analisa pengaruh hujan terhadap stabilit

PENGARUH VARIASI DURASI HUJAN TERHADAP STABILITAS LERENG
PADA JALAN RAYA SESAOT MENGGUNAKAN SOFTWARE GEOSTUDIO V.6
The Effect of the Rain Duration Variation on Slope stability at Sesaot Road Way
by Using Geostudio V.6 software
M. Ikhsan1, Ismail Hoesain M2, Tri Sulistyowati2
1

Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Mataram
2
Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Mataram

INTISARI
Salah satu faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah hujan dengan intensitas dan
durasi tertentu. Pengurangan kekuatan tanah diakibatkan bertambahnya massa tanah yang
disebabkan oleh air hujan yang masuk ke permukaan tanah yang sering terjadi pada musim
penghujan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variasi
durasi hujan terhadap kestabilan lereng tepi jalan Raya Sesaot pada kordinat S 08°32ˈ39,4ˈˈ dan E
116°14ˈ22,2ˈˈditinjau pada saat kondisi lereng tanpa hujan, kondisi lereng dengan durasi 1 jam,
kondisi lereng dengan durasi 2,5 jam dan kondisi lereng dengan durasi 8 jam dengan intensitas
maksimum dalam waktu satu hari. Dalam penelitian ini dilakukan permodelan dengan menggunakan
Software Geostudio V.6 dengan melakukan analisis terhadap variasi durasi hujan. Permodelan hujan

dilakukan dengan menggunakan program SEEP/W untuk mengetahui distribusi tekanan air pori yang
kemudian dilakukan analisa terhadap kestabilan lereng menggunakan program SLOPE/W. Hasil
analisis menunjuka bahwa air hujan yang terinfiltrasi ke permukaan lereng menghasilkan angka
keamanan yang bervariasi dengan perbedaan nilai yang relativ kecil. Faktor yang berpengaruh adalah
intensitas hujan dengan durasi yang panjang serta keadaan geometrik lereng dengan kemiringan
mencapai 85°. Dari hasil analisis yang dilakukan, pengaruh variasi durasi hujan dengan durasi 1 jam,
2.5 jam dan 8 jam mengakibatkan nilai faktor keamanan pada lereng mengalami penurunan karena
naiknya muka air tanah sehingga tingkat kejenuhan tanah meningkat dan nilai faktor keamanan pada
lereng mengalami penurunan. Pengaruh penambahan durasi akibat adanya hujan berbanding terbalik
dengan nilai angka keamanan pada lereng. Dengan kata lain, menurunnya nilai angka keamanan
lereng seiring dengan bertambahnya durasi hujan. Selain itu untuk masing-masing metode pada
setiap kondisi lereng, metode Bishop merupakan metode dengan nilai angka keamanan paling kritis
diantara metode Orinary dan metode Janbu. Selain pengaruh adanya hujan, bentuk geometrik lereng
mempengaruhi nilai angka keamanan pada lereng. Hal ini ditunjukan dengan analisa penanggulangan
lereng menggunakan satu terasering dan dua terasering. Semakin banyak jumlah terasering semakin
bertambah nilai angka keamanan. Selain itu, nilai angka keamanan pada lereng meningkat apabila
sudut kemiringan lereng diperkecil. Kondisi ini dibuktikan dengan analisa stabilitas dengan
mengurangi sudut kemiringan lereng dari 85° menjadi 75° dan 65°. Semakin kecil sudut kemiringan
lereng maka semakin besar nilai angka keamanan pada lereng.
Kata kunci:


1.

Geometrik, durasi hujan, tanah longsor, stabiltas lereng.

PENDAHULUAN

Mengingat

bahwa

Provinsi

Nusa

Jalan merupakan akses bagi sarana

Tenggara Barat merupakan wilayah dengan

transportasi darat yang menghubungkan antar


topografi perbukitan, banyak di jumpai lereng-

wilayah

lereng

satu

transportasi

dengan
merupakan

lainnya
integral

dimana

dengan


karakteristik

tanah

yang

dari

beragam. Seperti halnya tanah yang terletak di

kehidupan serta hal yang cukup penting bagi

jalan raya Sesaot Kabupaten Lombok Barat

manusia.

1

yang kemiringan lerengnya mencapai 85°


2.2

dengan ketinggian yang bervariasi.

Intensitas Curah Hujan
Distribusi

Tanah dengan kemiringan tersebut berpotensi

curah hujan berbeda-beda

sesuai dengan jangka waktu yang ditinjau
yakni curah hujan tahunan, bulanan, harian

terjadinya longsor.

dan curah hujan per-jam. Cara perhitungan
Untuk itu, pengaruh variasi durasi hujan
terhadap stabilitas lereng pada jalan raya

Sesaot menggunakan software Geostudio V.6
dilakukan demi mengetahui sejauh mana
tingkat kestabilan lereng dengan beberapa
kondisi serta metode analisa.

2.

intensitas

disampaikan

dengan

terjadinya

meresapnya

jangka

Talbot,


pendek

Sherman

dan

hujan setiap waktu berdasarkan data curah
hujan harian disampaikan oleh Mononobe.
Rumus Mononobe

longsor

air

oleh

hujan

Ishiguro. Untuk menghitung intensitas curah


𝐼=

TINJAUAN PUSTAKA
Proses

curah

diawali

kedalam

tanah

sehingga menambah bobot massa tanah.

𝑅24 24 𝑚
( )
24 𝑡𝑐


dengan
I

: intensitas hujan (mm/jam)

T

: lamanya curah hujan (jam)

gelincir, sehingga tanah menjadi licin dan

m

: konstanta

tanah hasil pelapukan diatasnya bergerak

𝑅24

: curah hujan maksimum dalam 24 jam


Kemudian air menembus sampai ke lapisan
kedap air yang berperan sebagai bidang

mengikuti lereng dan keluar dari lereng.

2.3
2.1

Durasi adalah lamanya suatu kejadian

Jenis-jenis Longsoran
Klasifikasi longsoran menurut HWRBLC,

(Highway

Research

Board


Durasi Curah Hujan

Landslide

Committee, 1978).

hujan (Sudjarwadi, 1987). Hujan yang meliputi
daerah luas, jarang sekali dengan intensitas
tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi
cukup panjang. Kombinasi dari intensitas

Tabel 2.1. Klasifikasi Longsoran (landslide)
oleh Varnes (1978)

hujan yang tinggi dengan durasi panjang
jarang terjadi.
2.4

Pengaruh

Hujan

Terhadap

Mekanisme Longsoran
Curah hujan tertentu merupakan faktor
pemicu terjadinya longsor. Secara umum
terdapat dua tipe hujan pemicu longsoran di
Indonesia, yaitu tipe hujan deras misalnya
hujan yang mencapai 70 mm/jam atau lebih
dari 100 mm/jam yang berlangsung singkat
sumber : Higway Research Board Landslide Comitte 1978

dan hujan normal tapi berlangsung lama
dengan intensitas 20 - 50 mm/jam.

2

Menurut

Sosrodarsono

dan

Takeda

(1999), keadaan dan intensitas hujan dapat
dikategorikan seperti dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.2 Keadaan dan Intensitas Hujan
Intensitas curah hujan (mm)

Keadaan curah hujan

1 Jam

24 Jam

Hujan sangat ringan

100

Gambar 2.1 Perhitungan hujan berdasarkan
kemiringan lereng.
(sumber : Subiyanti H., 2007)

2.5

Anggapan dalam Perhitungan Hujan
Berdasarkan Kemiringan Lereng

2.6

Anggapan-anggapan dalam Analisa
Stabilitas Lereng

Subiyanti H., ( 2007 ), hujan yang jatuh
di permukaan lereng dianggap merata. Hujan
yang jatuh pada permukaan tanah yang datar
berbeda dengan hujan yang jatuh pada
permukaan tanah

yang miring. Sehingga

perhitungan besaran hujan dihitung pada
masing-masing kemiringan lereng.
Persamaan
berdasarkan

perhitungan

kemiringan

lereng

Faktor aman (SF) didefinisikan sebagai
perbandingan antara gaya yang menahan dan
gaya

yang

menggeserkan/menggerakkan.

Lereng akan tetap stabil jika gaya yang
menahan gerakan lebih besar daripada gaya
yang melongsorkan atau meluncurkan (SF> 1).
Kondisi kritis pada lereng, yaitu kondisi batas

hujan
menurut

Fredlund dan Rahardjo (1993) sebagai berikut:
𝐿𝑖. 𝑉𝑤𝑖
Ṽ𝑤𝑖 =
𝑆𝑖
dengan

kestabilan pada lereng, terjadi jika gaya yang
menahan

sama

dengan

melongsorkan/meluncurkan

gaya
(SF=1).

yang
Lereng

tersebut akan mulai bergerak (tidak stabil) jika
gaya yang menahan terlampaui oleh gaya
yang melongsorkan/ meluncurkan (SF< 1).
Untuk

itu

Hardiyatmo,

merekomendasi

angka

C.

H.,

aman

(2006)

(SF)

>1.5

Vw

= intensitas hujan (mm/jam)

Li

= jarak tegak lurus bidang vertikal (m)

Si

= jarak tegak lurus bidang lereng (m)

( 2007 ), mengkategorikan angka aman seperti

Qw

= beban hujan (mm/jam)

pada Tabel 2.3 di bawah ini.

sehingga kondisi lereng kritis tidak terjadi.
Bowles (1984) dalam Subiyanti H.,

Tabel 2.3 Kejadian Longsor menurut
Bowles (1984)
F

Kejadian

F < 1,07

Kemungkinan terjadi longsor

1,07 < F ≤ 1,25

Bisa longsor

F > 1,25

Hampir tidak terjadi longsor

sumber : Subiyanti H., 2007

3

2.7

Ketepatan Analisa Stabilitas Lereng
Menurut

Bowless

(1984

2.9

dalam

Analisa

Stabilitas

Lereng

dengan

Metode Irisan

Hardiyatmo, 2003) kesalahan analisis stabilitas
lereng tidak banyak disebabkan oleh bentuk
anggapan bidang longsornya, akan tetapi
kesalahan

banyak

disebabkan

pada

penentuan sifat-sifat tanah dan pencarian
lokasi bidang longsor kritisnya.
2.8 Analisa

Stabilitas

dengan

Bidang

Longsor Berbentuk Lingkaran
Pengamatan longsor lereng oleh Collin
(1946) dalam Hardiyatmo (2003) menunjukkan

Gambar 2.3 Gaya-gaya yang Bekerja pada Irisan
dengan Permukaan Bidang
Longsoran Tipe Lingkaran
(Manual Slope/W V.6, 2004).

bahwa kebanyakan peristiwa longsoran tanah
terjadi

dengan

berbentuk

lengkungan.

Lengkung bidang longsor dapat berbentuk
lingkaran (silinder), spiral logaritmis ataupun
kombinasi dari keduanya. Contoh bentuk-

Untuk analisa tegangan efektif, kuat
geser tanah ditentukan dengan persamaan
berikut:

bentuk bidang longsor diperlihatkan pada

τ  c    n  u  tan  

Gambar 2.2 berikut :

( 2.1 )

dengan

τ

= kuat geser (Ton/m )

c'

= kohesi efektif (kN/m )

ϕ'

= sudut geser dalam efektif (derajat)

σn

= tegangan normal (kN/m )

u

= tekanan air pori (kN/m )

2

2

2

2

Dalam
Gambar 2.2 Bentuk-bentuk Bidang Longsor
(Hardiyatmo 2003)

analisa

biasanya dihitung

stabilitas

lereng,

dua persamaan faktor

keamanan yaitu persamaan keseimbangan
gaya-gaya

dan momen yang bekerja pada

setiap bidang irisan. Untuk memenuhi kondisi
keseimbangan batas, besarnya gaya geser
( S m ) yang harus dikerahkan adalah:

Sm 

c   N  u  tan  

( 2.2 )

F

4

dengan

n  N /

σn

= rata-rata tegangan normal pada

dengan mensubstitusikan Persamaan 2.2 ke
dalam Persamaan 2.4, diperoleh persamaan
faktor aman dengan keseimbangan momen

2

dasar tiap pias (kN/m )

( Fm ):

F

= faktor aman

β

= panjang dasar tiap pias (m)

Fm 

2.9.1 Metode irisan biasa (Fellenius)
Metode

ini

mengasumsikan

 cR  N  u R tan 
Wx   Nf   kWe  Dd   Aa

2.9.2 Metode Bishop yang disederhanakan

bahwa

resultan gaya antar irisan sama dengan nol

Asumsi yang digunakan dalam metode

dan bekerja sejajar dengan permukaan bidang

ini yaitu besarnya gaya geser antar-irisan

runtuh, serta bidang runtuh berupa sebuah

sama dengan nol (X=0) dan bidang runtuh

busur lingkaran. Kondisi kesetimbangan yang

berbentuk sebuah busur lingkaran. Kondisi

dapat

hanya

kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh

kesetimbangan momen untuk semua irisan

metode ini adalah kesetimbangan gaya dalam

pada pusat lingkaran runtuh.

arah

dipenuhi

oleh

metode

ini

vertikal

untuk

setiap

irisan

dan

kesetimbangan momen pada pusat lingkaran
runtuh

untuk

semua

irisan,

sedangkan

kesetimbangan gaya dalam arah horisontal
tidak dapat

dipenuhi. Kesetimbangan gaya

dalam arah vertikal menghasilkan persamaan
sebagai berikut:
Gambar 2.4 Gaya-gaya yang bekerja pada

 X L  X R   W  N cos  Sm sin   D sin    0

( 2.5 )

tiap irisan Metode Ordinary

Substitusi persamaan 2.2 ke persamaan 2.5
Untuk
keamanan,

memulai
Fellenius

perhitungan
(1936)

faktor

mengabaikan

akan menghasilkan persamaan untuk gaya
normal total (N) sebagai berikut:

gaya geser dan gaya normal yang bekerja
pada tiap-tiap pias. Dengan menjumlahkan
gaya-gaya arah tegak lurus dengan dasar
irisan diperoleh persamaan gaya normal (N)
yaitu :

N  W cos  kW sin   D cos    90 

N

W  X L  X R  

c sin   u sin  tan  
 D sin  
F
sin  tan  
cos 
F

( 2.3 )

Dengan meninjau resultan momen dari
setiap pias yang bekerja di pusat rotasi sama
dengan nol, dapat ditulis persamaan sebagai
berikut:

Wx  S R   Nf  kWe  Dd   Aa  0
m

( 2.4 )

(2.15)

5

E

dengan

L

 ER   0 apabila seluruh

gaya pada pias diseluruh massa tanah yang
longsor

dijumlahkan.

Dengan

mensubstitusikan Persamaan 2.2 ke dalam
Persamaan 2.6, maka persamaan faktor aman
dengan keseimbangan gaya ( F f ) tanpa faktor
Gambar 2.5. Gaya-Gaya yang Bekerja pada tiap
Irisan Metode Bishop

2.9.3

Ff 

 c cos  N  u  tan   cos 
 N sin    kW  D cos   A

koreksi (

Metode Janbu yang Disederha-

fo )

adalah sebagai berikut:

nakan
Asumsi yang digunakan dalam metode
ini yaitu gaya geser antar irisan sama dengan
nol. Metode ini memenuhi kesetimbangan

3.

METODE PENELITIAN

3.1

Lokasi Penelitian
Lereng yang diamati adalah lereng pada

gaya dalam arah vertikal untuk setiap irisan
dan

kesetimbangan

horisontal

untuk

gaya

semua

dalam
irisan,

arah
namun

kesetimbangan momen tidak dapat dipenuhi.
Sembarang

bentuk

bidang

runtuh

tepi jalan Raya Sesaot di desa Sesaot
Kabupaten

Lombok

Barat

pada

kordinat

( S 08°32ˈ39,4ˈˈ dan E 116°14ˈ22,2ˈˈ).

dapat
3.2

dianalisis dengan metode ini.

Pengumpulan Data
Jenis

data yang dibutuhkan meliputi

data primer dan data sekunder. Data primer
antara lain geometrik lereng dan sifat fisik
tanah.

Sedangkan

untuk

data

sekunder

merupakan data hujan.
3.3

Pengujian Tanah di Laboratorium

3.3.1 Alat dan Bahan
Gambar 2.6 Gaya-gaya yang bekerja pada tiap
irisan Metode Janbu

Dengan

meninjau

resultan

gaya-gaya

horizontal yang bekerja dari tiap-tiap pias,
didapat

persamaan

keseimbangan

gaya

sebagai berikut:

R

Alat
Peralatan

pengujian

yang

eksperimental

digunakan
di

untuk

laboraturium,

meliputi:
a. Alat pengambilan sample tanah (ASTM D1452-80)
b. Satu set alat uji kadar air (ASTM D-2216-

E  E   N sin   S cos   kW  Dcos A  0
L

A.

71)

m

( 2.6 )

c. Satu set alat uji Specific Gravity (ASTM D854-92)
d. Satu set alat uji Atterberg limit (ASTM D4318-95a)
6

e. Satu

set

saringan

standar

dan

Pengujian hydrometer mengikuti ASTM D –

alat

Hydrometer (ASTM D-422-93)

421-85. Analisa saringan digunakan tanah

f. Satu set alat uji geser langsung (ASTM D-

sisa hidrometer yang tertahan saringan

3080-72)

no.200 setelah dikeringkan dalam oven
selama 24 jam mengikuti ASTM D – 422-63

f. Satu set alat Constand Head Permeameter
dengan sampel Chamber

e. Pengujian Geser Langsung (Direct Shear)
Pengujian geser langsung mengikuti ASTM

B.

D – 308.

Bahan
Bahan yang digunakan untuk semua

f. Pengujian Permeabilitas.

jenis pengujian adalah tanah tak terganggu
(undisturb) dan terganggu (disturb). Tanah

C.

diambil dari satu titik pengamatan yaitu di

Data Keluaran
Dengan

berbagai

pengujian

lereng pada tepi jalan raya Sesaot dengan

laboraturium yang disebutkan di atas akan

menganggap tanah pada semua titik lereng

diperoleh data tanah penyusun lereng yakni

sama.

berat volume tanah ( γ ), nilai kohesi tanah (c)
dan sudut geser tanah (φ) serta laju rembesan

3.3.2 Langkah Pengujian

( K ) yang nantinya data ini akan digunakan

A.

untuk analisis stabilitas lereng.

Pengambilan Contoh Tanah
Contoh tanah yang digunakan pada

penelitian tugas akhir ini merupakan contoh
tanah tak terganggu (undisturb).

3.4

Analisa Stabiltas Lereng
Dari

pengumpulan

data,

dilakukan

permodelan menggunakan software SEEP/W
B.

Macam Pengujian

untuk memperoleh tekanan air pori yang

Adapun jenis pengujian yang akan

kemudian analisa stabilitas lereng dilakukan

dilakukan antara lain:

mengunakan software SLOPE/W.

a. Pengujian Kadar Air
Uji kadar air dilakukan mengikuti ASTM D2216,
b. Pengujian Specific Gravity Mengikuti ASTM
D-854,
c. Pengujian Batas – Batas Konsistensi Tanah
Pengujian

batas

Atterberg

meliputi

pengujian batas cair (ASTM D 4318-95a)
dan batas plastis (ASTM D 4318-95a),
d. Pengujian Distribusi Ukuran Butiran Tanah

7

MULAI

STUDI LITERATUR

1.
2.

PENGUMPULAN DATA
Data Primer
: - Geometrik Lereng
- Data tanah penyusun Lereng
Data Sekunder : - Intensitas dan Durasi hujan

PLOT DATA KE SOFTWARE
SLOPE/W
Kondisi perhitungan :
1. Lereng dalam keadaan tanpa hujan
2. Lereng dalam kondisi hujan maksimum
durasi 1 jam
3. Lereng dalam kondisi hujan maksimum
durasi 2.5 jam
4. Lereng dalam kondisi hujan maksimum
durasi 8 jam

ANALISA STABILITAS LERENG
JALAN RAYA SESAOT DENGAN
SOFTWARE GEO SLOPE V.6

SLOPE/W

SEEP/W
ANALISIS

ANALISIS

HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

KESIMPULAN

SARAN

SELESAI

Gambar 3.1 Bagan alir analisa studi.

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Penampang dan Data Teknis Analisa

Tabel 4.1 Data tanah

Stabilitas Lereng

Gambar 4.1 Penampang Melintang Lereng

Sumber : hasil pengujian Lab

8

Tabel 4.2 Hasil Analisa Stabilitas Lereng Dipengaruhi Durasi Hujan

sumber : hasil perhitungan
Grafik Analisa Stabilitas Lereng Dipengaruhi Durasi Hujan

1.3
1.25

y = -0.004x + 1.182
R² = 0.986
y = -0.004x + 1.114
R² = 0.989
y = -0.005x + 1.021
R² = 0.977

1.2
SF

1.15
1.1
1.05
1

ORDINARY
BISHOP
JANBU
SF IJIN (1.25)

0.95
0.9
0

2

4
6
8
10
DURASI HUJAN (jam)
Gambar 4.2 Grafik Analisa Stabilitas Lereng Dipengaruhi Durasi Hujan

Tabel 4.3 Hasil Analisa Stabilitas Lereng dengan Penanggulangan
menggunakan Terasering terhadap Durasi 8 Jam

sumber : hasil perhitungan
Grafik Analisa Stabilitas Lereng dengan Penanggulangan
menggunakan Terasering terhadap Durasi 8 Jam
y = 0.077x + 1.149
R² = 0.996

1.3

y = 0.093x + 1.080
R² = 0.997
ORDINARY

SF

1.2
1.1

BISHOP

1

JANBU

y = 0.128x + 0.977
R² = 0.999

0.9
0

0.5

1

1.5

2

2.5

TERASERING
Gambar 4.3 Grafik Analisa Stabilitas Lereng dengan Penanggulangan menggunakan
Terasering terhadap Durasi 8 Jam
9

Tabel 4.4 Hasil Analisa Stabilitas Lereng dengan Penanggulangan pengurangan
Sudut Kemiringan Lereng terhadap Durasi 8 Jam

sumber : hasil perhitungan

Grafik Analisa Stabilitas Lereng dengan Penanggulangan
pengurangan Sudut Kemiringan Lereng terhadap Durasi 8 Jam
1.4

y = -0.010x + 2.012
R² = 0.998

1.3

y = -0.012x + 2.104
R² = 0.933
ORDINARY

1.1

BISHOP

SF

1.2

y = -0.016x + 2.371
R² = 0.995

1

JANBU

0.9
85.00

75.00

65.00

55.00

SUDUT KEMIRINGAN LERENG (°)
Gambar 4.4 Grafik Analisa Stabilitas Lereng dengan Penanggulangan
pengurangan Sudut Kemiringan Lereng terhadap Durasi 8 Jam

5.

SIMPULAN DAN SARAN

seiring

5.1

Simpulan

hujan.

a.

Akibat adanya hujan yang terinfiltrasi ke
dalam

tanah

dengan

b.

dengan

bertambahnya

durasi

Pada setiap kondisi baik lereng tanpa

penambahan

hujan, lereng dengan durasi 1 jam, lereng

lamanya hujan 1 jam, 2.5 jam dan 8 jam

dengan durasi 2.5 jam dan lereng dengan

atau dalam waktu yang relatif lama

durasi 8 jam dengan intensitas yang tetap

dengan

tetap

maupun lereng dengan penanggulangan

keamanan

menggunakan satu terasering dan dua

penurunan

terasering

intensitas

yang

mengakibatkan

nilai

pada

mengalami

lereng

faktor

serta

pengurangan

sudut

karena naiknya muka air tanah sehingga

kemiringan lereng menjadi 75° dan 65°

tingkat kejenuhan tanah meningkat dan

memiliki nilai angka keamanan terkecil

nilai

lereng

pada metode Bishop. Sehingga untuk

Pengaruh

setiap kondisi lereng, metode Bishop

penambahan durasi akibat adanya hujan

merupakan metode dengan nilai angka

berbanding terbalik dengan nilai angka

keamanan paling kritis diantara metode

keamanan pada lereng. Dengan kata lain,

Orinary dan metode Janbu.

faktor

mengalami

keamanan
penurunan.

pada

menurunnya nilai angka keamanan lereng

10

c.

Selain pengaruh adanya hujan, bentuk
geometrik

lereng

mempengaruhi

nilai

angka keamanan pada lereng. Hal ini
ditunjukan

dengan

penanggulangan

lereng

satu

dan

terasering

Semakin

banyak

semakin

menggunakan

dua

terasering.

jumlah

terasering

bertambah

keamanan.

analisa

Selain

nilai

itu,

angka

nilai

angka

keamanan pada lereng meningkat apabila
sudut

kemiringan

lereng

diperkecil.

Kondisi ini dibuktikan dengan analisa
stabilitas

dengan

mengurangi

sudut

kemiringan lereng dari 85° menjadi 75°
dan 65°. Semakin kecil sudut kemiringan
lereng maka semakin besar nilai angka
keamanan pada lereng.
5.2

Saran
Perlu

dilakukan

analisa

stabilitas

dengan pemanfaatan geotekstil sebagai bahan
perkuatan lereng yang dipadukan dengan
dinding

penahan

lereng

beton

maupun

bronjong serta pemanfaatan geogrid sebagai
bahan perkuatan lereng.
DAFTAR PUSTAKA
Alwan, I., 2006., Analisa Stabilitas Lereng
Embung
Batu
Nampar
dengan
Software SLOPE/W GEO-SLOPE V.5,
skripsi, Fakultas Teknik Jurusan
Teknik Sipil Universitas Mataram.
Andarini Indah., 2011, Analisis Intensitas
Durasi Frekuensi (IDF) Hujan DAS
Jangkok, Skripsi S-1 Teknik Sipil
Unram, tidak dipublikasikan.
Anonim, 2004, Panduan Praktikum Mekanika
Tanah,
Laboraturium
Geoteknik
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Mataram, Mataram.
Anonim, 2004, User Guide SLOPE/W for slope
Stability Analysis Version.6, GeoSlope International Ltd., Canada.

Brand, E. W., 1981. Some Thoughts on Rain
Induced Slope Failure. Proceedings of
The Tenth International Conference of
Soil Mechanics and Foundation
Engineering, Stocklom, Swedia, Vol 3,
15-19 June.
Hardiyatmo C. H., 2003, Mekanika Tanah II,
Gajah
Mada
University
Press,
Yogyakarta.
Hardiyatmo, C. H., 2006, Penanggulangan
Tanah Longsor dan Erosi, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Iverson, R. M., 2000. Landslide triggering by
rain infiltration. Water Resources
Research, 36(7): 1897–1910.
Karnawati, D., 2001, Tanah Longsor di
Indonesia; Penyebab dan Upaya
Mitigasinya,
Kumpulan
Makalah
Pencegahan Dan Penanggulangan
Bahaya Tanah Longsor Keluarga
Mahasiswa Teknik Sipil Fakultas
teknik Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Kawamoto, K., Oda, M., dan Suzuki, K., 2000.
Hydro-geological study of landslides
caused by heavy rainfall on August
1998 in Fukushima, Japan. Journal of
Natural Disaster Science, 22(1): 13–
23.
Lan, H. X., Zhou, C. H., Lee, C. F., Wang, S.,
dan Wu, F. Q., 2003. Rainfallinduced
landside stability analysis in response
to transient pore pressure. Science in
China Series, Technological Sciences,
46: 52-68.
Lumb, P., 1962. Effects of rainstorms on slope
stability. In: Proceedings of the
Symposium on Hong Kong Soils. GCO
Publ., Hong Kong, hal. 73–87.
Martini,

2005, Studi Karakteristik Hujan
Pemicu Longsoran Pada Ruas Jalan
Tawaeli – Toboli Sulawesi Tengah,
Jurnal, Majalah Ilmiah Mektek.

Pradel, D. dan Raad, G., 1993. Effect of
permeability on surficial stability of
homogeneous slopes. J. Geotech.
Eng., 119(2): 315–332.

11

Purwono, B., 2003, Analisis Stabilitas Lereng
menggunakan Software SLOPE/W
Geo-Slope Office 5, Tugas Akhir S1
Ekstensi, Program Studi Teknik Sipil,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Salim, 2000, Aplikasi STABLE5 Pada Analisa
Stabilitas Lereng Timbunan, Skripsi,
Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil
Universitas Mataram.
Soenarmo H. Sri, Sadisun A. Imam,
Saptohartono Endri, 2008, Kajian Awal
Pengaruh Intensitas Curah Hujan
Terhadap Pendugaan Potensi Tanah
Longsor Berbasis Spasial di
Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Jurnal, Geoaplika.
Sosrodarsono, S., dan Takeda, K., 1999,
Hidrologi
untuk
Pengairan,
PT.
Pradnya Pramita, Jakarta.
Subiyanti H., 2007, Analisa Kelongsoran
Lereng Akibat Pengaruh Tekanan Air
Pori Di Saluran Induk Kalibawang
Kulonprogo. Tesis, Fakultas Teknik
JurusanTeknik
Sipil
Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sudjarwadi, 1987, Teknik Sumber Daya Air.
PAU Ilmu Teknik UGM, Yogyakarta.
Wardana, N. G. I., 2011. Pengaruh Perubahan
Muka
Air
Tanah
dan
TeraseringTerhadap
Perubahan
Kestabilan Lereng, Jurnal Ilmiah
Teknik Sipil Vol. 15, No. 1.
Zakaria Z., 2011, Analisis Kestabilan Lereng
Tanah, Fakultas MIPA Universitas
Padjajaran,
Bandung.
http://blogs.unpad.ac.id/zufialdizakaria,
25-07-2011.

12

13

14

Gambar 4.1 Penampang Melintang Lereng

Tabel 4.1 Data tanah

Sumber : hasil pengujian Lab

15

Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika
(Dishubkominfo) Kabupaten Lombok Barat.

3.3 Target Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah Cidomo
dan

angkutan

pedesaan

di

Kecamatan

Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, serta
pengguna jasa kedua jenis angkutan tersebut.
3.4 Unit Sampel
Unit sampel pada penelitian ini adalah
individu pengguna jasa angkutan serta unit
angkutan pedesaan dan Cidomo. Jumlah
sampel

ditentukan

Nomogram

Herry

dengan
King

menggunakan
dengan

taraf

kepercayaan 90%.

Gambar 3.1 Tahapan Penelitian

3.1 Survei Pendahuluan
Survei

pendahuluan

dilakukan

dengan

mengobservasi rute-rute Cidomo dan trayek
angkutan

pedesaan

di

Kecamatan

Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat beserta
wawancara dengan pengemudi angkutan dan
penduduk setempat.
3.2 Pengumpulan Data
Jenis data yang dibutuhkan meliputi data
primer

dan

data

sekunder.

Data

primer

diperoleh dari survei jumlah penumpang, jarak
dan

waktu

operasional

angkutan,

waktu

Gambar 3.2 Nomogram Herry King

menunggu, waktu keberangkatan, jarak jalan
kaki ke shelter, jumlah pergantian moda, dan

3.5 Survei Statis

biaya

3.5.1 Waktu Menunggu Keberangkatan

perjalanan.

Data

sekunder

pada

penelitian ini adalah data trayek angkutan,

Waktu menunggu keberangkatan diperoleh

karakteristik angkutan, dan jumlah armada

dengan mencatat waktu dengan menggunakan

Cidomo

pada

timer, sejak kedatangan hingga keberangkatan

wilayah operasional dan trayek yang diteliti.

angkutan. Survei dilakukan dari pukul 06.00

Data

sampai 18.00 Wita.

serta

tersebut

angkutan

pedesaan

diperoleh

dari

Dinas

16

3.5.2 Waktu Keberangkatan Angkutan
Waktu keberangkatan angkutan diperoleh
dengan mencatat waktu keberangkatan setiap
angkutan dari pukul 06.00 sampai 18.00 Wita.
Data

waktu

keberangkatan

angkutan

Sumber: Hasil survei dan data dari Dishubkominfo Lobar (2012)

ini

diperlukan untuk memperoleh nilai headway.

3.6 Survei Dinamis
3.6.1 Jumlah Penumpang
Survei jumlah penumpang ini dilakukan
untuk mendapatkan nilai load factor pada tiaptiap jenis moda angkutan per kilometer di tiap
rutenya. Survei diawali dengan menghitung
jumlah penumpang yang menaiki angkutan
pada

titik

awal

dilanjutkan

rute.

dengan

Kemudian

menghitung

survei
jumlah

penumpang angkutan sepanjang perjalanan,
hingga

di

akhir

rute.

Survei

dilakukan

sebanyak sampel yang dibutuhkan.
3.6.2 Waktu

Operasional

dan

Jarak

Perjalanan Angkutan
Waktu operasional dan jarak perjalanan
diukur

semenjak

keberangkatan

angkutan

hingga angkutan tersebut sampai di akhir rute.
Survei dilakukan pada beberapa armada
angkutan

sesuai

dengan

sampel

yang

dibutuhkan.
3.7 Survei Wawancara
Survei

wawancara

dilakukan

terhadap

pengguna jasa angkutan umum sesuai dengan
jumlah sampel yang dibutuhkan. Survei ini
dilakukan untuk memperoleh data jarak jalan
kaki ke shelter, jumlah pergantian moda, dan
biaya perjalanan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Kendaraan
Tabel 4.1 Karakteristik Kendaraan

17

4.2 Karakteristik Rute

4.4 Hasil Analisis Permintaan (Demand)

Tabel 4.2 Karakteristik Rute

Besarnya permintaan (demand) diperoleh
dengan memasukkan hasil analisis nilai load
factor, headway, dan frekuensi ke dalam
Persamaan (4). Nilai load factor terdapat pada
Tabel 4.3 untuk Cidomo dan Tabel 4.4 untuk
angkutan pedesaan. Sedangkan headway dan
frekuensi diperoleh dari analisis data hasil

Sumber: Hasil survei dan data dari Dishubkominfo Lobar (2011)

survei.

Rekapitulasi

frekuensi

Load factor yaitu perbandingan total jumlah
dalam

headway

dan

untuk

Cidomo

dan

angkutan pedesaan dapat dilihat pada tabel

4.3 Hasil Analisis Load Factor

penumpang

rata-rata

nilai

kendaraan

dengan

kapasitas kendaraan tersebut. Nilai load factor

berikut ini.
Tabel 4.5 Rekapitulasi Nilai Rata-rata Headway dan
Frekuensi Kendaraan per Jam untuk Cidomo

(LF) ditentukan menggunakan Persamaan (1)
dengan kapasitas angkut maksimal Cidomo
adalah 5 orang penumpang dan angkutan
pedesaan
Rekapitulasi

adalah

9

nilai

load

orang
factor

penumpang.
untuk

tiap

angkutan berdasarkan hasil analisis dapat
dilihat pada tabel-tabel berikut:
Tabel 4.3 Rekapitulasi Nilai Load Factor Cidomo

Sumber: Hasil analisis data

Tabel 4.6 Rekapitulasi Nilai Rata-rata Headway dan
Frekuensi Kendaraan
Sumber: Hasil analisis data

per Jam untuk Angkutan

Pedesaan

Tabel 4.4 Rekapitulasi Nilai Load Factor Angkutan
Pedesaan

Sumber: Hasil analisis data

Dari data load factor, headway, dan
frekuensi di atas dapat ditentukan demand (Q)
untuk tiap-tiap angkutan pada tiap-tiap rute.
Sumber: Hasil analisis data

Hasil

perhitungan

demand

Cidomo

dan

18

angkutan pedesaan secara keseluruhan dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.7 Hasil Analisis Nilai Demand (orang/jam)
untuk Cidomo

Sumber: Hasil analisis data

Tabel 4.10 Waktu dan Kecepatan Perjalanan
Angkutan Pedesaan

Sumber: Hasil analisis data

Tabel 4.8 Hasil Analisis Nilai Demand (orang/jam)
untuk Angkutan Pedesaan

Sumber: Hasil analisis data

4.6 Analisis Jumlah Armada
Jumlah armada yang dibutuhkan (n)
dianalisis menggunakan Persamaan (6). Hasil
analisis jumlah armada Cidomo dan angkutan
pedesaan disajikan pada tabel-tabel berikut:

Sumber: Hasil analisis data

Tabel

4.5 Analisis Waktu dan Kecepatan

4.11

Jumlah

Armada

Cidomo

yang

Dibutuhkan (n) pada Masing-masing Rute

Perjalanan
Waktu perjalanan (C) diperoleh dengan
cara menjumlahkan waktu operasional ratarata (𝐶1 ) dengan waktu tunggu rata-rata (𝐶2 )
dari angkutan yang telah disurvei. Sedangkan
kecepatan perjalanan (v) dihitung dengan
membagi

panjang

rute

dengan

waktu

perjalanan. Berdasarkan hasil analisis data,
diperoleh waktu dan kecepatan perjalanan tiap
angkutan di tiap rute, pada tabel-tabel berikut:

Sumber: Data primer, data sekunder, dan analisis data

Tabel 4.12 Jumlah Armada Angkutan Pedesaan
Tabel 4.9 Waktu dan Kecepatan Perjalanan Cidomo

yang Dibutuhkan (n) pada Masing-masing Rute

Sumber: Data primer, data sekunder, dan analisis data

19

4.7 Analisis Kinerja Operasional Cidomo

4.8 Perbandingan Jumlah Armada

dan Angkutan Pedesaan

Jumlah armada Cidomo yang dibutuhkan

Berdasarkan hasil survei dan analisis

pada rute Gunungsari-Midang sebanyak 6

beberapa indikator kinerja angkutan, diperoleh

armada, rute Midang-Sesela sebanyak

nilai kinerja Cidomo dan angkutan pedesaan

armada, rute Gunungsari-Sandik sebanyak 3

sesuai

armada, dan rute Gunungsari-Kekait sebanyak

dengan

keadaan

sebenarnya

di

4

2 armada. Maka total jumlah armada Cidomo

lapangan adalah sebagai berikut:

yang
Tabel 4.13 Hasil Analisis Kinerja Cidomo

dibutuhkan

pada

wilayah

operasi

Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok
Barat adalah 15 armada. Sementara total
jumlah armada Cidomo yang ada yaitu 43
armada.
Di lain pihak, armada angkutan pedesaan
yang

dibutuhkan

pada

rute

Sidemen-

Gunungsari-Rembiga-Ampenan berjumlah 7
armada, dan untuk rute sebaliknya, yakni
Ampenan – Rembiga – Gunungsari – Sidemen
dibutuhkan juga 7 armada. Maka total jumlah
armada angkutan pedesaan yang dibutuhkan
untuk

beroperasi

pada

trayek

Sidemen-

Gunungsari-Rembiga-Ampenan, PP yaitu 14
armada.

Sementara

total

jumlah

armada

angkutan pedesaan yang ada saat ini adalah
Sumber: Hasil survey dan analisis data

95 armada.
Dari perbandingan jumlah armada yang

Tabel

4.14

Hasil

Analisis

Pedesaan

Kinerja

Angkutan

ada dengan jumlah armada yang dibutuhkan
pada masing-masing rute untuk setiap jenis
angkutan, diketahui bahwa jumlah armada
yang ada saat ini untuk tiap jenis angkutan
lebih banyak daripada jumlah armada yang
dibutuhkan. Dengan kata lain, jumlah armada
yang ada jauh melampaui tingkat permintaan
akan sarana perangkutan. Hal tersebut dapat
mengakibatkan pergerakan angkutan menjadi
tidak teratur. Karena kekurangan penumpang
memungkinkan banyak pengemudi angkutan
menaikkan

penumpang

di

luar

daerah

pelayanannya.

Sumber: Hasil survey dan analisis data

20

 Biaya perjalanan, berada di bawah rata-

4.9 Kinerja Operasional Angkutan
Bila

dibandingkan

dengan

Standar

Indikator Kinerja Angkutan Umum Penumpang
(lihat Tabel 2.1) maka kinerja angkutan
(Cidomo

dan

angkutan

pedesaan)

pada

rata,
 Waktu

antara

(headway),

memenuhi

standar maksimum,
 Frekuensi, tidak memenuhi standar.

masing-masing rute dapat dijelaskan sebagai
berikut:

c. Rute Gunungsari-Sandik:
 Load Factor, tidak memenuhi standar,

1. Cidomo

 Waktu

a. Rute Gunungsari-Midang:

menunggu,

masih

memenuhi

standar maksimum,

daripada standar,
pergantian

memenuhi

 Jarak jalan kaki ke shelter, memenuhi
standar,
 Jumlah

 Jarak jalan kaki ke shelter, lebih kecil
 Jumlah

masih

standar maksimum,

 Load Factor, sedikit di bawah rata-rata,
 Waktu

menunggu,

pergantian

moda,

memenuhi

standar rata-rata,
 Waktu perjalanan angkutan, lebih rendah

moda,

memenuhi

standar rata-rata,

daripada standar,
 Kecepatan perjalanan angkutan, tidak

 Waktu perjalanan angkutan, lebih rendah
daripada standar,

memenuhi standar,
 Biaya perjalanan, berada di bawah rata-

 Kecepatan perjalanan angkutan, tidak
memenuhi standar,

rata,
 Waktu

 Biaya perjalanan, berada sedikit di bawah
rata-rata,

antara

(headway),

memenuhi

standar rata-rata,
 Frekuensi, tidak memenuhi standar.

 Waktu antara (headway), lebih rendah
daripada standar rata-rata,

d. Rute Gunungsari-Kekait:

 Frekuensi, memenuhi standar.

 Load Factor, tidak memenuhi standar,
 Waktu menunggu, berada sedikit di atas

b. Rute Midang-Sesela:

standar maksimum,

 Load Factor, tidak memenuhi standar,
 Waktu

menunggu,

tidak

memenuhi

standar,

daripada standar,
 Jumlah

 Jarak jalan kaki ke shelter, lebih kecil
daripada standar,
 Jumlah

 Jarak jalan kaki ke shelter, lebih kecil

pergantian

moda,

memenuhi

standar rata-rata,
 Waktu perjalanan angkutan, lebih rendah

moda,

memenuhi

standar rata-rata,
 Waktu perjalanan angkutan, lebih rendah
daripada standar,
 Kecepatan perjalanan angkutan, tidak
memenuhi standar,

pergantian

daripada standar,
 Kecepatan perjalanan angkutan, tidak
memenuhi standar,
 Biaya perjalanan, berada sedikit di bawah
rata-rata,
 Waktu

antara

(headway),

memenuhi

standar maksimum,
21

 Frekuensi, tidak memenuhi standar.

4. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan

2. Angkutan Pedesaan

1. Nilai Load factor Cidomo dan angkutan

a. Rute Sidemen – Gunungsari – Rembiga -

pedesaan

pada

Ampenan:

memenuhi

Standar

 Load Factor, tidak memenuhi standar,

Angkutan Umum Penumpang.

 Waktu menunggu, memenuhi standar
rata-rata,

daripada standar,
 Jumlah

pergantian

rute

tidak

Indikator

Kinerja

2. Demand rata-rata Cidomo rute GunungsariMidang,

 Jarak jalan kaki ke shelter, lebih kecil

semua

Midang-Sesela,

Gunungsari-

Sandik, dan Gunungsari-Kekait, secara
berturut-turut adalah 57, 8, 17, dan 7

moda,

memenuhi

orang/jam.

Demand

rata-rata

angkutan

pedesaan rute Sidemen – Gunungsari –

standar rata-rata,
 Waktu perjalanan angkutan, lebih rendah

Rembiga – Ampenan dan rute Ampenan –
Rembiga – Gunungsari – Sidemen, secara

daripada standar,
 Kecepatan perjalanan angkutan, lebih

berturut-turut adalah 36 dan 49 orang/jam.

3. Jumlah armada yang ada pada masing-

tinggi daripada standar,
 Biaya perjalanan, berada di atas rata-rata,

masing rute untuk setiap jenis angkutan

 Waktu antara (headway), lebih rendah

lebih banyak daripada jumlah armada yang
dibutuhkan.

daripada standar rata-rata,
 Frekuensi, memenuhi standar.

4. Secara keseluruhan, load factor dan
kecepatan

b. Rute Ampenan – Rembiga – Gunungsari -

perjalanan

Cidomo

beroperasi

di

Sidemen:

Gunungsari,

tidak

memenuhi

Standar

 Load Factor, tidak memenuhi standar,

Indikator

Kinerja

Angkutan

Umum

 Waktu menunggu, memenuhi standar

Penumpang. Dalam hal waktu mununggu,

Kecamatan

Cidomo rute Gunungsari – Midang dan

rata-rata,
 Jarak jalan kaki ke shelter, lebih kecil

pergantian

Gunungsari – Sandik masih memenuhi
standar, sementara untuk rute lainnya tidak

daripada standar,
 Jumlah

wilayah

yang

moda,

memenuhi

standar rata-rata,
 Waktu perjalanan angkutan, lebih rendah
daripada standar,
 Kecepatan perjalanan angkutan, lebih
tinggi daripada standar,
 Biaya perjalanan, berada di atas rata-rata,
 Waktu antara (headway), lebih rendah
daripada standar rata-rata,
 Frekuensi, memenuhi standar.

memenuhi.

Dalam

kendaraan/jam,

hal

hanya

frekuensi

Cidomo

rute

Gunungsari – Midang yang memenuhi
standar. Sementara itu, untuk kriteriakriteria lainnya, Cidomo di semua rute
masih memenuhi standar.

5. Kinerja angkutan pedesaan, baik rute
Sidemen – Gunungsari
Ampenan

maupun

rute

– Rembiga Ampenan



Rembiga – Gunungsari – Sidemen tidak
memenuhi standar dari segi load factor.
Akan tetapi, untuk kriteria-kriteria lainnya,
22

angkutan

pedesaan

pada

kedua

Lombok,

rute

tersebut masih memenuhi Standar Indikator
Kinerja Angkutan Umum Penumpang.

Skripsi

S1

FT-UNRAM,

2012,

(Online):

Mataram.
Pemkab

Lobar,

http://lombokbaratkab.go.id/peta5.2 Saran

kecamatan-gunung-sari.html/,

1. Membatasi jumlah Cidomo dengan tidak

Diakses tanggal 4 Oktober 2012.

memberi izin operasi untuk kendaraan

Pemkab

Lobar,

2012,

(Online):

http://lombokbaratkab.go.id/sekilas-

baru.

lobar/peta-lombok-barat/,

2. Membagi wilayah operasional Cidomo ke
dalam tiap-tiap desa sesuai dengan tingkat
permintaan pada desa tersebut, untuk

tanggal 18 Juli 2012.
Sugiyono, 2008, Statistika untuk Penelitian,

mengurangi persaingan dan penumpukan
3. Membatasi

jumlah

Alfabeta, Bandung.
Syahril,

armada pada wilayah tertentu.
angkutan

pedesaan

Diakses

2004,

Evaluasi

Kinerja

Jaringan

Trayek Kabupaten Lombok Barat

dengan tidak memberi izin operasi untuk

Terhadap

kendaraan baru.

Skripsi S1 FT-UNRAM, Mataram.

4. Memperbanyak trayek angkutan pedesaan
agar wilayah operasinya lebih luas untuk

Perkiraan

Permintaan,

Warpani, S.P., 1990, Merencanakan Sistem
Perangkutan, ITB, Bandung.
Warpani, S.P., 2002, Pengelolaan Lalu Lintas

menjaring penumpang.

dan Angkutan Jalan, ITB, Bandung.
DAFTAR PUSTAKA
Dishubkominfo, 2011, Data Potensi Kendaraan
Tidak

Bermotor

(Cidomo)

di

Kabupaten Lombok Barat, Lombok
Barat.
Dishubkominfo, 2012, Jalur Trayek Angkutan
Pedesaan, Lombok Barat.
Dishubkominfo,

2012,

Buku

Uji

Berkala

Kendaraan, Lombok Barat.
Hadi, D.M., 2012, Perencanaan Angkutan
Khusus Bandara dari Kota Mataram
Menuju
Lombok,

Bandara
Skripsi

Internasional

S1

FT-UNRAM,

Mataram.
Hendarto, S., 2001, Dasar-dasar Transportasi,
Penerbit ITB, Bandung.
Hiliyanti, Baiq, 2009, Perencanaan Jaringan
Trayek

Angkutan

Umum

Akibat

Pembangunan Bandara Internasional

23