ANALISA STRES KERJA KARYAWAN BPJS KETENAGAKERJAAN CABANG CIKARANG DI CIKARANG TAHUN 2014

  

ANALISA STRES KERJA KARYAWAN BPJS KETENAGAKERJAAN

CABANG CIKARANG DI CIKARANG TAHUN 2014

1,2

Sriadani¹, Dulakhir²

  Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas MH.Thamrin Alamat korespondensi: Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Universitas MH.Thamrin Jl.Raya Pondok Gede No. 23-25 Kramat Jati 13550 Email : sriadani@bpjsketenagakerjaan.go.id

  

ABSTRAK

  Stres kerja adalah suatu kondisi dimana satu atau beberapa faktor di tempat kerja berinteraksi dengan pekerja sedemikian rupa sehingga mengganggu keseimbangan fisiologik dan psikologik. Faktor-faktor tersebut misalnya beban kerja yang terlalu berat, pekerjaan yang terlalu sedikit, hubungan atasan bawahan yang kurang serasi dan peran yang tidak jelas. Tujuan penelitian ini, secara umum adalah memberikan analisa gambaran stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang tahun 2014. Rancangan penelitian menggunakan cross sectional atau potong lintang dengan pendekatan kuantitatif yang akan menganalisa faktor penyebab yang berhubungan dengan stres kerja karyawan pada BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang. Sampel yang digunakan sebanyak 37 orang karyawan pada BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi variabel independen dan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang relatif ringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 51,36% responden menyatakan bahwa stres kerja termasuk kategori ringan. Keadaan fisik lingkungan kerja di BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang menurut persepsi karyawan sudah baik (51,36%). Pemakaian teknologi baru pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang termasuk dalam kategori baik (70,2%). Sebagian besar karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang menilai bahwa pembebanan berlebih termasuk kategori normal (70,2%). Promosi di BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang adalah baik (51,3%).Sebagian besar karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang berkepribadian ekstrovert (70,2%). Tidak ada hubungan antara keadaan fisik lingkungan kerja dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,619). Tidak ada hubungan antara pemakaian teknologi baru dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,241). Ada hubungan antara pembebanan berlebih dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,041, OR = 0,419). Ada hubungan antara promosi dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,021, OR = 0,463). Ada hubungan antara kepribadian introvert dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,016, OR = 4,267).

  Kata Kunci: Stres kerja, karyawan

PENDAHULUAN sesuai, buruknya lingkungan sosial, konflik yang terjadi,

  Dalam Undang-undang No 1 Tahun 1970 lingkungan kerja yang berbahaya. Kondisi tempat kerja disebutkan bahwa pelaksanaan keselamatan kerja yang tidak nyaman tersebut menjadi peranan yang dilakukan salah satunya untuk mencegah dan penting dalam menyebabkan terjadinya stres kerja. mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik Padahal stres kerja secara langsung dapat mempengaruhi secara fisik, psikis, keracunan, infeksi dan penularan. keselamatan dan kesehatan pekerja. Hal ini dikarenakan Penyakit akibat kerja sendiri terjadi akibat paparan faktor stres kerja dapat memicu terjadinya gangguan kesehatan risiko yang terdapat di tempat kerja, seperti kondisi bahkan terjadinya kecelakaan kerja. tempat kerja, peralatan kerja, material yang dipakai, Stres kerja bisa menimbulkan dampak baik proses produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil (eustres) tetapi sekaligus buruk (distres) bagi yang produksi (NIOSH, 1999). Dampak yang timbul jika bersangkutan dan bagi organisasi atau perusahaan. Orang terjadi penyakit akibat kerja tentunya akan yang terkena stres kerja cenderung jadi tidak produktif, mempengaruhi produktivitas pekerja dalam bekerja. Hal tidak tertantang untuk menunjukkan kehebatannya, ini tentunya juga dapat mempengaruhi kinerja secara tidak sadar malah menunjukkan kebodohannya, perusahaan yang berdampak pada hasil produksi. bermalas-malasan, tidak efektif dan tidak efisien. Secara

  Stres akibat kerja merupakan gangguan fisik dan kalkulasi manajemen tentunya ini merugikan organisasi emosional sebagai akibat ketidaksesuaian antara atau perusahaan, apalagi jika pekerja yang terkena stres kapabilitas, sumber daya atau kebutuhan pekerja yang kerja ini jumlahnya banyak. Stres pada pekerjaan dapat berasal dari lingkungan pekerjaan. Kondisi tersebut dapat menimbulkan penurunan produktifitas dan juga berbagai memicu terjadinya stres karena beban kerja yang tidak penyakit berbahaya. Di kalangan pekerja, stres kerja juga menyebabkan tingkat absensi atau ketidakhadiran yang tinggi, selain itu stres juga dapat menyebabkan kecelakaan kerja yang dapat memberikan dampak bagi perusahaan.

  Di Indonesia, berdasarkan data Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan menyatakan bahwa dari jumlah populasi orang dewasa di Indonesia sebesar 150 juta jiwa sekitar 11,6 persen atau 17,4 juta jiwa mengalami gangguan mental emosional atau gangguan kesehatan jiwa berupa kecemasan dan depresi. Meskipun data tersebut bukan merupakan data khusus mengenai stres akibat kerja tetapi dapat memberikan gambaran mengenai jumlah kasus gangguan mental yang saat ini terjadi di Indonesia. Adapun penelitian yang pernah dilakukan oleh program studi Magister Kedokteran Kerja FKUI sekitar tahun 1990-an menunjukkan bahwa sekitar 30 persen pekerja pernah mengalami stres di tempat kerja mulai dari keluhan ringan sampai berat. Data ini menunjukkan bahwa kejadian stres kerja pada era saat ini bisa jadi semakin mengalami peningkatan. Menurut Nurmiati Amir, dokter spesialis kejiwaan dari FKUI RSCM dalam (Hidayat, 2012) mengatakan bahwa insomnia menyerang 10 persen dari total penduduk di Indonesia. Total kejadian tersebut sekitar 10-15 persennya merupakan gejala insomnia kronis. Kejadian ini dapat disebabkan situasi masalah keluarga maupun pekerjaan.

  Berdasarkan data beberapa penelitian yang mengkaji tentang stres kerja sperti oleh Rena Noviyanti (2013) yang melakukan penelitian pada guru honorer SMA di Jakarta Timur menemukan bahwa hasil analisis hubungan antara beban kerja dengan tingkat stres kerja diperoleh bahwa ada sebanyak 32 orang (45,1%) mengalami stres kerja ringan, 30 orang (42,3%) mengalami stres kerja sedang, dan 9 orang (12,7%) mengalami stres kerja berat Hasil uji statistic diperoleh nila p=0.000 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi tingkat stres kerja antara pandangan subjektif responden terhadap beban kerja yang ringan dan berat atau dapat disimpulkan ada hubungan antara beban kerja dengan tingkat stres kerja.

  Bangun Setia Putra (2013) melakukan penelitian pada perawat pelaksana rumah sakit Tugu Ibu Cimanggis hasil uji tabu silang antara beban kerja dan stres kerja didapatkan bahwa responden dengan beban kerja berat dan mengalami stres ringan berjumlah 15 responden (48,4%). Nilai p-value didapatkan sebesar 0,047 (<0,05) sehingga dapat diartikan terdapat hubungan yang bermakna antara variabel beban kerja dengan tingkat stres kerja yang dialami perawat pelaksana RS Tugu Ibu. Nilai OR didapatkan sebesar 2,611, maka dapat diartikan bahwa responden dengan persepsi beban kerja berat memiliki risiko 2,6 kali untuk mengalami stres sedang dibandingkan dengan perawat dengan persepsi beban kerja ringan.

  Supardi (2007) “Analisa stres kerja pada kondisi dan beban kerja perawat dalam klasifikasi pasien di ruang rawat inap TK II Putri Hijau Kesdam I/ BB Medan”, metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan cara analitik survey dengan melihat faktor kepribadian, beban & kondisi kerja perawat terhadap stres kerja. Hasil dan kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara kepribadian, beban dan kondisi kerja dengan stres kerja pada perawat.

  Novitasari (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh stres kerja terhadap motivasi kerja dan kinerja karyawan PT H.M. Sampoerna Tbk Surabaya dihasilkan bahwa variabel stres kerja (konflik kerja, beban kerja, waktu kerja, karakteristik tugas, dukungan kelompok, dan pengaruh kepemimpinan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan, sedangkan variabel-variabel stres kerja secara simultan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap motivasi kerja. Dalam hal ini disimpulkan juga bahwa variabel stres kerja dan motivasi kerja secara simultan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.

  BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang adalah salah satu dari 14 kantor cabang yang berada di dalam Kantor Wilayah Jawa Barat, dan mulai beroperasi pada tanggal 1 April 2001 yang saat ini berlokasi di Jl Ki Hajar Dewantara No.12 Jababeka Tahap II Cikarang Utara Bekasi. Kota Jababeka terletak 35km sebelah timur dari pusat bisnis Jakarta dan mencakup daerah Cikarang, yang merupakan bagian dari Kabupaten Bekasi. Luas Kabupaten Bekasi 150.000 ha dan berbagi perbatasan dengan Kabupaten Karawang di sebelah Timur, Bogor di sebelah Selatan dan Jakarta di sebelah Barat. Laut Jawa terletak di Utara Kabupaten Bekasi.

  Wilayah kerja BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang meliputi 23 kecamatan yang terdiri dari 9 kawasan industri yaitu kawasan MM2100, Jababeka I, Jababeka II, Delta Silicon I, East Jakarta Industrial Park (EJIP), Delta Silicon II, Delta Silicon V, Delta Mas, dan kawasan Bekasi International Industrial Estate (BIIE).

  Cikarang merupakan daerah operasional yang padat karya dan merupakan kawasan industri terbesar di Asia Tenggara. BPJS Ketenagakerjaan mempunyai tujuan penting yang ingin dicapai (Wildly Important Goals) yaitu peningkatan tenaga kerjaaktif dan peningkatan penerimaan iuran sesuai dengan visi dan misi BPJS Ketenagakerjaan. Untuk mencapai target yang ditetapkan oleh perusahaan seluruh karyawan di semua bidang, yaitu bidang pemasaranformal, bidang pemasaran informal/ khusus, bidang pelayanan, bidang keuangan & teknologi informasi, serta bidang umum & sumber daya manusia bekerja keras dan bekerja sama dengan komitmen yang tinggi untuk mencapai Wildly Important Goals (WIG) yang ditetapkan oleh perusahaan. Di bidang pemasaranformal karyawan harus mencari jumlah kepesertaan dan iuran sebanyak-banyaknya sesuai target yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) baik itu jumlah kepesertaan perusahaan maupun tenaga kerja, di samping melakukan pembinaan terhadap peserta yang telah terdaftar.Pembinaan yang dimaksud adalah untuk memastikan apakah perusahaan telah melaksanakan aturan-aturan terkait Perusahaan Daftar Sebagian (PDS) tenaga kerja, PDS upah, PDS program, pembayaran iuran dan rekonsiliasi iuran (tertib administrasi). Tugas ini sangat berat dirasakan karena disamping melakukan pemeliharaan terhadap data tenaga kerja yang sudah menjadi peserta juga harus mencari peserta baru.

  Di bidang pemasaran informal/ khusus karyawan harus mencari jumlah peserta dan penerimaan iuran sebanyak-banyaknya dari sektor informal di luar hubungan kerja (pekerja mandiri) seperti pedagang, tukang ojek, nelayan, petani, supir angkutan umum sesuai target yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT). Di bidang umum & sumber daya manusia karyawan melakukan kegiatan pengelolaan sumber daya manusia, pengadaan barang dan jasa, pemeliharaan aset dan pelayanan umum bagi pegawai (seperti rumah tangga, kebersihan, keamanan, kearsipan, dll) serta hubungan komunikasi dengan pihak internal dan eksternal. Bidang keuangan dan teknologi informasi karyawan bertugas melaksanakan pengendalian penggunaan anggaran dan mencatat transaksi yang terjadi, memenuhi kewajiban perpajakan perusahaan, melaksanakan pengaturan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan hardware, software dan jejaring, serta mengelola database dan aplikasi di kantor. Di bidang pelayanan karyawan bertugas melakukan verifikasi dokumen pendukung dan perhitungan biaya sesuai ketentuan dalam pengajuan klaim program Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelakaan Kerja, dan Jaminan Kematian, menentukan besar klaim dan memproses klaim, serta memantau kinerja dan melakukan pembinaan kepada mitra Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK).

  Posisi sampai dengan bulan Desember 2014 jumlah perusahaan yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang sebanyak 2.873 perusahaan yang terdiri dari 2.197 perusahaan aktif dan 676 perusahaan non aktif, dengan jumlah tenaga sebanyak 1.082.327 orang yang terdiri dari 255.822 tenaga kerja aktif dan 826.505 tenaga kerja non aktif dengan target iuran sebesar Rp. 63.575.892.404,67 dan realisasi iuran sebesar Rp. 85.551.140.317,70. Bulan lalu beberapa karyawan di BPJS Ketenegakerjaan Cikarang dipromosikan ke unit kerja lain sehingga menyebabkan beban kerja yang diterima oleh masing-masing karyawan menjadi lebih besar. Didasari atas hal-hal tersebut diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisa stres kerja karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang tahun 2014. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memberikan analisa gambaran stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang tahun 2014.

  METODOLOGI

  Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross

  sectional dan bersifat deskriptif analitik. Penelitian

  dilakukan di BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang pada bulan Maret hingga bulan Juni 2015 dengan populasi seluruh karyawan/ karyawati di BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang yang berjumlah 40 orang. Pengambilan sampel menggunakan metode

  sampling purposive dengan kriteria inklusi yaitu

  karyawan/ karyawati yang berada di kantor BPJS Ketenagakerjaan cabang Cikarang sedangkan kriteria eksklusinya antara lain karyawan/ karyawati yang tidak bersedia diwawancara saat pengumpulan data, dan karyawan/ karyawati yang sedang cuti atau tidak masuk kerja (dinas/ sakit) saat pengumpulan data berlangsung. Sampel yang dapat dijadikan objek penelitian berjumlah 37 orang. Data primer berupa self report measure

  berdasarkan life event scale dengan menggunakan

  kuesioner sebagai instrumennya. Pengolahan data meliputi editing, coding, processing, cleaning, dan analisis data menggunakan softwear statistik SPSS for windows versi 16.0.

HASIL PENELITIAN

  No Variabel Kategori N % Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi

  Analisis Univariat

Tabel 1. Hasil Analisis Univariat

  2 Pemakaian teknologi baru Baik 26 70,2 Kurang baik 11 29,8

  3 Pembebanan berlebih Normal 26 70,2 Berat 11 29,8

  4 Promosi Baik 19 51,3 Kurang baik 18 48,7

  5 Kepribadian Ekstrovert dan Introvert Ekstrovert 26 70,2 Introvert 11 29,8

  

Tabel 2. Kategori Stres Kerja

  Kategori N % Ringan

  Berat

  19

  18 51,3 48,7

  Total 37 100

  1 Keadaan fisik lingkungan kerja Baik 19 51,4 Kurang baik 18 48,6

  square untuk melihat apakah ada hubungan antara

  16

  Baik Kurang baik

  8

  11 21,62 29,73

  11

  7 29,73 18,92

  19

  18 51,36 48,64

  0,021 0,463

  Kepribadian

  Ekstrovert Introvert

  3 43,24

  0,041 4,267

  8,11

  10

  8 27,02 21,62

  26

  11 70,27 29,73

  0,016 0,419

  PEMBAHASAN Analisa Stres Kerja Karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang di Cikarang Tahun 2014.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres kerja karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang termasuk ringan. Dilihat dari gejala fisik stres kerja, diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju untuk pertanyaan merasakan nyeri di bagian kepala (56,8%), merasakan tangan dan kaki berkeringat (94,6%), merasa sering bernafas panjang (73%), mengalami sakit maag atau diare atau sembelit (67,6%), mengalami susah tidur atau bangun tengah malam dan tidak bisa tidur lagi atau bangun terlalu pagi dan tidak bisa tidur lagi (64,9%), mengalami peningkatan debaran jantung dibandingkan biasanya (81,1%).

  Dilihat dari gejala perilaku stres kerja, diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju untuk pertanyaan merasa sulit berkonsentrasi (83,8%), merasa mudah lupa dibanding biasanya (70,3%), cenderung melakukan kesalahan (86,5%), sering merasa berat melakukan kesalahan (83,8%), sering absen dalam bekerja (97,3%), dan merasa tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan

  (86,5%).

  Dilihat dari gejala emosi stres kerja, diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden memberikan jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju untuk pertanyaan merasa cering cemas atau khawatir terhadap sesuatu (89,2%), merasa mudah marah dari biasanya (81,1%), merasa sering sedih berlebihan (89,2%), merasa sering terasing dari teman-teman kerja (89,2%), cenderung menyalahkan orang lain akhir-akhir ini (97,3%), dan merasa sulit mengambil keputusan dalam berbicara dan bertindak akhir-akhir ini (94,6%).

  Promosi

  11 70,37 29,73

  variabel independen dengan variabel dependen. Selain itu analisis bivariat juga digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara dua variabel dengan melihat nilai Odss Ratio. Berikut ini adalah penyajian analisis bivariat.

  15

  

Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat

Variabel Stress Kerja Ringan Stress Kerja Berat Total P Value Odds Ratio (OR) N % N % N % Keadaan Fisik Lingkungan Kerja

  Baik Kurang baik

  9

  10 24,32 27,02

  10

  8 27,02 21,62

  19

  18 51,36 48,64

  0,619 1,000

  Pemakaian Teknologi Baru

  Baik Kurang baik

  4 40,54 10,81

  26

  11

  7 29,73 18,92

  26

  11 70,37 29,73

  0,241 1,000

  Pembebanan Berlebih

  Normal Berat

  15

  4 40,54 10,81

  11

  7 29,73 18,92

  Stres kerja pada komponen sering mengalami satu atau lebih dari gejala pegal-pegal, nyeri di leher, nyeri dibagian punggung masih terbilang berat (jawaban setuju dan sangat setuju) sebesar 59,5%. Artinya sebagian besar responden pernah mengalami gejala- gejala tersebut. Menurut peneliti, hal ini terjadi karena sebagian besar karyawan bekerja di belakang meja, mengerjakan tugasnya dengan bantuan komputer, sehingga beban kerja berada pada leher dan punggung. Dengan banyaknya tugas yang harus diselesaikan, kemungkinan besar karyawan jarang melakukan peregangan otot dan menggerak-gerakkan tubuhnya agar otot-otot mengendur, yang berakibat badan menjadi pegal. Oleh karena itu menurut peneliti hendaknya karyawan melakukan gerakan rileks untuk merenggangkan persendian secara berkala dan minum air putih yang cukup.

  Menurut Rice (1987, dalam Wildani, 2012) stres ringan adalah jika seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya merasakan adaya sedikit tekanan. Salah satu indikator stres ringan adalah pernah merasakan pegal-pegal atau nyeri pada leher/punggung, sebagaimana dijelaskan oleh Dadang Hawari (2002, dalam Haryadi, 2013) bahwa pada tahapan stres ringan, akan timbul keluhan-keluhan karena tidak cukup waktu untuk istirahat ketika bekerja, seperti nyeri punggung dan tengkuk terasa tegang. Hal tersebut harus segera diantisipasi agar tidak semakin parah dan berubah menjadi stres kerja berat. Menurut Hasibuan (2009) karyawan yang mengalami ketegangan, baik fisik maupun pikirannya, akan berperilaku sedikit aneh yang mengarah pada stres yang disebabkan pekerjaan.

  Hubungan antara keadaan fisik lingkungan kerja dengan stres kerja

  Hasil penelitian mengenai keadaan fisik lingkungan kerja diperoleh gambaran bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa keadaan fisik lingkungan kerja sudah baik. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban setuju dan sangat setuju responden pada komponen pernyataan pencahayaan ruangan sudah memadai (94,6%), pewarnaan ruangan sudah tertata dengan baik (81,1%), suhu udara pada ruang kerja sesuai (81,1%), AC terdapat pada semua ruangan sebagai sarana penjaga kestabilan suhu udara ruangan kerja (91,1%), selalu tersedia pewangi ruangan sebagai antisipasi bau tidak sedap pada ruang kerja (67,6%), keamanan di tempat kerja sudah baik sehingga membuat nyaman dalam bekerja (73%), dan lingkungan kerja sudah cukup nyaman (75,7%).

  Berdasarkan hasil distribusi frekuensi jawaban responden tersebut diketahui bahwa dari masing-masing komponen pernyataan, mayoritas responden menyatakan setuju dan sangat setuju. Hal ini berarti tidak ada masalah dengan keadaan fisik lingkungan kerja karena mayoritas responden menjawab lingkungan kerja sudah nyaman dan memadai ditinjau dari pencahayaan, penataan, kestabilan suhu dan kenyamanan lingkungan.

  Hasil penelitian ini didukung dengan hasil analisis bivariat yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara keadaan fisik lingkungan kerja di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang dengan stres kerja, yang dibuktikan dengan nilai p value = 0,619 dan nilai odds ratio = 1,000. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan fisik lingkungan kerja tidak berpeluang dalam meningkatkan atau menurunkan tingkat stres kerja karyawan. Menurut peneliti, hal ini dikarenakan bahwa keadaan fisik lingkungan kerja sudah cukup memadai dengan adanya penerangan dan kondisi ruang kerja yang mendukung proses kerja.

  Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Suprapto (2008), namun tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siswanti (2004). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprapto (2008) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kondisi fisik lingkungan kerja, dibuktikan dengan nilai p value sebesar 0,454. Sedangkan menurut penelitian Siswanti (2004) yang dilakukan di PT. Pandu Dayatama Patria, dilaporkan bahwa 70% responden menyatakan bermasalah dengan panas, sehingga menyebabkan stres dan 30% menyatakan stres walaupun tidak mempermasalahkan panas. Hasil uji statistik menyatakan p value sebesar 0,039 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara suhu panas dengan stres kerja.

  Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi kinerja, kondisi fisik, dan psikologis karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Tiffin dan Mc.Cormick, 1975). Menurut analisa peneliti, keadaan fisik lingkungan kerja di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang sudah baik dan memadai dengan adanya pencahayaan yang baik, penataan ruangan yang kondusif, keamanan kerja yang terjamin, dan kenyamanan saat bekerja yang cukup baik.

  Hubungan antara pemakaian teknologi baru dengan stres kerja

  Hasil penelitian mengenai pemakaian teknologi baru diperoleh gambaran bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa pemakaian teknologi baru sudah baik. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban setuju dan sangat setuju responden pada komponen pernyataan aplikasi yang digunakan saat ini memudahkan dalam menyelesaikan pekerjaan (67,6%), dan pekerjaan saya terasa lebih cepat diselesaikan dengan aplikasi yang digunakan saat ini (70,3%). Beberapa komponen pernyataan negatif dengan jawaban mayoritas tidak setuju dan sangat tidak setuju, yaitu pada pernyataan belum bisa beradaptasi dengan aplikasi yang digunakan (81,1%), aplikasi yang digunakan saat ini membuat stres (73%), dan aplikasi yang digunakan saat ini tidak berpengaruh besar dalam menyelesaikan pekerjaan saya (67,6%).

  Berdasarkan hasil distribusi frekuensi jawaban responden tersebut diketahui bahwa dari masing-masing komponen pernyataan, mayoritas responden menyatakan setuju dan sangat setuju untuk pernyataan positif, dan mayoritas menjawab tidak setuju dan sangat tidak setuju untuk pernyataan negatif. Hal ini berarti tidak ada masalah dengan pemakaian teknologi baru karena mayoritas responden menjawab bahwa aplikasi yang digunakan saat ini cukup memudahkan pekerjaan, bisa beradaptasi dengan teknologi, tidak terjadi membuat stres, dan pekerjaan mudah selesai dengan adanya dukungan aplikasi teknologi.

  Hasil penelitian ini didukung dengan hasil analisis bivariat yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pemakaian teknologi baru di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang dengan stres kerja, yang dibuktikan dengan nilai p value = 0,241 dan nilai odds ratio 1,000. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian teknologi baru tidak berpeluang dalam meningkatkan atau menurunkan tingkat stres kerja karyawan. Menurut hasil observasi peneliti, pemakaian teknologi baru, dalam hal ini aplikasi program kerja pada komputer (SIPT+) tidak banyak mengalami perubahan dengan sistem aplikasi sebelumnya (SIPT) dan sudah disosialisasikan terlebih dahulu kepada karyawan sebelum digunakan, sehingga karyawan tidak merasa bingung ketika mengalami kesulitan pada awal pemakaian.

  Teknologi baru bisa memudahkan pekerjaan. Menurut Simamarta (2006) teknologi merupakan alat, perangkat, program maupun sistem yang dapat diaplikasikan sebagai fasilitas bagi manusia sehingga dapat meningkatkan produktivitas, kreativitas, dan performa kemampuan manusia. Sejalan dengan teori tersebut, dalam penelitian ini dapat dijelaskan bahwa pemakaian teknologi baru bagi karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang cukup membantu pelaksanaan dan penyelesaian berbagai tugas pekerjaan karyawan.

  Hubungan antara pembebanan berlebih dengan stres kerja

  Hasil penelitian mengenai variabel pembebanan berlebih diperoleh gambaran bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa pembebanan berlebih termasuk dalam kategori normal, yaitu mayoritas responden menjawab normal sebanyak 26 orang atau 70,2%. Hal ini diperkuat dengan jawaban responden yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju pada komponen pernyataan beban pekerjaan terasa memberatkan (86,5%), target perusahaan dan tuntutan terlalu tinggi sehingga memberatkan tugas-tugas (75,7%), tuntutan tugas membuat frustasi (86,5%).

  Hasil penelitian ini, beberapa komponen masih mengisyaratkan bahwa karyawan merasakan beban berlebih, yang ditunjukkan dengan jawaban sangat setuju dan setuju untuk komponen beban kerja meningkat jika ada rekan kerja yang pindah ke unit kerja lain (75,7%). Hal ini kemungkinan karena beban kerja yang biasanya dikerjakan oleh rekan kerja yang dipindah akan dilimpahkan ke rekan yang lain yang masih ditempat yang sama, sehingga pekerjaan bisa menjadi dua kali lipat. Menurut Gillies (1994, dalam Arwani dan Heru, 2004) beban kerja yang berlebihan, baik secara fisik maupun mental, seperti melakukan tugas yang terlalu banyak, merupakan kemungkinan sumber stres kerja. Unsur yang menimbulkan beban berlebih adalah kondisi kerja dimana setiap tugas diharapkan diselesaikan secepat mungkin dengan benar. Dalam situasi tertentu kondisi ini bisa merupakan motivasi dan menghasilkan prestasi, namun bila desakan waktu menyebabkan timbulnya kesalahan penyelesaian kerja atau menyebabkan kesehatan menurun, maka hal tersebut merupakan cerminan pembebanan berlebih yang mengakibatkan stres kerja.

  Komponen lain yang termasuk dalam pembebanan berlebih kategori berat adalah dalam bekerja selalu dikejar waktu untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik, dilihat dari jawaban responden mayoritas setuju dan sangat setuju (78,4%). Tugas pekerjaan yang harus dikerjakan dengan baik dan selesai dengan cepat merupakan beban kerja. Menurut Supardi (2007) beban kerja adalah keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan dalam batas waktu tertentu.

  Dari hasil analisis bivariat ditemukan bahwa variabel pembebanan berlebih memiliki hubungan dengan stres kerja. Pembebanan berlebih setelah dilakukan uji chi square diperoleh p value = 0,041 < 0,05 Sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara pembebanan berlebih dengan stres kerja. Derajat hubungan antara pembebanan berlebih dengan stres kerja dapat dilihat dari nilai odds ratio yaitu sebesar 4,267. Artinya responden yang menganggap pembebanan berlebih adalah berat mempunyai peluang sebesar 4,267 kali untuk mengalami stres kerja dibandingkan dengan responden yang menganggap bahwa pembebanan berlebih adalah normal.

  Berdasarkan nilai odds ratio variabel pembebanan berlebih tersebut diketahui bahwa 4,267 > 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembebanan berlebih mempunyai hubungan yang positif dengan stres kerja. Artinya pembebanan berlebih berhubungan dan berbanding searah dengan stres kerja. Apabila pembebanan berlebih dianggap berat, maka stres kerja meningkat (berat), sebaliknya jika pembebanan berlebih dianggap normal, maka stres kerja turun (ringan).

  Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pembebanan berlebih mempunyai hubungan positif dengan stres kerja. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Davis dan Newstorm dalam Iman (2007) bahwa stres kerja bisa ditimbulkan oleh adanya tugas yang terlalu banyak. Stres timbul manakala tugas terlalu banyak tapi tidak sebanding dengan kemampuan karyawan untuk melaksanakannya. Selain stres kerja bisa timbul karena terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Stres timbul akibat karyawan diberi tugas dengan waktu yang limit, sehingga karyawan stres akibat merasa dikejar-kejar waktu.

  Menurut Robbins (2002) salah satu penyebab stres kerja adalah beban kerja. Beban kerja adalah keadaan dimana karyawan merasa tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerkaan karena standar pekerjaan yang terlalu tinggi. Selain itu, karyawan dihadapkan pada sejumlah pekerjaan dan tidak mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Mengacu pada berbagai teori tersebut, sebenarnya responden sudah cukup tahu mengenai beban kerja dan waktu penyelesaian dari pekerjaannya, namun kemungkinan karena beberapa kondisi sehingga menyebabkan karyawan merasakan beban kerja yang ditanggungnya terasa berlebih. Oleh karena itu, sebaiknya perlu di komunikasikan dengan teman sekerja untuk mengerjakan tugas secara team, bekerjasama dan berkoordinasi dengan baik agar tugas-tugas bisa didelegasikan atau dibagi dengan rekan kerja yang lain sehingga terasa lebih ringan dan selesai dengan baik dan tepat waktu.

  Hubungan antara promosi dengan stres kerja

  Hasil penelitian mengenai variabel promosi (tabel 5.16) diperoleh gambaran bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa promosi di kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang termasuk kategori baik, (51,3%). Hal ini ditunjukkan dengan jawaban setuju dan sangat setuju responden pada komponen pernyataan berusaha mendapatkan karir yang layak (94,6%), pemberian promosi jabatan atas dasar kecakapan dalam bekerja (89,2%), promosi jabatan hanya menurut rencana organisasi (70,3%), diberi peluang untuk bersaing seluas- luasnya dengan karyawan lain (94,6%), merasa pelatihan di instansi sangat penting bagi karir (97,3%), dan merasa kenaikan pangkat mempengaruhi kinerja (78,4%).

  Dari hasil penelitian ini, masih terdapat komponen yang mengisyaratkan bahwa promosi kurang baik, yang ditunjukkan dengan jawaban sangat tidak setuju dan tidak setuju untuk komponen merasa cepat mengalami kenaikan pangkat (51,4%%). Artinya, menurut pernyataan ini masih ada anggapan karyawan bahwa promosi kenaikan pangkat yang dilakukan masih lambat. Menurut analisa peneliti, responden yang merasa dirinya lamban dalam mencapai kenaikan jabatan dikarenakan beberapa alasan, antara lain karena pimpinan menganggap bahwa karyawan tersebut belum mampu untuk menerima tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar.

  Sastrohadiwiryo (2002) menjelaskan bahwa promosi adalah proses perubahan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain dalam hierarki wewenang dan tanggung jawab yang lebih tinggi daripada wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepada karyawan sebelumnya. Abdurahman (2006) mengemukakan bahwa promosi jabatan merupakan perkembangan yang positif dari seorang pekerja atau karyawan karena tugasnya dinilai baik oleh atasan. Sehingga alasan lambannya kenaikan pangkat kemungkinan dikarenakan pimpinan menilai bahwa karyawan yang bersangkutan belum melakukan tugas-tugasnya secara maksimal selama ini. Alasan lain mengenai lambannya kenaikan pangkat, menurut analisa peneliti, karena pertumbuhan organisasi yang lambat, sehingga belum ada jabatan yang sesuai dengan karyawan tersebut.

  Dari hasil penelitian ini, mengindikasikan bahwa ada komponen promosi yang berhubungan dengan stres kerja. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis bivariat yang telah dilakukan. Hasil pengujian chi square memperoleh nilai p value = 0,021 < 0,05. Sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara promosi dengan stres kerja. Derajat hubungan antara promosi dengan stres kerja dapat dilihat dari nilai odds ratio yaitu sebesar 0,463. Artinya responden yang menganggap promosi kurang baik mempunyai peluang sebesar 0,463 kali untuk mengalami stres kerja dibandingkan dengan responden yang menganggap bahwa promosi adalah baik.

  Berdasarkan nilai odds ratio variabel promosi tersebut diketahui bahwa 0,463 < 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa promosi mempunyai hubungan yang negatif dengan stres kerja. Artinya variabel promosi berhubungan dan berbanding terbalik dengan stres kerja. Apabila promosi dianggap baik, maka stres kerja turun (ringan), sebaliknya jika promosi dianggap kurang baik, maka stres kerja meningkat (berat).

  Menurut Kahn (2001) stres kerja bisa timbul karena ketidakjelasan sasaran kerja, tidak ada motivasi yang tingggi serta ketidakjelasan pengembangan karir. Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi berkurang. Adanya promosi berlebih atau berkurang tiap organisasi tergantung pada tumbuh cepat atau tumbuh lambatnya organisasi tersebut. Peluang yang kecil (kurang baik) untuk promosi, baik karena keadaan tidak mengizinkan maupun karena dilupakan, dapat merupakan pembangkit stres bagi karyawan yang rnerasa sudah waktunya mendapatkan promosi. Perilaku yang mengganggu, semangat kerja yang rendah dan hubungan antar pribadi yang bermutu rendah, berkaitan dengan stres dari kesenjangan yang dirasakan antara kedudukannya sekarang di organisasi dengan kedudukan yang diharapkan.

  Hubungan antara kepribadian ekstrovert dan introvert dengan stres kerja

  Hasil penelitian mengenai variabel kepribadian ekstrovert dan introvert diperoleh gambaran bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa dirinya berkepribadian ekstrovert (70,2%). Menurut Burger (1986) dalam bukunya yang berjudul Personality teory

  and research , menyatakan bahwa individu dengan

  kecenderungan ekstrovert adalah individu yang mudah bergaul, impulsif, memiliki lebih banyak kontak sosial dan frekuensi untuk bergabung dalam aktifitas kelompok, mudah bersosialisasi, menyukai pesta, memiliki banyak teman, memiliki kebutuhan untuk berbicara dengan orang lain, kurang suka membaca atau belajar sendiri. Sedangkan introvert, Burger menyatakan bahwa orang yang cenderung introvert adalah orang yang pendiam, memiliki sedikit teman, introspeksi diri, lebih sering membaca buku daripada bertemu dengan orang lain, serta hanya akan bergaul dengan teman-teman terdekatnya saja.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sebagian besar karyawan yang menyatakan dirinya berkepribadian ekstrovert (70,2%), dan sebagian kecil karyawan menyatakan dirinya berkepribadian introvert (29,8%). Karyawan dengan kepribadian ekstrovert mempunyai kecenderungan yang kecil atau sedikit dalam mengalami stres kerja dibandingkan dengan karyawan yang berkepribadian introvert. Dari hasil penelitian ini, mengindikasikan bahwa variabel kepribadian berhubungan dengan stres kerja. Hal ini diperkuat dengan hasil analisis bivariat yang telah dilakukan. Hasil pengujian dengan menggunakan chi square memperoleh nilai p value = 0,016 < 0,05. Sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan antara kepribadian dengan stres kerja. Derajat hubungan antara kepribadian dengan stres kerja dapat dilihat dari nilai odds ratio yaitu sebesar 0,419. Artinya responden yang mempunyai kepribadian introvert berpeluang sebesar 0,419 kali untuk mengalami stres kerja dibandingkan dengan responden yang mempunyai kepribadian ekstrovert.

  Berdasarkan nilai odds ratio variabel kepribadian tersebut diketahui bahwa 0,419 < 1, sehingga dapat disimpulkan bahwa kepribadian mempunyai hubungan yang negatif dengan stres kerja. Artinya variabel kepribadian berhubungan dan berbanding terbalik dengan stres kerja. Apabila kepribadian adalah ekstrovert, maka stres kerja turun (ringan), sebaliknya jika kepribadian adalah introvert, maka stres kerja meningkat (berat).

  Tidak ada hubungan antara pemakaian teknologi baru dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,241, OR = 1,000). Ada hubungan positif antara pembebanan berlebih dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,041, OR = 4,267). Ada hubungan negatif antara promosi dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,021, OR = 0,463). Ada hubungan negatif antara kepribadian dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,016, OR = 0,419).

  Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chemis (1987) yang menyimpulkan bahwa salah satu faktor kepribadian yang dapat menimbulkan stres kerja adalah kepribadian introvert. Karyawan dengan kepribadian ekstrovert lebih bisa mengatasi stres kerja. Ketika karyawan yang cenderung memiliki kepribadian ekstrovert yang tinggi mendapatkan beban kerja yang berlebihan mereka cenderung untuk menceritakan permasalahannya dengan orang di sekitarnya sehingga mereka akan merasa beban mereka berkurang, sehingga kecenderungan mereka untuk mengalami stres kerja pun lebih rendah. Sebaliknya, karyawan dengan kecenderungan introvert cenderung tertutup dan memendam segala permasalahan yang ada baik itu dengan atasan, bawahan, maupun rekan kerja, misalnya merasa pekerjaannya tidak sesuai dengan harapan dan tidak ada timbal balik yang memadai. Karyawan dengan kepribadian introvert tidak berani untuk mengungkapkan semua beban mereka dan cenderung untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya, sehingga kecenderungan mereka untuk mengalami stres kerja lebih tinggi. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Arifianti (2012). Berdasarkan hasil tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa individu yang semakin cenderung ekstrovert maka stres kerja akan semakin rendah, dan individu yang semakin cenderung introvert maka stres kerja akan semakin tinggi.

  Disarankan bagi institusi BPJS Ketenagakerjaan Melakukan pemetaan kebutuhan karyawan dan meneruskan usulan-usulan pemenuhannya baik ke kantor wilayah maupun ke kantor pusat guna mencapai keseimbangan antara jumlah karyawan dengan beban kerja, pendelegasian wewenang, tanggung jawab, dan tugas karyawan dilakukan sesuai dengan job title dan job description masing-masing karyawan, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada karyawan untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensinya, yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menyampaikan aspirasi, keluhan dan permasalahan-permasalahan yang timbul dan membahasnya dalam agenda yang tetap. Tidak kalah pentingnya bagi karyawan/ karyawati BPJS Ketenagakerjaan untuk saling membantu, bekerjasama dan bersinergi dalam melakukan pekerjaan sehingga pekerjaan bisa diselesaikan dengan baik dan tepat waktu, meningkatkan kemampuan dan kualitas kerja untuk mendapatkan kesempatan promosi pada jenjang jabatan yang lebih tinggi karena pada dasarnya dipromosi diberikan kepada karyawan yang mempunyai kemampuan yang lebih baik, bilamana menghadapi kesulitan dalam melakukan aktivitas kerja, sebaiknya dikomunikasikan, baik dengan atasan maupun dengan rekan kerja agar tidak terjadi penumpukan permasalahan.

DAFTAR PUSTAKA

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka diperoleh kesimpulan bahwa Karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (51,4%), berusia antara 40-56 tahun (43,2%), berpendidikan Sarjana (86,5%), mempunyai masa kerja lebih dari 10 tahun (48,6%), dan berstatus sudah menikah (62,2%). Stres kerja karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang relatif ringan. Tidak ada hubungan antara keadaan fisik lingkungan kerja dengan stres kerja pada karyawan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Cikarang (p value = 0,619, OR = 1,000).

  Abdurahman, Fathoni. 2006. Manajemen Sumber Daya

  Manusia . Jakarta: Rineka Cipta

  KESIMPULAN

  Kecenderungan Kepribadian Ekstrovert Introvert Dengan Burnout Pada Perawat . Fakultas

  Psikologi. Universitas Gunadarma. Depok Arwani dan Heru S. 2004. Manajemen Bangsal

  Keperawatan . Jakarta: EGC Burger, J.M. 1986. Personality Teory and Research.

  California: Wadsworth Chemis, C. 1987. Staff Burnout: Job Stress in the Human

  Service . Beverly Hills: Sage PublicationDarwis,

  Rosaline. 2013. Gambaran Faktor-Faktor Yang

  Berhubungan dengan Stress Kerja Awak Kapal

  Arifianti, Ranti Putri. 2012. Hubungan Antara

  Feri Di Pelabuhan Telaga Punggur . Tesis. Depok.

  Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok Suprapto, Prasetyo Herniawan. 2008. Analisis Faktor-

  Terjemahan. Jakarta: PT Indeks Sastrohadiwiryo, B. Siswanto. 2002. Manajemen Tenaga

  Kerja Indonesia . Jakarta: Bumi Aksara

  Siagian, Sondang 2012. Manajemen Sumber Daya

  Manusia. Jakarta: Bumi Aksara

  Simamarta, Janner. 2006. Pengenalan Teknologi

  Komputer dan Informasi . Yogyakarta: Andi

  Siswanti, Nevita. 2004. Keluhan Stres dan Faktor-Faktor

  yang Berhubungan dengan Terjadinya Stres Kerja pada Karyawan Bagian Produksi PT. Pandu Dayatama Patria . Skripsi Fakultas Kesehatan

  Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Kawasan Puncak Cianjur . Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

  Prenhallindo Robbins, Stephen et al. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi

  Siagian, Sondang 2012. Manajemen Sumber Daya

  Manusia. Jakarta: Bumi Aksara Keputusan Direksi Tentang Organisasi PT Jamsostek.

  2013. Jakarta Tiffin, J. dan Mc.Cormick, E.J. 1975. Industrial

  Psychology (6 th

  edition). New Delhi: Prentice Hall Tarwaka, et al. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan,

  Kesehatan Kerja, dan Produktivitas. Surakarta:

  UNIBA PRESS Wildani, Andi Amalia. 2012. Gambaran Tingkat Stres

  Kerja Pada Pegawai Dinas Kesehatan Kota Depok . Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas

  12 . Jakarta: Salemba Empat Robbins, Stephen 2006. Perilaku Organisasi, Edisi 10.

  Universitas Indonesia Robbins, Stephen P. 2002. Perilaku Organisasi. Jakarta:

  Universitas Indonesia Munandar, A. S, 2001.

  Pekerjaan dengan Stres Kerja pada Perawat Pelaksana di RS MH. Thamrin . Skripsi. Jakarta.

  Psikologi Industri dan Organisasi . Jakarta: UI

  Press Fitri Azizah Musliha. AnalisisFaktor-Faktor Yang

Dokumen yang terkait

PERANCANGAN SISTEM AKUISISI DATA DENGAN MEDIA SMS UNTUK MEMETAKAN LOKASI KRITIS SAMPAH TPS DI KOTA SAMARINDA

0 0 8

HUBUNGAN POLA PEMBERIAN ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 0 – 6 BULAN SERTA FAKTOR-FAKTOR TERKAIT DI POSYANDU MERPATI 1, 2 DAN 3 DI KELURAHAN JATIMURNI, KECAMATAN PONDOK MELATI, BEKASI

0 0 8

HUBUNGAN ANTARA ANEMIA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH DAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2013

0 0 5

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK TERHADAP KEPATUHAN MENJALANI HEMODIALISA DI RUMAH SAKIT MH THAMRIN TAHUN 2013

0 0 5

GAMBARAN POLA MAKAN, ASUPAN ZAT GIZI MAKRO DAN SERAT, GAYA HIDUP TERHADAP STATUS GIZI PASIEN KANKER PAYUDARA DI RUMAH SINGGAH CISC

0 0 6

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PERILAKU SEKS BERESIKO DI SMAN 1 CABANGBUNGIN KABUPATEN BEKASI TAHUN 2014

0 0 6

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DAN BIDAN TERHADAP TINDAKAN PEMASANGAN INFUS DALAM PENERAPAN KEWASPAAAN UNIVERSAL DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA SUKAPURA TAHUN 2015

0 0 6

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSUD Dr.SOEROTO NGAWI JAWA TIMUR TAHUN 2013

0 0 8

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF PADA IBU BEKERJA SEBAGAI TENAGA KEPERAWATAN DI RSUD PASAR REBO TAHUN 2010-2011

0 0 6

EVALUASI PEMENUHAN PERSYARATAN GMP (GOOD MANUFACTURING PRACTICE) DAN PERENCANAAN SISTEM HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) UNIT PENYELENGGARA MAKANAN DI RUMAH SAKIT

0 3 5