Ceramah Anti Syiah Bahasa Arab dalam Pus

Ceramah Anti-Syiah: Antara Bahasa Arab dan Kekuasaan
Oleh Febi Rizki Ramadhan, 1206204720
Pendahuluan
Pada esai ini, saya akan membahas sebuah ceramah yang diisi oleh Habib Rizieq Syihab.
Ceramah ini berlangsung di sebuah Masjid di kota Palembang pada waktu yang tidak begitu
jelas. Ceramah ini bertajuk ‘Waspadai! Pendangkalan Akidah oleh Oknum Ulama, Habib, dan
Kiayi Syiah’. Ceramah ini dihadiri oleh sejumlah pendengar laki-laki dan perempuan yang
duduk terpisah. Ceramah ini akan saya kaji menggunakan beberapa konsep yang terdapat dalam
kuliah Bahasa, Kebudayaan, dan Kognisi, di antaranya ialah bahasa dan kekuasaan,
bilingualisme dan codeswitching, dan discourse community.
Bahasa Arab dan Kekuasaan
Philips, dalam tulisannya yang berjudul Language and Social Inequality, menyatakan
bahwa terdapat keterkaitan erat antara bahasa dengan ketidaksetaraan sosial. Dalam hal ini, ia
menyatakan bahwa kekuasaan dapat mempengaruhi penggunaan bahasa. Dalam tulisannya, ia
membahas beberapa topik, mulai dari penggunaan bahasa dalam lingkungan birokratik,
ketidaksetaraan bahasa dan gender, bahasa dan kolonialisasi, serta keterkaitan antara bahasa dan
ekonomi-politik. Pembahasan Philips mengenai relasi antara bahasa dan kekuasaan akan saya
lihat dalam ceramah yang disampaikan oleh Habib Rizieq Syihab. Perwujudan kekuasaan yang
amat terlihat dalam ceramah yang disampaikan oleh Syihab ialah kekuasaan yang menyebabkan
ketidaksetaraan bahasa terkait dengan ketidaksetaraan gender.
Philips menjelaskan bahwa ketidaksetaraan bahasa dan ketidaksetaraan gender amat

terkait dan dapat kita lihat pada perbedaan kosa kata untuk laki-laki dan perempuan.
Ketidaksetaraan bahasa ini dapat lebih mudah ditemukan pada bahasa-bahasa yang mengenal
kata ganti berdasarkan gender seperti Bahasa Inggris yang mengenal ‘he’ dan ‘she’ atau Bahasa
Arab yang mengenal ‘anta’ dan ‘anti’. Pada ceramah yang diisi oleh Habib Rizieq Syihab, dapat
kita lihat bahwa ia tidak menyapa peserta ceramah perempuan sama sekali, melainkan hanya
menyapa peserta laki-laki, hal ini dapat kita lihat dengan penyapaan saudara dan muslimin, alihalih saudari dan muslimah.
Pada titik ini, kita dapat melihat bagaimana Habib Rizieq Syihab memiliki tendensi untuk
sekadar menyapa peserta laki-laki dibanding menyapa keseluruhan peserta. Hal ini dapat kita
lihat pada cara penyapaannya di atas. Adanya perbedaan penyapaan menunjukkan adanya
perbedaan skema di tataran ideasional Habib Rizieq Syihab dalam melihat perbedaan gender.
Codeswitching: Bahasa Arab dan Indonesia
Selaku seorang habib yang mengisi ceramah di Masjid, Habib Rizieq Syihab seringkali
menggunakan kata, frase, maupun istilah yang berasal dari Bahasa Arab. Hal ini dapat kita lihat
sebagai pengejewantahan konsep Codeswitching, yang merupakan salah satu bentuk dari
bilingualisme, di mana dalam pembicaraan yang menggunakan suatu bahasa, terdapat bahasa
lain yang diselipkan. Dalam hal ini, Bahasa Arab merupakan bahasa yang seringkali diselipkan

dalam pembicaraan Habib Rizieq Syihab yang sejatinya berbahasa Indonesia dan berbicara di
depan peserta yang berbicara dengan menggunakan Bahasa Indonesia sebagaimana
pernyataannya di bawah ini:

Habib : Segenap Muslim, rahimakumullah, Saya dapat pertanyaan, tapi kalau dijawab
singkat dan sangat singkat, jadi fitnah. Tapi nggak apa-apa, saya akan coba jawab
singkat, semoga nggak jadi fitnah. Amin. Pertanyaannya soal Syiah. Sebenarnya saya
lebih suka bicara soal perjuangan, tabarruj, khosilah, sirat, namun apa boleh buat,
intisalan li amri sahidan baiq. Saya ingin ingatkan bahwa saya dan kawan-kawan yang
ada di dalam fpi sudah memiliki ketentuan garis perjuangan organisasi bahwa syiah kami
bagi menjadi tiga golongan dengan segala sekte batang syiah yang ada di dalamanya. Dia
punya puluhan, ada ismaili jafari dan lain sebagainya. Seperti keyakinan bahwa jibril
salah menyampaikan risalah,harusnya ali yang jadi nabi bukan muhammad. Bahwa
alquran itu kurang dan yang saat ini ada itu sudah dipalsukan dan tidak asli. Sepakt
semua ulama, murtad, kafir, keluar dari islam
Pertanyaan yang selanjutnya muncul ialah, mengapa alih-alih hanya menggunakan
Bahasa Indonesia, Habib Rizieq Syihab juga menggunakan Bahasa Arab? Jawaban dari
pertanyaan ini tidak dapat kita lepaskan dari empat konsep Heller mengenai bilingualisme, yaitu
kita harus melihat bahwa bahasa bukanlah suatu hal yang esensial, merupakan dibentuk melalui
konstruksi sosial. Kedua, kita harus melihat siapa melakukan apa dengan sumber apa. Pada poin
ini, kita melihat bahwa bahasa merupakan sesuatu yang didistribusikan secara sosial. Pada poin
selanjutnya, Heller mengajak kita untuk melihat bahwa distribusi sosial ini tidak dapat
dilepaskan dari kekuatan-kekuatan ekonomi-politik. Terakhir, Heller menyatakan bahwa ide kita
mengenai bahasa tidak netral karena ada sesuatu yang menyebabkan segala sesuatu seakan

masuk akal, yaitu kekuasaan. Keempat konsep ini pada dasarnya dapat menjadi pijakan kita
dalam menjawab mengapa Bahasa Arab digunakan oleh Habib Rizieq Syihab dalam
ceramahnya.
Pertama, kita harus melihat bahwa codeswitching yang dilakukan oleh Habib Rizieq
Syihab bukanlah sesuatu yang esensial, ia memilih untuk menggunakan Bahasa Arab di samping
Bahasa Indonesia sebagai bahasa ibunya. Dengan demikian, penggunaan Bahasa Arab Habib
Rizieq Syihab merupakan suatu hal yang dikonstruksi. Selanjutnya, kita harus melihat
bagaimana sumber-sumber Bahasa Arab didistribusikan secara sosial dan terkait dengan
kekuatan ekonomi-politik di luar penutur bahasa tersebut. Keterkaitan antara kekuatan ekonomipolitik dan distribusi sosial Bahasa Arab memang tidak terlalu terlihat. Saya pikir, kita memang
sebaiknya tidak mengaitkan antara kekuatan ekonomi-politik dan distribusi sosial Bahasa Arab
dalam kasus Habib Rizieq Syihab. Dalam kasus Habib Rizieq Syihab, mengapa ia menggunakan
Bahasa Arab sebenarnya dapat dilihat pada poin selanjutnya, yaitu mengenai kekuasaan,
khususnya institusi agama. Saya berpikir bahwa kita sebaiknya tidak mengaitkan keduanya
karena sebagaimana dinyatakan oleh Marvin Harris, bagan perilaku-etik berbeda dengan bagan
mental-emik. Dalam bagan Harris, keyakinan agama berada di tataran basis pada bagan mental-

emik, sehingga tidak dapat dikaitkan dengan kekuatan ekonomi-politik yang berada di tataran
struktur pada bagan perilaku-etik. Alih-alih kekuatan ekonomi-politik, saya pikir kita dapat
melihat peran kekuasaan dalam penggunaan Bahasa Arab.
Heller menyatakan bahwa terdapat suatu hal yang menyebabkan seolah masuk akal, yaitu

kekuasaan. Dalam hal penggunaan Bahasa Arab Habib Rizieq Syihab, kita dapat melihat adanya
kekuataan dari institusi agama yang berkuasa, yaitu institusi Agama Islam. Ketika dilihat dalam
kerangka pikir Agama Islam, maka kita dapat menemui ketidaksetaraan bahasa yang, alih-alih
disebabkan oleh kekuatan ekonomi-politik, didasarkan kitab suci sebagai teks rujukan beragama.
Terdapat kecenderungan dalam kerangka pikir Habib Rizieq Syihab yang beragama Islam bahwa
terdapat ketidaksetaraan bahasa di tataran kognisinya, yaitu bahwa Bahasa Arab berada di posisi
yang lebih tinggi dibanding Bahasa Indonesia.
Pada titik ketidaksetaraan bahasa ini, kita juga dapat melihat terjadinya diglossia, yaitu
penggunaan dua bahasa atau lebih (atau variasi bahasa) untuk fungsi-fungsi sosial dan/atau
konteks-konteks yang berbeda. Dalam diglossia, salah satu bahasa dianggap lebih tinggi,
diperoleh dengan cara yang berbeda, dan lebih baku. Perlu kita lihat pula bahwa diglossia
merupakan gejala yang terjadi di tataran masyarakat, bukan individu. Kita dapat melihat
ketidaksetaraan bahasa antara Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia sebagai bentuk dari diglossia,
yaitu bahwa Bahasa Arab dilihat lebih tinggi dari Bahasa Indonesia, diperoleh dengan cara yang
berbeda dengan Bahasa Indonesia karena Bahasa Indonesia diperoleh begitu saja dan bersifat
taken for granted karena telah merupakan bahasa ibu sedangkan Bahasa Arab harus dipelajari.
Ceramah Anti-Syiah dan Discourse community
Discourse community dapat dilihat sebagai pengelompokan individu yang memiliki
bersama aturan-aturan untuk praktik-praktik diskursif. Konstruk discourse community melihat
bahwa praktik historis akan menghasilkan suatu kelompok yang mengikuti aturan tertentu yang

mengacu pada aturan ekonomi, geopolitik, dan sebagainya sehingga membatasi apa yang bisa
dibicarakan dalam suatu kelompok tersebut.
Dalam ceramah bertajuk ‘Waspadai! Pendangkalan Akidah oleh Oknum Ulama, Habib,
dan Kiayi Syiah’, Habib Rizieq Syihab dan peserta ceramah dapat dilihat sebagai sebuah
discourse community karena mereka memiliki diskursus yang sama, yaitu anti-Syiah. Lebih
lanjut, mereka tidak sekadar memiliki diskursus yang sama, melainkan juga memiliki aturanaturan untuk praktik-praktik diskursif mereka, sebagaimana telah dinyatakan oleh Habib Rizieq
Syihab, Front Pembela Islam telah memiliki sejumlah ketentuan tegas yang mereka gunakan
untuk melihat Syiah yang pada dasarnya berupa kategorisasi. Kategorisasi ini juga disepakati
oleh para peserta ceramah. Hal ini dapat dilihat dari kesetujuan mereka dan teriakan ‘Allahu
Akbar’ yang mereka galakkan tiap kali Habib Rizieq Syihab menyatakan pandangannya.
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, praktik historis akan menghasilkan suatu kelompok
yang mengikuti aturan tertentu yang mengacu pada aturan ekonomi, geopolotik, dan sebagainya.
Dalam hal ini, aturan yang diacu dalam discourse community ialah agama. Agama sebagai suatu
sistem keyakinan dapat menjadi acuan yang menghasilkan discourse community.

Selanjutnya, kita dapat melihat bahwa terdapat batas-batas mengenai hal-hal yang dapat
dibicarakan dalam kelompok tersebut. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, aturan yang diacu
oleh discourse community penceramah dan peserta ceramah ini ialah aturan agama dan diskursus
yang dimiliki oleh mereka semua ialah diskursus anti-Syiah. Adanya diskursus dan aturan yang
sama ini menyebabkan terdapat batasan sehingga tidak semua hal dapat mereka bicarakan dalam

discourse community tersebut. Dengan kata lain, hal-hal yang dapat dibicarakan dalam discourse
community tersebut ialah hal-hal yang terkait dengan anti-Syiah dan harus mengikuti aturan
agama sebagai kerangka aturan yang diacu.
Simpulan
Ceramah Habib Rizieq Syihab mengenai mewaspadai pendangkalan akidah oleh ulama,
habib, dan kiai Syiah dapat dianalisis menggunakan sejumlah konsep, di antaranya ialah
codeswitching, bahasa dan kekuasaan, serta discourse community. Pembahasan mengenai bahasa
dan kekuasaan serta codeswitching melihat bahwa penggunaan Bahasa Arab tidak dapat
dilepaskan dari kekuasaan, khususnya kekuasaan institusi agama. Selain itu, pembahasan
mengenai discourse community melihat bahwa penceramah-peserta ceramah pada ceramah
tersebut merupakan satu discourse community karena memiliki diskursus yang sama dan aturanaturan yang sama untuk melakukan praktik diskursif.

Daftar Pustaka
Heller, Monica
2006

Bilingualism dalam Language, Culture, and Society. Cambridge: Cambridge University
Press

Philips, Susan U.

2004

Language and Social Inequality dalam A Companion to Linguistic Anthropology.
Cornwall: Blackwell Publishing Ltd

Transkrip Ceramah Habib Rizieq Syihab

Oleh Febi Rizki Ramadhan
Habib : Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Walhamdulillahi Wasohibil, wa
afadhil, inallaha wamalaaikatahu yusoluna ala nabih, ya ayyuhal muslimun, sollu alaihi
wassolu
Peserta : Allahumma solli wassalim
Habib : Sollu alaihi wasollu
Peserta : Taslimah.
Habib : Segenap Muslim, rahimakumullah, Saya dapat pertanyaan, tapi kalau dijawab singkat
dan sangat singkat, jadi fitnah. Tapi nggak apa-apa, saya akan coba jawab singkat,
semoga nggak jadi fitnah. Amin. Pertanyaannya soal Syiah. Sebenarnya saya lebih suka
bicara soal perjuangan, tabarruj, khosilah, sirat, namun apa boleh buat, intisalan li amri
sahidan baiq. Saya ingin ingatkan bahwa saya dan kawan-kawan yang ada di dalam fpi
sudah memiliki ketentuan garis perjuangan organisasi bahwa syiah kami bagi menjadi

tiga golongan dengan segala sekte batang syiah yang ada di dalamanya. Dia punya
puluhan, ada ismaili jafari dan lain sebagainya. Seperti keyakinan bahwa jibril salah
menyampaikan risalah,harusnya ali yang jadi nabi bukan muhammad. Bahwa alquran itu
kurang dan yang saat ini ada itu sudah dipalsukan dan tidak asli. Sepakt semua ulama,
murtad, kafir, keluar dari islam
Peserta : Allahuakbar
Habib : Dan kita tidak membedakan siapapun orangnya mau habib, mau kiyai, kalao dia ikut
syiah khula, murtad, kafir, keluar dari islam
Peserta : Betul! Allahuakbar!
Habib : Yang kedua, kelompok syiah yang akidahnya idak seperti khulah. Dia tidak memandang
ali itu tuhan atau lebih afdol dari muhammad, TAPI secara demonstratif mencaci maki
para sahabat nabi, seperti para sahabat yang mulia, abu bakar, umarah, usman, bahkan
berani mencaci istri nabi aisyah dan hafsah, radiyallu?
Peserta : Anhu!
Habib : Bahkan kadang mengkafirkan sahabat, sepakat ahlussunnah, menyesatkan dan wajib
untuk kita lawan
Peserta : Allahuakbar
Habib : Kalau sudah ada yang naik ke atas mimbar coba-coba mencaci Sayyidina Umar,
Sayyidina Utsman, Sayyidina Abu Bakar, Siti Aisyah, dan Siti Hafsah, bakar mimbarnya,
Saudara!

Peserta : Allahuakbar
Habib : Siap?
Peserta : Siap!
Habib : Siap bela istri nabi?
Peserta : Siap!
Habib : Takbbir!
Peserta: Allahuakbar!

Habib : Kita dari FPI tidak pilih bulu, sudah kami instruksikan ke seluruh laskar FPI dari
Sabang Merauke, kalau ada yang berani mencaci istri nabi dan sahabat, maka terus saja,
jika anda mendapatkan kaset rekaman yang mencaci maki, perkarakan! Laprokan ke
polisi! Jebloskan ke penjara!
Peserta : Allahuakbar!
Habib : Takbir!
Peserta: Allahuakbar!
Habib : Yang ketiga, ini yang jadi persoalan, saudara, kelompok syiah yang tidak membawa
akidah khulah, yang selalu menjaga sikap, tidak membuat tulisan atau mengungkapkan
dengan lisan mencaci maki. Kelompok ini yang tidak kelihatan apakah taqqiyah atau
tidak. Taqqiyah urusan hati, hati ruusan allah. Untuk kelompok ini kami mengikuti aturan
ulama, bagaimana proses doktoer alkhurbi, yusuf qordowi, semuanya sepakat untuk

kelompok yang ketiga, harus kita ajak dialog, bukan diperangi bukan dikafir2kan,
kelompok ketiga ini bukan untuk diikuti tapi ajak mereka taubat! Kalau anda mengajak
fpi untuk memukul rata semasyiah, kami tidak bisa. Ketika berurusan dengan syahwat,
dengan kesesatan, FPI akan ada di barisan terdepan. Takbir!
Habib : Allahu akbar!
Peserta : Kalau mereka menyampaikan kritik terhadap ahlus-sunnah, tidak sesuai adab, mereka
berubah menjadi maffilah, kita tidak anti-kritik, kami akan menjawab kalau mereka
mengkritik. Bil ilmi wal adab! Tapi kalau sudah mencaci maki sahabat, akan kami hadapi
dengan tegas dan keras dan tidak akan kami pedulikan apapun resikonya.