MEMBANGUN HIDUP BERKUALITAS DENGAN HATI

Filsafat Cina

MEMBANGUN HIDUP BERKUALITAS
DENGAN “HATI” DAN “BUDI” YANG BIJAK
(Sebuah Refleksi tentang Kitab Ke-enam Analek Konfusius)

(By: Ohan Kilmas, MSC)

1. Konteks
Konfusius temasuk seorang keturunan bangsawan. Namun setelah leluhurnya yang
merupakan wangsa raja-raja Shang mundur dan mulai berkuasa dinasti Chow, keluarga
Konfusius hidup dalam kemiskinan.
Konfusius sendiri lahir pada zaman dimana terjadi pergolakan politik. Kendati hidup
miskin, pada masa mudanya ia mendapat kedudukan sebagai pegawai pemerintahan di
Negara Lu. Akibat persekongkolan politik yang begitu ramai dan akut, dalam usia 50 tahun ia
berhenti dan hidup dalam pembuangan. Ia sangat suka mengembara dari satu negara ke
negara yang lain. Dalam pengembaraan itu ada satu harapan yang ia cita-citakan, yakni ingin
membuat perombakan dalam bidang politik dan kemasyarakatan. Ia sendiri berharap bahwa
cita-citanya itu bisa berhasil namun hasilnya nihil. Akhirnya dalam usianya yang sudah
cukup tua ia kembali ke Negara Lu dan mulai berkarya di sana.
Konfusius sendiri sangat gemar mempelajari Liu Yi (ilmu enam kitab) dan sangat

mengutamakan masalah-masalah yang menyangkut perikemanusiaan serta perikeadilan. Ia
adalah orang yang suka belajar. Ketika ia menjadi seorang guru/ pendidik, ia menghendaki
agar para cantriknya menjadi “manusia bulat” atau “manusia utuh” yang berguna bagi negara
serta masyarakat. Sebagai seorang guru ia merasa bahwa fungsi atau tugas utamanya ialah
memberi penafsiran terhadap berbagai warisan kuno bagi para cantriknya. Dan hal itu ia
lakukan berdasarkan konsepsi-konsepsi moralnya sendiri, artinya bahwa ia menciptakan
sesuatu yang baru.1
Masalah-masalah politik zamannya mengarahkan pandangannya dan pemikirannya
tentang perikemanusiaan dan perikeadilan/kelurusan. Kedua hal itu dilihatnya berdasar pada
“kebajikan” dan “kebijaksanaan”. Konfusius mengatakan: “orang yang mempraktikan

Bdk. Soejono Soemargono, Sejarah Ringkas Filsafat Cina: Sejak Konfusius sampai
Fei Tzu (Yogyakarta: Liberty, 1990), hlm. 49-52.
1

KITAB KE-VI ANALEK KONFUSIUS

1

Filsafat Cina

kebajikan pertama-tama bertindak praktis.” Kemudian ia berkata: “bimbinglah orang lain
dalam jalan kebajikan dan kejujuran dan hormati leluhur serta alam” itulah kebijaksanaan.2
Berdasar latar belakang kehidupan dan cita-cita serta kegemaran Konfusius maka saya
dapat melihat dan menentukan konteks dari kitab keenam dari Analek Konfusius (AC)
terutama dalam ayat 16-30 (mungkin juga seluruh kitab keenam). Ketika membaca dan
melihat semua itu,( 16-30) saya melihat dua hal utama yang diangkat sebagai bagian dari
kebijaksanaan itu yakni berhubungan dengan “hati” dan “budi.” Untuk mencapai “manusia
yang bulat” atau “manusia yang utuh,” maka seorang harus bijak budinya dan bijak hatinya.
Implikasi yang dapat saya lihat dan tarik dari perkataan-perkataan Konfusius itu, yakni
dengan begitu seseorang akan dapat dihantar pada sebuah pencerahan. Persoalan tentang
perikeadilan/kelurusan atau perikemanusiaan dapat teratasi dan persekongkolan politik
meredup dan akhirnya lenyap jika seseorang dari hari ke hari dapat membentuk dalam dirinya
sebuah hati dan budi yang semakin bijak.
Dalam dunia sekarang (mungkin juga pada zaman Konfusius) orang tidak lagi ingin
untuk belajar tentang bagaimana memelihara dan mengusahakan hidup yang seimbang.
Orang cenderung untuk meningkatkan satu kemampuan pribadinya sebagai manusia tanpa
berusaha belajar untuk menyeimbangkannya dengan kualitas lain yang dimilikinya sebagai
seorang manusia. Mungkin Konfusius sudah melihat atau membayangkan akan apa yang
bakal terjadi ketika budi tidak lagi bijak dan hati tidak lagi murni dan terarah serta
dikendalikan dengan baik. Dan bayangan atas ketidakbijaksanaan budi dan ketidakmurnian/

ketidakbijakan hati serta ketidakterahan hati itu akan berujung pada kekacauan dan
kehancuran hidup manusia secara pribadi maupun mempunyai dampak pada kehidupan orang
banyak.
2. Refleksi Dan Pendalaman
Benang merah yang dapat saya tarik dari perkataan Konfusius dalam kitab ke-6 bab 1630 itu yakni ternyata ia berbicara tentang “budi” dan “hati “ sebagai sumber kebijaksanaan.
Konfusius mungkin mengangkat hal itu agar bisa direfleksikan lebih jauh dan mendalam lagi
oleh manusia. Tujuannya supaya manusia dapat melihat dan mengetahui serta sadar akan
pantingnya peran budi dan hati dalam menentukan kebijaksanaan yang mempunyai dampak
pula pada keharmonisan hidup manusia. Dua hal ini dapat direfleksikan demikian:
Zhou Chuncai, The Illustrated Book of The Analects (Jakarta: PT. Eleks Media
Kompindo, 2011), hlm. 121.
2

KITAB KE-VI ANALEK KONFUSIUS

1

Filsafat Cina
2.1.


Budi

Tentang budi, Konfusius berkata:


“Bila sifat asli lebih banyak dari pada kehalusan budi bahasa, hasilnya adalah
kekasaran. Bila kehalusan budi lebih banyak dari pada sifat asli, hasilnya adalah sifat
suka pamer ilmu. Hanya campuran dari kedua hal ini yang menghasilkan sikap yang
mulia (AC 6:18).”



“Orang berbudi-luhur berpengetahuan luas di bidang budaya tetapi dikembalikan
kepada hal-hal yang hakiki oleh ritus, kukira, dapat diharpakan tidak akan berbalik
melawan apa yang dibelanya (AC 6:27).”
Perkataan Konfusius di atas mengkritik realitas manusia yang cenderung pada sikap

sombong dan egoistis. Keaslian sifat manusia menunjuk pada aktifitas fisik yang melibatkan
emosi dan tindakan. Tindakan manusia jika tidak dikontrol atau tidak seimbang dengan budi
bahasa maka yang terjadi adalah kekasaran. Kekasaran sendiri bisa diinterpretasi dengan

kekasaran sikap, kekasaran perilaku, kekasaran kata dan bahasa. Keseimbangan terjadi ketika
budi bahasa manusia disertai dengan sikap aslinya ketika sedang melakukan sebuah aktifitas
atau sedang berhadapan dengan sebuah realitas. Kekacauan yang dialami manusia dalam
hidup terjadi karena manusia cenderung menonjolkan sifat aslinya. Kecenderungan itu
membuat orang menjadi hilang dan tenggelam dalam dirinya sendiri. Budi bahasa sepertinya
dibunuh oleh emosi yang yang tidak proporsional dan tindakan yang membabi buta. Dengan
demikian kebijaksanaan semakin menjauh. Manusia terjebak dalam lingkaran kuasa emosi
sehingga budinya pun tak bisa menguasai lagi keadaan karena dibekukan dan dihempaskan
keluar oleh kuasa egoisme diri.
Keadaan akan berubah ketika manusia menjadi sadar akan peran penting budi bahasa
sebagai “the midle way” yang bisa digunakan untuk mengerti dan memahami sifat-sifat asli
dirinya. Manusia yang dominan pikirannya akan merusak banyak hal dengan pikiranpikirannya. Keseimbangan sangat perlu diusahakan agar tidak terjadi berbagai kesalahan dan
kekacauan. Situasi atau realitas dunia sekarang mungkin menjadi kacau dan penuh dengan
persaingan sebab budi bahasa diabaikan dan manusia lebih mengutamakan sifat aslinya untuk
ingin menguasai orang lain.

KITAB KE-VI ANALEK KONFUSIUS

1


Filsafat Cina
Budi bahasa digunakan sepenuhnya untuk mengelabui banyak orang demi tercapainya
sifat asli manusia, yakni sifat ingin berkuasa. Egoisme diri menjadi sangat kuat dan menjiwai
seluruh kehidupan manusia. Tantangan terbesar untuk manusia menurut Konfusius, yakni
bagaimana bisa mengendalikan keduanya agar menjadi seimbang. Konfusius hanya
mengingatkan kita agar selalu waspada dan siaga agar tidak terjebak dalam berbagai situasi
dan tuntutan zaman. Persaingan akan selalu ada. Namun hal yang terpenting, yakni jangan
sampai persaingan itu menguasai pikiran atau budi kita dan juga memprofokasi sifat asli kita
untuk berkuasa melebihi akal budi kita. Konfusius memberikan sebuah wejangan bagus,
yakni campuran dari budi bahasa yang halus dan sifat asli manusia akan menghasilkan sifat
mulia.
2.2.

HATI

Tentang hati Konfusius berkata:



“..Fan ch’ih bertanya tentang kebajikan. sang guru berkata, ‘orang yang murah hati

mendapat manfaat hanya setelah mengatasi kesulitan-kesulitan. hal itu disebut murah
hati ( AC. 6:22).”



Sang guru berkata, “ orang bijak mendapat kegembiraan di dalam air; orang yang
murah hati mendapat kegembiraan di pegunungan. Orang bijak aktif; orang baik
tenang. Orang bijak bergembira; orang yang murah hati panjang umur (AC. 6:23).”



“ Tsai wo bertanya, “jika seorang pria yang murah hati diberitahu ada orang lain
yang murah hati di dalam sumur, apakah dia harus pergi dan bergabung dengannya?
Sang guru berkata, “mengapa harus demikian? Seorang berbudi luhur dapat diutus ke
sana, tetapi tidak dipancing masuk jebakan. Dia dicurangi, tetapi tidak dapat ditipu
( AC. 6:26).”
Konfusius dalam bagian ini menekankan suatu aspek yang sangat penting dalam

kehidupan manusia yang tidak bisa dibiarkan berlalu begitu saja, yakni tentang pengalaman.
Hal penting yang dapat direfleksikan dari perkataan Konfusius itu, yakni bagi dia

pengalaman sangat penting bagi manusia untuk bisa belajar sesuatu agar hidupnya
berkembang. Manusia tak dapat menyelesaikan berbagai masalah dengan baik tanpa pernah
mengalami atau mempunyai pengalaman tentang bagaimana menyelesaikan sebuah masalah
dalam hidupnya. Setiap pengalaman membuat manusia belajar untuk memaknai hidupnya.

KITAB KE-VI ANALEK KONFUSIUS

1

Filsafat Cina
Menimbah manfaat dari suatu pengalaman dikatakan oleh Konfusius sebagai “murah hati.”
Murah hati dalam konteks ini tidak hanya berarti suka memberi dan lain sebagainya. Lebih
dari itu murah hati di sini dimengerti sebagai sikap keterbukaan untuk menerima sesuatu. Hal
ini berhubugan dengan pengalaman manusia. Mengapa demikian, sebab pengalaman adalah
guru kehidupan. Pengabaian terhadap suatu pengalaman sama saja dengan meremehkan
hidup. Dan sikap itu menunjuk pada keegoisan diri dan juga sikap tidak murah hati/rendah
hati untuk mau dibentuk oleh pengalamannya sendiri.
Di sini kita dapat melihat bagaimana keinginan manusia untuk belajar. Belajar tentang
hidup, belajar untuk untuk murah hati, belajar untuk mengembangkan diri, dan belajar untuk
menjadi bijaksana. Berbagai masalah atau kesulitan yang dihadapi dalam hidup sebenarnya

membuat manusia semakin murah hati dalam hidupnya. Selama hidup manusia, ketika ia
memiliki kemurahan hati maka sebenarnya ia sungguh memiliki hidup yang berkualitas. Dan
kualitas hidup itu akan menuntun dia pada suatu kebijaksanaan sejati. Kesejatian hidup
sebenarnya terbentuk ketika orang berusaha untuk murah hati dalam hidupnya dan
membangun suatu sikap yang bijaksana. Kebijaksanaan hidup itu menuntun orang pada hidup
yang aktif dan kemurahan hati memberi ketenangan pada kehidupan. Kegembiraan akan
menjadi miliki seseorang ketika ia bijaksana dalam menjalani hidupnya. Kemurahan hati
membuat orang menjadi umur panjang, bukan dalam arti hidup seseorang diperpanjang.
Namun, yang dimaksudkan ialah bahwa kehidupan seseorang menjadi sangat berharga dan
bermanfaat bagi orang lain sehingga hidupnya terpelihara dengan baik. Hidupnya selalu
berada dalam penghiburan. Orang-orang akan sangat merindukan kehadirannya dan dengan
penuh ketulusan akan berdoa bagi dia.
Hal berikut dari bagian ini, yakni ada benarnya juga bahwa orang yang berbudi luhur
tidak pernah akan ditipu karena keluhuran budinya membuat ia mampu dengan tenang
mangambil sebuah tindakan yang bijaksana. Keluhuran budinya membuat ia menjadi orang
yang jernih dalam berpikir serta tepat dalam mengambil tindakan. Orang yang berbudi luhur
tidak akan terjebak dengan situasi. Situasi yang dihadapi bukan sebagai sebuah jebakan tetapi
justru sebagai sebuah realitas yang perlu disikapi untuk dikendalikan dengan akal budi.
Orang yang terjebak dengan sebuah realitas artinya ia tidak menguasai realitas. Sebaliknya
realitaslah yang menguasai diri dan hidupnya. Konfusius dalam hal ini mungkin mau

menekankan soal kemandirian dan kepemimpinan terhadap diri sendiri. Dan dua hal itu juga
sangat berhubungan dengan hati manusia. Ketenangan hati membuat orang menjadi pribadi

KITAB KE-VI ANALEK KONFUSIUS

1

Filsafat Cina
yang mampu berdamai dengan dirinya. Ketenangan hati membuat orang dapat berpikir
dengan tenang. Ketenangan hati membuat orang dapat membuat atau mengambil sebuah
keputusan dengan bijak dan jernih.
Dengan demikian secara singkat dapat disimpulkan bahwa Konfusius dalam buku keenam terutama pada bab 16-30 ini lebih menaruh perhatian pada peran dari akal budi dan
hati. Akal budi dan hati jika diarahkan atau digunakan dengan baik akan memberi dampak
langsung pada kehidupan pribadi dan kemudian mempunyai dampak atau efek positif bagi
orang lain. Budi memberi pengertian bagi tindakan manusia dan hati menentukan sikap dan
tindakan dalam sebuah kebijaksanaan. Lebih dari itu yakni kebijaksanaan akan menuntun
orang pada sebuah kehidupan yang penuh makna.
3. Relevansi
Dari refleksi di atas, relevansi yang dapat ditarik, yakni Konfusius mengajarkan banyak
hal tentang kehidupan manusia. Ajaran-ajaran yang disampaikannya sungguh sangat

menyentuh kehidupan keseharian manusia. Hal-hal sederhana yang mungkin tidak dilihat
banyak orang, diangkatnya dalam sebuah refleksi dan permenungan yang mendalam dan
dijadikan sebagai sebuah kebijaksanaan hidup. Dalam kitab yang ke-enam khususnya bab 1630 saya belajar sesuatu tentang hidup. Saya belajar mengenai perkataan-perkataan Konfusius
yang menyinggung tentang budi dan hati. Jika ditanya tentang relevansi atau hubungan/kaitan
dari pengajaran Konfusius dengan kehidupan kita sekarang ini maka dapat dikatakan
pengajaranya itu mempunyai relevansi yang sangat berarti.
Ajaran-ajaran Konfusius ini memberi kritik terhadap kehidupan kita sekarang ini,
tetapi juga ada peneguhan dan motivasi yang diberikan olehnya. Berhubungan dengan kritik
maka ajaran Konfusius ini memberikan sebuah masukan terhadap kehidupan bernegara kita
sekarang. Kekuatan akal budi mendominasi kehidupan para penguasa dan elit politik serta
para pembantunya untuk memperluas kekuasaannya. Kekuatan akal budi menumpulkan hati
nurani manusia untuk mencari keuntungan diri sendiri dan merugikan orang banyak.
Berbagai tindakan kriminal, korupsi, kolusi, nepotisme, main hakim sendiri dan lain
sebagainya terjadi karena orang menjadi tumpul hatinya. Orang yang telah tumpul hatinya
akan memunculkan banyak tindakan kekerasan seperti kekerasan psikologis, kekerasan lewat
imbalan (suap), kekerasan tidak langsung, kekarasan tersamar dan lain sebagainya. Dan
kekerasan itu nampak dalam wajah-wajah kekerasan seperti kekerasan sosial, kekerasan

KITAB KE-VI ANALEK KONFUSIUS

1

Filsafat Cina
kultural, kekerasan etnis, kekerasan keagamaan, kekerasan gender, kekerasan politik,
kekerasan milites dan lain sebagainya. Semua hal itu menunjuk pada kekuatan akal budi
manusia. Semua hal bisa saja diciptakan dengan akal budi. Hal menarik dari sini, yakni
Konfusius menekankan soal keseimbangan akal budi dan hati. Ketidakseimbangan keduanya
akan menghasilkan kekasaran bahkan kekerasan. Negara kita atau dunia kita ini akan menjadi
aman, damai,adil dan sejahtera jika ada keseimbangan antara kedua hal ini.
Hal kedua juga, yakni ajaran Konfusius ini mau mengajak orang untuk kembali pada
hati mereka masing-masing. Dengan hati kita belajar tentang bagaimana menyikapi hidup.
Dengan hati kita belajar untuk murah hati. Dengan hati kita belajar untuk empati dan simpati
dengan orang lain. Dengan hati kita bisa belajar untuk terbuka dan bersikap apa adanya.
Orang tidak bersikap secara otentik sebab dibayangi oleh akal budinya tentang berbagai hal
yang menurut dia akan membawa akibat yang tidak diinginkanya. Hal itu membuat orang
hilang semangat dan tidak mempunyai motivasi yang kuat untuk berbuat sesuatu. Dengan
kata lain keotentikan dirinya tidak dapat ditunjukkan sebab pikiran negativ telah merasuki
hatinya. Ada kecemasan dan ketakutan untuk menampilkan diri yang sebenarnya. Ajaran
Konfusius sangat berarti dan berdaya guna bagi hidup kita. Sebagai sebuah motivasi dalam
hubungan dengan relevansi, baik kalau perkataannya direnungkan dan dihayati dengan baik.
Pemahaman yang baik serta komitmen untuk perkataan sang guru di bawah ini mungkin akan
menjadi sebuah motivasi bagi kita untuk terus meningkatkan keseimbangan budi dan hati
kita.
Sang guru berkata, “orang bijak mendapat kegembiraan di dalam air; orang
yang murah hati mendapat kegembiraan di pegunungan. Orang bijak aktif; orang
baik tenang. Orang bijak bergembira; orang yang murah hati panjang umur (AC.
6:23).”
Berbagai hal dapat dilakukan atau dibuat oleh manusia. Namun, kekurangan dan
kekacauan akan terjadi ketika manusia tidak lagi melihat keseimbangan antara budi dan hati
sebagai bagian integral dalam hidup manusia.

KITAB KE-VI ANALEK KONFUSIUS

1

Filsafat Cina
Daftar Pustaka
Chuncai, Zhou. The Illustrated Book of The Analects. Jakarta: PT. Eleks Media Kompindo,
2011.
Soemargono, Soejono. Sejarah Ringkas Filsafat Cina: Sejak Konfusius sampai Fei Tzu.
Yogyakarta: Liberty, 1990.

KITAB KE-VI ANALEK KONFUSIUS

1