FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI UPT PUSKESMAS CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2016

  

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI UPT PUSKESMAS CILEUNGSI

KABUPATEN BOGOR TAHUN 2016

  1 2 1,2 Aulia Ulfa A , Dwi Wahyuni Prodi S1 Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan, Universitas MH Thamrin Alamat Korespondensi:

  Jl. Raya Pondok Gede No 23-25 Kramat Jati, Jakarta Timur Telp: 021 8096411 ext 1208

ABSTRAK

  Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi penyebab tingginya angka kematian di Indonesia. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit kardiovaskuler dan penyakit ginjal. Hal ini menjadi ancaman serta tantangan kesehatan global untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada lansia di UPT Puskesmas Cileungsi, Kabupaten Bogor Tahun 2016.

  Jenis penelitian ini adalah studi non-eksperimental dengan menggunakan desain potong lintang (cross sectional) dimana penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang diamati pada waktu yang bersamaan. Sampel penelitian berjumlah 91 orang, pengumpulan data menggunakan kuesioner, FFQ, pengukuran antropometri dan tekanan darah. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi kejadian hipertensi pada lansia sebesar 68,1%. Faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipertensi adalah riwayat keluarga, konsumsi kalium, aktifitas fisik, dan stres. Faktor-faktor yang tidak berhubungan secara signifikan adalah umur, jenis kelamin, konsumsi garam, obesitas dan merokok.

  Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan peneliti adalah meningkatkan konsumsi buah dan sayur guna meningkatkan asupan kalium, mengurangi kadar penggunaan garam, melakukan aktifitas fisik minimal 30 menit selama 3-5 hari per minggu, kelola stres dan kontrol tekanan darah minimal 1 bulan sekali. Kata Kunci : Hipertensi lansia, UPT Puskesmas Cileungsi

  PENDAHULUAN 1 Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang paling penting untuk diobati karena hipertensi adalah 2 faktor risiko tertinggi untuk angka kesakitan dan kematian.

  Hipertensi yang tidak ditangani dapat menjadi penyebab kondisi kesehatan yang serius, termasuk stroke, 3 pembengkakan pembuluh darah, penyakit jantung koroner, penyakit ginjal dan penyakit arteri lainnya.

  Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan pada kelompok lansia. Sebagai hasil pembangunan yang pesat, dewasa ini dapat meningkatkan umur harapan hidup, sehingga jumlah lansia bertambah tiap tahunnya, peningkatan usia 4 tersebut sering diikuti dengan meningkatnya penyakit degeneratif dan masalah kesehatan lain pada kelompok ini.

  Menurut status laporan global penyakit tidak menular tahun 2010, prevalensi hipertensi telah meningkat selama satu dekade terakhir dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi hampir 1 miliar pada tahun 2008 karena pertumbuhan 5 penduduk dan penuaan.

  Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 26,5%. Jawa barat menempati urutan ke-4 tertinggi dengan prevalensi Hipertensi sebesar 29,4%. Angka ini menunjukan 6 prevalensi di Jawa Barat masih lebih tinggi dibanding angka Nasional. Angka nasional hipertensi mengalami 7 penurunan dari tahun 2007 sebesar 31,7% (berdasarkan pengukuran), namun Jawa Barat tetap stabil sebesar 29,4%.

  Prevalensi hipertensi berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan pengukuran terlihat meningkat dengan bertambahnya umur. Berdasarkan hasil pengukuran prevalensi hipertensi pada lansia umur 55-64 tahun sebesar 45,9%, umur 65-74 tahun sebesar 57,6% dan >75 tahun sebesar 63,8%. Berdasarkan hasil wawancara terdiagnosis tenaga kesehatan pada lansia umur 55-64 tahun sebesar 20,7%, umur 65-74 tahun sebesar 26,7% dan >75 tahun 6 sebesar 27,9%. Hipertensi menjadi peringkat pertama pola penyakit rawat jalan pada usia lanjut di Puskesmas Kabupaten

  Bogor dengan jumlah kasus 99.260 (14,18%) dan peringkat kedua untuk pola penyakit rawat jalan di Rumah Sakit pada golongan umur yang sama sebesar 8.074 kasus (12,84%). Data ini menunjukkan potensi besar adanya 8 kemungkinan peningkatan angka morbiditas akibat hipertensi di Kabupaten Bogor. Penyebab kematian usia lanjut (umur 45->70 tahun) di Kabupaten Bogor Tahun 2014 yang terbanyak adalah stroke sebanyak 406 orang (27,12%), dan Hipertensi merupakan salah satu pemicu utama kejadian stroke. 8 Pada tahun 2015, data Puskesmas Cileungsi menunjukkan bahwa penyakit Hipertensi terus menjadi 4 penyakit tertinggi di Kecamatan Cileungsi selama 8 bulan.

  Hipertensi 3 kali dalam satu tahun menduduki peringkat pertama Angka kesakitan. 9 Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan April 2016 menggunakan data register lansia di Puskesmas Cileungsi menunjukkan prevalensi Hipertensi sebesar 31%. 10 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi. Hal ini sebagai upaya preventif dan kontrol terhadap penyakit hipertensi yang notabene masih tinggi angka prevalensinya.

  40

  46

  45 50,5 49,5

  Kejadian Overweight Overweight Tidak Overweight

  6

  85 6,6 93,4

  Aktifitas Fisik Tidak Ya

  51

  56

  46 49,5 50,5

  44 Merokok Merokok/pernah merokok Tidak merokok

  30

  61

  33

  67 Kejadian Stres Ya Tidak

  43

  48 47,3 52,7

  Konsumsi Kalium Kurang (≤ median) Cukup (> median)

  45

  METODE

  62

  Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional (potong lintang) dengan metode kuantitatif. Sampel penelitian berjumlah 91 orang dengan teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling (lansia berumur ≥ 55 tahun yang datang berkunjung ke UPT Puskesmas Cileungsi). Alat pengumpulan data berupa kuesioner karakteristik, gaya hidup, pengukuran tekanan darah dan antropometri serta FFQ (Food Frequency Questionnaire).

  FFQ yaitu kuesioner kebiasaan konsumsi makanan dalam penelitian ini adalah garam dan kalium.

  Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2016. Analisis yang dilakukan adalah univariat dan bivariat untuk mengetahui hubungan dua variabel yaitu dependen dengan independen. Variabel dependen adalah kejadian hipertensi dan independen adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, konsumsi garam, konsumsi kalium, overweight, aktifitas fisik, merokok dan kejadian stres.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Univariat Tabel 1.

  

Distribusi Frekuensi

Variabel n Mean Umur (≥55-90 tahun)

  91

  64 Variabel n (%) Kejadian Hipertensi (≥140/90 mmHg) Hipertensi Tidak Hipertensi

  29 68,1 31,9

  Konsumsi Garam Lebih (> median) Cukup (≤ median)

  Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki

  51

  40

  56

  44 Riwayat Keluarga Hipertensi Tidak Hipertensi

  31

  60 34,1 65,9

  Kejadian hipertensi di Puskesmas Cileungsi sebanyak 62 lansia (68,1%), sementara lansia yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 29 lansia (31,9%). Berdasarkan umur yang diteliti, rerata umur responden adalah 64 tahun. Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa sebanyak 51 orang lansia (56%) berjenis kelamin perempuan. Lansia yang memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi sebanyak 31 orang (34,1%). Sebanyak 46 orang lansia (50,5%) memiliki frekuensi atau kebiasaan konsumsi garam yang cukup, sementara sebanyak 46 orang (50,5%) lansia memiliki frekuensi konsumsi kalium yang kurang. Lansia yang tidak overweight dan memiliki status gizi yang cukup sebanyak

  85 orang (93,4%). Sebanyak 51 orang lansia (56%) tidak melakukan aktifitas fisik dalam 1 bulan terakhir. Lansia yang tidak merokok sebanyak 61 orang (67%). Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa sebanyak 48 orang lansia (52,7%) tidak mengalami stres.

  8

  57 83,3 67,1

  1

  28 16,7 32,9 0,408

  Aktifitas Fisik Tidak Ya

  42

  20 82,4

  50

  9

  20 17,6 50 0,002

  Merokok Merokok/pernah merokok Tidak merokok

  22

  40 73,3 65,6

  21 26,7 34,4 0,612

  Overweight Ya Tidak

  Kejadian Stres Ya Tidak

  37

  25

  86 52,1

  6

  23

  14 47,9 0,001

  Umur dengan Hipertensi n Mean (tahun) SD P-value Hipertensi

  62

  64.56

  7.82 0.385 Tidak Hipertensi

  29

  63.14

  5

  13 51,1 0,000

  Analisis Bivariat

Tabel 2.

  33 93,5

  

Hubungan Kejadian Hipertensi dengan Variabel Independen

  Rerata umur pada responden yang mengalami hipertensi adalah sebesar 64,56 tahun dan rerata umur pada responden yang tidak mengalami hipertensi sebesar 63,14 tahun. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Independent Sample T-test menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian hipertensi. Tidak adanya hubungan disebabkan karna sampel bersifat homogen dan dikategorikan sebagai lansia dengan batas umur ≥55 tahun. Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan hipertensi. 11,12 Kategori homogen inilah yang menyebabkan tidak adanya hubungan dikarenakan semua responden sudah mengalami masa penuaan sehingga tekanan darah naik mengikuti umur.

  Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan hipertensi diperoleh bahwa diantara 51 responden yang berjenis kelamin perempuan, terdapat 34 responden (66,7%) yang menderita hipertensi. Sedangkan diantara 40 responden berjenis kelamin laki-laki, terdapat 28 responden (70%) yang menderita hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p-value sebesar 0,911 artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada lansia. Penelitian lain menyatakan hal yang sama bahwa tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada lansia. 13,14 Pergeseran gaya hidup dalam pola makan yang tidak sehat, aktifitas fisik kurang dan nilai ambang stres pada perempuan yang lebih rendah. Pun ini terjadi kemungkinan karena responden perempuan umumnya lebih banyak yang mengikuti program lansia berupa senam terapi dan kegiatan kerohanian. Disamping itu responden perempuan juga lebih banyak melakukan pekerjaan rutin di rumah dibanding laki-laki. 15 Hasil analisis hubungan antara riwayat keluarga dengan hipertensi diperoleh bahwa diantara 31 responden yang memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi, terdapat 29 responden (93,5%) yang menderita hipertensi.

  Sedangkan diantara 60 responden yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi, terdapat 33 responden

  Variabel Independen Hipertensi Tidak Hipertensi P-value n % n %

n = 91 orang

Jenis Kelamin

  Perempuan Laki-laki

  34

  28 66,7

  70

  17

  12 33,3 30 0,911

  Riwayat Keluarga Ya Tidak

  29

  55

  23

  2

  27 6,5 45 0,000

  Konsumsi Garam Lebih (> median) Cukup (≤ median)

  28

  34 62,2 73,9

  17

  12 37,8 26,1 0,331

  Konsumsi Kalium Kurang

  (≤ median) Cukup (> median)

  40

  22

  87 48,9

  6

  5.86

  (55%) yang menderita hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p-value sebesar 0,000 artinya ada hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi pada lansia. Dari beberapa studi sebelumnya riwayat keluarga memiliki hipertensi secara signifikan berhubungan dengan kejadian 16 17,18 hipertensi . Anggota keluarga memiliki gaya hidup dan faktor genetik yang sama . Hasil analisis hubungan antara konsumsi garam dengan hipertensi diperoleh bahwa diantara 45 responden yang konsumsi garamnya lebih, terdapat 28 responden (62,2%) yang menderita hipertensi. Sedangkan diantara 46 responden yang konsumsi garamnya cukup, terdapat 34 responden (73,9%) yang menderita hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p-value sebesar 0,331 artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara konsumsi garam dengan kejadian hipertensi pada lansia. Tidak dapat dibuktikan korelasi yang signifikan antara konsumsi natrium dengan hipertensi, kemungkinan oleh karena faktor sensitifitas seseorang, dan juga disebabkan umumnya responden mengkonsumsi natrium dalam jumlah yang 15 rendah, melalui pengurangan makanan secara berlebihan, dan hal ini akan memberikan dampak yang merugikan. Hasil analisis hubungan antara konsumsi kalium dengan hipertensi diperoleh bahwa diantara 46 responden yang konsumsi kaliumnya kurang, terdapat 40 responden (87%) yang menderita hipertensi. Sedangkan diantara responden yang konsumsi kaliumnya cukup, terdapat 22 responden (48,9%) yang menderita hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p-value sebesar 0,000 artinya ada hubungan yang bermakna antara konsumsi kalium rendah dengan kejadian hipertensi pada lansia. Kalium berhubungan lebih dengan penurunan tekanan darah. Kalium berpartisipasi dalam memelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa. Kalium juga berperan dalam transmisi impuls saraf dan tekanan otot. Selain itu enzim yang berpartisipasi pada metabolisme energi akan berfungsi lebih efesien ketika berkaitan dengan potassium (kalium). Kalium merupakan elektrolit utama untuk mengontrol cairan intraseluler. Suplemen kalium dapat menurunkan 19 tekanan darah pada penderita hipertensi. Hasil analisis hubungan antara Overweight dengan hipertensi diperoleh bahwa diantara 6 responden dengan

  

Overweight , terdapat 5 responden (83,3%) yang menderita hipertensi. Sedangkan diantara 68 responden tidak

Overweight , terdapat 57 responden (67,1%) yang menderita hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p-value

  sebesar 0,408 artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara Overweight dengan kejadian hipertensi pada lansia. Tidak adanya hubungan kemungkinan disebabkan oleh peningkatan sistem simpatis. Peningkatan sistem simpatis ini sejalan dengan hasil tabulasi silang antara obesitas dengan kejadian stress, yaitu diketahui bahwa kejadian stress lebih banyak didapatkan pada lansia yang tidak obesitas. Artinya saraf simpatis yang mengatur fungsi saraf dan hormon 20,21 dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung, penyempitan arteri serta peningkatan penahanan air dan natrium.

  Hasil analisis hubungan antara aktifitas fisik dengan hipertensi diperoleh bahwa diantara 51 responden yang tidak melakukan aktifitas fisik, terdapat 42 responden (82,4%) yang menderita hipertensi. Sedangkan diantara 40 responden yang melakukan aktifitas fisik, terdapat 20 responden (50%) yang menderita hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p-value sebesar 0,002 artinya ada hubungan yang bermakna antara aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia.

  Peranan mekanisme kerja otot pada saat melakukan aktifitas fisik sangat penting dalam pengaturan tekanan darah seseorang. Dalam proses tersebut terjadi penurunan resistensi pembuluh darah perifer melalui dilatasi arteri pada 22 otot yang bekerja. Berolahraga teratur baik untuk menambah kekuatan jantung dalam memompa darah yang berefek pada pengontrolan tekanan darah, dan cukup dilakukan dengan olahraga ringan atau sedang tiga hingga lima kali 21 dalam seminggu dan minimal 30 menit.

  Hasil analisis hubungan antara merokok dengan hipertensi diperoleh bahwa diantara 30 responden yang merokok atau pernah merokok, terdapat 22 responden (73,3%) yang menderita hipertensi. Sedangkan diantara 61 responden tidak pernah merokok, terdapat 40 responden (65,6%) yang menderita hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p-value sebesar 0,612 artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara merokok dengan kejadian hipertensi pada lansia. Merokok menyebabkan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke jantung menjadi meningkat. Nikotin dan karbondioksida yang terkandung dalam rokok akan merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, 23 elastisitas pembuluh darah berkurang sehingga menyebabkan tekanan darah meningkat. Hasil analisis hubungan antara stres dengan hipertensi diperoleh bahwa diantara 43 responden yang mengalami stres, terdapat 37 responden (86%) yang menderita hipertensi. Sedangkan diantara 48 responden yang tidak mengalami stres, terdapat 25 responden (52,1%) yang menderita hipertensi. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p-value sebesar 0,001 artinya ada hubungan yang bermakna antara stres dengan kejadian hipertensi pada lansia. Mekanisme hormon stres terhadap meningkatnya tekanan darah pada kardiovaskular yaitu ketika norepinephrine dihasilkan maka terjadi peningkatan hormon tersebut pada jantung yang dapat meningkatkan output jantung, sehingga kadar epinephrine juga akan meningkat. Peningkatan yang disebabkan oleh hormon tersebut dapat meningkatkan 13 tekanan darah sebanyak 5 mmHg. Untuk menghindari hipertensi, maka kejadian stres perlu dikendalikan.

  KESIMPULAN

  Prevalensi hipertensi pada lansia di UPT Puskesmas Cileungsi sebesar 68,1%. Hasil analisis univariat adalah rerata umur responden lansia adalah 64 tahun, proporsi lansia berjenis kelamin perempuan sebesar 56%, lansia tidak memiliki riwayat keluarga hipertensi sebesar 65,9%, konsumsi garam/hari > median adalah 50,5%, konsumsi kalium/hari ≤ median adalah 50,5%. Lansia yang tidak overweight sebesar 85%, lansia yang tidak melakukan aktifitas fisik sebesar 56%. Lansia yang tidak merokok sebesar 67% dan 52,7% lansia tidak mengalami stres.

  Faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipertensi pada lansia dalam penelitian ini adalah riwayat keluarga (p-value 0,000), konsumsi kalium (p-value 0,000), aktifitas fisik (p-value 0,002), dan stres (p- value 0,001).

  Faktor-faktor yang tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipertensi (p-value > 0,05) adalah umur, jenis kelamin, konsumsi garam, overweight dan merokok.

  SARAN

  Lansia yang memiliki riwayat keluarga dengan hipetensi lebih beresiko untuk menderita hipertensi, maka perlu untuk mengatur pola hidup sehat dengan cara menjaga tekanan darah dalam batas normal. Kontrol tekanan darah minimal 1 bulan sekali.

  Konsumsi sayur dan buah (alpukat, markisa, jambu merah, pisang, kurma, air kelapa, pepaya, buncis, wortel, rebung, seledri, sawi, kedelai, kacang merah, dan bayam) agar asupan kalium tercukupi, sebab ada hubungan terbalik antara natrium dan kalium. Kalium yang cukup dapat menjaga tekanan darah pada batas normal. Melakukan aktifitas fisik atau olahraga tanpa beban seperti jalan kaki, jogging, renang, dan aktivitas aerobik lainnya minimal 30 menit selama 3-5 hari per minggu.

  Mengelola stres dengan melakukan aktifitas yang menyenangkan seperti traveling (tamasya) agar pikiran rileks dan perasaan menjadi lebih nyaman, sharing dengan petugas kesehatan, mengikuti kegiatan posyandu lansia dan bersosialisasi dengan sesama lansia untuk mengurangi rasa was-was dan khawatir. Mengatur pola konsumsi bahan makanan yang mengandung garam (natrium) dan kurangi kadar penggunaan garam dan penyedap masakan.

DAFTAR PUSTAKA 1.

  WHO. 2001. Prevalence, Awareness, Treatment and Control of Hypertension among The Elderly in Bangladesh and India: A Multicentre Study . Bulletin of the World Health Organization.

  2. Wang, et al. 2012. Age-specific and sex-specificmortality in 187 countries, 1970–2010: a systematic analysis for the Global Burden of Disease study 2010 . The Lancet, vol. 380, no. 9859.

  3. Charbel, et al. 2014. Hypertension and Its Associated Risk Factors In the Kingdom of Saudi Arabia: A National Survey. International Journal of Hypertension Vol. 2014. Riyadh: Hindawi Publishing Corporation.

  4. Abdullah, Masqon. 2005. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipetensi pada Kelompok Usia Lanjut di

  Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal . Thesis. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.

  5. Helelo. 2014. Prevalence and Associated Factors of Hypertension among Adults in Durame Town, Southern Ethiopia . Brazil: PloS ONE.

  6. Kemenkes. 2013. Laporan Nasional Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Balitbangkes-Depkes RI.

  7. Depkes. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Indonesia Tahun 2007. Jakarta: Balitbangkes-Depkes RI.

  8. Dinkes Bogor. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Bogor Tahun 2014. Bogor: Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.

  9. Puskesmas Cileungsi. 2015. Profil Kesehatan Kecamatan Cileungsi Tahun 2015. Bogor: UPT Puskesmas Cileungsi.

  10. Puskesmas Cileungsi. 2016. Laporan Bulanan Kesehatan Lanjut Usia April 2016. Bogor: UPT Puskesmas Cileungsi.

  11. Herna. 2014. Gambaran Hipertensi dan Hubungannya dengan Pola Diet Vegetarian, Status Gizi, dan Faktor

  Lainnya pada Pralansia dan Lansia di Vihara Terpilih, Jakarta Barat Tahun 2014 . Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

  12. Stefhany, Emerita. 2012. Hubungan Pola Makan, Gaya Hidup, dan Indeks Massa Tubuh dengan Hipertensi

  pada Pralansia dan Lansia di Posbindu Kelurahan Depok Jaya Tahun 2012 . Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

  13. Purnama, Dwi Suciawaty. 2013. Prevalensi Hipertensi dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Posyandu Lansia Wilayah Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2013 .

  Jakarta: Universitas Indonesia.

  14. Sarasaty, Rinawang Frilyan. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Kelompok Lanjut

  Usia di Kelurahan Sawah Baru Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah.

  15. Hasurungan, Sitorus Jefri. 2002. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Lansia di Kota Depok Tahun 2002 . Tesis. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

  16. Awoke, et al. 2012. Prevalence And Associated Factors Of Hypertension Among Adults In Gondar, Northwest Ethiopia: A Community Based Cross-Sectional Study . BMC Cardiovascular Disorders 12: 113.

  17. Forrester, T. 2004. Historic and Early Life Origins of Hypertension in Africans. The Journal of Nutrition.

  18. Cappuccio FP. 2006. A Community Programme to Reduce Salt Intake and Blood Pressure in Ghana. UK: Warwick Medical School.

  19. Persagi, (2006). Produk Gizi Indonesia. Jakarta : PT. Indotama Mandiri Perkasa.

  20. Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Ed-3. Jakarta: EGC.

  21. Sutanto. 2010. Cekal (Cegah dan Tangkal) Penyakit Modern. Yogyakarta : CV. Andi.

  22. Ridjab, Denio A. 2007. Modifikasi Gaya Hidup dan Tekanan Darah. Majalah Kedokteran Indonesia Vol. 57 No. 3: Ikatan Dokter Indonesia.

  23. Depkes. 2007. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI.