menjadi
syarat berpindanya hak kepemilikan
suatu benda yang menjadi objek
transaksi jual-beli, dari penjual kepada
pembeli. Bahwa ketika barang yang
telah disepakati sebagai pokok transaksi
jual-beli dikirim oleh pengirim (penjual)
dan diterima oleh penerima (pembeli)
pada detik itulah hak kepemilikan atas
benda tersebut beralih. Hal tersebut
dengan diikuti kewajiban pengirim
(penjual) memberikan batas waktu
kepada konsumen untuk mengembalikan
barang apabila barang yang dikirim
tidak sesuai dengan yang diperjanjikan
atau terdapat cacat tersembunyi.25

25

Bagi para pelaku usaha yang tidak
memberikan batas waktu tersebut diancam
dengan sanksi administratif mulai dari teguran
tertulis, denda administratif, pemberhentian
sementara, tidak diberikan perpanjangan izin,

3. Kewajiban dan Tanggung Jawab
Para Pihak
Penulis dalam point ini membatasi
para pihak hanya pihak pelaku usaha
(selaku penjual) dan konsumen (selaku
pembeli)
dalam
transaksi
yang
dilakukan.
Selain kewajiban-kewajiban yang
ditentukan dalam KUHPdt bagi para
pihak dalam jual-beli (pada poin ini
tidak akan penulis uraikan lagi), dalam
UU-ITE juga ditentukan tentang
kewajiban dan tanggung jawab yang
dibebankan kepada para pihak dalm
melakukan transaksi elektronik yang
akhirnya dituangkan dalam bentuk
kontrak elektronik.
Pasal 9 UU-ITE menentukan
kewajiban pelaku usaha selaku penjual
yang menawarkan produk melalui
Sistem Elektronik harus menyediakan
informasi yang lengkap dan benar
berkaitan dengan syarat kontrak,
produsen, dan produk yang ditawarkan.
Hal ini dimaksudkan agar konsumen
yang menjadi pembeli potensial
mendapatkan informasi yang utuh dan
benar tentang barang yang akan
dijadikan pokok perjanjian dan juga
guna
menghindari
adanya
kesesatan/kehilafan atas barang.
Bahkan
dalam
RPP-PITE
ditentukan
bahwa
pelaku
usaha
memiliki kewajiban :
a. Pelaku Usaha wajib memberikan
kejelasan
informasi
tentang
penawaran kontrak atau iklan
(advertensi).
b. Pelaku Usaha wajib memberikan
batas waktu kepada konsumen untuk
mengembalikan apabila barang yang
dikirim tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan atau terdapat cacat
tersembunyi.
c. Pelaku Usaha wajib memastikan
bahwa barang telah dikirim.

sampai sanksi paling berat berupa pencabutan
izin. Lihat, Pasal 67 ayat (2) RPP-PITE.

13

d. Pelaku
Usaha
tidak
dapat
membebani
konsumen
tentang
kewajiban membayar berkaitan
dengan barang yang dikirim tanpa
dasar kontrak
Para pelaku usaha yang melanggar
ketentuan tersebut diancam sanksi
administratif.26
Penyelenggaraan
Transaksi
Elektronik yang dilakukan para pihak
wajib dilakukan dengan memperhatikan
itikad baik (good feith), prinsip kehatihatian, transparansi, akuntabilitas, dan
kewajaran.
Penyelenggara
Transaksi
Elektronik wajib memberikan data dan
informasi yang benar dan menyediakan
layanan dan menyelesaikan pengaduan,
juga
Penyelenggara
Transaksi
Elektronik wajib memberikan pilihan
hukum terhadap pelaksanaan Transaksi
Elektronik.

dokumennya yang menurut undangundang harus dibuat dalam bentuk akta
notaril atau akta yang dibuat oleh
pejabat pembuat akta (Pasal 5 ayat (4)
UU-ITE).
Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya tersebut merupakan perluasan
dari alat bukti yang sah sesuai dengan
Hukum Acara yang berlaku di
Indonesia. Hal ini menjadi terobosan
hukum oleh pembuat Undang-undang
sebagai jawaban dari tuntutan kepastian
hukum di bidang transaksi elektronik.
Akan tetapi syarat yang harus dipenuhi
agar dokumen elektronik tersebut
dinyatakan sah apabila menggunakan
sistem elektronik sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam UU-ITE,
yakni sistem elektronik sebagaimana
diatur dalam Pasal 15 dan 16 UU-ITE.

5. Penyelesaian Sengketa
4. Keabsahan Dokumen
Dalam hukum perjanjian Indonesia
tidak
ditentukan
tentang
bentuk
perjanjian yang harus dibuat. Selama
perjanjian itu memenuhi unsur syarat
sah, perjanjian memiliki kekuatan
mengikat bagi para pihak yang
membuatnya, baik perjanjian itu
dituangkan dalam bentuk lisan maupun
dalam bentuk dokumen tertulis.
Dalam
perjanjian
jual-beli
elektronik yang dituangkan dalam
bentuk kontrak (perjanjian) elektronik
bersifat mengikat bagi para pihak, hal
ini ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (1)
UU-ITE. Semua transaksi elektronik
harus dituangkan dalam kontrak
elektronik, baik dalam bentuk informasi
dan atau dokumen elektronik dimana
hasil cetaknya merupakan alat bukti
hukum yang sah (Pasal 5 ayat (1) UUITE) kecuali surat yang menurut
Undang-undang harus dibuat dalam
bentuk tertulis dan surat beserta
26

Ibid.

Dalam kaidah hukum perdata,
ditentukan bahawa tiap perbuatan
melanggar hukum, yang membawa
kerugian
kepada
seorang
lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut.
Yang secara formal hal tersebut
dilaksanakan dalam bentuk gugatan ke
Pengdilan guna mendapatkan keputusan
tentang tindakan yang dianggap
merugikan tersebut. Demikian juga
dalam setiap transaksi elektronik yang
termasuk dalam ruang privat, juga dapat
diajukan gugatan terhadap pihak yang
menyelenggarakan sistem elektronik
dan/atau
menggunakan
teknologi
informasi yang menimbulkan kerugian
diman gugatan perdata dilakukan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
Selain
penyelesaian
gugatan
perdata, para pihak dapat menyelesaikan
sengketa melalui arbitrase, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya
sesuai dengan ketentuan Peraturan
14

Perundang-undangan.
Dalam
mengajukan
gugatan,
UU-ITE
mengatur
juga
gugatan
dengn
mekanisme gugatan perwakilan (calss
action)
terhadap
pihak
yang
menyelenggarakan Sistem Elektronik
dan/atau
menggunakan
Teknologi
Informasi yang berakibat merugikan
masyarakat.
6. Pilihan Hukum (choice of law) dan
Forum Peradilan
Pilihan hukum dalam transaksi
elektronik timbul untuk transaksitransaksi yang bersifat internasional
yang mana para pihak dalam transaksi
tersebut tunduk pada hukumnya masingmasing. Setiap transaksi elektronik yang
dituangkan dalam kontrak elektronik
wajib memuat klausul pilihan hukum
penyelesaian transaksi elektronik yang
dilaksanakan. Hal ini sebagai antisipasi
apabila di kemudian hari terjadi
sengketa dalam kontrak elektronik yang
dilaksanakan, para pihak telah memilih

hukum yang mana yang akan digunakan
sebagai pilihan penyelesaian sengketa.
Namun, apabila para pihak tidak
melakukan pilihan hukum dalam
transaksi
elektronik
internasional,
hukum yang berlaku didasarkan pada
asas Hukum Perdata Internasional.
Begitu pula dengan forum
peradilan yang akan menyelesaikan
sengketa transaksi elektronik yang
mungkin akan terjadi, ditentukan bahwa
dalam UU-ITE para pihak memiliki
kewenangan untuk menetapkan forum
pengadilan, arbitrase, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya
yang berwenang menangani sengketa
yang mungkin timbul dari transaksi
elektronik internasional yang dibuatnya.
Jika para pihak tidak melakukan pilihan
forum,
penetapan
kewenangan
pengadilan, arbitrase, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya
yang berwenang menangani sengketa
yang mungkin timbul dari transaksi
tersebut, didasarkan pada asas Hukum
Perdata Internasional.

KESIMPULAN
Dari uraian yang sudah Penulis
sampaikan
bahwa
secara
nyata
perkembangan teknologi di bidang
informasi dan teknologi menjadi suatu
hal yang mutlak tidak bisa dihindari
terlebih dalam pergaulan global. Salah
satu aspek dari perkembangan tersebut
adalah transaksi komersial yang
menggunakan
media
transaksi
elektronik
dengan
memanfaatkan
jaringan internet yang dalam beberapa
hal sebelum lahirnya UU-ITE Tahun
2008 terjadi ketidak pastian hukum
dalam
setiap
transaksi
yang
dilaksanakan.
Dengan lahirnya UU-ITE semua
permasalahan hukum yang timbul dalam
semua bentuk transaksi jual-beli
berbasis e-commerce mendapatkan
pengaturan yang jelas serta memiliki

nilai kepastian hukum yang selaras
denga