REKONSTRUKSI BENTUKLAHAN MENGGUNAKAN tools ASP

1

GEOMORFOLOGI INDONESIA
REKONSTRUKSI BENTUKLAHAN MENGGUNAKAN ASPEK BUDAYA:
CERITA RAKYAT MASYARAKAT SUMATERA UTARA

Diusulkan oleh:
Luqman Hakim
Annisa Mayasari
Norma Yuni Praptiwi
Kinanti Lisfi Awalia
Della Duaty Puspita Asri

NIM. 16406241042
NIM. 16405241044
NIM. 16405244006
NIM. 16405244009
NIM. 16405244020

Uploaded in https://www.academia.edu


PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2017

2

REKONSTRUKSI BENTUKLAHAN MENGGUNAKAN ASPEK BUDAYA:
CERITA RAKYAT MASYARAKAT SUMATERA UTARA
LANDFORM RECONSTRUCTION USING CULTURE ASPECT: NORTH
SUMATERA FOLKLORE
Luqman Hakim, Annisa Mayasari, Norma Yuni Praptiwi, Kinanti Lisfi Awalia,
Della Duaty Puspita Asri
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta
Kampus Karangmalang, Yogyakarta 55281
Luqman12345elhakim@gmail.com
Abstrak
Sumatera Utara memiliki bentuklahan yang beragam dan unik. Bentuklahan
yang terbentuk merupakan paduan dari berbagai proses geomorfologis dan

geologis. Proses geomorfologis dan geologis memiliki hubungan yang signifikan.
Kedua proses tersebut juga berdampingan dengan perjalanan kehidupan manusia.
Manusia hidup berdampingan dengan alam menghasilkan proses adaptasi dan
kebudayaan untuk mempertahankan eksistensinya. Salah satu hasil kebudayan
manusia adalah cara berbicara atau dinamakan simbol bahasa. Bahasa melahirkan
berbagai cerita yang mengandung makna dan nilai-nilai yang disampaikan ke
generasi selanjutnya. Cerita rakyat selain mengandung makna filsafati juga dapat
dijadikan referensi dalam merekonstruksi perkembangan bentuklahan di suatu
wilayah. Walaupun tidak sepenuhnya, namun keberadaan cerita rakyat dapat
memberikan setidaknya memberikan gambaran proses apa saja yang telah terjadi
dalam perkembangan fisik suatu wilayah. Contoh yang akan dibahas adalah di
daerah sumatera utara dan beberapa cerita rakyat yang terdapat di sana yang
sekiranya terdapat keterkaitan dengan evolusi bentuklahan.
Artikel ini bertujuan menjelaskan keterkaitan antara proses pembentukan
maupun evolusi bentuklahan menggunakan aspek budaya masyarakat yaitu cerita
rakyat yang ada di Sumatera Utara. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel
ini adalah studi pustaka dan diskusi kelompok. Hasil yang didapat adalah terdapat
cerita rakyat yang secara tersirat memiliki makna bahwa telah terjadi evolusi pada
suatu bentuklahan. Misalnya pada cerita “Legenda Danau Toba” yang
menceritakan terbentuknya Danau Toba dan “Legenda Batu Gantung” yang

menunjukkan bahwa telah terjadi proses geologi (tektonik) pada lahan tersebut.
Kesimpulan yang dapat kita ambil adalah bahwa cerita rakyat sebagai aspek budaya
dapat membantu dalam proses merekonstruksi bentuklahan di suatu wilayah. Hal
yang perlu dicermati adalah skala waktu yang digunakan akan sangat memberikan
pengaruh yang signifikan dalam proses penarikan kesimpulan.
Kata kunci: Bentuklahan, Cerita rakyat, Sumatera Utara
Abstract
North Sumatra has a diverse and unique landform. Landform that is formed
is a combination of various processes of geological and geomorphological
evidence. Geological and geomorphological evidence process have a significant

3

relationship. Both of these processes is also adjacent to the journey of human life.
Humans coexist with the natural process of cultural adaptation and yield to maintain
its existence. One of the results of human culture is a way of talking or named
symbol language. Language gives birth to stories containing meanings and values
conveyed to the next generation. Folklore besides containing philosophical
meaning can also be used as a reference in reconstructing the development of
landform in a region. Although not entirely, but the existence of folklore can

provide at least a picture of what processes have occurred in the physical
development of a region. Examples to be discussed are in the area of northern
Sumatra and some folklore contained there which if there is a linkage with the
evolution of the form of land.
This article aims to explain the relationship between the process of
formation and the evolution of landform using the cultural aspects of society that is
the folklore in North Sumatra. The methods used in writing this article are literature
study and group discussion. The result is that there is a folktale that implicitly has
the meaning that there has been an evolution on a form of land. For example, the
story “Legend of Toba Lake” which tells about the formation of Toba Lake and
“Legend of hanging stone” which shows that there has been a geological process
(tectonic) on the land. The conclusion that we can take is that folklore as a cultural
aspect can help in the process of reconstructing the form of land in a region. Things
that need to be observed is the time scale used will greatly give a significant
influence in the process of conclusion.
Keywords: Landform, Folklore, North Sumatera
1. PENDAHULUAN
Geomorfologi adalah pembahasan mengenai bentuk-bentuk muka bumi
yang secara umum dimaknai sebagai ilmu mengenai bentuklahan (termasuk
bentuklahan bawah laut) (Thornbury, 1969). Definisi lain geomorfologi adalah

ilmu yang mempelajari bentuklahan yang ada di permukaan bumi, baik di atas
maupun di bawah permukaan laut. Penekanan pada asal mula (genesis) dan
perkembangan masa yang akan dating, serta kaitannya dengan lingkungan
(Verstappen, 1983). Terbaru (Hugget, 2003) mendefinisikan geomorfologi
sebagai pembahasan bentuk-bentuk bumi. Geomorfologi mempelajari tentang
kenampakan fisik permukaan-lahan bumi (sungai, bukit, dataran, pantai, gumuk
pasir, dan lain-lain). Hugget lebih menekankan pada pembahasan bentuklahan
di atas permukaan air laut.
Aspek kajian geomorfologi menurut Verstappen (1983) ada empat
yaitu:
1. Studi bentuklahan (geomorfologi statis). Pembahasan mengarah kepada
studi kualitatif dan atau kuantitatif (morfometri) tentang relief muka bumi
yang meliputi unsur-unsur seperti bentuk lereng, kecuraman, amplitudo
relief, tingkat pengikisan, dan lain-lain.
2. Studi proses (Geomorfologi dinamik). Pembahasan mengenai perubahanperubahan bentuklahan dalam waktu yang cukup singkat.

4

3. Studi cara terbentuk (geomorofologi genetik). Mempelajari cara
terbentuknya suatu bentuk lahan dan perkembangannya dalam waktu yang

lama. Cara ini terilhami dari trilogi Davis (1850-1934) tentang siklus
geomorfologi yang meliputi Stadium Muda, Dewasa, dan Tua.
4. Studi lingkungan (geomorfologi lingkungan). Hubungan ekologis antara
vegetasi, tanah, air, dan udara memperngaruhi pembahasan mengenai
geomorfologi akhir-akhir ini terutama berkaitan dengan evolusi
bentuklahan.
Pembahasan mengenai bentuklahan tidak pernah lepas dari aspek
bentuklahan itu sendiri, proses genesis, dan faktor lingkungan yang
memengaruhinya. Seperti halnya juga ketika membahas bentuklahan di
Indonesia khususnya pulau sumatera. Verstappen (1973) membagi pulau
Sumatera ke dalam tiga zona pembahasan yaitu Sumatera Bagian Selatan,
Sumatera Bagian Tengah, dan Sumatera Bagian Utara untuk memudahkan
pemahaman tanpa ada batas fisiografi yang tegas dan jelas. Sumatera selatan
dimulai dari Tanjung Cina hingga muara sungai Batang Hari dan Ketaun.
Sumatera tengah mulai dari muara Sungai Batang Hari dan Ketaun sampai ke
muara sungai Batang Toru dan muara sungai Batang Barumun. Sumatera utara
dimulai dari muara sungai batang toru dan muara sungai batang Barumun
sampai ke ujung paling barat Banda Aceh. Sumatera utara merupakan pokok
bahasan utama dalam artikel ini terutama berkaitan dengan merekonstruksi
pembentukan dan evolusi yang terjadi pada Kaldera Toba atau sering juga

disebut dengan Danau Toba dan kenampakan di sekitarnya. Pendekatan dalam
merekosntruksi pembentukan dan evolusi Danau Toba menggunakan kearifan
lokal berupa cerita rakyat (folklore) setempat yang merupakan produk budaya
masyarakat sekitar baik secara langsung terhadap peristiwa yang benar-benar
telah terjadi atau hanya sebuah legenda.
Damayanti (2014: 7) menyatakan bahwa cerita rakyat atau folklore
mencerminkan suatu aspek kebudayaan, baik yang langsung maupun yang tidak
langsung, dan tema-tema kehidupan yang mendasar, misalnya kelahiran,
kehidupan keluarga, penyakit, kematian, penguburan dan malapetaka, atau
bencana alam yang universal, seperti yang terdapat dalam cerita Nyai Roro
Kidul, Hansel dan Gretel, Toba dan Samosir dan cerita lainnya.
Cerita tradisi lisan yang berasal dari berbagai pulau di Indonesia yang
berbeda ini mengandung norma-norma kehidupan yang patut dijadikan contoh
dalam kebiasaan dan kehidupan sehari-hari. Keberadaan cerita tradisi di
masyaraat Indonesia tidak luput dari keberadaan kenampakan alam.
Keberadaan beragam bentuk permukaan bumi menyebabkan berbagai cerita
rakyat di berbagai daerah. Contohnhya adalah cerita rakyat “Legenda Danau
Toba” atau “Toba dan Samosir” dan “Batu Gantung” yang merupakan legenda
Kota Parapat.


5

2. TUJUAN
Artikel ini bertujuan untuk merekonstruksi kronologi kejadian dalam
pembentukan bentuklahan khususnya Kaldera Toba menggunakan kearifan
lokal masyarakat yaitu cerita rakyat. Cerita rakyat tidak hanya mengandunng
makna secara filsafati tetapi juga peristiwa-peristiwa alam yang dapat dijadikan
rujukan dalam merekonstruksi kronologi pembentukan bentuklahan di
Indonesia.
3. BAHAN DAN METODE
Bahan dalam penulisan ini adalah cerita rakyat dan bukti-bukti dari para
ahli untuk mendukung proses rekonstruksi kronologi pembentukan bentuklahan
dan evolusi yang telah terjadi. Metode yang digunakan adalah studi pustaka dan
diskusi kelompok yang terfokus pada tujuan mencari kesimpulan yang benar
terhadap proses rekosntruksi kronologi bentuklahan Kaldera Toba atau sering
juga disebut Danau Toba.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pulau Sumatra terletak pada pinggiran lempeng benua Eurasia dan
lempeng samudera Indo-Australia dengan tingkat kegempaan dan aktivitas
vulkanik tinggi. Pulau ini merupakan bagian dari Lempeng Eurasia yang

bergerak sangat lambat relatif ke arah tenggara dengan kecepatan sekitar 0.4
cm/tahun. Pergerakan tersebut juga berinteraksi dengan Lempeng IndoAustralia yang terletak di sebelah barat Sumatra yang bergerak relatif ke arah
utara dengan kecepatan sekitar 7 cm/tahun (Minster dan Jordan, 1978 dalam
Hidayati dkk, 2010). Penunjaman di Pulau Sumatra bersifat oblique membentuk
sudut 50o – 65o . Zona penunjaman merupakan sumber gempa bumi di laut yang
berpotensi membangkitkan tsunami apabila gempa bumi tersebut magnitudanya
besar, kedalaman dangkal dengan mekanisme patahan naik atau normal, maka
akan terjadi perubahan morfologi secara vertikal di bawah laut. Akibat dari
penunjaman lempeng tersebut terbentuk sesar di Pulau Sumatra baik yang
berada pada zona prismatik akresi (terletak diantara zona subduksi dan pantai
barat Sumatra) dan di daratan Sumatra. Sesar utama di Sumatra adalah Sesar
Besar Sumatra dan Sesar Mentawai. Sesar Mentawai terletak di laut, yaitu
antara cekungan muka dan zona prismatik akresi di sebelah barat Pulau Sumatra
(Harding, 1983, dalam Hidayati dkk, 2010). Posisi wilayah tersebut telah
menjadikan pulau sumatera memiliki berbagai variasi bentuklahan mulai dari
struktural di daerah Graben Semangko, rangkaian pegunungan, vulkanik,
eksvulkano-tektonik, fluvial, dan marin. Verstappen (1973) membagi pulau
Sumatera ke dalam tiga zona pembahasan yaitu Sumatera Bagian Selatan,
Sumatera Bagian Tengah, dan Sumatera Bagian Utara untuk memudahkan
pemahaman tanpa ada batas fisiografi yang tegas dan jelas. Sumatera selatan

dimulai dari Tanjung Cina hingga muara sungai Batang Hari dan Ketaun.
Sumatera tengah mulai dari muara Sungai Batang Hari dan Ketaun sampai ke

6

muara sungai Batang Toru dan muara sungai Batang Barumun. Sumatera utara
dimulai dari muara sungai batang toru dan muara sungai batang Barumun
sampai ke ujung paling barat Banda Aceh. Sumatera bagian utara merupakan
pokok bahasan utama dalam artikel ini. Di wilayah ini terdapat bentuklahan
kaldera Toba atau sering disebut dengan Danau Toba beserta kenampakan hasil
evolusi bentuklahan di sekitarnya. Artikel ini berusaha memadukan antara
kearifan lokal cerita rakyat sumatera utara untuk merekonstruksi bagaimana
terbentuknya Danau Toba dan evolusi bentuklahan di sekitar danau. Perhatikan
cerita rakyat “Legenda Danau Toba” yang di dapat dari situs GOBATAK.COM
(2017) dengan judul “Cerita Rakyat Tentang Asal Usul Danau Toba” di bawah
ini:
Di sebuah desa di wilayah Sumatera Utara di Tapanuli tinggallah seorang
laki-laki bernama Toba hidup seorang diri di gubuk kecil. Toba adalah
seorang seorang petani yang sangat rajin bekerja setiap hari menanam
sayuran kebunnya sendiri.

Hari demi hari, tahun demi tahun umur semakin bertambah, petani
tersebutpun mulai merasa bosan hidup sendiri. Terkadang untuk
melepaskan kepenatan diapun sering pergi memancing ke sungai besar
dekat kebunnya.
Menjelang siang setelah selesai memanen beberapa sayuran dikebunnya
diapun berencana pergi kesungai untuk memancing. Peralatan untuk
memancing sudah dipersiapkannya, ditengah perjalanan dia sempat
bergumam dalam hati berkata, “seandainya aku memiliki istri dan anak
tentu aku tidak sendirian lagi hidup melakukan pekerjaan ini setiap hari.
Ketika pulang dari kebun, makanan sudah tersedia dan disambut anak
istri, oh betapa bahagianya”
Sampailah dia dimana tempat biasa dia memancing, mata kail dilempar
sembari menunggu, agannya tadi tetap mengganggu konsentrasinya.
Tidak beberapa lama tiba-tiba kailnya tersentak, sontak dia menarik
kailnya. Diapun terkejut melihat ikan tangkapannya kali ini.
“Wow, sunggu besar sekali ikan mas ini. Baru kali ini aku mendapatkan
ikan seperti ini” Teriaknya sembari menyudahi kegiatan memancing dan
diapun segera pulang.
Setibanya di gubuk kecilnya, pemuda itupun meletakkan hasil
tangkapannya di sebuah ember besar. Betapa senangnya dia, ikan yang dia
dapat bisa menjadi lauk untuk beberapa hari. Diapun bergegas
menyalakan api di dapur, lalu kembali untuk mengambil ikan mas yang
ditinggalnya di ember besar. Betapa terkejutnya dia melihat kejadian
tersebut. Ember tempat ikan tadi dipenuhi uang koin emas yang sangat
banyak, diapun terkejut dan pergi ke dapur. Disanapun dia kaget setengah
mampus, ada sosok perempuan cantik berambut panjang. “Kamu Siapa?”
“Aku adalah ikan engkau pancing di sungai tadi, uang koin emas yang
diember tadi adalah sisik-sisik yang terlepas dari tubuhku. Sebenarnya aku

7

adalah seorang perempuan yang dikutuk dan disihir oleh seorang dukun
karena aku tidak mau dijodohkan. Karena engkau telah menyelamatkan
aku dan mengembalikan aku menjadi seorang manusia, maka aku rela
menjadi istrimu” kata ikan tadi yang kini sudah menjelma kembali
menjadi seorang perempuan berparas cantik dan berambut panjang.
Ini suatu kebetulan, selama ini aku mengharapkan seorang pendamping
hidup untuk tinggal bersama-sama menjalankan kehidupan berumatangga
kata petani tersebut. Maka iapun setuju memperistri perempuan cantik
tersebut.
Perempuan berparas cantik tadi juga mengutarakan kepada petani tadi
sebuah syarat dan sumpah bahwa jika suatu hari nanti ketika engkau
marah, engkau tidak boleh mengutarakan bahwa asal-usulku dari seekor
ikan kepada siapapun. Sebab jika engkau mengatakan itu, maka akan
terjadi petaka dan bencana besar di desa ini. Petani itupun
menyanggupinya, dan akhirnya mereka menikah.
Hari demi hari merekapun hidup bahagia, apa yang diharapkan petani
selama ini pun sudah terwujud dan diapun merasa bahagia sekali. Sampai
merekapun dikaruniai seorang anak laki-laki dan mereka memberi
namanya Samosir.
Samosirpun tumbuh besar, diapun sudah bisa membantu orangtuanya
bertani. Setiap hari Samosir disaat siang selalu mengantarkan makan siang
buat ayahnya yang sudah dimasakin oleh ibunya.
Suatu hari, siang itu petani sudah merasa lelah dan lapar sembari
menunggu Samosir datang mengantarkan bekal siang. Tidak biasanya,
kali ini Samosir terlambat mangantarkan bekal orangtuanya. Diperjalanan
Samosir mencium bekal yang dibawanya untuk orangtuanya,
kelihatannya enak masakan ibu hari ini, gumamnya. Samosirpun
mencicipi masakan ibunya, dia tidak sadar bekal itu dimakan hampir
habis.
Samosirpun tersentak dan bergegas menuju kebun ayahnya. Dia melihat
ayahnya sudah kelaparan dan kehauasan. Merasa berat, Samosirpun
memberikan bekal kepada ayahnya. Dan terkejutlah ayahnya melihat isi
bekal yang diberikan Samosir.
“Iya, Among. Samosir tadi lapar dan aku makan, masakan Inong sekali
rasanya” kata Samosir kepada ayahnya yang terlihat emosi. Spontan
ayahnya marah dan melempar bekal yang sudah kosong tadi sembari
berkata kepada Samosir: “Kurang ajar kau Samosir, dasar anak ikan kau
ini”.
Samosirpun menangis dan pergi berlari menuju rumah menemui ibunya.
Ibu, ibu , ayah marah besar Samosir disebut anak ikan. Kata Samosir
kepada ibunya. Ibunyapun menangis, sektika itu ibunya menyuruh
Samosir berlari ke sebuah bukit diketinggian. Lalu hujanpun semakin
deras, angin kencang, gemuruh dan petirpun menyambar-nyambar
seketika itu.

8

Airpun meluap sampai menenggelamkan seluruh desa itu. Sumpah itu
dilanggar, akhirnya tengenanglah seluruh desa itu dan genangan itu
berbuah menjadi danau, yang kini disebut Danau Toba. Lalu pulau tempat
samosir berlindung disebutlah Pulau Samosir.
Berdasarkan cerita di atas peristiwa utama yang kita amati dalam proses
pembentukan Danau Toba adalah di dua paragraph terakhir. Memang di dalam
cerita ini tidak disebutkan peristiwa yang secara logis mendasari mengapa
danau tiba-tiba terbentuk dari hanya hasil dari tangisan sang ibu. Berdasarkan
latar cerita tersebut yang menunjukkan adanya beberapa objek yaitu keberadaan
sungai dan gunung. Kedua objek tersebut menandakan bahwa daerah yang
ditinggali merupakan daerah pegunungan. Walaupun tidak diketahui secara
pasti apakah yang terjadi didalam cerita merupakan sebuah letusan vulkanik
atau proses tektonik yang menyebabkan terbentuknya danau namun jika melihat
kalimat “… Lalu hujanpun semakin deras, angin kencang, gemuruh dan
petirpun menyambar-nyambar seketika itu…” maka dapat kita pahami bahwa
ciri tersebut sangat dekat dengan proses erupsi vulkanik. Lalu bagaiamana
dengan kalimat sebelumnya yang berbunyi “…sektika itu ibunya menyuruh
Samosir berlari ke sebuah bukit diketinggian” yang menunjukkan bahwa akan
terjadi genangan atau luapan air dan bukanlah sebuah erupsi gunungapi. Artinya
bahwa pada masa tersebut yang terjadi merupakan proses penurunan muka
bumi yang disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik dan bukan erupsi
vulkanik. Menurut catatan Van Bemmelen (1949) dalam gambar 1 dibawah,
maka skala waktu yang terjadi di dalam cerita adalah setelah terjadinya proses
erupsi supervolcano yang menyebabkan seluruh wilayah tertutupi endapan
ignimbrite. Lalu bagaimana dengan sisa pulau yang ada di tengah Kaldera Toba
atau Pulau Samosir?. Kemungkinan besar berhubungan dengan cerita yang
kedua yaitu keberadaan daerah yang bernama Parapat yang artinya merapat.
Pada gambar di bawah ini terdapat gambaran dimana proses
pembentukan Kaldera Toba adalah keterdapatan Gunungapi Toba yang
kemudian meletus. Letusan yang terbentuk sangat dahsyat karena di bawah
Kaldera Toba terdapat dua dapur magma yang terpisah. Dapur magma ini
diperkirakan memiliki volume sedikitnya 34.000 kilometer kubik yang
mengonfirmasi banyaknya magma yang pernah dikeluarkan oleh gunung ini
sebelumnya (Stankiewicz dkk, 2010). Kemudian muntahan ignimbrite
menimbun dan mengendap di kawasan sekitar. Kawah yang telah kosong
kemudian mengalami perebahan ke dalam sehingga terbentuk kaldera yang
sangat besar. Lalu karena proses sesar pada Graben Semangko meyebabkan
bentuk Kaldera Toba tidak membulat seperti pada umumnya tetapi memanjang
hampir sepanjang 100 km (Van Bemmelen, 1949).

9

Gambar 1. Proses terbentuknya Danau Toba (Van Bemmelen, 1949)
Berikut cerita kedua yang berkaitan dengan evolusi bentuklahan
Kaldera Toba yang diambil dari ceritarakyatnusantara.com ditulis oleh Samsuni
(2008):
Alkisah, di sebuah desa terpencil di pinggiran Danau Toba Sumatera
Utara, hiduplah sepasang suami istri dengan seorang anak perempuannya
yang cantik jelita bernama Seruni. Selain rupawan, Seruni juga sangat
rajin membantu orang tuanya bekerja di ladang. Setiap hari keluarga kecil
itu mengerjakan ladang mereka yang berada di tepi Danau Toba, dan
hasilnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Pada suatu hari, Seruni pergi ke ladang seorang diri, karena kedua orang
tuanya ada keperluan di desa tetangga. Seruni hanya ditemani oleh seekor
anjing kesayangannya bernama si Toki. Sesampainya di ladang, gadis itu
tidak bekerja, tetapi ia hanya duduk merenung sambil memandangi

10

indahnya alam Danau Toba. Sepertinya ia sedang menghadapi masalah
yang sulit dipecahkannya. Sementara anjingnya, si Toki, ikut duduk di
sebelahnya sambil menatap wajah Seruni seakan mengetahui apa yang
dipikirkan majikannya itu. Sekali-sekali anjing itu menggonggong untuk
mengalihkan perhatian sang majikan, namun sang majikan tetap saja usik
dengan lamunannya. Memang beberapa hari terakhir wajah Seruni selalu
tampak murung. Ia sangat sedih, karena akan dinikahkan oleh kedua orang
tuanya dengan seorang pemuda yang masih saudara sepupunya. Padahal
ia telah menjalin asmara dengan seorang pemuda pilihannya dan telah
berjanji akan membina rumah tangga yang bahagia. Ia sangat bingung. Di
satu sisi ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, dan di sisi lain
ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan pemuda pujaan hatinya. Oleh
karena merasa tidak sanggup memikul beban berat itu, ia pun mulai putus
asa.
“Ya, Tuhan! Hamba sudah tidak sanggup hidup dengan beban ini,” keluh
Seruni.
Beberapa saat kemudian, Seruni beranjak dari tempat duduknya. Dengan
berderai air mata, ia berjalan perlahan ke arah Danau Toba. Rupanya gadis
itu ingin mengakhiri hidupnya dengan melompat ke Danau Toba yang
bertebing curam itu. Sementara si Toki, mengikuti majikannya dari
belakang sambil menggonggong.
Dengan pikiran yang terus berkecamuk, Seruni berjalan ke arah tebing
Danau Toba tanpa memerhatikan jalan yang dilaluinya. Tanpa diduga,
tiba-tiba ia terperosok ke dalam lubang batu yang besar hingga masuk jauh
ke dasar lubang. Batu cadas yang hitam itu membuat suasana di dalam
lubang itu semakin gelap. Gadis cantik itu sangat ketakutan. Di dasar
lubang yang gelap, ia merasakan dinding-dinding batu cadas itu bergerak
merapat hendak menghimpitnya.
“Tolooooggg……! Tolooooggg……! Toloong aku, Toki!” terdengar
suara Seruni meminta tolong kepada anjing kesayangannya.
Si Toki mengerti jika majikannya membutuhkan pertolongannya, namun
ia tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali hanya menggonggong di mulut
lubang. Beberapa kali Seruni berteriak meminta tolong, namun si Toki
benar-benar tidak mampu menolongnnya. Akhirnya gadis itu semakin
putus asa.
“Ah, lebih baik aku mati saja daripada lama hidup menderita,” pasrah
Seruni.
Dinding-dinding batu cadas itu bergerak semakin merapat.
“Parapat… ! Parapat batu… Parapat!” seru Seruni menyuruh batu itu
menghimpit tubuhnya..
Sementara si Toki yang mengetahui majikannya terancam bahaya terus
menggonggong di mulut lubang. Merasa tidak mampu menolong sang
majikan, ia pun segera berlari pulang ke rumah untuk meminta bantuan.

11

Sesampai di rumah majikannya, si Toki segera menghampiri orang tua
Seruni yang kebetulan baru datang dari desa tetangga berjalan menuju
rumahnya.
“Auggg…! auggg…! auggg…!” si Toki menggonggong sambil
mencakar-cakar tanah untuk memberitahukan kepada kedua orang tua itu
bahwa Seruni dalam keadaan bahaya.
“Toki…, mana Seruni? Apa yang terjadi dengannya?” tanya ayah Seruni
kepada anjing itu.
“Auggg…! auggg…! auggg…!” si Toki terus menggonggong berlari
mondar-mandir mengajak mereka ke suatu tempat.
“Pak, sepertinya Seruni dalam keadaan bahaya,” sahut ibu Seruni.
“Ibu benar. Si Toki mengajak kita untuk mengikutinya,” kata ayah Seruni.
“Tapi hari sudah gelap, Pak. Bagaimana kita ke sana?” kata ibu Seruni.
“Ibu siapkan obor! Aku akan mencari bantuan ke tetangga,” seru sang
ayah.
Tak lama kemudian, seluruh tetangga telah berkumpul di halaman rumah
ayah Seruni sambil membawa obor. Setelah itu mereka mengikuti si Toki
ke tempat kejadian. Sesampainya mereka di ladang, si Toki langsung
menuju ke arah mulut lubang itu. Kemudian ia menggonggong sambil
mengulur-ulurkan mulutnya ke dalam lubang untuk memberitahukan
kepada warga bahwa Seruni berada di dasar lubang itu.
Kedua orang tua Seruni segera mendekati mulut lubang. Alangkah
terkejutnya ketika mereka melihat ada lubang batu yang cukup besar di
pinggir ladang mereka. Di dalam lubang itu terdengar sayupsayup suara
seorang wanita: “Parapat… ! Parapat batu… Parapat!”
“Tapi, kenapa dia berteriak: parapat, parapatlah batu?” tanya sang ibu.
“Entahlah, bu! Sepertinya ada yang tidak beres di dalam sana,” jawab sang
ayah cemas.
Pak Tani itu berusaha menerangi lubang itu dengan obornya, namun dasar
lubang itu sangat dalam sehingga tidak dapat ditembus oleh cahaya obor.
“Seruniii…! Seruniii… !” teriak ayah Seruni.
“Seruni…anakku! Ini ibu dan ayahmu datang untuk menolongmu!” sang
ibu ikut berteriak.
Beberapa kali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban dari
Seruni. Hanya suara Seruni terdengar sayup-sayup yang menyuruh batu
itu merapat untuk menghimpitnya.
“Parapat… ! Parapatlah batu… ! Parapatlah!”

12

“Seruniiii… anakku!” sekali lagi ibu Seruni berteriak sambil menangis
histeris.
Warga yang hadir di tempat itu berusaha untuk membantu. Salah seorang
warga mengulurkan seutas tampar (tali) sampai ke dasar lubang, namun
tampar itu tidak tersentuh sama sekali. Ayah Seruni semakin khawatir
dengan keadaan anaknya. Ia pun memutuskan untuk menyusul putrinya
terjun ke dalam lubang batu.
“Bu, pegang obor ini!” perintah sang ayah.
“Ayah mau ke mana?” tanya sang ibu.
“Aku mau menyusul Seruni ke dalam lubang,” jawabnya tegas.
“Jangan ayah, sangat berbahaya!” cegah sang ibu.
“Benar pak, lubang itu sangat dalam dan gelap,” sahut salah seorang
warga.
Akhirnya ayah Seruni mengurungkan niatnya. Sesaat kemudian, tiba-tiba
terdengar suara gemuruh.
Bumi bergoyang dengan dahsyatnya seakan hendak kiamat. Lubang batu
itu tiba-tiba menutup sendiri.
Tebing-tebing di pinggir Danau Toba pun berguguran. Ayah dan ibu
Seruni beserta seluruh warga berlari ke sana ke mari untuk
menyelamatkan diri. Mereka meninggalkan mulut lubang batu, sehingga
Seruni yang malang itu tidak dapat diselamatkan dari himpitan batu cadas.
Beberapa saat setelah gempa itu berhenti, tiba-tiba muncul sebuah batu
besar yang menyerupai tubuh seorang gadis dan seolah-olah menggantung
pada dinding tebing di tepi Danau Toba. Masyarakat
setempat mempercayai bahwa batu itu merupakan penjelmaan Seruni
yang terhimpit batu cadas di dalam lubang. Oleh mereka batu itu
kemudian diberi nama “Batu Gantung”.
Beberapa hari kemudian, tersiarlah berita tentang peristiwa yang menimpa
gadis itu. Para warga berbondong-bondong ke tempat kejadian untuk
melihat “Batu Gantung” itu. Warga yang menyaksikan peristiwa itu
menceritakan kepada warga lainnya bahwa sebelum lubang itu tertutup,
terdengar suara:
“Parapat… parapat batu… parapatlah!”
Oleh karena kata “parapat” sering diucapkan orang dan banyak yang
menceritakannya, maka Pekan yang berada di tepi Danau Toba itu
kemudian diberi nama “Parapat”. Parapat kini menjadi sebuah kota kecil
salah satu tujuan wisata yang sangat menarik di Provinsi Sumatera Utara,
Indonesia.

13

Berdasarkan cerita di atas yang pertama kali kita cermati adalah
keberadaan Kaldera Toba yang memang sudah ada sebelum terbentuknya Batu
Gantung. Kemudian diikuti dengan peristiwa gempabumi setelah sang tokoh
masuk ke dalam celah batuan yang diperkirakan merupakan joint (kekar).
Kemudian setelah terjadinya peristiwa gempabumi dan pergeseran tersebut
kemungkinan juga terjadi proses pengangkatan di dasar kaldera yag
mengakibatkan terbentuknya sebuah pulau di tengah Kaldera Toba seperti yang
ditunjukkan pada gambar sebelumnya. Danau Toba jelas terpengaruh oleh gaya
sesar . Bentuk Danau Toba yang memanjang, bukan bulat sebagaimana
lazimnya kaldera, menunjukkan dia terpengaruh dengan gaya sesar geser yang
berimpit di kawasan ini. Sisi terpanjang danau, yang mencapai 90 km, sejajar
dengan Zona Sesar Sumatera, yang merupakan salah satu patahan teraktif di
dunia selain Patahan San Andreas di Amerika. Aktivitas gunung berapi di
Sumatera, termasuk Toba, dikontrol oleh patahan ini (Arif dan Sodikin, 2011).
Bukti lainnya adalah keterdapatan endapan Trias di daerah Danau Toba,
Rokan, Danau Singkarak, Jambi, Bangka, Belitung, dan Kepulauan Lingga.
Sekitar Danau Toba (dekat Prapat) endapan Trias terdiri dari skali, batu
gamping, dengan fosil halobia dan clionites yang menunjukkan trias atas
(Sriyono, 2014).
Kelemahan dari penggunaan metode ini adalah dalam menentukan skala
waktu yang tepat mengenai penyusunan/rekonstruksi pembentukan dan evolusi
bentuklahan belum dapat dipastikan. Belum lagi kondisi peradaban manusia di
kala itu apakah sudah mampu menjelaskan cerita yang benar-benar
representative dan dapat dipertangggungjawabkan kepada khalayak.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
keberadaan cerita rakyat dapat membantu memahami dan mempermudah
proses rekosntruksi kronologi pembentukan bentuklahan dan evolusi
bentuklahan. Kaldera Toba merupakan bentuklahan hasil dari proses vulkanik
dan tektonik. Berdasarkan cerita Legenda Danau Toba dan pendapat ahli dapat
diketahui bahwa Kaldera Toba terbentuk pasca letusan supervulkano
mahadahsyat yang memuntahkan ignimbrite sebanyak 34.000 km3. Kemudian
mengalami proses tektonik (sesar) sehingga memiliki bentuk yang seperti
sekarang ini. Kesulitan yang ditemui dalam penulisan artikel ini adalah
penentuan skala waktu yang tepat terhadap penulisan kronologi yang
sesungguhnya terjadi sehingga perlu penelitian yang komprehensif terhadap
bukti-bukti pendukung rekonstruksi kronologi pembentukan dan evolusi
bentuklahan Kaldera Toba.
UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak Arif Ashari atas
bantuannya dalam penulisan artikel ini terutama dalam memberikan masukan tema
penulisan.Terimakasih juga kami ucapkan kepada teman-teman Jurusan Pendidikan
Geografi 2016 yang telah bersedia berdiskusi bersama dalam proses penulisan

14

artikel ini. Smeoga memberikan manfaat dan referensi yang memadai bagi
perkembangan akademik dan ilmu geografi.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, A., dan Sodikin, A. 2011. Toba, Paduan Vulkano-Tektonik. Tersedia dalam
http://nasional.kompas.com/read/2011/10/12/15143499/toba.paduan.vulkan
o-tektonik. Diakses tanggal 2 Januari 2018.
Damayanti, I. 2014. Pemanfaatan Cerita Rakyat (Folklore) dalam Pengajaran
Bahasa Inggris. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra, FKIP Universitas

Bengkulu.
Gobatak.com. 2017. Cerita Rakyat Tentang Asal Usul Danau Toba. Tersedia dalam
https://www.gobatak.com/asal-usul-danau-toba/. Diakses tanggal 2 Januari
2018.
Hidayati, S., Sumaryono, Eka, S. 2010. Tsunami Mentawai 25 Oktober 2010.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi. Volume 5 Nomor 3. Halaman
1-11.
Samsuni. 2008. Batu Gantung (Legenda Kota Parapat. Tersedia dalam
http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/52-Batu-Gantung-LegendaKota-Parapat. Diakses tanggal 2 Januari 2018.
Sriyono. 2014. Geologi dan Geomorfologi Indonesia . Yogyakarta: Ombak.
Stankiewicz, J., Ryberg, T., Haberland, C., Fauzi, Natawidjaja, D. 2010. Lake Toba
Volcano Magma Chamber Imaged By Ambient Seismic Noise
Tomography. Geophysical Research Letters, 37, L17306.
Van Bemmelen, R. W. 1949. The Geology of Indonesia Volume 1A. The Hague:
Government Printing Office.
Verstappen, H. T. 1973. A Geomorphological Reconnaissance of Sumatera and
Adjacent Island. Netherlands. Wolters Noordhoff Punlishing Groningen.
Verstappen, H. T. 1983. Applied Geomorphology. Amsterdam: Elsevier.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

PERANCANGAN DAN ANALISIS ALAT UJI GETARAN PAKSA MENGGUNAKAN FFT (FAST FOURIER TRANSFORM)

23 212 19

PENGARUH SUBSTITUSI AGREGAT HALUS DENGAN PASIR LAUT TERHADAP KUAT TEKAN BETON MENGGUNAKAN SEMEN PCC

5 68 1

ERBANDINGAN PREDIKSI LEEWAY SPACE DENGAN MENGGUNAKAN TABEL MOYERS DAN TABEL SITEPU PADA PASIEN USIA 8-10 TAHUN YANG DIRAWAT DI KLINIK ORTODONSIA RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS JEMBER

2 124 18

KADAR TOTAL NITROGEN TERLARUT HASIL HIDROLISIS DAGING UDANG MENGGUNAKAN CRUDE EKSTRAK ENZIM PROTEASE DARI LAMBUNG IKAN TUNA YELLOWFIN (Thunnus albacares)

5 114 11

KAJIAN MUTU FISIK TEPUNG WORTEL (Daucus carota L.) HASIL PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN

17 218 83

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 SINAR MULYA KECAMATAN BANYUMAS KAB. PRINGSEWU

43 182 68

RECONSTRUCTION PROCESS PLANNING REGULATORY FRAMEWORK IN THE REGIONAL AUTONOMY (STUDY IN THE FORMATION OF REGULATION IN THE REGENCY LAMPUNG MIDDLE ) REKONSTRUKSI PERENCANAAN PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH (STUDI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

0 34 50

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62